ANALISA HIDROLOGI
Kebutuhan air irigasi yang diperlukan oleh tanaman pada suatu petak
tersier sawah, banyaknya tergantung pada berbagai faktor, diantaranya adalah :
80
Table 5.1. Data Curah Hujan Stasiun Gunung Nago Setengah Bulanan
81
Table 5.2. Data Curah Hujan Stasiun Batu Busuk Setengah Bulanan
82
Table 5.3. Data Curah Hujan Stasiun Ladang Padi Setengah Bulanan
83
Dari data table di atas maka dapat dihitung curah hujan rata-rata setengah bulanan
dengan menggunakan cara polygon thiesen dengan data luas kawasan seperti table
5.4 berikut :
84
Table 5.5. Curah Hujan Rata-rata Setengah Bulanan (Metode Poligon Thiesen)
85
Untuk menghitung evapotranspirasi (Eto) digunakan metode Pan Evapotranspirasi dengan menggunakan data berupa
data PAN (table 5.6), nilai yang diambil merupakan data Stasiun Gunung Nago seperti tabel dibawah ini :
86
Berdasarkan data tersebut, maka dapat dihitung nilai Evapotranspirasi (Eto).
87
Sumber : Hasil perhitugan
Penggunaan air konsumtif adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh suatu areal
tanaman akibat terjadinya penguapan pada permukaan tanah atau air, juga akibat
transpirasi (penguapan yang terjadi pada tanaman).
88
ETc = Kc x ETo
= 0.667 x 3.261
= 2.41 mm/hari
Hujan efektif adalah banyak air hujan yang diserap oleh akar tanaman (root
zone). Perhitungan Curah Hujan Efektif (Re) disini menggunakan Rumus Harza
seperti yang telah dijelaskan pada bab 2 halaman 15.
Hal yang pertama di lakukan yaitu dari urutkan data curah hujan rata- rata
setengah bulanan (table 5.5) dari yang kecil ke besar seperti table di bawah ini :
89
Tabel 5.8 Rangking Data Curah Hujan Rata-rata Setengah Bulanan
90
Untuk mencari nilai R80% atau M
Jumlah hari = 15
= 65.31 / 15
= 4.354 mm/hari
91
Re harian (palawija) = Re bulanan (palawija) / jumlah hari
= 74.957 / 15
= 5.00 mm/hari
Pola tanam yang dipakai pada irigasi ini adalah Padi-padi-palawija, seperti pada
gambar di bawah ini :
5.1.7 Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah tanah dari zona tidak jenuh, yang terletak
diantara tanah sampai ke permukaan tanah (zona jenuh). Laju perkolasi sangat
bergantung pada sifat-sifat tanah seperti yang telah dijelaskan pada bab 2 pada table
2.3. Di lokasi tinjauan jenis tanahnya liat lempung (Silty Clay) dengan nilai perkolasi
2 mm/hari.
92
5.1.8 Penggantian Lapisan Air (WLR)
Contoh perhitungan diambil pada bulan Oktober pada setengah bulan pertama dengan
data sebagai berikut :
Bulan = Oktober 1
Evapotranspirasi (Eto) = 3,555 mm/hari
Perkolasi (P) = 2 mm
Eff di pintu intek = 0,65
T (waktu penyiapan lahan) = 45 hari
S (masa penjenuhan) = 250 hari
` Hujan Efektif (Re) = 3.55 mm/hari
M = (1,1 x ETo)+ P
= (1,1 x 3,555)+ 2
= 5,91 mm/hari
K = (M x T)/S
= (5,91 X 45)/250
= 1.06
ek = 2,718^1.06
= 2,90
ek -1 = 2,90-1
= 1,90
93
IR = (M. ek )/ (ek -1)
= (5,91 x 2,90)/1,90
= 9.03 mm/hari
NFR = IR – Re
= 9.03 – 3.55
= 5.47 mm/hari
NFR(l/dt/ha) =NFR/Eff
= 5.47*0,116
=0,63 l/dt/ha
Luas Tanaman Padi = 2132 Ha
DR = NFR/0,65
= 0,63/0,65
= 0.98 lt/dt/ha
DR = (0.98 lt/dt/ha x luas tanaman padi ) / 1000
b. Untuk perhitungan kebutuhan air pada masa tanam untuk padi sawah
Contoh perhitungan kebutuhan air irigasi untuk masa penanaman padi adalah sebagai
berikut :
Bulan = November 2
Eto = 3.263 mm/hari
P = 2 mm/hari
T = 45 hari
WLR = 1,1 mm/hari
Re = 4,90 mm/hari
Eff di pintu intek = 0,65
Kc = 1,083
94
Etc = Eto x Kc
= 3.263 x 1,083
= 3.53
NFR = Etc + P + WLR – Re
= 3,53 + 2 + 1,1 – 4,90
= 1.74 mm/hari
NFR = NFR*eff
= 1.74* 0,116 = 0,20 l/dt/ha
DR = NFR/0,65
= 0,20/0,65
= 0,31 l/dt/ha
Luas areal = 2132 ha
DR = (0,45 l/dt/ha x 2132 ha)/1000
= 0.66 m3/dt
Contoh perhitungan kebutuhan air irigasi untuk masa penanaman padi adalah sebagai
berikut :
Bulan = Juli 2
Eto = 3,756 mm/hari
P = 2 mm/hari
Re = 4.17 mm/hari
Eff di pintu intek = 0,65
Kc = 0.867
Etc = Eto x Kc
= 3,756 x 0.67
= 3.25 mm/hari
95
NFR = Etc – Re
= 3.25 – 4.17
= -0.91 mm/hari
NFR = NFR x 0,116
= -0.91 x 0,116
= -0.11 l/dt/ha
DR = NFR/0,65
= 0,11 / 0,65
= -0.16 l/dt/ha
Luas areal = 2132 ha
DR = (-0.16 x luas areal)/1000
= (-0.16 x 2132)/1000
= -0.35 m3/dt (tanda min menandakan pada bulan tersebut curah
hujannya telah memenuhi kebutuhan air,sehingga DR = 0)
= 0 m3/dt
Perhitungan selanjutnya lihat pada tabel 5.10 dan grafik 5.1 di bawah ini :
96
Table 5.10 Rencana Kebutuhan Air Irigasi
1.12
1.12
2.38
97
Grafik 5.1 Kebutuhan Air Irigasi Batang Kuranji
98
5.1.10 Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan)
Contoh perhitungan : Bulan Februari setengah bulan kedua pada tahun 1996
I. Data Meteorologi
1. Evapotranspirasi = 3,562 mm/hari
2. Jumlah hari = 14 hari
3. Curah hujan = 257.57 mm
4. Hari hujan (n) = 5 hari
II. Evapotranspirasi Potensial (EP) =Evapotranspirasi x jumlah hari
= 3,562 x 14
= 49.87 mm/14 hari
III. Limit Evapotranspirasi
5. Penutup lahan (m) = 30% (untuk lahan pertanian
yang diolah seperti sawah,ladang. Sumber:Kp 01 2013)
6. E/EP = ((m/20) x (18-n))/EP
= 0,004
13. Infiltrasi (I) = 50% x Wtr.Surplus (i= 50 % karena berada didataran tinggi )
= 0,50 x 207.9
I = 103.95 mm
99
= 0,5 x (1 + 0,6) x I
= 0,5 x (1 + 0,6) x 103.95
= 83.16 mm/14 hari
21. Debit =
Untuk perhitungan debit andalan per tahunnya selama delapan tahun (1996 sampai
2015), selanjutnya disusun dalam table 5.11.a sampai 5.11.t, kemudian debit andalan
pertahun tersebut direkap (table 5.12) dan di rangking (table 5.13) dari urutan besar
ke yang kecil, untuk menentukan debit andalan dengan probalitas 80%. Selanjutnya
digambarkan dalam bentuk grafik (grafik 5.2)
100
Tabel 5.11.a Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 1996
101
Tabel 5.11.b Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 1997
102
Tabel 5.11.c Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 1998
103
Tabel 5.11.d Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 1999
104
Tabel 5.11.e Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2000
105
Tabel 5.11.f Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2001
106
Tabel 5.11.g Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2002
107
Tabel 5.11.h Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2003
108
Tabel 5.11.i Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2004
109
Tabel 5.11.j Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2005
110
Tabel 5.11.k Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2006
111
Tabel 5.11.l Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2007
112
Tabel 5.11.m Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2008
113
Tabel 5.11.n Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2009
114
Tabel 5.11.o Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2010
115
Tabel 5.11.p Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2011
116
Tabel 5.11.q Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2012
117
Tabel 5.11.r Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2013
118
Tabel 5.11.s Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2014
119
Tabel 5.11.t Perhitungan Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 2015
120
Tabel 5.12 Rekap ni;ai Ketersediaan Air (Debit Andalan) Dengan Menggunakan Metode F.J Mock Tahun 1996-2015
121
Tabel 5.13 Rengking Data Debit Andalan dari Besar ke Kecil
122
Grafik 5.2 Ketersediaan Air Pada Daerah Irigasi (DI) Batang Kuranji
123
Grafik 5.3 ketersediaan air irigasi vs kebutuhan air irigasi
124
5.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan
Untuk keperluan tersebut, data curah hujan telah diambil dari tiga stasiun
curah hujan yang berada berdekatan dengan Catchment Area, yaitu Stasiun
Batu Busuak, Stasiun Gunung Nago dan Stasiun Ladang Padi. Data tersebut
selengkapnya tersaji pada tabel di bawah ini.
125
Tabel 5.14. Curah Hujan Maksimal (mm) Stasiun Batu Busuak, Gunung Nago
dan Ladang Padi
a. Metode Normal
Perhitungan hujan rencana berdasarkan probabilitas normal, jika data
yang digunakan adalah berupa sampel, dilakukan dengan rumus-rumus
sebagai berikut:
Tabel 5.15. Perhitungan Parameter Statistik Distribusi Normal
XT = X + KT . SD
Dimana :
XT = Hujan rencana dengan periode ulang T tahun
X = Nilai rata – rata
SD = Standar deviasi
KT = Faktor frekuensi, nilainya tergantung dari T (Lampiran Tabel
Nilai Variabel Reduksi Gaus)
126
SD = √(23534,36 / 19) = 35,19
127
Tabel 5.18. Perhitungan Distribusi Probabilitas Log Normal
c. Metode Gumbel
Jika data hujan yang digunakan dalam perhitungan adalah berupa
sampel (populasi terbatas), maka perhitungan hujan rencana berdasarkan
Distribusi Probailitas Gumbel Dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
XT = X + SD x K
Dimana :
XT = Hujan rencana dengan periode ulang T tahun
128
X = Nilai rata-rata
SD = Standar deviasi
berdasarkan lampiran
SN = Reduced Standar Deviasi
YN = Reduced Mean
129
Perhitungan hujan rencana berdasarkan probabilitas Log Pearson Type III
dilakukan dengan rumus-rumus sebagai berikut :
Dimana :
130
5.2.2. Uji Kesesuaian Distribusi Probabilitas
χ² =
Dimana :
χ² = Parameter chi kuadrat terhitung
Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya
Of = Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama
N = Jumlah sub kelompok
Dk = k – (p + 1)
K = 1 + 3,3 log n
Dimana:
Dk = Derajat kebebasan
P = Banyaknya paremeter, untuk Chi kuadrat adalah 2
K = Jumlah kelas distribusi
131
N = Banyaknya data
Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipakai untuk menentukan curah
hujan rencana adalah distribusi probabilitas yang mempunyai
simpangan maksimum terkecil dan lebih kecil dari simpangan kritis.
χ² < χ² kritis
Dimana:
χ² = parameter Chi kuadrat terhitung
χ²cr = parameter Chi kuadrat kritis (Tabel)
Prosedur perhitungan adalah sebagai berikut :
1. Menghitung parameter Statistik X rata-rata dan Standar deviasi
Tabel 5.23. Data Hujan Yang telah diurutkan dari besar ke kecil
132
Parameter (P) =2
Derajat kebebasan (Dk) = k – (P + 1)
= 6 – (2 + 1) = 3
Nilai X2cr dengan jumlah data (n) = 20, = 5 % dan Dk = 3 adalah
X2cr = 7.815 (Tabel Lampiran )
T = 6 tahun, = 0,928
133
T = 3 tahun, = 0,4126
T = 2 tahun, = 0
=X+ .
Sehingga :
X6= 150.25 + (0.928 x 35.19) = 182.915 mm
Tabel 5.24. Interval Kelas Distribusi Probabilitas Normal
T Kt X S Xt
6 0.928 150.25 35.19 182.915
3 0.4126 150.25 35.19 164.776
2 0 150.25 35.19 150.255
1.5 - 0.4412 150.25 35.19 134.727
1.2 - 0.9971 150.25 35.19 115.162
Sehingga :
T = 6 tahun, = 1,073
134
T = 3 tahun, = 0,3407
T = 2 tahun, = -0,1506
=X+ .
T Kt X S Xt
6 1.073 150.25 35.19 188.018
3 0.3407 150.25 35.19 162.245
2 -0,1506 150.25 35.19 144.954
1.5 - 0.5726 150.25 35.19 130.102
1.2 - 1.0208 150.25 35.19 114.328
T = 6 tahun, = 0,928
T = 3 tahun, = 0,4126
T = 2 tahun, = 0
135
Nilai S Log X = 0.10
Sehingga :
Log X6 = 2.16 + (0.928 x 0.11)
= 2.267
Xt = 10^2.267 = 185.181 mm
Tabel 5.26. Interval Kelas Distribusi Probabilitas Log Normal
T = 6 tahun, = 0,932
T = 3 tahun, = 0,305
T = 2 tahun, = 0,033
136
Nilai S Log X = 0.11
Sehingga :
= 2,267
Xt =10^2.267 = 185.351
Tabel 5.27 Interval Kelas Distribusi Probabilitas Log Pearson Tipe III
137
Tabel 5.30. Perhitungan Nilai χ² untuk Distribusi Log Normal
Tabel 5.31. Perhitungan Nilai χ² untuk Distribusi Log Pearson Type III
138
Berdasarkan Tabel 5.32 maka distribusi yang dipilih adalah distribusi gumbel
dan Log Normal
139
Keterangan :
n : banyak data = 20
Kolom (4) = untuk distribusi Probabilitas Normal
XT = X + KT. S , sehingga
KT = XT – X atau
S
KT = Xi – X
S
Dimana KT = f(t)
X = 150.25
S = 35.19
140
Contoh untuk kolom (4) baris (1) :
= 2.29
Untuk nilai f(t) = 2.29 maka luas wilayah di bawah kurve normal adalah
0,9911, sehingga nilai kolom (5) baris (1) = 1 – 0,9890 = 0,011
141
Jika jumlah data 20 dan α (derajat kepercayaan) adalah 5% maka dari
tabel diperoleh Δp kritis = 0,29
Jadi Δp max < Δp kritis 0,08 < 0,29 Distribusi Probabilitas Normal dapat
diterima untuk menganalisis data hujan.
142
Jika jumlah data 20 dan α (derajat kepercayaan) adalah 5% maka dari tabel
diperoleh Δp kritis = 0,29
Jadi Δp max < Δp kritis 0,08 < 0,29 Distribusi Probabilitas Log Pearson Tipe III
dapat diterima untuk menganalisis data hujan.
Keterangan :
n : banyak data = 20
Kolom (4) = untuk distribusi Log Pearson Tipe III
Log XT = log X + KT. S log X , sehingga
143
KT = Log XT – Log X atau KT = Log Xi – Log X
S Log X S Log X
Dimana KT = f(t)
Log X = 2.16
S Log X = 0.111
Cs = -1.1
Contoh untuk kolom (4) baris (1) :
f(t) = (2.3636 – 2.16) / 0.111
= 1.79
Kolom (5) = ditentukan berdasarkan nilai Cs, KT atau f(t)
Contoh angka kolom (5) baris (1):
144
Jika jumlah data 20 dan α (derajat kepercayaan) adalah 5% maka dari
tabel diperoleh Δp kritis = 0,29
Jadi Δp max >Δp kritis 0,05 > 0,29 Distribusi Probabilitas Normal dapat
diterima untuk menganalisis data hujan
145
Dari kedua metoda uji derajat kepercayaan distribusi tersebut yang bisa
dipakai untuk hujan rancangan adalah data yang dihitung dengan
Metode Log Normal, karena kedua uji derajat kepercayaan dapat
diterima.
Data curah hujan yang dipakai adalah data distribusi hujan Log normal
dikarenakan pada uji distribusi probabilitas (Smirnov-Kolmogorof dan Chi
Kuadrat) distribusi log normal memenuhi syarat kedua distrbusi probabilitas
tersebut (Smirno-Kolmogorof dan Chi Kuadrat).
146
Untuk menentukan nilai tc menggunakan Rumus Kirpich :
- Panjang Sungai Batang kuranji (L) = 19.409 km
- Kemiringan Dasar Sungai (S) = 0.052
- tc =
= 2.031 jam
I =
= (145.979/24)*((24/2.031496)^(2/3))
= 31.550 mm/jam
Q = ά β. I.A
147
keterangan:
ά = Koefisien pengairan
β = Koefisien reduksi
I = Intensitas hujan (m3/dtk/km2)
A = luas daerah (Km2)
α = 0,422
β = 0,706
Waktu konsentrasi (tc) ditentukan dengan rumus :
tc
tc
tc = 2,063 jam
Besarnya curah hujan (r dalam satuan mm) untuk lama hujan
tertentu (t=tc dalam satuan jam) dan (hujan harian maksimum R24 dalam
satuan mm) dirumuskan:
Untuk 2 jam < t < 19 jam :
r= = 105,4714
148
Besarnya intensitas hujan (I dalam satuan m3/dt/km2) ditentukan
berdasarkan hubungan antara r (mm) dan t (jam) dengan rumus :
I = 11,25203
Dimana :
Qtotal = Debit banjir rancangan untuk periode ulang T
tahun
R1,R2,R3,..,R5 = Curah Hujan (mm)
Un = Ordinat Unit HSS Nakayasu
4. Debit puncak
149
A = Luas DAS (Km2)
T0,3 = Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak (jam)
tg = Waktu kelambatan
0,8 Tr Tg
Qp
0,3² Qp
0,3 Qp
Qt = Qp
150
Tabel 5.42 Hujan Rencana Distribusi Log Normal
Untuk menghitung debit banjir menggunakan metoda nakayasu ini yaitu yang
pertama mengubah curah hujan setengah bulan menjadi jam-jaman dengan cara
menggunakan metoda mononobe kita menggunakan prediksi hujan selama 6
jam, seperti yang dijelaskan dibawah ini dan direkap pada table 5.43.
Rumus Mononobe :
Keterangan rumus : I x xC
I = intensitas hujan (mm/jam)
X24 = Hujan Harian Rencana (mm)
T = Durasi hujan atau konsetrasi( jam)
C = koefisien pengaliran
Penjelasan :
Kolom (1) : durasi (jam)
Kolom ( 2) : Hujan jam-jaman (mm/jam) .( 2 tahun)
Contoh : 1 jam . I2 = (145.979 / 6) X ((6 / 1)^(2/3)) X 0.49 = 39,361 mm/jam
Kolom (3) : Hujan jam-jaman (mm/jam) .( 5 tahun)
151
Contoh : 1 jam . I5 = (181.050 / 6) X ((6 / 1)^(2/3)) X 0.49 = 48,817 mm/jam
Kolom (4) : Hujan jam-jaman (mm/jam) . (10 tahun)
Contoh : 1 jam . I10 = (202.666 / 6) X ((6 / 1)^(2/3)) X 0.49 = 54,646 mm/jam
Kolom (5) : Hujan jam-jaman (mm/jam) . (25 tahun)
Contoh : 1 jam . I25 = (226.050 / 6) X ((6 / 1)^(2/3)) X 0.49 = 60,951 mm/jam
Kolom (6) : Hujan jam-jaman (mm/jam) . (50 tahun)
Contoh : 1 jam . I50 = (246.887 / 6) X ((6 / 1)^(2/3)) X 0.49 = 66,569 mm/jam
Kolom (7) : Hujan jam-jaman (mm/jam) . (100 tahun)
Contoh : 1 jam . I100 = (265.258 / 6) X ((6 / 1)^(2/3)) X 0.49 = 71,523 mm/jam
152
153
Grafik 5.5 Grafik hasil hitungan Hidograf satuan
154
Contoh perhitungan :
1. Waktu Kelambatan, time lag (tg)
L = 19.409 Km
A = 124.38 Km2
7. Debit bagian lengkung turun : t0,3 < t < 1,5 t0,3 atau pada bagian 5.493
jam < t < 10.070 jam
8. Debit pada bagian turun : t > 1,5 t0,3 atau t > 10.070 jam
Qd3 = Qp x 0,3 (t-tp+1,5xt0,3)/(2xt0,3)
155
Tabel 5.47 Hasil hitungan Q2tahun Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
156
Grafik 5.6 Hidograf limpasan akibat hujan setinggi 39,36mm,
24,80mm 18,92mm, 15,62mm, 13,46mm, 11,92mm, dan hidograf limpasan total
157
Tabel 5.48 Hasil hitungan Q5tahun Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
158
Grafik 5.7 Grafik Hidograf limpasan akibat hujan setinggi 48,82mm, 30,75mm
159
Tabel 5.49 Hasil hitungan Q10 tahun Metode Hidrograf Satuan Sintetik
Nakayasu
160
Grafik 5.8 Hidograf limpasan akibat hujan setinggi 54,65mm, 34,42mm
161
Tabel 5.50 Hasil hitungan Q25 tahun Metode Hidrograf Satuan Sintetik
Nakayasu
162
Grafik 5.9 Hidograf limpasan akibat hujan setinggi 60,95mm, 38,40mm
163
Tabel 5.51 Hasil hitungan Q50 tahun Metode Hidrograf Satuan Sintetik
Nakayasu
164
Grafik 5.10 Hidograf limpasan akibat hujan setinggi 66,57mm, 41,94mm
165
Tabel 5.52 Hasil hitungan q100 Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
166
Grafik 5.11 Grafik Hidograf limpasan akibat hujan setinggi 71,52mm, 45,06mm
167
Tabel 5.53 Rekap hitungan debit rencana dengan Metode Hidrograf Satuan
Sintetik Nakayasu
168
Grafik 5.12 Debit Banjir Metoda Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu
169
Tabel 5.54. Rekap Perhitungan debit rencana metode Rasional, Hasper dan
Nakayasu
170
171