Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DAN INTENSITAS PENCAHAYAAN DENGAN Formatted: Left: 0.38", Right: 0.38", Top: 0.

38", Bottom:
0.38"
KELELAHAN MATA PADA PENJAHIT INFORMAL
DI KELURAHAN SUDIANG

Characteristics and Lighting Intensity Related toEyestrain


of Informal Tailors in Sudiang

Muhammad Sabri, M. Furqaan Naiem, Awaluddin


DepartemenKeselamatan dan Kesehatan Kerja FKM Unhas
(sabrimasberto@gmail.com,mfurqaan@gmail.com.au, awalk3unhas@gmail.com,085255695649)

ABSTRAK
Menjahit adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian yang tinggi dan membutuhkan intensitas pencahayaan
yang cukup. Aktifitas menjahit berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kelelahan mata dan
memiliki risiko kesehatan yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara karakteristik responden
(umur, masa kerja, lama kerja, dan riwayat penyakit) dan intensitas pencahayaan dengan kelelahan mata. Jumlah sampel
sebanyak 42 responden , yang diperoleh dengan menggunakan teknik pengambilan exhautive sampling. Pengumpulan data
melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner sedangkan data mengenai hasil pengukuran intensitas
pencahayaan didapatkan dengan menggunakan lux meter. Selanjutnya data diolah secara komputerisasi dengan
menggunakan SPSS. Hasil penelitian diperoleh responden yang mengalami kelelahan mata lebih banyak pada kategori
intensitas pencahayaan yang tidak memenuhi syarat (63,6%), umur tua (82,6%), lama bekerja yang memenuhi syarat
(48,3%), masa kerja lama (67,9%), dan tidak memiliki riwayat penyakit (44,1%). Kesimpulan pada penelitian ini adalah
terdapat hubungan antara intensitas pencahayaan, umur, masa kerja, dan riwayat penyakit berhubungan dengan
kelelahan mata pada penjahit. Adapun lama kerja tidak berhubungan dengan kelelahan mata penjahit sektor usaha
informal di Kelurahan Sudiang Kota Makassar.
Kata kunci : Penjahit, pencahayaan, kelelahan mata,

ABSTRACT
Sewing is one of an activity that needs a high careful and enough lighting intensity. Sewing can caused work
accident due to the eyestrain and can have high risk that affect the health. This research aimed to know worker’s
characteristics and lighting intensity related to eyestrain. The amount of sample were 42 respondents, gained by doing
exhaustive sampling technique. Data collected by doing interview using questionnaire whereas the result of light
measurement using lux meter. Data processed computerized using SPSS program. The result of the research showed that
many respondents have eyestrain and did not require to work (63,6%), old age (82,6%), normal length of work (48,3%),
long time period of work (67,9%) and did not have history of disease (44,1%). Conclusion in this research showed that
lighting intensity , age, time period of work and history of disease have related to tailor’s eyestrain. As for length of work
did not have related with tailor’s eyestrain in informal sector in Sudiang, City of Makassar.
Keywords: Tailor, lighting, eyestrain

1
PENDAHULUAN
Era globalisasi sekarang ini menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di setiap tempat kerja
sebagai upaya perlindungan terhadap pekerja dan orang lain agar berada dalam keadaan selamat dan sehat, serta
agar setiap kegiatanyang dikerjakan dapatdilakukan secara aman dan efisien.1 Data dari Dewan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menunjukkan bahwa kecenderungan kejadian kecelakaan kerja
meningkat dari tahun ke tahun. Dari kasus kecelakaan kerja 9,5% diantaranya mengalami cacat permanen.2
Salah satu faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja adalah kondisi pekerjanya yang mengalami
kelelahan mata. Kelelahan mata disebabkan oleh stresstres spada otot akomodasi dapat terjadi pada saat
seseorang berupaya untuk melihat pada obyek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang
lama. Kelelahan mata menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari
sistem penglihatan yang beradadalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan.
Kelelahan mata adalah suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan.3
Kelelahan mata dapat mengakibatkan hilangnya produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan
terjadinya keluhan – keluhan penglihatan. Menurut Departemen Kesehatan kelelahan mata dapat menyebabkan
iritasi seperti mata berair, dan kelopak mata berwarna merah, penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman mata
merosot dan kekuatan konvergensi serta akomodasi menurun.4
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kelelahan pada mata adalah faktor individu dan kondisi
lingkungan sekitar pekerja. Dibutuhkanintensitas pencahayaan yang baik karena pencahayaandi tempat kerja
sangat berpengaruh terhadap keadaan kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja.5 Pencahayaan
yang terlalu redup mengakibatkan mata pekerja makin cepat lelah karena mata akan berusaha untuk melihat,
lelahnya mata mengakibatkan kelelahan mental, lebih jauh lagi keadaan tersebut bisa menimbulkan rusaknya
mata, karena bisa menyilaukan.6
Tenaga kerja dalam melakukan segala macam aktivitas kerjanya selalu memerlukan pencahayaan. Namun,
yang membedakan kebutuhan intensitas cahaya tergantung pada jenis dari pekerjaannya. Adapun pengertian
pencahayaan itu sendiri adalah suatu cahaya yang mengenai suatu permukaan benda atau obyek yang
menyebabkan terang permukaan benda tersebut dan obyek benda-benda yang berada di sekitarnya dan
berpengaruh terhadap kesehatan.7

Salah satu jenis pekerjaan yang membutuhkan ketelitian yang tinggi dan membutuhkan intensitas
pencahayaan yang cukup adalah menjahit. Sebagai upaya untuk mengetahui faktor resiko risiko pada proses
pekerjaan penjahitan perludilakukan sebuah penilaian resikorisiko, terhadap kondisi pekerjanya dan kondisi
lingkungan tempat kerja.
Sektor usaha informal memiliki resiko risiko kesehatan yang sangat tinggi, dan salah satu industri
informal yang banyak terdapat di Indonesia dan memiliki resiko risiko kesehatan yang cukup tinggi adalah

2
industri tekstil atau usaha jahitan. Usaha ini dapat ditemui hampir di seluruh pelosok di tanah air, baik yang
bersifat perorangan maupun yang berada dalam naungan usaha.8
Berangkat dari penjelasan teori dan hasil penelitian tersebut, menggambarkan betapa pentingnya
memperhatikan kondisi pekerja dan faktor lingkungan fisik yang ada di tempat kerja. Oleh karena itu, peneliti
ingin melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui hubungan antara karakteristik pekerja dan intensitas
pencahayaan dengan kelelahan mata pada penjahit sektor usaha informal di Kelurahan Sudiang Kota Makassar.
Formatted: Indent: First line: 0.38"

BAHAN DAN METODE


Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian dilakukan terhadap penjahit yang berada di wilayah Kelurahan Sudiang Kota Makassar pada Bulan
Juli-Agustus tahun 2016. Populasi penelitian adalah seluruh penjahit sektor usaha informal. Penarikan sampel
dilakukan dengan metode exhaustive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 42 responden. Pengumpulan
data dilakukan melalui dua cara yaitu melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner dan
melakukan pengukuran cahaya menggunakan lux meter. Pengolahan data menggunakan program SPSS dan
disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan dalam bentuk narasi.
Formatted: Indent: First line: 0.38"

HASIL
Berdasarkan hasil observasi, terdapat 15 unit usaha jahit sektor usaha informal dengan jumlah penjahit 42
responden. Sumber pencahayaan pada penelitian ini selain berasal dari sumber pencahayaan alami, sumber
pencahayaan lainnya yaitu lampu pada ruangan. Namun, tidak ditemukan lampu pada mesin penjahit.
Pencahayaan buatan pada tempat penelitian setelah dilakukan pengukuran awal, ditemukan bahwa pencahayaan
di dalam ruangan termasuk kategori pencahayaan yang kurang, sehingga pencahayaan yang baik sangat penting
dalam proses produksi penjahit.
Analisis univariat dalam penelitian ini adalah jumlah dan persentase responden berdasarkan
pengelompokan karakteristiknya. Berdasarkan karakteristik umur, responden terbanyak berada pada kelompok
umur 40-49 tahun yaitu 14 responden (33,3%) sedangkan jumlah responden terkecil berada pada kelompok
umur <20 tahun yaitu 1 responden (2,4%). Pekerja termuda pada penelitian ini berumur 17 tahun dan perkerja
tertua pada kategori ini berumur 65 tahun. Responden laki-laki sebanyak 24 responden (57,1%), sedangkan
responden perempuan sebanyak 18 responden (42,9%). Intensitas pencahayaan di tempat kerja dibagi menjadi
dua kategori yaitu memenuhi syarat bila pencahayaan > 1000 lux dan tidak memenuhi syarat bila pencahayaan ≤
1000 lux. Intensitas pencahayaan yang memenuhi syarat berjumlah 9 responden (21,4%) sedangkan intensitas
pencahayaan yang tidak memenuhi syarat berjumlah 33 responden (78,6%). Lama bekerja dibagi menjadi 2
kategori yaitu memenuhi syarat apabila pekerja bekerja 8 jam/hari dan tidak memenuhi syarat apabila pekerja
bekerja > 8 jam/hari. Lama kerja penjahit yang memenuhi syarat berjumlah 29 responden (69,0%) sedangkan

3
yang tidak memenuhi syarat berjumlah 13 responden (31,0%). Masa kerja dalam penelitian ini dibagi dua
kategori yaitu baru apabila pekerja telah bekerja selama < 5 tahun dan lama apabila pekerja telah bekerja selama
≥ 5 tahun. Penjahit yang telah bekerja < 5 tahun sebanyak 14 responden (33,3%) sedangkan yang bekerja ≥ 5
tahun sebanyak 28 responden (66,7%). Selanjutnya untuk karakteristik riwayat penyakit, sebanyak 8 responden
(19,0%) memiliki penyakit dan pekerja yang tidak memiliki sebanyak 34 responden (81,1%) (Tabel 1).
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen yaitu intensitas
pencahayaan, umur, lama kerja, masa kerja, dan riwayat penyakit dengan variabel dependen yaitu kelelahan
mata. Hasil analisis ini kemudian disajikan dalam bentuk crosstab. Responden yang mengalami kelelahan mata
lebih banyak pada kategori intensitas pencahayaan yang tidak memenuhi syarat yaitu 21 responden (63,6%)
dibandingkan dengan kategori intensitas pencahayaan yang memenuhi syarat yaitu 2 responden (22,2%). Hasil
uji Fisher Exact yaitu 0,045 (p<0,05), menunjukkan terdapat hubungan antara intensitas pencahayaan dengan
kelelahan mata. Selanjutnya responden yang mengalami kelelahan mata lebih banyak pada kategori umur tua
yaitu 19 responden (82,6%) dibandingkan dengan kelompok umur muda yaitu 4 responden (21,1%). Hasil uji
chi square yaitu 0,000 (p<0,05), menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dan kelelahan mata. Kelelahan
mata juga lebih banyak pada kategori lama bekerja yang memenuhi syarat yaitu14 responden (48,3%)
dibandingkan dengan kategori lama bekerja yang tidak memenuhi syarat yaitu 9 responden (69,2%). Hasil uji
chi square yaitu 0,207 (p>0,05) menunjukkan tidak ada hubungan antara lama bekerja dengan kelelahan mata.
Kelelahan mata juga dialami lebih banyak pada kategori masa kerja lama yaitu 19 responden (67,9%)
dibandingkan dengan kategori masa kerja baru yaitu 4 responden (28,6%). Hasil uji chi square yaitu 0,016
(p<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan mata. Responden yang
mengalami kelelahan mata lebih banyak pada kategori tidak memiliki riwayat penyakit yaitu 15 responden
(44,1%) dibandingkan dengan kategori memiliki riwayat penyakit yaitu 8 responden (100%). Hasil uji chi
square yaitu 0,005(p<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan riwayat penyakit dengan kelelahan mata (Tabel
2).

PEMBAHASAN
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa responden yang mengalami kelelalahan mata lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak mengalami kelelahan mata. Hal ini disebabkan karena mata pekerja yang
terlalu fokus pada saat menjahit dalam waktu yang lama, serta kurangnya istirahat yang menyebabkan otot mata
terus berkontraksi sehingga menyebabkan mata menjadi tegang dan rasa sakit pada mata. Keluhan yang dialami
sangat beragam mulai dari mata merah, perih, berair, kering, dan daya penglihatan berkurang. Dari keluhan-
keluhan tersebut keluhan mata perih adalah keluhan yang sering muncul pada saat wawancara menggunakan
kuesioner.
Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang kurang memenuhi persyaratan tertentu dapat
memperburuk penglihatan, karena jika pencahayaan terlalu besar atau pun kecil, pupil mata harus berusaha
menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata. Akibatnya mata harus memicing silau atau berkontraksi secara

4
berlebihan. Apabila mata mengalami kelelahan, maka dengan melakukan istirahat yang cukup/beristirahat
sepulang kerja maka pagi harinya mata akan pulih kembali.9 Kelelahan pada mata ini ditandai oleh adanya
iritasi pada mata atau konjungtivitis (konjungtiva berwarna merah dapat mengeluarkan air mata), penglihatan
ganda, sakit kepala, daya akomodasi dan konvergensi menurun, ketajaman penglihatan, kepekaan kontras dan
kecepatan persepsi.10
Umur merupakan faktor internal yang terdapat dalam diri tukang jahit, Dalam melakukan pekerjaannya,
penjahit memerlukan tingkat fokus yang tinggi. Dengan bertambahnya umur menyebabkan lensa mata
berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya, dan agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal ini akan
menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat, demikian pula
penglihatan jauh.11 Adanya perbedaan pengalaman terhadap penyakit menurut kelompok umur mempunyai
kemaknaan (pengaruh) yang berhubungan erat dengan adanya perbedaan tingkat keterpaparan dan kerentanan
menurut kelompok umur, serta adanya perbedaan dalam proses kejadian pathogenesis, maupun perbedaan
pengalaman terhadap penyakit tertentu.12
Pada pekerja penjahit sektor usaha informal sangat jauh berbeda dengan pekerja penjahit sektor usaha
formal khususnya untuk menentukan lama bekerja dari seorang pekerja tersebut, jika pada pekerja penjahit
sektor usaha formal telah ditentukan lama bekerjanya sesuai dengan unit usaha yang ditempatinya, maka sektor
usaha informal sebaliknya, lama bekerja pekerjanya ditentukan oleh jumlah jahitan tiap hari dari unit usaha jahit
tersebut, maka untuk menentukan lama bekerjanya sangat sulit hanya dapat dilihat dari jumlah hasil akumulasi
bekerja tiap hari pekerja tersebut (jam mulai bekerja + jam berhenti bekerja – waktu istirahat). Hasil penelitian
ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin lama pekerja bekerja, semakin besar pula resiko
risiko terjadinya kelelahan mata, karena lama kerja tidak berhubungan dengan kelelahan mata penjahit.13
Berbeda dengan masa kerja yang merupakan lamanya tukang jahit melakukan aktivitasnya di tempat
bekerja dalam hitungan tahun. Semakin lama tukang jahit bekerja, maka semakin besar pula resiko terjadinya
gangguan kesehatan akibat pekerjaannya tersebut sehingga semakin menurun pula kemampuan fisiknya.
Kemampuan fisik akan berangsur-angsur menurun akibat kelelahan dari pekerjaan dan dapat diperberat bila
dalam melakukan aktifitas fisik dapat melakukan variasi dalam bekerja. Secara tidak langsung, masa kerja akan
menyebabkan kontraksi otot-otot penguat dan penyangga perut secara terus-menerus dalam waktu yang lama.14
Gangguan penglihatan yang paling sering dialami adalah rabun, dapat berupa rabun melihat benda jauh,
rabun melihat benda pada jarak dekat. Semua jenis rabun mata pada intinya merupakan gangguan memfokuskan
bayangan benda yang dilihat atau kelainan refraksi. Penjahit yang memiliki riwayat penyakit Hipertensi yang
sistemik yang menetap dapat berpengaruh pada mata yang berupa pendarahan retina, odema retina, exudasi
yang menyebabkan hilangnya penglihatan.15
Sedangkan rRiwayat penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit yang menyebabkan gangguan
perubahan dalam hal ini gula atau glukosa menjadi energi secara efisien oleh tubuh kita dengan akibat kadar
gula darah menjadi lebih tinggi dari normal. Kadar glukosa yang berlebihan ini akan memberi gangguan pada
pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar sehingga lama kelamaan akan menimbulkan komplikasi.

5
Komplikasi ini dapat berupa komplikasi pada mata yang berakibat katarak yang lebih dini, kabur karena
retinanya rusak.15

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitiandan analisis variabel yang diteliti bahwa intensitas pencahayaan, umur, masa Formatted: Indent: First line: 0.3"

kerja, dan riwayat penyakit berhubungan dengan kelelahan mata pada penjahit. Adapun lama kerja tidak
berhubungan dengan kelelahan mata penjahit. .
Disarankan kepada pekerja untuk menambah sumber pencahayaan buatan di tempat kerja. .Bagi pekerja
yang telah beumur ≥ 40 tahun dan atau telah bekerja sebagai penjahit ≥ 5 tahun sebaiknya memperbanyak
istirahat. Serta senantiasa mengontrol secara rutin penyakitnya pada petugas kesehatan.

6
DAFTAR PUSTAKA
1. Reston. Analisis Kelelahan Mata Akibat Pajanan Sinar Ultraviolet-B pada Pekerja Las di PT. Jaya Asia
Tic Shipyard Batam Tahun 2012 [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2012.
2. Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N). Visi, Misi, Kebijakan, Strategi dan
Program Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional 2007 – 2010. Jakarta: Dewan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional; 2007.
3. Dian.Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di
Corporate Care Center (C4) PT Telekomunikasi Indonesia Tahun 2009 .[Skripsi]. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2009.
4. Depkes RI. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Depkes
RI;2003.
5. Ahmadi, A. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta; 2009.
6. Prayoga. Hubungan antara Intensitas Pencahayaan dan Kelainan Fraksi Mata dengan Kelelahan Mata
pada Tenaga Para Medis di Bagian Rawat Inap RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Jurnal
Kesehatan. Masyarakat. 2014;9(2):131-136
7. Gempur, Santoso. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Prestasi Pustaka; 2004
8. Astuti, N. P. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai yang di Bungkus Plastik, Daun Pisang dan Daun Jati.
Karya Tulis Ilmiah. Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah; 2009
9. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI; 2008
10. Firmansyah, Fathoni. Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja di
Bagian Pengepakan PT. Ikapharmindo Putramas Jakarta Timur. (Online) 2010. [Skripsi]; [diakses 12
Mei 2016]. Available at: http://eprints.uns.ac.id/122/1/167100309201010441.pdf.
11. Hidayah, Nurul.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Tukang Jahit di
Pasar Sentral Kota Makassar Tahun 2015. [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2015.
12. Noor, NN. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Rineka Cipta; 2009.
13. Dewi, Yulyana Kusuma dkk. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata pada Operator
Komputer di Kantor Samsat Palembang Tahun 2009, (online) 2009 [Skripsi]; [Diakses pada 22
Desember 2016]. Available at http//uppm.fkm.unsri .ac.id/uploadsfiles/u_2/abstrak4.dok.
14. Hidayah, Nurul.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Tukang Jahit di
Pasar Sentral Kota Makassar Tahun 2015 . [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2015.
15. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Jakarta: BP FK UI; 2008.

7
LAMPIRAN
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Penjahit di Kelurahan Sudiang Kota
Makassar
Karakteristik nN %
Kelompok Umur (Tahun)
< 20 1 2,4
20-29 10 23,8
30-39 8 19,0
40-49 14 33,3
≥50 9 21,4
8
Jenis Kelamin
Laki-Laki 24 57,1
Perempuan 18 42,9
Intensitas Pencahayaan
Memenuhi syarat 9 21,4
Tidak memenuhi syarat 33 78,6
Lama Bekerja
Memenuhi syarat 29 69,0
Tidak memenuhi syarat 13 31,0
Masa Kerja (Tahun)
<5 14 33,3
≥5 28 66,7
Riwayat Penyakit
Memiliki penyakit 8 19,0
Tidak memiliki penyakit 34 81,0
Kelelahan Mata
Ada 23 54,8
Tidak ada 19 45,2
Total 42 100
Sumber: Data Primer, 2016

9
Tabel 2. Hasil Uji Statistik Hubungan Antara Intensitas Pencahayaan, Umur, Lama Kerja, Masa Kerja,
dan Riwayat Penyakit dengan Kelelahan Mata
Kelelahan Mata
Total Hasil Uji
Variabel Independen Ada Tidak Ada
Statistikp
n % nN % n %
Intensitas Pencahayaan
Memenuhi syarat 2 22,2 7 77,8 9 100 p value =
Tidak memenuhi syarat 21 63,6 12 36,4 33 100 0,045
Umur
Tua 19 82,6 4 17,4 23 100 p value =
Muda 4 21,1 15 78,9 19 100 0,000
Lama Kerja
Memenuhi syarat 14 48,3 15 51,7 29 100 p value =
Tidak memenuhi syarat 9 69,2 4 30,8 13 100 0,207
Masa Kerja
Lama 19 67,9 9 32,1 28 100 p value =
Baru 4 28,6 10 71,4 14 100 0,016
Riwayat Penyakit
Memiliki 8 100 0 0 8 100 p value =
Tidak memiliki 15 44,1 19 55,9 34 100 0,005
Sumber: Data Primer, 2016

10

Anda mungkin juga menyukai