Anda di halaman 1dari 100

ANALISA DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG (MINI PILE)

PADA PROYEK PEMBANGUNAN RSIA STELLA MARISS


JALAN SAMANHUDI - MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas


Dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil

oleh:
IRMA RAMADANI SIMBOLON
060424009

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Irma Ramadani Simbolon : Analisa Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang (Mini Pile) Pada Proyek
Pembangunan Rsia Stella Mariss Jalan Samanhudi Medan, 2009.
USU Repository 2009

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puja dan puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, sehingga
dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat serta salam kepada pemilik
pribadi mulia Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya, yang
membawa kita dari zaman jahiliyah kepada zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Penyusunan Tugas Akhir ini dengan judul Analisa Daya Dukung Pondasi
Tiang Pancang Pada Proyek Pembangunan RSIA STELLA MARISS ini disusun
guna melengkapi syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Program Strata
satu (S-1) di Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak memperoleh bantuan
dan saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin
sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT, selaku dosen pembimbing utama yang telah
membimbing penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini;
2. Bapak Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Ir. Faizal Ezeddin, MSc, selaku Koordinator Program Pendidikan
Ekstension;
4. Seluruh Dosen dan pegawai Universitas Sumatera Utara khususnya Jurusan
Teknik Sipil yang telah mendidik dan membina penulis sejak awal hingga
akhir perkuliahan;

5. Pimpinan dan seluruh Staff PT. NUSA PRIMA, sebagai Pelaksana proyek
yang telah memberi bimbingan kepada penulis;
6. Terimakasih yang teristimewa, penulis ucapkan kepada kedua orangtua
tercinta, yang telah mengasuh, mendidik, dan membesarkan serta selalu
memberikan dukungan baik moral, material, maupun doa yang tak hentihentinya mereka mohonkan kepada Allah SWT sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini. Begitu juga kepada keluarga yang telah
memberikan seni kehidupan dan dukungan yang tiada henti-hentinya kepada
penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini;
7. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa dan temanteman yang

memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan

Tugas Akhir ini.


Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini kemungkinan belum sempurna,
untuk itu penulis dengan tulus dan terbuka menerima kritikan dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, sekali lagi penulis sampaikan terimakasih kepada pihak yang
telah banyak membantu dan semoga atas bimbingan serta bantuan moral dan
material yang penulis terima mendapat imbalan dari Allah SWT.

Medan, Maret 2009


Penulis,

IRMA RAMADANI SIMBOLON


060424009

ABSTRAK

Pondasi berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban


bangunan di atasnya ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk
itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan
bangunan terhadap berat sendiri, beban beban yang bekerja, gaya gaya luar
seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain lain dan tidak boleh terjadi
penurunan melebihi batas yang diijinkan.
Tujuan dari studi ini untuk menghitung dan menganalisa daya dukung
tiang pancang dengan data sondir, Standard Penetration Test (SPT), dan
membandingkan hasil perhitungan tersebut dengan hasil pemancangan dari
beberapa metode penyelidikan, dan menghitung efisiensi kelompok tiang (mini
pile) dengan beberapa metode. Metodologi pengumpulan data adalah dengan
melakukan studi pengamatan di lapangan, mengadakan konsultasi dengan pihak
Kontraktor pelaksana dan melakukan studi literature.
Pada waktu perencanaan pondasi juga akan diuraikan perhitungan daya
dukung tiang berdasarkan data sondir dengan menggunakan metode langsung,
untuk SPT menggunkan metode Mayerhoff dan perhitungan daya dukung tiang
berdasarkan bacaan manometer pada alat hydraulick jack saat pemancangan. Hasil
perhitungan daya dukung ultimate tiang (mini pile) pada kedalaman yang sama
untuk data sondir diperoleh 76,580 ton, data SPT 64,889 ton, dan data Daily
Piling Record (bacaan manometer) 45,000 ton,
Data yang sebaiknya digunakan adalah data bacaan manometer karena
akan menghasilkan daya dukung yang lebih akurat. Perbedaan daya dukung
tersebut dapat disebabkan oleh kedalaman tanah yang ditinjau, perbedaan jenis
tanah yang pada jarak terdekat sekalipun, cara pelaksanaan pengujian yang
bergantung pada ketelitian operator dan perbedaan parameter yang digunakan
dalam perhitungan.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................

ABSTRAK...................................................................................................

iii

DAFTAR ISI ...............................................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................

vii

DAFTAR NOTASI......................................................................................

ix

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ....................................................................

1.2 Tujuan dan Manfaat ............................................................

1.2.1 Tujuan .....................................................................

1.2.2 Manfaat ...................................................................

1.3 Pembatasan Masalah ...........................................................

1.4 Metode Pengumpulan Data .................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Pondasi..............................................................

2.2 Penyelidikan Tanah(Soil Investigation) ..............................

2.2.1 Sondering Test/Cone Penetration Test(CPT) .............

2.2.2 Standard Penetration Test (SPT) .............................

14

2.3 Pondasi Tiang .....................................................................

16

2.3.1 Defenisi pondasi tiang ................................................

16

2.3.2 Penggolongan pondasi tiang .......................................

17

2.3.3 Perencanaan pondasi tiang ..........................................

31

2.4 Pemancangan Tiang Pancang ..............................................

33

2.4.1 Peralatan pemancangan (driving equipment) ..............

34

2.4.2 Hal-hal yang menyangkut masalah pemancangan .......

34

2.4.3 Mini pile System ......................................................

35

Kapasitas Daya Dukung Tiang ............................................

40

2.5.1 Berdasarkan hasil Cone Penetrasion Test (CPT) ........

40

2.5.2 Berdasarkan hasil Standard Penetration Test (SPT) ...

43

2.5.3 Berdasarkan bacaan manometer..................................

48

2.5.4 Tiang pancang kelompok (Pile Group) ......................

49

2.5

2.5.5 Jarak antar tiang dalam kelompok ..............................

50

2.5.6 Kapasitas kelompok dan efisiensi tiang pancang


(mini pile) .................................................................

52

2.6

Kontrol Tekuk pada Tiang ..................................................

57

2.7

Faktor Keamanan ................................................................

58

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Data Umum Proyek ............................................................

61

3.2 Data Teknis Proyek .............................................................

61

3.3 Metode Pengumpulan Data .................................................

62

3.4 Kondisi Umum Lokasi Studi ...............................................

64

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pendahuluan .......................................................................

66

4.2 Pengumpulan Data dari Lapangan .......................................

66

4.2.1 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Tiang


dari hasil uji sondir .....................................................

66

4.2.2 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang


dari Hasil SPT ............................................................

70

4.2.3 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang


pada saat pemancangan berdasarkan
bacaan manometer .....................................................

73

4.2.4 Efisiensi kelompok tiang (mini pile) ..........................

75

4.2.4.1 Metode Converse Labarre

4.3

Formula (AASHO) ........................................

75

4.2.4.2 Metode Los Angeles Group ............................

76

4.2.4.3 Metode Sayed Bakeer (1992) ..........................

76

4.2.4.4 Metode Seiler - Kenny ....................................

77

4.2.5 Kontrol tekuk tiang ....................................................

78

Diskusi ...............................................................................

80

4.3.1 Kelebihan dan kelemahan


Metode metode Pengujian ...............................................

80

4.3.2 Hasil Perhitungan Daya Dukung Tiang ...............................

82

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.........................................................................

84

5.2 Saran ..................................................................................

85

DAFTAR PUSTAKA.................................................................

87

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR
Daftar

Gambar

Halaman
2.1

Dimensi Alat Sondir Mekanis ...............................................................12

2.2

Cara Penetrasi Sondir Mekanis ............................................................12

2.3

Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir ...........................................................13

2.4

Tiang Pancang Kayu .............................................................................18

2.5

Tiang Pancang precast Reinforced Concrete Pile ..................................20

2.6

Tiang Pancang Cast In Place ................................................................22

2.7

Tiang Pancang Baja ..............................................................................24

2.8

Water proofed steel pipe and wood pile ................................................25

2.9

Composite dropped in shell and wood pile .........................................26

2.10

Composite ungased concrete and wood pile .......................................28

2.11

Composite dropped shell and pipe pile ..............................................29

2.12

Franki composite pile ...........................................................................30

2.13

Pondasi Tiang Pancang Dengan Tahanan Ujung


(End Bearing Pile) ...............................................................................30

2.14

Pondasi Tiang Pancang Dengan Tahanan Gesekan


(Friction Pile) ......................................................................................31

2.15

Pondasi Tiang Pancang Dengan Tahanan Lekatan


(Adhesive Pile) .....................................................................................31

2.16

Beban Beban yang Bekerja pada Kepala Tiang ...................................32

2.17

Beban Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang ....................................33

2.18

Detail Ujung V-Pile ..............................................................................39

2.19

Detail Sambungan Ujung Plat ...............................................................40

2.20

Pola pola kelompok tiang pancang khusus .........................................49

2.21

Detail Pile Cap ......................................................................................50

2.22

Pengaruh tiang akibat pemancangan......................................................51

2.23

Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang ................................................53

3.1

Denah Lokasi proyek ............................................................................62

3.2

Tahapan Pelaksanaan Penelitian............................................................63

DAFTAR TABEL

Tabel
Halaman

Judul

2.1

Hubungan Dr, dan N dari Pasir ........................................................16

2.2

Faktor Heijen, DeRuiter dan Beringen .............................................41

2.3

Hal-hal yang perlu di pertimbangkan untuk penentuan harga N.............44

2.4

Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser

dalam
dan kepadatan relatif pada tanah pasir ...................................................46
2.5

Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah ..........................................46

2.6

Nilai parameter untuk effisiensi tipe tanah ............................................56

2.6

Faktor Aman Yang Disarankan (Reese & ONeill,1989) .......................59

4.1.

Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data Sondir S. 1............69

4.2.

Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data Sondir S. 2............69

4.3.

Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data Sondir S. 3............70

4.4.

Perhitungan Tahanan Ujung Tiang Berdasarkan Data SPT BM.1 ..........72

4.5

Pehitungan Daya Dukung Tiang pada saat pemancangan


berdasarkan
data (Daily Piling Record) pada Pile Cap 1 (C3) ...................................73

4.6

Pehitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan Bacaan Manometer ........74

4.7

Pehitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan Bacaan Manometer ........75

4.8

Daftar Faktor Tekuk ( ) untuk Mutu Bj. 37 (PPBBI)...........................79

DAFTAR NOTASI

JP

= Jumlah perlawanan (kg/cm2)

PK = Perlawanan konus (kg/cm2)


A

= Tahapan pembacaan (setiap kedalaman 20 cm )

= Faktor alat (10)

= kedalaman (m)

Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal


qc

= Tahanan ujung sondir.

Ap

Luas penampang tiang.

Jhl

Jumlah hambatan lekat

K11 = Keliling tiang


Qijin =

Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal

qc

Tahanan ujung sondir.

Ap

Luas penampang tiang.

Jhl

= Jumlah hambatan lekat

K11 =

Keliling tiang

= Kekuatan geser tanah (kg/cm2)

= Kohesi tanah (kg/cm2)

= Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2 )

= Sudut geser tanah ()

N1

= harga rata-rata dari dasar ke 10D ke atas

N2

= harga rata-rata dari dasar ke 4D ke bawah

Qp

= Tahanan ujung ultimate (kN)

Ap

= luas penampang tiang pancang (m2)

Li

= panjang lapisan tanah (m)

= keliling tiang (m)

= koefisien adhesi antara tanah dan tiang

cu

= kohesi undrained (kN/ m2)

= keliling tiang (m)

Li

= panjang lapisan tanah (m)

Pu

= Kapasitas daya dukung ultimate tiang

= Effisiensi alat pancang

= Energi alat pancang yang digunakan

= Banyaknya penetrasi per pukulan

= Luas penampang tiang pancang

Pu

= Daya dukung ultimate tiang pancang

Pijin = Daya dukung ijin tiang pancang


a

= Konstanta

= Konstanta

eh

= Effisiensi baru

Eb

= Energi alat pancang

= Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering


dilapangan

SF

= Faktor keamanan ( 3 ) untuk metode ini.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pondasi merupakan pekerjaan yang utama dalam suatu pekerjaan teknik

sipil. Semua konstruksi yang merupakan bagian bangunan atas tanah (super
structure) yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu
pondasi. Pondasi merupakan bagian bangunan bawah tanah (substructure) yang
berfungsi untuk meneruskan beban beban yang bekerja pada bagian bangunan
atas dan beratnya sendiri ke lapisan tanah pendukung (bearing layers).
Pondasi terdiri dari beberapa bentuk, tetapi secara umum pondasi terdiri
dari 2 (dua) jenis yaitu, pondasi dalam dan pondasi dangkal. Pemilihan jenis
pondasi tergantung kepada jenis konstruksi yang akan dibangun dan juga pada
jenis tanah. Untuk konstruksi beban ringan dengan kondisi tanah cukup baik,
biasanya digunakan pondasi dangkal, dan untuk konstruksi beban berat biasanya
digunakan pondasi dalam. Untuk memilih pondasi yang memadai, perlu juga
diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan di lapangan dan
memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan jadwal
kerjanya.
Secara umum, permasalahan pondasi dalam lebih rumit daripada pondasi
dangkal. Untuk itu, penulis mencoba mengkonsentrasikan Tugas Akhir ini pada
perencanaan pondasi dalam yaitu tiang pancang. Tiang pancang adalah bagian bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton dan baja dan digunakan untuk
menyalurkan beban-beban dari konstruksi diatasnya melewati lapisan tanah

dengan daya dukung rendah ke lapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas
daya dukung lebih tinggi yang relatif cukup dalam dibanding pondasi dangkal.
Daya dukung tiang pancang diperoleh dari daya dukung ujung (end bearing
capacity) yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan daya dukung geser atau
selimut (friction bearing capacity) yang diperoleh dari daya dukung gesek atau
gaya adhesi antara tiang pancang dan tanah di sekelilingnya.
Secara umum tiang pancang dapat diklasifikasikan dari segi bahan yang
terdiri dari tiang pancang bertulang, tiang pancang pratekan, tiang pancang kayu
dan tiang pancang baja. Dari segi bentang penampang terdiri dari tiang pancang
bujur sangkar, segitiga, segi enam, bulat padat, pipa, huruf H, huruf I dan bentuk
spesifik. Dari segi teknik pemancangan dapat dilakukan dengan palu jatuh (drop
hammer), diesel hammer dan hydraulic hammer.
Tiang pancang akan berinteraksi dengan tanah untuk menghasilkan daya
dukung yang mampu memikul beban konstruksi diatasnya serta memberikan
keamanan pada konstruksi tersebut. Untuk menghasilkan daya dukung yang
akurat, maka harus diketahui sifat dan karakteristik tanah. Untuk itu perlu
dilakukan penyelidikan geoteknik terhadap tanah. Ada 2 (dua) jenis penyelidikan
geoteknik,

yaitu

penyelidikan

lapangan

dan

penyelidikan

laboratorium.

Penyelidikan lapangan meliputi penyondiran dan pengeboran.


Penyondiran bertujuan untuk mengetahui perlawanan konus dan
hambatan lekat tanah yang merupakan indikasi dari kekuatan tanah pada
kedalaman tertentu serta dapat digunakan untuk menghitung daya dukung lapisan
tanah. Standard Penetration Test (SPT) bertujuan untuk mendapatkan gambaran
lapisan tanah berdasarkan jenis dan warna tanah melalui pengamatan secara visual

dan untuk pengambilan contoh tanah terganggu dan tidak terganggu untuk
penyelidikan di laboratorium mengenai sifat - sifat fisik dan karakteristik tanah
yang semuanya dapat digunakan untuk memperoleh daya dukung tanah.
Banyak permasalahan yang terjadi pada proses pemancangan mulai dari
awal pemancangan sampai akhir pemancangan misalnya pergerakan tanah
pondasi, kerusakan tiang dan ukuran penahan kerusakan tersebut, penghentian
pemancangan tiang dan pemilihan peralatan. Sebagai contoh, pada saat alat
pancang mengangkat tiang pancang, sering terjadi patah dan retak di tengah akibat
kurang baiknya tulangan yang ada pada tiang pancang. Dalam penulisan Tugas
Akhir ini, penulis juga akan membahas masalah penulangan ini.
Untuk perhitungan daya dukung pada tiang pancang, dapat dilakukan
dengan beberapa metode dan mungkin akan ditemukan perbedaan ataupun
persamaan. Hal ini sangat penting dilakukan karena setelah dilakukan pengujian
hasil yang diperoleh belum memberikan suatu nilai khusus yang tetap khususnya
pada tanah kohesif yang meningkat.

1.2

Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan
Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah :
1. Menganalisa

dan

menghitung

daya

dukung

mini

pile

dengan

menggunakan data sondir, data Standard Penetration Test (SPT) dan


membandingkan
pemancangan.

hasil

dari

perhitungan

tersebut

dengan

hasil

1.2.2 Manfaat
Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Pihak pihak atau mahasiswa yang akan membahas hal yang sama;
2. Pihak pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang
dibahas dalam laporan Tugas Akhir.

1.3

Pembatasan Masalah
Pada pelaksanaan proyek pembangunan RSIA Stella Mariss di Jl.

Samanhudi - Medan, terdapat banyak permasalahan yang dapat ditinjau dan


dibahas, maka didalam laporan ini sangatlah perlu kiranya diadakan suatu
pembatasan masalah. Yang bertujuan menghindari kekaburan serta penyimpangan
dari masalah yang dikemukakan sehingga semua sesuatunya yang dipaparkan
tidak menyimpang dari tujuan semula. Walaupun demikian, hal ini tidaklah berarti
akan memperkecil arti dari pokok-pokok masalah yang dibahas disini, melainkan
hanya karena keterbatasan belaka. Namun dalam penulisan laporan ini
permasalahan yang ditinjau hanya dibatasi pada :
1. Hanya ditinjau untuk tiang pancang (mini pile) tegak lurus;
2. Perhitungan daya dukung hanya ditinjau pada arah vertikal;
3. Pembuktian perbandingan daya dukung berdasarkan data penyelidikan
tanah dengan data alat pancang (Hydraulic Jack) pada saat pemancangan.

1.4

Metode Pengumpulan Data


Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis melakukan pengumpulan

data dengan cara :


1. Melakukan studi pengamatan langsung di lapangan, dimana penulis dapat
memperoleh data dan gambaran mengenai Proyek Pembangunan Rumah Sakit
Ibu dan Anak Stella Mariss;
2. Mengadakan konsultasi dengan pihak konsultan Proyek Pembangunan Rumah
Sakit Ibu dan Anak Stella Mariss untuk memperoleh data - data teknis seperti
data sondir, data Standard Penetration Test (SPT), data mini pile, gambar dan
foto - foto dokumentasi;
3. Melakukan studi literatur berdasarkan buku - buku yang berkaitan dengan
masalah - masalah yang dibahas dalam Tugas Akhir ini.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Pondasi
Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan,

menara, dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat


mendukungnya.

Istilah

pondasi

digunakan

dalam

teknik

sipil

untuk

mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang


bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke
lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan
harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat
sendiri, beban beban yang bekerja, gaya gaya luar seperti tekanan angina,
gempa bumi dan lain lain. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan
melebihi batas yang diijinkan.
Berdasarkan Struktur Beton Bertulang, pondasi berfungsi untuk :
1. Mendistribusikan dan memindahkan beban beban yang bekerja pada struktur
bangunan di atasnya ke lapisan tanah dasar yang mendukung struktur tersebut;
2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan tidak sama pada struktur;
3. Memberi kestabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal akibat
angin, gempa dan lain lain.
Pondasi bangunan biasanya dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi
dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung
dari letak tanah kerasnya dan perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi.

Pondasi dangkal kedalamannya kurang atau sama dengan lebar pondasi (D B)


dan dapat digunakan jika lapisan tanah kerasnya terlekat dekat dengan permukaan
tanah. Sedangkan pondasi dalam digunakan jika lapisan tanah keras berada jauh
dari permukaan tanah.
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwasanya pondasi dibedakan atas dua bagian
yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal dapat dibedakan atas
beberapa jenis, yaitu pondasi telapak, pondasi cakar ayam, pondasi sarang laba
laba, pondasi gasing, pondasi grid dan pondasi hypaar (pondasi berbentuk
parabola hyperbola). Sedangkan pondasi dalam terdiri dari pondasi sumuran,
pondasi tiang dan pondasi kaison. Pada laporan Tugas Akhir ini, Penulis
memfokuskan pembahasan terhadap pondasi tiang.

2.2

Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)


Pada perencanaan pondasi terlebih dahulu perlu diketahui susunan

lapisan tanah yang sebenarnya pada suatu tempat dan juga hasil pengujian
laboratorium dari sampel tanah yang diambil dari berbagai kedalaman lapisan
tanah dan mungkin kalau ada perlu juga diketahui hasil pengamatan lapangan
yang dilakukan sewaktu pembangunan gedung - gedung atau bangunan bangunan lain yang didirikan dalam kondisi tanah yang serupa.
Penyelidikan tanah (soil investigation) adalah suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mengetahui sifat - sifat dan karakteristik tanah untuk keperluan
rekayasa (engeneering). Adapun tujuan dari penyelidikan tanah ini pada
umumnya mencakup maksud - maksud sebagai berikut :
1. Untuk menentukan kondisi alamiah dan lapisan - lapisan tanah di lokasi yang
ditinjau;

2. Untuk mendapatkan sampel tanah asli (undisturbed) dan tidak asli


(disturbed) untuk mengidentifikasi tanah tersebut secara visual dan untuk
keperluan pengujian laboratorium;
3. Untuk menentukan kedalaman tanah keras;
4. Untuk melakukan uji lapangan (in - situ field test) seperti uji rembesan, uji
geser vane dan uji penetrasi baku;
5. Untuk mengamati kondisi pengaliran air tanah kedalam dari lokasi tanah
tersebut;
6. Untuk mempelajari kemungkinan timbulnya masalah khusus perilaku
bangunan yang sudah ada di sekitar lokasi tersebut.
Program penyelidikan tanah pada suatu bangunan secara umum dapat
dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu :
1. Memisahkan informasi yang telah ada dari bangunan yang akan didirikan
Informasi ini meliputi tipe bangunan dan penggunaannya di masa depan,
ketentuan peraturan bangunan lokal dan informasi tentang kolom bangunan
berikut dinding - dinding pendukung beban.
2. Mengumpulkan informasi yang telah ada untuk kondisi tanah dasar setempat
Program penyelidikan tanah akan menghasilkan penghematan yang besar bila
para geolog yang mengepalai proyek tersebut lebih dahulu melakukan
penelitian yang cermat terhadap informasi yang telah ada tentang kondisi tanah
di tempat tersebut karena informasi - informasi tersebut dapat memberikan
gambaran yang lebih dalam tentang jenis - jenis dan masalah - masalah tanah
yang mungkin akan dijumpai pada saat pengeboran tanah yang sebenarnya.

3. Peninjauan lapangan ke tempat lokasi proyek yang direncanakan


Geolog yang bersangkutan sebaiknya melakukan inspeksi visual terhadap
lokasi dan daerah sekitarnya, karena dalam banyak kasus informasi yang
diperoleh dari peninjauan lapangan seperti itu akan sangat berguna pada
perencanaan selanjutnya.
4. Peninjauan lapangan terperinci
Pada tahap ini termasuk pelaksanaan beberapa uji pengeboran di lokasi dan
pengumpulan sampel tanah asli dan tidak asli dari berbagai kedalaman untuk
diinspeksi langsung atau diuji di laboratorium.
Ada beberapa metode untuk melaksanakan pengeboran di lapangan.
Salah satu yang paling sederhana adalah dengan menggunakan auger. Ada juga
pengeboran dengan sistem putar (rotary drilling). Kemudian ada juga pengeboran
sistem cuci (washing boring) dan pengeboran sistem tumbuk (percussion
drilling). Untuk pengambilan sampel tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu dengan menggunakan alat split spoon standard, dengan tabung berdinding
tipis dan pengambilan sampel tanah dengan alat piston.
2.2.1 Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT)
Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat
sondir yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 600 dan dengan luasan
ujung 1, 54 in2 (10 cm2). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah
terus menerus dengan kecepatan tetap 20 mm/detik, sementara itu besarnya
perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) juga terus diukur.
Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan

untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2, atau kedalam maksimal 30 m,
dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan
pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm2 atau
kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang
terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.
Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan
pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT,
dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan
langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah
untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang
merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan
dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.
Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai
selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi
tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan
geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir
mekanis yaitu, (Gambar 2. 1) :
1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya
digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya
kecil;
2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya
dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.
Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan
dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan

tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau
perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan
luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus
yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang.
Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai
perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai
berikut :
1. Hambatan lekat (HL)
HL = (JP PK )

A
..................................................................................(2. 1)
B

2. Jumlah hambatan lekat ( JHL )


i

JHL = HL ............................................................................................(2. 2)
n 0

dimana :
JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2)
PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)
A

= Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)

= Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm

= Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

(a). Konus
(b). Bikonus
Gambar 2. 1. Dimensi Alat Sondir Mekanis

Gambar 2. 2. Cara Penetrasi Sondir Mekanis

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil


tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan
menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap
kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung
tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu
dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada
kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan
untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.
Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan
jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah,
maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan
ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (FR) terhadap kedalaman tanah.

Gambar 2. 3. Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir


Sumber: Ir. Sardjono, H. S. Pondasi Tiang Pancang, Jilid I

2.2.2 Standard Penetration Test (SPT)


Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan
daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan
dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung
sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan
massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760
mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam
305 mm dinyatakan sebagai nilai N.
Tujuan dari percobaan Standard Penetration test (SPT) ini adalah untuk
menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan
tabung sehinggan diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman
tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah
serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit
diambil sampelnya. Percobaan Standard Penetration test (SPT) ini dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split
spoon sampler, hammer, dan lain lain;
2. Letakkan dengan baik penyanggah (tripod), tempat bergantungnya beban
penumbuk;
3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari
kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar
lubang bor;
4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm;

5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu
seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat
jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value);
Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm
N2 = 5 pukulan/15 cm
N3 = 8 pukulan/15 cm
Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13
pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan
pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang
bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan;
6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan
dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi,
struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa
dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;
7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT;
Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT 50 untuk 4x interval
pengambilan dimana interval pengambilan SPT = 2m.
Uji SPT ini dapat dilakukan untuk hampir semua jenis tanah.
Berdasarkan pengalaman yang cukup lama, berbagai korelasi empiris dengan
parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari
pengujian Standard Penetration test (SPT) dan hubungan antara kepadatan relatif
dengan sudut geser dalam dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. 1. Hubungan D, dan N dari Pasir (Peck, Meyerhof)


Nilai N

Kepadatan Relatif
e e
D = max
e max e min

Sudut Geser Dalam


Menurut Peck

Menurut Meyerhof

04
Sangat lepas 0, 0 0, 2
< 28, 5
< 30
4 10 Lepas
0, 2 0, 4
28, 5 30
30 35
10 30 Sedang
0, 4 0, 6
30 36
35 40
30 50 Padat
0, 6 0, 8
36 41
40 45
> 50
Sangat padat 0, 8 1, 0
> 41
> 45
Sumber : Ir. Suyono Sudarsono, 1983 Mekanika Tanah & Teknik Pondasi

2.3

Pondasi Tiang

2.3.1 Defenisi Pondasi Tiang


Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan
gaya vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat
menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang
terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.
Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di
bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang
cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila
tanah pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat
dalam. Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban beban yang
diterimanya dari konstruksi di atasnya kelapisan tanah yang lebih dalam.
Teknik pemasangan pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan
tiang tiang baja/beton pracetak atau dengan membuat tiang tiang beton
bertulang yang langsung dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya telah
dibuatkan lubang terlebih dahulu.

Pada umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam


tanah, tetapi apabila diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya
gaya horizontal. Sudut kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang
digunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaan.

2.3.2 Penggolongan Pondasi Tiang


Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk
berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang
perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari
tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan
teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan
dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan
dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.
A. Berdasarkan material yang digunakan
Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang terbagi atas 4 jenis,
yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja dan tiang
pancang komposit.
1. Tiang pancang kayu
Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan
tiang pancang sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon dan
biasanya diberi bahan pengawet. Pada pemakaian tiang pancang kayu tidak
diizinkan untuk menahan beban lebih tinggi dari 25 sampai 30 ton untuk setiap
tiang. Tiang kayu akan tahan lama apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan
selalu terendam penuh di bawah muka air tanah dan akan lebih cepat busuk jika
dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti - ganti. Tiang pancang kayu

tidak tahan terhadap benda - benda agresif dan jamur yang bisa menyebabkan
pembusukan.
a. Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :
1) Tiang pancang kayu relatif ringan sehingga mudah dalam pengangkutan;
2) Kekuatan tariknya besar sehingga pada waktu diangkat untuk pemancangan
tidak menimbulkan kesulitan seperti pada tiang pancang beton precast;
3) Muda untuk pemotongannya apabila tiang kayu sudah tidak dapat masuk
lagi ke dalam tanah;
4) Tiang pancang kayu lebih sesuai untuk friction pile dari pada end bearing
pile karena tekanannya relatif kecil.
b. Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :
1) Karena tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air tanah
yang terendah agar dapat tahan lama, maka jika letak air tanah terendah
tersebut sangat dalam, hal ini akan menambah biaya untuk penggalian;
2) Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan
tiang pancang baja atau beton, terutama pada daerah yang tinggi air
tanahnya seing naik turun;
3) Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu ujung tiang pancang
kayu ini bias rusak atau remuk.

Gambar 2. 4. Tiang Pancang Kayu

2. Tiang pancang beton


Tiang pancang beton terbuat dari bahan beton bertulang yang terdiri dari
beberapa jenis, yaitu:
a. Precast reinforced concrete pile
Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton
bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah
cukup kuat atau keras lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini
dapat memikul beban lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, tetapi tergantung
pada dimensinya. Penampang precast reinforced concrete pile dapat berupa
lingkaran, segi empat dan segi delapan.
Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile yaitu :
1) Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang besar
tergantung pada mutu beton yang digunakan;
2) Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing pile ataupun friction pile;
3) Tahan lama dan tahan terhadap pengaruh air ataupun bahan bahan korosif
asal beton dekingnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya;
4) Karena tidak berpengaruh oleh muka air tanah maka tidak memerlukan galian
tanah yang banyak untuk poernya.
Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile :
1) Karena berat sendirinya besar maka biaya pengangkutannya akan mahal, oleh
karena itu precast reinforced concrete pile dibuat di tempat pekerjaan;
2) Tiang pancang beton ini baru dipancang apabila sudah cukup keras hal ini
berarti memerlukan waktu yang lama untuk menuggu sampai tiang pancang
beton ini bisa digunakan;

3) Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit dan


membutuhkan waktu yang lebih lama juga;
4) Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada alat
pancang (pile driving) yang tersedia, maka akan sukar untuk melakukan
penyambungan dan memerlukan alat penyambung khusus;
5) Apabila dipancang di sungai atau di laut tiang akan bekerja sebagai kolom
terhadap beban vertikal dan dalam hal ini akan ada tekuk sedangkan terhadap
beban horizontal akan bekerja sebagai cantilever.

Gambar 2. 5. Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile


b. Precast Prestressed Concrete Pile
Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton
prategang yang menggunakan baja dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya.
Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile adalah :
1) Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi;
2) Tiang pancang tahan terhadap karat;
3) Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi.
Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile adalah :
1) Sukar ditangani;

2) Biaya pembuatannya mahal;


3) Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar disambung.
c. Cast in place
Tiang pancang cast in place ini adalah pondasi yang dicetak di tempat
pekerjaan dengan terlebih dahulu membuatkan lubang dalam tanah dengan cara
mengebor. Pelaksanaan cast in place ini dapat dilakukan dengan dua cara :
1) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan
beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik ke atas;
2) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian diisi dengan
beton, sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal dalam tanah.
Keuntungan pemakaian cast in place :
1) Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjaan;
2) Tiang tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko kerusakan dalam
pengangkutan;
3) Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan.
Kerugian pemakaian cast in place :
1) Kebanyakan dilindungi oleh hak patent;
2) Pelaksanaannya memerlukan peralatan khusus;
3) Beton dari tiang yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat dikontrol.
Tiang franki adalah termasuk salah satu jenis dari cast in place. Adapun
prinsip kerjanya adalah sebagai berikut :
1) Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan beton yang dicor di
dalam ujung pipa dan telah mengeras;

2) Dengan drop hammer sumbat beton tersebut ditumbuk agar sumbat beton dan
pipa masuk ke dalam tanah;
3) Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, pipa terus diisi dengan
beton sambil terus ditumbuk dan pipanya ditarik ke atas.
Selain tiang franki ada beberapa jenis tiang pancang cast in place, yaitu
solid point pipe piles, steel pipe piles, Raymond concrete pile, simplex concrete
pile, based driven cased pile, dropped in shell concrete pile, dropped in shell
concrete pile with compressed base section dan button dropped in shell concrete
pile.

Gambar 2. 6. Tiang Pancang Cast In Place


3. Tiang pancang baja
Jenis tiang pancang baja ini biasanya berbentuk profil H. karena terbuat
dari baja maka kekuatan dari tiang ini adalah sangat besar sehingga dalam
transport dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti pada tiang
pancang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang ini sangat bermanfaat jika
dibutuhkan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.
Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda - beda terhadap texture

(susunan butir) dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan
keadaan kelembaban tanah (moisture content).
Pada tanah dengan susunan butir yang kasar, karat yang terjadi hampir
mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka karena adanya sirkulasi
air dalam tanah. Pada tanah liat (clay) yang kurang mengandung oksigen akan
menghasilkan karat yang mendekati keadaan seperti karat yang terjadi karena
terendam air. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak di bawah
lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen, maka lapisan
pasir tersebut akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.
Keuntungan pemakaian tiang pancang baja :
a. Tiang pancang ini mudah dalam hal penyambungan;
b. Tiang pancang baja mempunyai kapasitas daya dukung yang tinggi;
c. Dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah.
Kerugian pemakaian tiang pancang baja :
a. Tiang pancang ini mudah mengalami korosi;
b. Tiang pancang H dapat mengalami kerusakan besar saat menembus tanah keras
dan yang mengandung batuan, sehingga diperlukan penguatan ujung.

Gambar 2. 7. Tiang Pancang Baja

4. Tiang pancang komposit


Yang dimaksud dengan composite pile ini adalah tiang pancang yang
terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama - sama sehingga
merupakan satu tiang. Composite pile ini dapat berupa beton dan kayu maupun
beton dan baja. Composite pile ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
a. Water proofed steel pipe and wood pile
Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian bawah muka air
tanah dan bagian atasnya adalah beton. Kelemahan tiang ini adalah tempat
sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen.
Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1) Casing dan core dipancang bersamaan ke dalam tanah hingga mencapai
kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakkan tiang pancang kayu
tersebut dan harus terletak di bawah muka air tanah yang terendah;
2) Kemudian core di tarik ke atas dan tiang pancang kayu dimasukkan ke dalam
casing dan terus dipancang hingga mencapai lapisan tanah keras;
3) Setelah mencapai lapisan tanah keras, pemancangan dihentikan dan core ditarik
keluar dari casing. Kemudian beton dicor ke dalam casing sampai penuh terus
dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

Gambar 2. 8. Water proofed steel pipe and wood pile

b. Composite dropped in - shell and wood pile


Composite dropped in - shell and wood pile hamper sama dengan water
proofed steel pipe and wood pile hanya saja tipe tiang ini memakai shell yang
terbuat dari logam tipis yang permukaannya diberi alur spiral. Pelaksanaannya
adalah sebagai berikut :
1) Casing dan core dipancang bersamaan samapi mencapai kedalaman yang telah
ditentukan di bawah muka air tanah;
2) Kemudian core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan
dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada
pemancangan tiang pancang kayu ini harus benar benar diperhatikan agar
kepala tiang tidak rusak;
3) Setelah mencapai lapisan tanah keras, core ditarik keluar dari casing;
4) Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan ke dalam
casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk bujur
sangkar;
5) Beton kemudian dicor ke dalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat
casing ditarik keluar sambil shell yang berisi beton tadi ditahan dengan cara
meletakkan core di ujung atas shell.

Gambar 2. 9. Composite dropped in - shell and wood pile


c. Composite ungased concrete and wood pile
Dasar pemilihan tiang ini adalah :
1) Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan
untuk menggunakan cast in place concrete pile. Sedangkan kalau
menggunakan precast concrete pile akan terlalu panjang sehingga akan sulit
dalam pengangkutan dan biayanya juga akan lebih besar;
2) Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga apabila kita menggunakan
tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang sangat besar agar tiang
pancang tersebut selalu di bawah muka air tanah terendah.
Cara pelaksanaan tiang ini adalah sebagai berikut :
1) Casing baja dan core dipancang ke dalam tanah hingga mencapai kedalaman
yang telah ditentukan di bawah muka air tanah;

2) Kemudian core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan
dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras;
3) Setelah sampai pada tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan beton
dicor sebagian ke dalam casing, kemudian core dimasukkan lagi ke dalam
casing;
4) Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu
sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola di atas tiang
pancang kayu tersebut;
5) Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai
padat setinggi beberapa cm di atas permukaan tanah. Kemudian beton ditekan
dengan core kembali sedangkan casing ditarik ke atas sampai keluar dari tanah.

Gambar 2. 10. Composite ungased concrete and wood pile


d. Composite dropped shell and pipe pile
Dasar pemilihan tiang ini adalah :
1) Lapisan tanah keras terlalu dalam letaknya bila digunakan cast in place
concrete pile;

2) Letak muka air tanah terendah sangat dalam apabila kita menggunakan tiang
composite yang bawahnya dari tiang pancang kayu.
Cara pelaksanaan tiang ini adalah sebagai berikut :
1) Casing dan core dipancang bersamaan sehingga casing hampir seluruhnya
masuk ke dalam tanah. Kemudian core ditarik keluar dari casing;
2) Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan
dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah
keras;
3) Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik ke atas kembali;
4) Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing
hingga bertumpu pada penumpu yang terletak di ujung atas tiang pipa baja.
Bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dapat dimasukkan dalam
shell dan kemudian beton dicor sampai padat;
5) Shell yang terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik
keluar dari tanah.

Gambar 2. 11. Composite dropped shell and pipe pile

e. Franki composite pile


Prinsip kerjanya hampir sama dengan tiang Franki biasa, hanya saja pada
Franki composite pile ini pada bagian atasnya dipergunakan tiang beton precast
biasa atau tiang profil H dari baja. Cara pelaksanaan tiang ini adalah :
1) Pipa dengan sumbat beton yang dicor lebih dahulu pada ujung pipa baja
dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras;
2) Setelah pemancangan mencapai kedalaman yang telah direncanakan pipa diisi
lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik
lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola;
3) Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai
bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah;
4) Rongga di sekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil
atau pasir.

Gambar 2. 12. Franki composite pile

B. Berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah


Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile)
Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah
pendukung.

tanah
lunak
tiang

tanah keras

Gambar 2. 13. Pondasi Tiang Pancang Dengan Tahanan Ujung (End Bearing Pile)
Sumber: Ir. Sardjono, H. S. Pondasi Tiang Pancang, Jilid I
2. Tiang pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile)
Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui gesekan
antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus
tidak menyebabkan tanah di antara tiang - tiang menjadi padat, sedangkan bila
butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang akan semakin padat.

tiang

tanah
berbutir
kasar

Gambar 2. 14. Pondasi Tiang Pancang Dengan Tahanan Gesekan (Friction Pile)
Sumber: Ir. Sardjono, H. S. Pondasi Tiang Pancang, Jilid I

3. Tiang pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile)


Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi
tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara
tanah disekitar dan permukaan tiang.

tiang

tanah
berkohesif
tinggi

Gambar 2. 15. Pondasi Tiang Pancang Dengan Tahanan Lekatan (Adhesive Pile)
Sumber: Ir. Sardjono, H. S. Pondasi Tiang Pancang, Jilid 1
2.3.3 Perencanaan Pondasi Tiang
Pada perencanaan pondasi tiang pada umumnya diperkirakan pengaturan
tiang tiangnya terlebih dahulu seperti letak/susunan, diameter dan panjang tiang.
Dalam pengaturan tiang tiang tersebut perlu diperhatikan beberapa hal berikut :
1. Tiang yang berbeda kualitas bahannya atau tiang yang memiliki diameter
berbeda tidak boleh dipakai untuk pondasi yang sama;
2. Tiang miring dipakai apabila besarnya gaya horizontal yang bekerja pada
kelompok tiang terlalu besar untuk ditampung oleh tiang vertikal;
3. Jarak yang dianjurkan antara tiang dalam satu kelompok adalah antara 0, 60
sampai 2, 0 meter.
Pada umumnya gaya gaya luar yang bekerja pada tiang yaitu pada
kepala tiang yang meliputi berat sendiri bangunan di atasnya, beban hidup,
tekanan tanah dan tekanan air. Sedangkan beban yang bekerja pada tubuh tiang

yaitu meliputi berat sendiri tiang, gaya geser negatif pada selimut tiang dan gaya
mendatar akibat getaran ketika tiang tersebut melentur.
Gaya
tarik

Gaya
mendatar

Pergeseran
akibat lentur

Tiang

Gaya
pemancangan

Tiang

Gambar 2. 16. Beban Beban yang Bekerja pada Kepala Tiang


Sumber : Ir. Suyono Sudarsono, 1990 Mekanika Tanah & Teknik Pondasi

Gambar 2. 17. Beban Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang


Sumber : Ir. Suyono Sudarsono, 1990 Mekanika Tanah & Teknik Pondasi
Perencanaan suatu pondasi tiang biasanya dilaksanakan sesuai dengan
prosedur sebagai berikut :
1. Menentukan kriteria perencanaan, seperti beban beban yang bekerja pada
dasar tumpuan (poer), parameter tanah, situasi dan kondisi bangunan di sekitar
lokasi, besar pergeseran yang diijinkan dan tegangan ijin dari bahan bahan
pondasi;
2. Memperkirakan diameter, jenis, panjang, jumlah dan susunan tiang;
3. Menghitung daya dukung vertikal tiang tunggal (single pile);

4. Menghitung faktor efisiensi dalam kelompok tiang dan daya dukung vertikal
yang diijinkan untuk sebuah tiang dalam satu kelompok tiang;
5. Menghitung beban vertikal yang bekerja pada setiap tiang dalam kelompok
tiang;
6. Memeriksa beban yang bekerja pada setiap tiang apakah masih dalam batasan
daya dukung yang diijinkan. Apabila tidak sesuai, maka perkiraan diameter,
jumlah atau susunan tiang pada prosedur yang kedua harus dihitung kembali
kemudian dilanjutkan dengan prosedur berikutnya;
7. Menghitung daya dukung mendatar setiap tiang dalam kelompok;
8. Menghitung beban horizontal yang bekerja pada setiap tiang dalam kelompok;
9. Menghitung penurunan (bila diperlukan);
10. Merencanakan struktur tiang.

2.4

Pemancangan Tiang Pancang


Pemancangan tiang pancang adalah usaha yang dilakukan untuk

menempatkan tiang pancang di dalam tanah sehingga berfungsi sesuai


perencanaan. Pada umumnya pelakasanan pemancangan dapat dibagi dalam tiga
tahap, tahap pertama adalah pengaturan posisi tiang pancang, yang meliputi
kegiatan mengangkat dan mendirikan tiang pada pemandu rangka pancang,
membawa tiang pada titik pemancangan, mengatur arah dan kemiringan tiang dan
kemudian percobaan pemancangan.
Setelah selesai, tahap kedua adalah pemancangan tiang hingga mencapai
kedalaman yang direncanakan. Pada tahap ini didalam pencatatan data
pemancangan, yaitu jumlah pukulan pada tiap penurunan tiang sebesar 0, 25 m
atau 0, 5 m. Hal ini dimaksudkan untuk memperkirakan apakah tiang telah

mencapai tanah keras seperti yang telah direncanakan. Tahap terakhir biasa
dikenal dengan setting, yaitu pengukuran penurunan tiang pancang per - pukulan
pada akhir pemancangan. Harga penurunan ini kemudian digunakan untuk
menentukan kapasitas dukung tiang tersebut.
2.4.1 Peralatan Pemancangan (Driving Equipment)
Untuk memancangkan tiang pancang ke dalam tanah digunakan alat
pancang. Pada dasarnya alat pancang terdiri dari tiga macam, yaitu :
1. Drop hammer
2. Single - acting hammer
3. Double - acting hammer
Bagian - bagian yang paling penting pada alat pancang adalah pemukul
(hammer), leader, tali atau kabel dan mesin uap.

2.4.2 Hal - Hal yang Menyangkut Masalah Pemancangan


Ada beberapa hal yang sering dijumpai pada saat proses pemancangan.
Pada umumnya yang sering terjadi antara lain adalah kerusakan tiang, pergerakan
tanah pondasi hingga pada masalah pemilihan peralatan.
1. Pemilihan peralatan
Alat utama yang digunakan untuk memancangkan tiang-tiang pracetak adalah
penumbuk (hammer) dan mesin derek (tower). Untuk memancangkan tiang
pada posisi yang tepat, cepat dan dengan biaya yang rendah, penumbuk dan
dereknya harus dipilih dengan teliti agar sesuai dengan keadaan di sekitarnya,
jenis dan ukuran tiang, tanah pondasi dan perancahnya. Faktor - faktor yang
mempengaruhi

pemilihan

alat

penumbuk

adalah

kemungkinan

pemancangannya dan manfaatnya secara ekonomis. Karena dewasa ini

masalah-masalah lingkungan seperti suara bising atau getaran tidak boleh


diabaikan, maka pekerjaan seperti ini perlu digabungkan dengan teknik-teknik
pembantu lainnya walaupun sebelumnya telah ditetapkan salah satu cara
pemancangan.
2. Pergerakan tanah pondasi
Pemancangan tiang akan mengakibatkan tanah pondasi dapat bergerak karena
sebagian tanah yang digantikan oleh tiang akan bergeser dan mengakibatkan
bangunan - bangunan yang berada di dekatnya akan mengalami pergeseran
juga.
3. Kerusakan tiang
Pemilihan ukuran dan mutu tiang didasarkan pada kegunaannya dalam
perencanaan, tetapi setidaknya tiang tersebut harus dapat dipancangkan sampai
ke pondasi. Jika tanah pondasi cukup keras dan tiang tersebut cukup panjang,
tiang tersebut harus dipancangkan dengan penumbuk (hammer) dan tiang harus
dijaga terhadap kerusakan akibat gaya tumbukan dari hammer.

2.4.3 Mini Pile System


A. Pengertian Mini Pile System
Mini pile system adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan
menggunakan mekanisme Indirect Hydraulic Jacking Technology, dimana sistem
ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom dan New
Zealand.
Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan pararel
dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut
ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak

tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang tiang, kemudian tiang
ditekan ke dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara continue ke
dalam tanah, tanpa suara, tahap pukulan dan tanpa getaran.
Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada
dua sisi tiang serta penempatan mal yang segaris dengan plat penekan
menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup akurat. Ukuran
diameter piston tersebut adalah 13,00 cm dengan luas 125,023 cm2. Sebagai
pembebanan, ditempatkan balok balok beton atau plat plat besi pada dua sisi
bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan
tiang.
B. Keunggulan dan kekurangan teknologi Mini Pile
Keunggulan teknologi Mini pile ini yang ditinjau dari beberapa segi,
antara lain adalah :
1. Bebas getaran
Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan,
pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja,
maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib
bebas getaran terhadap instansi yang ada tersebut.
2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan
Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika
menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan
bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara pukulan pancang
(seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang membutuhkan ketenangan
seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di tengah kota, teknologi ini tidak akan

membuat lingkungan sekitarnya terganggu. hydraulic jacking system ini juga


disebut dengan teknologi berwawasan lingkungan (Environment Friendly).
3. Daya dukung aktual per tiang diketahui
Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan
dibangun umumnya terdiri dari lapisan lapisan yang berbeda ketebalannya, jenis
tanah maupun daya dukungnya. Sedangkan jumlah titik soil investigation seperti
sondir dan SPT diadakan dalam jumlah yang terbatas. Sehingga pada sistem drop
hammer untuk mengetahui daya dukung pertiang masih menggunakan dan
mempercayakan cara tidak langsung (indirect means).
Sedangkan dengan Mini Pile system, daya dukung setiap tiang dapat
diketahui dan dimonitor langsung dari manometer yang dipasang pada peralatan
Mini pile sepanjang proses pemancangan berlangsung.
4. Harga yang ekonomis
Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan
pada kepala tiang seperti pada tiang pancang umumnya. Disamping itu, dengan
sistem pemancangan yang simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang
lebih hemat.
5. Lokasi kerja yang terbatas
Dengan tinggi alat yang relatif rendah, Mini Pile system ini dapat
digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja terbatas yang lainnya.
Alat Mini Pile ini komponen komponennya dapat dipisahkan atau dibongkar
pasang sehingga memudahkan untuk pengangkutannya ke lokasi kerja.

6. Loading test secara langsung


Karena beban penekan yang berupa balok beton plat besi adalah
merupakan perangkat terpadu dari alat Mini pile tersebut dengan berat dua kali
beban maksimum yang dapat dipikul per tiang dan berfungsi juga sebagai beban
uji, maka prosedur, jadwal dan jumlah titik loading test dapat dengan mudah
ditentukan pelaksanaannya sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Adapun kekurangan dari teknologi Mini pile, antara lain adalah :
1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang
ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat
pemancangan;
2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur
(biasanya pada areal tanah timbunan);
3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 70 ton dan saat
permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan
dapat mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang.
Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja;
4. Pergerakan alat hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya
relatif lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.
C. Spesifikasi Mini Pile
1. Spesifikasi bahan
Ready mix concrete

: JIS 5308, PBI

Prestressing wire

: JIS, PBI

Stell end plate

: PBI

2. Tegangan karakteristik bahan


Concrete (Grade 50 or K 500)

: 500 kg/cm2

Prestressing wire

: 16500 kg/cm2

Stell end plate

: 2400 kg/cm2

3. Beban kerja
Formula following ACI 543
Working load 25 ton per pile
4. Dimensi
Cross section

: Equitorial triangle

Nominal side length

: 228 mm

Standard length of pile element : 6.00 m


Crossectional area

: 203 cm2

No. prestressing wire

: 3 7 mm

Weight per pile element

: 210 kg

7 mm DIA
PRESTRESSED WIRE

10 mm THICK
PLATE

h=197mm

228 mm

Gambar 2. 18. Detail Ujung Mini pile

Mini pile

WELD
FULL LENGHT

2 NOS OF 10 mm
THK. PLATE
TO BE WELDED
Mini Pile

Gambar 2. 19. Detail Sambungan Ujung Plat


(Sumber : PT. Perintis Mini Pile, Teknologi Teori Mini Pile System )

2.5

Kapasitas Daya Dukung Tiang


Tanah harus mampu menopang beban dari setiap konstruksi yang

direncanakan yang ditempatkan di atas tanah tersebut. Untuk menghitung daya


dukung yang diijinkan untuk suatu tiang dapat dihitung berdasarkan data data
penyelidikan tanah (soil investigation), cara kalender atau dengan tes pembebanan
(loading test) pada tiang.
2.5.1 Berdasarkan Hasil Cone Penetration Test (CPT)
Uji sondir atau Cone Penetration test (CPT) pada dasarnya adalah untuk
memperoleh tahanan ujung qc dan tahanan selimut tiang c. Untuk tanah non
kohesif, Vesic (1967) menyarankan tahanan ujung tiang per satuan luas (fb)
kurang lebih sama dengan tahanan konus (qc). Tahanan ujung ultimit tiang
dinyatakan dengan persamaan :
Qb = Ab x qc .................................................................................................(2. 3)
dimana :
Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg)
Ab = Luas penampang ujung tiang (cm2)
qc

= Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2)

Meyerhoff juga menyarankan penggunaan persamaan 2. 3 tersebut, yaitu


dengan qc rata rata dihitung dari 8d di atas dasar tiang sampai 4d di bawah dasar
tiang. Bila belum ada data hubungan antara tahanan konus dengan tahanan tanah
yang meyakinkan, Tomlinson menyarankan penggunaan faktor untuk tahanan
ujung sebesar 0, 5.
Qb = x Ab x qc ...........................................................................................(2. 4)
Untuk tahanan ujung tiang berdasarkan hasil uji sondir ini, Heijnen
(1974), DeRuiter dan Beringen (1979) menyarankan nilai faktor seperti pada
tabel 2. 2 berikut ini.
Tabel 2. 2. Faktor Heijnen, DeRuiter dan Beringen
Kondisi Tanah
Faktor
Pasir terkonsolidasi normal
1
Pasir banyak mengandung kerikil kasar
0, 67
Kerikil halus
0, 5
Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, Teknik Pondasi 2
Vesic menyarankan bahwa tahanan gesek per satuan luas (fs) pada
dinding tiang beton adalah 2 kali tahanan gesek dinding mata sondir (qf), atau :
fs = 2 x qf (kg/cm) ........................................................................................(2. 5)
Tahanan gesek satuan antara dinding tiang dan tanah, secara empiris dapat pula
diperoleh dari nilai tahanan konus yang diberikan oleh meyerhoff sebagai berikut :
fs =

qc
(kg/cm2) ......................................................................................... (2. 6)
200

Tahanan gesek dirumuskan sebagai berikut :


Qs = As x fs (kg/cm2) ....................................................................................(2. 7)
dimana :
Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg)
As = Luas penampang selimut tiang (cm2)

fs

= Tahanan gesek dinding tiang (kg/cm2)


Untuk tanah kohesif, umumnya tahanan konus (qc) dihubungkan dengan

nilai kohesi (cu), yaitu:


cu x Nc = qc (kg/cm2) .................................................................................... (2. 8)
Nilai Nc berkisar antara 10 sampai 30, tergantung pada sensivitas, kompresibilitas
dan adhesi antara tanah dan mata sondir. Dalam hitungan biasanya Nc diambil
antara 15 sampai 18, (Bagemann, 1965).
Pada penulisan Tugas Akhir ini penulis hanya akan memfokuskan pada
penggunaan metode langsung saja karena banyaknya data sondir. Metode
langsung ini dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Meyerhoff, Tomlinson
dan Bagemann. Pada metode langsung ini, kapasitas daya dukung ultimit (Qult)
yaitu beban maksimum yang dapat dipikul pondasi tanpa mengalami keruntuhan,
dirumuskan sebagai berikut :
Q ult = q c A p + JHL K ............................................................................. (2. 9)

Keterangan :
Qult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg)
qc

= Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2)

Ap

= Luas penampang ujung tiang (cm2)

JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (kg/m)


K

= Keliling tiang (cm)

Qijin yaitu beban maksimum yang dapat dibebankan terhadap pondasi sehingga
persyaratan keamanan terhadap daya dukung dan penurunan dapat terpenuhi. Qijin
dirumuskan sebagai berikut:

Q ijin =

qc Ap
3

JHL K
......................................................................... (2. 10)
5

Keterangan :
Qijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang (kg)
3

= Faktor keamanan (diambil 3, 0)

= Faktor keamanan (diambil 5, 0)

Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik :


Tult = JHL K ............................................................................................ (2. 11)
Daya dukung tiang tarik ijin :
Q ijin =

Tult
.................................................................................................. (2. 12)
3

Daya dukung tiang (Ptiang) yaitu kemampuan tiang mendukung beban yang
didasarkan pada kekuatan bahan tiang. Daya dukung tiang ini dirumuskan sebagai
berikut :
Ptiang = beton A tiang .................................................................................... (2. 13)

2.5.2 Berdasarkan Hasil Standard Penetration Test (SPT)


Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis
dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah.
Dengan percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut
geser tanah () berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif,
sudut geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada tabel 2. 1.
SPT yang dilakukan pada tanah tidak kohesif tapi berbutir halus atau
lanau, yang permeabilitasnya rendah, mempengaruhi perlawanan penetrasi yakni
memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang

permeabilitasnya tinggi untuk kepadatan yang sama. Hal ini mungkin terjadi bila
jumlah tumbukan N > 15, maka sebagai koreksi Terzaghi dan Peck (1948)
memberikan harga ekivalen N0 yang merupakan hasil jumlah tumbukan N yang
telah dikoreksi akibat pengaruh permeabilitas yang dinyatakan dengan N0 = 15 +
(N 15).
Gibs dan Holtz (1957) juga memberikan harga ekivalen N0 yang
merupakan hasil jumlah tumbukan

N yang telah terkoreksi akibat pengaruh

tekanan berlebih yang terjadi untuk jenis tanah dinyatakan dengan :


No = N

50
...................................................................................... (2. 14)
1 + 2 + 10

dimana adalah tegangan efektif berlebih, yang tidak lebih dari 2, 82


kg/cm2.
Dari pelaksanaan pengujian dengan metode SPT, maka angka N dari
suatu lapisan dapat diketahui dan dari angka tersebut dapat ditentukan
karakteristik suatu lapisan tanah seperti pada tabel 2. 3 berikut.
Tabel 2. 3. Hal - hal yang Perlu Dipertimbangkan untuk Penentuan Harga N
Hal hal yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan
Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal
Hal yang perlu
(kedalaman permukaan dan susunannya), adanya
dipertimbangkan secara
lapisan lunak (ketebalan lapisan yang mengalami
menyeluruh dari hasil
konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase dan
hasil survey sebelumnya
lain - lain
Berat isi, sudut geser dalam,
Tahan pasir
ketahanan terhadap penurunan
(tidak kohesif)
dan daya dukung tanah
Hal hal yang perlu
diperhatikan langsung
Keteguhan, kohesi, daya
Tanah lempung
dukung dan ketahanan
(kohesif)
terhadap hancur
Sumber : Sosrodarsono Suyono Ir, 1983 Mekanika Tanah & Teknik Pondasi
Klasifikasi

Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk


memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat
geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh
Coulomb yang dinyatakan dengan :
= c + tan ...................................................................................... (2. 15)

Dimana :

= Kekuatan geser tanah (kg/cm2)

= Kohesi tanah (kg/cm2)

= Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2)

= Sudut geser tanah ()


Untuk mendapatkan harga sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif

(pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :


1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir
bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :

= 12 N + 15 ........................................................................................ (2. 16)


= 12 N + 50 ....................................................................................... (2. 17)
2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam,maka sudut gesernya adalah :
= 0,3 N + 27 ........................................................................................ (2. 18)
Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah
dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi
standard dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir,
secara perkiraan dapat dilihat pada tabel 2. 4 berikut .

Tabel 2. 4. Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan Sudut Geser


Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir
Angka penetrasi
standard, N

Kepadatan relatif
Dr (%)

Sudut geser dalam


()

0-5

0-5

26-30

5-10

5-30

28-35

10-30

30-60

35-42

30-50

60-65

38-46

Sumber : Braja M. Das Noor Endah, Mekanika Tanah, 1985

Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak
mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel 2. 5). Harga berat
isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.
Tabel 2. 5. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah
Harga N
< 10
10 30 30 50
> 50
3
Berat isi kN/m
12 16 14 18 16 20 18 23
Harga N
<4
4 15 16 25
> 25
Tanah kohesif
3
Berat isi kN/m
14 18 16 18 16 18
> 20
Sumber : Sosrodarsono Suyono Ir, 1983 Mekanika Tanah & Teknik Pondasi
Tanah tidak
kohesif

Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah,
hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung
pasir. Tanah dibawah muka air mempunyai berat isi efektif yang kira - kira
setengah berat isi tanah di atas muka air.
Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari
ketentuan berikut ini :
1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35
2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 - 4 kg/cm2 atau harga SPT,
N > 15

Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar, jadi bukan
merupakan nilai yang teliti. Dalam pelaksanaan umumnya hasil sondir lebih dapat
dipercaya dari pada percobaan SPT. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah
pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai N1 tidak dihitung karena permukaan
tanah dianggap sudah terganggu.
1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif
Q p = 40 N SPT

L
A p < 400. N SPT . Ap .................................. (2. 19)
D

2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif


Q s = 2 N SPT p Li ....................................................................... (2. 20)
Dimana :
Li = Panjang lapisan tanah (m)
p

= Keliling tiang (m)

3. Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif


Q p = 9 c u A p ..................................................................................... (2. 21)
Dimana :
Ap = Luas penampang tiang (m2)
cu = Kohesi undrained (kN/m2)
2
c u = N SPT 10 ............................................................................ (2. 22)
3

4. Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif


Q s = c u p Li ................................................................................ (2. 23)
Dimana :

= Koefisien adhesi antara tanah dan tiang

cu = Kohesi undrained (kN/m2)

= Keliling tiang (m)

Li = Panjang lapisan tanah (m)

2.5.3 Berdasarkan Bacaan Manometer


Kapasitas daya dukung Mini Pile dapat diketahui berdasarkan bacaan
manometer yang tersedia pada alat pancang. Kapasitas daya dukung tiang dapat
dihitung dengan rumus :

Q = P A ................................................................................................... (2. 24)


Keterangan :
Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan (Ton)
P = Bacaan manometer (kg/cm2)
A = Total luas efektif penampang piston (cm2)
Pada setiap mesin mempunyai dua buah piston.
Untuk mesin kapasitas 50 Ton :
Diameter piston hydraulic jack

= 5, 000 inc = 13, 000 cm

Luas penampang piston

= r2
= 3, 14 x 6, 310
= 125,023 cm2

Total luas efektif penampang piston = 2 x 125,023


= 250,000 cm2
Untuk mesin kapasitas 70 Ton :
Diameter piston hydraulic jack

= 6, 299 inc

Luas penampang piston

= r2

= 16, 000 cm

= 3, 14 x 8,00
= 201, 088 cm2

Total luas efektif penampang piston = 2 x 201, 088


= 402, 176 cm2
2.5.4 Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)
Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang
berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang
pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.7.
Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok
tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer
dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga :
1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan
penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang
datar.
2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang.

(a)

(a)

(b)
Gambar 2.20 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal,
(b) Untuk dinding pondasi
Sumber : Bowles, 1991
2.5.5 Jarak antar tiang dalam kelompok
Dasar pengaturan jarak antar tiang mini pile pada dasarnya sama dengan
tiang pancang jenis lannya. Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah
oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L. diisyaratkan :

S 2,5 D
S 3,0 D

Dimana :
S = Jarak masng masing antar tiang
D = Diameter Tiang
Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60
m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbanganpertimbangan sebagai berikut :
1. Bila S < 2,5 D
a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan
karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.
b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu.
2. Bila S > 3 D
Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar
ukuran/dimensi dari poer (footing).
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang
pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka
kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.
Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah
luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas
kelompok tiang pancang.
Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas
bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiangtiang pancang.

Gambar 2.22 Pengaruh tiang akibat pemancangan


Sumber : Sardjono Hs, 1988
2..5.6 Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Tiang Pancang (mini pile)
Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak
padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka
kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan
geser umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya
keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap
harus dipancang secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak.
Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung
lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama
untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang
besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak
kebawah oleh akibat beban yang bekerja (Gambar 2.12a). Tetapi, jika jarak tiangtiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh akibat beban, tanah diantara tiang-tiang
juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai
satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah
yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model
keruntuhannya disebut keruntuhan blok (Gambar 2.12b). Jadi, pada keruntuhan

blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan
tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang
pancang (mini pile) maupun tiang bor.

(a)

(b)

Gambar 2.23 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal,
(b) Kelompok tiang
Sumber : Hardiyatmo, 2002

Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi
diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan
bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang
berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9.
Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi
tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
Qg = Eg . n . Qa ........................................................................... (2.25)
dimana :

Qg = Beban

maksimum

kelompok

tiang

yang

mengakibatkan

keruntuhan.
Eg = Efisiensi kelompok tiang.
n

= Jumlah tiang dalam kelompok.

Qa = Beban maksimum tiang tunggal.


Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung
kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan.
Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan
mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat
tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Berikut adalah Metode
metode untuk perhitungan efisiensi tiang tersebut adalah :
2.5.6.1 Metode Converse - Labore Formula (AASHO)
Disini disyaratkan :
S

1.57.D.m.n
........................................................................... (2.26)
m+n2

Eg = 1

(n'1).m + (m 1).n'
90

m.n'

................................................ (2.27)

dimana :
Eg = Efisiensi kelompok tiang.
m

= Jumlah baris tiang.

n'

= Jumlah tiang dalam satu baris.

= Arc tg d/s, dalam derajat.

= Jarak pusat ke pusat tiang (lihat Gambar 2.21)

d / b = Diameter / Lebar tiang.

2.5.6.2 Metode Los Angeles Group


Eg = 1

D
[ m (n-1) + n (m-1) + 2 (m-1) (n-1)].................. (2.28)
s.m.n'

dimana :
Eg = Efisiensi kelompok tiang.
m

= Jumlah baris tiang.

n'

= Jumlah tiang dalam satu baris.

= Arc tg d/s, dalam derajat.

= Jarak pusat ke pusat tiang (lihat Gambar 2.21)

d / b = Diameter / Lebar tiang.


2.5.6.2 Metode Sayed Bakeer (1992)
Perhitungan Effisiensi tiang pancang (mini pile) dihitung dengan
menngunakan metode Sayed Bakeer (1922) (Sumber : Journal of Geotechnical
Engineering, ASCE ) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Eg = 1 [ 1 - s. K) . ........................................................... (2.29)

s = 2 x
=

(n'1).s + d + [(m 1).s + d ]


........................................ (2.30)
.m.n'.d

Qs
................................................................................... (2.31)
Qa

dimana :
Eg = Efisiensi kelompok tiang.
m

= Jumlah baris tiang.

n'

= Jumlah tiang dalam satu baris.

= Arc tg d/s, dalam derajat.

= Jarak pusat ke pusat tiang (lihat Gambar 2.21)

d / b = Diameter / Lebar tiang.


Qs = Daya dukung gesek tiang
Qa = Daya dukung satu tiang pancang

s = Efisiensi geometris (faktor ukuran, jarak tiang)


K

= Faktor interaksi group (faktor tanah)

= Faktor friksi

Formula ini menunjukan hubungan antara group efisensi (Eg) dengan parameter

s (efisiensi geometris), (faktor friksi), K (faktor tanah), seperti yang terlihat


pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.6. Nilai nilai Parameter untuk Efisiensi sesuai tipe tanah
Tipe Tanah

s/d

Dense Sand

0.1 - 0.2

2
4
6

3-7
2-4
1-2

Medium - Dense Sand

0.2 0.3

2
4
6

2-4
1-3
1

Soft Clay

0.8 0.9

2
4
6

1.1 - 1.7
0.7 - 0.9
0.5 - 0.6

0.6 0.7

2
4
6

1.5 - 1.7
0.75 - 0.8
0.5

Medium - Soft Clay

Sumber : Journal of Geotechnical Engineering, ASCE 1992

2.5.6.3 Metode SEILER - KEENY

{ 1 7(11s2.s 1)

Eg =

m + n'2
m + n'1

}+ 7(11s2.s 1) .............................. (2.32)

dimana :
Eg = Efisiensi kelompok tiang.

2.6

= Jumlah baris tiang.

n'

= Jumlah tiang dalam satu baris.

= Jarak pusat ke pusat tiang (lihat Gambar 2.21)

Kontrol Tekuk pada Tiang


Pada penulisan Tugas Akhir ini, kontrol tekuk diperhitungkan dengan

menggunakan ketetapan ketetapan dan rumus rumus pada PPBBI (Peraturan


Perencanaan Baja Indonesia). Perencanaan kolom, batang atau tiang yang
menahan tekan harus bisa menjamin stabilitas batang tersebut (aman dari bahaya
tekuk), dimana kuat tekan suatu batang/kolom seperti halnya tiang pancang juga
sangat dipengaruhi oleh kelangsingannya. Tekuk dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :

P
..................................................................................................... (2. 33)
A

P = Gaya tekan pada kolom/tiang


A = Luas penampang kolom/tiang
_

= Tegangan dasar
= Faktor tekuk (tergantung pada kelangsingan ()

lk
i min

...................................................................................................... (2. 34)

= Angka kelangsingan

lk

= Panjang tekuk ( panjang batang/tiang yang mengalami perlengkungan )

imin = jari jari inersia batang/tiang

i min =

I
................................................................................................... (2. 35)
A

I = Momen Inersia
lk = K x L ................................................................................................ (2. 36)
K = Faktor panjang tekuk
L = Panjang batang/tiang.
Panjang tekuk diasumsikan sebagai berikut :
N

K=1

K = 0,7

K = 0,5

K=2

Gambar 2. 21. Asumsi Panjang Tekuk


(Sumber : Ir. Sunggono kh , Buku Teknik Sipil)
2.7 Faktor Keamanan
Untuk memperoleh kapasitas ujung tiang, maka diperlukan suatu angka
pembagi kapasitas ultimate yang disebut dengan faktor aman (keamanan)
tertentu. Faktor keamanan ini perlu diberikan dengan maksud :
1. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang
digunakan;
2. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas
tanah;
3. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban
yang bekerja;

4. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau
kelompok tiang masih dalam batas batas toleransi;
5. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih
dalam batas-batas toleransi.
Sehubungan dengan alasan butir (d) dari hasil banyak pengujian pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter
kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban kerja (working load) yang
terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2, 5.
Reese dan ONeill (1989) menyarankan pemilihan faktor aman (F) untuk
perancangan pondasi tiang (Tabel 2.7), yang dipertimbangkan faktor - faktor
sebagai berikut :
1. Tipe dan kepentingan dari struktur;
2. Variabilitas tanah (tanah tidak uniform);
3. Ketelitian penyelidikan tanah ;
4. Tipe dan jumlah uji tanah yang dilakukan;
5. Ketersediaan tanah ditempat (uji beban tiang);
6. Pengawasan/kontrol kualitas di lapangan;
7. Kemungkinan beban desain aktual yang terjadi selama beban layanan struktur.
Tabel 2. 7. Faktor Aman Yang Disarankan (Reese & ONeill, 1989)
Klasifikasi
struktur
Monumental
Permanen
Sementara

Faktor keamanan ( F )
Kontrol
baik
2,3
2
1.4

Kontrol
normal
3
2,5
2

Kontrol
jelek
3,5
2,8
2,3

Kontrol sangat
jelek
4
3,4
2,8

Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, Teknik Pondasi 2

Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang izin dengan
memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimate
(Qu) dibagi dengan faktor aman (F) yang sesuai. Variasi besarnya faktor aman
yang telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang, tergantung pada
jenis tiang dan tanah berdasarkan data laboratorium sebagai berikut:
1. Tiang pancang

Qa =

Qu
................................................................................................ (2. 37)
2, 5

Beberapa peneliti menyarankan faktor keamanan yang tidak sama untuk


tahanan gesek dinding dan tahanan ujung. Kapasitas izin dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut :

Qa =

Qb Qs
....................................................................................... (2. 38)
+
3 1, 5

Penggunaan faktor keamanan 1, 5 untuk tahanan gesek dinding (Qs) yang


harganya lebih kecil dari faktor keamanan tahanan ujung yang besarnya 3,
karena nilai puncak tahanan gesek dinding dicapai bila tiang mengalami
penurunan 2 sampai 7 mm, sedang tahanan ujung (Qb) membutuhkan
penurunan yang lebih besar agar tahanan ujungnya bekerja secara penuh. Jadi
maksud penggunaan faktor keamanan tersebut adalah untuk meyakinkan
keamanan tiang terhadap keruntuhan dengan mempertimbangkan penurunan
tiang pada beban kerja yang diterapkan.
2. Tiang bor
Kapasitas ijin tiang bor, diperoleh dari jumlah tahanan ujung dan tahanan gesek
dinding yang dibagi faktor keamanan tertentu.
a. Untuk dasar tiang yang dibesarkan dengan diameter d< 2 m

Qa =

Qu
............................................................................................ (2. 39)
2, 5

b. Untuk tiang tanpa pembesaran di bagian bawah


Qa =

Qu
............................................................................................ (2. 40)
2

Untuk tiang dengan diameter lebih dari 2 m, kapasitas tiang izin perlu
dievaluasi dengan pertimbangan terhadap penurunan tiang.

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Data Umum Proyek


1. Nama Proyek

: Rumah Sakit Ibu dan Anak Stella Mariss

2. Pemilik Proyek

: Dr. Binarwan Halim / Dr.Kendy

3. Lokasi Proyek

: Jln. Samanhudi - Medan

4. Sumber Dana

: Swasta

5. Kontraktor Utama

: PT. Nusa Prima

6. Konsultan Struktur

: PT. Nusa Prima

7. Ready Mix Concrete

: PT. Sukses Beton

8. Pile Supplier

: PT. Perintis Pondasi Teknotama

9. Alat Berat

: Hydraulic Jack

10. Gambar lokasi peroyek : Dapat dilihat pada Gambar 3. 1 hal. 55

3.2

Data Teknis Proyek


Data teknis diperoleh dari lapangan menurut perhitungan dari pihak

konsultan, dengan data sebagai berikut:


1. Tipe pile

: mini pile 228 mm

2. Panjang tiang

: 6.00 m

3. Mutu Beton Tiang Pancang : K 500


4. Mutu Baja

: ST 37

5. Kapasitas mesin

: 50 ton dan 70 ton

Jl. Mutatuli
Jl. Samanhudi

U
Jl. Juanda

Lokasi Proyek
Rumah Sakit Stella Mariss

Gambar 3. 1. Denah Lokasi Proyek

3.3

Metode Pengumpulan Data


Untuk mencapai maksud dan tujuan studi ini, dilakukan beberapa

tahapan yang dianggap perlu dan secara garis besar diuraikan sebagai berikut :
Tahapan pertama adalah melakukan review dan studi kepustakaan terhadap text
book dan jurnal-jurnal yang terkait dengan pondasi tiang, permasalahan pada
pondasi tiang serta disain dan pelaksanaan pemancangan tiang.
Tahapan kedua adalah peninjauan langsung ke lokasi proyek dan menentukan
lokasi pengambilan data yang dianggap perlu.
Tahapan ketiga adalah pengumpulan data data dari pihak kontraktor yaitu PT.
Nusa Prima

Data yang diperoleh adalah :


1. Data hasil sondir pada tiga titik yang ditinjau;
2. Data hasil SPT pada satu titik;
3. Daya dukung berdasarkan bacaan manometer pada alat hydraulic jack.
Tahap keempat adalah mengadakan analisis data dengan menggunakan data data diatas berdasarkan formula yang ada.
Tahapan kelima adalah mengadakan analisis terhadap hasil perhitungan yang
dilakukan dan membuat kesimpulan.
Skema pelaksanaan studi ini dapat dilihat pada Gambar 3. 2 berikut
Review dan studi kepustakaan serta
pembahasan teori - teori yang berkaitan
dengan pemancangan

Peninjauan langsung ke lokasi pengambilan


data ( lokasi proyek )

Pengumpulan data - data dari lokasi meliputi


data sondir dan data SPT

Analisis data berdasarkan formula - formula


yang ada

Analisis hasil perhitungan dan kesimpulan


Gambar 3. 2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

3.4

Kondisi Umum Lokasi Studi


Lokasi studi adalah jalan Samanhudi - Medan. Data yang diperoleh dari

lokasi ini adalah sebagai berikut :


1. Data sondir sebanyak 3 titik;
2. Data SPT 1 titik;
Denah lokasi titik sondir dan SPT dapat dilihat pada Gambar 3. 3 hal. 66;
3. Perhitungan berdasarkan mesin hydraulic jack kapasitas 50 ton dan 70 ton.

Gambar 3.3 Gambar Lokasi Sondir dan SPT

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Pendahuluan
Pada bab ini, penulis akan mengaplikasikan metode perhitungan daya

dukung yang telah disampaikan pada bab 2. Daya dukung tiang akan dihitung
dengan menggunakan data hasil sondir yaitu tahanan ujung (qc) dan gesekan
selimut tiang (fs) dan juga dengan data Standard Penetration Test (SPT) yaitu
jumlah pukulan palu (N Value) serta perhitungan daya dukung pada saat
pemancangan dengan menggunakan alat hydraulic jack.

4.2

Pengumpulan Data dari Lapangan


Data - data yang diperoleh dari pembangunan Rumah Sakit Stella Mariss

ini adalah hasil penyelidikan tanah yaitu hasil uji sondir dan Standard Penetration
Test ( SPT ) dan perhitungan daya dukung tiang pada saat pemancangan dengan
alat hydraulic jack.
4.2.1 Perhitungan kapasitas daya dukung tiang dari hasil uji sondir
Perhitungan kapasitas daya dukung tiang mini pile dengan metode
langsung di lapangan pada titik S. 1, S. 2, dan S. 3.
a. Data sondir S. 1
1. Kedalaman ( d ) = 9,00 m
2. Hasil sondir dapat dilihat pada lampiran

Data yang diperoleh dari titik 1 pada kedalaman 1 meter adalah :


Perlawanan penetrasi konus ( PPK ), qc = 48 kg/cm2
Jumlah hambatan lekat ( JHL )

= 36 kg/cm

Ukuran mini pile

= 228 mm

Luas penampang tiang ( Ap )

= Luas segitiga
=

Alas

1
alas tinggi
2

= 22, 8 cm

Diameter tiang mini pile =

1
D2 = 22, 8 cm x 22, 8 cm
4

D2 =

D =

22,8 x 22,8 x 4

22,8 x 22,8 x 4

= 25, 7 cm 26 cm
Tinggi = 22,8 2 22,8
2

= 19, 7 cm
Ap

1
22,8 19,7
2

= 224, 580 cm2


Keliling mini pile( K )= 3 x sisi
= 3 x 22, 8
= 68, 4 cm
Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang desak :
Daya dukung tiang ultimate

Q ult = (q c A p ) + (JHL K )

Qult = ( 48 x 224, 580 ) + ( 36 x 68, 4 )


= 13242, 240 kg
= 13, 242 Ton
Daya dukung tiang ijin

Q ijin =
Q ijin =

qc Ap
3

JHL K
5

48 224,580 36 68, 4
+
3
5

= 4085. 760 kg
= 4, 086 Ton
Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik :
Tult = JHL K
Tult = 36 x 68, 4
= 2462, 4 kg
= 2, 4624 Ton
Daya dukung tiang tarik ijin
Q ijin =

Tult
3

Q ijin =

2,4624
3

= 0, 821 Ton
Daya dukung terhadap kekuatan bahan
Ptiang = beton A tiang

= 500 x 224, 580

= 112290 kg
= 112, 290 Ton
Tabel 4. 1. Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data Sondir S. 1
Kedalaman PPK (qc)
(m)
(kg/cm2)

Ap
(cm2)

JHL
(kg/cm)

K
(cm)

Qult
(ton)

Qijin
(ton)

0.00

0.00

224.580

0.00

68.400

0.000

0.000

1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00

48.00
68.00
91.00
64.00
46.00
32.00
48.00
204.00
226.00

224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580

36.00
66.00
102.00
130.00
206.00
242.00
276.00
314.00
348.00

68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400

13.242
19.786
27.414
23.265
24.421
23.739
29.658
67.292
74.558

4.086
5.993
8.208
6.569
6.262
5.706
7.369
19.567
21.679

b. Data sondir S. 2
1. Kedalaman ( d ) = 12, 80 m
2. Hasil sondir dapat dilihat pada lampiran
Tabel 4. 2. Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data Sondir S. 2
Kedalaman PPK (qc)
2

Ap
2

JHL

Qult

Qijin

(m)

(kg/cm )

(cm )

(kg/cm)

(cm)

(ton)

(ton)

0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
12.80

0.00
60.00
43.00
40.00
31.00
17.00
25.00
94.00
60.00
94.00
128.00
192.00
150.00
249.00

224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580
224.580

0.00
42.00
72.00
96.00
120.00
154.00
182.00
212.00
266.00
296.00
352.00
396.00
432.00
462.00

68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400
68.400

0.000
16.348
14.582
15.550
15.170
14.351
20.115
35.611
31.669
41.357
52.823
70.206
63.236
87.521

0.000
5.066
4.204
4.308
3.962
4.784
4.361
9.937
8.130
11.086
14.397
19.790
17.139
24.960

c. Data sondir S. 3
1. Kedalaman ( d ) = 11.00 m
2. Hasil sondir dapat dilihat pada lampiran
Tabel 4. 3. Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data Sondir S. 3
Kedalaman
(m)

PPK (qc)
(kg/cm2)

JHL
(kg/cm)

0.00

Ap
(cm2)
224.580

Qult
(ton)

Qijin
(ton)

0.00

K
(cm)
68.400

0.00

0.000

0.000

1.00

23.00

224.580

20.00

68.400

6.533

1.955

2.00

39.00

224.580

48.00

68.400

12.042

3.756

3.00

42.00

224.580

76.00

68.400

14.631

4.184

4.00

25.00

224.580

102.00

68.400

12.591

3.267

5.00

33.00

224.580

128.00

68.400

16.166

4.221

6.00

26.00

224.580

152.00

68.400

16.236

4.026

7.00

42.00

224.580

190.00

68.400

22.428

5.743

8.00

58.00

224.580

228.00

68.400

28.621

7.461

9.00

48.00

224.580

262.00

68.400

28.701

7.177

10.00

118.00

224.580

314.00

68.400

47.978

13.129

11.00

235.00

224.580

348.00

68.400

76.580

22.353

4.2.2 Perhitungan kapasitas daya dukung tiang dari hasil Standard


Penetration Test ( SPT )
Perhitungan kapasitas daya dukung tiang pancang per lapisan dari data SPT
memakai metode Meyerhoff dan data diambil pada BM-1
5. Perhitungan pada titik 1 (BM-1)
Daya dukung ujung tiang pancang pada tanah non kohesif adalah :
Qp = 40.N SPT .

L
. Ap < 400.N SPT . Ap
D

= 40 x 16 x 1/0.26 x 0.022458
= 55. 281 kN

Untuk tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif adalah :
Qs = 2. N-SPT . p . Li
= 2 . 16 . 0.684 . 1
= 21. 888 kN
Daya dukung ujung pondasi tiang pancang pada tanah kohesif adalah :
Qp = 9 . cu . Ap
= 9 . 26. 667 . 0.022458
= 5. 389 kN
Untuk tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif adalah :
Qs = . cu . p . Li
= 1 . 26,667 . 0. 684 . 1
= 18. 240 kN
Cu = N-SPT . 2/3 . 10
= 4 . 2/3 . 10
= 26. 667 kN/m2

Tabel 4. 4. Perhitungan Tahanan Ujung Tiang Berdasarkan Data SPT BM. 1


Depth

Soil

Cu

Skin Friction

End

( kN )

Bearing

N
(m)

Layer

(kN/m2)

0.00

0.00

0.000

1.00

0.00

2.00

3.00

Qult

Qijin

Local

Cumm

( kN )

(ton )

(ton )

1.00

0.000

0.000

0.000

0.000

0.000

0.000

1.00

0.000

0.000

0.000

0.000

0.000

4.00

26.667

1.00

18.240

18.240

5.389

2.363

0.788

16.00

21.888

40.128

55.281

9.541

3.180

4.00

26.00

35.568

75.696

179.664

25.536

8.512

5.00

24.00

32.832

108.528

215.596

32.412

10.804

6.00

22.00

146.667

0.40

40.128

148.656

29.645

17.8301

5.943

7.00

23.00

153.333

0.35

36.708

185.364

30.992

21.636

7.212

8.00

29.00

193.333

0.30

39.672

225.036

39.077

26.411

8.804

9.00

25.00

34.200

259.236

224.58

48.382

16.127

10.00

20.00

27.360

286.596

179.664

46.663

15.542

11.00

35.00

47.880

334.476

314.412

64.889

21.629

12.00

54.00

73.872

408.348

485.093

89.344

29.781

13.00

25.00

34.200

442.548

224.580

66.713

22.238

14.00

28.00

186.667

0.30

38.304

480.852

37.729

51.858

17.286

15.00

30.00

200.000

0.30

41.040

521.892

40.424

56.232

18.743

16.00

35.00

233.333

0.25

39.899

561.791

47.162

60.895

20.298

17.00

40.00

266.667

0.20

36.480

598.271

53.899

65.217

21.739

18.00

25.00

34.200

632.471

224.580

85.705

28.568

19.00

50.00

68.400

700.871

449.160

115.003

38.334

20.00

61.00

82.080

782.951

538.992

132.194

44.065

4.2.3 Perhitungan kapasitas daya dukung tiang pada saat pemancangan


berdasarkan bacaan manometer
Kapasitas daya dukung tiang mini pile dapat diketahui berdasarkan
bacaan manometer yang tersedia pada alat pancang. Kapasitas daya dukung tiang
dapat dihitung dengan rumus Q = P A
Keterangan :
Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan ( Ton )
P = Bacaan manometer ( kg/cm2 )
A = Total luas efektif penampang piston ( cm2 )
Luas piston ( A ) untuk mesin kap. 50 ton = 250, 000 cm2
Luas piston ( A ) untuk mesin kap. 70 ton = 402, 176 cm2
Working load ( Pijin ) = 25 ton
Pult = 200% x Pijin
= 200% x 25
= 50 ton
Tabel 4. 5. Perhitungan daya dukung tiang pada saat pemancangan berdasarkan
data (Daily Piling Record) pada Pile Cap 1 (C3)
Pile Cap
dan
Nomor Titik
(m)
01/C3
02/C3
03/C3
04/C4
05/C5
06/C6
07/C7
08/C8
09/C9

Kedalaman
(m)
12.00
12.00
11.00
11.00
10.50
12.00
11.00
11.00
11.00

Bacaan
Manometer
(kg/ cm2)
170
180
180
170
180
180
180
170
170

Daya Dukung
(ton)
42.50
45.00
45.00
42.50
45.00
45.00
45.00
42.50
42.50

A. Daya dukung berdasarkan spesifikasi peralatan bacaan manometer dengan


mesin kapasitas 50 ton
Q = P x A
= P x 250.000
= 250,00P kg
= 0, 250P ton
Tabel 4. 6. Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan Spesifikasi Peralatan
Bacaan Manometer
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Pada

Bacaan Manometer
Daya Dukung, Mesin Kap. 50 ton
( kg/cm2 )
( ton )
20
5. 00
30
7.50
40
10.00
50
12.50
60
15.00
70
17.50
80
20.00
90
22.50
100
25.00
110
27.50
120
30.00
130
32.50
140
35.00
150
37.50
160
40.00
170
42.50
180
45.00
190
47.50
200
50.00
mesin kapasitas 50 ton, daya dukung 50 ton diperoleh pada bacaan

manometer 200 kg/cm2.


B. Daya dukung berdasarkan bacaan manometer dengan mesin kapasitas 70 ton
Q = P x A
= 402, 176P kg
= 0, 40217P ton

Tabel 4. 7. Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan Bacaan Manometer


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Pada

Bacaan Manometer
Daya Dukung, Mesin Kap. 70 ton
2
( kg/cm )
( ton )
20
8.04352
30
12.06528
40
16.08704
50
20.1088
60
24.13056
70
28.15232
80
32.17408
90
36.19584
100
40.2176
110
44.23936
120
48.26112
130
52.28288
140
56.30464
150
60.3264
160
64.34816
170
68.36992
180
72.39168
190
76.41344
mesin kapasitas 70 ton, daya dukung 50 ton diperoleh pada bacaan

manometer 130 kg/cm2.

4.2.4 Effisiensi Kelompok Tiang (mini pile)


4.2.4.1 Metode Converse - Labarre Formula (AASHO)
Memeriksa jarak antara tiang (as as)
Disini diisyaratkan : S

1.57.D.m.n
m+n2

S = 2.64D = 0.60 m

= Arc tg d/s = Arc tg (22,8/60) = 20, 807


n = 3 ; m = 3
S

1.57.0.228.3.3
= 0.805
3+3 2

0, 60 < 0, 805 m ................................Aman

Eg = 1

(n'1).m + (m 1).n'
90

= 1 0.23118

m.n'
(3 1).3 + (3 1).3
3.3

= 0, 692
Dari persamaan (2.26), Kapasitas kelompok ijin tiang (Qg) :
Qg = Eg . n . Qa
= 0, 692 . (3.3) . 22, 353
= 139, 214 ton
Daya dukung tiap tiang dalam kapasitas kelompok tiang (Qtiang) :
Q = Eg . Qa
= 0, 692 . 22, 353
= 15, 468 ton
4.2.4.2 Metode Los Angeles Group
Eg = 1

D
[ m (n-1) + n (m-1) + 2 (m-1) (n-1)]
s.m.n'

Eg = 1

22.8
[ 3 (3-1) + 3 (3-1) + 2 (3-1) (3-1)]
60.3.3

Eg = 0, 764
Dari persamaan (2.26), Kapasitas kelompok ijin tiang (Qg) :
Qg = Eg . n . Qa
= 0, 764 . (3.3) . 22, 353
= 153, 699 ton
Daya dukung tiap tiang dalam kapasitas kelompok tiang (Qtiang) :
Q = Eg . Qa
= 17, 078 ton

4.2.4.3 Metode Sayed Bakeer (1992)

Qs
Qa

47,880
= 2. 214
21,629

Untuk nilai = 2.214 termasuk dalam tipe tanah Soft Clay (lihat tabel 2.6)
Berdasarkan data, nilai s/d = 2.5, maka nilai K didapat dari hasil
interpolasi :
42
(0.7 0.9) (1.1 1.7)
=
2.5 2
x (1.1 1.7)
4 (x (1.1 1.7)) = ( -0.4 ( -0.8))
4x=46
X

= 1 1.5

Diambil nilai K = 1.5, maka :

s = 2 x

(3 1).60 + 22.8 + [(3 1).60 + 22.8]


.3.3.22.8

= 2 x 0, 443
= 0, 886
Eg = 1 [ 1 - s. K) .
Eg = 1 [ 1 0, 866. 1,5) . 2, 214
Eg = 1, 225
Didapat :
Qg = Eg. m . n . Qa
Qg = 1, 225. 3 . 3 . 22, 353
Qg = 246, 442 ton

Daya dukung tiap tiang dalam kapasitas kelompok tiang (Qtiang) :


Q = Eg . Qa
= 27, 382 ton
4.2.4.4 Metode SEILER - KEENY

{1 7(11s2.s 1)

Eg =

m + n'2
m + n'1

}+ m0+,3n

{1 0, 026198 . 0, 8} + 0, 05

Eg =

Eg = 1, 029
Dari persamaan (2.26), Kapasitas kelompok ijin tiang (Qg) :
Qg = Eg . n . Qa
= 1, 029 . (3.3) . 22, 353
= 207, 011 ton
Daya dukung tiap tiang dalam kapasitas kelompok tiang (Qtiang) :
Q = Eg . Qa
= 23, 001 ton

4.2.5 Kontrol tekuk tiang

P = 25000 kg
A = 224.580 cm2
L = 600 cm
_

= 2400 kg/cm 2

Asumsi panjang tekuk :


N

lk = K x L
= 2 x 600
= 1200 cm

K=2

1
bh 3
36
1
=
22,8 (19,7) 3
36
= 4842, 070 cm 4

I=

h = 19, 5 cm

b=

22
,5

cm

2/3 h

X
h/3

b = 22, 5 cm

i min =

I
A

4842.070 cm 4
224.580 cm 2

= 21,561 cm

lk
i min

1200 cm
21, 561 cm

= 55, 656
Dari tabel faktor tekuk diperoleh sebesar 1, 291

Tabel 4. 8. Daftar Faktor Tekuk ( ) untuk Mutu Bj. 37 (PPBBI)

25000 kg
2400 kg cm 2
2
224.580 cm
25000 kg
1, 291
= 143.713 kg cm 2
2
224.580 cm
1, 291

Tegangan tekuk (tk) yang terjadi = 143, 713 kg/cm2 adalah lebih kecil dari
_

tegangan dasar bahan yaitu

= 2400 kg/cm

. Hal ini berarti pondasi yang

digunakan aman terhadap dari bahaya tekuk.

4.3

Diskusi

4.3.1 Kelebihan dan Kelemahan dari Metode - Metode Pengujian


Setelah membahas mengenai pengujian sondir, SPT dan bacaan
manometer pada saat pemancangan, maka dapat diketahui kelebihan dan
kekurangan dari masing masing metode tersebut.
A. Sondir ( Cone Penetration Test )
2. Kelebihan uji sondir

a. Pengujian dapat dilakukan dengan cepat dan ekonomis;


b. Gangguan dari tanah di sekelilingnya lebih kecil;
c. Sangat baik untuk pengujian pada tanah lunak yang sulit pengambilan
sampelnya;
d. Baik juga untuk pengujian tanah lempung;
e. Lapisan tanah keras dapat lebih cepat ditentukan.
3. Kelemahan uji sondir
a. Contoh

tanah

tidak

dapat

diambil,

sehingga

perlu

dilakukan

berdampingan dengan pengeboran dan SPT. Dengan demikian segala


keraguan dari pengujian yang satu dapat diatasi dengan pengujian yang
lain;
b. Tidak cocok digunakan pada pengujian tanah berbutir kasar terutama
lapisan tanah yang mengandung kerikil atau batu batuan;
c. Jenis tanah tidak dapt diketahui secara langsung.
B. SPT ( Standard penetration Test )
1. Kelebihan uji SPT
a. Dapat dilakukan dengan cepat;
b. Alat dan cara operasinya lebih sederhana;
c. Biaya relatif murah;
d. Sampel tanah terganggu dapat diperoleh untuk identifikasi jenis tanah;
e. Uji SPT ini dapat dilakukan untuk semua jenis tanah.
2. Kelemahan uji SPT yaitu interprestasi hasil SPT bersifat empiris.
C. Bacaan manometer pada saat pemancangan
1. Kelebihan uji bacaan manometer

a. Bebas getaran;
b. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan;
c. Daya dukung aktual per tiang diketahui;
d. Harga ekonomis;
e. Lokasi kerja yang terbatas;
f. Loading test secara langsung.
2. Kelemahan uji bacaan manometer
a. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang
yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat
pemancangan;
b. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah
berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan);
c. Karena alat tersebut mempunyai berat sekitar 70 ton dan saat permukaan
tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat
mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang.
Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja;
d. Pergerakan alat tersebut sedikit lambat, proses pemindahannya relatif
lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.

4.3.2 Hasil Perhitungan Daya Dukung


Dari hasil perhitungan dapat dilihat perbandingan daya dukung
berdasarkan data sondir, SPT dan bacaan manometer pada saat pemancangan.
Perbedaan daya dukung tersebut bisa disebabkan karena jenis dan kedalaman
tanah yang berbeda bahkan pada jarak terdekat sekalipun dan juga karena

pelaksanaan pengujian yang

bergantung pada ketelitian operator yang

melaksanakannya.
Pada proyek Rumah Sakit Stella Mariss ini, panjang mini pile yang
digunakan 6.0 m. Pada pemasangannya dilapangan, mini pile yang panjangnya 6,0
m ini akan disambung sesuai dengan kedalaman sondir. Hasil perhitungan daya
dukung tersebut adalah sebagai berikut :
A. Berdasarkan Data Sondir :
1. Sondir S. 1 pada kedalaman 9, 00 m dengan nilai PPK = 226, 00 kg/cm2 dan
JHL = 348, 00 kg/cm, Qult = 74.558 ton;
2. Sondir S. 2 pada kedalaman 12, 80 m dengan nilai PPK = 249, 00 kg/cm2
dan JHL = 462, 00 kg/cm, Qult = 87, 521 ton;
3. Sondir S. 3 pada kedalaman 11, 00 m dengan nilai PPK = 235, 00 kg/cm2
dan JHL = 348, 00 kg/cm, Qult = 76, 580 ton;
B. Berdasarkan data SPT :
1. SPT BM. 1 pada kedalaman 20 m dengan nilai N = 61 pukulan , Qult = 132,
194 ton;
C. Daya Dukung Tiang pada saat pemancangan berdasarkan data (Daily Piling
Record) pada Pile Cap 1(C3)
1. Pada pemancangan Pile Cap 1 (C3) dengan 9 titik, diperoleh Qult rata2 =
43.889 ton;
2. Kapasitas kelompok ijin tiang (Qgroup) = 158, 000 ton;
D. Daya dukung ijin pada saat pemancangan berdasarkan bacaan manometer
Working load = 25 ton, Q = 200% x 25 = 50 ton
1. Mesin kapasitas 50 ton dengan luas piston = 250, 00 cm2, Q = 50 ton pada

bacaan manometer = 200 kg/cm2


2. Mesin kapasitas 70 ton dengan luas piston = 420, 176 cm2, Q = 50 ton pada
bacaan manometer = 130 kg/cm2.
E Daya Dukung kapasitas ijin kelompok / group berdasarkan faktor efisiensi
dengan berbagai metode pada Pile Cap 1 (C3)
1. Metode Converse Labbare diperoleh kapasitas kelompok ijin tiang (Qgroup)
= 139, 214 ton;
2. Metode Los Angeles Group diperoleh kapasitas kelompok ijin tiang
(Qgroup) = 153, 699 ton;
3. Metode Sayed Bakeer diperoleh kapasitas kelompok ijin tiang (Qgroup) =
246, 442 ton;
4. Metode Seiler Keeny diperoleh kapasitas kelompok ijin tiang (Qgroup) =
207, 011 ton.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Hasil perhitungan daya dukung ultimate tiang pancang (mini pile)

berdasarkan data sondir, SPT dan bacaan manometer pada saat pemancangan , dan
Efisiensi tiang (mini pile) adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan data sondir
Titik

Kedalaman

PPK

JHL

Qult

Qijin

Sondir

(m)

(kg/cm2)

(kg/cm)

( ton )

( ton )

S. 1
S. 2
S. 3

9.00
11.00
11.00

226
192
235

348
396
348

74.558
70.206
76.580

21.679
19.790
22.353

2. Berdasarkan data SPT


Titik SPT
BM. 1

Kedalaman
(m)
11.00

N
(pukulan)
35.00

Qult
( ton )
64.889

Qijin
( ton )
21.629

3. Daya Dukung Tiang (mini pile) pada saat pemancangan berdasarkan data
(Daily Piling Record) pada Pile Cap 1 (C3)
Pile Cap
dan
Nomor Titik
(m)
01/C3
02/C3
03/C3
04/C4
05/C5
06/C6
07/C7
08/C8
09/C9

Bacaan
Kedalaman
Manometer
(m)
(kg/ cm2)
12.00
12.00
11.00
11.00
10.50
12.00
11.00
11.00
11.00

170
180
180
170
180
180
180
170
170

Qult
(ton)
42.50
45.00
45.00
42.50
45.00
45.00
45.00
42.50
42.50

4. Perbandingan Daya dukung kapasitas ijin kelompok / group berdasarkan faktor


efisiensi dengan Daya dukung kapasitas ijin kelompok / group pada saat
pemancangan berdasarkan data (Daily Piling Record) pada Pile Cap 1 (C3)
Faktor Efisiensi

Titik
PC

Metode
Converse Labarre
(ton)

C. 3

139, 214

Metode Seiler
- Keeny
(ton)

207, 011

Metode Los

Metode

Angeles

Sayed

Group

Bakeer

(ton)

(ton)

153, 699

246, 442

Data
Daily
Piling
Record
(ton)
158, 000

5. Dari data sondir, SPT dan bacaan manometer, yang sebaiknya digunakan
adalah data manometer karena akan menghasilkan data daya dukung yang lebih
akurat.
6. Perbedaan daya dukung tersebut dapat disebabkan karena:
1. Jenis dan sifat tanah yang berbeda pada jarak yang terdekat sekalipun pada
lokasi penelitian bisa menyebabkan perbedaan kepadatan tanah sehingga
mempengaruhi daya dukung tiang;
2. Pelaksanaan pengujian tanah yang bergantung pada ketelitian dan keahlian
operator yang melaksanakannya.

5.2

Saran
1. Untuk memaksimalkan perhitungan daya dukung harus memperhatikan
parameter parameter yang digunakan di laboratorium dan di lapangan;

2. Lebih teliti dalam melaksanakan pengujian baik dalam penggunaan


peralatan ataupun pembacaan hasil yang tertera pada sebagian alat uji
hingga pada pengolahan data;
3. Oleh hal tersebut diatas, penyelidikan di lapangan dengan sondir dan
SPT untuk perencanaan daya dukung pondasi tiang masih kurang akurat,
sehingga masih perlu digunakan alat uji yang lain seperti : Uji
pembebanan tiang, uji laboratorium, dan uji yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Braja M. Das, 1994, Mekanika Tanah (Prinsip Prinsip Rekayasa


Geotekniks) Jilid II, Erlangga, Jakarta.
Hary Christady Hardiyatmo, 1996, Teknik Pondasi I, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Hary Christady Hardiyatmo. 2002, Teknik Pondasi II, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Joseph E. Bowles, 1983, Analisa Dan Desain Pondasi Jilid I Edisi Ketiga,
Erlangga, Jakarta.
Joseph E. Bowles, 1984, Sifat Sifat Fisis Dan Geoteknis Tanah, Erlangga,
Jakarta.
Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ).
Petunjuk Praktikum Mekanika Tanah.
Sardjono HS. Ir, 1988, Pondasi Tiang Pancang Jilid I, Sinar Jaya Wijaya,
Surabaya.
Suyono Sosrodarsono, Ir. Kazuto Nakazawa, 1988, Mekanika Tanah & Teknik
Pondasi, Pradnya Paramita, Jakarta.
Specification of Prestressed Concrete V Pile, PT. Perintis Pondasi
Teknotama.
Titik Harsianti, Endah Tri Priyatni, Ary Nugraha, 2008, Bahasa dan Sastra
Indonesia untuk 3 SMA/MA, Bumi Aksara, Jakarta.
Zainal N. ING. HTL dan Ir. Sri Respati N, 1995. Pondasi, Pusat
Pengembangan Pendidikan Politeknik, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai