1. Anamnesis
Epidemiologi
Penyakit impetigo lebih sering dijumpai pada anak-anak usia 2 hingga 5 tahun
dibandingkan anak-anak usia diatas 5 tahun maupun orang dewasa, terutama yang tinggal di
daerah dengan iklim tropis. Impetigo terjadi pada semua ras dan rasio insidensi antara laki-laki
dan perempuan 1:1, namun pada orang dewasa lebih sering mengenai laki-laki.
Klasifikasi
Terdapat dua jenis dari impetigo yaitu impetigo primer dan impetigo sekunder.
Impetigo primer biasa disebut dengan impetigo kontagiosa atau pioderma. Impetigo primer
merupakan suatu infeksi yang terjadi pada kulit yang sehat sedangkan impetigo sekunder
merupakan infeksi pada kulit yang sudah luka sebelumnya seperti kulit yang abrasi, terkena
gigitan serangga ataupun eczema. Impetigo sekunder lebih sering terjadi dibandingkan
impetigo primer
Faktor risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya penyakit impetigo ialah
tinggal di daerah panas dan lembab, kondisi yang ramai, higenitas yang buruk, lingkungan
dengan sanitasi yang buruk, keadaan immunodefisensi seperti penyakit HIV, diabetes mellitus,
kemoterapi maupun terapi radiasi.H al ini dikarenakan kondisi-kondisi tersebut dapat
meningkatkan kontaminasi bakteri patogen di kulit.
Etiologi
Impetigo disebabkan oleh infeksi bakteri. Impetigo non bulosa paling sering
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus (80%) dan Streptococcus beta-hemolytic group
A. (20%). Streptococcus beta-hemolytic group B, C, dan G jarang menyebabkan impetigo.
Streptococcus beta-hemolytic group B bertanggung jawab terhadap penyakit impetigo pada
bayi baru lahir. Pada impetigo bulosa biasanya disebabkan oleh strain S.aureus koagulase
positif yang dapat memproduksi toksin bernama exfoliative toxins A (etaA) dan exfoliative
toxins B (etaB). Eta A dan eta B adalah suatu protease serine yang bekerja untuk memecah
protein struktural desmosom, desmoglein 1. Selain itu pathogen ini dapat menyebabkan
penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) Sedangkan jenis ektima disebabkan
oleh Streptococcus pyogenes.
Terdapat penelitian di China yang menginvestigasi 984 pasien anak impetigo, setelah
dilakukan uji isolasi bakteri diketahui bahwa 1% jenis strain S.aureus adalah jenis Methicillin
Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA). Patogen ini biasa ditularkan melalui komunitas atau
rumah sakit. Bentuk lesi yang paling banyak ditemui adalah bentuk impetigo non bulosa.
Manifestasi klinis
2. Impetigo bulosa
a. Impetigo bulosa merupakan bentuk impetigo yang terlihat pada 90 % anak-anak
berusia dibawah 2 tahun. Jumlah lesi lebih sedikit dibandingkan impetigo non
bulosa. Lesi lebih sering mengenai bagian tubuh, ekstremitas, aksila dan bagian
perianal. Lesi ini terjadi apabila vesikel terus membesar hingga membentuk
bula lembek dengan cairan berwarna kuning jernih didalamnya kemudian
berangsur-angsur menjadi berwarna gelap dan lebih keruh. Setelah 1 sampai 3
hari bula akan pecah dan membentuk krusta tipis berwarna kecoklatan. Tidak
seperti impetigo bulosa, impetigo non bulosa jarang disertai dengan limfadenitis
regional namun gejala sistemik seperti demam, malaise, lemas dan diare sering
muncul.
3. Ektima
a. Ektima merupakan bentuk impetigo yang lebih kronis karena dapat menyerang
lapisan dermis. Pada lesi didapatkan ulserasi disertai krusta berwarna
kekuningan dengan peninggian tepi berwarna keunguan. Pada ektima gejala
sering disertai dengan limfadenitis regional.
Diagnosis
1. Anamnesis
a. Pasien impetigo biasanya memiliki riwayat trauma seperti gigitan serangga,
scabies, herpes simplex, varicella, eczema pada kulit yang terinfeksi.
b. Terdapat riwayat kontak dengan karier patogen S.aureus maupun streptococcus
atau penderita penyakit kulit seperti dermatitis atopik
2. Pemeriksaan fisik
a. Impetigo non bulosa
o Terdapat papul, vesikel, dan pustule yang pecah kemudian membentuk
krusta keemasan. Biasanya terlokalisir pada wajah atau ekstremitas. Lesi
juga dapat menimbulkan pruritus jika terdapat ekskoriasi.
b. Impetigo bulosa
o Terdapat bula lembek yang berisi cairan yang rupture dan meninggalkan
krusta tipis kecoklatan. Biasa terjadi pada regio tubuh.
c. Ektima
o Terdapat ulserasi dengan krusta diatasnya dan peninggian berwarna ungu
pada tepi lesi
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan gram atau kultur
o Pemeriksaan gram atau kultur dari pustul maupun eksudat dapat digunakan
untuk mengetahui apakah penyakit impetigo disebabkan oleh agen infeksi
seperti staphylococcus aureus atau streptococcus beta hemolyticus.
Kesesuaian kasus dengan teori
1) Anamnesis
Dari hasil anamnesis diktahui pasien berusia 2 tahun 10 bulan, dimana sesuai dengan
teori faktor risiko terbesar impetigo terjadi pada usia 2-5 tahun, selain itu pasien mengeluh
gatal pada wajah bagian sekitar mulut, pipi kanan, dahi, hidung, dan telinga. Gatal tersebut
digaruk sampai menimbulkan luka pada beberapa bagian khususnya dibagian telinga
hingga mengeluarkan cairan. Diagnosis dokter sudah sesuai dengan teori yaitu impetigo
khususnya impetigo non bullosa, karena impetigo memiliki bentuk klinis berupa lesi yang
berawal dari papul yang seiring berjalannya waktu berubah menjadi vesikel dengan dasar
eritem, kemudian berubah menjadi pustul yang membesar dan pecah, cairan yang keluar
kemudian mengering dan berubah menjadi krusta yang tebal dengan eksudat berwarna
keemasan atau seperti madu, pada pasien ini bentuk klinis baru muncul satu hari
sebelumnya, oleh karena itu bentuk lesi masi berupa makulopapuler dan tidak terlalu
banyak. Cairan dari telinga kemungkinan berasal dari infeksi berulang (sekunder) karena
adanya luka (pintu masuk bagi bakteri) pada daun telinga.
Dari riwayat keluarga tidak ada yang mengalami sakit yang serupa, hanya saja ibu
pasien mengalami ketuban pecah dini saat mau melahiran dan saat itu dokter mendiagnosis
bahwa pasien memiliki sistem imun yang lemah, sistem imun yang lemah juga menjadi
faktor risiko terjadinya impetigo.
Riwayat lingkungan juga tidak ada yang mengalami hal serupa, menurut pasien higienis
pasien baik, menurut teori etiologi terjadinya impetigo karena bakteri dan kemungkinan
higienitas pasien sangat mempengaruhi.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter di puskesmas sudah sesuai dengan teori yang
ada, yaitu saat pemeriksaan kulit menggunakan senter dan lup dan pemeriksaan telinga
menggunakan otoskopi. Pada pemeriksaan kulit dilakukan inspeksi dan palpasi untuk
memastikan UKK yang muncul. Begitu juga pada pemeriksaan telinga dilakukan inspeksi dan
palpasi untuk menyingkirkan diagnosis banding dari otitis eksterna.