Anda di halaman 1dari 41

REFERAT GANGGUAN SOMATOFORM

Pembimbing :
dr. Izak Samay, Sp.KJ, M.Kes

Oleh :
Eka Indrayanti Sirait, S.Ked
Pendahuluan
• Gangguan somatoform : kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta
gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama gangguan ini
mencakup interaksi pikiran dengan tubuh.

• Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau


gangguan buatan.
Definisi
 Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani soma artinya
tubuh.

 Gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan


memiliki tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai
komponen utama.

 Gangguan ini mencakup interaksi pikiran dengan tubuh.


 Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai
kemungkinan penyebab keluhan-keluhannya menimbulkan frustasi dan
kekecewaan pada kedua belah pihak.
Epidemiologi
 Lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria  0,2 – 2% p
ada wanita, dan <0,2 % pada pria, dengan perbandingan 5:1.

 Onset dari gangguan somatisasi adalah sebelum usia 30 tahun


dan berawal mula pada masa remaja.

 Gangguan konversi, rasio perempuan dibanding laki-laki adalah


2:1, dengan onset yang dapat terjadi kapan pun, baik pada usia
kanak-kanak hingga usia tua
Klasifikasi
Gangguan
somatisasi

Gangguan
Hipokondriasis
nyeri

Gangguan
Gangguan
dismorfik
konversi
tubuh
1. Gangguan Somatisasi
 Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik
yang tidak dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan
pemeriksaan fisik dan laboratorium.

 Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30 tahun.

 Menurut DSM-IV-TR sebagai kombinasi gejala nyeri,


gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis.
Etiologi
 Faktor Psikososial

Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai


komunikasi sosial, akibatnya adalah menghindari kewajiban,
mengekspresikan emosi, atau menyimbolkan suatu perasaan atau
keyakinan.

 Faktor Biologis dan Genetik


Manifestasi Klinis
Keluhan somatik Gejala pseudoneurologis

• Mual dan Muntah (selain selama • Gangguan koordinasi dan


kehamilan) keseimbangan
• Sulit menelan • Paralisis atau kelemahan lokal
• Nyeri lengan dan tungkai • Kesulitan menelan atau benjolan di
• Napas pendek tenggorok

• Amnesia • Afonia

• Komplikasi kehamilan dan menstruasi • Retensi Urin


• Halusinasi
• Hilangnya sensasi raba atau nyeri
• Penglihatan ganda
• Buta
• Tuli
• Kejang atau kehilangan kesadaran
Diagnosis
Kriteria gangguan somatisasi menurut DSM-IV-TR:

Riwayat banyak keluhan fisik sebelum usia 30 tahun.

Gejala dihasilkan tanpa disengaja atau dibuat-buat.

 Masing-masing kriteria berikut ini harus dipenuhi:

Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berkaitan dengan sedikitnya empat fungsi
yang berbeda, contoh: kepala, abdomen, punggung, sendi, ekstrimitas, dada, rektum,
selama menstruasi, selama hubungan seksual atau selama berkemih.

Dua gejala gastrointestinal: riwayat sedikitnya dua gejala gastrointestinal selain


nyeri, contoh: mual, muntah selain hamil, kembung, diare, atau intolerasi terhadap
beberapa makanan yang berbeda.
Lanjutan…

satu gejala seksual: riwayat sedikitnya satu gejala seksual atau reproduksi selain nyeri,
contoh: ketidakpedulian terhadap seks, disfungsi ereksi atau ejakulasi, menstruasi tidak
teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang hamil.

satu gejala pseudoneurologis: riwayat sedikitnya satu gejala atau defisit yang
mengesankan keadaan neurologis tidak terbatas pada nyeri.
Perjalanan Gangguan dan Prognosis
 Episode meningkatnya keparahan gejala dan timbulnya gejala yang baru
dianggap bertahan selama 6 hingga 9 bulan dan dipisahkan periode yang
tidak terlalu simtomatik selama 9 hingga 12 bulan.

 Meskipun demikian, pasien dengan gangguan somatisasi jarang selama


lebih dari satu tahun tidak mencari perhatian medis.
Terapi

 Penanganan gangguan somatisasi sebaiknya dilakukan oleh seorang dokter


saja.

 Pada saat pertemuan, dokter disarankan untuk mendengarkan keluhan


somatik sebagai ekspresi emosional dan bukan sebagai keluhan medis.

 Pemeriksaan penunjang dan laboratorium sebaiknya dihindari pada pasien


dengan gangguan somatisasi.

 Terapi psikofarmaka dapat diberikan apabila terdapat gangguan lain seperti


gangguan cemas dan depresi.
2. Gangguan Konversi
 Gangguan konversi adalah gangguan fungsi tubuh yang tidak
sesuai dengan anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat ataupun perifer.

 Gangguan ini secara khas terdapat saat stress dan menimbulkan


disfungsi yang cukup bermakna.

DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan konversi sebagai gangguan


yang ditandai dengan adanya satu gejala neurologis atau lebih.
Etiologi

 Faktor Psikoanalitik

 Teori Pembelajaran

 Faktor Biologis
Manifestasi Klinis

 Paralisis, buta, dan mutisme adalah gejala gangguan konversi yang paling
lazim ditemukan.

 Gangguan konversi mungkin paling sering disertai dengan gangguan


kepribadian pasif-agresif, dependen, ansisosial, dan histrionik.

 Gejala gangguan depresif dan ansietas sering dapat menyertai gejala


gangguan konversi, dan pasien ini memiliki risiko bunuh diri.
Diagnosis

Diagnosis gangguan konversi pada gejala yang mempengaruhi fungsi


sensorik dan motorik volunter :

Satu atau lebih gejala atau defisit yang mempengaruhi fungsi sensorik
atau motorik volunter.

 Faktor psikologis dinilai terkait dengan keadaan gejala maupun defisit.

 Gejala atau defisit ditimbulkan tanpa disengaja atau dibuat-buat (seperti


pada gangguan buatan atau malingering).
Lanjutan…
 Gejala atau defisit menyebabkan distress yang bermakna secara klinis atau
hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lain, atau
memerlukan evaluasi medis.

 Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak
hanya terjadi selama perjalanan gangguan somatisasi, dan sebaiknya tidak
disebabkan gangguan jiwa lain.
Perjalanan Gangguan dan Prognosis

 Gejala awal pada sebagian besar pasien dengan gangguan konversi


mungkin 90-100% membaik dalam beberapa hari atau kurang dari satu
bulan.

 Semakin lama gangguan konversi ada maka prognosisnya lebih buruk.

 Pada sebagian pasien dengan gangguan konversi, 25 - 50% pasien akan


mengalami gangguan neurologis atau keadaan medis nonpsikiatri yang
mengenai sistem saraf.
Terapi

Pasien dengan gangguan ini dapat diberikan psikoterapi suportif


berorientasi tilikan atau terapi perilaku. Terapi hipnosis, anticemas, dan
relaksasi sangat efektif dalam beberapa kasus.
3. Hipokondriasis
 Hipokondriasis didefinisikan sebagai seseorang yang terokupasi dengan
ketakutan atau keyakinan menderita penyakit yang serius.

 Gejala-gejala dapat timbul di usia antara usia 20-30 tahun.

 Ketakutan dan keyakinannya menimbulkan penderitaan bagi dirinya


sendiri.
Etiologi
Pasien menambah dan memperbesar sensasi somatik yang dialaminya
karena rasa tidak nyaman secara fisik dan memiliki ambang toleransi yang
rendah.

 Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan terhadap rasa


bersalah, tanda dari kepedulian berlebihan terhadap diri sendiri, ataupun
sebagai hukuman di masa lalu dari perasaan bahwa dirinya jahat serta
berdosa.
Manifestasi Klinis

 Mempertahankan keyakinan bahwa mereka mengalami penyakit tertentu.

 Hipokondriasis sering disertai dengan gejala depresi dan ansietas.

 Walaupun DSM-IV-TR merinci bahwa gejala harus ada sedikitnya 6 bulan,


keadaan hipokondriasis singkat dapat terjadi setelah adanya stress berat.

 Pada keadaan tersebut harus didiagnosis sebagai gangguan somatoform


yang tidak tergolongkan. Adapun respons tersebut umumnya akan hilang
ketika stressnya hilang.
Diagnosis
Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:

 Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik


yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya.

 Tidak mau menerima nasihat atau dukungan penjelasan dari beberapa


dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang
melandasi keluhan-keluhannya.
Perjalanan Gangguan dan Prognosis

 Perjalanan gangguan hipokondriasis biasanya episodik.

 Prognosis yang baik dikaitkan dengan status sosioekonomi yang tinggi,


depresi atau ansietas yang responsif terhadap terapi, awitan gejala yang
mendadak, tidak adanya gangguan kepribadian dan tidak adanya keadaan
medis nonpsikiatri terkait.
Terapi

 Pasien hipokondriasis biasanya menolak terapi psikiatrik.

 Psikoterapi kelompok bermanfaat bagi pasien hipokondriasis karena


menyediakan dukungan sosial dan interaksi sosial sehingga menurunkan
kecemasan.

 Psikoterapi individual berorientasi tilikan, terapi perilaku, terapi kognitif,


dan hipnosis juga dapat bermanfaat.
4. Gangguan Dismorfik Tubuh
 Pasien dengan gangguan dismorfik tubuh memiliki perasaan subjektif
yang pervasif mengenai keburukan beberapa aspek penampilan.

 Inti gangguan ini adalah keyakinan atau ketakutan seseorang yang


amat kuat bahwa dirinya tidak menarik atau bahkan menjijikan.

 Rasa takut ini tetap ada walaupun penderita gangguan dismorfik


tubuh mendapatkan pujian atau penentraman.
Etiologi

 Etiologi dari gangguan ini tidak diketahui, tapi diyakini berasosiasi


dengan gangguan depresi.

 Selain itu, konsep stereotipik tentang kecantikan atau keindahan yang


dianut dalam keluarga atau budaya tertentu akan berpengaruh besar
pada pasien dengan gangguan tubuh dismorfik.
Manifestasi Klinis
 Kekhawatiran yang paling lazim mencakup ketidaksempurnaan wajah.

 Gejala terkait yang lazim ditemukan mencakup gagasan atau waham


rujukan (biasanya mengenai orang yang memperhatikan
ketidaksempurnaan tubuh), baik mengaca berlebihan maupun
menghindari permukaan yang dapat memantul, serta menyembunyikan
sesuatu yang dianggap deformitas dengan tata rias atau pakaian.
Diagnosis

Preokupasi mengenai defek khayalan terhadap penampilan. Jika terdapat


sedikit anomali fisik, kepedulian orang tersebut sangat berlebihan.

Preokupasi ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau


hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain.

Preokupasi ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan jiwa lain.
Perjalanan Gangguan dan Prognosis

Awitan gangguan dismorfik tubuh biasanya bertahap.

 Orang yang mengalami gangguan ini dapat mengalami kekhawatiran yang


bertambah mengenai bagian tubuh.

 Pasien akan berusaha mencari pertolongan medis atau bedah untuk


menyelesaikan masalah yang diduga
Terapi

 Spesifik-serotonin contohnya clomipramine (Anafranil) dan fluoxetine


(prozac)- efektif dalam mengurangi gejala pada sedikitnya 50 persen pasien.

 Pada pasien manapun dengan gangguan jiwa yang terjadi bersamaan,


seperti gangguan depresif atau gangguan ansietas, gangguan yang juga
ada ini harus diterapi dengan farmakoterapi dan psikoterapi yang sesuai.
5. Gangguan Nyeri
Faktor psikologis memerankan peranan yang penting didalam gangguan
tersebut.

Gejala utamanya adalah nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak
seutuhnya disebabkan oleh keadaan medis atau neurologis nonpsikiatri.
Etiologi
 Faktor psikodinamik

Pasien yang mengalami sakit dan nyeri di tubuh tanpa diidentifikasi dan adekuat
mungkin secara simbolis mengekspresikan suatu konflik intrapsikik melalui tubuhnya
.

 Faktor perilaku

Perilaku nyeri diperkuat apabila dihargai dan dihambat apabila diabaikan atau diberi
hukuman.

 Faktor interpersonal

Nyeri yang sulit diobati telah diketahui sebagai sarana untuk memanipulasi dan
memperoleh keuntungan dalam hubungan interpersonal

 Faktor biologis

Defisiensi endorfin berhubungan dengan peningkatan stimulus sensorik yang


datang.
Manifestasi Klinis

 Rasa nyeri pasien dapat berupa neuropatik, neurologis, iatrogenik atau


muskuloskeletal.

 Adapun gejala depresif yang paling menonjol adalah anergia,


anhedonia, libido berkurang, insomnia, dan iritabilitas, variasi diurnal, dan
turunnya berat badan.
Diagnosis

Berdasarkan DSM-IV-TR:

 Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis adalah fokus dominan
gambaran klinis dan cukup parah sehingga memerlukan perhatian klinis

 Nyeri menimbulkan distres yang secara klinis bermakna atau hendaya


fungsi sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain

 Faktor psikologis dinilai memiliki peranan penting dalam awitan,


keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri
Gejala atau defisit tidak dibuat dengan sengaja atau dibuat-buat.

Nyeri sebaiknya tidak disebabkan gangguan mood, ansietas, atau


gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria diagnostik dispareunia
Perjalanan Gangguan dan Prognosis

 Nyeri dimulai dengan tiba-tiba dan meningkat keparahannya untuk


beberapa minggu atau bulan.

 Prognosisnya bervariasi walaupun gangguan nyeri sering dapat bersifat


kronik, menimbulkan distres, dan benar-benar menimbulkan
ketidakmampuan.

 Jika faktor psikologis mendominasi gangguan nyeri, rasa nyeri tersebut


dapat membaik dengan terapi atau setelah menyingkirkan dorongan ekster
nal.
Terapi

 Penggunaan obat analgesik umumnya tidak membantu.

 Diberikan antidepresan seperti trisiklik dan selective serotonin reuptake


inhibitors (SSRI). Selain itu penggunaan amfetamin sebagai analgesik
menguntungkan bagi beberapa pasien.
KESIMPULAN
 Gangguan somatoform merupakan kelompok penyakit yang luas dan
memiliki tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh.

 Di dalam interaksi ini, dengan cara yang masih belum diketahui, otak
mengirimkan berbagai sinyal yang mempengaruhi kesadaran pasien dan
menunjukan adanya masalah yang serius di dalam tubuh.

 Perubahan ringan neurokimia, neurofisiologi, dan neuroimunologi dapat


terjadi akibat mekanisme otak atau jiwa.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai