Oleh :
Pembimbing :
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nomor Registrasi : 0003815
Nama : Ny. E.S
Usia : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Perumahan Organda Blok B no.2
Agama : Kristen Protestan
Suku Bangsa : Jayapura
Pendidikan : Sarjana S-1
Status Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Sudah Menikah
Ruang perawatan :-
Tanggal MRSJ : 19-07-2019 (Rawat Jalan)
Yang mengantar : Suami
Alamat pengantar : Perumahan Organda Blok B No.2
Yang memberi informasi : Pasien
Di kirim oleh :-
3
malam yang membuat pasien selalu merasa gelisah dan selalu memikirkan
anak perempuan pasien. Susah tidur yang dirasakan pasien dirasakan setiap
malam dan tidak dapat memulai tidur. Sejak kejadian tersebut, pasien
sering melamun dan lebih senang menyendiri. Gejala-gejala tersebut diakui
pasien disertai dengan kehilangan minat untuk berbelanja, sedih terus
menerus, menarik diri dari lingkungan, nafsu makan berkurang, susah tidur.
Pasien sering menangis di kamar dan lebih suka menyendiri. Pasien
mengaku suka merasakan bahwa pasien sedang sakit lambung, sehingga hal
tersebut membuat pasien berobat dibeberapa dokter, sehingga pasien merasa
lelah sehingga pasien datang untuk berobat di RSJD Abepura. Pasien
mengaku jika anak perempuannya suka pulang malam, maka keluhan susah
tidur yang dikeluhkan pasien semakin bertambah. Pasien mengakui bahwa
tidak ada cara yang dapat menurunkan gejala susah tidur yang dirasakan
pasien.
4
- Kejang : disangkal
- Tumor : disangkal
D. Riwayat Pribadi
1. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien dilahirkan dengan usia kandungan yang cukup bulan dan
dilahirkan secara spontan, tanpa kecacatan maupun trauma lahir.
Semasa bayi, pasien mendapat ASI yang cukup dan tidak memiliki
masalah makan.
2. Masa Kanak-kanak Awal ( usia 0 - 3 tahun)
Pasien dibesarkan oleh kedua orangtua kandung, dan tumbuh
bersam adik-adiknya dalam 1 rumah. ASI dan riwayat makan dan
tidur diakui pasien baik, namun tidak dapat memastikan ASI hingga
usia berapa. Keluarga pasien lupa usia berapa pasien dapat
berbicara dan berjalan.
3. Masa Kanak-kanak Pertengahan (usia 3 – 11 tahun)
Pasien mulai masuk sekolah pada SD di daerah…. Pasien dapat
menyesuaikan diri saat masuk sekolah. Pasien lupa tentang masa SD.
Pasien mempunyai banyak teman bermain dan bergaul baik dengan
teman dilingkungan tempat tinggalnya.
4. Masa Kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja)
a. Hubungan dengan rekan sebaya: pasien memiliki banyak teman
akrab. Pasien merupakan pemimpin dalam berteman.
Popularitas sosial media tidak ada. Pasien tidak bergabung
dalam sebuah kelompok / geng. Gambaran idealisme, pola
agresivitas, pasivitas, kecemasan tidak dapat dievaluasi;
perilaku anti sosial tidak ada. Tidak ada riwayat berkelahi
dengan teman-teman sebayanya.
b. Riwayat sekolah: Pasien mengaku memiliki teman di sekolah.
Pasien biasa menempati kursi yang ada di depan. Pasien
merupakan murid berprestasi. Tidak ada masalah yang
berarti dengan guru, pasien tidak pernah bolos sekolah.
5
Tidak pernah mendapat hukuman / diistirahatkan /
dikeluarkan dari sekolah, maupun tahan kelas. Pasien
mendapatkan beasiswa sewaktu di perguruan tinggi.
c. Perkembangan motorik dan kognitif: Pasien merasa baik-baik
saja saat belajar. Aktifitas motorik halus dan kasar sulit
dievaluasi.
d. Masalah khusus emosi dan fisik : mimpi buruk, fobia,
masturbasi, ngompol, melarikan diri (bolos sekolah),
kenakalan (dengan teman sebaya), merokok, alkohol, obat-
obatan, masalah berat badan, rendah diri (disangkal
pasien). Namun saat tahun 2019 ketika rumah pasien tidak
terkena musibah kebanjirn, pasien mulai merasa susah
tidur, sedih, suka menyendiri, aktivitas yang berkurang,
merasa bahwa dirinya sedang sakit sehingga pasien harus
beberapa kali berobat ke dokter untuk mengkonsulkan
keluhan yang dirasakan pasien. Sejak saat itu pasien mulai
terlihat mengalami penurunan berat badan, penurunan
aktivitas .
e. Riwayat perkembangan psikoseksual
1) Keingintahuan dini, mastrubasi infantile, permainan seks
belum dievaluasi
2) Pengetahuan seksual yang diperoleh saat pasien SMA
3) Pasien mulai menyukai lawan jenis. Namun tidak
sampai berpacaran (SMA), pasien hanya menyimpan
sendiri.
f. Latar belakang keagamaan : Baik
5. Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan : pasien merupakan seorang Ibu Rumah
Tangga.
b. Aktifitas Sosial : pasien mempunyai teman, dapat bersosialisasi,
namun sejak Februari 2019 , pasien lebih suka dirumah.
6
c. Seksualitas Dewasa
1) Hubungan seks sebelum nikah (-)
2) Menikah
3) Gejala-gejala seksual : anorgasmik, impotensia, ejakulasi
dini, kurang hasrat seksual : (-) tidak dievaluasi
d. Riwayat Militer : penyesuaian umum, peperangan, cedera, tipe
pemberhentian, status veteran : (-) tidak dievaluasi
e. Sistem nilai yang dianut : sikap terhadap agama sebuah rutinitas
ke gereja hari minggu.
Keterangan:
: laki-laki : perempuan
: perempuan meninggal
: pasien
7
Situasi Saat Ini
Keadaan lingkungan dan tempat tinggal saat ini baik, walaupun
dalam kompleks tersebut yang tingal hanya saudara-saudra dari
keponakan pasien. Pasien sementara tinggal di sentani jalan
kuburan.
Sosial ekonomi keluarga dari pekerjaan pasien di Jayapura sebagai
Ibu Rumah Tangga, suami pasien sebagai ….., dan mempunyai 2
orang anak.
8
B. Keadaan Afektif (mood), perasaan, dan empati, perhatian :
1. Mood : Disforik
2. Afek : Sempit
3. Empati : Dapat diraba rasakan
4. Keserasian : Serasi
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Tidak ada
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak Ada
E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
9
a. Produktivitas :Baik, inkoherensi (-), flight of ideas (-)
b. Kontiniuitas :Baik,menjawab pertanyaan sesuai
dengan pertanyaan
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi Pikiran
a. Preokupasi :Pasien mengatakan sering marah-marah kepada
anak perempuannya
b. Gangguan isi pikiran : tidak ada
F. Pengendalian Impuls
Baik, selama wawancara pasien dapat menunjukkan sikap kooperatif.
G. Daya Nilai
a.Norma Sosial : Baik (Menyatakan anak perempuan tidak boleh
keluar malam)
b. Uji daya nilai :Baik
c. Penilaian Realitas :Tidak terganggu
H. Tilikan (Insight)
Derajat 6 ( pasien menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai
motivasi untuk mencapai perbaikan.)
10
Respirasi : 20 x/menit
Suhu badan : 36,8 0C
SpO2 : 98%
Status generalis
1. Kulit
Inspeksi : purpura (-), petekie (-), anemis (-), ikterik (-), lesi (-).
Palpasi : nodul (-), sklerosis (-), atrofi (-).
2. Kepala dan Leher
Normosefali, CA (-/-), SI (-/-), > KGB (-/-)
3. Thorax
Simetris, ikut gerak napas, suara napas vesikuler (+/+), ronchi (-/-),
wheezing (-/-)
4. Abdomen
Datar, supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
5. Ekstremitas
Gerak sendi normal, deformitas (-), kemerahan (-), varises (-) , akral
hangat (+), edema (-), CRT <2 dtk.
Kesan secara keseluruhan: dalam batas normal
11
Gejala-gejala tersebut diakui pasien disertai dengan kehilangan minat untuk
berbelanja, sedih terus menerus, menarik diri dari lingkungan, nafsu makan
berkurang, susah tidur. Pasien sering menangis di kamar dan lebih suka
menyendiri. Pasien mengaku suka merasakan bahwa pasien sedang sakit lambung,
sehingga hal tersebut membuat pasien berobat dibeberapa dokter, sehingga pasien
merasa lelah sehingga pasien datang untuk berobat di RSJD Abepura. Pasien
mengaku jika anak perempuannya suka pulang malam, maka keluhan susah tidur
yang dikeluhkan pasien semakin bertambah. Pasien mengakui bahwa tidak ada
cara yang dapat menurunkan gejala susah tidur yang dirasakan pasien.
Kesadaran neurologis pasien compos mentis, kesadaran psikiatrik
composmentis. Penampilan pasien rapi, tidak ada gangguan berbicara. Suasana
perasaan pasien disfoik. Tidak terdapat gangguan persepsi berupa halusinasi
auditorik dan visual. Sensorium dan kognisi pasien baik. Pasien sering bersedih
tanpa sebab. Pengendalian impuls, daya nilai sosial dan uji daya nilai baik. Daya
nilai realitas baik. Tilikan pasien derajat 6, pasien menyadari sepenuhnya tentang
situasi dirinya disertai motivasi untuk mencapai perbaikan. Penyakit sistemik
lainnya yang berhubungan dengan gangguan jiwanya tidak ditemukan. Pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.
12
1.7. PENATALAKSANAAN
1.7.1. Farmakoterapi
Pada saat ini pasien dilakukan rawat Jalan.
Terapi Oral :
Merlopam 2 mg 1/2-1/2-0
Maproptilin 50 mg 0-0-1
13
BAB III
PEMBAHASAN
A. Epidemiologi
Depresi merupakan diagnosis pasien rawat jalan ketujuh tertinggi di dunia
dan nomor empat penyebab disabilitas. Prevalensi depresi di seluruh dunia
berkisar antara 2,2% sampai 10,4%. Menurut Riskesdas tahun 2013,prevalensi
orang di atas 15 tahun dengan gangguan jiwa ringan atau gangguan mental
emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi yaitu sebesar 6% atau sekitar
14
16 juta orang dari seluruh penduduk di Indonesia. Berdasarkan jenis kelamin,
wanita lebih banyak menderita depresi mayor dibandingkan laki-laki dengan
perbandingan 2:1. Rata-rata depresi terjadi pada dekade kedua kehidupan, namun
tidak menutup kemungkinan untuk terjadi pada kelompok umur lain .
Depresi dapat diklasifikasikan menjadi depresi ringan, sedang, dan berat.
Gangguan depresi berat lazim ditemukan dengan prevalensi seumur hidup sebesar
15%. Gangguan depresi berat lebih banyak pada perempuan dengan presentase
mencapai 25%. Insiden gangguan depresi berat yaitu 10% pada pasien yang
berobat di fasilitas kesehatan primer dan 15% di fasilitas rawat inap.
B. Etiologi
Gangguan depresi disebabkan oleh banyak faktor, seperti halnya gangguan
jiwa lain. Beberapa etiologi yang memungkinkan terjadinya depresi adalah
sebagai berikut:
1. Faktor Organobiologi
Dilaporkan terdapat kelainan atau disregulasi metabolit amin biogenik seperti
5-hydroxyindoleatic (5-HLAA), asam homovanilic (HVA), dan 3-methoxy-4-
hydroxyphenyl-glycol (MHPG) di dalam darah, urin, dan cairan serebropinal pada
pasien gangguan afektif (Ismail &Siste, 2014).
a. Amin Biogenik
Norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmiter yang paling
berperan dalam pasien gangguan afektif.
b. Norepinefrin
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respon klinis antidepresi
mungkin merupakan peran langsung sistem adrenergik pada gangguan depresi.
Sebagai contoh aktifnya reseptor tersebut mengakibatkan penurunan jumlah
pelepasan norepinefrin dan reseptor ini pula terletak pada neuron serotonergik
yang mengatur pelepasan jumlah serotonin.
c. Dopamin
Terdapat dua teori terbaru yaitu jalur dopamin mesolimbik yang mengalami
disfungsi atau reseptor dopamin D1 yang hipoaktif menimbulkan gejala depresi.
15
d. Serotonin
Aktivitas serotonin bertanggung jawab untuk kontrol afek, agresi, tidur,
dan nafsu makan.
2. Faktor Genetik
Faktor ini merupakan faktor yang berperan dalam perkembangan, namun jalur
penurunan sangat kompleks. Penelitian dalam keluarga didapatkan hasil bahwa
generasi pertama memiliki kemungkinan 2 sampai 10 kali lebih sering mengalami
depresi berat. Pada penelitian lain didapatkan 2 dari 3 studi gangguan depresi
berat diturunkan secara biologis meskipun anak tersebut diadopsi keluarga lain.
Penelitian pada anak kembar monozigot didapatkan 53-69% sedangkan anak
kembar dizigot didapatkan 13-28% mengalami depresi berat.
3. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang tertekan akan menyebabkan
terjadinya stres. Teori mengemukakan bahwa bila seseorang mengalami stres
sebelum timbul episode pertama maka terjadi perubahan neurotransmiter, sistem
sinyal intraneuron seperti penurunan kontak sinaps dan hilangnya beberapa
neuron sehingga mengakibatkan gangguan episode berulang. Faktor lain yang
berkaitan dengan stresor lingkungan adalah kehilangan orangtua sebelum
usia 11 tahun, pasangan, dan pekerjaan dapat mengakibatkan seseorang
memiliki risiko depresi 2 sampai 3 kali lebih besar.
4. Faktor Kepribadian
Semua tipe kepribadian dapat mengalami depresi sesuai dengan situasinya.
Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, histrionik, dan ambang berisiko tinggi
dibandingkan kepribadian paranoid, dan antisosial. Riset menunjukkan pasien
yang mengalami stresor dengan kepribadian tidak percaya diri lebih sering
mengalami depresi .
5. Faktor Psikodinamik
Terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan antara lain:
16
a. Sigmund Freud dan Karl Abraham
Terdapat 4 hal utama yaitu: (1) gangguan hubungan ibu-anak fase oral (10-18
bulan) menjadi faktor predisposisi episode depresi berulang; (2) depresi dapat
dihubungkan dengan cinta yang nyata maupun fantasi kehilangan objek; (3)
intropeksi merupakan mekanisme pertahanan atas kehilangan objek yang dicintai;
(4) Kehilangan cinta dapat diekspresikan campuran antara benci dan cinta, serta
perasaan marah pada diri sendiri.
b. Heinz Kohut
Depresi dikonseptualisasikan bermula dari teori self-phychology bahwa
perkembangan jiwa anak harus dipenuhi kedua orang tua dengan memberikan rasa
percaya diri, rasa positif, dan self-cohesion.
c. John Bowlby
Rusaknya keeratan hubungan awal dan trauma akibat perpisahan pada anak
merupakan faktor predisposisi depresi sedangkan kehilangan pada dewasa
memudahkan seseorang terkena depresi pada masa dewasa.
6. Lain
Terdapat beberapa jenis obat yang dapat memicu terjadi gangguan depresi
yaitu:
a. Obat kardiovaskular : β-blocker, klonidin, metildopa
b. Obat sistem saraf pusat : barbiturat, benzodiazepin, fenitoin
c. Obat hormonal : estrogen, progestin, tamoxifen
d. Lain : indometasin, narkotika
C. Gambaran Klinis
Menurut National Institute of Mental Health (2015), terdapat beberapa gejala
yang terjadi pada pasien depresi. Gejala klinis depresi terjadi selama minimal dua
minggu dengan gejala seperti berikut:
a. Rasa sedih yang persisten, gelisah, atau pikiran kosong
b. Merasa putus asa
c. Perasaan bersalah, merasa diri tidak berguna
d. Iritabilitas, cepat marah, gelisah
17
e. Hilang minat beraktifitas, termasuk aktivitas seksual
f. Lelah dan penat
g. Masalah konsentrasi, mengingat sesuatu dan membuat keputusan
h. Insomnia atau tidur berlebihan
i. Ide atau pernah mencoba bunuh diri
j. Sakit kepala, kejang, atau masalah pencernaan yang persisten dan tidak
sembuh dengan pengobatan
D. Penegakan Diagnosis
Menurut PPDGJ-III, depresi dimasukan ke dalam gangguan suasana perasaan
(mood/afektif) yang diberi kode diagnosis F32. Depresi dapat diklasifikasikan
menjadi depresi ringan, sedang, dan berat dengan atau tanpa ciri psikotik. Kriteria
diagnosis depresi mengacu pada gejala utama dan gejala tambahan, serta
berdasarkan onset penyakit.
Kriteria diagnosis depresi adalah sebagai berikut :
1. Gejala utama
a. Afek depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah bekerja meskipun bekerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.
2. Gejala tambahan
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri sendiri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
3. Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
18
4. Kategori diagnosis depresi ringan (F.32.0), sedang (F.32.1), dan berat (F.32.2)
hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode
depresif berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis
gangguan depresi berulang (F.33.-).
19
c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
d. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu.
e. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas.
4. Episode depresi berat dengan gejala psikotik (F.32.3)
a. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F.32.2
tersebut di atas
b. Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab akan hal itu.
Halusinasi auditorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh. Halusinasi olfaktorik biasanya berupa bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju
pada stupor.
c. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi afek atau tidak serasi afek (mood congruent).
20
b. Menurunnya minat atau kesenangan yang nyata pada semua, atau hampir
semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang
ditunjukkan laporan subjektif atau pengamatan orang lain).
c. Penurunan berat badan yang bermakna walaupun tidak diet atau berat
badan bertambah (contohnya perubahan lebih dari 5% berat badan dalam
sebulan), atau menurun mauun meningkatnya nafsu makan hampir setiap
hari.
d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamatiorang
lain, tidak hanya perasaan subjektif adanya kegelisahan atau menjadi lebih
lamban).
f. Lelah atau hilang energi hampir setiap hari
g. Perasaan tidak berarti atau bersalah yang tidak sesuai atau berlebihan
(yang dapat menyerupai waham) hampir setiap hari (tidak hanya
menyalahkan diri atau rasa bersalah karena sakit)
h. Menurunnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau keragu-raguan
hampir setiap hari (baik laporan subjektif atau diamati orang lain)
i. Pikiran berulang mengenai kematian (bukan hanya rasa takut mati),
gagasan bunuh diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik, atau upaya
bunuh diri atau suatu rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
21
3.2. Diagnosis Banding Kasus
1. Distimia
Gangguan distimik merupakan gangguan jiwa dengan ciri khas
perasaan yang tidak adekuat, bersalah, iritabilitas, kemarahan, penarikan
diri dari masyarakat, hilang minat, serta inaktivitas dan tidak produktif.
Menurut DSM-IV-TR, adanya gejala-gejala tersebut minimal dua tahun
(satu tahun untuk anak dan remaja) serta tidak pernah memiliki episode
depresif berat, manik, atau hipomanik. Gambaran distimik sering
bertumpang tindih dengan depresi berat. Pada gangguan distimik, gejala
subjektif lebih dominan daripada gejala objektif. Gejala seperti inersia,
letargi, dan anhedonia sering terlihat pada pagi hari, dan sebaliknya,
gejala seperti agitasi, ganggan nafsu makan dan libido, serta retardasi
psikomotor kurang nampak pada gangguan distimik.
c. Tatalaksana kasus
5. . Terapi Farmakologi
a. Golongan trisiklik
Golongan trisiklik bekerja dengan cara memblok reuptake
serotonin dan norepinefrin, sehingga kadar serotonin dan
norepinefrin di dalam otak meningkat. Contoh obat dari golongan ini
adalah amitriptilin, imipramin, klomipramin, maprotlin dan
amoksapin.
22
b. Golongan inhibitor monoaminoksidase (MAOI)
Golongan MAOI bekerja dengan cara mencegah oksidase
monoamin yang berperan dalam oksidasi norepinefrin. Contoh obat
dari golongan ini adalah moklobemid.
c. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
Golongan SSRI bekerja dengan menghambat reuptake serotonin
sehingga jumlah serotonin dalam otak meningkat. SSRI merupakan
golongan obat yang paling sering digunakan dalam terapi karena
efek samping yang lebih ringan daripada golongan MAOI atau
Trisiklik. Contoh obat dari golongan ini adalahflouxetin, setralin,
paroxetine, dan sitalopram.
23
c. Mempunyai risiko bunuh diri
d. Mempunyai riwayat penyakit lain yang perlu ditangani oleh tenaga
kesehatan
3. Terapi psikologis :
a. Terapi suportif
Pada terapi suportif, pasien diberikan kehangatan, empati,
perhatian, dan optimistik. Selain itu, pasien dibantu dalam mencari
masalah yang membuat pasien merasa depresi, kemudian dibantu
dalam menyelesaikan masalah tersebut. Identifikasi faktor pencetus
dan bantu pasien dalam mengkoreksinya. Jika terdapat masalah
eksternal seperti pekerjaan, bantu dalam menyelesaikan masalahnya.
b. Terapi kognitif perilaku
Terapi kognitif perilaku diberikan pada pasien depresi ringan
ataupun sedang. Terapi ini memberikan pasien latihan keterampilan
dan berbagi pengalaman-pengalaman sukses. Pasien juga dilatih
untuk mengenal dan menghilangkan pikiran negatif, sehingga
mencegah kambuhnya kembali depresi tersebut.
4. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik diberikan sebagai terapi pasien depresi jika :
a. Pasien masih belum sembuh setelah pengobatan selama 6 minggu
atau lebih
b. Kondisi pasien menuntut untuk remisi segera, seperti adanya
keinginan untuk bunuh diri
c. Depresi dengan gejala psikotik
d. Pasien yang tidak toleransi terhadap obat, seperti pasien dengan
usia tua yang mempunya penyakit jantung.
24
DAFTAR PUSTAKA
25