Anda di halaman 1dari 172

TUGAS AKHIR (RC141501)

EVALUASI KEKUATAN TIANG PANCANG JENIS SPUN PILE


DIAMETER 400 MM DIBAWAH PENGARUH BEBAN LENTUR
MURNI DAN AKSIAL DENGAN BANTUAN PROGRAM FINITE
ELEMENT

DIMAS DWI PUTRA


NRP. 3112 106 004

Dosen Pembimbing :
BUDI SUSWANTO, ST. MT. PhD
Prof. Dr. Ir. I GUSTI PUTU RAKA
CANDRA IRAWAN, ST. MT.

JURUSAN TEKNIK SIPIL


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2015
TUGAS AKHIR (RC141501)

EVALUASI KEKUATAN TIANG PANCANG JENIS SPUN PILE


DIAMETER 400 MM DIBAWAH PENGARUH BEBAN LENTUR
MURNI DAN AKSIAL DENGAN BANTUAN PROGRAM FINITE
ELEMENT

DIMAS DWI PUTRA


NRP. 3112 106 004

Dosen Pembimbing :
BUDI SUSWANTO, ST. MT. PhD
Prof. Dr. Ir. I GUSTI PUTU RAKA
CANDRA IRAWAN, ST. MT.

JURUSAN TEKNIK SIPIL


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2015
FINAL PROJECT (RC141501)

STRENGTH EVALUATION OF SPUN PILE DIAMETER 400 MM


SUBJECTED TO PURE BENDING MOMENT AND AXIAL LOADS
USING FINITE ELEMENT PROGRAM

DIMAS DWI PUTRA


NRP. 3112 106 004

Supervisor :
BUDI SUSWANTO, ST. MT. PhD
Prof. Dr. Ir. I GUSTI PUTU RAKA
CANDRA IRAWAN, ST. MT.

DEPARTMENT CIVIL ENGINEERING


Faculty of Civil Engineering And Planning
Sepuluh Nopember Institute of Technology
Surabaya 2014
FINAL PROJECT (RC141501)

STRENGTH EVALUATION OF SPUN PILE DIAMETER 400 MM


SUBJECTED TO PURE BENDING MOMENT AND AXIAL LOADS
USING FINITE ELEMENT PROGRAM

DIMAS DWI PUTRA


NRP. 3112 106 004

Supervisor :
BUDI SUSWANTO, ST. MT. PhD
Prof. Dr. Ir. I GUSTI PUTU RAKA
CANDRA IRAWAN, ST. MT.

DEPARTMENT CIVIL ENGINEERING


Faculty of Civil Engineering And Planning
Sepuluh Nopember Institute of Technology
Surabaya 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, akhirnya penulis


bisa menyelesaikan naskah Tugas Ahir yang berjudul “Evaluasi
Kekuatan Tiang Pancang Jenis Spun Pile Diameter 400mm
Dibawah Pengaruh Beban Lentur Murni Dan Aksial Dengan
Bantuan Program Finite Element” sebagai salah satu syarat
menyelesaikan program Sarjana Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir


ini dikarenakan adanya bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak, baik dukungan moril maupun materil, karena itu penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT
2. Orang Tua dan seluruh keluarga tercinta yang telah
memberikan dukungan moral maupun materi dalam
penyusunan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Budi Suswanto, ST. MT. PhD., Bapak Prof. Dr. Ir. I
Gusti Putu Raka, DEA., dan Bapak Candra Irawan, ST. MT.
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dalam penyusunan naskah Tugas Akhir.
4. Bapak Budi Suswanto, ST. MT. PhD. selaku Ketua Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.

vii
5. Segenap staf pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
6. Seluruh staf administrasi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
7. Sahabat-sahabat serta rekan-rekan yang tidak bias disebutkan
satu persatu.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis menyadari


bahwa masih terdapat banyak kekurangan, karena itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan Tugas Akhir ini, sehingga dapat menambah
pengetahuan baru dan bermanfaat bagi yang membaca.

Surabaya, 21 Januari 2015

Penulis

viii
EVALUASI KEKUATAN TIANG PANCANG JENIS
SPUN PILE DIAMETER 400MM DIBAWAH
PENGARUH BEBAN LENTUR MURNI DAN AKSIAL
DENGAN BANTUAN PROGRAM FINITE ELEMENT

Nama : Dimas Dwi Putra


NRP : 3112106004
Dosen Pembimbing : Budi Suswanto, ST, MT, Ph.D
Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka
Candra Irawan, ST, MT

Abstrak

Produk tiang pancang spun pile yang berada di pasaran saat ini di
desain secara umum sebagai fondasi dalam dimana kekuatan
tekan aksial yang menjadi dominan pada produk ini. Dalam
praktek di lapangan, tiang pancang spun pile sebagai komponen
dalam sebuah struktur dapat menerima beban lateral berupa beban
gempa yang menimbulkan gaya dalam berupa momen lentur.
Penulangan produk tiang pancang spun pile yang berada di
pasaran rasio dan dimensinya di bawah persyaratan SNI
2847:2013. Sebagai contoh salah satu produk tiang pancang spun
pile diameter 400 mm memiliki diameter 7 mm untuk tulangan
longitudinal dengan rasio 0,005Ag dan 3,2 mm untuk diameter
tulangan spiral dengan rasio volume tulangan sebesar 0,002. SNI
2847:2013 pasal 10.9.1 mensyaratkan nilai rasio untuk tulangan
longitudinal tidak kurang dari 0,01Ag dan tulangan spiral
rasionya (ρs) tidak kurang dari [0,45.(Ag/Ach-1).(f’c/fyt)] atau
sama dengan 0,036.
Berdasarkan hasil analisa Metode perhitungan memiliki nilai
beban ultimate mendekati hasil ekesperimental dengan selisih
sebesar 0.529%. Metode dengan program Xtract® menghasilkan
nilai beban ultimate dengan selisih sebesar 1.999%. Metode
dengan program finite element menghasilkan nilai beban ultimate

iii
dengan selisih sebesar 6.148%. Dengan perbedaan nilai yang
cukup besar pada metode program finite element perlu adanya
kajian mengenai asumsi yang digunakan pada permodelan. Nilai
daktilitas lendutan berdasarkan hasil eksperimental didapat
sebesar 2,3 dan nilai daktilitas kurvatur berdasarkan perhitungan
sebesar 6. Nilai ini berada dibawah batas ketentuan untuk
daktilitas lendutan yaitu lebih dari sama dengan 3 (Raka, 2013)
dan masuk dalam kategori resiko seismik rendah (Hawkins dan
Ghosh,2000). Dari hasil analisa tersebut dapat dibuktikan bahwa
walaupun penulangan tiang pancang jenis spun pile dibawah
persyaratan SNI 2847-2013 dan SNI 1726-2012 tiang pancang
dapat memberikan respon yang daktail ketika diberi beban lentur
murni. Walaupun nilai daktilitas berada dibawah ketentuan bukan
berarti tiang tidak layak digunakan. Untuk menentukan tiang
layak atau tudak, kajian lanjut mengenai kinerja tiang sebagai
kesatuan suatu struktur perlu dilakukan.
Kata kunci : Tiang pancang, spun-pile, daktilitas, lentur,
ABAQUS.

iv
STRENGTH EVALUATION OF SPUN PILE
DIAMETER 400 MM SUBJECTED TO PURE
BENDING MOMENT AND AXIAL LOADS USING
FINITE ELEMENT PROGRAM
Name : Dimas Dwi Putra
Reg. Number : 3112106004
Supervisor : Budi Suswanto, ST, MT, Ph.D
Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka
Candra Irawan, ST, MT

Abstract

Spun piles product that are in the market today are generally
designed as a foundation in which the axial compressive force
that became dominant on this product. In practice, the spun pile as
components in a structure can receive lateral loads such as
earthquake loads that generate force in the form of bending
moment. Ratio of reinforcement spun pile products on the market
is under the requirements of SNI 2847: 2013. For example one of
the products spun pile pile has a diameter of 400 mm diameter 7
mm for the longitudinal reinforcement ratio 0,005Ag and 3.2 mm
in diameter with a spiral reinforcement reinforcement volume
ratio of 0.002. SNI 2847: 2013 clause 10.9.1 requires values for
longitudinal reinforcement ratio of not less than 0,01Ag and spiral
reinforcement ratio (ρs) is not less than [0.45. (Ag / Ach-1). (F'c /
fyt) ] or equal to 0.036.
Based on the analysis method of calculation the ultimate load
values close to the results experimental by a margin of 0529%.
Method with Xtract® program produces the ultimate load value
by a margin of 1.999%. Method with finite element program
produces the ultimate load value by a margin of 6.148%. With a
large enough value differences in the method of finite element
program is necessary to study for the assumptions used in the
modeling. Deflection ductility values based on the experimental

v
results obtained at 2.3 and curvature ductility values based on the
calculation of 6. This value is below the specified limits for
deflection ductility that is more than equal to 3 (Raka, 2013) and
low category of seismic risk (Hwakins and Ghosh, 2000). From
this analysis it can be proved that although reinforcement of pile
types of spun pile under the requirements of SNI 2847-2013 and
SNI 1726-2012 piles can provide ductile response when given a
pure bending load. Although the value of ductility under the
provisions does not mean that the pole is not fit for use. To
determine the feasible of pile, further studies on the performance
of the pile as a structure is necessary.
Keywords: Pile, spun-pile, ductility, bending, finite element.

vi
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................... i


Abstrak ...................................................................................... iii
Kata Pengantar .......................................................................... vii
Daftar Isi .................................................................................... ix
Daftar Gambar ........................................................................... xi
Daftar Tabel............................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................. 3
1.4 Batasan Masalah .............................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ........................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum .............................................................. 5
2.2 Tiang Pancang Terkena Beban Lateral ............ 5
2.3 Distribusi Regangan Spun Pile ........................ 7
2.4 Model Pembebanan Lentur Murni ................... 9
2.5 Permodelan Finite Element.............................. 9
2.6 Kurva Tegangan-Regangan Beton................... 13
2.7 Daktilitas Komponen Struktur ......................... 15
2.8 Penelitian Terdahulu ........................................ 16
BAB III METODOLOGI
3.1 Bagan Alir Penyelesaian Tugas Akhir ............. 25
3.2 Studi Literatur .................................................. 26
3.3 Input Data ........................................................ 26
3.4 Ketentuan SNI 2847:2013 ............................... 32
3.5 Kehilangan Gaya Prategang ............................ 32
3.6 Luas Daerah Tekan .......................................... 33

ix
3.7 Permodelan Lentur Murni Statis ...................... 39
3.8 Diagram Interaksi ............................................ 74
3.9 Analisa Hasil .................................................... 76
BAB IV PERMODELAN LENTUR MURNI STATIS
4.1 Perhitungan Momen Lentur ............................. 79
4.2 Geometri Penampang ....................................... 80
4.3 Tegangan Saat Peralihan .................................. 82
4.4 Analisa Perhitungan ......................................... 83
4.5 Permodelan Program Xtract®.......................... 93
4.6 Permodelan Program Finite Element ............... 94
4.7 Eksperimental ................................................ 106
4.8 Analisa Hasil .................................................. 111
BAB V DIAGRAM INTERAKSI PENAMPANG
5.1 Data Investigasi.............................................. 117
5.2 Perhitungan Diagram Interaksi ...................... 118
5.3 Permodelan Program Xtract®........................ 127
5.4 Diagram Interaksi .......................................... 128
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan .................................................... 129
7.2 Saran .............................................................. 131
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 133
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Peneltian Terdahulu ......................................... 19


Tabel 3. 1 Nilai Rasio Tulangan Spiral Terhadap
Persyaratan....................................................... 31
Tabel 3. 2 Density Material Spun Pile .............................. 54
Tabel 3. 3 Plasticity Material Beton (Kmiecik, 2011) ...... 56
Tabel 3. 4 Tegangan-regangan beton spun pile ................ 58
Tabel 3. 5 Tegangan-regangan tarik beton spun pile ........ 61
Tabel 3. 6 Tegangan inelastik PC Bar. ............................. 62
Tabel 3. 7 Tegangan inelastik spiral. ................................ 63
Tabel 3. 8 Displacement setiap Step ................................. 69
Tabel 4. 1 Jarak Serat Terluar ke Tulangan ...................... 81
Tabel 4. 2 Gaya Tiap Baris Tulangan ............................... 88
Tabel 4. 3 Gaya Tiap Baris Tulangan ............................... 91
Tabel 4. 4 Hasil Analisa Perhitungan Lentur Spun Pile ... 93
Tabel 4. 5 Hasil Analisa Lentur Spun Pile Pada Program
Xtract ............................................................... 94
Tabel 4. 6 Hasil Permodelan Program Finite Element ... 106
Tabel 4. 7 Hasil Pengujian Lentur Spun Pile Diameter 400
mm Panjang 6 m Tipe A ................................ 106
Tabel 4. 8 Hasil Pengujian Lentur Spun Pile Diameter 400
mm Panjang 11 m Tipe A .............................. 107
Tabel 4. 9 Hasil Pengujian Lentur Spun Pile Diameter 400
mm Panjang 12 m Tipe A Pada Joint ............ 108
Tabel 4. 10 Hasil Pengujian Lentur Spun Pile Diameter 400
mm Panjang 6 m Tipe B ................................ 109
Tabel 4. 11 Hasil perhitungan terhadap eksperimental..... 112
Tabel 4. 12 Hasil perhitungan terhadap eksperimental..... 112
Tabel 4. 13 Hasil perhitungan terhadap eksperimental..... 112
Tabel 4. 14 Hasil perhitungan terhadap Xtract® .............. 114

xv
Tabel 5.1 Perhitungan Gaya PC Bar (c = 367mm) ........ 122
Tabel 5.2 Koordinat Diagram Interaksi ......................... 126
Tabel 5.3 Koordinat Diagram Intraksi Hasil Program
Xtract® .......................................................... 127
Tabel 5.4 Pn dan Mn Diagram Interaksi ........................ 128

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Momen tiang pancang akibat gaya akisal dan


lateral (Budek dan Benzoni, 2009) .................. 6
Gambar 2.2 Disrtibusi regangan dan tegangan penampang
silinder berongga (Tavio dan Kusuma, 2010) . 7
Gambar 2.3 Bentuk pengujian eksperimental (Akiyama dkk.,
2012) ................................................................ 8
Gambar 2.4 Pola keretakan karena lentur (Akiyama dkk.,
2012) ................................................................ 8
Gambar 2.5 Susunan penulangan (Greenwood, 2008) ........ 10
Gambar 2.6 Assembly spun pile (Greenwood, 2008) ......... 10
Gambar 2.7 Perubahan tegangan tarik normal dan retak
dengan bertambahnya beban (Conte dkk. 2013)
......................................................................... 11
Gambar 2.8 Bagian tegangan tarik dan tekan pada penampang
tiang pancang untuk level beban yang berebeda
(Conte dkk. 2013) ............................................ 12
Gambar 2.9 Meshing kolom CFDST pada permodelan finite
element (Pagoulatou dkk., 2014) ..................... 12
Gambar 2.10 Visualisasi tegangan pada model outer dan inner
tube CDFST (Pagoulatou dkk., 2014) ............. 13
Gambar 2.11 Kurva tegangan-regangan beton. (FHWA, 2006)
......................................................................... 15
Gambar 3.1 Bagan alir penyelesaian tugas akhir ................ 25
Gambar 3.2 Dimensi tiang pancang .................................... 26
Gambar 3. 3 Model kondisi 1 (Tavio dan Kusuma, 2010) ... 34
Gambar 3. 4 Model kondisi 2 (Tavio dan Kusuma, 2010) ... 35
Gambar 3. 5 Model kondisi 3 (Tavio dan Kusuma, 2010) ... 36
Gambar 3. 6 Model kondisi 4 (Tavio dan Kusuma, 2010) ... 37
Gambar 3. 7 Model Kondisi 5 (Tavio dan Kusuma, 2010) .. 38
Gambar 3. 8 Permodelan tiang pancang spun pile dengan
pembebanan lentur murni ................................ 39
Gambar 3.9 Distribusi tegangan dan regangan pada balok: (a)
Penampang balok; (b) Tegangan balok; (c) Stress

xi
blok aktual; (d) Asumsi stress block ekivalen.
(Nawy, 2009) ................................................... 40
Gambar 3.10 Bidang momen. ................................................ 42
Gambar 3.11 Lendutan tengan bentang. ................................ 43
Gambar 3.12 Project information pada program Xtract. ....... 45
Gambar 3.13 Section information pada program Xtract........ 46
Gambar 3.14 Input data material pada permodelan ............... 46
Gambar 3.15 Section builder tools ........................................ 47
Gambar 3.16 Input koordinat geometri penampang .............. 47
Gambar 3.17 Discretize ......................................................... 47
Gambar 3.18 Penampang lingkaran diameter 400mm. .......... 48
Gambar 3.19 Delete pada discretize. ..................................... 48
Gambar 3.20 Penampang beton spun pile diameter 400mm. 49
Gambar 3.21 Rebar characteristics menu .............................. 49
Gambar 3.22 Penampang beton bertulang spun pile diameter
400mm. ............................................................ 50
Gambar 3.23 Force moment interaction menu ...................... 50
Gambar 3.24 Tampilan muka program finite element ........... 51
Gambar 3.25 Part beton. ........................................................ 52
Gambar 3.26 Part tulangan prategang. .................................. 53
Gambar 3.27 Part tulangan spiral. ......................................... 53
Gambar 3.28 Part tumpuan spun-pile. ................................... 53
Gambar 3.29 Properti material elastik spun pile dalam
Abaqus® .......................................................... 55
Gambar 3.30 Properti material plasticity spun pile dalam
Abaqus® .......................................................... 57
Gambar 3.31 Diagram tegangan-regangan beton f’c52. ........ 59
Gambar 3.32 Compresive behaviour beton f’c52 .................. 59
Gambar 3.33 Tegangan-regangan beton akibat beban tarik
(Vecchio, 1989) ............................................... 60
Gambar 3.34 Tegangan-regangan tarik beton spun pile ........ 61
Gambar 3.35 Tensile behaviour beton f’c52. ........................ 62
Gambar 3.36 Properti plastik material tulangan .................... 63
Gambar 3.37 Section Manager. ............................................. 64
Gambar 3.38 Layout penulangan........................................... 65

xii
Gambar 3.39 Pile assembly. .................................................. 65
Gambar 3.40 Step manager. .................................................. 66
Gambar 3.41 Embedded region ............................................. 66
Gambar 3.42 Host region ...................................................... 66
Gambar 3.43 Hard contact interaction a)Master surface dan
b)Slave surface. ............................................... 67
Gambar 3.44 Create set. ........................................................ 68
Gambar 3.45 Element untuk Set-1. ....................................... 68
Gambar 3.46 Boundary conditons. ........................................ 69
Gambar 3.47 Mesh permodelan tulangan. ............................. 70
Gambar 3.48 Mesh permodelan beton dan tumpuan. ............ 70
Gambar 3.49 Job manager. .................................................... 71
Gambar 3.50 Create job......................................................... 71
Gambar 3.51 Daftar job. ........................................................ 72
Gambar 3.52 Create Job untuk input file............................... 72
Gambar 3.53 Job input file pada job manager. ...................... 73
Gambar 3.54 Posisi dial gauge pada pengujian ..................... 74
Gambar 3.55 Distribusi tegangan sesuai dengan titik pada
diagram interaksi (Wight, J.K dan MacGregor
J.G., 2012) ....................................................... 74
Gambar 3.56 Grafik gaya dan displacement ........................ 77
Gambar 4.1 Penampang spun pile ....................................... 79
Gambar 4.2 Diagram tegangan pratekan saat peralihan ...... 83
Gambar 4.3 Diagram tegangan pratekan saat crack ............ 84
Gambar 4.4 Statika simple beam. ........................................ 85
Gambar 4.5 Diagram regangan dan gaya saat leleh. ........... 86
Gambar 4.6 Diagram regangan dan gaya saat ultimate. ...... 90
Gambar 4.7 Model keruntuhan penampang spun pile. ........ 93
Gambar 4.8 Monitor job status completed. ......................... 94
Gambar 4.9 Step-1, Prestressed release. .............................. 95
Gambar 4.10 Kontur tegangan step-1. ................................... 95
Gambar 4.11 Step-2, Displacement 1mm. ............................. 96
Gambar 4.12 Kontur tegangan step-2. ................................... 96
Gambar 4.13 Step-3, Displacement 2mm. ............................. 97
Gambar 4.14 Kontur tegangan step-3. ................................... 97

xiii
Gambar 4.15 Step-4, Displacement 3mm. ............................. 98
Gambar 4.16 Kontur tegangan step-4. ................................... 98
Gambar 4.17 Step-5, Displacement 4mm. ............................. 99
Gambar 4.18 Kontur tegangan step-5. ................................... 99
Gambar 4.19 Step-6, Displacement 5mm. ........................... 100
Gambar 4.20 Kontur tegangan step-6. ................................. 100
Gambar 4.21 Step-7, Displacement 6mm. ........................... 101
Gambar 4.22 Kontur tegangan step-7. ................................. 101
Gambar 4.23 Step-8, Displacement 7mm. ........................... 102
Gambar 4.24 Kontur tegangan step-8. ................................. 102
Gambar 4.25 Step-9, Displacement 8mm. ........................... 103
Gambar 4.26 Kontur tegangan step-9. ................................. 103
Gambar 4.27 Step-10, Displacement 9mm. ......................... 104
Gambar 4.28 Kontur tegangan step-10. ............................... 104
Gambar 4.29 Step-11, Displacement 9.9mm. ...................... 105
Gambar 4.30 Kontur tegangan step-11. ............................... 105
Gambar 4.31 Grafik momen vs defleksi. ............................. 111
Gambar 4.32 Grafik Momen vs Kurvatur............................ 114
Gambar 5.1 Penampang spun pile yang di evaluasi .......... 117
Gambar 5.2 Diagram tegangan saat beban eksentris ......... 119
Gambar 5.3 Diagram interaksi penampang spun pile. ....... 128

xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produk tiang pancang spun pile yang berada di pasaran saat
ini di desain secara umum sebagai fondasi dalam dimana kekuatan
tekan aksial yang menjadi dominan pada produk ini. Dalam praktek
di lapangan, tiang pancang spun pile sebagai komponen dalam
sebuah struktur dapat menerima beban lateral berupa beban gempa
yang menimbulkan gaya dalam berupa momen lentur. Selama gaya
gempa menyerang, tiang pancang spun pile akan akan menerima
gaya lateral yang besar sebagai tambahan terhadap beban gravitasi
dari struktur diatasnya. Gaya gempa yang menimbulkan beban
lateral menghasilkan momen yang besar pada badan tiang pancang.
Kondisi-kondisi seperti diterangkan di atas dapat menyebabkan
kerusakan tiang pancang spun pile akibat beban lentur.
Selain masalah tentang momen lentur, penulangan produk
tiang pancang spun pile yang berada di pasaran rasio dan
dimensinya di bawah persyaratan SNI 2847:2013. Sebagai contoh
salah satu produk tiang pancang spun pile diameter 400 mm
memiliki diameter 7 mm untuk tulangan longitudinal dengan rasio
0,005Ag dan 3,2 mm untuk diameter tulangan spiral dengan rasio
volume tulangan sebesar 0,002. SNI 03-2847-2013 pasal 10.9.1
mensyaratkan nilai rasio untuk tulangan longitudinal tidak kurang
dari 0,01Ag dan tulangan spiral rasionya (ρs) tidak kurang dari
[0,45.(Ag/Ach-1).(f’c/fyt)] atau sama dengan 0,036.
Kekuatan sebuah komponen struktur dalam perencanaannya
didesain sesuai gaya yang diterima. Tavio dan Kusuma (2010)
menyatakan dalam perencanaan tiang pancang beton bertulang,
diagram aksial-lentur (P-M) sangat diperlukan. Dari diagram
tersebut dapat diperoleh kapasitas penampang terhadap beban
aksial dan momen berdasarkan hasil analisa penampang
berdasarkan distribusi regangan akibat beban aksial dan momen.

1
2

Menurut Budek dan Benzoni (2009) idealnya fondasi dapat


didesain untuk tetap elastis di bawah pengaruh beban gempa
karena perbaikan kerusakan tiang pancang setelah gempa sulit
dilakukan namun, hal ini tidak biasa dilakukan untuk mendesain
tiang-kolom. Kemampuan material berdeformasi inelastik tanpa
mengalami kerusakan atau daktilitas dari komponen struktur
menjadi bahan pertimbangan dalam desain.
Berdasarkan permasalahan yang diterangkan sebelumnya,
perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja tiang pancang spun pile
di bawah pengaruh beban lateral. Pada penulisan tugas akhir ini
tiang pancang spun pile diameter 400mm dengan penulangan
longitudinal 10-Ø7 mm dan tulangan spiral Ø3,2mm-50 akan
dianalisa secara numerik dengan bantuan program struktur
komersial. Model tiang pancang spun pile dengan perletakan
simply supported akan diberi 2 beban titik pada tengah bagian
dengan tujuan mendapatkan gaya dalam lentur murni pada tengah
bentang. Tiang pancang spun pile yang akan diteliti kekuatannya
sesuai dengan peraturan SNI 2847:2013 dengan tujuan mengetahui
kinerja tiang pancang spun pile.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan utama :
Bagaimana kinerja tiang pancang spun pile diameter 400mm
dengan konfigurasi penulangan 10-Ø7 mm untuk longitudinal dan
Ø3,2mm-50 untuk spiral dibawah pengaruh beban lentur murni
berdasarkan SNI 2847:2013?
Detil permasalahan :
1. Bagaimana memodelkan tiang pancang spun pile diameter
400 mm dengan konfigurasi penulangan longitudinal 10-Ø7
mm dan tulangan spiral Ø3,2mm-50 menggunakan
program bantu komersial analisa struktur?
2. Bagaimana kekuatan tiang pancang spun pile diameter
400mm dengan konfigurasi penulangan longitudinal 10-Ø7
3

mm dan tulangan spiral Ø3,2mm-50 berdasarkan SNI


2847:2013?
3. Bagaimana nilai daktilitas tiang pancang spun pile diameter
400 mm dengan konfigurasi penulangan longitudinal 10-Ø7
mm dan tulangan spiral Ø3,2mm-50 terhadap beban lentur?
Demikian yang menjadi pertanyaan bagi penulis dalam
penulisan tugas akhir ini.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan utama :
Mengetahui kinerja tiang pancang spun pile diameter
400mm dengan konfigurasi penulangan 10-Ø7 mm untuk
longitudinal dan Ø3,2 mm-50 untuk spiral yang terkena beban
lentur murni berdasarkan SNI 2847:2012.
Detil tujuan :
1. Memodelkan tiang pancang spun pile diameter 400mm
dengan konfigurasi penulangan longitudinal 10-Ø7 mm dan
tulangan spiral Ø3,2 mm-50 menggunakan program bantu
komersial analisa struktur.
2. Menghitung kekuatan tiang pancang spun pile diameter
400mm dengan konfigurasi penulangan longitudinal 10-Ø7
mm dan tulangan spiral Ø3,2 mm-50 berdasarkan SNI 03-
2847-2013.
3. Mendapatkan nilai daktilitas tiang pancang spun pile
diameter 400 mm dengan konfigurasi penulangan
longitudinal 10-Ø7 mm dan tulangan spiral Ø3,2 mm-
50terhadap beban lentur.
4

1.4 Batasan Masalah


Mengingat penulisan tugas akhir ini adalah meneliti tentang
kinerja tiang spun-pile tersebut dengan permodelan menggunakan
bantuan program elemen hingga maka terdapat beberapa batasan
masalah pada penulisan tugas akhir ini yaitu :
1. Tidak memperhitungkan reaksi dari struktur diatasnya.
2. Tidak memperhitungkan daya dukung tanah.
3. Permodelan tidak memperhitungkan pengaruh pengekangan
tanah.
4. Tidak melakukan perhitungan desain tiang pancang
5. Data pengujian eksperimental tiang pancang diperoleh dari
laboratorium struktur Jurusan Teknik Sipil ITS.

1.5 Manfaat Tugas Akhir


Dari studi permodelan tiang pancang spun pile diameter 400
mm dengan konfigurasi penulangan longitudinal 10-Ø7 mm dan
tulangan spiral Ø3,2 mm-50mm dapat diketahui permodelan yang
menghasilkan nilai mendekati kondisi aslinya. Bagi para
mahasiswa dapat sebagai referensi tentang studi berkaitan dengan
studi tiang pancang yang terkena beban lentur.
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Umum
Tiang pancang adalah elemen struktur yang terbuat dari
kombinasi beberapa material yang dipasang di bawah tanah untuk
menahan beban. Tiang pancang dipasang dengan cara di pukul, di
tekan, di getar, di bor, atau kombinasi dari cara tersebut. Tiang
pancang spun pile terbuat dari beton pratekan yaitu kombinasi
beton berkekuatan tinggi dengan baja mutu tinggi. Beton
berkekuatan tinggi diberi tekanan dengan cara menarik baja dan
menahannya ke beton. Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku
yang lebih baik dari kedua bahan tersebut. Baja adalah bahan yang
liat dan kuat terhadap gaya tarik sedangkan beton bahan yang getas
tidak tahan terhadap gaya tarik. Gaya prategang yang diberikan
pada penampang beton akan merubah beton menjadi material yang
elastis karena tidak ada gaya tarik pada penampang beton yang
menyebabkan keretakan beton.
2.2 Tiang Pancang Terkena Beban Lateral
Menurut Budek dan Benzoni (2009) pada umumnya tiang
pancang beton dimaksudkan sebagai elemen struktur berperilaku
elastis ketika terkena beban gempa tanpa terkecuali single-pile
column yang didesain untuk menahan kemunculan sendi plastis
dibawah pengaruh beban gempa. Hal ini tidak umum dilakukan
dalam desain pile-column karena kemunculan sendi plastis plastis
pada tiang pancang sulit untuk dihindari. Seperti pada gambar
dibawah menunjukan bahwa sendi plastis terjadi pada dua titik
yaitu di sambungan tiang dengan pile-cap dan pada titik balik
momen maksimum.

5
6

Gambar 2. 1 Momen tiang pancang akibat gaya akisal dan lateral


(Budek dan Benzoni, 2009)

Mereka melakukan penelitian untuk mendapatkan nilai


daktilitas dari tiang pancang beton pratekan pracetak. Tiang
pancang yang dimodelkan dengan rasio penulangan transversal 1%
dimana kurang dari 1/3 yang disyaratkan pada ACI 318. Hasil studi
menandakan bahwa tingkat sederhana dari tulangan transversal
akan memberikan respons yang daktail.
Menurut Zhang dan Hutchinson (2012) gempa bumi
menuntut permintaan bahwa tiang pancang mampu berada pada
kondisi plastis selama gempa kuat berlangsung. Kuat tarik yang
rendah pada beton digabungkan dengan lenturan yang besar pada
bawah tanah menghasilkan perilaku inelastis pada tiang pancang.
Hal ini sangat penting karena tiang pancang berada dibawah tanah
sehingga sangat sulit untuk meninjau sehingga karakteristik dari
lokasi perlu diperhitungkan pada desain.
7

2.3 Distribusi Regangan Spun Pile


Distribusi regangan untuk beton pratekan berbeda dengan
beton bertulang biasa. Pada beton prategang terdapat regangan
awal akibat gaya pratekan yang diterapkan pada penampang
sebesar  0 . Pada distribusi tegangan dan regangan yang ditunjukan
pada gambar 2.3, gaya tendon prategang pada bagian tarik ( TT )
dan tekan ( TC ) dari pusat plastis akan dikurang gaya yang hilang
karena gaya prategang.

Gambar 2. 2 Disrtibusi regangan dan tegangan penampang


silinder berongga (Tavio dan Kusuma, 2010)

2.4 Model Pembebanan Lentur Murni


Akiyama dkk (2012), melakukan pengujian lentur precast
beton tiang pancang pratekan dengan tulangan unbonded yang
disusun di tengah penampang. Hasil dari tes lentur menunjukan
bahwa usulan modifikasi ini memiliki kapasitas lentur yang tinggi
dari pada tiang pancang pratekan konvensional. Sebagai tambahan,
pendekatan analisa diperkenalkan dan dapat digunakan untuk
mendapatkan hubungan antara momen lentur dan lengkungan dari
tiang pancang yang dimodifikasi. Bahkan jembatan beton pada
lapisan tanah yang dapat mengalami liquifaction seperti tanah
lunak dapat menggunakan modifikasi tiang pancang ini.
8

Gambar 2. 3 Bentuk pengujian eksperimental (Akiyama dkk.,


2012)

Cara pengujian kuat lentur pada pengujian ini adalah dites


dengan beban monotonic yang meningkat bertahap sampai terjadi
kegagalan dengan menggunakan tiga titik pembebanan pada
tengah bentang. Hal ini dilakukan agar tidak terdapat pengaruh
geser pada pengujian seperti dapat dilihat pada gambar 2.10 yaitu
keretakan akibat lentur murni. Hasil pengujian dibandingkan
dengan hasil analisa numerik sebagai validasi kebeneran
penelitian.

Gambar 2. 4 Pola keretakan karena lentur (Akiyama dkk., 2012)


9

2.5 Permodelan Finite Element


Permodelan elemen hingga adalah salah satu metode
numerik untuk menyelesaikan permasalahan rekayasa dengan cara
membagi-bagi (diskritisasi) benda yang akan dianalisis ke dalam
bentuk elemen-elemen yang berhingga yang saling berkaitan satu
sama lain. Dalam analisa elemen hingga biasanya terdiri dari tiga
langkah utama yaitu:
1. Preprocessing
Pada tahap ini pengguna akan membuat sebuah bagian
model yang akan dianalisa dimana geometri dibagi menjadi
beberapa subregional diskrit, atau “elemen”, terhubung pada
titik-titik diskrit yang disebut “nodal”. Beberapa nodal ini
akan memiliki perpindahan tetap dan yang lain akan
ditentukan oleh beban.
2. Analysis
Dataset yang disiapkan oleh preprocessor digunakan
sebagai masukan untuk kode elemen hingga sendiri, yang
membentuk dan memecahkan sistem persamaan aljabar
linear atau non linear

K i .u j  f i (2-1)

Dimana u dan f adalah perpindahan dan gaya eksternal yang


diberikan pada titik nodal. Pembentukan matriks K
tergantung pada jenis permasalahan.
3. Postprocessing
Pada tahap ini hasil akhir analisa oleh modul penganalisis
ditampilkan dengan data displacements dan tegangan pada
posisi bagian yang terdiskritisasi pada model geometri. Post-
processor menampilkan grafis dengan kontur warna yang
10

menggambarkan tingkatan tegangan yang terjadi pada


model geometri.
Dengan demikian metode elemen hingga merupakan solusi
yang digunakan untuk memperoleh penyelesaian bagi sistem
dengan geometri, beban, dan material yang kompleks.
Greenwood (2008) pada penelitiannya melakukan
permodelan tiang spun pile dengan bantuan program elemen
hingga. Permodelan dibuat untuk mengetahui mekanisme dan
mengukur terjadinya kegagalan, serta menganalisa statik tiga
dimensi.

Gambar 2. 5 Susunan penulangan (Greenwood, 2008)

Gambar 2. 6 Assembly spun pile (Greenwood, 2008)


11

Tiang itu menyatu sedemikian sehingga ukuran global yang


perkiraan setiap elemen adalah 30 mm. Dari masing-masing ujung
tiang itu dipartisi sebagai “cell” untuk memfasilitasi penggunaan
boundary conditions. Tulangan spiral pada permodelan
disederhanakan menjadi bentuk lingkaran yang merupakan
standard two-node 3D truss elements. Model pada penelitian
mereka ditunjukan pada gambar 2.5 dan 2.6.
Conte, Troncone, dan Vena (2013) melakukan penelitian
tentang analisa tiga dimensi non-linear dari tiang pancang beton
yang terkena beban horizontal. Mereka melakukan pendekatan
finite element untuk memprediksi respon dari tiang pancang beton
bertulang terhadap pembebanan horizontal. Pendekatan dilakukan
dengan metode numerik dan menggunakan program FEA (Finite
Element Anlysis). Permodelan dibebani secara horizontal pada
ujung tiang pancang sehingga timbul tegangan dan regangan
seperti visualisasi pada gambar 2.7.

Gambar 2. 7 Perubahan tegangan tarik normal dan retak dengan


bertambahnya beban (Conte dkk. 2013)
12

Gambar 2. 8 Bagian tegangan tarik dan tekan pada penampang


tiang pancang untuk level beban yang berebeda (Conte dkk.
2013)

Pagoulatou dkk. (2014) melakukan permodelan elemen


hingga dari circular concrete-filled double-skin sel tubular stub
column (CFDST). Untuk mensimulasikan dan menganalisa
CFDST mereka menggunkan bantuan program elemen hingga.
Tujuan pembuatan model ini yaitu agar dapat memprediksi secara
akurat kekuatan dari CFDST. Mereka mendefinisikan karakteristik
material secara terpisah bersamaan dengan interaksi, pembebanan
dan boundary condition dari setiap potongan sebagai satu unit, dan
juga meshing yang paling cocok.

Gambar 2. 9 Meshing kolom CFDST pada permodelan finite


element (Pagoulatou dkk., 2014)
13

Permodelan, meshing, dan pebebanan yang dilakukan dapat


dilihat pada gambar 2.9. Setelah mereka mendiefinisikan satu-
persatu dari bagian, langkah selanjutnya adalah merakit (assembly)
masing-masing bagian menjadi kesatuan agar dapat di analisa oleh
solver program. Berikut visualisasi dari penelitian yang mereka
lakukan.

Gambar 2. 10 Visualisasi tegangan pada model outer dan inner


tube CDFST (Pagoulatou dkk., 2014)

2.6 Kurva Tegangan-Regangan Beton


Untuk melakukan evaluasi tiang spun pile dibutuhkan data
tegangan-regangan beton maupun tulangan. Data tegangan-
regangan ini digunakan pada proses permodelan material dengan
program bantu. Pada tugas akhir ini data tersebut mengacu kepada
penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti.
United States Department of Transportation – Federal
Highway Administration pada tahun 2006 melakukan penelitian
berjudul Optimized Section for High-Strength Concrete Bridge
Girders-Effect of Deck Concrete Strength. Pada penelitiannya
mereka menggunakan pendekatan untuk mencari nilai tegangan-
14

regangan beton. Nilai dari persamaan yang digunkan diplot


kedalam grafik yang membentuk kurva tegangan-regangan beton.
Adapun persamaan yang digunakan dapat disimak berikut.

Untuk mencari regangan pada puncak tegangan beton,  c' ,


dihitung sebagai berikut,

f c' n
 c'   (2- 2)
Ec n  1

Dimana,

f c'
n  0,8  dalam satuan Mpa (2- 3)
17

Dimana f c' , Ec berturut-turut adalah kuat tekan beton dan


modulus elastisitas beton yang nilainya dapat mengacu pada SNI
2847-2013 pasal 8.5.1. setelah mengetahui nilai  c' selanjutnya
mencari nilai tegangan beton, f c , pada tiap regangan beton,  c ,
dengan persamaan berikut,
fc  c n
  (2- 4)
f c'  c'  
nk

 n  1   c' 
 c 

Dimana,

f c'
k  0,67  dalam satuan Mpa (2- 5)
62

Dengan pendekatan tersebut mereka mendapatkan kurva


tegangan-regangan untuk mutu beton f c' 28 sampai dengan f c' 83
yang ditunjukan pada gambar 2.11.
15

Gambar 2. 11 Kurva tegangan-regangan beton. (FHWA, 2006)

2.7 Daktilitas Komponen Struktur


Daktilitas adalah kemampuan struktur atau komponennya
untuk melakukan deformasi inelastis bolak-balik berulang di luar
batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah besar
kemampuan daya dukung bebannya. Pada tugas akhir ini daktilitas
yang akan dicapai adalah daktilitas lendutan. Siregar (2008)
daktilitas lendutan biasanya digunakan pada evaluasi struktur yang
diberikan gaya gempa.
Hawkins dan Ghosh (2000) merekomendasikan revisi
ketentuan NEHRP-1997 (National Earthquake Hazards Reduction
Program) pada peraturan seismik untuk beton pracetak yang
menahan beban gempa. Salah satu rekomendasinya adalah mereka
mengusulkan nilai daktilitas untuk sambungan berdasarkan
kategori resiko gempa. Untuk kategori seismik rendah tidak
16

disyaratkan daktilitas pada daerah resiko gempa sedang dan tinggi


berturut-turut untuk nilai daktilitasnya adalah lebih dari 4 dan lebih
dari 8. Raka (2013) pada penelitiannya yang dilakukan secara
keseluruhan tiang pada dasarnya dapat memenuhi ketentuan
duktilitas lendutan μΔ > 3
2.8 Penelitian Terdahulu
Peneltian tiang pancang yang terkena beban lentur telah
dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Pada sub-bab ini penulis
inigin menunjukan posisi penelitian penulis yang dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya. Berikut rekapitulasi peneltian yang
dapat dilihat dalam tabel 2.1
Tabel 2. 1 Peneltian Terdahulu

Keterangan Posisi Penelitian


No. Judul Penelitian Tahun Spesimen Hasil
Penelitian Tugas Akhir

Dengan kuantitas
Ductilility of
Meneliti tentang penulangan spiral
prestressed
daktilitas tiang yang tinggi, tiang Penampang yang
concrete piles Octagonal
pancang pancang dapat digunakan adalah
1 subjected to 1983 solid cross
dibawah berdeformasi penampang bulat
simulated section .
pengaruh beban inelastik dibawah berongga.
seismic
gempa. pengaruh beban
loading
siklik.
17
18

Keterangan Posisi Penelitian


No. Judul Penelitian Tahun Spesimen Hasil
Penelitian Tugas Akhir

Model tiang Grafik hubungan


pancang perpindahan pile- Mendapatkan
Performance- tunggal yang head terhadap diagram P-M
Dengan enam
based seismic diberi peak ground dan grafik
2 2008 skenario
response of pembebanan accleration dan hubungan antara
permodelan.
pile foundation gempa pada velocity tegangan dan
model tanah 2 spectrum regangan.
lapisan. intensity .
Keterangan Posisi Penelitian
No. Judul Penelitian Tahun Spesimen Hasil
Penelitian Tugas Akhir
Permodelan
Tiang pancang
numerik FEA
yang dimodelkan
tiang pancang
dengan rasio Tiang spun-pile
pada satu
Obtaining penulangan Ø-400 mm
lapisan tanah
ductile transversal 1% dibebani secara
dengan Tiang spun
performance dimana kurang lateral
3 2009 beberapa pile Ø-610
from precast, dari 1/3 yang menggunakan 3
subgrade mm.
prestressed disyaratkan pada titik pembebanan
reaction
concrete piles ACI 318 akan pada tengah
modulus .
memberikan bentang.
Permodelan
respons yang
diberi
daktail.
pembebanan
19
20

Keterangan Posisi Penelitian


No. Judul Penelitian Tahun Spesimen Hasil
Penelitian Tugas Akhir

Merumuskan
Studi analitis
persamaan Mendapatkan
pengaruh
untuk mencari diagram tegangan
pengekangan Peningkatan
kekuatan tiang dan regangan
terhadap Tiang spun- kapasitas tiang
4 2010 pancang untuk
kapasitas pile. pancang akibat
partegang mengetahui
interaksi p-m pengekangan.
dengan daktilitas tiang
tiang pancang
pengaruh pancang.
prategang
pengekangan.
Keterangan Posisi Penelitian
No. Judul Penelitian Tahun Spesimen Hasil
Penelitian Tugas Akhir

Flexural test of
precast high- Menguji kuat
Pengujian kuat
strength lentur tiang Tiang spun-pile
lentur dengan
reinforced pancang spun modifikasi
pembebanan 3
concrete pile pile yang Tiang spun- memiliki kuat
titik di tengah
5 prestressed 2012 dimodifikasi pile yang lentur yang lebih
bentang pada
with unbonded dengan dimodifikasi. tinggi dibanding
program bantu
bars arranged pembebanan 3 tiang spun-pile
FEA yaitu
at the center of titik pada konvensional.
Abaqus V.6.10.
the cross- tengah bentang.
section
21
22

Keterangan Posisi Penelitian


No. Judul Penelitian Tahun Spesimen Hasil
Penelitian Tugas Akhir

Memodelkan
Nonlinear tiang pancang Pengujian kuat
three- pada lapisan lentur dengan
dimensional tanah dengan Hubungan nilai pembebanan 3
analysis of pembebanan Tiang pancang momen lentur titik pada
6 reinforced 2013 horizontal untuk penampang dengan kedalam permodelan 3
concrete piles menganalisa silinder pejal. tiang dalam dimensi dengan
subjected to perilaku bentuk grafik program bantu
horizontal terhadap FEA yaitu
loading pembebanan Abaqus V.6.10.
horizontal.
Keterangan Posisi Penelitian
No. Judul Penelitian Tahun Spesimen Hasil
Penelitian Tugas Akhir

Hubungan
Studi numerik beberapa
Studi numerik
yang dilakukan Menara masjid parameter seperti
dan model
untuk El-Rahman El- diameter tiang,
Effect of piles terhadap
mendapatkan Raheem di lateral dynamic
on the seismic kekuatan tiang
efek tiang Mesir dengan response,
7 response of 2014 pancang itu
pancang pada pondasi tiang fundamental
mosques sendiri dengan
bangunan pancang periodic time,
minarets spesimen
menara yang penampang modulus geser
penampang bulat
terkena beban silinder. tanah dalam
berongga.
gempa. bentuk beberapa
grafik
23
24

Halaman ini sengaja dikosongkan.


BAB III
METODOLOGI
3.1 Bagan Alir Penyelasaian Tugas Akhir
Bagan alir dalam pelaksanaan untuk menyelesaikan tugas
akhir ini dapat dilihat berikut pada gambar 3.1.

Mulai

Studi Literatur

Input Data

Model Lentur Diagram Interaksi


Murni Statis (P-M)

Analisa Analisa
Perhitungan Perhitungan
Permodelan Software Permodelan
Finite Element Program Xtract®
Hasil
Pengujian Lab.

TIDAK OK
TIDAK OK
Valid Valid

OK

Analisa Hasil dan Kesimpulan

Rekomendasi

Selesai

Gambar 3. 1 Bagan alir penyelesaian tugas akhir

25
26

3.2 Studi Literatur


Mencari literatur dan peraturan yang berhubungan dengan
materi tugas akhir, serta mencari perumusan yang dapat dijadikan
acuan dalam penyelesain tugas akhir ini.
3.3 Input Data
Data yang pada tugas akhir ini berupa data teknis tiang
pancang, pengujian material tiang pancang, dan data hasil
pengujian langsung tiang pancang. Tiang pancang yang diteliti
dapat dilihat pada gambar 3.2.

10-Ø7mm
10-Ø7mm

1000
L1 Ø3,2mm-50

1000
L1 Ø3,2mm-50
L2 Ø3,2mm-100
L2 Ø3,2mm-100
35

4000

4000

Material properties:
f’c = 52 Mpa
fyp = 1275 MPa (Tendon)
fup = 1420 MPa (Tendon)
fo = 1065 MPa (75%fup)
1000

fyh = 440 Mpa (Spiral)


1000

Gambar 3. 2 Dimensi tiang pancang


27

Data hasil pengujian material terlampir pada tugas akhir ini


berupa pengujian tarik tulangan prategang diameter 7,1mm dan
spiral diameter 3,2mm.
3.3.1 Rasio penulangan
Dari data teknis tersebut rasio penulangan tiang dapat
dihitung sebagai berikut,
Luas penampang beton,
1
Ac     ( Dluar 2  Ddalam 2 ) (3- 1)
4
1
Ac     (4002  2502 )  76576,321 mm2
4
Luas tulangan prategang (longitudinal),
1
As  n     d 2 (3- 2)
4
1
As  10     7,12  395,919 mm2
4
Volume tulangan spiral tiap jarak spasi spiral. Untuk
perhitungan ini digunakan jarak spiral 50mm,

1 
Vsh      d s 2     Ds (3- 3)
4 

1 
Vsh      3,22      400  2  35  3,2 
4 
Vsh  8256,990 mm3

Volume beton terkekang yang dihitung tiap jarak spasi spiral


adalah sebagai berikut,
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bagan Alir Penyelasaian Tugas Akhir
Bagan alir dalam pelaksanaan untuk menyelesaikan tugas
akhir ini dapat dilihat berikut pada gambar 3.1.

Mulai

Studi Literatur

Input Data

Model Lentur Diagram Interaksi


Murni Statis (P-M)

Analisa Analisa
Perhitungan Perhitungan
Permodelan Software Permodelan
Finite Element Program Xtract®
Hasil
Pengujian Lab.

TIDAK OK
TIDAK OK
Valid Valid

OK

Analisa Hasil dan Kesimpulan

Rekomendasi

Selesai

Gambar 3. 1 Bagan alir penyelesaian tugas akhir

25
26

3.2 Studi Literatur


Mencari literatur dan peraturan yang berhubungan dengan
materi tugas akhir, serta mencari perumusan yang dapat dijadikan
acuan dalam penyelesain tugas akhir ini.
3.3 Input Data
Data yang pada tugas akhir ini berupa data teknis tiang
pancang, pengujian material tiang pancang, dan data hasil
pengujian langsung tiang pancang. Tiang pancang yang diteliti
dapat dilihat pada gambar 3.2.

10-Ø7mm
10-Ø7mm

1000
L1 Ø3,2mm-50

1000
L1 Ø3,2mm-50
L2 Ø3,2mm-100
L2 Ø3,2mm-100
35

4000

4000

Material properties:
f’c = 52 Mpa
fyp = 1275 MPa (Tendon)
fup = 1420 MPa (Tendon)
fo = 1065 MPa (75%fup)
1000

fyh = 440 Mpa (Spiral)


1000

Gambar 3. 2 Dimensi tiang pancang


28

1 
Vcc      Ds 2   s (3- 4)
 4 

1 
Vcc      (400  2  35  3,2) 2   50
 4 
Vcc  4193957,078 mm3

Setelah mendapatkan luasan dan volume dari beton dan


tulangan maka rasio tulangan dapat dihitung sebagai berikut,
Rasio tulangan longitudinal,
As
 (3- 5)
Ac

395,919
  0,005
76576,321

Rasio volumetrik tulangan spiral,


Vsh
s  (3- 6)
Vcc

8256,990
s   0,002
4193957,078

3.3.2 Persyaratan berdasarkan SNI


Peraturan SNI 03-2847-2013 pasal 18.11 menetapkan
batasan penulangan yang harus dipenuhi untuk komponen struktur
ini. Komponen dengan tegangan tekan rata-rata dalam beton
kurang dari 1,6 MPa, akibat gaya prategang efektif saja, tulangan
longitudinal untuk struktur tekan nilainya tidak boleh kurang dari,

0,01Ag  Ast  0,08 Ag (3- 7)


29

Dimana,

= Luas bruto permukaan beton, mm


2
Ag
= Luas tulangan longitudinal, mm
2
Ast
Dengan jumlah tulangan longitudinal pada komponen
struktur tekan adalah 4 untuk batang tulangan di dalam sengkang
pengikat segi empat atau lingkaran, 3 untuk batang tulangan di
dalam sengkang pengikat segi tiga, dan 6 untuk batang tulangan
yang dilingkupi oleh spiral yang volume rasionya tidak boleh
kurang dari nilai yang diberikan oleh,

 Ag  f'
 s  0,45  1 c (3- 8)
 Ach  f yt
Dimana,

s = Rasio volume tulangan spiral


= Luas bruto permukaan beton, mm
2
Ag
Ach = Luas penampang komponen struktur yang
diukur sampai tepi luar tulangan transversal,
mm2
f c' = Kuat tekan beton, Mpa
f yt = Kekuatan leleh tulangan transversal, (  700
MPa)
Komponen struktur dengan tegangan tekan rata-rata dalam
beton, akibat gaya prategang efektif saja, sama dengan atau lebih
besar dari 1,6 MPa, harus mempunyai semua tendon yang
dilingkupi oleh spiral atau pengikat transversal sesuai dengan (a)
sampai (d):
a. Spasi bersih antar spiral tidak boleh melebihi 75 mm, atau
tidak kurang dari 25 mm.
b. Pengikat transversal harus paling sedikit berukuran Ø10
atau tulangan kawat las dengan luas ekivalen, dan harus
30

dispasikan secara vertikal tidak melebihi 48 diameter


batang tulangan atau kawat pengikat, atau dimensi yang
terkecil komponen struktur tekan/
c. Pengikat harus diletakkan secara vertikal tidak lebih dari
setengah spasi pengikat di atas fondasi tapak (footing) atau
slab pada sebarang tingkat, dan tidak lebih dari setengah
spasi pengikat di bawah tulangan horizontal terbawah pada
komponen struktur yang ditumpu di atasnya.
d. Bila rangka balok atau brakit (brackets) ke dalam semua
sisi kolom, pengikat harus dihentikan tidak lebih dari 75
mm di bawah tulangan terbawah pada balok atau rakit
tersebut.
Pada pasal 21.6 tentang komponen struktur rangka momen
khusus yang dikenai beban lentur dan aksial menyatakan rasio
tulangan spiral nilainya tidak kurang dari,

f c'
 s  0,12 (3- 9)
f yt

dimana,

f c' = Kuat tekan beton, MPa


f yt = Kekuatan leleh tulangan transversal, (  700
MPa)

SNI 1726-2012 pasal 7.14.2.1.6 untuk kategori desain


seismik C mensyaratkan ujung atas 6 m dari tiang prategang
pracetak, rasio volumetrik minimum tulangan spiral harus tidak
kurang dari 0,007 atau jumlah yang disyaratkan oleh persamaan 3-
3. Minimum setengah rasio volumetrik tulangan spiral yang
disyaratkan oleh persamaan 3-3 harus disediakan untuk panjang
sisa tiang.
31

Pasal 7.14.2.2.5 untuk kategori desain seismik D sampai F


mensyaratkan rasio volumetrik tulangan transversal spiral dalam
daerah tiang yang daktail harus memenuhi:

 f c'  Ag  1,4 P 
 s  0,25 

 1,0 
  0,5   (3- 10)
 f yh  Ach   f c' Ag 

tetapi tidak kurang dari

 f c'   
 s  0,12  0,5  1,4' P  (3- 11)

 f yh   f c Ag 
dan  s tidak boleh melebihi 0,021.

Menurut ketentuan peraturan tersebut rasio penulangan


longitudinal tiang pancang diameter 400mm sebesar 0,005 berada
diluar ketentuan yaitu minimal 0,01. Adapun nilai-nilai pada
ketentuan yang telah dijelaskan sebelumyna dirangkum pada tabel
3.1 berikut,
Tabel 3. 1 Nilai Rasio Tulangan Spiral Terhadap Persyaratan
SNI 1726-
SNI 1726-
2012 SNI 2847-
No. Rasio 2012
KSD*-D, 2013
KSD*-C
E, F
1 ρaktual 0,002 0,002 0,002
2 ρmin 0,007 0,012 0,012
3 ρmax 0,021 0,022 -
4 ρrequired 0,012 0,021 0,04
* : Kategori Seismik Desain; f ' c = 52 Mpa; f yh = 540 Mpa
Dari tabel diatas rasio aktual dari tulangan nilainya dibawah
persyaratan yang ada. Hal ini akan menjadi pertimbangan setelah
spun pile diameter 400mm dengan penulangan longitudinal 10-Ø7
mm dan tulangan spiral Ø3,2mm-50 di cek kekuatan dan
kinerjanya pada bab selanjutnya.
32

3.4 Ketentuan SNI 2847:2013


Analisa perhitungan pada tugas akhir ini didasarkan pada
peraturan SNI 2847-2013 dengan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :
1 . Pasal 10.2.3, regangan maksimum yang dapat dimanfaatkan
pada serat tekan beton terluar harus diasumsikan sama
dengan 0,003.
2 . Pasal 10.2.7.1, tegangan beton sebesar 0,85f’c diasumsikan
terdistribusi secara merata pada daerah tekan ekivalen yang
dibatasi oleh tepi penampang dan suatu garis lurus yang
sejajar dengan sumbu netral sejarak a = β1.c dari serat
dengan regangan tekan maksimum.
3 . 10.2.7.3 Untuk f’c antara 17 dan 28 MPa, β 1 harus diambil
sebesar 0,85. Untuk f’c diatas 28 MPa, β 1 harus direduksi
sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan kekuatan sebesar 7 MPa
di atas 28 MPa, tetapi β 1 tidak boleh diambil kurang dari
0,65.

3.5 Kehilangan Gaya Prategang


Pada saat peralihan tegangan beton akan mengalami
tegangan tekan akibat gaya prategang yang bekerja pada tulangan.
Pada saat gaya prategang dialihkan ke beton, komponen struktur
akan memendek dan baja prategang turut memendeke bersamanya.
Hal ini menyebabkan kehilangan gaya prategang pada tulangan
pratekan. Besarnya kehilangan gaya prategang akibat perpendakan
elastis beton dirumuskan sebagai berikut (Lin dan Burns 1989) :

Fi
fc  (3- 12)
Acn  n  As

n  Fi
f s  (3- 13)
Acn  n  As
33

n  Fi
f s  (3- 14)
Ac  (n  1)  As

Es Es
n  (3- 15)
Ec w  0,043 f c'
1,5

Dimana,
f s : Kehilangan prategang, Mpa

Fi : Gaya prategang mula-mula, N

fc : Tegangan beton, MPa

f c' : Kuat tekan beton, Mpa

w : Berat jenis beton, kg/m3


Acn , As : Luas penampang beton netto dan tulangan, mm2

3.6 Luas Daerah Tekan


Tavio dan Kusuma (2010), menghitung luasan desak beton
tiang berongga adalah dengan perumusan tali busur. Pada
penampang berbentuk lingkaran akan memiliki daerah tekan
berupa kurva lingkaran dengan tinggi a, c sebagai jarak serat desak
terluar ke garis netral, sehingga didapatkan tinggi desak a c 1 = b .
Karena tinggi blok desak a merupakan fungsi dari jarak garis netral
c dan t adalah tebal beton, maka untuk menghitung luasan kurva
yang diarsir tersebut adalah berdasarkan beberapa kemungkinan
kondisi yaitu :
34

a. Kondisi 1: a ≤ t

Gambar 3. 3 Model kondisi 1 (Tavio dan Kusuma, 2010)

Luas zona desak pada segmen di atas:


1 2
Ac  h (  sin  cos  ) (3- 16)
4
dimana,

 0,5h  a 
  cos 1   rad (3- 17)
 0,5h 
Maka titik berat daerah tertekan terhadap titik pusat silinder

h3  sin 3  
y   (3- 18)
Ac  12 
35

b. Kondisi 2: t < a ≤ 0,5h

Gambar 3. 4 Model kondisi 2 (Tavio dan Kusuma, 2010)


Luas silinder 1:
1 2
Ac1  h (  sin  cos  ) (3- 19)
4
Dengan,

 0,5h  a 
  cos 1   rad. (3- 20)
 0,5h 
Titik berat segmen tertekan terhadap titik pusat silinder

h3  sin 3  
y c1    (3- 21)
Ac  12 
Luas silinder 2:
1
Ac 2  (h  2t ) 2 (  sin  cos  ) (3- 22)
4
Dengan,

 0,5h  a 
  cos 1   (3- 23)
 0,5h  t 
36

Titik berat segmen tertekan terhadap titik pusat silinder

(h  2t ) 3  sin 3  
y c2    (3- 24)
Ac 2  12 
Luas total segmen desak,

AT  Ac1  Ac 2 (3- 25)

Titik berat total,


Ac1 . y c1  Ac 2 . y c 2
y cTotal  (3- 26)
AT
c. Kondisi 3: 0,5h < a ≤ (h-t)

Gambar 3. 5 Model kondisi 3 (Tavio dan Kusuma, 2010)


Luas silinder sama dengan sebelumnya tetapi besarnya
sudut menjadi

 a  0,5h 
    cos 1   rad. (3- 27)
 0,5h 

 a  0,5h 
    cos 1   rad. (3- 28)
 0,5h  t 
37

d. Kondisi 4: a ≥ (h-t)

Gambar 3. 6 Model kondisi 4 (Tavio dan Kusuma, 2010)


Luas silinder 1:
1 2
Ac1  h (  sin  cos  ) (3- 29)
4
Dengan,

 0,5h  a 
  cos 1   rad. (3- 30)
 0,5h 
Titik berat segmen tertekan terhadap titik pusat silinder,

h3  sin 3  
y c1    (3- 31)
Ac  12 
Luas silinder 2,
1
Ac 2  (h  2t ) 2 (3- 32)
4
Dengan,

 0,5h  a 
  cos 1   (3- 33)
 0,5h  t 
38

Titik berat segmen tertekan terhadap titik pusat silinder,

(h  2t ) 3  sin 3  
y c2    (3- 34)
Ac 2  12 
Luas total segmen desak,

AT  Ac1  Ac 2 (3- 35)

Titik berat total,


Ac1 . y c1  Ac 2 . y c 2
y cTotal  (3- 36)
AT
e. Kondisi 5: a ≥ h

Gambar 3. 7 Model Kondisi 5 (Tavio dan Kusuma, 2010)

Luas silinder segmen diatas,


1
Ac  (h12  h22 ) (3- 37)
4
Titik berat total,
h
y cTotal  (3- 38)
2
39

3.7 Permodelan Lentur Murni Statis


Tiang pancang spun pile dimodelkan dengan pembebanan
yang ditunjukan pada gambar 3.8 berdasarkan peraturan JIS 5335-
1987 tentang pengujian lentur. Pembebanan 2 titik pada tengah
bentang akan mengghilangkan gaya geser pada tengah bentang
sehingga beban yang terjadi pada tengah bentang adalah beban
lentur murni.

0,5P 0,5P
2500 1000 2500

1200 3600 1200


6000

Gambar 3. 8 Permodelan tiang pancang spun pile dengan


pembebanan lentur murni
Tiang spun-pile akan diberikan beban seperti pada gambar
3.8 secara bertahap hingga mengalami kegagalan lalu data beban
dan lendutan ditabelkan untuk dibuat grafik.
3.7.1 Perhitungan Momen Lentur
Perhitungan momen lentur penampang di dasarkan pada
teori balok beton bertulang seperti ditunjukan gambar 3.9 dengan
menggunkan distribusi regangan beton prategang yang dijelaskan
sebelumnya. Dengan mencari kesetimbangan gaya Cc sama
dengan gaya T , kuat lentur penampang beton didapat dengan cara
mengkalikan gaya Cc atau T dengan jarak lengan momen
penampang.
40

Gambar 3. 9 Distribusi tegangan dan regangan pada balok: (a)


Penampang balok; (b) Tegangan balok; (c) Stress blok aktual; (d)
Asumsi stress block ekivalen. (Nawy, 2009)

Pada analisa perhitungan momen lentur terdapat 3 kondisi


yang ditinjau yaitu pada saat crack, leleh, dan ultimate.
a . Saat crack
Momen crack dimana seratbawah tiang spun pile mengalami
tegangan tarik sama dengan kapasitas tarik beton. Kapasitas
momen crack dan kuat tarik beton menurut SNI 2847-2013 pasal
9.5.2.3 yaitu,
fr  I g
M cr  (3-39)
y

f r  0,62 f c' (3-40)

Dimana I adalah momen inersia penampang dalam mm4, y


adalah jarak serat terluar terhadap sumbu penampang bruto dalam
41

mm, fr adalah kuat tarik beton dalam MPa, λ sama dengan 1, dan
f’c kuat tekan beton dalam MPa.
b . Saat leleh
Menurut Raka (2013), berbeda dengan beton bertulang,
didalam penampang beton pratekan sudah dijumpai adanya
tegangan inisiil. Momen saat leleh terjadi ketika tulangan pada
baris terluar mengalami leleh. Pada kondisi ini beton dianggap
dalam keadaan elastis sehingga diagram regangan dapat
diasumsikan linier. Pada tugas akhir ini kondisi leleh dicari dengan
cara coba-coba sehingga mendapatkan tegangan pada tulangan sisi
tarik terluar tepat sama dengan nilai lelehnya. Perumusan yang
digunakan untuk mencari nilai momen adalah rumus 3-58
c . Saat ultimate
Momen saat ultimate terjadi ketika beton mencapai tegangan
tekan maksimum sebesar 0,85f’c. Regangan beton saat ultimate
nilainya diambil sebesar 0,003. Nilai regangan tulangan saat
ultimate diteruskan secara linier dari nilai regangan beton sampai
baris tulangan terakhir. Tegangan tulangan saat ultimate diambil
tidak lebih dari kuat leleh tulangan tersebut. Perumusan yang
digunakan untuk mencari nilai momen adalah rumus 3-57
3.7.2 Perhitungan Kurvatur
Perhitungan kurvatur mengikuti regangan penampang pada
tiap kondisi pembebanan. Kurvatur penampang diperoleh dari
rasio regangan terhadap jarak kesumbu netral dengan perumusan
sebagai berikut,

 (3-41)
x
Dimana ε adalah regangan dan x adalah jarak kesumbu
netral.
42

3.7.3 Perhitungan Lendutan


Menurut Popov (1978), perumusan umum untuk
menentukan defleksi elastis sebuah balok adalah ,

d 2 M
 (3-42)
dx 2 EI
Dimana M adalah momen pada arah beban kerja dan I adalah
momen inersia penampangg arah beban kerja. Dengan kata lain
yaitu bidang momen dianggap sebagai beban untuk mendapatkan
momen orde kedua. Lendutan didapat dari momen orde kedua
dibagi modulus elastisitas bahan yang dikalikan dengan panjang
balok. Untuk permodelan pembebanan tugas akhir ini lendutan
dihitung sebagai berikut,
Momen tengah bentang adalah,

Gambar 3. 10 Bidang momen.

M Max  P 1,3 (3-43)

Bidang momen dianggap sebagai beban,


43

Gambar 3. 11 Lendutan tengan bentang.

Reaksi pada tumpuan sebesar,

1,32 P  1,3P
RA  (3-44)
2

Momen akibat beban yang dibentuk bidang momen pada


tengah bentang adalah,

M Max    1,3 P  1,3P   1,8  


2

  
 2  
(3-45)
  1,32 P   1,3    1,3P 
    0,5     
 2   3   8 

Lendutan yang terjadi adalah

  1,32 P  1,3P  
   1,8  
 2  
  1,32 P   1,3    1,3P 
    0,5     
  2   3   8 
 (3-46)
EI
44

SNI 2847-2013 pasal 9.5.2.3 menyatakan Bila nilai


kekakuan tidak dihitung dengan cara analisis yang lebih mendetail
dan teliti, maka besarnya lendutan seketika akibat pembebanan
harus dihitung dengan menggunakan nilai modulus elastisitas
beton Ec, dan dengan momen inersia efektif, Ie , berikut, tapi tidak
lebih besar dari Ig.

Dimana Ie,

 M cr 
3
  M 3 
Ie    I g  1  
cr
  I cr (3-47)
M
 a  M
  a  

Ig untuk penampang bulat berongga,


Ig 
64
D 4
d4  (3-48)

Icr untuk penampang bulat berongga,

 1  5 1 
I cr  r 4    cos2    sin  cos    sin 2     Ac1 . yc12 
  4   4 6 
 1  5 1 
( r  t )4    cos2    sin  cos   sin 2     Ac 2 . y c 2 2
 4  4 6 
(3-49)

Dimana Icr adalah momen inersia penampang retak yang


ditransformasi ke beton, Ma adalah momen maksimum dalam
komponen struktur akibat beban layan pada tahap defleksi
dihitung.
45

3.7.4 Permodelan Program Bantu


Pembuatan permodelan dengan program Xtract® dan
program bantu finite element dari tiga tahap yaitu preprocessing,
solutions, postprocessing. Preprocessing adalah tahap persiapan
yang terdiri dari pembuatan geometri model, material, dan
perakitan model. Solutions pembuatan geometri menjadi bagian
elemen-elemen. Post-processing meliputi analisa program dan
visualisasi. Masing-masing tahap dari kedua jenis program bantu
ditunjukan pada sub-bab berikut,
a. Permodelan program Xtract®

Pada pembahasan berikut akan dijelaskan langkah-langkah


permodelan spun pile pada program bantu Xtract® untuk
menghasilkan diagram interaksi yang lebih akurat. Langkah
pembuatan permodelan dapat disimak berikut,

1. Pembuatan model dimulai dengan memasukan informasi


permodelan, setelah di isi > Forward >>.

Gambar 3. 12 Project information pada program Xtract.

Masukan nama penampang “Spun Pile D400”, Start From >


User Defined, Select Units > N-mm, Select Material Type >
Unconfined Concrete, lalu klik Begin Xtract.
46

Gambar 3. 13 Section information pada program Xtract.

2. Memasukan data material pada permodelan spun pile. Data


beton didapat dari permodelan yang dibahas pada bab 2.
Data tulangan prategang didapat dari hasil pengujian
laboratorium. Data input ditunjukan pada gambar 3.14.

Gambar 3. 14 Input data material pada permodelan

3. Membuat geometri penampang spun pile dengan section


builder tolls. Pilih create circle > by coordinates > masukan
47

nilai koordinat pada keempat titik untuk penampang


berdiameter 400 > Apply.

Gambar 3. 15 Section builder tools

Gambar 3. 16 Input koordinat geometri penampang

Selanjutnya Mesh Size = default, Section Material = f’c52,


Style > No Cover, lalu klik Discretize/Overlay. Hasil dari
pembuatan ditunjukan pada gambar 3.18.

Gambar 3. 17 Discretize
48

Gambar 3. 18 Penampang lingkaran diameter 400mm.

Tahap selanjutnya adalah memberi lubang pada penampang


spun pile dengan cara yang sama pada tahap sebelumnya
tetapi section material pada discretize dipilih delete. Hasil
pembuatan penampang ditunjukan pada gambar 3.20.

Gambar 3. 19 Delete pada discretize.


49

Gambar 3. 20 Penampang beton spun pile diameter 400mm.

4. Memasukan tulangan kedalam penampang spun pile dengan


section builder tolls> draw bars> rebar characteristics.
Pada rebar characteristics masukan data tulangan berupa
Material, Area, Prestress load. Masukan tulangan kedalam
penampang dengan menggunakan koordinat.

Gambar 3. 21 Rebar characteristics menu


50

Gambar 3. 22 Penampang beton bertulang spun pile diameter


400mm.

5. Membuat analisa pembebanan pada program dengan cara


memilih P-M Diagram. Masukan nama pada loading name
: P-M, P-M Characteristics : Half Diagram, Angle Loading
: 0, Number of Points : 100 > Apply.

Gambar 3. 23 Force moment interaction menu


51

b. Permodelan program finite element

Model pada program bantu finite element dibuat dengan


langkah-langkah sebagai berikut,

Gambar 3. 24 Tampilan muka program finite element

1. Modul Part

Bentuk geometri semua komponen spun pile digambarkan


pada modul part. Data geometri benda uji adalah sebagai berikut :
- Spun pile : Diameter luar : 400 mm
Diameter lubang : 250 mm
Tebal : 75 mm
Panjang : 6000 mm
- PC bar : Diameter : 7,1 mm
- Spiral : Diameter-Spasi : 3,2-100 mm

Model elemen hingga untuk beton spun pile terdiri dari Solid
dengan tipe standard eight-node linear hexahedral 3D continuum
elements with full integration. Model geometri beton dibuat pada
modul part dengan cara :
52

o Name = Beton.
o Create part.
o Modelling space > 3D.
o Type > Deformable.
o Base feature, Shape > Solid, Type >Extrusion.
o Continue > Create circle: Center and Perimeter >
200.
o Create circle: Center and Perimeter > 125.
o Done. > Depth: 6000 > OK.

Gambar 3. 25 Part beton.

Model tulangan prategang dan spiral terbuat dari standard


two-node 3D truss elements. Panjang tulangan prategang adalah
6000 mm dengan luas penampang 39,592mm2 sementara tulangan
spiral 8,403 mm2. Model tulangan spiral disederhanakan menjadi
lingkaran dengan jarak 100mm. Model geometri tulangan dibuat
pada modul part dengan cara :

o Name = Bar/ Circle.


o Create part.
o Modelling space > 3D.
o Type > Deformable.
o Base feature, Shape > Wire, Type > Planar.
o Continue..
o Created lines, 6000 mm.
o Done
53

Gambar 3. 26 Part tulangan prategang.

Gambar 3. 27 Part tulangan spiral.

Geometri perletakan atau tumpuan dibuat dengan cara yang


sama dengan geometri beton. Perletakan dibuat dengan keliling
muka tumpuan 1/3 keliling lingkaran spun pile.

Gambar 3. 28 Part tumpuan spun-pile.


54

Setelah geometri dibuat pada modul part, selanjutnya adalah


mendefinisikan material yang akan digunakan pada sub-bab
berikutnya.

2. Modul Property

Material tiap komponen dari spun pile didefinisikan pada


modul ini. Sifat dan karakteristik tiap material seperti elastis dan
elastis dimasukan datanya kedalam modul properti ini. Data
material mengacu pada hasil pengujian ataupun penelitian. Pada
permodelan ini parameter yang akan didefinisikan adalah sebagai
berikut :

a. Density

Density merupakan berat jenis dari material yang


dimodelkan. Material dalam model ini berupa beton dan baja
dengan berat jenis yang ditunjukan pada Tabel 3.2. Berat jenis
beton mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh United States
Department of Transportation – Federal Highway Administration
(FHWA, 2006) dengan mengambil interpolasi antara berat jenis
mutu beton f’c41 dengan f’c55 untuk mendapatkan nilai untuk
mutu f’c52.
Tabel 3. 2 Density Material Spun Pile
Density
No. Elemen
Kg/m3 N/mm3
1 Beton f'c52 2409.286 2,364x10-5
2 PC Bar 7850 7,701x10-5

b. Elastic

Nilai yang akan dimasukan pada properti elastic adalah nilai


modulus elastisitas dan rasio poisson. Pada data penampang yang
dibahas pada bab sebelumnya bahwa kuat tekan beton (f’c) sebesar
55

52 Mpa sehingga nilai modulus elastisitas dihitung berdasarkan


SNI 2847-2013 pasal 8.5.1 sebesar,

Ec  wc1,5 0,043 f c'

Dimana, wc  2409 Kg/m3; f c'  52 Mpa

Ec  24091,50,043 52  36669,297 Mpa

Sedangkan modulus elastisitas untuk PC Bar diambil


sebesar,

Es  2 105 Mpa

Nilai rasio poisson beton berkisar antara 0.15-0.2 dan pada


permodelan diambil sebesar 0.2 sedang untuk baja adalah 0,3.
Input data pada program ditunjukan pada Gambar 3.29.

Gambar 3. 29 Properti material elastik spun pile dalam Abaqus®


56

c. Concrete Damaged Plasticity

Sifat inelastik material beton didefinisikan pada pilihan


property ini kedalam 3 kategeori yaitu plasticity, compressive
behaviour, dan tensile behaviour. Masing-masing kategori dapat
disimak berikut.

- Plasticity

Data plasticity untuk beton terdiri dari beberapa nilai yang


ditunjukan pada Tabel 3.3.
Tabel 3. 3 Plasticity Material Beton (Kmiecik, 2011)
Dilation Viscosity
Eccentricity Fb0/fc0 K
Angle Parameter
36 0,1 1,16 0,6667 0

Dimana,

Dilation Angle : Sudut gesek dalam beton

Eccentricity : Plastic potential eccentricity

Fb0/fc0 : Biaxial/uniaxial compression plastic


strain ratio

K : Deviatoric stress invariant ratio

Lalu data dimasukan kedalam program bantu elemen hingga


seperti ditunjukan pada Gambar 3.30.
57

Gambar 3. 30 Properti material plasticity spun pile dalam


Abaqus®

- Compresive Behaiour

Pada bagian ini nilai tegangan dan regangan plastis beton


akibat gaya tekan dimasukan kedalam input program. Nilai
tegangan-regangan ini didapat dari hasil penelitian yang hasilnya
diregresikan kedalam bentuk kurva. Menurut ACI 318-11 tegangan
inelasitis beton terjadi setelah tegangan mencapai 0,45f’c atau
sebesar 23,40 Mpa pada material beton spun pile.

Nilai tegangan regangan material beton didapat dari hasil


perhitungan berdasarkan perumusan yang oleh United States
Department od Transportation – Fedeal Highway Administration
(FHWA, 2006). Nilai tegangan-regangan dihitung sebagai berikut,

52
n  0,8   3,859
17

52 3,859
 c'    0,002
36669,297 3,859  1

52
k  0,67   1,509
62
58

Nilai tegangan didapat dengan memasukan nilai regangan


yang dimasukan pada perumusan dibawah ini,

fc c 3,859
  3,8591,509
52 0,002 c 
 3,859  1   
 0,002 
Data tegangan regangan beton f’c52 ditabelkan pada Tabel
3.4 menunjukan regangan inelastik dimulai pada tegangan 23.40
Mpa. Dalam program Abaqus nilai regangan inelastik dimulai dari
nol sehingga regangan pada tegangan setelah inelastik harus
dikurangi dengan regangan yang terjadi sebelumnya.
Tabel 3. 4 Tegangan-regangan beton spun pile
Tegangan Regangan
Regangan
Mpa Inelastik
0.00 0.0000 -
9.17 0.0003 -
18.33 0.0005 -
23.40 0.0006 0.00000
27.46 0.0008 0.00011
36.38 0.0010 0.00036
44.53 0.0013 0.00061
50.71 0.0015 0.00086
53.14 0.0018 0.00111
50.52 0.0020 0.00136
43.50 0.0023 0.00161
34.52 0.0025 0.00186
25.96 0.0028 0.00211
19.01 0.0030 0.00236
13.81 0.0033 0.00261
10.07 0.0035 0.00286
7.41 0.0038 0.00311
5.53 0.0040 0.00336
4.17 0.0043 0.00361
3.19 0.0045 0.00386
2.47 0.0048 0.00411
1.94 0.0050 0.00436
59

60.00

50.00

40.00

30.00
f'c52
20.00

10.00

0.00
0.0000 0.0010 0.0020 0.0030 0.0040 0.0050 0.0060

Gambar 3. 31 Diagram tegangan-regangan beton f’c52.

Input data properti plastik untuk compresive behaviour


ditunjukan pada Gambar 3.32.

Gambar 3. 32 Compresive behaviour beton f’c52

- Tensile Behaviour
Selain data tegangan regangan akibat beban tekan, tegangan
–regangan karena beban tarik juga dimasukan kedalam plasticity
60

property. Nilai tegangan-regangan untuk material spun pile


menggunakan usulan Vecchio (1989) yang ditunjukan pada
gambar 3.33.

Gambar 3. 33 Tegangan-regangan beton akibat beban tarik


(Vecchio, 1989)

Mutu beton spun pile adalah f’c52 dengan modulus


elastisitas Ec = 36669, 297 Mpa maka tegangan retak dapat
dihitung berdasarkan rumus SNI 2847-2013 pasal 9.5.2.3 dengan
rumus berikut :

f r  0,62 f c'  0,62 52  4,471 Mpa

fr 4,492
 cr    0,000122
Ec 36669,297

Maka grafik tegangan regangan beton spun pile ditunjukan


pada Gambar 3.34.
61

Tegangan (Mpa) 3

0
0 0.0005 0.001

Regangan

Gambar 3. 34 Tegangan-regangan tarik beton spun pile

Nilai dari grafik pada Gambar 3.34 untuk dimasukan


kedalam program ditunjukan pada pada Tabel 3.5.
Tabel 3. 5 Tegangan-regangan tarik beton spun pile

Tegangan Regangan
Regangan
Mpa Inelastik
0.00 0.00000
4.49 0.00013 0.00000
3.77 0.00018 0.00005
3.70 0.00023 0.00010
3.63 0.0002819 0.00015
3.57 0.0003319 0.00020
3.52 0.0003819 0.00025
3.47 0.0004319 0.00030
3.43 0.0004819 0.00035
3.39 0.0005319 0.00040
3.35 0.0005819 0.00045
3.31 0.0006319 0.00050
62

Gambar 3. 35 Tensile behaviour beton f’c52.

d. Plastic
Pada tahap ini modul property plastic untuk material baja di
masukan nilai tegangan dan regangannya. Berdasarkan hasil
pengujian material tulangan prategang diperoleh regangan saat
tegangan leleh sebesar 0,75% dan saat putus sebesar 10,6%. Untuk
tulangan spiral regangan saat tegangan leleh sebesar 1% dan saat
putus sebesar 20%. Nilai yang dimasukan pada program ditunjukan
pada Tabel 3.6 dan 3.7 dimana regangan inelastik dimulai pada saat
tegangan leleh tulangan.
Tabel 3. 6 Tegangan inelastik PC Bar.
Tegangan Regangan
Mpa Inelastik
1275.00 0.00000
1275.00 0.00750
1420.00 0.10667
63

Tabel 3. 7 Tegangan inelastik spiral.


Tegangan Regangan
Mpa Inelastik
440.00 0.00000
440.00 0.01000
540.00 0.20000

Nilai pada Tabel 3.6 dan 3.7 dimasukan kedalam program seperti
ditunjukan pada Gambar 3.36.

Gambar 3. 36 Properti plastik material tulangan

Material yang sudah dibuat selanjutnya dimasukan ke


masing-masing part untuk menjadi sebuah section.
e. Assign section
Pada tahap ini material yang didefinisikan di tempatkan pada
part sesuai dengan rencana permodelan. Assign section untuk part
beton dan tumpuan adalah Solid-Homogeneous. Assgin section
64

untuk tulangan adalah Truss. Assgin section dilakukan dengan cara


berikut :
o Create section
o Name, Beton
o Category> Solid, Type> Homogeneous.
o Continue
o Material> f’c52/Pc Bar/Hoops.
o OK.

Gambar 3. 37 Section Manager.

Geometri pada part telah dimasukan properti material dan


siap untuk dirangkai.

3. Modul Assembly

Pada modul ini section yang sudah dibuat di rangkai menjadi


satu kesatuan permodelan. Tulangan di susun sesuai gambar teknis
tiang pancang pada modul ini ditunjukan pada Gambar 3.28.
Penempatan tumpuan dan tumpuan beban 2 titik pada tengah
bentang juga dilakukan pada modul ini. Hasil dari proses assembly
dapat dilihat pada Gambar 3.39. Pada tengah bentang terdapat face
partition yang berfungsi sebagai tempat pemberian beban.
65

Gambar 3. 38 Layout penulangan.

Gambar 3. 39 Pile assembly.

Part yang tersusun masih dalam kondisi tidak terhubung satu


sama lain melainkan terpisah. Agar program dapat memproses
analisa pada model dibutuhkan interaction yang akan dibahas pada
sub-bab selanjutnya.

4. Modul Step

Modul Step digunakan untuk menentukan langkah yang


dilalui selama proses simulasi. Step untuk permodelan pada tugas
akhir ini terdiri dari 11 step. Step-1 sebagai kondisi gaya pratekan
dalam kesetimbangan pada beton, Step-2 s/d Step-11 adalah
pemberian beban displacement arah y.
66

Gambar 3. 40 Step manager.

5. Modul Interaction

Pada modul ini part yang di assembly dihubungkan dengan


kontak antar part. Untuk tulangan dihubungkan dengan beton
dengan menggunakan Interaction Embedded Region. Dengan
tulangan sebagai embedded region dan beton sebagai host region
yang ditunjukan pada gambar 3.41 dan 3.42.

Gambar 3. 41 Embedded region

Gambar 3. 42 Host region


67

Antara beton spun pile dengan tumpuan interaksinya adalah


Surface to Surface dengan properti interaksi Hard Contact. Dengan
spun pile sebagai master surface dan tumpuan sebagai slave
survace yang ditunjukan pada gambar 3.43.

(a) (b)
Gambar 3. 43 Hard contact interaction a)Master surface dan
b)Slave surface.

6. Modul Load

Modul ini berfungsi untuk menentukan jenis beban dan


menentukan kondisi perletakan pada model yang dibuat. Pada step
initial beban yang diberikan adalah gaya prategang pada setiap
tulangan PC Bar sebesar 1065 Mpa. Pemberian gaya prategang
tidak dapat dilakukan langsung pada tampilan program, melainkan
melalui input file yang ditulis pada program saat job akan jalankan.
dengan cara sebagai berikut :

o Membuat grup elemen pada model tree expand part>


terdapat Sets.
o Name = Set-1, Type> Element, Continue.
68

Gambar 3. 44 Create set.

o Pilih elemen yang akan dijadikan grup> Done.

Gambar 3. 45 Element untuk Set-1.

o Pada input file setelah modul job dibuat, masukan


perintah berikut,

*Initial Conditions, Type=Stress


Set-1, 1065.

o Save as dengan nama baru> Save.

Boundary conditions yang diterapkan pada model ini adalah


perletakan sendi pada tumpuan. Beban pada model menggunakan
boundary conditions displacement pada tengah bentang yang telah
dipartisi.
69

Displacement

Pinned

Gambar 3. 46 Boundary conditons.

Beban displacement pada model bekerja mulai dari Step-2


permodelan sampai step terakhir. Besarnya displacement yang
diberikan pada setiap step dapat ditunjukan pada Tabel 3.8.

Tabel 3. 8 Displacement setiap Step


Displacement
Step
mm
1 0.0
2 1.0
3 2.0
4 3.0
5 4.0
6 5.0
7 6.0
8 7.0
9 8.0
10 9.0
11 9.9
70

7. Modul Mesh

Mesh elemen hingga untuk geometri beton dan tumpuan


adalah standard eight-node linear hexahedral 3D continuum
elements with full integration dengan ukuran tiap elemen adalah 50
mm. Mesh elemen untuk tulangan prategang dan spiral adalah
standard two-node 3D truss element denga ukuran 50 mm. Mesh
permodelan ditunjukan pada Gambar 3.47 dan 3.48.

Gambar 3. 47 Mesh permodelan tulangan.

Gambar 3. 48 Mesh permodelan beton dan tumpuan.

8. Modul Job

Analisa permodelan dilakukan pada modul ini. Perlu diingat


pada pembahasan modul load, edit input file pada program harus
dibuat untuk menjalankan gaya pratekan pada model. Selanjutnya
running program dijalankan dengan menjalankan input file yang
telah diedit. Langkah modul job adalah sebagai berikut :
71

o Tool box area > Job Manager.

Gambar 3. 49 Job manager.

o Create
o Name = Job-1, Source = Model-1, Continue.
o OK

Gambar 3. 50 Create job.

o Job telah dibuat dan dapa dilihat pada job manager.


72

Gambar 3. 51 Daftar job.

o Pada job manager klik write untuk membuat input file


yang akan dimasukan perintah pada pembahasan modul
load.
o Untuk menjalankan input file, Create > Name = Job-
Prestressed, Source = Input file, Input file: pilih lokasi
penyimpanan input file >Ok, Contiune > Ok.

Gambar 3. 52 Create Job untuk input file.


73

Gambar 3. 53 Job input file pada job manager.

o Running analisa dilakukan pada job dengan sumber


input file > Submit.
o Monitor status job untuk mengetahui adanya error atau
tidak pada permodelan.
o Setelah job complete > Result.
Hasil running program disajikan pada bab berikutnya
3.7.5 Eksperimental
Dalam tugas akhir ini eksperimen tidak dilakukan langsung
melainkan menggunkan data eksperimen yang dilakukan
Laboratorium Struktur Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi
Sepuluh Nopember. Metode pengujian yayng dilakukan mengacu
kepada peraturan JIS A-5335 seperti pada tugas akhir ini.
Konfigurasi pembebanan dan peletakan dial gauge pada pengujian
ditunjukan pada gambar 3.54.
74

P
(L-1000)/2 (L-1000)/2
DG-4

1000

DG-1 DG-2 DG-3


1/5 L 3/5 L 1/5 L
L
Gambar 3. 54 Posisi dial gauge pada pengujian

Dari pengujian didapat data berupa beban dan lendutan


yang dituangkan kedalam grafik pada bab selanjutnya.
3.8 Diagram Interaksi
Diagram interaksi dihitung dengan serangkaian distribusi
regangan. Masing-masing ditribusi regangan mewakili titik
tertentu pada diagram interaksi sesuai koordinat “P” dan “M”
seperti ditunjukan gambar 3.55. Hasil dari perhitungan tiap
distribusi regangan di plot kedalam grafik dengan sumbu x sebagai
“P” dan sumbu y sebagai “M”.

Gambar 3. 55 Distribusi tegangan sesuai dengan titik pada


diagram interaksi (Wight, J.K dan MacGregor J.G., 2012)
75

Perhitungan diagram interaksi dilakukan dengan beberapa


kondisi yaitu saat beban aksial konsentris, beban aksial eksentris,
dan beban lentur murni. Menghitung kapasitas beban aksial
konsentris (Pn) untuk penampang beton prategang spun pile
dimana terdapat tegangan tarik inisial dengan menggunakan
rumus,

Pn  0,85 f c'  Acn  f s  As (3- 50)

fs adalah tegangan baja prategang pada saat beton mencapai


regangan puncak sebesar 0,003. Selanjutnya menghitung Pn dan Mn
pada beberapa kondisi jarak garis netral c dengan cara coba-coba.
Regangan tiap tulangan yang terjadi berdasarkan jarak tulangan
terhadap serat terluar penampang yang dirumuskan sebagai berikut
(Tavio dan Kusuma 2010),

Jika yi  c ,
c  yi
 si   s   c  (3- 51)
c

Jika yi  c ,

yi  c
 si   s   c  (3- 52)
c

fs
Dengan,  c  0, 003 ; s 
Es
f yp
s   f s   si  Es (3- 53)
Es
76

f yp
s   f s  f yp (3- 54)
Es

Gaya tulangan pada tiap baris dihitung dengan cara,

T  f s  As (3- 55)

Setelah mendapat gaya dari tulangan pada tiap baris


selanjutnya mencari gaya desak pada beton yang dihitung sebagai
berikut,

Cc  0,85  Ac  f c' (3- 56)

Dimana Ac adalah luas beton terdesak yang dihitung seperti


pembahasan sebelumnya sehingga Pn yang terjadi adalah,

Pn  C  Tt  Tc (3- 57)

Momen akibat eksentrisitas gaya dihitung dengan mengukur


jarak dari titik berat penampang spun pile,

 
n
M n  Cc  yc   T  yt  di (3- 58)
i 1

Setelah itu perhitungan dilanjutkan menggunakan cara


yang sama tetapi dengan menggunakan nilai c yang berbeda
untuk membentuk kordinat pada diagram interaksi.

3.9 Analisa Hasil


Dari beberapa metode permodelan lentur murni statis yaitu
perhitungan, permodelan program Xtract®, dan permodelan
program bantu finite element didapatkan nilai beban (P), momen
(M), dan lendutan (δ). Ketiga nilai tersebut dibandingkan dengan
hasil pengujian nyata yang dilakukan di laobratorium. Dari ketiga
77

metode permodelan dicari metode yang menghasilkan nilai yang


mendekati kondisi asli.
Dengan kondisi pendetailan tiang spun-pile yang berada
dibawah persyaratan SNI 2847-2013 bagaimanakah kekuatan dan
kinerja tiang dalam hal ini adalah daktilitas, berdasarkan beberapa
metode permodelan.
Nilai daktilitas lendutan tiang pancang didapat dengan
perumusan berikut:
u
  (3- 59)
y

Dimana,
μδ = Nilai daktilitas lendutan
δu = Defleksi pada keadaan batas ultimate (mm)
δy = Defleksi pada keadaan leleh pertama (mm)
Nilai tersebut dapat ditunjukan pada gambar 3.10 yang
dapat dilihat berikut.

F (KN)

u
y

Δy Δ (mm)
Δu

Gambar 3. 56 Grafik gaya dan displacement


78

Halaman ini sengaja dikosongkan.


BAB IV
PERMODELAN LENTUR MURNI STATIS

4.1 Perhitungan Momen Lentur

Analisa perhitungan momen lentur penampang spun pile di


hitung dengan menggunakan data penampang sebagai berikut,

y1
y2
Ө 0,5d1
φ α y3
r r.cosӨ y4
y5

75 250 75
400

Gambar 4. 1 Penampang spun pile

Data penampang:
f c' = 52 Mpa h2 = 250 mm
f pu = 1420 Mpa t = 75 mm
fo = 1065 Mpa np = 10 Tendon
f yp = 1275 Mpa dp = 7,1 mm
f yh = 440 Mpa ds = 3,2 mm
5
Es = 2  10 Mpa s = 75 mm
h1 = 400 mm Cover = 35 mm

79
80

4.2 Geometri Penampang

Konfigurasi tulangan yang digunakan pada investigasi di


posisikan seperti ditunjukan gambar 4.1 untuk memberikan nilai
lengan momen terkecil. Nilai parameter dari penampang
terinverstigasi dihitung sebagai berikut,

Luas penampang PC Bar, Asp

1
Asp     7,12  39,592 mm2
4

Luas penampang beton brutto, Acg

1
Acg      4002  2502   76576,321 mm2
4

Luas penampang beton netto, Acn

Acn  76576,321  10  39,592  76180,402 mm2


Jarak tepi luar ke titik berat pc bar tiap baris, y i , dihitung
menggunakan konsep phytagoras,
d '  Cover  d s  d p / 2

d '  35  3,2  7,1/ 2

d '  41,750 mm

Jari-jari ke titik pusat pc bar:


1
r   d1  d '
2
1
r   400  41,750  158,250 mm
2
81

Sudut yang terbentuk tiap baris tulangan:


360
= = 36
10

 =  = 36 = 18
2 2

 i =   .(i  1) = 18  36.(i  1)


Jarak serat terluar ke titik berat pc bar pada tiap baris:
1
yi = .d 1  r. cos  i
2

Sudut tiap baris dan jarak serat luar ke pusat tulangan tiap
baris, yi , ditabelkan pada tabel 4.1
Tabel 4. 1 Jarak Serat Terluar ke Tulangan

Baris Өi ( ͦ) yi (m)

18 49,495
1
54 106,983
2
90 200,000
3
126 293,017
4
162 350,505
5

Selanjutnya nilai yi digunakan pada tahap perhitungan


selanjutnya.
82

4.3 Tegangan Saat Peralihan

Tulangan pada spun pile diberi tegangan tarik tiap satuan


tulangan sebesar 75% f pu atau sama dengan 1065 Mpa sehingga
gaya yang terjadi pada baja sebesar,

F    A  1065  39,592  42165,396 N

Tetapi besarnya tegangan pratekan akan berkurang karena


terjadi kehilangan gaya prategang yang terjadi pada pc bar.
Kehilangan gaya prategang pada investigasi ini di akibatkan oleh
perpendekan elastis beton dihitung sebagai berikut,

200000
n  5,454
2409,2861,5  0,043 52

Fi  42165,396 10  421653,963 N

Maka,

5, 454  421653,963
f s =
76576,321  (5,901  1)  39,592  10

f s = 29,356 MPa

Sehingga tegangan yang terjadi pada baja menjadi

  1065  29,356  1035,644 MPa


Pada penampang beton tegangan yang terjadi dihitung
sebagai berikut,
83

Fi 421653,963
f  
At 76576,321  (5,901  1)  39,592  10

f  5,382 Mpa

Tegangan tekan pada beton yang terjadi akibat tegangan


pratarik yang diberikan pada tiap pc bar sebesar 1065 Mpa
mengakibatkan tegangan pada beton sebesar 5,382 Mpa ditunjukan
pada gambar 5.3.

-5,382Mpa

Gambar 4. 2 Diagram tegangan pratekan saat peralihan

4.4 Analisa Perhitungan

Analisa perhitungan didasarkan pada 3 kondisi yaitu saat


sebelum crack, leleh dan ultimate. Analisa perhitunga dapat
disimak pada sub-bab berikut.

4.4.1 Kondisi Crack

Momen crack dimana serat bawah tiang spun pile


mengalami tegangan tarik sama dengan besarnya kemampu
tegangan tarik beton spun pile. Pada kondisi ini penampang
diasumsikan dalam kondisi elastis. Besarnya kapasitas tarik beton
spun pile adalah,

f r  0,62 f c'  0,62 52  4,471 Mpa


84

Momen crack dapat dihitung dengan menambah nilai fr


dengan tegangan peralihan penampang beton dengan perumusan
sebagai berikut,

+
P/A fr

Gambar 4. 3 Diagram tegangan pratekan saat crack

 P
 fr    I
A
M cr  
y

Dimana,

1
Ig     (h14  h24 )   (n  1)  As  yi 2
64

1
Ig     (4004  2504 )   (5,454  1)  39,592  yi 2
64

I g  1,096,846,161.031 mm4

y  0,5h  0,5  400  200 mm

P
 5,382 MPa
A
85

Maka besarnya momen crack adalah,

 4,471  5,382   1,096,846,161.031


M cr 
200

M cr  54037526.670 N.mm

M cr  54,038 KN.m

Menghitung kurvatur crack,

 P
 f r   / Ec
A
 crack 
y

 4,471  5,382  / 36669,297


 crack   1,344  106 rad/mm
200

P yang terjadi diperoleh dengan analisa mekanika teknik


berikut,

Gambar 4. 4 Statika simple beam.

P  M max /1,3  54,038 /1,3  41,567 KN


86

Lendutan yang terjadi dihitung dengan seperti pembahasan


bab 3. Dengan memasukan nilai P, E, dan Ig didapat lendutan pada
tengah bentang sebesar δ = 1,852 mm

4.4.2 Kondisi Leleh

Untuk mendapatkan kondisi ini dilakukan cara coba-coba


dengan mengubah nilai tinggi desak dan regangan serat sisi desak
terluar. Dengan cara coba didapat nilai c sebesar 159,252 mm
dengan regangan sisi desak terluar sebesar 0,0010. Perhitungan
momen saat leleh dapat disimak berikut,

εc
y1 Cc
c
y2 Tc

y3 Tt
y4
y5 Tt
d-c

Tt

Tt
εy
7 250 7
5 400 5

Gambar 4. 5 Diagram regangan dan gaya saat leleh.

Luas penampang tertekan

a  1  c  0,679 159,252  108,064 mm

Segmen 1,
87

 0, 5  400  159, 252 


  cos1    1, 093 rad.
 0, 5  400 

1
Ac1   4002  1, 093  sin1, 093  cos1, 093
4

Ac1  27396, 932 mm2

4003  sin 3 1, 093 


yc1  
27396, 932  12   136, 351 mm

Segmen 2,

 0, 5  400  159, 252 


  cos1    0, 744 rad.
 0, 5  400  75 
1
Ac 2   (400  2  75)2   0, 744  sin 0, 744  cos 0, 744 
4
Ac 2  3845, 072 mm2

(400  2  75)3  sin 3 0, 744 


yc 2 
3845, 072

12   105, 324 mm
 

Luas total, Ac  27396, 932  3845.072  23551,861 mm2

Titik berat penampang terdesak, yc  141, 416 mm

1 1
Cc   f c'  Ac   36,123  23841.834 =430217,370N
2 2
88

Maka gaya tiap baris tulangan dihitung berdasarkan diagram tegangan dan regangan. Hasil dari
perhitungan gaya tiap baris tulangan di tabelkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4. 2 Gaya Tiap Baris Tulangan


Өi y εsi fs As TT TC TT.(yi -0,5h) TC.(0,5h-yi )
No
o mm Mpa mm2 N N N.mm
1 18 49.495 0.0045 898.314 79.184 71131.922 0.000 -10705688.194 0.000
2 54 106.983 0.0049 970.244 79.184 76827.628 0.000 -7146276.742 0.000
3 90 200.000 0.0054 1086.629 79.184 86043.474 0.000 0.000 0.000
4 126 293.017 0.0060 1203.015 79.184 95259.320 0.000 8860737.678 0.000
5 162 350.505 0.006375 1275 79.184 100955.026 0.000 15194205.197 0.000
400.000 430,217.370 0.000 6,202,977.94 0.000
Maka,

N; N

Selanjutnya momen nominal dihitung sebagai statis momen komponen gaya tiap baris terhadap
serat atas.
89

Statis momen komponen beton,


M nc  Cc  yc  430217,370 141,416  60839807,755 N.mm

Jumlah statis momen komponen tulangan,


M n  6202977,938 N.mm

Maka momen saat leleh adalah,


M n  60839807,755  6202977,938
M n  67042785,693 N.mm = 67,043 KN.m

Menghitung kurvatur leleh,

f c / Ec
 crack 
c
36,123 / 36669,297
 crack   6,226  106 rad/mm
158,231

P yang terjadi adalah,

P  M max /1,3  67,403/1,3  51,571 KN


Lendutan yang terjadi dihitung dengan seperti pembahasan
bab 3. Dengan memasukan nilai P, E, dan Ie didapat lendutan pada
tengah bentang sebesar δ = 2,890 mm.

4.4.3 Kondisi Ultimate

Tinggi blok desak penampang lingkaran (c) dihitung dengan


cara coba-coba agar jumlah gaya tekan sama ( C ) dengan jumlah
gaya tarik ( T ). Dari beberapa iterasi didapat nilai c sebesar 81,409
mm dan perhitungan dapat disimak sebagai berikut,
90

y1 c
y2
y3
y4
y5

7 250 7
5 400 5

Gambar 4. 6 Diagram regangan dan gaya saat ultimate.

a  1  c  0,679  81.409  55.242 mm

 0, 5  400  55, 367 


  cos1    0, 762 rad.
 0, 5  400 

1
Ac1   4002   0, 762  sin 0, 762  cos 0, 762 
4

Ac1  10483, 517 mm2

Titik berat penampang tertekan

4003  sin 3 0, 762 


yc1  
10483, 517  12   167,139 mm

Gaya tekan beton

Cc  0,85  f c'  Ac  0,85  52  10483,517  463371,446 N


Maka gaya tiap baris tulangan dihitung berdasarkan diagram tegangan dan regangan. Hasil
dari perhitungan gaya tiap baris tulangan di tabelkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4. 3 Gaya Tiap Baris Tulangan

Өi y εsi fs As TT TC TT.(yi -0,5h) TC.(0,5h-yi )


No
o mm Mpa mm2 N N N.mm
1 18 49.495 0.0041 811.940 79.184 64292.540 0.000 -9676329.020 0.000
2 54 106.983 0.0061 1214.903 79.184 96200.707 0.000 -8948302.747 0.000
3 90 200.000 0.0093 1275.000 79.184 100959.400 0.000 0.000 0.000
4 126 293.017 0.0126 1275.000 79.184 100959.400 0.000 9390942.107 0.000
5 162 350.505 0.0146 1275.000 79.184 100959.400 0.000 15194863.515 0.000
Σ 463,371.446 0.000 5,961,173.86 0.000
Maka,

N; N;

Selanjutnya momen nominal dihitung sebagai statis momen komponen gaya tiap baris terhadap
serat atas.
91
92

Statis momen komponen beton,

 
M n  Cc  0,5h  yc  463371,446   200  167,139 

M n  77447516,969 N.mm

Jumlah statis momen komponen tulangan,


M n  5961173,855 N.mm

Maka momen nominal penampang adalah,


M n  77447516,969  5961173,855

M n  83408690,824 N.mm = 83,409 KN.m

Menghitung momen kurvatur saat ultimate,

c 0,003
u    3,75  105 rad/mm
c 81,409

P yang terjadi ketika kondisi momen ultimate,

P  M / 1,3  83,509 / 1,3  64,161 KN

Lendutan yang terjadi adalah dengan memasukan nilai P, E,


dan Ie didapat lendutan pada tengah bentang sebesar δ = 9,350 mm.
Hasil perhitungan manual didapatkan kekuatan nominal
penampang spun pile diameter 400 sebesar 83,409 KN.m.
93

Hasil analisa perhitungan pada analisa perhitungan di


tunjukan pada Tabel 4.4.
Tabel 4. 4 Hasil Analisa Perhitungan Lentur Spun Pile
Momen δ φ
No. Ket.
KN.m mm 1/m
1 0,000 0,000 0 -
2 54,038 1,852 1,344E-3 Crack
3 67,043 2,890 6,226E-3 Leleh
4 83,409 9,350 37,5E-3 Ultimate

4.5 Permodelan Program Xtract®

Permodelan xtract yang dibuat pada bab sebelumnya dibuat


analisa untuk mendapatkan moment curvatur dari penampang spun
pile. Permodelan Xtract menghasilkan nilai momen leleh sebesar
69,720 KN.m Momen nominal sebesar 85,660 KN.m. Bentuk
keruntuhan penampang dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4. 7 Model keruntuhan penampang spun pile.

Dari hasil perhitungan gaya reaksi yang bekerja pada saat


momen leleh adalah sebesar 53,615 KN dengan curvature sebesar
4,767.10-31/m dan pada saat ultimate adalah 63,823 KN dengan
curvature sebesar 83,610.10-31/m. Hasil analisa program Xtract
nilainya ditunjukan pada Tabel 4.5.
94

Tabel 4. 5 Hasil Analisa Lentur Spun Pile Pada Program Xtract


Momen δ ϕ
No. Ket.
KN.m mm 1/m
1 69,720 3,004 4,767E-3 Leleh
2 85,660 9,603 52.20E-3 Ultimate

4.6 Permodelan Program Finite Element

Hasil analisa program ditampilkan pada modul ini.


Visualisasi hasil analisa berupa kontur tegangan pada permodelan
pada setiap step yang dibuat. Kontur tegangan ditunjukan pada
Gambar 4.9 sampai dengan 4.30.

Gambar 4. 8 Monitor job status completed.


95

Gambar 4. 9 Step-1, Prestressed release.

Gambar 4. 10 Kontur tegangan step-1.


96

Gambar 4. 11 Step-2, Displacement 1mm.

Gambar 4. 12 Kontur tegangan step-2.


97

Gambar 4. 13 Step-3, Displacement 2mm.

Gambar 4. 14 Kontur tegangan step-3.


98

Gambar 4. 15 Step-4, Displacement 3mm.

Gambar 4. 16 Kontur tegangan step-4.


99

Gambar 4. 17 Step-5, Displacement 4mm.

Gambar 4. 18 Kontur tegangan step-5.


100

Gambar 4. 19 Step-6, Displacement 5mm.

Gambar 4. 20 Kontur tegangan step-6.


101

Gambar 4. 21 Step-7, Displacement 6mm.

Gambar 4. 22 Kontur tegangan step-7.


102

Gambar 4. 23 Step-8, Displacement 7mm.

Gambar 4. 24 Kontur tegangan step-8.


103

Gambar 4. 25 Step-9, Displacement 8mm.

Gambar 4. 26 Kontur tegangan step-9.


104

Gambar 4. 27 Step-10, Displacement 9mm.

Gambar 4. 28 Kontur tegangan step-10.


105

Gambar 4. 29 Step-11, Displacement 9.9mm.

Gambar 4. 30 Kontur tegangan step-11.


106

Hasil analisa perhitungan pada analisa perhitungan di


tunjukan pada Tabel 4.4.

Tabel 4. 6 Hasil Permodelan Program Finite Element


Momen δ
No. Ket.
KN.m mm
1 0,000 0,000 -
2 54,038 2.548 Crack
3 65.462 3.337 Leleh
4 89.343 10.790 Ultimate

4.7 Eksperimental

Data pengujian terhadap spun pile diameter 400 mm yang


telah dilakukan oleh laboratorium sturktur jurusan teknik sipil
ditunjukan pada Tabel 4.7 sampai Tabel 4.10.
Tabel 4. 7 Hasil Pengujian Lentur Spun Pile Diameter 400 mm
Panjang 6 m Tipe A
P DG-1 DG-2 DG-3
No
Kg mm mm mm
1 0 0.00 0.00 0.00
2 1000 0.35 0.43 0.67
3 2000 0.74 0.89 0.95
4 3000 1.08 1.27 1.48
5 4000 1.37 1.56 1.77
6 5000 1.66 1.91 1.95
7 6000 1.94 2.23 2.42
8 7000 2.24 2.52 2.71
9 8000 2.51 2.84 2.86
10 9000 2.85 3.20 3.30
11 9100 3.01 3.40 3.21
107

P DG-1 DG-2 DG-3


No
Kg mm mm mm
12 10000 3.49 4.00 3.55
13 10700 3.71 4.58 3.88
14 11000 4.42 5.02 4.05
15 12000 5.71 6.37 4.54
16 12500 6.51 7.26 4.85
17 12900 6.90 9.19 6.12

Tabel 4. 8 Hasil Pengujian Lentur Spun Pile Diameter 400 mm


Panjang 11 m Tipe A
P DG-1 DG-2 DG-3
No
kg mm mm mm
1 0 0.00 0.00 0.00
2 250 0.45 0.38 0.42
3 500 0.73 0.73 0.71
4 750 1.01 1.05 0.99
5 1000 1.38 1.26 1.35
6 1250 1.72 1.62 1.70
7 1500 2.05 2.08 2.06
8 1750 2.51 2.42 2.52
9 2000 2.90 2.99 2.92
10 2250 3.34 3.29 3.35
11 2500 3.85 3.81 3.85
12 2750 4.37 4.35 4.40
13 3000 5.05 5.04 5.00
14 3250 5.73 5.74 5.75
15 3500 6.58 6.54 6.50
16 3750 7.59 7.62 7.50
17 4000 8.87 8.99 8.85
108

Tabel 4. 9 Hasil Pengujian Lentur Spun Pile Diameter 400 mm


Panjang 12 m Tipe A Pada Joint
P DG-1 DG-2 DG-3
No
kg mm mm mm
1 0 0.00 0.00 0.00
2 200 0.58 0.58 0.62
3 400 1.06 1.06 0.98
4 600 1.52 1.54 1.60
5 800 2.02 2.06 1.95
6 1000 2.63 2.66 2.70
7 1200 3.24 3.29 3.15
8 1400 3.82 3.87 3.72
9 1600 4.39 4.46 4.40
10 1800 5.00 5.10 4.85
11 2000 5.68 5.76 5.63
12 2200 6.40 6.48 6.20
13 2400 7.14 7.29 6.95
14 2600 7.90 8.00 7.65
15 2800 8.75 8.90 8.50
16 3000 9.60 9.79 9.35
17 3100 10.40 10.57 10.05
18 3150 10.97 11.20 10.73
19 3250 11.89 12.02 11.50
20 3500 13.40 13.69 13.10
21 3750 15.95 16.39 15.80
22 4000 19.48 20.99 17.28
23 4250 22.28 23.88 19.10
24 4500 25.86 27.60 22.60
109

Tabel 4. 10 Hasil Pengujian Lentur Spun Pile Diameter 400 mm


Panjang 6 m Tipe B
P DG-1 DG-2 DG-3
No
Kg mm mm mm
1 0 0 0 0
2 500 14 15 18
3 1000 25 25 29
4 1500 36 36 39
5 2000 48 48 51
6 2500 61 67 65
7 3000 73 78 77
8 3500 85 91 90
9 4000 98 104 103
10 4500 108 115 114
11 5000 121 129 128
12 5500 131 141 139
13 6000 142 152 149
14 6500 154 165 161
15 7000 165 176 172
16 7500 175 188 183
17 8000 187 200 195
18 8500 196 209 205
19 9000 209 221 216
20 9500 220 233 227
21 10000 231 245 238
22 10500 244 258 250
23 11000 255 271 262
24 11500 268 285 274
25 12000 280 298 287
26 12500 292 311 299
27 13000 304 324 311
110

P DG-1 DG-2 DG-3


No
Kg mm mm mm
28 13500 319 340 326
29 14000 335 357 342
30 14500 354 380 360
31 15000 371 398 377
32 15500 390 419 405
33 16000 412 443 419
34 16300 421 452 428
35 16500 440 474 447
36 17000 466 504 472
37 17500 498 539 506
38 18000 541 588 548
39 18500 581 632 587
40 19000 646 705 652
41 19500 699 765 707
42 20000 757 836 760
43 20500 829 909 832
44 21000 895 982 902
45 21500 974 1070 979
46 22000 1055 1160 1060
47 22500 1133 1245 1139

Dalam tugas akhir ini data pengujian yang digunakan


sebagai validasi adalah data hasil pengujian pada Tabel 4.11 karena
merepresentasikan spesifikasi benda uji yang sama dengan analisa
yang dilakukan sebelumnya.
111

4.8 Hasil Analisa

Kinerja model pertama kali ditentukan oleh kapasitas beton.


Regangan tarik yang tersebar pada serat bawah penampang
menyebabkan penambahan tegangan pada tulangan prategang.
Regangan tekan terjadi pada sisi berlawanan dengan respon yang
di asumsikan linier. Analisa ini terus berlanjut sampai kegagalan
tekan terjadi sehingga pada saat itu konvergensi analisa pada
program tidak tercapai dan analisa dihentikan.

100
90
80
70
Momen, KN.m

60
50
40 Abaqus
30 Perhitungan
20 Eksperimental
10 Xtract
0
0 2 4 6 8 10 12
Defleksi, mm
Gambar 4. 31 Grafik momen vs defleksi.

Hasil analisa dengan beberapa metode diplot kedalam grafik


momen terhadap terhadap defleksi yang ditunjukan pada Gambar
4.31 untuk mendapatkan nilai daktilitas lendutan dari permodelan.
Daktilitas didapat dari rasio defleksi titik terjauh terhadap defleksi
saat leleh.

Dari grafik terdapat perbedaan nilai terhadap hasil


eksperimental seperti ditunjukan pada tabel berikut.
112

Tabel 4. 11 Hasil perhitungan terhadap eksperimental


Sumber
No. Nilai Satuan Eksperi- Perhitu-
Deviasi
mental ngan
1 Mcr KN.m 59.150 54.038 9.461%
2 My KN.m 65.000 67.043 3.047%
3 Mn KN.m 83.850 83.409 0.529%
4 δcr mm 3.400 1.852 83.585%
5 δy mm 4.000 2.890 38.408%
6 δu mm 9.190 9.350 1.711%

Tabel 4. 12 Hasil perhitungan terhadap eksperimental


Sumber
No. Nilai Satuan Eksperi-
Xtract® Deviasi
mental
1 Mcr KN.m 59.150 - -
2 My KN.m 65.000 69.700 6.743%
3 Mn KN.m 83.850 85.560 1.999%
4 δcr mm 3.400 - -
5 δy mm 4.000 3.004 33.156%
6 δu mm 9.190 9.592 4.191%

Tabel 4. 13 Hasil perhitungan terhadap eksperimental


Sumber
No. Nilai Satuan Eksperi- Program
Deviasi
mental FE
1 Mcr KN.m 59.150 54.038 9.461%
2 My KN.m 65.000 65.462 0.706%
113

Sumber
No. Nilai Satuan Eksperi- Program
Deviasi
mental FE
3 Mn KN.m 83.850 89.343 6.148%
4 δcr mm 3.400 2.548 33.464%
5 δy mm 4.000 3.337 19.858%
6 δu mm 9.190 10.790 14.832%

Perbedaan nilai dikarenakan adanya asumsi permodelan


yang berbeda pada tiap metode. Jika dilihat secara trend grafik
pada gambar 4.31 sesuai dengan penelitian-penelitian yang telah
dilakukan walaupun terdapat perbedaan antara metode satu dengan
lainnya. Menurut tabel sebelumnya metode perhitungan memiliki
nilai beban ultimate mendekati hasil ekesperimental dengan selisih
sebesar 0.529%. Metode dengan program Xtract® menghasilkan
nilai beban ultimate dengan selisih sebesar 1.999%. Metode
dengan program finite element menghasilkan nilai beban ultimate
dengan selisih sebesar 6.148%.

Dengan perbedaan nilai yang cukup besar pada metode


program finite element perlu adanya kajian mengenai asumsi yang
digunakan pada permodelan. Pada permodelan finite element
luasan desak tidak terkurangi dengan luas tulangan yang
menggunakan model wire. Begitu pula dengan material beton pada
permodelan yang tidak menggunakan trend garis berdasarkan
pengujian langsung melainkan menggunakan model yang
digunakan pada penelitian FHWA (Federal High Way Association).
Hal ini mungkin dapat menjelaskan fenomena pada grafik beban
vs displacement yang memperlihatkan hasil lebih tinggi dari
kondisi asli.

Nilai kurvatur pada pengerjaan tugas akhir ini didapat hanya


dari kedua metode yaitu perhitungan dan program Xtract®. Pada
pengujian dilaboratorium kurvatur pada benda uji tidak tercatat
114

datanya sehingga validasi data menggunakan program Xtract®.


Terdapat perbedaan hasil antara kedua metode tersebut tetapi
secara trend garis menunjukan kesesuaian dengan bentuk grafik
pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan. Nilai kurvatur
pada masing-masing metode ditunjukan pada tabel 4.14.

90
80
70
Momen, KN.m

60
50
40 Xtract
30
20 Perhitungan
10
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
Kurvatur, 1/m

Gambar 4. 32 Grafik Momen vs Kurvatur.

Tabel 4. 14 Hasil perhitungan terhadap Xtract®


Sumber
No. Nilai Satuan Deviasi
Perhitungan Xtract
1 Mcr KN.m 54.038 - -
2 My KN.m 67.043 69.700 3.812%
3 Mn KN.m 83.409 85.560 2.514%
4 φcr 1/m 1.344E-3 - -
5 φy 1/m 6.226E-3 4.767E-3 30.606%
6 φu 1/m 3.750E-2 5.220E-2 28.161%

Dari gambar 4.31 dan 4.32 didapat nilai daktilitas lendutan


dan daktilitas kurvatur dari rasio nilai lendutan/ kurvatur ultimate
dengan lendutan/ kurvatur saat leleh. Nilai daktilitas lendutan
berdasarkan hasil eksperimental didapat sebesar 2,3 dan nilai
115

daktilitas kurvatur berdasarkan perhitungan sebesar 6. Nilai ini


berada dibawah batas ketentuan untuk daktilitas lendutan yaitu
lebih dari sama dengan 3 (Raka, 2013) dan masuk dalam kategori
resiko seismik rendah (Hawkins dan Ghosh,2000).
116

Halaman ini sengaja dikosongkan


BAB V
DIAGRAM INTERAKSI PENAMPANG

5.1 Data Investigasi

Berikut adalah tiang spun pile yang di investigasi dengan


data sebagai berikut,
y1
y2
Ө 0,5d1
φ α y3
r r.cosӨ y4
y5

75 250 75
400

Gambar 5. 1 Penampang spun pile yang di evaluasi

Data penampang:

f c' = 52 Mpa h2 = 250 mm


f pu = 1420 Mpa t = 75 mm
fo = 1065 Mpa np = 10 Tendon
f yp = 1275 Mpa dp = 7,1 mm
f yh = 440 Mpa ds = 3,2 mm
Es = 2  105 Mpa s = 75 mm
h1 = 400 mm Cover = 35 mm

117
118

Konfigurasi tulangan yang digunakan pada investigasi di


posisikan untuk memberikan nilai lengan momen terkecil. Nilai
parameter dari penampang terinverstigasi adalah sebagai berikut,

Geometri :

a. Luas penampang tulangan, Asp  39,592 mm2


b. Luas penampang beton brutto, Acg  76576, 321 mm2
c. Luas penampang beton netto, Acn  76180, 402 mm2
d. Jarak serat luar ke pusat tulangan tiap baris, yi ,berturut-
turut, 49,495mm; 106,983mm; 200mm; 293,017mm;
350,505mm
e. Kehilangan gaya prategang,  fs  29.356 Mpa
f. Tegangan tekan beton, f  5.382 Mpa
Setelah itu data digunakan pada perhitungan koordinat
diagram interaksi.

5.2 Perhitungan Diagram Interaksi

Diagram interaksi spun pile di hitung dengan asumsi


sejumlah distribusi tegangan seperti gambar 5.2 untuk mencari
nilai titik-titik koordinat pada diagram interaksi.
119

εs1 Tc1

εs2 Tc2
Cca c
εs3
+
Tc3

TT3
εs4
TT4
εs5
75 250 75 εs0
400

Gambar 5. 2 Diagram tegangan saat beban eksentris

Perhitungan dimulai dengan dengan menghitung kuat


nominal dan kuat tekan maksimum penampang spun pile.

- Gaya beton,

Cc  0,85 f c'  Acn

Cc  0,85  52  76180,402

Cc  3367173,756 N

-Gaya tulangan

Regangan tulangan saat kondisi peralihan,

1035,644
s   0,0052
200000

Regangan beton saat kondisi peralihan,


120

5,382
c   0,0001
36669,297

Regangan hancur beton

 cu  0,003

Regangan tulangan saat akan beton mengalami keruntuhan

 s   s  ( cu   c )

 s  0,0052  (0,003  0,0001)  0,0023

Gaya tulangan,

T  Es   s  Ast  0,0023  200000.395,919  184102,435 N

-Aksial penampang,

Pn  Cc  Tt

Pn  3367173, 756  184102, 435

Pn  3183071, 321 N

Pn max  0,85  Pn  2705610,623 N

Selanjutnya menghitung gaya tiap baris tulangan dengan


menggunakan jarak garis netral (c) dengan cara coba-coba.
Regangan tiap tulangan yang terjadi berdasarkan jarak tulangan
terhadap serat terluar penampang yang dirumuskan sebagai berikut,
121

c  yi
Jika yi  c maka,  si   s   c 
c

yi  c
Jika yi  c maka,  si   s   c 
c

fs
Dengan,  c  0, 003 ; s  dan
Es

f yp f yp
s   f s   si  Es ;  s   f s  f yp
Es Es

Selanjutnya perhitungan tegangan dan gaya tiap baris


tulangan ditabelkan pada tabel 5.1 dengan mengambil nilai c
sebesar 367mm.
122

Tabel 5. 1 Perhitungan Gaya PC Bar (c = 367mm)


No. Өi y εsi fs As Tt Tc Tt.(yi-0,5h) Tc.(0,5h-yi)
o
mm Mpa mm2 N N N.mm N.mm

1 18 49,495 0,002 516,562 79.184 40903,402 0,000 -6156153,920 0,000


2 54 106,983 0,003 610,548 79.184 48345,519 0,000 -449655,929 0,000
3 90 200.00 0,003 762,619 79.184 60381,118 0,000 0.00 0,000
4 126 293,017 0,004 914,691 79.184 72428,717 0,000 6737103,168 0,000
5 162 350,505 0,004 1008,676 79.184 79870,835 0,000 12020935,531 0,000

Σ 301935,591 0,000 8104928,849 0,000


123

Setelah mendapat gaya dari pc bar pada tiap baris


selanjutnya mencari gaya desak pada beton yang dihitung sebagai
berikut dengan mencari nilai 1 terlebih dahulu,

 f c'  28 
1  0,85     0, 05
 7 

 52  28 
1  0,85     0,05  0,679
 7 

Maka tinggi blok desak beton menjadi,

a  1  c  0, 679  367

a  254,279 mm  0,5h  a  (h  t )  kondisi 3

Luas beton terdesak yang terjadi adalah luas tembereng


lingkaran (segmen 1) di kurangi luas tembereng rongga (segmen 2)
yang dihitung sebagai berikut,

-Luas segmen 1

 0, 5  400  254, 279 


  cos1    1,846 rad.
 0, 5  400 

1
Ac1   4002  1, 215  sin1, 215  cos1, 215
4

Ac1  84273, 734 mm2


124

-Titik berat segmen 1

4003  sin 3 1,846 


yc1  
84273, 734  12   56, 424 mm

-Luas segmen 2

 0, 5  400  254, 279 


  cos1    2, 020 rad.
 0, 5  400  75 

1
  400  2  75   2, 020  sin 2, 020  cos 2, 020 
2
Ac 2 
4

Ac 2  37673, 943 mm2

-Titik berat segmen 2

 400  2  75
3
sin 3 2, 020
yc 2    25, 263 mm
37673, 943 12

Luas total dan titik berat beton terdesak dari titik berat
penampang spun pile adalah,

At  Ac1  Ac 2  84273, 734  37673, 943

At  46599, 792 mm2

Ac1  yc1  Ac 2  yc 2
yc 
At
125

84273, 734  56, 424  37673, 943  25, 263


yc 
46599, 792

yc  81, 617 mm

-Gaya desak beton

Cc  0,85  At  f c'

Cc  0,85  46599,792, 480  52  2059710,786 N

Maka,

Pn  C  Tt  Tc

Pn  2059710, 786  301935,592  0

Pn  1757775,195 N  1757,775 KN

Momen akibat eksentrisitas gaya yang diukur dari titik berat


penampang spun pile,

 
n
M n  Cc  yc   T  yt  di
i 1

Mn 
2059710,786  81,617  8104928,849

M n  176211966, 436 N.mm = 176,212 KN.m

Setelah itu perhitungan dilanjutkan menggunakan cara yang


sama tetapi dengan menggunakan nilai c yang berbeda untuk
126

membentuk kordinat pada diagram interaksi. Hasil perhitungan


koordinat Pn dan M n dapat disimak pada tabel 5.2.
Tabel 5. 2 Koordinat Diagram Interaksi

No. c P M e
mm KN KN.m mm
1 Pnmax 3183.071 0.000 0.000
2 577.000 3129.731 5.180 1.655
3 478.000 2475.835 107.604 43.462
4 441.000 2180.792 142.360 65.279
5 423.000 2068.300 153.374 74.155
6 377.000 1810.594 173.145 95.629
7 367.000 1757.775 176.212 100.247
8 334.000 1587.284 183.783 115.784
9 321.000 1520.911 185.775 122.147
10 291.000 1367.342 188.394 137.781
11 271.000 1263.338 188.660 149.335
12 256.000 1183.725 188.094 158.900
13 237.000 1083.807 185.857 171.485
14 213.000 954.234 181.006 189.688
15 199.000 878.474 176.880 201.349
16 174.000 737.425 167.153 226.671
17 159.000 646.215 159.758 247.221
18 133.000 474.745 143.327 301.903
19 111.000 306.099 123.852 404.613
20 79.912 0.000 83.409

Nilai dari tabel 5.2 diplot kedalam grafik sehingga membentuk


diagram interaksi pada gambar 5.5.
127

5.3 Permodelan Program Xtract®

Berikut adalah hasil running program Xtract® untuk


diagram interaksi.

Tabel 5. 3 Koordinat Diagram Intraksi Hasil Program Xtract®


P M e
No.
KN KN.m mm
1 3,357.000 0.700 0.208
2 3,199.000 26.790 8.37
3 3,059.000 47.670 15.58
4 2,895.000 70.540 24.37
5 2,713.000 94.760 34.93
6 2,516.000 119.800 47.62
7 2,308.000 145.300 62.95
8 2,123.000 165.000 77.72
9 1,974.000 178.100 90.22
10 1,843.000 187.800 101.90
11 1,753.000 191.800 109.41
Manual
12 1,618.000 197.500 122.06
13 1,441.000 200.700 139.28
14 1,381.000 200.800 145.40
15 1,277.000 199.600 156.30
16 1,104.000 197.100 178.53
17 896.800 182.400 203.39
18 762.500 168.900 221.51
19 604.900 151.500 250.45
20 424.800 130.600 307.44
21 234.700 107.200 456.75
22 - 82.710
250
128

5.4 Diagram Interaksi

Dari perhitungan dan permodelan serangkaian data beban


aksial nominal dan momen nominal diplot kedalam grafik diagram
interaksi yang ditunjukan Gambar 5. 3.

Gambar 5. 3 Diagram interaksi penampang spun pile.

Secara trand grafik diagram interaksi hasil perhitungan sama


dengan hasil program. Pada diagram diatas terdapat perbedaan
nilai gradik yang ditunjukan pada tabel 5.4. Hal ini dapat
disebabkan oleh asumsi data yang lebih detail pada program.
Tabel 5. 4 Pn dan Mn Diagram Interaksi
Sumber Pn Pb Mb Mn
KN KN KN.m KN.m
Perhitungan 3,183.071 1,237.566 188.295 83.409
Xtract® 3,357.000 1,381.000 200.800 82.710
Δ 5.18% 10.39% 6.23% 0.84%
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan eksperimental yang telah dilakukan
pada spun pile diameter 400 dengan tulangan 10-D7,1 mm dan
spiral 3,2-100 mm serta rasio yang kurang dari persyaratan SNI
2847-2013 dan SNI 1726-2012 didapatkan hasil:
Dari analisa perhitungan didapat:
1. Momen saat crack sebesar 54,038 KN.m, momen saat leleh
sebesar 67,043 KN.m, dan momen ultimate sebesar 83,409
KN.m.
2. Lendutan pada saat crack 1,852 mm, saat leleh sebesar 2.890
mm, dan saat nominal sebesar 9.350 mm.
3. Diagram interaksi menunjukan kuat tekan nominal Pn =
3183,071 KN; Pb = 1237,556 KN; Mb = 188,295 KN.m; Mn
= 83,409 KN.m
Dari hasil permodelan program Xtract® didapat:
1. Momen saat leleh sebesar 69,700 KN.m, dan momen
ultimate sebesar 85,560 KN.m.
2. Lendutan pada saat leleh sebesar 3,004 mm, dan saat
nominal sebesar 9,592 mm.
3. Diagram interaksi menunjukan kuat tekan nominal Pn
=3357,000 KN; Pb =1381,000 KN; Mb = 200,800 KN.m; Mn
= 82,710 KN.m
Dari hasil permodelan program finite element:
1. Momen saat crack sebesar 54,038 KN.m, saat leleh sebesar
65,462 KN.m, dan momen ultimate sebesar 89,343 KN.m.
2. Lendutan pada saat crack 2,548 mm, saat leleh sebesar 3,337
mm, dan saat nominal sebesar 10,790 mm.

129
130

Dari hasil pengujian di laboratorium:


1. Momen saat crack sebesar 59,150 KN.m, saat leleh sebesar
65,000 KN.m, dan momen ultimate sebesar 83,850 KN.m.
2. Lendutan pada saat crack 3,400 mm, saat leleh sebesar 4,000
mm, dan saat nominal sebesar 9,190 mm.
Terdapat perbedaan nilai antara satu metode dengan metode
lainnya. Perbedaan nilai dikarenakan adanya asumsi permodelan
yang berbeda pada tiap metode. Jika dilihat secara trend grafik
pada bab sebelumnya sesuai dengan penelitian-penelitian yang
telah dilakukan. Menurut hasil analisa metode perhitungan
memiliki nilai beban ultimate mendekati hasil ekesperimental
dengan selisih sebesar 0.529%.
Pada permodelan finite element luasan desak tidak
terkurangi dengan luas tulangan yang menggunakan model wire.
Begitu pula dengan material beton pada permodelan yang tidak
menggunakan trend garis berdasarkan pengujian langsung
melainkan menggunakan model yang digunakan pada penelitian
FHWA (Federal High Way Association). Hal ini mungkin dapat
menjelaskan fenomena pada grafik beban vs displacement yang
memperlihatkan hasil lebih tinggi dari kondisi asli
Dari grafik gaya dan lendutan didapat nilai daktilitas
lendutan dan daktilitas kurvatur dari rasio nilai lendutan/ kurvatur
ultimate dengan lendutan/ kurvatur saat leleh. Nilai daktilitas
lendutan berdasarkan hasil eksperimental didapat sebesar 2,3 dan
nilai daktilitas kurvatur berdasarkan perhitungan sebesar 6. Nilai
ini berada dibawah batas ketentuan untuk daktilitas lendutan yaitu
lebih dari sama dengan 3 (Raka, 2013) dan masuk dalam kategori
resiko seismik rendah (Hawkins dan Ghosh,2000).
Dari hasil analisa tersebut dapat dibuktikan bahwa walaupun
penulangan tiang pancang jenis spun pile dibawah persyaratan SNI
2847-2013 dan SNI 1726-2012 tiang pancang dapat memberikan
respon yang daktail ketika diberi beban lentur murni. Walaupun
131

nilai daktilitas berada dibawah ketentuan bukan berarti tiang tidak


layak digunakan. Untuk menentukan tiang layak atau tudak, kajian
lanjut mengenai kinerja tiang sebagai kesatuan suatu struktur perlu
dilakukan.
7.2 Saran
Beberapa saran yang dapat dipertimbangkan untuk
penelitian pada tahap lanjut adalah:
1 . Untuk beton mutu tinggi di atas f’c 50 dan mutu baja tinggi
perhitungan lebih sesuai menggunakan teori strain
compability dimana tegangan yang terjadi nilainya didapat
dari plot terhadap grafik tegangan-regangan.
2 . Model tulangan elemen hingga pada abaqus berupa wire, hal
ini dapat dikembangkan menjadi model solid seperti kondisi
nyata.
3 . Bentuk spiral pada model yang disederhanakan menjadi
lingkaran dapat dikembangkan menjadi bentuk spiral.
4 . Permodelan elemen hingga spun pile belum memodelkan
kepala tiang pancang.
5 . Model material pada program bantu sebaiknya
menggunakan hasil uji langsung benda uji sehingga korelasi
antara nilai dair hasil eksperimental dan model elemen
hingga tidak terlalu jauh.
132

Halaman ini sengaja dikosongkan


DAFTAR PUSTAKA

Akiyama, Mitsuyoshi, Satoshi Abe, Nao Aoki, and Motoyuki


Suzuki. 2012. Flexural Test of Precast High-
Strength Reinforced Concrete Pile Prestressed With
Unbonded Bars Arranged at The Center of The
Cross-Section. Elsevier.
Budek, Andrew, and Gianmario Benzoni. 2009. Obtaining
Ductile Performance From Precast, Prestressed
Concrete Piles. PCI Journal.
Conte, E., A. Troncone, and M. Vena. 2013. Nonlinear Three-
Dimensional Analysis of Reinforced Concrete Piles
Subjected to Horizontal Loading. Elsevier.
Greenwood, Steven Michael. 2008. Analytical Performance
Evaluation Of Hollow Prestressed Piles And Pile-
Cap Connections In The I-5 Ravenna Bridge.
Washington DC: Department of Civil and
Environmental Engineering Washington State
University.
Hawkis, Neil M., dan S. K. Ghosh. 2000. Proposed Revision to
1997 NEHRP Recomended Provisions for Seismic
Regulation for Precast Concrete Structures Part 2-
Seismic-Force-Resisting System. PCI Journal 35.
Japanese Industrial Standard. 1987. Pretensioned Spun
Concrete Piles. JIS A 5335, Japan: Japan Standards
Association.
Kmiecik, P., dan M. Kaminski. 2011. Modelling of reinforced
concrete structures and composite structures with
concrete strength degradation taken into

133
134

consideration. Archives Of Civil And Mechanical


Engineering.
Lin, T. Y., and H. Burns. 1989. Desain Struktur Beton
Prategang. Jakarta: Erlangga.
Park, Robert, and T. J. Falconer. 1983. Ductility of Prestressed
Concrete Piles Subjected to Simulated Seismic
Loading. PCI Journal.
Popov, Egor P. 1978. Mechanics of Materials. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc,.
Raka, I Gusti Putu. 2013. Duktilitas Penampang Tiang Pancang
Beton Pratekan Pratarik Bulat Berongga Hasil
Pemadatan Sentrifugal. Seminar Nasional IX – 2013
Teknik Sipil ITS Surabaya.
Nawy, Edward G. 2009. Reinforced Concrete-A Fundamental
Approach. New Jersey: Pearson Education.
Pagoulatou, M., T. Sheehan, X.H. Dai, and D. Lam. 2014.
Finite Element Analysis on The Capacity of Circular
Concrete-Filled Double-Skin Steel Tubular
(CFDST) Stub Columns. Elsevier.
SNI 1726:2012. 2012. Tata cara perencanaan ketahanan gempa
untuk struktur bangunan gedung dan non gedung.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
SNI 2847:2013. 2013. Persyaratan Beton Struktural Untuk
Bangunan Gedung. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.
Sunggono. 1995. Buku Teknik Sipil. Bandung: Nova.
Tavio, and Benny Kusuma. 2010. "Studi Analitis Pengaruh
Pengekangan Terhadap Kapasitas Interaksi P-M
135

Tiang Pancang Prategang." Konferensi Nasional


Teknik Sipil 4.
Turner-Fairbank Highway Research Center. 2006. Optimized
Sections for High-Strength Concrete Bridge Girders
— Effect of Deck Concrete Strength. McLean: U.S.
Department of Transportation-Federal Highway
Administration.
Vecchio, Frank J., dan Michael P. Collins. 1986. “The Modified
Compression-Field Theory for Reinforced Concrete
Elements Subjected to Shear.” ACI Journal 225.
Wight, J. K., and J. G. MacGregor. 2012. Reinforced Concrete:
Mechanics & Design. New Jersey: Pearson
Education, Inc.
Yohannes Arief N Siregar. 2008. Evaluasi Daktilitas pada
Struktur dan Resuksi Tahan Gempa. Tesis. Jurusan
Teknik Sipil. Universitas Indonesia. Jakarta
Zang, Jian, and Tara C. Hutchinson. 2012. "Inelastic Pile
Behaviour With and Without Liquefacction
Effects." Elsevier.
136

Halaman ini sengaja dikosongkan.


BIODATA PENULIS

Penulis bernama Dimas Dwi Putra


adalah anak ke-2 dari 3 (tiga)
bersaudara dari pasangan Alm. Bpk.
Tatang Hidayat dan Ibu Siti Amalia,
dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5
Maret 1991. Beralamat di Jalan Jl.
Salak No.36 RT-03 RW-01
Kecamatan Pancoran Mas, Depok,
Jawa Barat.
Pendidikan formal yang pernah
ditempuh yaitu TK Irshadiyah
Jakarta tahun 1995, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar
Negeri (SDN) Sumur Batu 12 Pagi pada tahun 1996, pada tahun
2002 melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama
Negeri (SMPN) 1 Bekasi, kemudian di tahun 2005 melanjutkan
pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1
Bekasi. Setelah lulus dari SMA pada tahun 2008, penulis
melanjutkan studi pada Program Studi Diploma III Jurusan
Teknik Sipil di Politeknik Negeri Jakarta (PNJ). Setelah lulus
dari Program Diploma III pada tahun 2011, penulis bekerja
pada kontraktor asing selama 1 tahun. Tahun 2013 penulis
melanjutkan studi pada Program Sarjana Lintas Jalur, Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, terdaftar dengan
NRP. 3111106004. Di Program Sarjana Teknik Sipil ini penulis
mengambil Bidang Studi Struktur.
E-mail : dimasdwiputra.st.mt.phd@gmail.com
':-.":,,-:.,.' : -,-,..i:.',.r,*,iii ijiLr:,ii.= l;i_i.,i i;i11i.;i.
;;. ;, j " ;;:t:.\ q.i i:,i'i.jui\anll irt-Ji. I Tamalai;r*o, ]UiUoarrol V,;ji:
"]
e 041 i-585368,585367,585365 Fax. 04i l-586S43
E-mail : PnuP(lPoli,]pg-ac.irl
Home Page : http://www.ooliupg_ac.id

t'"1-r,oosrf
=i@frt
LABORATORIUM MEKANIK
JURUSAN TEKNIK MESIN 3,b 6$Ijry-:*
POLITEKNlK NEGERI UJUNG PANDANG

LAPORAN HASIL ENGUJTANTARTK

Contoh pC BAR
ffi*/%
Jenis Diterima Tanggal, 15 Januari zo1B-
Jumlah Contoh . 1 (satu) potong Uji
Tgl. Selesai . '16 Januari2013
Jk. Diameter Nominal (mm) : 7.0 mm Pengirim . PT. WIJAYA KARYA BETON
(eadaan Contoh : Baik Proyek :

Jenis Uji Data Hasil Uji PC Bar 6 7 mm


Tensile Test Standard sN1.0309-1989-A
Diameter (mm) 7.15
Nominal Cross Section Area, (mmt) 40.131
Started Length of Specimen (mm) 70
Yield Load, Newton (N) 58700
Y:eld Load, (kgf) 5983.690
Ultimate Tensile Load, Newton (N) 63300
Ultimate Tensile Load, (kgf) 6452.599 r'
Breaking Load (N)
6150p
Breaking Load (kgf) 6269_1 13 r/
lield Strength, (Nimnr') 1462.784 Mfr
Yield Strength, (kgf/Tm?) '.",),
149.103
Tensile Strength, 1N/mm2) 1577.328 t/
Tensile Strength, (kgf/mm') 160:788 t/.
Break Length, (mm)
-.'.;€::,.r..,f
80.60 -.p.Af
Elongation, (% )
1-,0fr

Kesimpulan :
Berdasarkan data hasil uji tarik sifat mek anis PC Bar diamerer 7.0 mm yang dikirim ke Laboratorium Mekanik
Politeknik Negeri Ujung pandang diperole rh sepertiberikut ini :

ll
il
Ujirarik Uii Spesifikasi
lr-l I Hasil
' II JtS G 3137 _ 2O1O SB pDL 1275t1420
ll
ll
llDiameter (mm) r

---------T 40.13 | 40 ll
I 5e836e |
llYietd Strenoth (N/mm2) I

llTensile Strenoth. (N/mm2)


I

I 1577.s3| vtin 1420 ll


I

(%)
r

llElonoation I 10.60 I min. 7.0 ll

/-ffiNt
-l
Januari2ol3

ffi','',^,*,*,**
o
$t
$
rJ)
N

n
-j
RE lr) o o
im r.- N
(\ $ t-
E(') r o
.f I r r t
Eo
Q)-
F-
.5 .c .E
Qe: E
U)or
I

c'i,
(9
(5
9.
.?

:f tr} cf) q o\
o) cr)
c? oo
N r- lr) q
cf)
o F- o
.f O) \if ro (o o
@ (o l-
r
tlt rr) r r
I

ot
E
tr
J
L at
tI' c)
E
F L
c{
E
E :) c .(- E
q l-
o .o E zz
Y l'-
o () E
E o E a2 z E
c) Y
o (o
F E a \< _c (t
a
c E G s
z E
.(g
(L
(d
E o
L
io
o o .a
c .c
.? o O o -.' q) B
L
0) (s a ,l'l '.;=
:f
(, (E o .g -d
'J rS' (s
FI Bii
5
E Eg g
!/
m
z :l*

UT
(L
C)
(L
.(6 E o ig
o t- ; nxi
t
g 'm $
l$

\ii
J
o ry}}Hrj
tar;3"rro& i#
.I .q
I { r*rtei* }
Y --5/
tr
tr
(9
\-
l
st
$
5\s
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
POLITEKMK NEGERI UJTJNG PANDANG
Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanre4 Makassar9}Z45
041 1-585368. 58-s367. 585365 Fa.r. 0411-586043
E-mail : pnup@poliupg.ac.id
Home Page :
http://*rvrv.poliupg.ac.id

LABORATORIUM MEKANIK
JURUSAN TEKNiK MES|N
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

LAPORAN HASIL UJI TARIK


Jenis contohmaterial . Besi beton spiral Tanggal diterima :27 Januari 2414
Jumlah contoh - Satu potong Tanggal pengujian . 29 Januari 2Q14
Diameter nominal material : 3.20 mm Pengirim . PT. WJAYA KARYA BETON
Penamaan :P3
Keadaan contoh : Baik Testing Machine ,Tensile Testing Machine
Pabrikan . PT. KINGDOM INDAH SBY :Type PM 100 GALDABINI
Standar Uji Tarik .SNl 07-0371-1998

A. SPESIMEN UJI TARIK


Dimensi Spesirnen Satuan Data Awal Spesimen
Diameter Spesimen (D") mm 3.2
Luas Penampang Spesimen (A") (mm2) 8.0384
Paniang Awal Spesimen {Lo) mm 30

B. DATA HASIL UJITARIK


Parameter UjiTarik Satuan Data Hasil Uji,Tarik
N 7000
Beban Ulur (Fr)
Kgf 713.558
N 7880
Beban Tarik Maksimum (F")
Kgf 803.262
Panjang Putus (L) mm 36.00

C. HASIL ANALISIS SIFAT MEKANIK


Kelas Baja Tulangan '

Parameter Sifat Mekanik Satuan Sifat Mekanik sesuai sN| 07 -20t?19,9,2.


'.,
J e nis B;.TP;30-.'. 1;:;r

Batas Ulur,
rl/mmz {Mpa 870.820 \/ minimum 235
Kqf/mm2 88.769 minimum 24
l/mm2 (Mpa 980.295 minimum 235
Kuat Tarik
Kqf/mm2 99.928 minimum 24
Regangan (%) 20 00 minimum 20

]. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil uji tarik sifat mekanis material besi beton spiral diameter nominal 3.2 mm (P 3) dari
pabrikan PT Kingdom lndah SBY yang dikirim ke Laboratorium mekanik Politeknik Negeri Ujung Pandang
adalah masuk kategori jenis kelas Baja Tulang Polos Bj.TP 30.

I t*',r- ri- , - ,- I
Lj:"''._21e.q ffiur".n
_F7ffift
t,.=s::. Otc- (.EtutFr
:5qF*
;
*;umti i

,:t^i t "- fua


{*&*x FA*o_-- ..:l:- -..,
i
-I
-F -8 E E 5*Ek
F
E -=29PPs \N
=EE

ruo888p$e
.'i-gRPggR
s
llilllllllllllll e
.A
\,\
E E -3=e€aE'o b-
E
o
$t
c.t
L.
o
+.
=-_
cf E
f
o Oc
E tro E
o
v.g aC
o'6
LV
J(I'
=-r
T.EH o_o E=E
@o- :lLl4
F o.c -a-c. l-ss
.=(E$
z A 'E fv)4 b(U
a Fb- 9r-F
JY
=lzNL
-:f
L
L:
-rO O ot OrJ
X CCc
'fD
z.O:
III 1g
E
h .o-.(u $ F
c' c'-o -O
Eh
o, on O)
f;
lll c, -y .ru(tr$o {D ,,t''_::-6t..=91
o- o:f o &(L(D Gj .
h.'=h-:.G:.-*'-
...' *r'!:.
j
; ::,. l't
6
:<
tr &
d.
I3
o g
Dimas Dwi Putra
XTRACT Section Report Institut Teknologi Sepuluh Nopember
12/26/2014
Section Name: SPD_400
Tugas Akhir
Spun Pile Diameter 400
Page __ of __

Section Details:
X Centroid: .3913E-13 mm
Y Centroid: .1662E-14 mm
Section Area: 765.6 cm^2
I gross about X: 106.0E+3 cm^4
I gross about Y: 106.1E+3 cm^4
Reinforcing Bar Area: 3.959 cm^2
Percent Longitudinal Steel: .5171 %
Overall Width: 400.0 mm
Overall Height: 400.0 mm
Number of Fibers: 196
Number of Bars: 10
Number of Materials: 2

Material Types and Names:


Unconfined Concrete: F'c52
Strain Hardening Steel: PC_Bar
Dimas Dwi Putra
XTRACT Material Report Institut Teknologi Sepuluh Nopember
12/26/2014
Material Name: F'c52
Tugas Akhir
Material Type: Unconfined Concrete Spun Pile Diameter 400
Page __ of __

Input Parameters:
Tension Strength: -4.471 MPa
28 Day Strength: 52.00 MPa
Post Crushing Strength: 0 MPa
Tension Strain Capacity: .1219E-3 Compression
Spalling Strain: 6.000E-3 Tension
Crushing Strain: 3.000E-3 Compression
Elastic Modulus: 36.67E+3 MPa
Secant Modulus: 3771 MPa

Model Details:

Material Color States:


Tension strain after tension capacity
Tension strain before tension capacity
Initial state
Compression before crushing strain
Compression before end of spalling
Compression after spalling

Reference:
Mander, J.B., Priestley, M. J. N., "Observed Stress-Strain
Behavior of Confined Concrete", Journal of Structural
Engineering, ASCE, Vol. 114, No. 8, August 1988, pp. 1827-1849
Dimas Dwi Putra
XTRACT Material Report Institut Teknologi Sepuluh Nopember
12/26/2014
Material Name: PC_Bar
Tugas Akhir
Material Type: Strain Hardening Steel Spun Pile Diameter 400
Page __ of __

Input Parameters:
Yield Stress: 1275 MPa
Fracture Stress: 1420 MPa
Yield Strain: 6.375E-3
Strain at Strain Hardening: 7.500E-3
Failure Strain: .1060
Elastic Modulus: 200.0E+3 MPa
Additional Information: Symetric Tension and Comp.

Model Details:

Material Color States:


Tension force after onset of strain hardening
Tension force after yield
Initial state
Compression force after yield
Compression force after onset of strain hardening
Dimas Dwi Putra
XTRACT Analysis Report Institut Teknologi Sepuluh Nopember
12/26/2014
Section Name: SPD_400
Tugas Akhir
Loading Name: P-M Spun Pile Diameter 400
Analysis Type: PM Interaction Page __ of __

Section Details:
X Centroid: .3913E-13 mm
Y Centroid: .1662E-14 mm
Section Area: 765.6 cm^2

Loading Details:
Angle of Loading: 0 deg
Number of Points: 100
Min. F'c52 Strain: 3.000E-3 Compression
Max. F'c52 Strain: 1.0000 Tension
Min. PC_Bar Strain: 7.500E-3 Compression
Max. PC_Bar Strain: 7.500E-3 Tension

Analysis Results:
Max. Compression Load: 3.455E+6 N
Max. Tension Load: -504.8E+3 N
Maximum Moment: 200.9E+3 N-m
P at Max. Moment: 1.409E+6 N
Minimum Moment: -28.02E+3 N-m
P at Min. Moment: 3.416E+6 N
Moment (Mxx) at P=0: 216.1E+3 N-m
Dimas Dwi Putra
XTRACT Analysis Report Institut Teknologi Sepuluh Nopember
12/26/2014
Section Name: SPD_400
Tugas Akhir
Loading Name: Momen_Curv. Spun Pile Diameter 400
Analysis Type: Moment Curvature Page __ of __

Section Details:
X Centroid: .3913E-13 mm
Y Centroid: .1662E-14 mm
Section Area: 765.6 cm^2

Loading Details:
Constant Load - Mxx: -1.0000 N-m
Incrementing Loads: Mxx Only
Number of Points: 30
Analysis Strategy: Displacement Control

Analysis Results:
Failing Material: F'c52
Failure Strain: 3.000E-3 Compression
Curvature at Initial Load: .6152E-19 1/m
Curvature at First Yield: 4.767E-3 1/m
Ultimate Curvature: 52.20E-3 1/m
Moment at First Yield: 69.70E+3 N-m
Ultimate Moment: 85.56E+3 N-m
Centroid Strain at Yield: .1816E-3 Tension
Centroid Strain at Ultimate: 6.903E-3 Tension
N.A. at First Yield: 38.09 mm
N.A. at Ultimate: 132.2 mm
Energy per Length: 4148 N
Effective Yield Curvature: 5.650E-3 1/m
Effective Yield Moment: 82.62E+3 N-m
Over Strength Factor: 1.036
EI Effective: 1.46E+7 N-m^2
Yield EI Effective: 63.17E+3 N-m^2
Bilinear Harding Slope: .4321 %
Curvature Ductility: 9.238
' 2i c4'tctlal a:vlx'J
*'e,^"q tf .r.d.,t^l 'J a)f-A u*<Qu,J Qv, n),t
zLt lV Qryao4
^
uQb(-q,ea'.;
t? ITo4 nxtu tsqtl,l utacl*q iu1nu1u,
tvroJ ?r'{"ry41 "ro.9w
- rq .rpB.j? V*1n ,y ftvYqwA +oan,ta -oQ::97 8.1'at\ut
NC .raqq u,1: rl*rclraan-! 44o tJa.4 ZFqA\ voP l\r/ftG Urrto
7eL-fetall yQv? ,rt fi{ -{
'6,u&-,tiettlv' *fuy C-1wlod 1'rg.llak] -1tr x
/"€rqi p 'adapl
'Ca6 araty*rl ,*y
tda*uuyr&y ^3 !u1ru -
*1td a(*.! -bartgstt'[o
-*-1f 'P$rryt'"tl 'Aog
7 e",g,*q,qll ,rA^€ Qt"-ta5516
wlracttS if \P Jt-\vr4\^\ dre1121 r"a|-"ru-1Uga-,r-Z! ,.s
f"roZ/ 'r/6r
\rdoi 1<.'a.;.,
tduros .u4 tlb"W ,nPPawQ-
S..l."tV .-o-41.t-P.o1
-
.oBc 44nv sfro| @d.q ,.F'od q"og,rrd rp
c ,A^u-v1 .trrv\ 15 -ha1o1 .oQr.1t.l--d - tt7u 'li
-TN4C ),F{.h" .B tt lt.J :"o) _ hroC
' \-a:/?
.f"a+r oy<l 'o1.-'d vWo-*
F€i L,€/S4l ee.lfulrl1 t Jryrrrl€ >plq .sErr4rq:ad lo1owaL1 '
' trd/up.rJ 5gr)raw/ r..,,t'1
(,oEratr,Fftl *t+rll,?
nrrzrg .ld lpvJ t
"ggo^rsnJ
6tQ Sn1a"1y qny.l : 't-
Qmyvrdry g'4re-ra{<^ ,a-r6avffir?4' htoa/ I ti a
!z1rrcagl1p
q!q'o.l'ald-!o.ttl -''
' +344i 74a1+Jrc'
qrq-q,,qnfSta:t arfr
eopq >ia1zfc {.g_a1
Dt '-I7fJX2 toP4d @4cfrtw\\fa ufra V,S:fi
.4./,,4,llol,(l \,o=l.\ra]
-sF 7d ucds 6'd"4DrruJ laanoluJ
d'p5',g .r6,.s+4 liqJ
"Y<r$) wrarErp *Dur{rqsrl t4aqlelA
:zttg1o 't.
-oVdq.p-J sv2,.l v1v7,tdp +orr.t.3; htatt &ot 6'6
J dryfu1rp r-o6r"r1q{
\-lsq Q-oS. yo.l:cJ -g+qt
J tg?t2 sl2Li+ !t? rd1 >{r{(-r1
5y-l +)'nqP+a,rg hroz/(o16l t
-41/a
NVdSO
NSISrSV n00Nr]^t VNVSN3U lsvsrlv:lu
JVUVd IVOENVT ON
NVlVt9Sv
urrO( -6 :
.-.,4're uA,"( !.r.t,],JAlA frr-g IVSOdOUd lel-
D;"WWqO :
yedlY.Z\Y aoh rtfvwtc,( .")tj unas s.r{ 6-oJo4 6rorJ ..afrcnqE lforlrarr3 UIH}V SVONI lNONI
@'auru :
ffiitnd !d,Q wrvlq VMSISVHVI/V VI^IVN
(r4'ffi: 0Nl8l lt8t/{3d vl tvN
t^4't.
=a,wcfi'l
i"'il';ffi'
71rf
'lryq rl'lr:rl ff'Qar1tr5-
.l-roZ-ZFL-r
-7n16' ' t a.fis0v ary u,fia*a *n
-qrdqA,AnOll
tt
{!'o&o^,, +lqr/,A st
a I ffilJtu "+udl 1g.*o .
tfact gT
13#;iffi. -fu ,4r4 id
J"-5ep\is\ 4or*:'),3 y**t-:lf4dt f "t'rt/t ""nan1*yui ' t^ro?- ?l-Sl
fcuFs?fi.ts-,,)gtl po) -\tdflul
1 a1.a1.:H l qrrl/q iarqFq + lror*o" "&r
'":1 (dr{/,iJ' up,ql r.dr',p tr4v-qild 'tnrdf - 1; -61
4tJ yl
-rlr 'Q1..'rnJ t"vt,f ,p4JA1n
loai4g
I wgfi nwltc lawrnqtlstp -<;q1 -
o/" ruJrrrJ + r'4+.4*4
aso -pnot vr'b,if]
't/a!4'fvlg gq*1ryqfrt6 aa*!{ta*1u1. d- I e}lt
\P no)
"ft?"* eeqoy,p uey4 *,.Ii;q:i *
,+tv fitfc l.rwrou\lr,rr vq{?zl
N\n+'o;rd rz&rq1 :s>.q52i*1. o-r &t:- 'nQ.-6t-6
_vqst\tA4f, lfqqf. 4lt+ttloeo"a eral &ttlu, >ztur.fib, t -
]?id*er <*4€V <'
esvro?gtcl "- hS o-
p)etJ WtbY:rd gpad lnJrrr rq 5sar6ad 'a-
f er\l^u \^:rqn\t *91mTff.'
' (V-qv 15r',4 v
'zydnn& wod.,,.al z7-A
laty*ua
4'Z!0S atn q- \,{o1-{ \ PJ o I Qr.P^,oa)
r( *aqq 4t * .vry4A-oail\ upaj
1fr*,4r-orf 'ud,nl {--?Jd"srrd <-
I Yeol '{- oql6 '
-tQ "E*Y tl1 ,opn).V v|*^ery*,y* q-s-S doh{ qc5+<z-1iLrr -
4+u* ,.,rryt+u nili
\'rror4F;
*aadual \-wqat- ;",o1- Zr-S
\ alt v
/ - +l^,,"J -aoc 'ssnz4
/
t'*ty&'tw -z1d uelS _LWn, ofod
:4ot'7,, *r-*da A;*, '".|"q1 '
t", '?J<'ib,
l.r*{* * rc*lngrr r-1€Slr..cz1 ut
\ rselri) +vdqf '(€{-a %d'r"{r\
--roBc
-oy *or.ayrloal '1ozrn6nr6y1 -
.;r*o5l1i <- \wqt -"7 i.,t%roo, 1"C.Vf
*lzrn9c-"r. gwQry @'*;taQa yVa'telnq -er t6n'e*.(
lvrwaq{1ry vav,,rfj9.re
qq\ F 1z,tds uaG.a1ny. -r n rlJs ,frryU
qa*1tyrof, Q,qoy"no1_ t *na"tati?T .r
..o01p wqtpowlrlJ lv*$lrc\af 'h,6a -'l - sr
NVdSO
NSISISV ne9Ntrrt vNV3NSu lsvsnvlu
IVUVd 1V99NVT ON
NVIVIOsX
' ).41t fz t ut)'-a,-o<nj)a
)" 4 5
k"rTo \-q+ iu511-\' Jcv.ro\ \ad\><) .a"..o$.-r) L.,od !;e+n6 IVSOdOUd'rel
?**q.guiooh s4axa-c,,a ?f d QS 1,<.g ?.:t-11 Cr..orf, q-a+}?rt>\"q
l5r7nlt"/\3 utH)lv svenr lnonr
l'tooga,ZlE 'dUN
VMSISVHVI^I VI^IVN
(rrt 1r;-\'L5 '- a'{ec-}15n5 \?)-t eNl8l ilgu\3d vt/uvN
- +*.xX
KnLaalfi
*0
1v4e4 "141"! *l'(
vS Ia"4p
w.4an a-ttf <5- .rli fl-rV"'aaaaz-t
'up{ /.r:YY'qd' w49aYo1 e
'<F
'l^|d '<--l'{wrl
'1n7*9' <'
3'1*af, | *a'td " o zpz-ahqa, iryt
,, J, :-: - teas'zf ')Z !,f .bw v2-1^g,n1 *cF',
?. t Vr444t
'<- '*:FP w-t:
' 1 11 )of"- .rvsaaf -g,,1<J fal o3a"a1 l,ollrzl J4r ^nl : t/ r/s
,l*.41,p
f'dCA-
6 -,rr4*'f )rtf ^z * fSAV
, vafyaa-Ad
yavp ztJw7 v"A'tY Lv'.-fi
-t bitnI
wV4?pd tinoat 1Vz&vt
,4nlouS:21 ttuv | <' nltrfn
tavlrtrP / tvltu'-11'ft^6 -.a'nnL
1a,rf SnoJ.nl apY N 'oo!' 4!p{a4''.)
\/eYhful \Y\q\ K /
\'4tfoitsl :'{c )tso1 Lh/ f r,.6'21tua P'9u'Y7'
J#ts nt) l\o
fi-se1w-6r1 't4ra Q€h tFf?'rdta\P U€orreJ
'5 r.r-glnq"nl lt&y 53ala,nvA"o=1etr -
o
NVd30 n9cNlhl VNVoNSU
vlt/lil l-ds'oN
r-rAC tLr-l[ c)C IVSOdOUd
lV9CNVI
d ".,o-vvrg -r.}c_ l*-t,rn}<J Jq\ra\ .tn?A qrvre6.o<l ulHyv
\a/1a crtP c)(lh J.1-*,a6 Z!g) .-rnd5 s\r& tao>.-,a1 E-brL .Jr-t'?r.>\a\ {.:},:}i\.2oa i sv9nt lnonr
H€dFr?lla
duN
(+,<!CI VMSISVHVIIII
*","d r'.4C
VAIVN
trt% rurral trshg 'l \\ 're Jard oNl8lil8l l3d
vWvN
' tffi5i
t0-v1 r.llrol
-*.t6-\
%l,lr( ?, aa-aa
16-19 wtupln) -qr+@4*s,rrF,,-''rl,*t;W -
wY"l Ll .-av\P
I './'oJ"rro.l )-apo14-) rlrlr6
*fuH "\Wffiw '"f,1AatCI6" AtoC - *5d
'-fl$r"t-rd '6-&wd 6jffidf -t,vglvi n*dW
.elof>f
t,a-ds q#fn,rrwnxrt '"w\12/4 4
u.IW
saogq a...^'so^ r
' E.+-q4tf/ ret& nt-tavl lls4Ft -t
el*t Frl*}lu\ lrrJ
-aal l. "b-uruaz! -.A*rht
t@',6d -Vsq
6*ht -wnel?l*$ wt 4
EFrf
'/^ p tp€l1sqcslpe$dAd ery -gfup1 r<l,rt(t 25oray1
+"
tf.fh nflwp yyv^r4 4 'hto(,-w -t,t
7+ifle#at'elD ilf
u*wr:fdud!4 "F4rqno
XaqY ,*,*nd * -*.rJ olytry ,feed W{dN #
,,/r, '(&q
a?4M)A^4 Lt&4 t@'rf @ "q nrl{
p (ffiptp wryt)-tld* ,.Egrn f.Fu'elsvh
f '^.i^il *ryl u,q -il _
6t
t@.4ael _ -Aiafrf ,:1fp1r GaR
Txi".+1 tt"tr*q4Rn^. lry\ln ;,r."q
'Yo',
wraeard '+pd ed",,"rd a1rryi" _ hVQz-tH{tlt v
# ryd% yryed . .tn r"f*tf*
cnB-gg-rcaly wC€ -1 lp).
IFq,raA.ya"p
'%" .-p \oB.cBt ,.rarB'oq,
Ya -p dq'-lr-,'1
.rtr-qlo-6 *.Os -!rwrep$
trilo(-oh' '2
\z.td tul^^,{, urqp Ol,{v2}
"a9,rqq-rrn} 1"d\a [*ru ', (alto^f)(2y\
{p h/o\tu
tT,arg4n 2(7) e8-',11r1-tr?i wsz-&o-6tf Y.
c$SlX fqaoa-aro r,6rod
C.."4 Fu I+ s\d!3-rs?x?,\
'.aov{i ar2 )\t1nl,l
"
-arra+a!"-l l>1roq-raf
hrcrt-{6-a1 \
NVdSO
NStStSV neeNtm vNVcN3U ISVSIlV:IU
JVUVd 1V99NVT ON
NVIVIES)
t
6
g?eA"
tvAual?4tutJ >.lrazr..1Jo1 a*turjrq\
! v-nw -r'"?.Al
\->l vc,rvr6'"{
hp6 t-'n-9 aA IVSOdOUd lel
rawa\ s{vurglCI 3rr4 ib4<1)dt\P
cvrgs 5L<v*. ?nry"^/ydrnffi UIHYV SVONI ]NONI
L-c:€acl\Zrr2'duN rz-tnd LaQ :wwy] VMSISVHVI^I VI^IVN
ll.J LS' <ncnEJL 'z:P-sJ eNE!1ilEy\t3d VWVN
'Y4-tt-o:' olg '-
.veq-&t*dt4 t txS 4- dl *'4.t\(&
19vmaf'1dsrP <-t"e1
ylut .y.d'*1o.ror,a+/' ssr^lt t' iltl
/ /voey tptQ -tr.lL*,t
'?v"ttt+-Jf *€'
17)-l ]frt*t l*€r wvrpl|arI s4"A
JdP5 g.ljrer ldn Hop +va4 O 'j'd.vtt' .lvt'*r912 5**l 4- wtlaa
t'6.44 @9fl7Aa l}cr ry *y+&'( "le.raleB4ur)1# l*eAwtlaeu9 <F t6\1-a6 a-
r,o"1"t odts"l -!i,^? bPZ.1-t-51
v--rlsfu 1'zroJt -\-LtlYiv'+'
va*a"ae1ryd 5.tal13 ..onrr61
"4P?-Ll -6
**p*rtL =r"d g1a-s:iu1 -?1")-
r \s
ef-4.e\4 plgq bl.Td-$dr\t| q* ' y4nfi'? 4{--
,l€ecr; ,1i/rYt?}'4&f '&51
"i' {
"/uP $rsa..ris-,$ <- | A l:g1rat $,tS- taar4a-TA) lrai-6 -B
-r*"i"'"t'ti:;'
-€..'.ls9r/0 c--L@dt ttr"tl tr"a6a' ouA t*
\rdr*J Iz,,n J q- root n Y4\' '
1ro -ro-.1r,4 J-1 G^tl l@n
<'-q-X tflad -u.>"J-ng
.."AotrT .-1 1tqrry prru"l o-Jord-p, '44"f'
".",, 1vdOp."W w1cY\'h efaao-lrr': <- \wtqr ( DqY .w.Jro1 .aOy
Or 1 , *"d*l*g Uw-,qif " \U *
6d"rrt *C,T"Ud\AlIt Y"iv4\'tl \4a'5lf€qu\ -
1-tr*arql-,,6 . . at'C'rn[5 -r"-vc'1E.t.1 al1 .orducq
,a1ora?&v11 r'l-cqr. rf r,6*ca1a<,1-vad *.,rrrno'r,.[5]',ti-,r t/J64P $ct-r9\P -1"PoL.] 'rror -?r- \
NVdSO nCgNltll VNV9NIU
1V99NVI
Vto(tq,q'(o'5o'dd/ t "t 2'St r r c-(h(?o Yrnw-as'ot-t
(^lad L"-f,1L IVSOdOUd
lVO9NVT
.O< .rJ6*a Lu-S1L^) -tt!.tr-l Loqzq q(ul64rd UIHYV
!f,cC'r'oq\ p wru Ao,-r 'Jlt-a*trc\p )ld ,.rnds a1.ta( C.o""r-d 9jr"lt ,-sr-1"c.|-.12-z\6?-\tr-3: sv9nl lnonl
tr ooqott?tA
duN
-2$\ rnQ lr"urrq vMslsvHvull
vlllvN
'1L1 '15 / \.'aeO4ltrO{P3 0Ntghllgt^l3d
-.--' VI,\IVN
to-vl rurol i

Anda mungkin juga menyukai