Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) termasuk penyakit tidak menular yang lebih dikenal sebagai
pembunuh manusia secara diam-dian atau “silent kiler”.DM juga dikenal sebagai “mother of
disease” karena merupakan induk atau ibu dari penyakit lainnya seperti hipertensi, penyakit
jantung, dan pembuluh darah, stroke, gagal ginjal dan kebutaan. World Health Organization
(WHO) (2015), menjelaskan bahwa jumlah penderita DM di dunia mencapai 347 juta jiwa
dan lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi pada negara miskin dan berkembang. Data
dari Internasional Diabetes Fedaration (IDF), juga mengungkapkan tahun 2013 meningkat
menjadi 382 juta penderita DM dan diperkirakan pada tahun 2035 penderita DM meningkat
menjadi 592 juta penderita DM. Indonesia menempati urutan ke tujuh penderita DM
terbanyak di dunia dengan jumlah penderita 7,6 juta orang pada rentang usia sekitar 20-79
tahun dan yang mengalami komplikasi akut sebanyak 50% (Internasional Diabetes
Federation, 2013).

Dinas Kesehatan Provinsi Bali menyatakan jumlah penderita DM di Bali mengalami


peningkatan dari tahun 2013-2015. Penderita DM pada tahun 2013 tercatat sebanyak 2.852
orang, pada tahun 2014 penderita DM tercatat 3.711 dan pada tahun 2015 bahwa penderita
DM tercatat 4.545 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015). Pada tahun 2007 Kota
Denpasar menjadi wilayah dengan prevalensi tertinggi yaitu sebesar 1,4% dan jumlahnya
tetap pada periode berikutnya. Prevalensi Diabetes Melitus di Puskesmas II Denpasar Barat
berdasarkan laporan surveilan tahun 2014 ada sebanyak 818 kasus Diabetes Melitus. Data
surveilan tahun 2015 juga didapatkan peningkatan kasus diabetes 868 kasus. Data tersebut
didukung dengan hasil pemeriksaan penderita diabetes melitus di poli umum Puskesmas II
Denpasar Barat sebesar 90%.

Kadar glukosa darah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan berbagai
komplikasi, yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut dibagi menjadi
dua yaitu hiperglikemia meliputi ketoasidosis diabetic (KAD),hyperosmolar non ketotik dan
hipoglikemia. Komplikasi akut ini besifat mendadak dan jangka waktu yang pendek apabila
tidak ditangani segera maka akan menyebabkan kecacatan sampai kematian. Adapun data
mengenai komplikasi akut diantaranya pada komunitas di Amerika Serikat, Rochster,
menunjukkan bahwa insiden Ketoasidosis Diabetik (KAD) sebesar 8/1000 pasien DM
pertahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30
tahun sebesar 13,4/1000 pasien DM per tahun. Sumber lain menyebutkan system KAD
sebesar 4,6-8/1000 pasien DM pertahun. 4,5 KAD dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih
dari 100.000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika Serikat. Walaupun data komunitas di
Indonesia belum ada, setidaknya insiden KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara barat,
mengingat prevalensi DM tipe I yang rendah.

Jumlah pasien DM yang mengalami hipoglikemia di Indonesia senada dengan prevalensi


diabetes di Indonesia yaitu 1,1% secara nasional dan 5,7% penduduk perkotaan di Indonesia
hipoglikemia lebih sering terjadi pada DM tipe satu dengan angka kejadian 10%-30% pasien
pertahun dengan angka kematian 3%-4% (Goldman & Shcaper, 2012), sedangkan pada DM
tipe II angka kejadiannya 1,2% pasien pertahun (Berber et al .,2013). Rata-rata kejadian
hipoglikemia meningkat dari 3.2 per 100 orang per tahun menjadi 7.7 per 100 orang per
tahun pada penggunaan insulin (Cull et al., 2001).

Tindakan pengendalian DM untuk mencegah komplikasi sangat diperlukan, khususnya


dengan menjaga tingkat gula darah sedekat mungkin dengan normal. Pengendalian gula
darah ini sangat sulit untuk dipertahankan. Kejadian ini disebabkan karena tidak disiplinnya
penderita dalam penatalaksanaan DM (Waspadji,2009). Grabel Al., dkk(1977) dikutip dari
Rizal (2008), mengatakan bahwa pendidikan pasien umumnya dianggap sebagai komponen
penting dari manajemen diabetes. Namun, analisis tentang peran pendidikan/pengetahuan
dalam mengendalikan diabetes masih terbatas. Pasien yang memiliki pengetahuan yang baik
mengenai DM, tapi perubahan dalam mengendalikan diabetes dan parameter klinis lain
belum tentu diikuti.

Puskesmas II Denpasar Barat sudah melakukan beberapa upaya untuk mencegah


terjadinya komplikasi DM baik dari komplikasi akut maupun kronis yaiitu dengan
menjalankan program pengendalian DM untuk pasien dating (kasusbaru) dan pasien kasus
lama, salah satunya upaya yang dianjurkan pelaksanaan control diabetes melitus, pengukuran
faktor risiko utama (obesitas, gula darah, aktivitas fisik, diet sayur, buah, hipertensi), namun
dilihat dari data kasus baru penderita DM terus meningkat dari tahun 2014-2015
Banyak faktor yang berhubungan dengan penderita DM tentunya membuat tindakan
pengelolaan penyakit hendaklah diakukan dengan cermat, untuk dapat mencegah terjadinya
komplikasi terutama pada komplikasi akut. Mengingat komplikasi akut merupakan
komplikasi yang gejalanya bersifat mendadak, jika tidak ditangani dengan segera dan tepat
maka akan menyebabkan kecacatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Selain itu, dari
beberapa hasil penelitian yang dilakukan mengenai komplikasi dari DM dan variable yang
terkait menunjukkan hasil yang berbeda-beda, peneliti tertarik meneliti mengenai Hubungan
perilaku pencegahan dengan kejadian komplikasi akut pada penderita DM.

Anda mungkin juga menyukai