Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU GINJAL

DI

OLEH

MIRZA HIDAYAT

NIM. 19900034

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI


LAPORAN PENDAHULUAN

BATU GINJAL

1. Pengertian

Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di ginjal dari kristalisasi mineral
dan zat lain yang biasanya larut dalam urin. Nefrolitiasis merujuk pada
penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk didalam saluran kemih mulai
dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi didalam
urine. Sebanyak 60% kandungan batu ginjal terdiri dari kalsium oksalat, asam
urat, magnesium, ammonium, dan fosfat atau gelembung asam amino
(Nursalam,2008).

Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu


(kalkuli) di ginjal. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di
kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal
memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu
staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan
infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu
saluran kemih. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan
poinefrosis, urosepsis, abses ginjal ataupun pielonefritis (Muttaqin dan Sari:
108, 2011)

Batu ginjal adalah satu keadaan terdapat suatu atau lebih batu didalam
pelvis atau calyces ginjal atau disaluran kemih (Pratomo, 2007). Batu ginjal
disaluran kemih (kalkulus uriner) adalah masa keras seperti batu yang
terbentuk disepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, pendarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal
(batu ginjal) maupun di dalam kandng kemih (batu kandung kemih). Proses
pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).
2. Etiologi

Ada beberapa faktor yang memungkinkan terbentuknya batu pada


saluran kemih, yaitu sebagai berikut;

a. Penyebab dan faktor predisposisi:


 Hiperkalemia dan hiperkalsiuria disebabkan oleh bebrapa kelebihan
terkait reabsorpsi kalsium dari tulang (hiperparatiroidisme), asidosis
tubulus ginjal, dan kelebihan asupan vitamin D, susu, dan alkali.
 Dehidrasi kronis, asupan cairan yang buruk, dan imobilitas.
 Diet tinggi purin dan abnormalitas metabolisme purin (hiperuremia dan
gout)
 Infeksi kronis dengan urea mengandung bakteri (proteus vulgaris)
 Sumbatan kronis dimana urine tertahan akibat benda asing dalam saluran
kemih.
 Kelebihan absorpsi oksalat dalam penyakit inflamasi usus
b. Pelepasan ADH yang menurun dan peningkatan konsentrasi, kelarutan, dan
pH urin.
c. Lamanya kristal terbentuk didalam urin dipengaruhi oleh mobilisasi rutin
d. Gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urin
e. Infeksi saluran kemih
f. Kurangnya asupan air dan diet tinggi purin mengandung zat penghasil batu
g. Idiopatik (Muttaqin dan Sari; 108, 2011)

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah


terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik yaitu:

a. Faktor intrinsik, meliputi:


 Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
 Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
 Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien
wanita. Lelaki dikatakan memiliki risiko dua hingga empat kali lebih
besar dibandingkan perempuan. Dari penelitian Chen, hal ini dipengaruhi
oleh reseptor hormon androgen yang ada pada lelaki.
b. Faktor ekstrinsik, meliputi:
 Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu).
 Iklim dan temperatur.
 Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
 Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
batu saluran kemih.
 Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).
3. Patofisiologi

Zat pembentuk batu dapat mengendap di urine jika ambang


kelarutannya terlampaui. Pada rentang yang disebut rentang metastabil,
pembentukan kristal mungkin tidak terjadi sama sekali atau hanya berjalan
dengan sangat lambat, meskipun larutan sangat jenuh. Namun, jika
konsentrasinya meningkat melebihi rentang metastabil, maka terjadilah
kristalisasi.

Pada peningkatan filtrasi dan ekskresi zat penghasil batu akan membuat
peningkatan konsentrasi didalam plasma. Jadi, hiperkalsiuria dan fosfaturia
terjadi akibat peningkatan absorpsi di usus dan mobilisasi dari tulang.
Hiperkalsemia dapat disebabkan oleh kelainan metabolik pada pemecahan
asam amino atau melalui peningkatan absropsinya di usus. Hiperurisemia
terjadi akibat suplai yang berlebihan, sintesis baru yang meningkat, atau
peningkatan pemecahan purin. Batu xantin dapat terjadi jika pemebentukan
purin sangat meningkat dari pemecahan purin xantin menjadi asam urat
dihambat.
Gangguan reabsorpsi ginjal merupakan penyebab yang sering dari
peningkatan eksresi ginjal pada hiperkalsiuria dan merupakan penyebab tetap
pada sistinuria.

Pelepasan ADH menyebabkan peningkatan konsentrasi zat pembentuk


batu melalui peningkatan konsentrasi urine. Kelarutan beberapa zat bergantung
pada pH urine. Fosfat mudah larut dalam urine yang asam, tetapi sukar larut
dalam urine yang alkalis.

Faktor lain yang juga penting adalah berapa lama sebenarnya kristal
yang telah terbentuk tetap berada di dalam urine yang sangat jenuh.Batu ginjal
terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis
ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis, serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang
mengisi pielum dan lebih dari dua kali kaliks ginjal memberikan gambaran
menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau
obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal mempengaruhi timbulnya batu ginjal.

Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem
pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter.

Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu


menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelaianan struktur
saluran kemih sebelah atas. Obstruksi diureter menimbulkan hidroureter dan
hidronefrosis, batu di pielum kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika
disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosespsis,
abses ginjal, abses perinefritik, abses paranefritik ataupun pielonefritis. Pada
keadaan yang lanjut terjadi kerusakan ginjal dan jika mengenai kedua sisi dapat
mengakibatkan gagal ginjal permanen.(Muttaqin dan Sari,2011)
4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri dan pegal di daerah pinggang : Lokasi nyeri tergantung dari dimana
batu itu berada. Bila pada piala ginjal rasa nyeri adalah akibat dari
hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan sifatnya konstan. Terutama
timbul pada costovertebral.
b. Hematuria : Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena
adanya trauma yang disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik.
c. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi
pelvis ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
d. Sumbatan: batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi
saluran kemih: demam dan menggigil.
e. Gejala gastrointestinal, meliputi:
 Mual
 Muntah
 Diare (Nursalam, 2011)
5. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan diagnostik dalam menegakkan diagnosa


nefrolitiasis, yaitu :

a. Urin
 PH lebih dari 7,6
 Sediment sel darah merah lebih dari 90%
 Biakan urin
 Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b. Darah
 Hb turun
 Leukositosis
 Urium kreatinin
 Kalsium, fosfor, asam urat
c. Radiologi
 Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
 USG abdomen
 PIV (Pielografi Intravena)
 Sistoskpi (Mary Baradero, 2008)
6. Penatalaksanaan

Keperawatan

Penatalaksanaan menurut klasifikasi pembentukan batu ginjal:

a. Batu Kalsium: asupan cairan ditingkatkan dan asupan kalsium, natrium, dan
protein hewani dikurangi.
b. Batu Asam Urat: mengurangi asupan purin dan diet, meningkatkan volume
urin dan alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat atau kalium sitrat.
c. Batu Sistin: meningkatkan asupan cairan yang baik dan alkalinisasi dengan
natrium bikarbonat.
d. Batu Infekai: pengangkatan batu, antibiotik, dan skrining predisposisi
pembentukan batu.

Penatalaksanaan Medis

Tujuan dari penatalaksanaan medis adalah menurunkan komplikasi


pada ginjal dan menghilangkan keluhan. Penatalaksanaan yang diberikan
adalah sebagai berikut:

a. Terapi medis dan simtomatik

Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan


batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut
solutin G . Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain
itu dapat diberikan minum yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik.
bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b. Terapi mekanik (Litotripsi)

Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi


perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di
ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang
paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan
menggunakan gelombang kejut.

c. Tindakan bedah

Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor (alat


gelombang kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode
utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien.
Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap
bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap
abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.

Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:

 Pielolititomi: jika batu berada di piala ginjal


 Nefrotomi: bila batu terletak di dalam ginjal atau nefrektomi
 Ureterolitotomi: bila batu berada dalam ureter
 Sistolitotomi: jika batu berada di kandung kemih
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin & Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta: Salemba Medika

Nurarif .A.H. dan Kusuma.H.2015.APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

Nursalam & Baticaca. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai