Oleh :
NUR AZIZA
P27820417001
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, kasus stroke diseluruh
dunia diperkirakan mencapai 50 juta jiwa, dan 9 juta diantaranya menderita kecacatan berat
yang lebih memprihatinkan lagi 10% diantaranya yang terserang stroke mengalami kematian
(Fitriani, 2017). Di Amerika Serikat hampir 700.000 orang mengalami stroke, dan hampir
150.000 berakhir dengan kematian, di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik terjadi
kasus stroke, dan setiap detik terjadi kematian akibat stroke (Medikastore, 2013).
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 di Indonesia
stroke menjadi urutan yang paling utama, dengan menunjukkan bahwa prevalansi stroke di
Indonesia sebesar 6% atau per 8,3% per 1000 penduduk dan yang telah di diagnosis oleh
tenaga kesehatan adalah per 1000. Sedangkan di Jawa Timur prevalansi stroke masih cukup
tinggi yaitu sebesar 0,8% (badan penelitian dan pengembangan kesehatan, 2013). Organisasi
stroke dunia mencatat hamper 85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari
stroke bila menyadari dan dapat mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan
di dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat sering dengan kematian
akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 (Nabyl R.A 2012, H
19).
Stroke atau Cerebro Vaskuler Accident (CVA) dapat menyerang siapa saja terutama
penderita penyakit– penyakit kronis, seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, jantung,
kadar kolestrol tinggi, penyempitan pembuluh darah, penebalan pembuluh darah, obesitas
dan lain-lain. Tetapi pada umumnya stroke rentan terjadi pada penderita tekanan darah tinggi,
untuk itu penderita penyakit kronis haruslah mewaspadai dan mengantisipasi terjadinya
serangan stroke. Penyakit stroke berkitan dengan tekanan darah tinggi yang mempengaruhi
munculnya kerusakan dinding pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah tidak
merata. Akibatnya, zat-zat yang terlarut seperti, kolestrol, kalium dan lain sebagainya akan
mengendap pada dinding pembuluh darah yang dikenal dengan istilah penyempitan
pembuluh darah . 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap detik terjadi kematian akibat stroke
(Medikastore, 2013).
Masalah kesehatan yang muncul akibat stroke sangat bervariasi, tergantung dengan
luas daerah otak yang mengalami infark atau kematian jaringan dan lokasi yang terkena
(Lyna, 2007). Apabila stroke menyerang otak kiri dan mengenai pusat bicara, kemungkinan
pasien akan mengalami gangguan bicara atau afasia, karena otak kiri berfungsi untuk
mengnalisis, pikiran logis, konsep, dan memahami bahasa (Sofwan, 2010). Menurut
(Mulyasih, 2008) secara umum afasia dibagi dalam tiga jenis afasia motorik, afasia sensorik,
afasia global. Pasien stroke dapat mengalami gangguan bicara, sangat perlu dilakukan latihan
bicara disartia maupun afasia. Speech Therapy sangat dibutuhkan mengingat bicara dan
komunikasi merupakan faktor yang berpengaruh dalam interaksi sosial. Kesulitan dalam
berkomunikasi akan menimbulkan isolasi diri dan perasaan frustasi (Sunardi, 2006).
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf pusat dapat
diprioritaskan sebagai diagnosa dengan alasan apabila tidak diatasi maka akan berakibat
ketidakmampuan individu untuk mengekspresikan keadaan dirinya dan dapat berakibat lanjut
pada penurunan harga diri pasien (Batticaca, 2008).
Menurut (Wardhana, 2011) penderita stroke yang mengalami kesulitan bicara akan
diberikan terapi AIUEO yang bertujuan untuk memperbaiki ucapan supaya dapat dipahami
oleh orang lain. Orang yang mengalami gangguan bicara atau afasia akan mengalami
kegagalan dalam berartikulasi. Artikulasi merupakan proses penyesuain ruangan supraglottal.
Penyesuaian ruangan didaerah laring terjadi dengan menaikkan dan menurunkan laring, yang
akan mengatur jumlah transmisi udara melalui rongga mulut dan rongga hidung melalui
katup valofaringeal dan merubah posisi mandibula (rahang bawah) dan lidah. Proses diatas
yang akan menghasilkan bunyi dasar dalam berbicara ( yanti, 2008) Berdasarkan pemaparan
latar belakang maka penulis memandang bahwa pemenuhan kebutuhan komunikasi pada
pasien stroke sangat penting. Sehingga penulis tertarik untuk memberikan “Asuhan
keperawatan pada klien stroke non hemoragik dengan masalah gangguan komunikasi verbal”.