Anda di halaman 1dari 37

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit

Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruhbagian

tubuh, membungkus otot dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada

manusia rata-rata 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan

lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak atau sekitar 16 % dari berat badan seseorang

(Wasitaatmadja, 2009).

Gambar 2.1. Lapisan kulit dari luar ke dalam

Kulit terdiri dari 3 lapisan sebagai berikut:

1. Epidermis

Epidermis merupakan bagian kulit paling luar. Ketebalan epidermis

berbeda-beda. Pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1

milimeter misalnya pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang paling tipis

berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut.Sel-sel

epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat eratpada dermis karena secara

6
7

fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antarsel dari plasma

yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.

Epidermis terdiri dari 5 lapisan sebagai berikut:

1. Stratum korneum atau lapisan tanduk

Stratum korneum merupakan lapisan epidermis paling luar, terdiri dari

beberapa sel gepeng yang mati, tidak berinti, tidak mengalami proses

metabolisme, tidak berwarna, sangat sedikit mengandung air, dan memiliki

protoplasma yang telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Lapisan tanduk ini

sebagian besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air

dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Lapisan ini terdiri dari milyaran

sel pipih yang mudah terlepas dan digantikan oleh sel yang baru setiap 4 minggu,

karena usia setiap sel biasanya hanya 28 hari.

2. Stratum lusidum

Stratum lusidum terletak dibawah stratum korneum, terdiri dari beberapa lapis

sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang translusen sehingga dapat dilewati

sinar. Stratum lusidumtampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
8

Gambar 2.2. Lapisan epidermis kulit

3. Stratum granulosum atau lapisan keratohialin

Stratum granulosumtersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang

mengandung butir-butir kasar di dalam protoplasmanya dan berinti mengkerut.

Stratum granulosumtampak jelas pada telapak tangan dan kaki.

4. Stratum spinosum atau stratum Malpighi

Stratum spinosumterdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan

perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Bentuk sel berkisar

antara bulat sampaipoligonal, makin ke arah permukaan kulit makin besar

ukurannya. Besarnya sel ini berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Di antara

sel-sel terdapat jembatan antar sel yang berguna untuk peredaran cairan jaringan

ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Di lapisan ini banyak terdapat

sel-sel Langerhans.Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.


9

5. Stratum basal atau stratum germinativum

Stratum basalmerupakan lapisan terbawah epidermis. Terdiri dari sel-sel

berbentuk kubus yang tersusun vertical dari 2 jenis sel, yaitu sel yang berbentuk

kolumnar dan sel pembentuk melanin. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis

bertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan

lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan basal terdapat pula sel-

sel bening atau clear cells yaitu melanoblas danmelanosit, pembuat pigmen

melanin kulit.

2. Dermis

Dermis lebih tebal daripada epidermis, terdiri atas lapisan elastik dan

fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Dermis terdiri

dari 2 bagian, pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi

ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian yang

menonjol ke arah subkutis, terdiri atas serabut-serabut penunjang, antara lain

kolagen, elastin dan retikulin. Pada dermis terdapat ujung saraf bebas, folikel

rambut, kelenjar keringat, kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-

pembuluh darah dan getah bening, dan muskulus erektor pili.

3. Subkutis

Subkutis mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, dan saraf-saraf

yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Lapisan ini berfungsi sebagai

bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam,

membentuk kontur tubuh, dan sebagai cadangan makanan.


10

2.2 Skabies

2.2.1 Definisi

Istilah skabies berasal dari bahasa Latin yang berarti menggaruk (to

scratch). Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau

Sarcoptes scabei. Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig,

budukan, dan gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh

infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan hasil

produknya (Handoko dkk, 2009).

Skabies tidak membahayakan bagi manusia. Adanya rasa gatal pada

malam hari merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan

produktivitas. Penyakit scabies banyak berjangkit di: (1) lingkungan yang padat

penduduknya, (2) lingkungan kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat kebersihan

kurankg. Skabies cenderung tinggi pada anak-anak usia sekolah, remaja bahkan

orang dewasa.

2.2.2 Epidemilogi

Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi.

Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika,

Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan

Karibia, India, dan Asia Tenggara (Binic, 2010) Diperkirakan bahwa terdapat

lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit tungau scabies (Chosidow,

2006).

Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung

tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras,
11

umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah

kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat, sehingga penyakit ini lebih

sering di daerah perkotaan (Walton, 2007). Terdapat bukti menunjukkan insiden

kejadian berpengaruh terhadap musim dimana kasus skabies lebih banyak

didiagnosis pada musim dingin dibanding musim panas. Insiden skabies semakin

meningkat sejak dua dekade ini dan telah memberikan pengaruh besar terhadap

wabah di rumah-rumah sakit, penjara, panti asuhan, dan panti jompo (Johnston,

2015)

Skabies menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar penyakit utama di

puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di

Indonesia. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.

Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan

sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya

promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik seperti

keadaan penduduk dan ekologi (Handoko, 2009)

Berdasarkan pengumpulan data KSDAI tahun 2001 dari 9 rumah sakit di 7

kota besar di Indonesia, diperoleh sebanyak 892 penderita skabies dimana insiden

tertinggi yaitu pada kelompok usia sekolah (5-14 tahun) sebesar 54,6%. Depkes

RI, berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008, angka

kejadian skabies adalah 5,6%-12,95%. Skabies di Indonesia menduduki urutan ke

tiga dari dua belas penyakit kulit tersering.

Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain:

sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya
12

promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik serta ekologik.

Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S (Penyakit Akibat Hubungan Seksual).

Cara penularan skabies antara lain (Handoko, 2009) :

a. Kontak langsung (kontak dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur

bersama dan hubungan seksual.

b. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,

bantal, dan lain – lain. Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina

yang sudah dibuahi atau kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes

scabiei varanimalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia,

terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan

misalnya kucing, anjing.

2.2.3 Etiologi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei adalah

parasit manusia obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo

Ackarima, superfamili Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil

dan bagian belakang torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang

keluar dari dasar kaki (Burns, 2004). Skabies mempunyai empat kaki dan

diameternya berukuran 0,3 mm. Sehingga tidak dapat dilihat dengan mata

telanjang. Tungau ini tidak dapat terbang atau melompat dan hanya dapat hidup

selama 30 hari di lapisan epidermis (Mitolin et al, 2008).

Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm , dan

jantan dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm. Tubuhnya
13

berwarna putih susu dan ditandai dengan garis melintang yang bergelombang dan

pada permukaan punggung terdapat bulu dan dentikel (Burns, 2004).

Tungau skabies memiliki empat pasang kaki pendek, di bagian depan

terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan

pengisap kecil di bagian ujungnya. Pada tungau betina, terdapat dua pasang kaki

yang berakhir dengan rambut (Satae) sedangkan pada tungau jantan rambut

terdapat pada pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada pasangan

kaki keempat (Burns, 2004).

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan)

yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih

dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina.

Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum,

dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4

butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan oleh setiap tungau

betina selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu tungau betina tidak

meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari telur

setelah 3-4 hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva

kemudian menggali terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka

berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan dan betina

dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa

memerlukan waktu antara 8 – 12 hari (Mitolin et al, 2008).


14

Gambar 2.3 Siklus Hidup Skabies

Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat

terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.

Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali

pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau.

Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan

immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita Norwegian scabies

(Binic, 2010).

2.2.4 Faktor Risiko

Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren berisiko

mudah tertular berbagai penyakit skabies. Penularan terjadi melalui dua faktor

yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun yang termasuk faktor internal
15

adalah Personal Hygiene, perilaku, dan yang termasuk faktor eksternal adalah

lingkungan, budaya dan sosial ekonomi.

a. Personal Hygiene

Pemeliharaan Personal Hygiene berarti tindakan memelihara kebersihan

dan kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang

dikatakan memiliki Personal Hygiene baik apabila, orang tersebut dapat menjaga

kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, tangan dan kuku, kebersihan

kaki dan kebersihan genitalia. Banyak manfaat yang dapat di petik dengan

merawat Personal Hygiene, memperbaiki Personal Hygiene, mencegah penyakit,

meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan keindahan (Tabri, 2013).

b. Kebersihan Kulit

Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan

berbagai dampak baik fisik maupun psikososial. Dampak fisik yang sering

dialami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit

(Tabri, 2013).

Kulit yang pertama kali menerima rangsangan seperti rangsangan

sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar. Kulit berfungsi untuk

melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotoran-

kotoran tertentu. Kulit juga penting bagi produksi vitamin D oleh tubuh yang

berasal dari sinar ultraviolet. Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung

organ-organ tubuh didalammnya, maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit

kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit hewani dan lain-lain.
16

Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit adalah Skabies (Siregar,

2015)

Sabun dan air adalah hal yang penting untuk mempertahankan kebersihan

kulit. Mandi yang baik adalah :

1) Satu sampai dua kali sehari, khususnya di daerah tropis.

2) Bagi yang terlibat dalam kegiatan olah raga atau pekerjaan lain yang

mengeluarkan banyak keringat dianjurkan untuk segera mandi setelah

selesai kegiatan tersebut.

3) Gunakan sabun yang lembut. Germicidal atau sabun antiseptik tidak

dianjurkan untuk mandi sehari-hari.

4) Bersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi tidak bersih,

sekresi normal dari anus dan genitalia akan menyebabkan iritasi dan

infeksi.

5) Bersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan handuk yang sama

dengan orang lain

c. Kebersihan tangan dan kuku

Indonesia adalah negara yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan

tangan untuk makan, mempersiapkan makanan, bekerja dan lain sebagainya. Bagi

penderita skabies akan sangat mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang

lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku

sebelum dan sesudah beraktivitas (Ronny, 2010).


17

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah ke kamar mandi dengan

menggunakan sabun. Menyabuni dan mencuci harus meliputi area antara

jari tangan, kuku dan punggung tangan.

2) Handuk yang digunakan untuk mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan

diganti setiap hari.

3) Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti telinga, hidung,

dan lain-lain saat menyiapkan makanan.

4) Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku terlalu pendek

sehingga mengenai pinch kulit

e. Kebersihan Kaki

Sarkoptes scabiei selalu hidup pada tempat-tempat yang lembab dan

tertutup, seperti kaki dan sela-sela jari kaki.

f. Kebersihan genitalia

Area genitalia akan sangat mudah terserang penyakit kulit skabies, karena

area genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang sinar matahari. Salah

satu contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga, misalnya bagaimana orang

tua mengajarkan anak cebok secara benar. Seperti penjelasan, bila ia hendak

cebok harus dibasuh dengan air bersih. Caranya menyiram dari depan ke belakang

bukan belakang ke depan. Apabila salah, pada alat genital anak perempuan akan

lebih mudah terkena infeksi. Penyebabnya karena kuman dari belakang (dubur)

akan masuk ke dalam alat genital. Jadi hal tersebut, harus diberikan ilmunya sejak

dini. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus diperhatikan yaitu

pemakaian celana dalam. Apabila ia mengenakan celana pun, pastikan celananya


18

dalam keadaan kering. Selain kebersihan genital, peningkatan gizi juga

merupakan hal yang penting untuk tumbuh kembang anak. Bila alat reproduksi

lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu memudahkan

pertumbuhan jamur. Oleh karena itu seringlah menganti celana dalam (Handoko,

2009)

g. Perilaku

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan

kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik

dirumah tangga, institusi-institusi maupun tempat-tempat umum. Kebiasaan

menyangkut pinjam meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit

menular seperti baju, sabun mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Riskesdas,

2013).

Salah satu penyebab dari kejadian skabies adalah pakaian yang kurang

bersih dan saling bertukar-tukar pakaian dengan teman satu kamar. Hal itulah

yang tidak diperhatikan serius oleh pimpinan pondok pesantren dan santri itu

sendiri. Para santri dapat menghindari penyakit skabies dengan menjaga

kebersihan pakaiannya. Dengan rajin mencuci dan menjemur pakaian sampai

kering dibawah terik matahari. Dan jangan menggunakan pakaian yang belum

kering atau lembab. Biasakan mencuci sedikit tapi sering (Handoko, 2009).

h. Lingkungan

Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat bekerja,

dan berbagai sarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan dengan cara

membersihkan jendela dan perabot santri, menyapu dan mengepel lantai, mencuci
19

peralatan makan, membersihkan kamar, serta membuang sampah. Kebersihan

lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman dan selokan, dan

membersihkan jalan di depan asrama dari sampah. Penularan penyakit skabies

terjadi bila kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan tidak terjaga dengan

baik. Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang kumuh,

tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab, dan sanitasi buruk.

Ditambah lagi dengan perilaku tidak sehat, seperti menggantung pakaian di

kamar, tidak membolehkan pakaian santri wanita dijemur di bawah terik matahari,

dan saling bertukar pakai benda pribadi, seperti sisir dan handuk (Handoko,

2009).

Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak

boleh dimandikan. Sehingga skabies sangat mudah berkembang pada tempat

disela-sela tubuh karena tidak dibersihkan. Padahal jika rajin mandi kemungkinan

besar skabies akan susah berkembang ditubuh manusia. Seharusnya jika sebagian

budaya tidak membolehkan mandi bagi orang yang sakit maka dapat dibersihkan

dengan cara mengelap bagian tubuh dengan handuk yang basah. Terutama pada

tempat-tempat yang mudah dihinggapi skabies.

i. Sosial Ekonomi

Personal Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,

sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk

menyediakannya.
20

2.2.5 Patogenesis

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan)

yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadangkadang masih dapat hidup

beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina

yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan

kecepatan 2-3 milimeter sehari sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari

sampai menjadi jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup

sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan

menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam

terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa

yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh

siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara

8-12 hari (Djuanda, 2010).

Cara penularan (transmisi) penyakit skabies antara lain: kontak langsung

(kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan

seksual.Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,

bantal (Djuanda, 2010).

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh sensitisasi terhadap

sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira- kira sebulan setelah

infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya

papul, vesikel, urtika, dan lainlain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi,

krusta dan infeksi sekunder. Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan

keluhan tambahan. Penderita selalu mengeluh gatal, terutama pada malam hari.
21

Kelainan kulit mula-mula berupa papula, vesikel. Akibat garukan timbul infeksi

sekunder sehingga terjadi pustula (Djuanda, 2010).

Efloresensi atau sifat-sifatnya papula dan vesikel miliar sampai lentikular

disertai ekskoriasi (scratch mark). Jika terjadi infeksi sekunder tampak pustula

lentikular. Lesi yang khas adalah terowongan (kanalikulus) miliar, tampak berasal

dari salah satu papula atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, dan berwarna putih

abu-abu (Siregar, 2015).

Siklus hidup Sarcoptes scabiei sepenuhnya terjadi pada tubuh manusia

sebagai host, namun tungau ini mampu hidup di tempat tidur, pakaian, atau

permukaan lain ada suhu kamar selama 2-3 hari dan masih memiliki kemampuan

untuk berinfestasi dan menggali terowongan (Currie & McCarthy, 2010).

Penularan skabies dapat terjadi melalui kontak dengan obyek terinfestasi seperti

handuk, selimut, atau lapisan furnitur dan dapat pula melalui hubungan langsung

kulit ke kulit. Berdasarkan alasan tersebut, skabies terkadang dianggap sebagai

penyakit menular seksual. Ketika satu orang dalam rumah tangga menderita

skabies, orang lain dalam rumah tangga tersebut memiliki kemungkinan yang

besar untuk terinfeksi. Seseorang yang terinfeksi Sarcoptesscabiei dapat

menyebarkan skabies walaupun ia tidak menunjukkan gejala. Semakin banyak

jumlah parasit dalam tubuh seseorang, semakin besar pula kemungkinan ia akan

menularkan parasit tersebut melalui kontak tidak langsung (American Academy

of Dermatology, 2015).

Sarcoptes scabiei mudah menular karena kontak kulit yang sering terjadi,

terutama bila tinggal di tempat tinggal yang sama. Tingkat prevalensi skabies
22

lebih tinggi pada anak-anak atau usia muda, dewasa muda yang aktif secara

seksual, penghuni rumah jompo, penghuni fasilitas kesehatan jangka panjang,

penghuni sekolah berasrama, penghuni tempat lain yang keadaannya ramai

dengan kebersihan rendah, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah,

dan pendapatan keluarga yang rendah. Selain itu, pasien dengan presepsi sensori

yang menurun seperti pada orang yang menderita kusta, orang dengan

imunokompromais, dan orang berusia tua memiliki risiko tersendiri untuk

penyakit kulit ini (American Academy of Dermatology, 2015).

Individu yang mengalami hiposensitisasi ketika terinfestasi parasit

seringkali tidak menimbulkan keluhan klinis, namun menjadi pembawa (karier)

bagi individu lain (Ronny, 2010). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan

keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV dan tipe I (Burns, 2004). Pada reaksi

tipe I, pertemuan antigen tungau dengan Imunoglobulin-E pada sel mast yang

berlangsung di epidermis menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi

peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan

memperlihatkan gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau dan akan

memproduksi papul-papul dan nodul inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan

histologik dan jumlah sel limfosit T yang banyak pada infiltrat kutaneus

(American Academy of Dermatology, 2015).

2.2.7 Diagnosa

2.2.7.1 Manifestasi kinis

Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes

scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran


23

klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda

utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu (Amirudin, 2003):

A. Pruritus nocturna

Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit

seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang

berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari.

Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. Hal ini disebabkan karena

meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi

gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.

B. Sekelompok orang

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah

keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah

pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh

penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang

hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan

keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain.

C. Adanya terowongan

Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada

kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh

karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum

yang relative lebih longgar dan tipis. Lesi yang timbul berupa eritema, krusta,

ekskoriasi papul dan nodul yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek

volar pada pergelangan tangan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum,
24

penis, labia dan pada areola wanita. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya

menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).

Gambar 2.4 Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas

pada antigen tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan

kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna

putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang

merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan

ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku.

Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas

menggaruk pasien yang hebat.

D. Menemukan Sarcoptes scabiei

Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan

besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini

merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini

agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya

datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik. Pada kasus skabies
25

yang klasik, jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan

kulit. Teknik pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator pemeriksaan,

sehingga kegagalan menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan

diagnosis skabies.

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit

dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk

tersebut antara lain :

1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated). Bentuk ini ditandai

dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat

sukar ditemukan.

2. Skabies incognito. Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan

kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada

dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan

gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.

3. Skabies nodular. Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan

yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia

laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas

terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau

jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai

satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.

4. Skabies pada bayi dan anak. Lesi skabies pada anak dapat mengenai

seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan
26

sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan

jarang ditemukan. Pada bayi, lesi juga dapat ditemukan di daerah wajah.

5. Skabies pada orang tua. Pada kelompok usia lanjut, diagnosis skabies

mungkin terlewatkan karena sedikitnya perubahan yang terjadi pada kulit mereka.

Gatal yang dirasakan mungkin akan diarahkan penyebabnya ke ”senile pruritus”,

xerosis, obat, dan penyebab psikis lainnya.

6. Skabies Norwegia. Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai

oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang

tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong,

siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda

dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol

tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat

banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga

sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembang biak

dengan mudah

7. Skabies pada penderita HIV/AIDS. Bentuk yang sering dijumpai

adalah skabies berkusta dan skabies papular atipikal. Karena manifestasi klinisnya

yang atipikal tersebut maka sering sekali mengalami keterlambatan dalam

diagnosis dan meningkatkan resiko penyebaran ke sekitarnya.

8. Skabies di daerah kulit kepala. Hal ini sangat jarang terjadi pada

orang dewasa, namun jika seandainya terjadi maka akan menyertai atau memicu

terjadinya dermatitis seborrhoik. Skabies di kulit kepala dapat terjadi pada bayi

dan anak – anak, orang tua, penderita AIDS, dan pasien dengan dermatomiositis.
27

9. Skabies bullosa. Gambaran vesikula sering ditemui pada pasien skabies

anak-anak, namun sangat jarang ditemukan pada orang dewasa. Jika terjadi pada

orang dewasa, maka gambarannya sulit dibedakan dengan pemphigoid bullosa

(Fitzpatrick’s, 2003).

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang

Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi

penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit

ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari

empat cardinal sign. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan

tungau dan produknya yaitu (Harahap, 2000) :

A. Kerokan kulit

Papul atau terowongan yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau

KOH 10%, lalu dilakukan kerokan kulit dengan mengangkat papul atau atap

terowongan menggunakan scalpel steril nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca

objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup, lalu

diperiksa dibawah mikroskop pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau,

telur, atau fecal pellet.


28

Gambar 2.5.Sarcoptes scabieidewasa dilihat dengan mikroskop

B. Mengambil tungau dengan jarum

Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan

kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya

kemudian dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai

16 parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi

memerlukan keahlian tinggi.

C. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)

Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi

dengan tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-

30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut

akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta

didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli

yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag.

D. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)

Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara

mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
29

kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan

pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut

diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian

diperiksa dibawah mikroskop.

E. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari

telunjuk, dengan menjepit lesi menggunakan ibu jari dan telunjuk, puncak lesi

diiris dengan scalpel steril nomor 15 dilakukan sejajar dengan permukaan

kulit.Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan dan

tidak perlu anestesi.Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi minyak

mineral dan diperiksa dengan mikroskop.Dapat pula diperiksa dilakukan

pewarnaan HE pada sediaan.

a b

Gambar 2.6 Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan HE

F. Uji tetrasiklin

Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.

Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,


30

tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada

kanalikuli.

Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit

merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar

pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:

1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan

tidak dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.

2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak

mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat

menemukan tungau dalam keadaan hidup dan utuh.

3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.

4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus

dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun

karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus

dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal

yang menetap.

2.2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis bandingnya adalah:

1. Urtikaria Akut: erupsi pada papul-papul yang gatal, selalu sistemik.


31

2. Prurigo : biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian

ekstensor ekstremitas.

Gambar 2.7 Prurigo nodularis

3. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan,

efloresensinya urtikaria papuler.

Gambar 2.8 Insect’s bite

2.2.10 Penatalaksanaan

A. Penatalaksanaan umum meliputi edukasi kepada pasien sebagai

berikut(Karthikeya, 2005) :

1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.

2. Pengobatan skabisid topikal yang diberikan dioleskan di seluruh kulit, kecuali

wajah, sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur.


32

3. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.

4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan

bila perlu direndam dengan air panas. Tungau akan mati pada suhu 130o.

5. Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga serumah.

6. Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan skabisid. Tidak boleh

mengulangi penggunaan skabisid yang berlebihan setelah seminggu walaupun

gatal masih dirasakansampai 4 minggu kemudian.

7. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang

sama dan ikut menjaga kebersihan.

B. Penatalaksanaan Khusus

Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan

produknya, mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua

umur, dan terjangkau biayanya. Pengobatan skabies dapat berupa topikal maupun

oral. Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan

tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,lebih difokuskan di daerah sela-sela jari,

inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada

pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus

dioleskan skabisid topikal. Steroid topikal,anti histamin, maupun steroid sistemik

jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien

yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap (Handoko,

2009).
33

 Krim Permetrin (Elimete, Acticin)

Suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang efektif pada manusia dengan

toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian yang berlebihan sekalipun. Permetrin

bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel melalui ikatan dengan

natrium sehingga menghambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi

paralisis parasite (Foxs, 2006). Obat ini ditoleransi dengan baik, diserap minimal

oleh kulit, tidak diabsorbsi sistemik, dimetabolisasi dengan cepat, serta

dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum. Oleh karena itu, obat ini

merupakan terapi pilihan lini pertama rekomendasi CDC untuk terapi tungau

tubuh. Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan krim dengan kadar 1% untuk

terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau tubuh. Studi

menunjukkan penggunaan permetrin 1% untuk tungau daerah kepala lebih baik

dari lindane karena aman dan tidak diabsorbsi secara sistemik (Hicks, 2009)

Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher

ke bawah dan dibilas setelah 8-14 jam. Bila diperlukan, pengobatan dapat diulang

setelah 5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya resistensi yang

signifikan tetapi beberapa studi menunjukkan adanya resistensi permetrin 1%

pada tungau kepala namun dapat ditangani dengan pemberian permetrin 5%.

Permetrin sebaiknya tidak digunakan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan atau

pada wanita hamil dan menyusui namun studi lain mengatakan bahwa obat ini

merupakan drug of choice untuk wanita hamil dengan penggunaan yang tidak

lebih dari 2 jam. Dikatakan bahwa permetrin memiliki angka kesembuhan hingga

97,8% jika dibandingkan dengan penggunaan ivermectin yang memiliki angka


34

kesembuhan 70%. Tetapi penggunaan 2 dosis ivermectin selama 2 minggu

memiliki keefektifan sama dengan permetrin. Efek samping yang sering

ditemukan adalah rasa terbakar, perih dan gatal, sedangkanyang jarang adalah

dermatitis kontak derajat ringan sampai sedang (Leone, 2007).

 Gamma benzene heksaklorida (Lindane)

Lindane merupakan pilihan terapi lini kedua rekomendasi CDC. Dalam

beberapa studi memperlihatkan keefektifan yang sama dengan permetrin. Studi

lain menunjukkan lindane kurang unggul dibanding permetrin. Lindane diserap

masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lender, kemudian

keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya

lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau.

Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses. Lindane

memiliki angka penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara sistemik pada

penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak (Leone, 2007).

Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak

berwarna. Sediaan obat ini biasanya sebanyak 60 mg. Pemakaian secara tunggal

dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam

dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat

diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang

menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian

menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk

tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi

lain selain 1% (Leone, 2007).


35

Salah satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik terutama

pada bayi, anak, dan orang dewasa dengan kerusakan kulit yang luas. Efek

samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan

kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis

toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah,

gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang,

kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane

dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik,

trombositopenia, dan pansitopenia. Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk

bayi, anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau menyusui,

penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit neurologi lainnya. Sejak 1

januari 2002, Negara bagian California telah meninggalkan pemakaian lindane.

Belum ada laporan mengenai toleransi yang signifikan terhadap pemakaian

lindane (Hicks, 2009)

 Presipitat Sulfur

Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M.

Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep

konsentrasi 6% dalam petrolatum lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat

sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi atau malam hari ke seluruh

kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut, kemudian dibersihkan.

Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin

merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.


36

Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen

sulfida dan asam pentationida(CH2S5O6) yang bersifat germisida dan fungisida.

Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil

dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian

pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, meninggalkan noda yang berminyak,

mewarnai pakaian, dan kadang-kadang menimbulkan iritasi (Hicks, 2009).

 Benzil benzoate

Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang

merupakan bahan sintesis balsam Peru. Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada

tungau skabies, efektif untuk semua stadium. Digunakan sebagai 25% emulsi

dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis

dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan

dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari

benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum,

sehingga penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan.

Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi.

Kontraindikasi obat ini yaitu wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak

kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan

resistant crusted skabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya

yang terbatas, benzil benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai

alternatif yang lebih murah (Leone, 2007).


37

 Krim Crotamiton (Eurax)

Crotamiton atau crotonyl-n-ethyl-o-toluidinedigunakan sebagai krim 10%

atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik

telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut

setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam

kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa

iritasi bila digunakan jangka panjang. Beberapa ahli beranggapan bahwa

crotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies.

Kualitas krim ini di bawah permetrin dan setara dengan benzyl benzoate dan

sulfur. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik

dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi, dan anak kecil (Leone, 2007).

 Ivermectin

Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces

avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun tidak

mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo

parasit.Digunakan untuk pengobatan penyakit filariasis terutama oncocerciasis.

Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk

skabies.

Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun.Juga dilaporkan secara khusus

tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies. Ivermectin

merupakan pilihan terapi lini ketiga rekomendari CDC. Efek samping yang sering

adalah kontak dermatitis dan nekrolisis epidermal toksik .Penggunaan ivermectin

tidak boleh pada wanita hamil dan menyusui (Leone, 2007).


38

 Monosulfiram

Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan

2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari (Harahap, 2000).

 Malathion

Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfa dengan dasar air

digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian. Namun

saat ini tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping

yang buruk (Harahap, 2000).

Tabel 1. Pengobatan Topikal Skabies

Jenis Obat Dosis Keterangan


Permetrin 5% Dioleskan selama 8-14 jam, Terapi lini pertama di US

krim diulangi selama 7 hari. dan kehamilan kategori B.

Lindane 1% Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada

lotion setelah itu dibersihkan, olesan anak umur 2 tahun

kedua diberikan 1 minggu kebawah, wanita selama

kemudian. masa kehamilan, dan

laktasi.

Crotamiton Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus

10% krim berturut-turut, diulangi dalam tetapi efektifitas tidak

5 hari. sebaik topikal lainnya.

Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak <2 bulan

precipitatum dibersihkan. dan wanita hamil dan

5-10% laktasi, tetapi tampak kotor


39

dalam pemakaiannya dan

data efisiensi obat in masih

kurang.

Benzyl Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat

benzoat 10% dibersihkan. menyebabkan dermatitis

lotion pada wajah.

Ivermectin Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang

200 ug/kgBB diulangi selama 10-14 hari. tinggi dan aman. Dapat

digunakan bersama bahan

topikal lainnya. Digunakan

pada kasus-kasus skabies

berkrusta dan skabies

resisten.

C. Penatalaksanaan Skabies Bentuk Tertentu

 Skabies Norwegian (skabies berkrusta) dan skabies pada HIV/AIDS

Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies

berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa

pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali

sekitar mata, hidung, mulut, khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti

dengan penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali

dengan krim permetrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur.
40

Pengobatan keratolitik seperti asam salisilat 6% sebelum pemberian skabisid

mungkin sangat membantu (Murtiastutik, 2015).

 Skabies nodular

Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi

hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam

beberapa minggu setelah pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan

kortikosteroid intralesi atau menggunakan primecrolimus topikal dua kali sehari

(Murtiastutik, 2015).

D. Penatalaksanaan Simptomatik

Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal

yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan

anti skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit

yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif

mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon

0,1%. Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih

terdapat gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa

penyembuhan. Pasien dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal,

dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh

Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritus topikal sering membantu pada

kulit yang gatal (Murtiastutik, 2015).

2.2.11 Pencegahan

Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang

yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal
41

skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran

skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang

masih dalam periode inkubasi asimptomatik. Selain itu untuk mencegah terjadinya

reinfeksi melalui sprei, bantal, handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari

terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau

skabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet, dan kain pelapis lainnya

(Murtiastutik, 2015).

2.2.12 Komplikasi

Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri

atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi

merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder

dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat

muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai

respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah

yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan axilla. Infeksi

sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan

biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotik oral,

tergantung tingkat piodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga

terjadi terutama pada skabies Norwegian, glomerulonefritis post streptococcus

bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh

Streptococcus pyogens (Handoko, 2009).

Semua pasien harus diberikan informasi bahwa bercak-bercak dan gatal

karena skabies tersebut mungkin akan menetap lebih dari 2 minggu setelah terapi
42

selesai. Ketika gejala dan tanda masih menetap lebih dari 12 minggu, terdapat

beberapa kemungkinan yang dapat dijelaskan diantaranya resistensi terapi,

kegagalan terapi, reinfeksi dari anggota keluarga lain atau teman sekamar, alergi

obat, atau perburukan gejala karena reaktivitas silang dengan antigen dari

penderita skabies lainnya (Leone, 2007). Respon yang buruk dan dugaan resistensi

terhadap lindane pernah dilaporkan di tempat lain. Kegagagalan terapi yang tidak

berhubungan dengan resistensi terapi bisa disebabkan karena kegagalan

penggunaan terapi skabisid topikal. Pasien dengan skabies berkrusta mungkin

memiliki penetrasi obat skabisid yang buruk ke dalam lapisannya yang bersisik

tersebut dan mungkin karena tungau bersembunyi di lapisan yang sulit di

penetrasi. Untuk menghindari infeksi berulang, direkomendasikan agar seluruh

kontak dekat dengan pasien harus dieradikasi (Leone, 2007).

2.2.12 Prognosis

Infestasi skabies dapat disembuhkan. Dengan memperhatikan pemilihan

dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor

prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan

memberikan prognosis yang baik. Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap

untuk beberapa tahun. Oleh karena manusia merupakan penjamu (hospes)

definitif, maka apabila tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan

tetap hidup tumbuh pada manusia. Pada individu yang immunokompeten, jumlah

tungau akan berkurang seiring waktu (Handoko, 2009).

Anda mungkin juga menyukai

  • OPTIMALKAN ASN
    OPTIMALKAN ASN
    Dokumen98 halaman
    OPTIMALKAN ASN
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Fishbone
    Fishbone
    Dokumen1 halaman
    Fishbone
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • JUDUL
    JUDUL
    Dokumen4 halaman
    JUDUL
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Judul Thesis
    Judul Thesis
    Dokumen83 halaman
    Judul Thesis
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Agenda Iii Latsar Cpns Tahun 2023 Tugas Individu 2
    Agenda Iii Latsar Cpns Tahun 2023 Tugas Individu 2
    Dokumen21 halaman
    Agenda Iii Latsar Cpns Tahun 2023 Tugas Individu 2
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Uraian Tugas Dinas Siang
    Uraian Tugas Dinas Siang
    Dokumen1 halaman
    Uraian Tugas Dinas Siang
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Spo Rawat Gabung
    Spo Rawat Gabung
    Dokumen4 halaman
    Spo Rawat Gabung
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • MANAJEMEN ASN
    MANAJEMEN ASN
    Dokumen4 halaman
    MANAJEMEN ASN
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Uraian Tugas Dinas Pagi
    Uraian Tugas Dinas Pagi
    Dokumen4 halaman
    Uraian Tugas Dinas Pagi
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Materi Tugas Individu Agenda III
    Materi Tugas Individu Agenda III
    Dokumen4 halaman
    Materi Tugas Individu Agenda III
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Bab 6
    Bab 6
    Dokumen6 halaman
    Bab 6
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • 115 235 1 SM PDF
    115 235 1 SM PDF
    Dokumen7 halaman
    115 235 1 SM PDF
    Afif Kunaifi
    Belum ada peringkat
  • Proses Pengambilan Keputusan
    Proses Pengambilan Keputusan
    Dokumen5 halaman
    Proses Pengambilan Keputusan
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Proses Pengambilan Keputusan
    Proses Pengambilan Keputusan
    Dokumen5 halaman
    Proses Pengambilan Keputusan
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Aspergillosis
    Aspergillosis
    Dokumen17 halaman
    Aspergillosis
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Slide CVI
    Slide CVI
    Dokumen32 halaman
    Slide CVI
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Lampiran KUESIONER
    Lampiran KUESIONER
    Dokumen4 halaman
    Lampiran KUESIONER
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Lampiran Master Data Penelitian
    Lampiran Master Data Penelitian
    Dokumen1 halaman
    Lampiran Master Data Penelitian
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Slide
    Slide
    Dokumen66 halaman
    Slide
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen8 halaman
    Bab 5
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Bab 8
    Bab 8
    Dokumen2 halaman
    Bab 8
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Trauma Mata
    Trauma Mata
    Dokumen17 halaman
    Trauma Mata
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen8 halaman
    Bab 5
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen2 halaman
    Abs Trak
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • 11 - Dapus
    11 - Dapus
    Dokumen4 halaman
    11 - Dapus
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • 10-Bab 5
    10-Bab 5
    Dokumen3 halaman
    10-Bab 5
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen6 halaman
    Bab 1
    Nisaul Mardhiah
    Belum ada peringkat