Anda di halaman 1dari 3

KOMPLIKASI COMBUTIO

Tentang SIRS, MODS, SEPSIS

Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ Dysfunction


Syndrome (MODS), dan Sepsis
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai
stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi
autoimun, sirosis, pankreatitis, dll. Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-
mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses
penyembuhan luka, namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor
pencetus, respon ini berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan
kerusakan pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan
organ terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system Organ Disfunction Syndrome)
bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-system Organ Failure/MOF).
Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury,
inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik yang
digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of Chest phycisians dan the Society
of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut
selama beberapa hari, yaitu:
- Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)
- Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)
- Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah (PaCO2 < 32
mmHg)
- Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3) atau
dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).
Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur
darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan dengan
MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS. Pada dasarnya MODS adalah kumpulan
gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga
homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS
sebagai suatu proses yang berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS
menggambarkan kondisi lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang
berawal dari SIRS. Ada 3 teori yang menjelaskan timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang
mana ketiganya terjadi secara simultan.
Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan penurunan
sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus terganggu menyebabkan disrupsi
mukosa saluran cerna. Disrupsi mukosa menyebakan fungsi mukosa sebagai barrier
berkurang/hilang, dan mempermudah terjadinya translokasi bakteri. Bakteri yang mengalami
translokasi umumnya flora normal usus yang bersifat komensal, berubah menjadi
oportunistik; khususnya akibat perubahan suasana di dalam lumen usus (puasa, pemberian
antasida dan beberapa jenis antibiotika). Selain kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap
kuman, daya imunitas juga berkurang (kulit, mukosa), sehingga mudah dirusak oleh toksin
yang berasal dari kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi disrupsi, bila pasien
dipuasakan, maka proses degenerasi mukosa justru berlanjut menjadi atrofi mukosa usus
yang dapat memperberat keadaan.
Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang memicu
SIRS. Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena gangguan sistem
autoregulasi serebral yang memberi dampak sistemik (ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke
ginjal menyebabkan iskemi ginjal khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular
Necrosis (ATN) yang berakhir dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF). Gangguan
sirkulasi perifer menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan glikoprotein yang
meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai modulator sepsis.
Gangguan sirkulasi ke kulit dan sitem integumen menyebabkan terutama gangguan sistim
imun; karena penurunan produksi limfosit dan penurunan fungsi barrier kulit.
Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang sebelumnya
dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera termis. LPC memiliki
toksisitas ribuan kali di atas endotoksin dalam merangsang pelepasan mediator pro-inflamasi;
namun pelepasan LPC ini tidak ada hubungannya dengan infeksi. Respon yang timbul
mulanya bersifat lokal, terbatas pada daerah cedera; kemudian berkembang menjadi suatu
bentuk respon sistemik.
Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik pada fase
akut dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang menguras seluruh modalitas
tubuh khususnya sistim imunologi. Mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi
sebagai respon terhadap suatu cedera tidak hanya menyerang benda asing atau toksin yang
ada; tetapi juga menimbulkan kerusakan pada jaringan organ sistemik. Kondisi ini
dimungkinkan karena luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat
imunosupresif.
Komplikasi SIRS bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada SIRS
adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dan pneumonia
nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna dan stres gastritis, anemia, Trombosis
vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated intravascular
coagulation (DIC). Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah
perkembangan SIRS, MODS, dan sepsis.

Anda mungkin juga menyukai