Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

STEMI

DI

OLEH

MIRZA HIDAYAT

NIM. 19900034

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI


LAPORAN PENDAHULUAN

STEMI(ST ELEVASI MIOKARD INFARK)

1. Pengertian

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot


jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan
nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan
EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung
yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.
STEMI terjadi karena sumbatan yang komplit pada arteri koroner. Jika
tidak dilakukan pengobatan dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang
lebih jauh. Pada fase akut pasien beresiko tinggi untuk mengalami fibrilasi
ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan kematian. Bantuan medis
harus segera dilakukan.
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran
darah ke otot jantung (Kapita Selekta).
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun laju
mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekita 1 diantara 25
pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama
setelah IMA (Sudoyo, 2006).
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)
merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari
angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya
(Sudoyo, 2006).
2. Etiologi

STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid.
 Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
 Penyempitan aterorosklerotik
 Trombus
 Plak aterosklerotik
 Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
 Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
 Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
 Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

3. Patofisiologi

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara


mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor
seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture
yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan
plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang
tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis
klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada
STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang
poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor
glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor,
mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi
yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen,
dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet
yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin.
Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh
trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi
arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital,
spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus
menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan
abdomen bagian atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang
dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Elektrokardiografi (EKG) Adanya elevasi segmen ST pada sadapan
tertentu
b. Ekokardiogram

Digunakan untuk mengevaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung


khususnya fungsi vertrikel dengan menggunakan gelombang ultrasoouns

c. Laboratorium- Peningkatan enzim CK-MB, CK 3-8 jam setelah sernagan


puncaknya 10-30 gram dan normal kembali 2-3 hari- Peningkatan LDH
setelah serangan puncaknya 48-172 jam dan kembali normal 7-14 hari-
Leukosit meningkat 10.000 – 20.000 kolesterol atau trigliserid meningkat
sebagai akibat aterosklerosis
d. Foto thorax roentgenTampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan
terlihat pada bendungan paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan
hipertropi ventrikel
6. Penatalaksanaan.
a. Istirahat total, Tirah baring, posisi semi fowler.
b. Monitor EKG
c. Diet rendah kalori dan mudah dicerna ,makanan lunak/saring serta rendah
d. garam (bila gagal jantung).
e. Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
f. Atasi nyeri :
 Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.
 Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.
 oksigen 2-4 liter/menit.
 sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral
g. Antikoagulan :
 Heparin 20.000-40.000 U/24 wad iv tiap 4-6 wad atau drip iv
 dilakukan atas indikasi
 Diteruskan asetakumoral atau warfarin
 Streptokinase / trombolisis
h. Bowel care : laksadin
i. Pengobatan ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran
pembuluh darah koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat
diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan trombolisis, kematian
dapat diturunkan sebesar 40%.
j. Psikoterapi untuk mengurangi cemas
DAFTAR PUSTAKA

Brunner& Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC


Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta :EGC.
Tim Penyusun. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid II. Jakarta:
Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai