Anda di halaman 1dari 11

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB IV

HASIL DA
AN PEMBA
AHASAN

Penelitian ini dilaakukan dengan mengam


mati pereseppan obat an
ntidepresan

p
pada pasien
n depresi seccara retrosppektif. Pada penelitian inni diambil data
d rekam

m
medik pasienn sebanyak 70 pasien daan diperolehh 30 data rekkam medik pasien
p yang

m
memenuhi kriteria
k 4 data rekaam medik pasien yang
inkluusi. Sedangkkan untuk 40

t
tidak memennuhi kriteriaa inklusi karrena adanya duplikasi daata, umur dii bawah 18

t
tahun dan paasien depresii yang tidak mendapatkaan terapi obaat antidepressan.

baran Distriibusi Pasien


A. Gamb n

1. Distribusi
D P
Pasien Depeersi Berdasaarkan Jenis Kelamin

Dilakuukan pengeelompokan pasien berrdasarkan jjenis kelam


min untuk

m
mengetahui tingkat kejaadian depressi pada laki--laki dan perrempuan di RSUD Dr.

S
Soehadi Prrijonegoro Sragen. Beerikut gamb
baran distrribusi pasieen depresi

b
berdasarkan jenis kelam
min:

36,67%
%

laki-laki
63,33%
perempuan

Gambar 4. Distribusi Passien Depresi Berdasarkan


B JJenis Kelamin
n

*
*Persentase dih
hitung dari jum
mlah pasien dibbagi total pasieen dikalikan 1000%
commit to user

25
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id
 

Dari gambar
g 4 dappat dilihat baahwa pasienn depresi lebiih banyak diiderita oleh

p
perempuan dibandingkaan dengan laki-laki
l yaiitu sebanyakk 63,33% (19
( pasien)

s
sedangkan laki-laki
l sebbesar 36,67%
% (11 pasieen). Menuruut Kaplan & Saddock

(
(2007) prevvalensi gan
ngguan deppresi dua kali lebih besar padda wanita

d an dengan laaki-laki hal ini dikarenaakan adanyaa perbedaan hormonal,


dibandingka

e
efek kelahiraan, perbedaaan stresor pssikososial baagi wanita daan laki-laki, dan model

p
perilaku tenntang keputtusasaan yaang dipelajaari. Berdasaarkan Depkeesa (2007)

m
menyatakan bahwa pereempuan mempunyai keecenderungann dua kali lebih
l besar

m
mengalami gangguan depresi
d dari pada laki-laki. Bahkaan sejumlah penelitian

m
menemukan
n perempuann tiga kali lebbih rentan teerhadap deprresi dibandinngkan laki-

l
laki. Hal inni berlaku pada
p depresii ringan, sed
dang, maupuun berat (F
Fitriani dan

H
Hidayah, 20
012).

2. Distribusi
D P
Pasien Berdasarkan Ussia

Penggolongan usiia mengacu pada Yuniiastuti (20133), dapat diilihat pada

g
gambar 5 beerikut ini:

6,66%
%

36,666% 18-40 taahun


56,66% 41-60 taahun
> 60 tahhun

Gambaar 5. Distribussi Pasien Deprresi Berdasark


kan Usia

commit
* Persentase dihhitung dari jum to user
mlah pasien bagi total pasienn dikalikan 100%
dib
perpustakaan.uns.ac.id 27 
digilib.uns.ac.id
 

Pada tahap pengelompokkan pasien berdasarkan usia dilakukan untuk

mengetahui rentan usia pasien yang menderita depresi, pengelompokan

berdasarkan usia digolongkan menjadi 3 bagian yaitu rentan usia 18-40 tahun,

rentan usia 41-60 tahun dan usia diatas 60 tahun. Dari data yang diperoleh kasus

depresi yang terjadi pada usia 18-40 tahun sebanyak 17 pasien (56,66%), pasien

pada usia 41-60 tahun sebanyak 11 pasien (36,66%), sedangkan pada rentan usia

diatas 60 tahun sebanyak 2 pasien (6,66%).

Dari data yang didapatkan dapat dilihat bahwa kasus depresi banyak diderita

pada pasien dengan rentan usia antara 18-40 tahun. Hal ini disebabkan karena

pada usia dewasa muda terdapat faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

perkembangkan emosional (Kaplan & Saddock, 1997). Usia dewasa muda

memang beresiko tinggi karena pada tahap usia perkembangan ini banyak sekali

stressor kehidupan (Nevid et al, 2005).

B. Gambaran Peresepan Obat

1. Peresepan Antidepresan

Peresepan antidepresan pada pasien depresi di RSUD Dr. Soehadi

Prijonegoro Sragen periode bulan Juli-Desember 2015 berdasarkan golongan dan

jenis antidepresan yang digunakan dapat dilihat pada tabel II dibawah ini:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28 
digilib.uns.ac.id
 

Tabel II. Peresepan Antidepresan


No. Golongan Antidepresan Frekuensi Persentase
Peresepan (%)
1. SSRI (Selective Fluoxetin 28 93,33
Serotonin Reuptake
Inhibitor)

2. TCA (Tricylic Amitriptylin 2 6,67


Antidepresan)
Total 30 100
*Persentase dihitung dari peresepan obat dibagi jumlah peresepan obat dikalikan 100%

Dari tabel II dapat dilihat bahwa pasien yang mendapatkan terapi

antidepresan golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) yaitu

fluoxetin sebanyak 28 pasien (93,33%) sedangkan antidepresan golongan Tricylic

Antidepresan (TCA) yaitu amitriptylin sebanyak 2 pasien (6,67%). Antidepresan

yang paling banyak diresepkan di RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro pada kasus

depresi yaitu antidepresan golongan SSRI yaitu fluoxetin sebanyak 28 pasien

(93,33%). Fluoxetin merupakan obat golongan SSRI yang paling luas digunakan,

karena obat ini kurang menyebabkan antikolinergik, hampir tidak menimbulkan

sedasi dan cukup diberikan satu kali sehari (Katzung, 2004). Amitriptylin

merupakan golongan antidepresan trisiklik, efikasinya dalam meredakan depresi

berat telah terbukti dengan baik dan juga telah terbukti bermanfaat untuk sejumlah

gangguan jiwa yang lain (Goodman & Gilman, 2008).

2. Peresepan Obat Selain Antidepresan

Pasien depresi di RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen selain mendapat

terapi antidepresan juga mendapatkan terapi antipsikotik, antimuskarinik dan

terapi obat lain untuk menunjang pengobatan depresi. Peresepan obat selain

commit
antidepresan dapat dilihat pada tabel to user ini:
III dibawah
perpustakaan.uns.ac.id 29 
digilib.uns.ac.id
 

Tabel III. Peresepan Obat Selain Antidepresan


No. Kelas Terapi Nama Obat Frekuensi Persentase
Peresepan (%)
1. Antipsikotik Risperidon, 13 15,47
Clorpromazine 4 4,76
Trifluoperazine 18 21,42
Haloperidol 6 7,14
2. Antimuskarinik Trihexypenidil 26 30,95
3. Antiansietas Alprazolam, 2 2,38
Diazepam 12 14,28
Clobazam 1 1,19
4. Vitamin dan Vitamin B1, B2, 2 2,38
Mineral B6
Total 84 100
* Persentase dihitung dari jumlah peresepan obat dibagi total peresepan obat dikalikan 100%

Pada kasus depresi berat atau depresi psikotik dapat muncul gejala seperti

halusinasi dan delusi (National Institute of Mental Health, 2010), sehingga perlu

diberikan terapi antipsikosis untuk meringankan gejala tersebut. Menurut Katzung

(2007) Obat-obat antipsikosis dapat digunakan bersama antidepresan untuk agitasi

atau psikosis pada pasien depresi. Antipsikosis yang banyak digunakan yaitu

trifluoperazine. Kombinasi antidepresan dan antipsikotik telah terbukti

efektifitasnya dalam menangani depresi psikotik (Finley, 2008). Selain

antipsikotik juga diberikan terapi antimuskarinik yaitu trihexypenidil, pemberian

antimuskarinik digunakan untuk mencegah dan mengatasi efek samping

ekstrapiramidal akibat penggunaan obat antipsikotik. Sedangkan pemberian

vitamin B ditujukan untuk terapi alternatif pada depresi dan schizopherenia yang

menghasilkan efek baik dalam meringankan gejala (Yuniastuti, 2013).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30 
digilib.uns.ac.id
 

3. Kombinasi Obat

Kombinasi obat yang diresepkan pada pasien depresi dapat dilihat pada

tabel IV berikut:

Tabel IV. Peresepan Kombinasi Obat


Persentase
Obat Tunggal Jumlah Persentase (%)
Pasien (%)
Obat Penunjang - -
Antipsikotik - -
• Risperidon - -
• Clorpromazine - -
• Trifluoperazine - -
• Haloperidol - -
Antimuskarinik - -
• Trihexypenidil - -
Antiansietas - - 6,66
• Alprazolam - -
• Diazepam - -
• Clobazam - -
Vitamin dan Mineral - -
• Vitamin B1, B2, B6 - -
Fluoxetin 2 6,66
Amitriptylin - -
Obat Kombinasi Persentase
(%)
Fluoxetin + Penunjang 26 86,66
Fluoxetin + Amitriptylin 1 3,33 93,32
Amitriptylin + Penunjang 1 3,33
Total 30 100 100
  Keterangan :
Persentase dihitung dari jumlah pasien dibagi total pasien dikalikan 100%
Obat penunjang adalah obat-obatan di luar guideline yang digunakan.
(-) tanda tidak adanya peresepan obat pada pasien

Berdasarkan tabel IV diatas, peresepan obat lebih banyak didominasi oleh

kombinasi obat antidepresan golongan fluoxetin dengan obat penunjang yaitu

sebesar 86,66%. Obat penunjang yang paling sering diresepkan dapat dilihat pada

tabel III yaitu trihexypenidil golongan antimuskarinik. Sedangkan 1 pasien

(3,33%) mendapatkan kombinasi obat fluoxetin dengan amitriptylin, kombinasi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31 
digilib.uns.ac.id
 

obat ini dalam upaya mencapai efek terapeutik yang lebih cepat/untuk

menanggulangi depresi yang resisten terhadap penanganan lain tidak dianjurkan,

karena penggunaan kombinasi inhibitor ambilan kembali serotonin dengan

antidepresan trisiklik dapat menyebabkan konsentrasi amitripthylin dalam serum

dapat meningkat sampai kadar toksik dan hal ini dapat menetap selama beberapa

hari setelah pemberian fluoxetin dihentikan (Goodman & Gilman, 2008).

C. Evaluasi Peresepan

Evaluasi peresepan obat antidepresan dilakukan dengan membandingkan

peresepan obat antidepresan di RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dengan

standar yang digunakan yaitu Diagnosing and Treating Depression-Adult-

Primary Care Clinical Practice Guideline (CPG) September 2013.

Pembanding standar yang digunakan merupakan standar terbaru yang

dikeluarkan pada tahun 2013 oleh Department of Family Medicine and Groub

Healt Cooperative, University of Wisconsin Medical Foundation, USA. Selain itu

standar yang digunakan juga sesuai dengan kriteria inklusi pasien yaitu untuk

pasien dewasa. Evaluasi peresepan yang dilakukan berdasarkan kriteria tepat obat

dan tepat dosis.

1. Ketepatan Obat Antidepresan

Tepat obat yaitu ketepatan pemilihan golongan obat dengan standar yang

digunakan dengan mempertimbangkan keamanan dan efek samping obat. Berikut

ketepatan obat antidepresan berdasarkan standar yang digunakan:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32 
digilib.uns.ac.id
 

Tabel V. Ketepatan Obat Antidepresan


Jenis Frekuensi Ketepatan Obat Keterangan
Antidepresan Peresepan Menurut
(pasien) Pembanding Standar
Fluoxetin 28 Tepat Peresepan fluoxetin
dinyatakan tepat karena
merupakan terapi obat
antidepresan yang sesuai
dengan standar.
Amitriptylin 2 Tepat Peresepan amitriptylin
dinyatakan tepat karena
merupakan terapi obat
antidepresan yang sesuai
dengan standar.
Total 30
Sumber : Data Instalasi Rekam Medis RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen bulan Juli-
Desember 2015

Antidepresan yang diresepkan yaitu golongan SSRI Fluoxetin dan

golongan TCA yaitu amitriptylin. Dari 30 pasien yang diteliti menunjukan 100%

tepat obat. Peresepan obat yang diberikan sesuai dengan standar yang digunakan.

Dari data menunjukan sebanyak 28 pasien mendapatkan terapi fluoxetin,

dan 2 pasien mendapatkan terapi amitriptylin. Fluoxetin merupakan obat golongan

SSRI yang paling luas digunakan, karena obat ini kurang menyebabkan

antikolinergik, hampir tidak menimbulkan sedasi dan cukup diberikan satu kali

sehari (Katzung, 2004). Fluoxetin merupakan antidepresan yang secara spesifik

menghambat ambilan 5-HT yang sangat selektif dan poten. Obat ini diabsorpsi

baik pada pemberian per oral, bioavalibilitas tidak dipengaruhi makanan

(Ganiswara, 1995). Fluoxetin memiliki afinitas rendah terhadap reseptor histamin

α1-adrenergik dan antimuskarinik sehingga efek samping antikolinergik dan

kardiovaskuler lebih rendah (Kando et al, 2005). Menurut pedoman (Anonim,

2013) fluoxetin merupakan pengobatan lini pertama pada kasus depresi dan

depresi disertai gejala psikotik. commit to user


perpustakaan.uns.ac.id 33 
digilib.uns.ac.id
 

Amitriptylin merupakan golongan antidepresan trisiklik, efikasinya dalam

meredakan depresi berat telah terbukti dengan baik dan juga telah terbukti

bermanfaat untuk sejumlah gangguan jiwa yang lain (Goodman & Gilman, 2008).

Antidepresan trisiklik sampai saat ini merupakan obat antidepresan yang paling

banyak digunakan, tetapi penggunaannya masih belum optimal karena

kemampuan diagnostik dari pelayanan kesehatan primer belum ditingkatkan juga

belum berperannya konselor apoteker. Efek samping antidepresan trisiklik cukup

banyak, tetapi hal ini tidak menghalangi penggunaannya, karena obat ini telah

terbukti efektif dalam mengobati depresi. Dengan memberikan obat ini sebagai

dosis tunggal pada malam hari, dan melakukan titrasi peningkatan dosis, maka

efek samping yang mengganggu sedikit banyak akan dapat diatasi (Depkesa,

2007). Menurut pedoman (Anonim, 2013) amitriptylin golongan Tricylic

Antidepresant (TCA) merupakan pengobatan depresi lini kedua apabila

pengobatan dengan golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) sudah

tidak efektif.

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) dan Tricylic Antidepresant

(TCA) merupakan dua golongan obat antidepresan yang telah disetujui oleh FDA

dalam menangani kasus depresi. Selama bertahun-tahun antidepresan golongan

TCA merupakan obat yang paling banyak digunakan dalam mengobati depresi

(Finley, 2008), namun sekarang antidepresan golongan SSRI menjadi terobosan

terbaru dalam menangani gangguan depresi karena efek antikolinergik dan

kardiovaskulernya lebih kecil dibandingkan antidepresan golongan TCA

(Kando et al, 2005).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34 
digilib.uns.ac.id
 

2. Ketepatan Dosis Obat Antidepresan

Tepat dosis yaitu ketepatan dalam pemberian potensi dan frekuensi

pemberian obat. Ketepatan dosis merupakan salah satu yang menentukan

keberhasilan terapi. Pemberian dosis maupun frekuensi yang berlebihan

khususnya untuk obat yang dengan rentan terapi sempit akan beresiko

menyebabkan kadar obat dalam darah meningkat sehingga dapat menyebabkan

toksisitas. Sebaliknya dosis dan frekuensi obat terlalu kecil tidak menjamin

tercapainnya kadar terapi yang diharapkan karena kadar obat dalam tubuh terlalu

kecil (Katzung, 2007).

Dosis antidepresan yang diresepkan dibandingkan dengan guideline dapat

dilihat pada tabel VI berikut ini:

Tabel VI. Ketepatan Dosis Obat Antidepresan


Nama Obat Dosis yang Frekuensi Dosis Ketepatan Persentase
diresepkan Peresepan Menurut Dosis (%)
(mg) Standar Menurut
Standar
Fluoxetin 1x10 15 Dosis 10- Tepat 93,33
HCL 80 mg
2x10 10 Tepat
1x20 2 Tepat

2x5 1 Tepat

Amitripthylin 2x5 1 Dosis 50- Tidak Tepat 6,67


300 mg
1x6,25 1 Tidak Tepat
Total 30 100
* Persentase dihitung dari ketepatan peresepan obat dibagi total peresepan obat dikalikan 100%

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35 
digilib.uns.ac.id
 

Dari hasil evaluasi ketepatan dosis berdasarkan besarnya dosis yang

diberikan dan frekuensi pemberian dinyatakan bahwa 93,33% tepat dosis

sedangkan 6,67% tidak tepat dosis. Dikatakan tidak tepat dosis karena dosis yang

diberikan terlalu rendah, dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya

kadar terapi yang diharapkan (Depkes, 2011).

D. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan mengambil data rekam

medis pasien, sehingga tidak dapat meneliti lebih jauh terkait kriteria rasionalitas

penggunaan obat yang lain seperti ketepatan indikasi, ketepatan pasien, efek

samping dan perkembangan kesehatan pasien.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai