Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakiess, Inggris Cataract, dan
latin Cataracta, yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
karena penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa terjadi akibat keduanya
(Ilyas, 2014).
Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut, akan tetapi dapat juga
akibat kelainan konginetal, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Berbagai
macam penyakit dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis,
retinitis pigmentosa dan bahan toksik khusus (kimia dan fisik). Kelainan sistemik
atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes militus,
galaktosemi, dan distrofi miotonik (Ilyas, 2014). Jenis katarak yang paling sering
ditemukan adalah katarak senilis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Bhardwaj (2016) di Medical College Hospital di India, menyebutkan bahwa dari
746 pasien, 53,6% adalah penderita katarak. Sebagian besar pasien (55%)
penderita katarak berusia 60-80 tahun, dan 53,8% katarak adalah jenis katarak
senilis (Aini, 2018).
Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam
penglihatan yang menurun secara progresif. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan
lensa tidak transparan, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Pada
mata akan tampak kekeruhan lensa dengan bermacam-macam bentuk dan tingkat
(Ilyas, 2014). Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah
pemeriksaan celah (slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin. Pada
katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan sebelum dilakukan
pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam

1
penglihatan. Pengobatan katarak adalah tindakan pembedahan. Setelah
pembedahan, lensa diganti dengan lensa afakia, lensa kontak atau lensa tanam
intraokuler (Ilyas, 2014).
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk melatih keterampilan
klinis dan komunikasi dalam menangani kasus penyakit dalam terutama katarak
senilis dengan upaya pendekatan kedokteran keluarga yang bersifat holistik,
komprehensif, terpadu dan berkesinambungan.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.2 Identitas
Nama : Tn S
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Lendang Belo, Montong Gading
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Buruh tani/perkebunan
RM : 427797
Pemeriksaan : 3 Januari 2019

2.3 Anamnesa
Keluhan Utama :
Mata kiri kabur
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien laki-laki umur 64 Tahun datang ke poli klinik mata di
RSUD dr. R. Seodjono Selong dengan keluhan mata kiri kabur sejak 2 tahun
yang lalu, perlahan-lahan, semakin lama dirasakan semakin kabur, dan seperti
melihat asap. Penglihatan kabur dirasakan semakin hari semakin memberat, saat
melihat dekat maupun jauh. Pasien juga mengeluh mata berair dan perih setiap
kali mata terkena angin. Pasien tidak mengeluh silau jika melihat cahaya, mata
merah (-), nyeri (-), gatal (-), keluar kotoran air mata (-), melihat ganda (-),
melihat pelangi disekitar sumber cahaya (-). Sejak  3 bulan yang lalu,
penglihatan mata kiri semakin kabur hingga mengganggu aktivitas.

3
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien sebelumnya pernah mengeluhkan hal serupa mata mata kanan.
Riwayat mengkonsumsi obat jangka lama (-). Riwayat hipertensi (-), riwayat
diabetes melitus (-), riwayat asma (-), riwayat penyakit jantung (-).

Riwayat Operasi :
Pasien memiliki riwayat operasi katarak mata kanan  2 bulan yang lalu.

Riwayat Alergi :
Makanan : disangkal pasien
Obat : disangkal pasien

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat penyakit mata serupa pada keluarga tidak diketahui. Riwayat lain
seperti hipertensi (-), diabetes melitus (-), riwayat asma (-), riwayat penyakit
jantung (-).

Riwayat Pribadi dan Sosial :


Pasien bekerja sebagai petani. Pasien tinggal bersama keluarga anaknya.
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak merokok.
2.4 Pemeriksaan Fisik
Status Genaralis
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Composmentis (E4M5V6)
- Tekanan darah : 140/90 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Respirasi rate : 20x/menit
- Tempt. Axilla : 36,5ºC

4
Status Oftalmologi

Oculus Dextra Oculus Sinistra


15/40 PHTM Visus 1/300
Tidak dilakukan Koreksi Tidak Dilakukan
Edema (-), spasme (-) Palpebra Edema (-), spasme (-)
sekret (-), merah (-) Conjungtiva sekret (-), merah (-)
normal Sclera normal
Jernih Cornea Jernih
Normal Iris Normal
Bulat, sentral, regular,
Bulat, sentral, regular,
Pupil Ø 3mm, Refleks pupil (+)
Ø 3mm, Refleks pupil (+) N
N
Keruh padat, Burrato
Jernih Lensa
grade V
normal Tensio Oculi normal

MBO

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Status Opthalmologi Pasien

Gambar 1. Mata Kiri Pasien

5
2.5 Diagnosa Kerja
OS Katarak senilis hipermatur
OD pseudofakia

2.6 Plan Diagnostik


- Pemeriksaan visus
- Funduskopi
- Pemeriksaan Slitlamp

2.7 Penatalaksaan
- Alletrol ed 4 x 1 tetes ODS
- KIE untuk dilakukan SICS dan IOL untuk mata kiri

2.8 Resume
Seorang pasien laki-laki umur 64 Tahun datang ke poliklinik mata di
RSUD dr. R. Seodjono Selong dengan keluhan mata kiri kabur sejak 2 tahun
yang lalu, perlahan-lahan, semakin lama dirasakan semakin kabur, dan seperti
melihat asap. Penglihatan kabur dirasakan semakin hari semakin memberat, saat
melihat dekat maupun jauh. Pasien juga mengeluh mata berair dan perih setiap
kali mata terkena angin. Pasien tidak mengeluh silau jika melihat cahaya, mata
merah (-), nyeri (-), gatal (-), keluar kotoran air mata (-), melihat ganda (-),
melihat pelangi disekitar sumber cahaya (-). Sejak  3 bulan yang lalu,
penglihatan mata kiri semakin kabur hingga mengganggu aktivitas. Pemeriksaan
tanda vital didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg. Pasien sebelumnya pernah
mengeluhkan hal serupa mata mata kanan. Pasien memiliki riwayat operasi
katarak mata kanan  2 bulan yang lalu. Dari pemeriksaan oftalmologi pada mata
kiri didapatkan visus 1/300, pupil bulat dan central, refleks cahaya (+) normal,
dan lensa keruh padat.

6
2.10Follow Up
Pasien dievaluasi pada H+1 post operasi katarak mata kiri. Pasien masih
mengeluhkan pandangan kabur namun sudah berkurang, disertai merah dan
sedikit nyeri. Hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, visus
mata kiri 6/60, konjungtiva hiperemis, DF (+), COA udara, pupil bulat, sentral
dengan diameter 3 mm, IOL (+). Pasien diperbolehkan pulang dan diberikan obat
Alletrol ed 6x1 tetes OS, Amoxicillin 3x500 mg, Meloxicam 2x15 mg.

Pasien kembali melakukan kontrol pertama (H+7 post operasi katarak).


Pasien mengaku penglihatan sudah semakin membaik, sedikit berair dan nyeri (-
). Hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah 128/82 mmHg, visus mata kiri
15/200, konjungtiva hiperemis, COA udara (-), pupil bulat, sentral dengan
diameter 3 mm, IOL (+). Pasien diperbolehkan pulang dan diberikan obat
Alletrol ed 4x1 tetes ODS dan disarankan agar melakukan kontrol kedua 2
minggu setelahnya untuk dilakukan pemeriksaan Best Corrected Visual Acuity
(BCVA).

2.11 Prognosis
- Ad vitam : Dubai ad bonam
- Ad sanationam : Dubai ad bonam
- Ad functionam : Dubai ad bonam
- Ad cosmeticam : Dubai ad bonam

7
BAB III
PEMBAHASAN

A. Katarak

Kata 'katarak' berasal dari Abad Pertengahan dan berasal dari kata Yunani
'katarraktes' yang berarti 'air terjun'. Istilah ini diciptakan dengan asumsi bahwa
‘abnormal humor’ berkembang dan mengalir di depan lensa untuk mengurangi
penglihatan.

Definisi katarak sekarang muncul jauh setelah pemahaman anatomi lensa dan
fakta bahwa lensa normal adalah struktur transparan. Sampai hari ini, istilah katarak
mengacu pada pengembangan opasitas dalam lensa atau kapsulnya. Katarak, dengan
demikian dapat terjadi, baik karena pembentukan serat lensa buram (bawaan dan
perkembangan katarak) atau karena proses degeneratif yang menyebabkan kekeruhan
dari serat lensa transparan yang biasanya terbentuk (katarak yang didapat)

Secara klinis, istilah katarak mengacu pada kekeruhan dari keparahan yang
cukup untuk merusak penglihatan (Dorland’s Illustrated Medical Dictionary, W.B.
Saunders, Philadelphia)

Berdasarkan etiologi terjadinya katarak, katarak diklasifikasikan menjadi


beberapa bagian yaitu :

A. Kongenital dan developmental katarak


B. Acquired cataract (Katarak yang didapat)
1. Katarak Senile
2. Katarak Traumatik
3. Katarak Komplikasi
4. Katarak Metabolisme
5. Katarak Elektrik

8
6. Katarak Radional
7. Katarak Toxik
8. Katarak yang berhubungan dengan penyakit kulit
9. Katarak yang berhubungan dengan penyakit tulang
10. Katarak dengan aneka sindrom
Pada kasus ini, kami lebih membahas tentang acquired katarak tipe senilis
karena pasien tersebut tergolong dalam katarak tipe ini. Dalam beberapa penelitian
telah mempelajari bahwa katarak bawaan (kongenital Katarak) dan perkembangan
terjadi karena gangguan dalam pembentukan serat lensa. Pada katarak yang didapat
(acquired katarak), kekeruhan terjadi karena degenerasi serat normal yang sudah
terbentuk.
Pada pasien dengan senilis katarak atau sering juga disebut ‘Katarak yang
berhubungan dengan umur’ adalah jenis katarak yang paling umum yang
mempengaruhi semua jenis kelamin baik perempuan maupun laki-laki dan rentan
usinya diatas umur 50 tahun. Kondisi ini biasanya bilateral, tetapi hampir selalu satu
mata terkena lebih awal dari mata lainnya.
Katarak senilis pada dasarnya adalah proses penuaan. Meskipun etiopatogenesis
tepatnya tidak jelas, berbagai faktor yang terlibat adalah sebagai berikut:
1. Usia. Usia adalah faktor risiko terpenting, yaitu mengapa disebut
katarak terkait usia. Seperti disebutkan di atas biasanya terjadi setelah
usia 50 tahun. Ketika itu terjadi sebelum usia 45 tahun, istilah katarak
pra-senilis digunakan. Pada usia 70 tahun, lebih dari 90% individu
mengalami katarak senilis.
2. Jenis Kelamin. Tanpa keraguan, katarak senilis mempengaruhi baik pria
maupun wanita. Namun, dalam banyak penelitian dilaporkan bahwa
prevalensi katarak lebih besar pada wanita daripada pria pada semua
umur.
3. Herediter. Ini memainkan peran yang cukup besar dalam kejadian, usia
onset dan pematangan katarak senilis di keluarga yang berbeda.

9
4. Radiasi ultraviolet. Lebih banyak paparan radiasi UV dari sinar
matahari telah terlibat untuk onset dini dan pematangan katarak senilis
dalam banyak studi epidemiologi.
5. Faktor diet. Kekurangan diet dalam protein tertentu, asam amino,
vitamin (riboflavin, vitamin E, vitamin C), dan unsur-unsur penting juga
telah dikaitkan atas onset dini dan pematangan katarak senilis.
6. Dehidrasi. Berdasarkan penelitian dehidrasi yang parah juga dapat
mempercepat onset katarak tersebut.
7. Merokok juga telah dilaporkan memiliki efek pada katarak senilis.
Dalam banyak penelitian di seluruh dunia, merokok secara konsisten
dikaitkan dengan peningkatan frekuensi katarak nuklear. Merokok
menyebabkan akumulasi molekul berpigmen — 3-hydroxykynurenine
dan chromophores, yang mengarah pada menguning. Sianat dalam asap
menyebabkan karbamatasi dan denaturasi protein.

Katarak senilis dibagi menjadi 4 stadium, yaitu insipien, imatur, matur dan
hipermatur. Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik pasien, didapatkan
diagnosis OS katarak senilis hipermatur dd katarak senilis matur. Katarak hipermatur,
katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek
dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa
menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata
dalam dan lipatan kapsul lensa. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan
kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka
korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai
katarak Morgagni (Ilyas, 2014).

Sedangkan katarak matur merupakan kondisi lensa dengan kekeruhan telah


mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang
menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa

10
akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik
mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris
pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negative (Ilyas, 2014).

Plan diagnostik pada pasien ini adalah pemeriksaan visus, slitlamp, dan
funduskopi. Pemeriksaan visus (ketajaman pengelihatan) sebaiknya dilakukan
sebelum pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya
tajam penglihatan. Pada katarak nuklear tipis dengan miopia tinggi akan terlihat tajam
penglihatan yang tidak sesuai, sehingga mungkin penglihatan yang turun akibat
kelainan pada retina dan bila dilakukan pembedahan memberikan hasil tajam
penglihatan yang tidak memuaskan. Sebaiknya pada katarak kortikal posterior yang
kecil akan mengakibatkan penurunan tajam penglihatan yang sangat berat pada
penerangan sedang ataupun keras, akan tetapi bila pasien berada di tempat gelap
maka tajam penglihatan akan memperlihatkan banyak kemajuan. Untuk mengetahui
tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu snellen dan bila
penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan
melihat jumlah jari (hitung jari) atau proyeksi sinar. Tajam penglihatan seseorang
dikatakan normal bila tajam penglihatan adalah 6/6 atau 100% (Ilyas, 2014)..

Pada pemeriksaan funduskopi, media tanpa kekeruhan akan tampak refleks


fundus yang berwarna kurning kemerahan, sedangkan pada lensa dengan kekeruhan
parsial akan tampak beyangan hitam yang berlawanan dengan cahaya kemerahan
tersebut pada area yang keruh. Sedangkan, pemeriksaan dengan slit-lamp dilakukan
dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan ini memberikan gambaran mengenai morfologi
kekeruhan (lokasi, ukuran, bentuk, pola warna, dan kepadatan dari nukleus).
Pengelompokan berdasarkan konsistensi nukleus penting dalam parameter ekstraksi
lensa teknik fakoemulsifikasi. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi berbagai
kondisi abnormal mata, seperti degenerasi macula, retinopati diabetic, dan ulkus
retina.

11
Managemen katarak pada pasien dewasa

Pengobatan katarak pada dasarnya terdiri dari pengangkatan secara bedah.


Namun, tindakan nonbedah tertentu dapat membantu, dalam keadaan khusus, sampai
operasi dilakukan.

1. Pengobatan penyebab katarak. Pada katarak yang didapat, pencarian


menyeluruh harus dilakukan untuk mengetahui penyebab katarak.
Pengobatan penyakit penyebab seringkali dapat menghentikan
perkembangan dan kadang-kadang pada tahap awal dapat menyebabkan
bahkan regresi perubahan katarak dan dengan demikian menunda
perawatan bedah. Beberapa contoh umum termasuk kontrol yang
memadai dari diabetes mellitu, penghentian obat katarakogenik,
Penghapusan radiasi (sinar inframerah atau sinar-X), Pengobatan dini
dan memadai terhadap penyakit mata.
2. Langkah-langkah untuk menunda perkembangan. Sediaan topikal yang
mengandung garam iodida kalsium dan kalium, Peran vitamin E dan
aspirin.
3. Langkah-langkah untuk meningkatkan penglihatan di hadapan katarak
yang baru mulai dan belum matang. penggunaan kacamata refraksi,
pengaturan pencahayaan ruangan, penggunaan kacamata hitam pada
saat keluar di siang hari, penggunaan obat tetes midriatil.

Pengobatan katarak adalah tindakan pembedahan. Operasi katarak merupakan


operasi mata yang sering dilakukan diseluruh dunia, karena merupakan modalitas
utama terapi katarak. Tujuan dilakukan operasi katarak adalah perbaikan tajam
penglihatan sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien. Indikasi utama operasi
katarak paling umum adalah keinginan pasien sendiri untuk memperbaiki fungsi
penglihatannya. Indikasi dilakukan tatalaksana bedah untuk katarak tidak berdarakan
visual acuity tertentu melaiankan berdasarkan tingkat gangguan visual terhadap

12
aktivitas sehari-hari. Berikut beberapa langkah pembedahan yang dilakukan pada
pasien ini yaitu :

13
14
1. Jahitan rektus superior (kekang) dilewatkan untuk memperbaiki
pandangan mata ke bawah (Gbr. 9.25A). Ini secara khusus penting
dalam SICS manual di mana selain fiksasi bola mata, ini juga
menyediakan gaya kontraksi selama pengiriman nukleus dan
epinukleus.
2. Potong konjungtiva hingga muncul sklera (Gbr. 9.25B). Potong fornix
berbasis konjungtiva kecil dibuat dengan bantuan gunting berujung
tajam di sepanjang limbus dari posisi jam 10 hingga jam 2.
Konjungtiva dan kapsul Tenon dibedah, dipisahkan dari sklera yang
mendasarinya dan ditarik untuk mengekspos sekitar 4 mm strip sklera
sepanjang seluruh panjang sayatan.
3. Hemostasis dicapai dengan membasahi kauter dengan gentel dan
adekuat.
4. Sayatan terowongan sclerocorneal. Sebuah sayatan terowongan
sclerocorneal self-sealing dibuat dalam SICS manual.
5. Buat sayatan samping sekitar 1,5 mm, sayatan kornea valvular dibuat
pada posisi jam 9 (Gbr. 9.25F). Ini membantu dalam aspirasi korteks
subincisional dan memperdalam ruang anterior pada akhir operasi.
6. Kapsulotomi anterior. (Gbr. 9.25G)
7. Hidrodiseksi. hidrodiseksi sangat penting untuk memisahkan massa
kortikonuklir dari kapsul posterior dalam SICS.
8. Nuklear managemen.
9. Aspirasi korteks. Korteks yang tersisa disedot dengan menggunakan
irigasi dua arah dan kanula aspirasi (Gambar 9.25K) dari sayatan
utama dan / atau entri port samping.
10. Implantasi IOL. IOL ruang posterior ditanamkan dalam kantong
kapsuler setelah mengisi kantong dengan zat viskoelastik
11. Penghapusan bahan viskoelastik dilakukan secara menyeluruh dari
ruang anterior dan kantong kapsular dengan bantuan kanulasi aspirasi

15
irigasi dua arah. Bahan viskoelastik yang ditinggalkan berlebihan dapat
menyebabkan glaukoma sekunder
12. Penutupan luka. Ruang anterior diperdalam dengan larutan garam
seimbang / larutan laktat Ringer yang disuntikkan melalui entri port
samping.

Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa


sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit
seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Metode operasi yang digunakan
sekarang adalah ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK), ekstraksi katarak
ekstrakapsular (EKEK), Small Incision Cataract Surgery (SICS) dan
fakoemulsifikasi. Pada kasus ini, metode operasi yang digunakan adalah Small
Incision Cataract Surgery (SICS). SICS merupakan suatu tekhnik operasi katarak
yang cukup populer saat ini (Ilyas, 2014).
Prognosis pada pasien yang perlu diperhatikan adalah: Faktor penyebab
katarak, kepadatan katarak, katarak unilateral atau bilateral, waktu munculnya
katarak, cacat okular terkait, dan cacat sistemik terkait. Jika katarak dapat dengan
cepat terdeteksi serta mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang tepat,
maka 95% penderita dapat melihat lagi dengan normal.

16
BAB IV
KESIMPULAN

Seorang pasien laki-laki umur 64 Tahun datang ke poli klinik mata di


RSUD dr. R. Seodjono Selong dengan keluhan mata kiri kabur sejak 2 tahun
yang lalu, perlahan-lahan, semakin lama dirasakan semakin kabur, dan seperti
melihat asap. Penglihatan kabur dirasakan semakin hari semakin memberat, saat
melihat dekat maupun jauh. Pasien juga mengeluh mata berair dan perih setiap
kali mata terkena angin. Pasien tidak mengeluh silau jika melihat cahaya, mata
merah (-), nyeri (-), gatal (-), keluar kotoran air mata (-), melihat ganda (-),
melihat pelangi disekitar sumber cahaya (-). Sejak  3 bulan yang lalu,
penglihatan mata kiri semakin kabur hingga mengganggu aktivitas. Dari
pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg Pasien
sebelumnya pernah mengeluhkan hal serupa mata mata kanan. Pasien memiliki
riwayat operasi mata kanan dengan Katarak Senilis Matur pada bulan November
2018. Dari pemeriksaan oftalmologi pada mata kiri didapatkan visus 1/300, iris
reaktif, pupil bulat dan central, refleks cahaya (+) normal, dan lensa keruh padat.
Pasien didiagnosis katarak sinilis hipermatur pada mata kiri. Pasien diberikan
Alletrol ed 4 x 1 tetes untuk kedua mata dan di rencanakan untuk dilakukan SICS
dan IOL pada mata kiri pasien.
Pasien menjalani operasi katarak pada mata kiri pada tanggal 9 januari
2019, dengan menggunakan metode operasi Small Incision Cataract Surgery.
Pada tanggal 10 januari 2019, dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum baik
dan VOS menjadi 6/60. Sedangkan pada kontrol I post operasi, dari pemeriksaan
didapatkan visus mata kiri menjadi 15/200, dan lensa mata kiri terlihat jernih.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas S. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta: Balai penerbit FK UI.
Aini, Anni Nur dan Santik, Yunita Dyah Puspita. 2018. Kejadian Katarak Senilis di
RSUD Tugurejo. Higeia Journal of Public Health Research and Development.
Higeia 2 (2). Diunduh dari http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

18

Anda mungkin juga menyukai