Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

STUDI KASUS KEBAKARAN PADA PENAMBANGAN BATUBARA


Di PT. BUKIT ASAM, OMBILIN, SUMATERA BARAT
DAN PENANGGULANGANNYA

Dosen Pengampu :
Yustinus Hendra Wiryanto, SSi., M.T., MSc

Mata Kuliah:
Ventilasi Tambang

Dikerjakan oleh:
NAMA : RIKKI EBEN EZER S
NIM : DBD 116 004

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN/PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2019

1
Kata Pengantar

Puji Tuhan, terima kasih Saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah mempermudah dalam pembuatan makalah ini, hingga akhirnya
terselesaikan tepat waktu. Tanpa bantuan dari Tuhan, Saya bukanlah siapa-siapa.
Selain itu, Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua,
keluarga, yang sudah mendukung hingga terselesainya makalah ini.

Banyak hal yang akan disampaikan kepada pembaca mengenai “studi kasus
kebakaran pada penambangan batubara dan penanggulangannya”. Dalam hal ini,
Saya ingin membahas mengenai gas yang dapat ditimbulkan oleh batubara, dan
bagaimana cara penaggulangan maupun bagaimana cara untuk meminimalisir
terjadinya kebakaran, khususnya pada tambang bawah tanah. Sehingga nantinya
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Saya menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan, seperti
menyampaikan informasi berbeda sehingga tidak sama dengan pengetahuan
pembaca lain. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kalimat atau
kata-kata yang salah. Tidak ada manusia yang sempurna kecuali Tuhan.

Demikian Saya ucapkan terima kasih atas waktu Anda telah membaca hasil
karya ilmiah Saya.

Palangka Raya, 24 Juni 2019

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum, kebakaran atau ledakan akibat gas metana dapat terjadi
apabila ada tiga unsur yang memenuhi pemicu kebakaran itu, yakni adalah api,
oksigen dan bahan bakar (triangle fire). Sedangkan ledakan ada 5 syarat yaitu
panas, bahan bakar, udara, ruang terisolasi dan adanya tahanan (suspension).
Ledakan terjadi akibat debu batubara. Debu batubara adalah material batubara
berbentuk bubuk yang berasal dari hancuran batubara ketika terjadi pemrosesan
(breaking, blanding, transporting dan weathering). Debu batubara yang dapat
meledak adalah apabila debu itu terombangkan di udara sekitarnya. Butiran debu
batubara yang sangat halus dapat menjadi sumber kebakaran dan ledakan yang
sangat dahsyat di dalam tambang bawah tanah. Campuran antara debu dan
batubara dengan gas atau uap yang mudah terbakar, dapat meledak bila
disekitarnya ada api atau bunga api. Debu tambang ini dapat menimbulkan
ledakan pada tambang bawah tanah. Jenis debu ini adalah debu bijih sulfida,
pyrit, dan batubara.
Batubara terbentuk dari tumbuhan purba yang berubah bentuk akibat
proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Karena berasal
dari material organik yaitu selulosa, sudah tentu batubara tergolong mineral
organik pula. Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai berikut :
5(C6H10O5) ---> C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
C20H22O4 adalah batubara, dapat berjenis lignit, sub-bituminus, bituminus,
atau antrasit, tergantung dari tingkat pembatubaraan yang dialami. Konsentrasi
unsur C akan semakin tinggi seiring dengan tingkat pembatubaraan yang
semakin berlanjut. Sedangkan gas-gas yang terbentuk yaitu metan, karbon
dioksida serta karbon monoksida, dan gas-gas lain yang menyertainya akan
masuk dan terperangkap di celah-celah batuan yang ada di sekitar lapisan
batubara.
Secara teoretis, jumlah gas metan yang terkumpul pada proses
terbentuknya batubara bervolume satu ton adalah 300m3. Kondisi

3
terperangkapnya gas ini akan terus berlangsung ketika lapisan batubara atau
batuan di sekitarnya tersebut terbuka akibat pengaruh alam seperti longsoran
atau karena penggalian (penambangan).
Gas di tambang dalam

Gas-gas yang muncul di tambang dalam (underground) terbagi menjadi


gas berbahaya (hazardous gas) dan gas mudah nyala (combustible gas). Gas
berbahaya adalah gas yang dapat mempengaruhi kesehatan yang dapat
menyebabkan kondisi fatal pada seseorang, sedangkan gas mudah nyala adalah
gas yang berpotensi menyebabkan kebakaran dan ledakan di dalam
tambang.Pada tambang dalam, gas berbahaya yang sering ditemukan adalah
karbon monoksida (CO), sedangkan yang dapat muncul tapi jarang ditemui
adalah hidrogen sulfida (H2S), sulfur dioksida (SO2), dan nitrogen dioksida
(NO2).
CO adalah gas tak berwarna, tak berasa, tak berbau, dan memiliki berat
jenis sebesar 0,967. Pada udara biasa, konsentrasinya adalah 0 sampai dengan
beberapa ppm, dan menyebar secara merata di udara. CO timbul akibat
pembakaran tak sempurna, ledakan gas dan debu, swabakar, kebakaran dalam
tambang, peledakan (blasting), pembakaran internal pada mesin, dll. Gas ini
sangat beracun karena kekuatan ikatan CO terhadap hemoglobin adalah 240-300
kali dibandingkan ikatan oksigen dengan hemoglobin. Selain beracun, gas ini

4
sebenarnya juga memiliki sifat meledak, dengan kadar ambang ledakan adalah
13-72 persen.
Untuk gas mudah nyala pada tambang batubara, sebagian besar adalah gas
metan (CH4). Metan adalah gas ringan dengan berat jenis 0,558, tidak berwarna,
dan tidak berbau. Gas ini muncul secara alami di tambang batubara bawah tanah
sebagai akibat terbukanya lapisan batubara dan batuan di sekitarnya oleh
kegiatan penambangan. Dari segi keselamatan tambang, keberadaan metan harus
selalu dikontrol terkait dengan sifatnya yang dapat meledak. Gas metan dapat
terbakar dan meledak ketika kadarnya di udara sekitar 5-15 persen dengan
ledakan paling hebat pada saat konsentrasinya 9,5 persen pada saat terdapat
sumber api yang memicunya.

1.2 Permasalahan
a. Apa itu ventilasi tambang?
b. Apa itu gas tambang bawah tanah?
c. Apa itu debu hasil tambang bawah tanah?
d. Bagaimana kebakaran dalam tambang bawah tanah itu bisa terjadi?

1.3 Tujuan
a. Memahami tentang ventilasi tambang
b. Memahami seberapa besar pengaruh gas pada aktivitas
penambangan
c. Memahami pengaruh debu hasil tambang bawah tanah
d. Memahami cara penanggulangan gas metan akibat aktivitas
penambangan

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Landasan Teori


Batubara adalah bahan bakar padat yang mengandung abu, oleh karena itu
pemanfaatan batubara akan melibatkan biaya tinggi untuk alat yang diperlukan
bagi penanganan (coal handling) dan pembakaran batubara. Penanganan
batubara membutuhkan beberapa perilaku khusus karena batubara sendiri dapat
menyebabkan bencana jika dalam penanganannya tidak benar. Penanganan
batubara memerlukan pengamanan, karena ada beberapa masalah dalam
penanganan batubara antara lain :
a. Batubara dapat terbakar sendiri
b. Batubara dapat menimbulkan ledakan
c. Batubara dapat menimbulkan pencemaran, kalau ada angin kencang debunya
beterbangan kemana-mana
Sebagai contoh, Pertengahan Januari 2006 lalu, kembali terjadi
kebakaran di tambang batubara PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Unit
Pertambangan Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat. Kejadian serupa pernah
terjadi pada tahun 2002 lalu, bahkan sampai menimbulkan ledakan gas metan
yang mengguncang kota Sawahlunto hingga radius 20 km.
Mengapa kebakaran terjadi pada tambang batubara bawah tanah bisa
menyebabkan ledakan gas metan? Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
kebakaran dan ledakan tersebut? Tulisan ini dimaksudkan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan di atas, sekaligus untuk menjelaskan karakteristik
tambang terkait dengan potensi bahaya yang dimilikinya, terutama masalah gas
dan kebakaran.
Batubara dapat terbakar sendiri (Self Combustion) setelah mengalami
proses yang bertahap yaitu sebagai berikut :
1) Tahap pertama : mula-mula batubara akan menyerap oksigen dari udara
secara perlahan-lahan dan kemudian temperatur batubara akan naik

6
2) Tahap kedua : sebagai akibat temperatur naik kecepatan batubara
menyerap oksigen dari udara bertambah dan temperatur kemudian akan
mencapai 100-1400C
3) Tahap ketiga : setelah mencapai temperatur 1400C, uap dan CO2 akan
terbentuk
4) Tahap keempat : sampai temperatur 2300C, isolasi CO2 akan berlanjut
5) Tahap kelima : bila temperatur telah berada diatas 3500C, ini berarti
batubara telah mencapai titik sulutnya dan akan cepat terbakar.

2.2. Sebab-Sebab Terbakar Sendiri


Batubara merupakan bahan bakar organik dan apabila bersinggungan
langsung dengan udara dalam keadaan temperatur tinggi (misalnya musim
kemarau yang berkepanjangan) akan terbakar sendiri. Keadaan ini akan
dipercepat oleh :
a. Rekasi eksothermal (uap dan oksigen diudara), hal ini yang paling sering
terjadi
b. Bacteria
c. Aksi katalis dari benda-benda anorganik

Sedangkan kemungkinan terjadinya terbakar sendiri terutama antara lain:


a. Karbonisasi yang rendah (low carbonization)
b. Kadar belerangnya tinggi (>2%). Ambang batas kadar belerang baiknya
hanya sebesar 1,2% saja.

2.3. Mengatasi Batubara Yang Terbakar Sendiri

Bilamana batubara ditimbun ditempat penimbunan yang tertutup (indoor


storage) maka harus dibuat peraturan agar gudang penyimpanan tersebut bersih
dari endapan-endapan debu batubara, terutama yang ditemukan dipermukaan
alat-alat. Dengan demikian maka perlu ada perawatan yang terus menerus dan
konstan. Apabila tempat penimbunan ini terbuka (outdoor storage) maka

7
sebaiknya dipilihkan tempat yang rata dan tidak lembab, hal ini untuk
menghindari penyusupan kotoran-kotoran (impurities). Untuk batubara yang
berzat terbang tinggi perlu dipergunakan siraman air (sprinkler). Penyimpanan
batubara yang terlalu lama juga membahayakan, paling lama sebaiknya 1 bulan.

Tinggi Onggokan
Tingginya onggokan tumpukan batubara memang sulit untuk ditentukan
sebab masing-masing tempat penimbunan memiliki kondisi sendiri-sendiri
antara lain iklim, kelembaban, penyinaran.

Pengecekan Dini Terhadap Gejala Terbakar


a. Pengecekan Temperatur
Untuk mengetahui temperatur maksimum dari onggokan batubara dapat
ditentukan 1-2m dibawah permukaan dari tumpukan. Caranya : buat lubang
vertikal dibantu dengan pipa berperforasi. Kegunaan pipa agar lubang tidak
tertimbun batubara lagi sedang kegunaan perforasi agar temperatur didalam
lubang sama dengan temperatur dalam onggokan.

b. Batubara dapat menimbulkan ledakan


Ledakan debu batubara disebabkan oleh :
1. Ukuran partikel debu : <20 mesh (=0,833 mm)
2. Terdapat hubungan antara zat terbang dan derajat peledakan
Volatile (%)
Volatile ratio = ---------------------------------------
Volatile (%) + Fixed carbon (%)
Apabila volatile ratio>0,12 maka kemungkinan terjadinya ledakan debu
batubara selalu ada. Bila komponen abu dalam debu batubara >70-80% maka
tidak perlu takut bahaya ledakan. Kondisi untuk meledak akan terjadi bila
partikel-partikel halus cukup waktu mengembangnya (floating time). Juga
adanya gas-gas pembakar dalam udara dapat membantu terjadinya peledakan.

8
c. Cara penanggulangan ledakan

1. Gunakan gas inert (gas N2). Gas ini cukup mahal harganya, selain itu juga
cepat menguap sehingga selalu harus diperiksa valve pressure-nya.
Tempatkan tabung gas N2 ini didalam tempat penyimpanan batubara gerus
(pulverized coal bin), juga dibagian filter (B/F)
2. Dilakukan pembersihan secara periodik untuk menghindari pembentukan
endapan debu batubara
3. Menghilangkan kemungkinan sumber tercapainya titik sulut batubara
(ignition point) didalam instalasi
4. Perhatikan, dicari dan temukan sumber kebakaran sedini mungkin
5. Dalam hal timbunan batubara ditutupi dengan plastik, usahakan agar
konsentrasi O2 kurang dari 12%. Pada timbunan terbuka, penggunaan
siraman air dengan menggunakan sprinkler system yang otomatis akan
sangat membantu dalam usaha mencegah kebakaran batubara. Caranya :
control operator panel (CPO) di pipa ditaruh didalam timbunan batubara
kemudian disetel pada temperatur tertentu. Apabila temperatur timbunan
batubara meningkat dan melebihi temperatur yang disetel di COP, maka
sprinkler otomatis akan bekerja sendiri menyirami timbunan batubara
tersebut.

d. Perawatan debu batubara


Lembaran plastik penutup timbunan batubara adalah yang terbaik,
diusahakan tidak menggunakan plastik berwarna gelap. Timbunan dipadatkan
dengan bulldozer untuk mengurangi hadirnya oksigen didalam sela-sela
batubara. Pada timbunan batubara terbuka permukaan timbunan sebaiknya
disemprot dengan cairan yang mengeraskan permukaan. Cairan ini adalah
produk tambahan dari pengilang minyak.

9
VENTILASI TAMBANG DALAM
Untuk menangani permasalahan gas yang muncul di tambang dalam,
perencanaan sistem ventilasi yang baik merupakan hal mutlak yang harus
dilakukan. Selain untuk mengencerkan dan menghilangkan gas-gas yang muncul
dari dalam tambang, tujuan lain dari ventilasi adalah untuk menyediakan udara
segar yang cukup bagi para karyawan tambang, dan untuk memperbaiki kondisi
lingkungan kerja yang panas di dalam tambang akibat panas bumi, panas
oksidasi, dll.
Dengan memperhatikan ketiga tujuan di atas, maka volume ventilasi
(jumlah angin) yang cukup harus diperhitungkan dalam perencanaan ventilasi.
Secara ideal, jumlah angin yang cukup tersebut hendaknya terbagi secara merata
untuk lapangan penggalian (working face), lokasi penggalian maju (excavation),
serta ruangan mesin dan listrik (Gambar 1 dan 2).

Gambar 1. Analisis ventilasi di tambang Taiheiyou-Hokkaido


(sumber: Masahiro Inoue, Kyushu University)

Jumlah angin yang terlalu kecil akan menyebabkan gas-gas mudah


terkumpul sehingga konsentrasinya meningkat, jumlah pasokan oksigen

10
berkurang, dan lingkungan kerja menjadi panas. Sebaliknya, bila volume
anginnya terlalu besar, maka hal ini dapat menimbulkan masalah serius pula
yaitu swabakar batubara (spontaneous combustion).
Swabakar batubara terjadi akibat proses oksidasi batubara. Dalam kondisi
normal, batubara akan menyerap oksigen di udara dan menimbulkan proses
oksidasi perlahan, sehingga terjadi panas oksidasi. Karena nilai konduktivitas
panas batubara adalah 1/4 dari konduktivitas panas batuan, maka panas oksidasi
sulit berpindah ke batuan di sekitarnya, sehingga akan terus terakumulasi di
dalam batubara secara perlahan. Bila sistem ventilasi yang baik untuk
menangani hal ini tidak dilakukan, maka suhunya akan terus meningkat dan
dapat mencapai titik nyala, yang akhirnya menimbulkan kebakaran.

Gambar 2. Tampilan 3D lorong ventilasi di tambang Taiheiyou-Hokkaido


(sumber: Masahiro Inoue, Kyushu University)

Apabila kegiatan penggalian batubara di suatu zona sudah selesai dan


akan berpindah ke lapangan penggalian berikutnya, maka lorong atas lapangan
(top level) dan lorong bawah lapangan (bottom leve) harus disekat (sealing)
sempurna, untuk mencegah masuknya aliran udara segar sehingga proses
oksidasi batubara terhenti. Pada bagian dalam lorong yang telah disekat, kadar
metan akan terus bertambah, sedangkan oksigen akan menurun.

11
2.4. KASUS OMBILIN
Kebakaran atau lebih tepatnya swabakar di tambang batubara bawah tanah
Ombilin yang terjadi lagi pada pertengahan Januari 2006 lalu dimulai dari lorong
tambang yang telah disekat rapat, kemudian terbuka akibat kegiatan
penambangan liar (illegal mining) (Gambar 3).
Minimnya pengetahuan teknologi ventilasi yang dimiliki oleh para
penambang liar mengakibatkan sekat yang harus dijaga rapat akhirnya dibongkar
untuk mengambil batubara yang masih tersisa di dalam. Akibatnya, lorong yang
telah disekat tadi terbuka kembali, sehingga proses oksidasi batubara
berlangsung kembali. Pada saat itu, kadar metan yang sangat tinggi ketika lorong
disekat akan menurun. Apabila kadar metan mencapai nilai ambang ledakan
yaitu 5-5 persen, dan swabakar berlangsung terus hingga menimbulkan nyala api,
maka bencana ledakan gas metan akan terjadi.

Gambar 3. Swabakar di tambang Ombilin, Februari 2004


(sumber: Yuzo Kawaguchi, Mitsui Mining Engineering Co., Ltd)

Selain itu, tidak adanya rencana penggalian yang baik dari para
penambang liar mengakibatkan banyak lorong yang dibuat akhirnya saling
berdekatan dengan lorong yang sudah ada. Jarak antar lorong yang terlalu dekat

12
akan mengakibatkan pilar batuan atau batubara yang terletak diantara lorong-
lorong tersebut tidak memiliki kekuatan optimal untuk menyangga tekanan
batuan di sekelilingnya sehingga lapisan batubara akan retak dan mudah remuk.
Kondisi ini selanjutnya akan memicu oksidasi batubara berjalan lebih cepat
karena luas permukaan batubara yang dilalui angin menjadi semakin besar,
sehingga terjadi kebakaran dalam tambang.

MENCEGAH BATUBARA TERBAKAR KARENA SELF COMBUSTION


Bagi banyak perusahaan batubara, baik Owner, Kontraktor ataupun Port
Service Pelabuhan Khusus Bongkar Muat Batubara merupakan masalah besar
ketika stock batubara yang ada di stockpile terbakar. Batubara tersebut sudah
susah payah untuk dikeluarkan dari perut bumi begitu sampai di permukaan
dengan cepatnya terbakar, maka hasil kerja menjadi sia-sia. Ketika terbakar,
tidak hanya perusahaan saja yang rugi tetapi juga cukup berdampak pada
lingkungan karena asap batubara yang terbakar sungguh sangat berbahaya bagi
kesehatan bagi beberapa orang, bau asap dapat menyebabkan pusing, mual dan
sesak nafas.
Terdapat 2 hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya
batubara terbakar dengan sendirinya, yaitu :
A. Tindakan Preventive, Tindakan pencegahan yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya self combustion/terbakar dengan sendirinya. Tindakan tersebut adalah
:
1. Batubara tersebut dibentuk seperti kerucut.
Hal tersebut dilakukan untuk meminimalkan terjadinya longsor. Karena
apabila berbentuk setengah kerucut yang berarti ada bagian yang rata diatas
tumpukan batubara maka apabila terjadi hujan dapat membuat genangan air dan
akhirnya batubara akan terkikis dan menjadi longsor karena aliran air hujan.
2. Bagian tepi dipadatkan menggunakan bucket excavator.
Pemadatan tersebut bertujuan untuk mengurangi ruang kosong yang
timbul dalam tumpukan batubara karena celah antar batubara. Dengan
memadatkan berarti batubara akan memiliki lebih sedikit ruang kosong yang

13
berisi udara/oksigen/O2 dimana terjadinya kebakaran salah satu faktornya adalah
Oksigen (O2). Apabila tidak memiliki ruang kosong maka hawa panas yang
keluar dari batubara akan relatif stabil dan tertahan didalam dengan tidak
menimbulkan kebakaran.
3. Menggunakan cairan kimia
Cairan yang dimaksud adalah produk untuk coal treatment yang
memiliki fungsi berbeda – beda, seperti :
a. Outodust/Vinasol
Produk ini dapat mencegah self combustion selama ± 21 hari
b. Focustcoat
Produk ini dapat mencegah self combustion selama ± 60 hari
c. Hydrosol
Produk ini dapat mencegah self combustion selama ± 75 hari
d. Suppressol
Produk ini adalah untuk dust control atau mencegah debu/ash yang muncul dari
batubara

Sebagai contoh pada penggunaan salah satu cairan kimia adalah


Hydrosol. Cairan tersebut dicampurkan dengan air dengan perbandingan 1:40
dimana 1 (satu) liter Hydrosol dicampurkan dengan 40 (empat puluh) liter air.
Luasan penggunaan Hydrosol adalah 1:10, dimana 1 (satu) liter Hydrosol untuk
10 (sepuluh) ton batubara. Kemudian campuran tersebut ditempatkan dalam
drum dan disemprotkan ke batubara dengan menggunakan alkon dengan ujung
pipa output (setelah disambung dengan selang/hose karet) yang persempit
sehingga akan menghasilkan output seperti hujan. Proses penyemprotan itu
dilakukan ke seluruh permukaan batubara sebanyak 2 lapis/layer dan dilakukan
setiap 3 (tiga) bulan sekali.
4. Pemeriksaan temperatur rutin
Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengukur suhu panas permukaan
batubara. Apabila kita menemukan titik permukaan yang terasa panas maka
harus dibuatkan lubang dengan menggunakan pipa besi sedalam ±1 meter untuk

14
mengeluarkan hawa panas batubara. Lubang tersebut dibiarkan selama ±1 jam
dan akan ditutup dan padatkan kembali.
Proses pembuatan lubang ini dilakukan pada sore hari disaat matahari
sudah tidak menyengat atau pada malam hari apabila sampai pada sore hari
matahari masih bersinar.
5.Volcano Trap
Istilah ini dipakai untuk membuang asap yang muncul dari dalam
tumpukan batubara. Tidak semua asap yang keluar dari tumpukan batubara
adalah karena telah terjadi self combustion tetapi lebih karena suhu di dalam
tumpukan batubara yang panas tetapi lapisan luar tumpukan batubara dingin
karena terjadinya hujan, atau karena embun. Asap yang keluar dapat dicium dari
baunya untuk mengindikasi apakah terjadi karena terbakar ataukah karena hawa
panas. Apabila asap yang keluar berbau belerang dan menyengat serta berwarna
putih pekat maka berarti telah terjadi batubara yang terbakar, tetapi apabila asap
yang muncul tidak berbau menyengat dan berwarna putih transparan maka
hanya terjadi karena hawa panas.
Apabila asap karena hawa panas maka yang dapat dilakukan hampir
sama dengan poin 4. Hanya saja lubang yang dibuatkan di sumber asap keluar
sedalam sekitar 50cm untuk mengeluarkan hawa panas tersebut dan dibiarkan
selama sekitar 1 jam kemudaian ditutup dan padatkan kembali. Apabila asap
karena terjadi kebakaran, pada poin B akan Kami bahas lebih detail.

6. Pembuatan Parit
Dilakukan pada sekitar tumpukan batubara dengan kedalaman ±1 meter
dan dialirkan pada saluran pembuangan yang menuju settling pond. Hal tersebut
bertujuan untuk mengurangi jumlah air yang terdapat dalam tumpukan batubara
yang terjadi karena hujan akan mengalir ke parit dari batubara ataupun melewati
celah-celah tanah. Hal tersebut juga dimaksudkan untuk mengurangi kadar TM
(Total Moisture)

15
B. Tindakan Burnout, tindakan yang diambil untuk memadamkan batubara yang
sudah terbakar karena self combustion. Batubara yang terbakar memiliki
beberapa ciri, yaitu :
a. Asap berwarna putih pekat, berbau belerang dan menyengat. Hal ini terjadi
apabila batubara yang terbakar belum menycapai permukaan dan masih terjadi
di dalam tumpukan batubara,
b. Permukaan berwarna kuning emas, berasap dan panas tentunya. Ini terjadi
apabila kebakaran sudah mencapai permukaan yang berarti kebakaran sudah luas
dan dalam.
Untuk tindakan pemadaman dapat dilakukan dalam beberapa tahap agar
tidak meluas, yaitu seperti :
1. Pembuatan lubang
Hal ini dilakukan apabila kebakaran masih berupa asap sehingga kita dapat
membuat lubang untuk mencari sumber api. Perlu diingat bahwa dalam
pembuatan lubang apabila ditemukan batubara yang berwarna kuning atau sudah
menjadi debu berwarna emas atau kuning tua maka itu harus dibuang jauh dari
tumpukan batubara karena dapat mengkontaminasi batubara lainnya menjadi
ikut terbakar.
2. Pembuangan debu
Hal ini dilakukan apabila kebakaran sudah terjadi sampai ke permukaan.
Pembuangan debu dari sisa batubara yang terbakar harus dilakukan pelan-pelan
agar tidak terbang dibawa angin dan akan mengkontaminasi batubara lainnya
sehingga akan memunculkan potensi terbakar. Pembuang debu sampai dengan
ditemukannya batubara yang sudah menjadi bara api.

3. Pengambilan bara api


Setiap terjadinya kebaran pasti ada sumbernya yang berupa bara api. Langkan
awal adalah kita memadamkan dengan mengambil dan membuang sumber
kebakaran yaitu batubara yang sudah berubah menjadi bara api tersebut, dan kita
buang dapat dengan menggunakan sekop.

16
4. Penggunaan Detergent
Penggunaan detergent ini boleh apa saja yang penting dia berupa serbuk dan
berbusa. Detergent tersebut disebarkan dalam lubang yang sudah kita buat
kemudian kita semprot dengan air agar berbusa. Busa inilah yang akan
mendinginkan hawa panas (hampir sama fungsinya dengan foam pada APAR).

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Batubara merupakan bahan bakar organik dan apabila bersinggungan
langsung dengan udara dalam keadaan temperatur tinggi (misalnya musim
kemarau yang berkepanjangan) akan terbakar sendiri, setelah mengalami
beberapa tahapan. Keadaan ini akan dipercepat oleh :
a. Rekasi eksothermal (uap dan oksigen diudara), hal ini yang paling sering
terjadi
b. Bacteria
c. Aksi katalis dari benda-benda anorganik
Sedangkan kemungkinan terjadinya terbakar sendiri terutama antara lain :
a. Karbonisasi yang rendah (low carbonization)
b. Kadar belerangnya tinggi (>2%). Ambang batas kadar belerang baiknya hanya
sebesar 1,2% saja.
Bilamana batubara ditimbun ditempat penimbunan yang tertutup (indoor
storage) maka harus dibuat peraturan agar gudang penyimpanan tersebut bersih
dari endapan-endapan debu batubara, terutama yang ditemukan dipermukaan
alat-alat. Dengan demikian maka perlu ada perawatan yang terus menerus dan
konstan. Apabila tempat penimbunan ini terbuka (outdoor storage) maka
sebaiknya dipilihkan tempat yang rata dan tidak lembab, hal ini untuk
menghindari penyusupan kotoran-kotoran (impurities). Untuk batubara yang
berzat terbang tinggi perlu dipergunakan siraman air (sprinkler). Penyimpanan
batubara yang terlalu lama juga membahayakan, paling lama sebaiknya 1 bulan.
Terdapat 2 hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya
batubara terbakar dengan sendirinya, yaitu :
A. Tindakan Preventive, Tindakan pencegahan yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya self combustion/terbakar dengan sendirinya.
Tindakannya seperti :
1. Batubara tersebut dibentuk seperti kerucut

18
2. Bagian tepi dipadatkan menggunakan bucket excavator
3. Menggunakan cairan kimia
4. Pemeriksaan temperatur rutin
5. Volcano Trap
6. Pembuatan Parit

B. Tindakan Burnout, tindakan yang diambil untuk memadamkan batubara


yang sudah terbakar karena self combustion. Batubara yang terbakar
memiliki beberapa ciri, yaitu :
a. Asap berwarna putih pekat, berbau belerang dan menyengat. Hal ini
terjadi apabila batubara yang terbakar belum menycapai permukaan dan
masih terjadi di dalam tumpukan batubara,
b. Permukaan berwarna kuning emas, berasap dan panas tentunya. Ini
terjadi apabila kebakaran sudah mencapai permukaan yang berarti
kebakaran sudah luas dan dalam.
Untuk tindakan pemadaman dapat dilakukan dalam beberapa tahap agar
tidak meluas, yaitu seperti :
1. Pembuatan lubang
2. Pembuangan debu
3. Pengambilan bara api
4. Penggunaan Detergent

19
DAFTAR PUSTAKA

Ir. Sukandarrumidi, Msc, PhD. Batubara dan Gambut. Gajah Mada University
Press.

Referensi dari internet, diakses pada 10 Desember 2013, jam 21.00 WIB :
http://f-
nurhuda.web.ugm.ac.id/Sumber%20daya%20alam1/tambang%20batubara3_file
s/z-berita-beritaiptek-2006-02-20-Potensi-Bahaya-Tambang-Batuba.htm

http://benyjemblunk.blogspot.com/mencegah-batubara-terbakar-karena-self-
combustion.html

http://patriotgeofisika.blogspot.com/2011/01/coal-mining-underground.html

20

Anda mungkin juga menyukai