Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gambaran klasik pada remaja yang mengalami kekerasan dalam bentuk


bullying menurut David A. Tomb (2003, hlm.238), adalah adanya rasa malu
yang berlebihan, merasa sendiri atau kesepian, hipersensitif dengan rasa harga
diri yang rendah, ia juga lebih menghindari kontak personal daripada
menghadapi celaan dari lingkungan sosialnya, walaupun berusaha keras untuk
terlibat dalam hubungan interpersonal. Mereka menduga orang lain akan
mengkritik, hal ini mempengaruhi penampilan di sekolah, tempat kerja, dan di
dalam kehidupannya. Mereka ini dipenuhi dengan kecemasan (terutama fobia
sosial) dan depresi.

Kegagalan dalam berinteraksi dengan orang lain, menurut Nasir dan Muhith
(2011, hlm.9) akan menimbulkan respons fisiologis maupun psikologis pada
remaja ketika keinginan tersebut tidak tercapai. Kondisi ini terjadi karena
seseorang tidak mau belajar dari sebuah proses interaksi dengan orang lain
sehingga ia tidak pernah mengukur kemampuannya dengan standar orang lain.
Akibatnya, timbullah perasaan tertekan. Hal ini ditandai dengan menurunnya
minat juga motivasi dalam belajar dan masalah psikologis, seperti menurunnya
harga diri.

Faktor lingkungan dan koping yang tidak adaptif dalam menghadapi masalah
dan gangguan menjadi penyebab terjadinya masalah harga diri rendah (Fitria,
Sriati, dan Hernawaty, 2013, hlm.28). Nasir dan Muhith (2011, hlm.271)
menerangkan, salah satu upaya meminimalisir ataupun mencegah akibat lanjut
dari sumber koping yang tidak adaptif, terdapat beberapa jenis terapi modalitas
yaitu terapi okupasi, individual, kognitif, keluarga, kelompok, perilaku, bermain
dan salah satunya terapi lingkungan. Terapi lingkungan merupakan suatu
tindakan atau proses penyembuhan suatu gangguan yang disebabkan oleh
sumber-sumber gangguan, dapat berupa orang, lingkungan, benda atau kegiatan-
kegiatan yang membawa ke arah penyembuhan, salah satunya adalah terapi
rekreasi.Terapi rekreasi permainan sendiri merupakan aktivitas yang bertujuan
untuk dilakukan secara berkelompok dan meningkatkan hubungan interpersonal
pemainnya.

Dari uraian diatas, maka kelompok mengambil salah satu daari hasil
penelitian mengenai bagaimana sikap dan perilaku remaja itu sendiri dalam

1
menerima perlakuan bullying, bagaimana bullying bisa menimbulkan harga diri
rendah situasional dan dampak dari bulliying tersebut dapat diminimalisir
dengan terapi yang akan diberikan. Salah satunya dengan terapi permainan
“Crocodile River”

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan konsep teori mengenai terapi rekreasi bermain !
2. Jelaskan dan sebutkan langkah serta prosedur terapi yang dilakukan !
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep teori dari terapi rekreasi bermain.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana langkah serta prosedur
terapi yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
1.4 Manfaat

Bagi mahasiswa agar dapat mengetahui dan memahami untuk melakukan


terapi ini, dan umumnya agar dapat menambah pengetahuan dalam
meminimalkan kondisi harga diri rendah situasional akibat kekerasan atau
bullying.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Remaja adalah masa dimana seseorang tumbuh menjadi dewasa dan


membutuhkan pengendalian diri baik internal dan eksternal untuk mencapai
kematangan pada masa perkembangannya. Kelompok remaja, menurut
Kusumawati dan Hartono (2010, hlm.82) identik dengan perilaku berulang,
distruptif, dan kesengajaan untuk tidak patuh, termasuk melanggar norma dan
peraturan sosial.

Bullying secara sederhana diartikan sebagai penggunaan kekerasan atau


kekuatan untuk menyakiti seseorang atau suatu kelompok sehingga korban
merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya (Suryanto, 2007, ¶1). Hebert (2004,
hlm.66) juga mengungkapkan bahwa kesehatan mental pada siswa banyak
dipengaruhi oleh kekerasan yang terjadi antar siswa yang kemudian dapat
menimbulkan depresi.

Kegagalan dalam berinteraksi dengan orang lain, menurut Nasir dan


Muhith (2011, hlm.9) akan menimbulkan respons fisiologis maupun psikologis
pada remaja ketika keinginan tersebut tidak tercapai. Kondisi ini terjadi karena
seseorang tidak mau belajar dari sebuah proses interaksi dengan orang lain
sehingga ia tidak pernah mengukur kemampuannya dengan standar orang lain.
Akibatnya, timbullah perasaan tertekan. Hal ini ditandai dengan menurunnya
minat juga motivasi dalam belajar dan masalah psikologis, seperti menurunnya
harga diri.

Harga diri rendah situasional menurut Dalami, et al. (2009, dalam Fitria,
2013, hlm.26) adalah evaluasi diri yang terjadi bila seseorang secara tiba-tiba
mengalami trauma. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuan seseorang.Sehingga
kesimpulannya, harga diri rendah situasional adalah keadaan yang terjadi pada

3
seseorang akibat adanya trauma yang di dapat secara tiba-tiba akibat adanya
evaluasi diri yang negatif.

Terapi rekreasi adalah terapi yang menggambarkan aktivitas rekreasi


meliputi permainan, keterampilan, grup diskusi, dll untuk menolong klien dalam
pemulihan. Terapi rekreasi menurut Nasir dan Muhith (2011, hlm.276) yaitu
terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang, yang bertujuan agar
seseorang dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan, serta
mengembangkan kemampuan sosial.

Terapi rekreasi bisa berupa kegiatan olahraga, pariwisata, hobi dan juga
permainan. Terapi rekreasi permainan sendiri merupakan aktivitas yang
bertujuan untuk dilakukan secara berkelompok dan meningkatkan hubungan
interpersonal pemainnya.

Permainan “Crocodile River” menurut Susanta (2008, hlm.41) adalah


suatu permainan memindahkan seluuruh anggota kelompok dari satu tempat ke
tempat lain dengan cara menaiki sebuah media berupa papan atau ban mobil
bekas, tanpa diperbolehkan menyentuh tanah.

2.2 Penyebab

Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri


seseorang. Dalam tinjuan life span history klien.

Penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering
disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai
masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak
diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan atau
pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan
dan menuntut lebih dari kemampuannya.( Yosep,2009)

Menurut Stuart & Sundeen (2006), faktor-faktor yang mengakibatkan


harga diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi
sebagai berikut :

4
a. Faktor predisposisi

1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang
tidak realistis.

2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran gender,


tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya

3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan


orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial. (Stuart
& Sundeen, 2006)

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah


kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan atau
produktivitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep diri harga diri
rendah ini dapat terjadi secara emosional atau kronik. Secara situasional karena
trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,
perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan
harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu
yang membuat klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki
pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.( Yosep,2009)

Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang
tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system
pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang
negatif, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan
awal.(Townsend,2008).

5
2.3 Jenis

Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal


yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam
penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan,
dan kegagalan, tetapi merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga.

Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan
diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya
disertai oleh evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri
sendiri. Gangguan diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :

a. Situasional Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,


kecelakaan,dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada pasien
yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang kurang
diperhatikan. Pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak
sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai. (Makhripah D &
Iskandar, 2012)

b. Kronik Yaitu perasaan negativ terhadap diri telah berlangsung lama,yaitu


sebelum sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negativ. Kejadian
sakit dan dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada
pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa. (Makhripah
D & Iskandar, 2012)

2.4 Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep Harga diri Keracunan Depersona lisasi


diri diri rendah identitas
6
a. Respon Adaptif

Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang


dihadapinya.

1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima

2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang


positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negatif dari dirinya.(Eko P, 2014)

b. Respon Maladaptif

Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia


tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.

1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.

2) Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.

3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu mempunyai


kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain
secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan
baik dengan orang lain.(Eko P,2014).

2.5 Proses terjadinya masalah

a. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman


(2011) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
ideal diri yang tidak realistis. Faktor predisposisi citra tubuh adalah :

7
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh

2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit

3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh

4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi.

Faktor predisposisi harga diri rendah adalah :

a) Penolakan

b) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,tidak konsisten,terlalu


dituruti,terlalu dituntut

c) Persaingan antar saudara

d) Kesalahan dan kegagalan berulang

e) Tidak mampu mencapai standar.

Faktor predisposisi gangguan peran adalah :

(1) Stereotipik peran seks

(2) Tuntutan peran kerja

(3) Harapan peran kultural.

Faktor predisposisi gangguan identitas adalah :

(a) Ketidakpercayaan orang tua

(b) Tekanan dari peer gruup

(c) Perubahan struktur sosial ( Herman,2011)

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian


anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami

8
kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Harga diri kronis ini dapat terjadi
secara situasional maupun kronik.

1) Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana situasi yang
membuat individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma emosi seperti
penganiayaan seksual dan phisikologis pada masa anak-anak atau merasa
terancam atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.

2) Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak mampu
melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa sesuai
dalam melakukan perannya. Ketegangan peran ini sering dijumpai saat terjadi
konflik peran, keraguan peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi
saat individu menghadapi dua harapan peran yang bertentangan dan tidak dapat
dipenuhi.

Keraguan peran terjadi bila individu tidak mengetahui harapan peran


yang spesifik atau bingung tentang peran yang sesuai

(a) Trauma peran perkembangan

(b) Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan

(c) Transisi peran situasi

(d) Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau berkurang

(e) Transisi peran sehat-sakit

(f) Pergeseran konsidi pasien yang menyebabkan kehilangan bagian tubuh,


perubahan bentuk , penampilana dan fungsi tubuh, prosedur medis dan
keperawatan. ( Herman,2011)

3) Perilaku

(a) Citra tubuh Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu,
menolak bercermin, tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh,

9
menolak usaha rehabilitasi, usaha pengobatan ,mandiri yang tidak tepat dan
menyangkal cacat tubuh.

(b) Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang lain, produkstivitas
menurun, gangguan berhubungan ketengangan peran, pesimis menghadapi
hidup, keluhan fisik, penolakan kemampuan diri, pandangan hidup bertentangan,
distruktif kepada diri, menarik diri secara sosial, khawatir, merasa diri paling
penting, distruksi pada orang lain, merasa tidak mampu, merasa bersalah, mudah
tersinggung/marah, perasaan negatif terhadap tubuh.

(c) Keracunan identitasdiantaranya tidak ada kode moral, kepribadian yang


bertentangan, hubungan interpersonal yang ekploitatif, perasaan hampa,
perasaan mengambang tentang diri, kehancuran gender, tingkat ansietas tinggi,
tidak mampu empati pada orang lain, masalah estimasi

(d) Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas, perasaan terpisah dari


diri, perasaan tidak realistis, rasa terisolasi yang kuat, kurang rasa
berkesinambungan, tidak mampu mencari kesenangan. Perseptual halusinasi
dengar dan lihat, bingung tentang seksualitas diri,sulit membedakan diri dari
orang lain, gangguan citra tubuh, dunia seperti dalam mimpi, kognitif bingung,
disorientasi waktu, gangguan berfikir, gangguan daya ingat, gangguan penilaian,
kepribadian ganda. ( Herman,2011)

2.6 Tanda dan gejala

Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang berhubungan


dengan harga diri rendah antara lain :

a. Mengkritik diri sendiri

b. Menarik diri dari hubungan sosial

c. Pandangan hidup yang pesimis

d. Perasaan lemah dan takut

10
e. Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri

f. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri

g. Hidup yang berpolarisasi

h. Ketidakmampuan menentukan tujuan

i. Merasionalisasi penolakan

j. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah

k. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )

Sedangkan menurut Stuart (2006) tanda- tanda klien dengan harga diri
rendah yaitu :

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit

b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri

c. Merendahkan martabat

d. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri

e. Percaya diri kurang

f. Menciderai diri.

2.7 Akibat

Harga diri rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang.


Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan.
Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selajutnya hal ini
menyebutkan penampilan seseorang yang tidak optimal. Harga diri rendah
muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuanya. Ketika seseorang mengalami harga diri rendah,maka akan

11
berdampak pada orang tersebut mengisolasi diri dari kelompoknya. Dia akan
cenderung menyendiri dan menarik diri.( Eko P,2014)

Harga diri rendah dapat berisiko terjadi isolasi sosial yaitu menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial.( DEPKES,2003).

2.8 Mekanisme koping

Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang pendek atau


jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego untuk melindungi
diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.

Pertahanan tersebut mencakup berikut ini :

Jangka pendek :

1) Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas diri (


misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton tv secara obsesif)

2) Aktivitas yang memberikan identitas pengganti semestara ( misalnya, ikut


serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan, atau geng)

3) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang


tidak menentu ( misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes
untuk mendapatkan popularitas)

Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :

1) Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang


terdekat tanpa memerhatikan keinginan,aspirasi,atau potensi diri individu

2) Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan
yang diterima masyarakat. Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan
fantasi, disosiasi,isolasi, proyeksi, pengalihan ( displacement, berbalik marah
terhadap diri sendiri, dan amuk ). (Stuart,2006).

12
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi

Terapi rekreasi adalah terapi yang menggambarkan aktivitas rekreasi


meliputi permainan, keterampilan, grup diskusi, dll untuk menolong klien
dalam pemulihan. Terapi rekreasi menurut Nasir dan Muhith (2011,
hlm.276) yaitu terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang, yang
bertujuan agar seseorang dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan
menyenangkan, serta mengembangkan kemampuan sosial.

Terapi rekreasi bisa berupa kegiatan olahraga, pariwisata, hobi dan juga
permainan. Terapi rekreasi permainan sendiri merupakan aktivitas yang
bertujuan untuk dilakukan secara berkelompok dan meningkatkan hubungan
interpersonal pemainnya.

Permainan “Crocodile River” menurut Susanta (2008, hlm.41) adalah


suatu permainan memindahkan seluuruh anggota kelompok dari satu tempat
ke tempat lain dengan cara menaiki sebuah media berupa papan atau ban
mobil bekas, tanpa diperbolehkan menyentuh tanah.

3.2 Tujuan

3.1.1 Tujuan terapi rekreasi

1. Membantu individu untuk mengembangkan rasa harga diri,

2. Mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,

3. Membantu belajar mempercayai orang lain dan

4. Mempersiapkan diri kembali ke masyarakat.

3.2.1 Tujuan dari permainan

1. Berfikir kreatif dengan paradigma baru,

13
2. Mampu memecahkan masalah,
3. Meningkatkan kualitas kerja,
4. Mampu berkerjasama dengan kelompok dalam sinergi,
5. Berkomunikasi secara efektif, dan
6. mampu bertahan menghadapi stres.

3.3 Fungsi

1. Mengisi waktu dengan kegiatan yang baik dan berguna

2. Mengembangkan pikiran, bakat dan kecakapan

3. Menyalurkan perasaan yang ada pada diri klien.

3.4.Kriteria Pasien

Kriteria pasien sebagai anggota yang mengikuti terapi rekreasi degan terapi
bermain ini adalah:

a. Klien dengan riwayat harga diri rendah situasional


b. Klien yang mengikuti Terapi ini tidak menutup diri atau sulit berinteraksi
c. Klien dapat diajak kerjasama (cooperative)
d. Klien dapat bicara dan menulis

3.5 Pengorganisasian Tugas Terapis


a. Leader, bertugas:
1. Mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2. Memimpin jalannya terapi bermain
3. Memimpin diskusi.
b. Co-Leader, bertugas :
1. Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2. Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
3. Membantu memimpin jalannya kegiatan.
4. Menggantikan leader jika terhalang tugas.
c. Fasilitator, bertugas:

14
1. Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
2. Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
3. Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
4. Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
5. Bertanggungjawab terhadap program antisispasi masalah.
d. Observer, bertugas :
1. Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan Terapi rekeasi bermain dari
awal sampai akhir.
2. Mencatat semua aktivitas dalam terapi rekreasi bermain.
3. Mengobservasi perilaku pasien.

3.6 Waktu pelaksanaan


1. Topik : Terapi rekreasi bermain Crocodile River
2. Tempat : STIKes Bhakti Kencana Bandung
3. Waktu : Kamis, 10 Januari 2019
Pukul : 08.00 s.d 09.00 WIB

Lama : 60 Menit

Persiapan : 15 menit

Kegiatan : 45 menit

4. Jumlah Peserta : 8 orang


Jumlah Terapis : 7 orang

3.7 Metode

1. Dinamika kelompok

2. Diskusi dan tanya jawab

3. Bermain peran/simulasi

15
3.6 Media/Alat

1. Laptop

2. Musik/lagu

3. Karton 2

4. Buku catatan dan pulpen

5. Name tag 15

6. Tape recorder

7. Spidol 2 dan Whiteboard

3.8 Seting Tempat

L CL

P P

P P
F F
P P

P P

OBS

Keterangan Gambar:

L : Leader

Regita Desma Aulia

16
CL : Co-Leader

Nurul Fajar

O : Observer

Eva Dalva Dalilah

F : Fasilitator

1. Devi Putri Mayang


2. Moch. Ridwan

P : Pasien

1. Bimo Aji Saputra


2. Dian Khusufi
3. Fikri Dzikrullah
4. Khoerrunisa Rahayu
5. Lia Aulia Nurohmah Z
6. Melda Dwi Utami
7. Nenden Latifah
8. Siti Agnie Febyanti
9. Siti Gina Nurfadilah
10. Siti Karomah T

Terapi rekreasi dengan teknik bermainPada harga diri rendah


situasional

Sesi 2: Melatih hal positif diri

Tujuan :

1. Klien dapat menilai hal positif diri yang dapat digunakan


2. Klien dapat memilih hal positif diri yang dapat dilatih

17
3. Klien dapat melatih hal positif diri yang telah dilatih
4. Klien dapat menjadwalkan penggunaan kemampuan yang telah dilatih.

Setting

3. Terapis berada di samping klien dan klien berbaris dibagi 2 kelompok


4. Ruangan nyaman dan tenang.

Alat dan bahan

1. Laptop
2. Musik/lagu
3. Karton 2
4. Buku catatan dan pulpen
5. Name tag 15
6. Tape recorder
7. Spidol 2

Metode :

1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/ simulasi

Langkah kegiatan :

1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi 2.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Klien dan terapetis pakai papan nama
b. Evaluasi / Validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini

18
2) Menanyakan apakah ada tambahan hal positif klien.
c. Kontak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu melatih hal positif pada klien
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
minta izin kepada terapis.
 Lama kegiatan 45 menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3) Terapis mengawali kegiatan dengan membaca do’a
3. Tahap kerja
a. Terapis meminta semua klien membaca ulang daftar kemampuan
positif pada sesi 1 dan memilih satu untuk dilatih.
b. Terapis meminta klien menyebutkan pilihannya dan ditulis di
whiteboard
c. Berikan pujian
d. Lakukan ulang secara bergantian
e. Terapis memilih satu dari daftar whiteboard. Kegiatan yang paling
banyak dipilih klien diambil untuk dilatih
f. Terapis melatih cara pelaksanaan kegiatan / kemampuan yang dipilih
dengan cara:
1) Terapis memperagakan dan menjelaskan cara permainannya
2) Tape rekorder dinyalakan, buat 2 kelompok
3) Masing masing kelompok diberi 2 karton
4) Setiap kelompok harus dapat berpindah dari satu tempat ke
tempat lain dengan berada di atas kertas karton dan jangan
sampai kaki menyentuh lantai.
5) Dilakukan selama 2 kali putaran dan dilakukan sampai batas
tempat yang telah ditentukan
6) Klien memperagakan ulang permainan
7) Berikan reinforcement positif pada setiap kelompok

19
e. Kegiatan tersebut dapat diulang kembali untuk kemampuan yang
berbeda.

4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti Terapi.
2) Memberikan reinforcement positif terhadap kelompok
b. Tindak lanjut
1) Terapis meminta klien memasukkan kegiatan yang telah dilatih
pada jadwal kegiatan sehari-hari.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati terapi yang akan datang untuk hal positif lain.
2) Menyepakati waktu dan Tempat sampai aspek positif selesai
dilakukan.
d. Do’a Penutup
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung,
khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan
klien sesuai dengan tujuan Terapi. Untuk Terapi terhapap harga diri
rendah situasional sesi 2, kemampun yang diharapkan adalah memiliki
satu hal positif yang akan dilatih dan memperagakannya.

No Nama Klien Membaca daftar Memilih satu Memperagakan


hal positif hal positif yang kegiatan positif
akan dilatih
1.
2.
3.

20
4.
5.
6.
7.
8.

Petunjuk :

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut terapi pada kolom nama
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan membaca ukang
daftar hal positif dirinya, memilih satu hal positif untuk dilatih dan
memperagakan kegiatan positif tersebut. Beri tanda jika klien mampu
dan tanda x jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki saat Terapi pada catatan


proses keperawatan tiap klien. Anjurkan dan jadwalkan agar klien
melakukannya serta berikan pujian.

21
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Terapi rekreasi dengan bermain dapat menurunkan tingkat harga
diri rendah pada klien akibat bullying sesuai dengan hasil pada jurnal dan
dapat digunakan sebagai terapi.

4.2 Saran
Bagi perawat semoga dapat memodifikasi terapi permainan yang
dapat dilakukan pada klien dengan harga diri rendah situasional lainnya
dan khusunyan untuk mahasiswa agar dapat memodifikasi terapi sesuai
dengan kondisi klien.

22
DAFTAR PUSTAKA

Awaliyah (2014). Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Korban Bullying


Melalui Konseling Individual Rational Emotif Behaviour Therapy Teknik
Homework Assigment” (Skripsi Universitas Negeri Semarang).

Damaiyanti, M. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Refika Aditama.

Djamarah, Syaiful Bahri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka


Cipta.

Fitria, N., Sriati, A., & Hernawaty, T.(2013). Laporan Pendahuluan tentang
Masalah Psikososial. Jakarta : Salemba Medika.

Hasibuan dan Wulandari (2015). Efektivitas Rational Emotive Behavior Therapy


(REBT) untuk Meningkatkan Self Esteem pada Siswa SMP Korban Bullying.
Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 2, Desember 2015.

Hebert, W.M, Sanders, C.E., & Phye, G.D. (2004). Bulliying, Implicationts For
The Classroom. Edited by: Sanders,C.E., Phye, G.D USA : Elsevier Academic
Press

Januarko (2013).Studi Tentang Penanganan Korban Bullying Pada Siswa SMP


SeKecamatan Trawas. Jurnal BK UNESA. Volume 04 Nomor 02 Tahun 2013,
383 – 389

Kusumawati, F.,&Hartono, Y. (2010).Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta


:Salemba Medika

Miranda Larasati (2013) . Keefektifan Teknik Kursi Kosong (Empty Chair)


Untuk Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Siswa Korban Bullying. (Jurnal
Ilmiah Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang).

Nasir, A., & Muhith, A. (2011). Dasar-dasar Keperawatan Jiwa : Pengantar dan
Teori. Jakarta : Salemba Medika

23
Siswanto. (2008). Kesehatan Mental ; Konsep, Cakupan, dan Perkembangan
Ed.1. Yogyakarta : ANDI.

Suliswati., Payapo, T.A., Maruhawa, J., Sianturi, Y., Sumijatun.(2005). Konsep


Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Susanta, A. (2008). Merancang Outbond Training Profesional. Yogyakarta :


ANDI.

Suryanto, S.B. (2007). Bulliying Bikin Anak Depresi dan Bunuh Diri.
www.migasindonesia.net.

TIM Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA).(2008). Bulliying : Panduan bagi


Orang Tua dan Guru Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan. Jakarta :
Grasindo.

Tomb, D. (2003). Buku Saku Psikiatri Ed.6. Jakarta : EGC.

Wati, T. W. (2009). Studi Korelasi antara Perilaku Bullying dengan


Kepercayaan Diri Siswa Kelas X SMK Bhakti Nusantara Mranggen Tahun
Ajaran 2009/2010. (Skripsi mahasiswa Jurusan Bimbingan Dan Konseling
Universitas Negeri Semarang).

Widyastuti, Y. (2009). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Firtramaya.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-8. (2014). Draft Standar Asuhan Keperawatan


Jiwa. Jakarta : FKUI (tidak dipublikasikan).

Yusuf, Ah. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.

24

Anda mungkin juga menyukai