Anda di halaman 1dari 68

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. H
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Bugis
Agama : Islam
Alamat : Hamadi
Pekerjaan : swasta
Tanggal MRS : 12-02-2019
Tanggal KRS : 21-02-2019

1
1.2 ANAMNESIS

Onset: 4 jam
Kronologis:
Autoanamnesis ( pasien):
Pasien masuk RS diantar oleh keluarganya karena pasien
merasakan kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri.
Awalnya pasien merasakan sakit kepala hebat saat saat
RIWAYAT pasien bangun dari tempat tidur, yang diikuti dengan bibir
PENYAKIT miring ke sebelah kanan dan bicara pelo, kemudian pasien
SEKARANG terjatuh dan merasakan adanya kelemahan pada anggota
gerak sebelah kiri. Sejak saat itu pasien sangat merasakan
kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri. Riwayat mual (-
), muntah (-), pandangan kabur (-). Terjadinya kejadiannya
ini kira-kira 4 jam SMRS.

 Pasien menderita Hipertensi yang sudah dideritanya dari


umur 43 tahun. Selama ini pasien hanya memeriksakan
diri ketika ada keluhan dan hipertensinya terkontrol, obat
yang dikonsumsi Amlodipin 10 mg.
 Riwayat jatuh dari motor tahun 2010
RIWAYAT  Riwayat penyakit jantung disangkal.
PENYAKIT  Riwayat Kolesterol (+)
DAHULU  Riwayat stroke (-)
 Riwayat diabetes mellitus (-)
 Riwayat menjalani tindakan bedah sebelumnya disangkal
 Alergi Obat (-)

RIWAYAT  Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit yang

2
PENYAKIT sama sebelumnya
KELUARGA  Hipertensi (+)
 Kolestrol (+)
 DM (-)
 Alergi Obat (-)
 Asma (-)

RIWAYAT Riwayat merokok (-), riwayat minum alkohol (-), pasien


KEBIASAAN sering makan makanan berlemak sejak muda.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis (E4V5M6)
Vital Sign
Tekanan Darah : 140/90 mmHg, Nadi : 67x/menit
Respirasi : 22x/menitSuhu : 36,50C SpO2 : 98%
Kepala/Leher :
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
pupil isokor (2mm/2mm)
 Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
 Telinga : Deformitas (-), sekret (-)
STATUS  Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
INTERNA

Thorax :
 Paru
Inspeksi : Simetris, ikut gerak napas

3
Palpasi : Vokal fremitus dextra sama dengan sinistra
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki -/-
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis (+) di ICS V, 2 cm lateral
midclavicularis sinistra
Palpasi : Thrill (-)
Perkusi : redup di ICS IV, 1 cm lateral parasternal dekstra
s/d ICS V, 2 cm lateral midclavicula sinistra
Auskultasi :BJ I – II tunggal, reguler, bunyi tambahan (-)
Abdomen :
Inspeksi : tampak datar, simetris (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), Hepar/Lien : tidak teraba
membesar
Perkusi : Timpani
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior : Akral hangat, edema (-), CRT <3”
Ekstremitas Inferior : Akral hangat, edema (-), CRT <3”
Genitalia :tidak dievaluasi
Rangsang Meningeal :
- Kaku Kuduk (-)
- Kernig : -
- Lasegue : -
STATUS
- Brudzinski I, II, III, IV(-/-/-/-,-/-,-/-)
NEUROLOGIS

Refleks Fisiologis :
- BTR (++/++)
- TPR (++/++)

4
- KPR (++/++)
- APR (++/++)

Refleks Patologis :
- Babinsky (-/-)
- Chaddock (-/-)
- Oppenheim (-/-)

Motorik :
5 4

5 4

Tonus Otot
normotonus

normotonus

Otonom : BAK (+) lancar, warna kuning jernih; BAB (+)


normal.

Nervus Cranialis
 N. I (Olfaktorius): normosomia (kopi, teh, tembakau)
 N. II (Optikus): RCL (+/+), RCTL (+/+)
 N. III (Occulomotorius) : Strabismus (-), gerak bola mata
(+/+)
 IV (Trochlearis) : pergerakan bola mata (+/+), diplopia (-
/-)
 N. V (Trigeminus): motorik : menggigit, membuka
mulut (+),
Sensorik V.I. Ophtalmicus ; simetris
Sensorik V.III. Maxilaris ; simetris

5
Sensorik V.III. Mandibularis ; simetris
 N. VI (Abdusen): pupil bulat isokor (2,5 mm/2,5 mm),
gerak bola mata (+/+)
 N. VII (Fascialis): motorik : mengerutkan dahi (+),
mengangkat alis (+), senyum asimetris,
mulut mencong ke kanan
Sensorik : rasa manis (+), asin (+), asam (+)
 N. VIII (Vestibulocochlearis) : pendengaran (+),
keseimbangan (sde)
 N. IX (Glossopharingeus): (DBN)
 N. X (Vagus): uvula simetris (+), reflex menelan (+)
 N. XI (Accesorius): gerakan kepala, leher, bahu (+)
 N. XII (Hypoglossus) : deviasi ke arah kiri, bicara pelo
(+)

 Skor Siriraj
Rumus :

(2,5 x DK) + (2x M) + (2 x N) + ( 10%x D) + (3x A) – 12

Ket : DK = Derajat Kesadaran


M = Muntah
N = Nyeri Kepala
D = Tekanan Diastole
A = Ateroma
Pada Kasus :

= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0.1 x 90) - (3 x 0) - 12


= 0 + 2 + 0 + 11 - 3 - 12
= -1
= meragukan

6
Jika hasilnya :
 0 : Lihat hasil CT Scan
 < -1 : infark/ iskemik
 > 1 : hemoragic

Algoritma Gajah Mada


PK(+) , NK (+) , Babinski (+) ==>PIS
PK (+) , NK (+) , Babinski (-) ==>PIS
PK (-) , NK (+) , Baabinski (-) ==>PIS
PK (-) , NK (-) , Babinski (+) ==>Infark
PK (-) , NK (-) , Babinski (-) ==> Infark
ASGM masih bisa > 72 jam
Pada pasien, Penurunan kesadaran (-), Nyeri Kepala (+), Babinski (+), maka
kesannya ialah stroke perdarahan.

PemeriksaanHematologi
Hasil Nilai
JenisPemeriksaan Rujukan
12/02/2019

Hemoglobin 14.7 11,0 – 14,7 g/dL

Hematokrit 42,7 35,2 – 46,7 %

Leukosit 9.11 3.37 – 8.38 10^3/uL

Trombosit 346 140 – 400 10^3/uL

DDR malaria -

Glucose Darah Sewaktu 158 < 140 mg/dL

Kreatinin 0,50 < 0,95 mg/dL

7
BUN 13,7 7 – 18 mg/dL

Kalium darah 3,97 3.50 – 5.30 mEq/L

Natrium darah 141,60 135 – 148 mEq/L

Clorida darah 99,50 98 – 106 mEq/L

Hasil Nilai
JenisPemeriksaan Rujukan
15/02/2019

GDP 92 mEq/L 74– 109 mEq/L


Kolestrol total 209 mEq/L <= 200 mEq/L
Kolestrol LDL 144 mEq/L <= 100 mEq/L
Trigliserid 118 <= 100 mEq/L
Kolestrol HDL 44 mEq/L <= 40-66 mEq/L

Pemeriksaan Urinalisa
Hasil Nilai
JenisPemeriksaan Rujukan
14/02/2019

Eritrosit 76,0 8,7/ul


Lekosit 13 7,4/ul
Sel epitel 6,0 0-12,9
Silinder 0,66 0,47/ul
Bakteri 15389,6 93/ul

Hasil Nilai
JenisPemeriksaan Rujukan
15/02/2019

Eritrosit 221,5 8,7/ul


Lekosit 9 7,4/ul

8
Sel epitel 9,3 0-12,9
Silinder 0,26 0,47/ul
Bakteri 15389,6 93/ul

Pemeriksaan CT-Scan
CT Scan Kepala tanpa kontras di RSUD Jayapura (12/2/2019)

Interpretasi :
- Tampak area hyperdens di area parietal kanan ukuran 3,34 x 1 ,47 x 3 x 0,52 = 8,5
ml
- Sulci dan gyri corticalis fissure sylvii bilateral dan fisura interhemisfer normal
- Bentuk dan posisi ventrikel lateralis tak menyempit; ventrikel 3 dan 4 tampak
normal
- Tak tampak deviasi midline struktur

Kesan : ICH parietal kanan ukuran 3,34 x 1 ,47 x 3 x 0,52 = 8,5 ml

Pemeriksaan EKG

9
Tanggal 13/2/2019

Elektrokardiogram Pasien
1.4 DIAGNOSIS
 Klinis : Hemiparese sinistra spastik, Paresis N. VII dan N. XII sinistra
 Topis : Sistem Carotis Dextra
 Etiologi : Stroke Hemoragik
 Lainnya : Hipertensi grade II, Leukositosis

1.5 PLANNING

Medikamentosa
 IVFD Nacl 0,9 % 500cc + citicolin 500mg /12 jam
 Manitol 20% 200 cc- 150 cc-150cc guyur/ 8 jam
 Cefixime 2 x 200mg/P.O
 Injeksi Antrain 1gram/24 jam (IV)(k/p)
 Injeksi Kalnex 3 x 500 mg (IV)
 Inj. Ranitidin 2 x 1 amp/i.v
 Simvastatin 1x20 mg/p.o
 Injeksi Citicolin 2 x 250 mg (IV)
 Diltiazem 1x30 mg/p.o
 Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg (IV)

Non-Medikamentosa

10
 Elevasi kepala/leher 20-30º
 EKG
 CT Scan dan foro Thoraks (PA)
 Pemeriksaan Laboratorium  Darah lengkap, kimia darah, elektrolit
lengkap, fungsi ginjal

1.6 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad malam
Quo ad Fungtionam : Dubia ad Malam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Malam

1.7 FOLLOW UP
12-02-2019
S Lemah tubuh sebelah kiri (+), nyeri
kepala (-)
KU : TSS Kesadaran :
O Composmentis GCS E4V5M6
Vital Sign : TD : 140/90 mmHg
N : 67x/m SB : 36,00C
RR : 22x/m Sp02 : 96%
Status Neurologis :
Rangsang meningeal :
- kaku kuduk (-)
- -Laseque (-)
- - Kernig (-)
- - Brudzinki I, II, III, IV (-)
Refleks Fisiologis :
- APR (++/+)
- - BPR (++/+)
- - TPR (++/+)

11
- - Patella (++/+)
Refleks Patologis:
- Babinsky (-/-)
- - Chaddock (-/-)
- - Oppenheim (-/-)
- - Schaefer (-/-)
- - Gordon (-/-)

Otonom : BAK (+); BAB (-)

Motorik : 5 4

5 4

A Stroke PIS Sistem Carotis Dextra

Medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% 1500cc/ 24 jam
P
 Manitol 20% loading 200 cc
selanjutnya 150 cc/8 jam
 Injeksi kalnex 3 x 1 gram (IV)
 Diltiazem 1 x 30 mg
 Cefixime 2 x 200 mg
 Brain act odis 2 x 250 mg IV
 Injeksi antrain (K/P)
 Injeksi ranitidine 2 x 50 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg

Non-Medikamentosa
 O2 nasal 2-3 lpm

12
 Posisi kepala SF 30%

13-02-2019
S Lemah tubuh sebelah kiri (+), nyeri
kepala (-)
KU : TSS Kesadaran :
O Composmentis GCS E4V5M6
Vital Sign : TD : 140/90 mmHg
N : 67x/m SB : 36,00C
RR : 22x/m Sp02 : 96%
Status Neurologis :
Rangsang meningeal :
- kaku kuduk (-)
- -Laseque (-)
- - Kernig (-)
- - Brudzinki I, II, III, IV (-)
Refleks Fisiologis :
- APR (++/+)
- - BPR (++/+)
- - TPR (++/+)
- - Patella (++/+)
Refleks Patologis:
- Babinsky (-/-)
- - Chaddock (-/-)
- - Oppenheim (-/-)
- - Schaefer (-/-)
- - Gordon (-/-)

13
Otonom : BAK (+); BAB (-)

Motorik : 5 4

5 4

A Stroke PIS Sistem Carotis Dextra

Medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% 1500cc/ 24 jam
P
 Manitol 20% loading 200 cc
selanjutnya 150 cc/8 jam
 Injeksi kalnex 3 x 1 gram (IV)
 Diltiazem 1 x 30 mg
 Cefixime 2 x 200 mg
 Brain act odis 2 x 250 mg IV
 Injeksi antrain (K/P)
 Injeksi ranitidine 2 x 50 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg

Non-Medikamentosa
 O2 nasal 2-3 lpm
 Posisi kepala SF 30%

14-02-2019
S Lemah tubuh sebelah kiri (+), nyeri
kepala (-), belum BAB 2 hari
KU : TSS Kesadaran :
O Composmentis GCS E4V5M6
Vital Sign : TD : 140/80 mmHg

14
N : 64x/m SB : 36,00C
RR : 22x/m Sp02 : 97%
Status Neurologis :
Rangsang meningeal :
- kaku kuduk (-)
- -Laseque (-)
- - Kernig (-)
- - Brudzinki I, II, III, IV (-)
Refleks Fisiologis :
- APR (++/+)
- - BPR (++/+)
- - TPR (++/+)
- - Patella (++/+)
Refleks Patologis:
- Babinsky (-/-)
- - Chaddock (-/-)
- - Oppenheim (-/-)
- - Schaefer (-/-)
- - Gordon (-/-)

Otonom : BAK (+); BAB (-)

Motorik : 5 4

5 4

A Stroke PIS Sistem Carotis Dextra

Medikamentosa

15
P  IVFD NaCl 0,9% 1500cc/ 24 jam
 Manitol 20% loading 200 cc
selanjutnya 150 cc/8 jam
 Injeksi kalnex 3 x 1 gram (IV)
 Diltiazem 1 x 30 mg
 Cefixime 2 x 200 mg
 Brain act odis 2 x 250 mg IV
 Injeksi antrain (K/P)
 Injeksi ranitidine 2 x 50 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg

15-02-2019
S Lemah tubuh sebelah kiri (+), nyeri
kepala (-), belum BAB 3 hari
KU : TSS Kesadaran :
O Composmentis GCS E4V5M6
Vital Sign : TD : 140/80 mmHg
N : 59x/m SB : 36,00C
RR : 21x/m Sp02 : 96%
Status Neurologis :
Rangsang meningeal :
- kaku kuduk (-)
- -Laseque (-)
- - Kernig (-)
- - Brudzinki I, II, III, IV (-)
Refleks Fisiologis :
- APR (++/+)
- - BPR (++/+)

16
- - TPR (++/+)
- - Patella (++/+)
Refleks Patologis:
- Babinsky (-/-)
- - Chaddock (-/-)
- - Oppenheim (-/-)
- - Schaefer (-/-)
- - Gordon (-/-)

Otonom : BAK (+); BAB (-)

Motorik : 5 4

5 4

A Stroke PIS Sistem Carotis Dextra

Medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% 1500cc/ 24 jam
P
 Manitol 20% loading 200 cc
selanjutnya 150 cc/8 jam
 Injeksi kalnex 3 x 1 gram (IV)
 Diltiazem 1 x 30 mg
 Cefixime 2 x 200 mg
 Brain act odis 2 x 250 mg IV
 Injeksi antrain (K/P)
 Injeksi ranitidine 2 x 50 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg

17
16-02-2019
S Kelemahan anggota gerak kiri (+), sakit
gigi sebelah kiri menjalar ke kepala
sebelah kiri.
KU : TSS Kesadaran :
O Composmentis GCS E4V5M6
Vital Sign : TD : 150/90 mmHg
N : 63x/m SB : 36,00C
RR : 22x/m Sp02 : 96%
Status Neurologis :
Rangsang meningeal :
- kaku kuduk (-)
- -Laseque (-)
- - Kernig (-)
- - Brudzinki I, II, III, IV (-)
Refleks Fisiologis :
- APR (++/+)
- - BPR (++/+)
- - TPR (++/+)
- - Patella (++/+)
Refleks Patologis:
- Babinsky (-/-)
- - Chaddock (-/-)
- - Oppenheim (-/-)
- - Schaefer (-/-)
- - Gordon (-/-)

Otonom : BAK (+); BAB (-)

18
Motorik : 5 4

5 4

A Stroke PIS Sistem Carotis Dextra

Medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% 1500cc/ 24 jam
P
 Manitol 20% loading 200 cc
selanjutnya 150 cc/8 jam
 Injeksi kalnex 3 x 1 gram (IV)
 Diltiazem 1 x 30 mg
 Cefixime 2 x 200 mg
 Brain act odis 2 x 250 mg IV
 Injeksi antrain (K/P)
 Injeksi ranitidine 2 x 50 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg
 Amlodipin 1 x 10mg

17-02-2019
S Lemah tubuh sebelah kiri (+), nyeri
kepala (-)
KU : TSS Kesadaran :
O Composmentis GCS E4V5M6
Vital Sign : TD : 140/90 mmHg
N : 67x/m SB : 36,00C
RR : 22x/m Sp02 : 96%
Status Neurologis :
Rangsang meningeal :
- kaku kuduk (-)

19
- -Laseque (-)
- - Kernig (-)
- - Brudzinki I, II, III, IV (-)
Refleks Fisiologis :
- APR (++/+)
- - BPR (++/+)
- - TPR (++/+)
- - Patella (++/+)
Refleks Patologis:
- Babinsky (-/-)
- - Chaddock (-/-)
- - Oppenheim (-/-)
- - Schaefer (-/-)
- - Gordon (-/-)

Otonom : BAK (+); BAB (-)

5 4
Motorik :

5 4

A Stroke PIS Sistem Carotis Dextra ,


Hipertensi Grade II + Leukositosis

Medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% 1500cc/ 24 jam
P
 Manitol 20% loading 200 cc
selanjutnya 150 cc/8 jam
 Injeksi kalnex 3 x 1 gram (IV)

20
 Diltiazem 1 x 30 mg
 Cefixime 2 x 200 mg
 Brain act odis 2 x 250 mg IV
 Injeksi antrain (K/P)
 Injeksi ranitidine 2 x 50 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg
 Amlodipin 1 x 10mg

18-02-2019
S Lemah tubuh sebelah kiri (+), nyeri
kepala (-)
KU : TSS Kesadaran :
O Composmentis GCS E4V5M6
Vital Sign : TD : 140/90 mmHg
N : 67x/m SB : 36,00C
RR : 22x/m Sp02 : 96%
Status Neurologis :
Rangsang meningeal :
- kaku kuduk (-)
- -Laseque (-)
- - Kernig (-)
- - Brudzinki I, II, III, IV (-)
Refleks Fisiologis :
- APR (++/+)
- - BPR (++/+)
- - TPR (++/+)
- - Patella (++/+)

21
Refleks Patologis:
- Babinsky (-/-)
- - Chaddock (-/-)
- - Oppenheim (-/-)
- - Schaefer (-/-)
- - Gordon (-/-)

Otonom : BAK (+); BAB (-)

Motorik : 5 4

5 4

A Stroke PIS Sistem Carotis Dextra +

Medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% 1500cc/ 24 jam
P
 Manitol 20% loading 200 cc
selanjutnya 150 cc/8 jam
 Injeksi kalnex 3 x 1 gram (IV)
 Diltiazem 1 x 30 mg
 Cefixime 2 x 200 mg
 Brain act odis 2 x 250 mg IV
 Injeksi antrain (K/P)
 Injeksi ranitidine 2 x 50 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg
 Amlodipin 1 x 10mg

19-02-2019
S Lemah tubuh sebelah kiri (-), nyeri kepala

22
(-)
KU : TSS Kesadaran : Composmentis
O GCS E4V5M6
Vital Sign : TD : 140/90 mmHg
N : 60x/m SB : 36,00C
RR : 22x/m Sp02 : 96%
Status Neurologis :
Rangsang meningeal :
- kaku kuduk (-)
- -Laseque (-)
- - Kernig (-)
- - Brudzinki I, II, III, IV (-)
Refleks Fisiologis :
- APR (++/+)
- - BPR (++/+)
- - TPR (++/+)
- - Patella (++/+)
Refleks Patologis:
- Babinsky (-/-)
- - Chaddock (-/-)
- - Oppenheim (-/-)
- - Schaefer (-/-)
- - Gordon (-/-)

Otonom : BAK (+); BAB (-)

5 4
Motorik :

23
5 4

A Stroke PIS Sistem Carotis Dextra ,


Hipertensi Grade II + Leukositosis

Medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% 1500cc/ 24 jam
P
 Manitol 20% loading 200 cc
selanjutnya 150 cc/8 jam
 Injeksi kalnex 3 x 1 gram (IV)
 Diltiazem 1 x 30 mg
 Cefixime 2 x 200 mg
 Brain act odis 2 x 250 mg IV
 Injeksi antrain (K/P)
 Injeksi ranitidine 2 x 50 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg
 Amlodipin 1 x 10mg

Non-Medikamentosa
 Cek leukosit
 Planning rawat jalan 3 hari lagi

20-02-2019
S Lemah tubuh sebelah kiri (-), nyeri kepala
(-)
KU : TSS Kesadaran :
O Composmentis GCS E4V5M6
Vital Sign : TD : 140/90 mmHg
N : 63x/m SB : 36,00C
RR : 22x/m Sp02 : 96%
Status Neurologis :

24
Rangsang meningeal :
- kaku kuduk (-)
- -Laseque (-)
- - Kernig (-)
- - Brudzinki I, II, III, IV (-)
Refleks Fisiologis :
- APR (++/+)
- - BPR (++/+)
- - TPR (++/+)
- - Patella (++/+)
Refleks Patologis:
- Babinsky (-/-)
- - Chaddock (-/-)
- - Oppenheim (-/-)
- - Schaefer (-/-)
- - Gordon (-/-)

Otonom : BAK (+); BAB (-)

5 4
Motorik :

5 4

A Stroke PIS Sistem Carotis Dextra ,


Hipertensi Grade II + Leukositosis

Medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% 1500cc/ 24 jam
P
 Manitol 20% loading 200 cc

25
selanjutnya 150 cc/8 jam
 Injeksi kalnex 3 x 1 gram (IV)
 Diltiazem 1 x 30 mg
 Cefixime 2 x 200 mg
 Brain act odis 2 x 250 mg IV
 Injeksi antrain (K/P)
 Injeksi ranitidine 2 x 50 mg
 Simvastatin 1 x 20 mg
 Amlodipin 1 x 10mg

26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang
menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO
1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh
darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak dimasukkan
dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena
hipertensi, maka dapat disebut stroke.
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak [3]

2.2 EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan.Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya.
Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-
85% merupakan stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31%
adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke
embolik ± 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyk 15-35%.± 10-20%
disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan
subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya
CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.

2.3 ETIOLOGI
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme,
hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular.
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit

27
jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular
perifer.
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:[5]
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,
gangguan fungsi hati, komlikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis,
d i s e k s i a r t e r i veretbral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis

2.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke
iskemik maupun stroke hemorragik.
a. Stroke iskemik
Stroke iskemik yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang
mendadak karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan
menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak
terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh
darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak.
Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju

28
ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri
vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :
 Suatu ateroma (Endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah
arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini
sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari
dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang
lebih kecil.
 Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya
bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain,
misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli
serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering
terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita
kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
 Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
 Peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang
menuju ke otak.
 Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit
pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.
 Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa
terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi
jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau
pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
Macam – macam stroke iskemik :
a. TIA

29
Didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan
gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu
kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya
stroke di masa depan.
b. RIND
Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam
c. Progressive stroke
d. Complete stroke
e. Silent stroke

b. Stroke hemorragik
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan
darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh
perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et
causa AVM. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita
hipertensi.
Faktor Resiko Stroke Hemoragik
Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke hemoragik
dijelaskan dalam table berikut : [6]
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun

30
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-
laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi
sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-
laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga
juga tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi
Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural
karena miocard infarction.

31
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-

32
kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system berhubungan dengan vena thrombotic.
pembekuan
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke
kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi
faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki
di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun .
Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen
tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid

33
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh
darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat
menyebabkan arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

34
2.5 FAKTOR RESIKO
1. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena
stroke sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan
perdarah-an otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi
mempercepat arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari
pembuluh darah besar. Hipertensi secara langsung dapat menyebabkan
arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan mikroaneurisma.Hal ini
dapat menjadi penyebab utama PIS.Baik hipertensi sistolik maupun diastolik,
keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.

2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung
secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung
derajat tekanan darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:
- Penyakit katup jantung
- Atrial fibrilasi
- Aritmia
- Hipertrofi jantung kiri (LVH)
- Kelainan EKG
3. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak,
sedangkan peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat
terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat,
lebih tersebar dan mulai lebih dini.
Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria dan 4 kali
lebih banyak pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak menderita
DM pada umur dan jenis kelamin yang sama.

35
4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku
untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke
terutama perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong
terjadinya atherosclerosis yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis
arteri.
5. Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi
gen sangat berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat
stroke dalam keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
menderita stroke pada usia 65 tahun.
6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin)
dan obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada
wanita perokok atau dengan hipertensi.
7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia,
kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat
merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.

Faktor predisposisi stroke hemoragik:


Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang
menekan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik
adalah :
 Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya
dapat pecah.
 Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.
 Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.

36
 Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih
besar.
 Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
 Overdosis narkoba, seperti kokain.

2.6 PATOFISIOLOGI
Trombosis (Penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang
paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit
kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing,
perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum
trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis
berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima
arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan
sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga
lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung
terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga
dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang
mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria
karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan
membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka
sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan
melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi.
Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap
tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna
1. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan
penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus

37
dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan
dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi
embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit..
tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi
media, terutama bagian atas.
Patofisiologi Stroke Hemoragik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area
otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi
energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan
menekan pembuluh darah di sekitarnya.[7]
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel
menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai
oleh pembuluh darah tersebut.[7]
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan
persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.[7]
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus
kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan
terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis
karena kerusakan dari sistem limbik.[7]

38
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori.[7]
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah
yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior
tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus
optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans
posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.[7]
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas
dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat
menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata.
Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:[7]
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah
(saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus
(saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).

2.7 GEJALA KLINIS

39
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian
stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat
bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan
penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana
perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan.
Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut:
 Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
 Kesulitan menelan.
 Kesulitan menulis atau membaca.
 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
 Kehilangan koordinasi.
 Kehilangan keseimbangan.
 Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
 Mual atau muntah.
 Kejang.
 Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
 Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

2.8 DIAGNOSIS
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga
mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan
terapi. Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat

40
tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang
telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan menjadi ideal jika dokter tersebut ikut
berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya tentang pasien tersebut
dapat meningkatkan ketepatan penilaian.
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada
satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain
yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa
stroke meliputi:
 Tumor otak
 Abses otak
 Sakit kepala migrain
 Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
 Meningitis atau encephalitis
 Overdosis karena obat tertentu
 Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga
menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama.
Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan
pemeriksaan fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien,
melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala
stroke. The American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman
pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan menentukan berat
ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan
penunjang.

1. Anamnesis

41
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan
anamnesis

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-
tandanya.

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :
3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

42
Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada

3.b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score


Tabel 3. Djoenaedi Stroke Score

43
Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-
hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke

44
hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik
seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut
dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien
memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan
darah apapun dapat digunakan.

3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score


Tabel 4. Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab
seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak
sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di
dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan
yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:

 Jenis patologi
 Lokasi lesi

45
 Ukuran lesi
 Menyingkirkan lesi non vaskuler

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang


magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih
detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan
untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu
lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika
detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut.
Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam
tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk
secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa
atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram).
Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di
beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit
setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak
dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT
scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini
bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna
yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat
memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti
abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi
canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-
kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang
dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna
diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram
memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga

46
merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-benar diperlukan.
Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu
diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi
yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan
pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi
atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan
penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher
yang mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan
pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes
dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone
pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk
melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi
elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk
mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang
dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya
arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan
peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan
untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu
mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial,
anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu
dipertimbangkan.

47
Tabel 5. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Tabel 6. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Tabel 7. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

48
2.9 PENATALAKSANAAN
Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak
mengganggu/mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan
dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan.Tujuan utama pengobatan
adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi
neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada
dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum :
 Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
 Stabilisasi hemodinamik
 Mencegah peningkatan tekanan intrakranial
 Mengendalikan kejang
 Mengendalikan suhu tubuh
2. Pengelolaan spesifik :
 Manajemen cairan dan elektrolit
 Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
 Manajemen tekanan darah
 Manajemen glukosa darah
 Manajemen kejang
 Terapi trombolitik
 Neurosurgical intervention

 Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu :


Antiagregasi trombosit
Statin
Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
Neuroprotektor

49
 Terapi farmakologi pada stroke hemoragik akut yaitu :
Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
Neuroprotektor

Pengelolaan berdasarkan penyebabnya :


1. Stroke iskemik
 Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang
paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA
(recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB
maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60
menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai
persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien
yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat penyelesaian
pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang
dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki
hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas
darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15
mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah
naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah
dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.
 Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas
pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk
terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium
non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru &
katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan
dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5

50
kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul
rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3
(jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg,
hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi
trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x
5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain
aspirin dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur
siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg +
dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur
siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol
dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III,
ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat
dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.
 Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat
mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
 CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya
radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu
neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis Cohcrane Stroke
Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke
iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg sehari selama 14 hari
menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang
bermakna. Therapeutic Windows 2 – 14 hari.
 Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan

51
menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3
gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral
sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12
diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.
 Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti
calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50 cc
selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.
 Statin
Statin diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif
untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan “downstream
dan upstream”.Efek downstream adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga
mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke arteri.Efek
“upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide
Synthese, mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi),
menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan
dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.

2. Stroke Hemoragik
 Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam
Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah
terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti
pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg &
10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin dengan
prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom
dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.

52
 Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
 Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada
pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya
diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
 Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium
Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21
hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per
oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya
vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang
berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi
vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter
diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central
venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan
peningkatan tekanan sistolik sampai 180 – 220 mmHg menggunakan
dopamin.
 Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah,
penyaluran cairan serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh
darah.Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah
keadaan/kondisi pasien itu sendiri.
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
Lebih 70 th  tidak ada tindakan operasi
60 – 70 th  pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th  operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor  tak dioperasi
Sadar/somnolen  tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan
neurologiknya menurun

53
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun
kesadarannya koma
3. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi  tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun) 
operasi
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang  tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm  tak dioperasi, kecuali
kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya
akibat perdarahan dengan VP shunt bila memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka 
operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal dengan
pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang otak
 operasi
4. Penampang volume hematoma
Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc 
operasi
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan
neurologiknya menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka
 operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan

54
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan
sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya
ditunda sampai 5 – 15 hari kemudian.
Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt &
Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau
lambat (setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt &Hest
Scale 4 – 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).
 Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
 Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
 Menghindari rokok, obesitas, stres
 Berolahraga teratur

2.10 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan
psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke,
staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan fungsi
pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus di rumah
sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan

55
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat
orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

Tabel 8. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke


Hari 1-3 (di sisi tempat tidur)  Kurangi penekanan pada daerah yang
sering tertekan (sakrum, tumit)
 Modifikasi diet, bed side, positioning
 Mulai PROM dan AROM
Hari 3-5  Evaluasi ambulasi
 Beri sling bila terjadi subluksasi bahu
Hari 7-10  Aktifitas berpindah
 Latihan ADL: perawatan pagi hari
 Komunikasi, menelan
2-3 minggu  Team/family planing
 Therapeuthic home evaluation
3-6 minggu  Home program
 Independent ADL, tranfer, mobility
10-12 minggu  Follow up
 Review functional abilities

Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang
perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga
terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat.
Terapi fisik dapat dilanjutkan di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih
orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah.
Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada
waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas

56
perawatan yang terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah
walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke
menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini
sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang
sesuai.1 Komplikasi pada stroke yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat
menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan
kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab,
timbul bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian
mendadak pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah
penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.

57
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik dan pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu
komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang
lebih pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang
menggunakan pipa nasogastrik.
2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada
saat penderita mulai mobilisasi.
3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke.
Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien
stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke
ini.
4. Stroke rekuren
5. Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
- Edema pulmonal neurogenik
- Penurunan curah jantung
- Aritmia dan gangguan repolarisasi
6. Deep vein Thrombosis (DVT)
7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin
3. Komplikasi jangka panjang
1. Stroke rekuren
2. Abnormalitas jantung
3. Kelainan metabolik dan nutrisi
4. Depresi
5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.

58
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma
tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam
pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami
penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat
muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah
penyebab utama dari disabilitas permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan
lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang
rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang
lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari
volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga
sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat
mortilitas yang tinggi.2

2.12 PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara
sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini
penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti
jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa
disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72
jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah
pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat

59
stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti
sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya
dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil.
Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari
kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

60
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Bagaimana cara mendiagnosis seseorang dengan STROKE PIS?


a. Anamnesis
Berdasarkan hasil anamnesis, onset : 4 jam.
Kronologis :
Pasien masuk RS diantar oleh keluarganya karena pasien merasakan kelemahan
pada anggota gerak sebelah kiri. Awalnya pasien merasakan sakit kepala hebat saat
saat pasien bangun dari tempat tidur, yang diikuti dengan bibir miring ke sebelah
kanan dan bicara pelo, kemudian pasien terjatuh dan merasakan adanya kelemahan
pada anggota gerak sebelah kiri. Sejak saat itu pasien sangat merasakan kelemahan
pada anggota gerak sebelah kiri. Riwayat mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-).
Terjadinya kejadiannya ini kira-kira 4 jam SMRS.
Menurut literature
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami
stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi.
Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat tanda-
tanda bahaya sebelumnya dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah
diperiksa seorang dokter tertentu, akan menjadi ideal jika dokter tersebut ikut
berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya tentang pasien tersebut
dapat meningkatkan ketepatan penilaian. Hanya karena seseorang mempunyai
gangguan bicara atau kelemahan pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian
stroke.

61
Gejala Klinis Perdarahan intraserebral hipertensif

Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya,


seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

b. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pasien ditemukannya adanya kelemahan lengan dan tungkai badan
sebelah kiri sehingga diagnosisnya klinisnya adalah Hemiparese sinistra spastik,
Paresis N. VII dan N. XII sinistra. Pada pasien tidak terdapat refleks Babinsky yang
positif menunjukkan tidak adanya lesi upper motorneuron yang berarti tidak terdapat
kerusakan berada pada saraf pusat. Masih normalnya fungsi motor wajah pada bagian
atas menandakan bahwa fungsi lower motorneuron masih dalam keadaan baik.
Pada pasien didapatkan kelemahan lengan dan tungkai sebelah kiri yang
terjadi secara mendadak saat pasien sedang beristirahat dan pasien mempunyai
riwayat darah tinggi yang lama sehingga mengarahkan diagnosis etiologi pada stroke
hemoragik. Selain itu untuk menentukan stroke hemoragik atau stroke non
hemoragikdapat dilakukan penilaian menggunakan Siriraj stroke score.

62
c. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.
Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score, karena onset <48 jam

Catatan : SSS> 1 = Stroke hemoragik


SSS < -1 = Stroke non hemoragik
Berdasarkan rumus pada score Siriraj tersebut, dapat dihitung skor pasien yaitu :
Kesadaran: composmentis =0
Muntah:0
Nyeri kepala: 0
Tekanan diastolik= 90 mmHg
Ateroma=0
= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0.1 x 90) - (3 x 0) - 12
= 0 + 2 + 0 + 11 - 3 - 12
=-1
Total SSS: -1Meragukan
Diagnosis pasien ditegakan berdasarkan skor siriraj masih meragukan sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.

63
d. Computerized tomography (CT scan)
Untuk dapat mendiferensiasi stroke hemoragik dan stroke non hemoragik
dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa CT Scan untuk membantu menegakkan
diagnosis. Pada kasus ini ditemukan hasil CT Scan yaitu Tampak area hyperdens di
area parietal kanan ukuran 3,34 x 1 ,47 x 3 x 0,52 = 8,5 ml. Dari hasil CT scan
dapat ditegakkan pasien mengalami stroke hemoragik.

3.2 Terapi / manajemen stroke PIS Secara umum?


Menurut literatur Pengelolaan umum pada stroke sebagai berikut:
 Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
 Stabilisasi hemodinamik
 Mencegah peningkatan tekanan intrakranial
 Mengendalikan kejang
 Mengendalikan suhu tubuh
 Pada pasien ini, dilakukan penatalaksanaan injeksi citicoline 2 x 250 mg IV ,
O2 nasal 2-3 lpm dan elevasi kepala 30º yang bertujun untuk menstabilkan
perfusi oksigen di dalam tubuh pasien. Pada literatur dikatakan manajemen
awal perdarahan intracerebral termasuk dukungan saluran napas dengan
bantuan ventilasi jika diperlukan dan pengobatan hipertensi. Mengurangi
tekanan darah sistolik hingga ~ 140 mmHg lebih dari 1 jam tidak
membahayakan perfusi daerah perihematoma atau wilayah aliran air dari
hemisfer yang terkena dan dapat mengarah ke hasil yang lebih baik.

3.3 Terapi / manajemen stroke PIS secara khusus?


Menurut literature Pengelolaan spesifik pada stroke PIS :
 Manajemen cairan dan elektrolit
 Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
 Manajemen tekanan darah
 Manajemen glukosa darah

64
 Manajemen kejang
 Terapi trombolitik
 Neurosurgical intervention

Pedoman Pada Stroke Perdarahan Intraserebral (PIS)


Bila sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg, tekanan darah harus
diturunkan sedini dan secepat mungkin untuk membatasi pembentukan edema
vasogenik. Penurunan tekanan darah dapat menurunkan resiko perdarahn yang terus
menerus atau berulang. Anti hipertensi diberikan bila sistole >180 mmHg atau
diastole >100 mmHg.
Bila sistole >230 mmHg atau diastole >140 mmHg, dapat diberikan
nikardipin, diltiazem, atau nimodipin.
Bila sistole 180 – 230 mmHg atau diastole 105 – 140 mmHg atau MAP 130
mmHg :
 Labetolol 10 – 20 mg IV selama 1- 2 menit, ulangi atau gandakan setiap 10
menit sampai dosis maksimum 300 mg atau dosis awal bolus diikuti labetolol
drip 2 – 8 mg per menit, atau ;
 Nikardipin, atau ;
 Diltiazem atau ;
 Nimodipin
Pada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20 – 25 % dari
tekanan MAP. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan diastole <105 mmHg,
pemberian obat ditangguhkan. Tekanan perfusi dipertahankan >70 mmHg. Pada
penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah MAP harus
dipertahankan 130 mmHg. Bila sistole turun <90 mmHg, harus diberikan vasopresor
untuk menaikkan tekanan darah.
Obat Parenteral untuk terapi hipertensi pada stroke akut
1. labetolol, dosis : 20-80 mg setiap 10 menit atau 2 mg per menit infus
kontinyu, onset : 5 - 10 menit, lama kerja 3 – 6 jam, efek samping mual,
muntah, hipotensi, blok atau gagal jantung, kerusakan hati, bronkospasme.

65
2. Nikardipin, 5 -15 mg perjam infus kontinyu, onset 5 – 15 menit, lama kerja
tergantung lamanya infus, efek samping takikardi, sakit kepala, fatigue
disebabkan penurunan tekanan darah, konstipasi.
3. Diltiazem, dosis : 5 – 40 mg/KgBB/menit infus, onset 5 – 10 menit, lama
kerja 4 jam, efek samping : blok nodus A-V, denyut prematur atrium,
terutama pada usia lanjut.
4. Esmolol, dosis : 200 – 500 μg/KgBB/menit untuk 4 menit, selanjutnya 50 –
300 μg/KgBB/menit IV, onset 1 – 2 menit, lama kerja 10 – 20 menit, efek
samping : hipotensi, mual.

Pada pasien ini, dilakukan penatalaksanaan IVFD Nacl 0.9% 500 cc +


citicolin 250mg/12 jam, amlodipine 10mg/24 jam. Inj.Ranitidine 1amp /
12jam,InjAntrain 3x1 amp, injKalnex 3x1 amp, diltiazem 1x30 mg, amlodipine
1x10 mg, simvastatin 1x20 mg, serta dilakukan elevasi kepala 30º. Pada literatur
dikatakan manajemen awal perdarahan intracerebral termasuk dukungan saluran
napas dengan bantuan ventilasi jika diperlukan dan pengobatan hipertensi.
Mengurangi tekanan darah sistolik hingga ~ 140 mmHg lebih dari 1 jam tidak
membahayakan perfusi daerah perihematoma atau wilayah aliran air dari hemisfer
yang terkena dan dapat mengarah ke hasil yang lebih baik. Obat antihipertensi
yang dapat digunakan dalam pengaturan ini termasuk labetalol dan nicardipine.
Baik kortikosteroid maupun agen antiedema efektif, dan pemberian profilaksis
antikonvulsan tidak dianjurkan.
Sesuai dengan literatur, pemberian IVFD NaCl 0,9% 500 cc + citicoline 250
mg/12 jam ditujukan untuk menjaga normovolemi. Sedangkan citicoline
merupakan neuroprotector untuk penanganan stroke akut.
Antihipertensi digunakan adalah amlodipin. Simvastatin 1x20mg digunakan
untuk mengontrol kadar kolesterol. Selain itu diberikan juga obat pembekuan
darah yaitu asamtranexamat 3x1 gram IV. Pasien jugadiberikanobat anti nyeri
yaitu antrain (k/p).

66
3.4 Komplikasi stroke PIS secara umum ?
3.5 Komplikasi stroe PIS secara khusus ?

DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus


Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.

67
2. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke
2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
3. National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of
cerebrovascular disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
4. World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke
prevention, diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.
5. Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.
6. Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.
7. Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke.
Lancet 1992, 339: 537-9.
8. CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH
Bamford, Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment
of acute ischaemic stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 – 429.,
9. Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan, Surabaya 2002.
10. Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225
-306
11. Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth
Edition. Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 –24.
12. Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke
(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
13. Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed,
Professional communications inc New York, 2002

68

Anda mungkin juga menyukai