Anda di halaman 1dari 19

Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB SISWA MELALUI


PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF
TIPE TEAM-ASSISTED INDIVIDUALIZATION DI KELAS VIII SMPN 1 BANJARMASIN
TAHUN PELAJARAN 2013-2014

Muhammad Basil, Chairil Faif Pasani

Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat,


Jl. Brigjen H. Hasan Basry Kayutangi Banjarmasin
e-mail : chfaif@yahoo.co.id

Abstrak. Menciptakan manusia yang bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan pendidikan
nasional. Tanggung jawab belajar selalu bergantung kepada peserta didik dan ditekankan agar
peserta didik mengkonstruksi pengertian atau konsepnya sendiri. Untuk itu, perlu ditempuh
pemberian peran kepada peserta didik menjadi peserta didik pembelajar atau peserta didik
pengajar. Jika peserta didik “mengajar” teman-temanya, misalnya sebagai tutor sebaya, ia akan
menjadi sangat aktif untuk mempersiapkan diri agar mampu mengajar teman-temannya, misalnya
melalui usaha memahami materi/kompetensi yang akan diajarkan. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI yang diharapkan dapat mengembangkan
karakter tanggung jawab siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) nilai karakter
tanggung jawab siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, (2) hasil belajar
siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, (3) hubungan antara nilai karakter
tanggung jawab siswa dengan hasil belajar siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kuasi eksperimen (eksperimen semu). Jenis desain yang digunakan adalah One-
Shot Case Study sebanyak enam kali pertemuan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas
VIII A SMPN 1 Banjarmasin yang berjumlah 27 siswa, sedangkan objeknya adalah nilai karakter
tanggung jawab siswa dan hasil belajar. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi,
observasi, dan tes. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis persentase lalu
dilanjutkan dengan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat mengembangkan nilai karakter tanggung jawab siswa, (2)
ada terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
TAI, (3) terdapat hubungan sebesar 0,558 antara nilai karakter tanggung jawab siswa dengan hasil
belajar matematika siswa. Adapun persamaan regresinya adalah Y = 58,117 + 0,531X dengan X
adalah nilai karakter tanggung jawab siswa dan Y adalah hasil belajar.

Kata kunci: model pembelajaran kooperatif tipe TAI, karakter tanggung jawab, hasil belajar

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus
digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas
menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu
merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar
dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa (Kemendiknas, 2010).
Membina karakter setiap peserta didik bisa dilakukan melalui pembelajaran matematika.
Matematika sering dianggap sulit oleh beberapa peserta didik di sekolah. Ada juga beberapa
peserta didik menyebutkan bahwa matematika merupakan momok yang sangat menakutkan.
Beberapa peserta didik menilai matematika merupakan mata pelajaran yang sangat
membosankan. Hal ini dikarenakan jarangnya penggunaan model Pembelajaran Aktif, Inovatif,
Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) di dalam kelas. Pembelajaran PAIKEM adalah
pembelajaran bermakna yang dikembangkan dengan cara membantu peserta didik membangun
keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang
telah dimiliki dan dikuasai peserta didik (Suprijono, 2009).
Pendidikan karakter bisa disisipkan dalam pembelajaran PAIKEM, baik itu melalui model
pembelajaran ataupun soal yang diberikan kepada peserta didik. Pembelajaran PAIKEM dapat
dilakukan secara kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama diantara siswa dalam mempelajari materi pelajaran. Para siswa
diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah
pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-
masing (Slavin, 2010).
Menciptakan manusia yang bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan pendidikan
nasional. Manusia yang bertanggung jawab adalah manusia yang siap menanggung segala risiko
dari perkataan maupun perbuatannya yang mendatangkan akibat hukum. Menciptakan peserta
didik menjadi orang-orang yang bertanggung jawab harus dimulai dari memberikan tugas-tugas
yang kelihatan sepele. Misalnya tidak membuang sampah di dalam kelas atau di sembarang
tempat (Abdul Aziz, 2011).
Tanggung jawab belajar selalu bergantung kepada peserta didik dan ditekankan agar
peserta didik mengkonstruksi pengertian atau konsepnya sendiri. Untuk itu, perlu ditempuh
pemberian peran kepada peserta didik menjadi peserta didik pembelajar atau peserta didik
pengajar. Jika peserta didik “mengajar” teman-temanya, misalnya sebagai tutor sebaya, ia
akan menjadi sangat aktif untuk mempersiapkan diri agar mampu mengajar teman-temannya,
misalnya melalui usaha memahami materi atau kompetensi yang akan diajarkan (Kemendiknas,
2010).
Dalam Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) sesuai dengan fitrah manusia
sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan
tanggung jawab bersama, pemberian tugas dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyataan
itu, belajar berkelompok secara kooperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi
(sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab (Suyatno,2009).
Menurut Suyitno, model pembelajaran kooperatif yang cocok untuk mengembangkan
karakter tanggung jawab dalam pembelajaran matematika adalah model kooperatif tipe TAI. Dalam
model pembelajaran ini masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara.
Karena dalam pembelajaran koperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka siswa
yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalm kelompoknya. Dengan
demikian, siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya,
sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan
dalam kelompok tersebut (Zubaedi, 2011).
Berdasarkan pengamatan ketika melaksanakan PPL II di SMPN 1 Banjarmasin,
ditemukan fakta bahwa kesadaran siswa untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sendiri
masih kurang, siwa tidak menjalankan intruksi dari guru dengan sebaik-baiknya selama
pembelajaran. Salah satu contoh, siswa yang diberikan pekerjaan rumah oleh guru disekolah, ia
harus mengerjakan pekerjaan rumahnya itu dengan sebaik-baiknya tanpa ada rasa keterpaksaan
di dalam dirinya. Karena hal itu merupakan sesuatu kewajiban seorang siswa dalam mengemban
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

tugasnya disekolah. Tanggung jawab siswa tersebut telah terbina melalui pemberian pekerjaan
rumah yang diberikan oleh gurunya disekolah. Tetapi, seandainya siswa tersebut tidak
mengerjakan pekerjaan rumahnya, maka ia merupakan seseorang yang tidak bertanggung jawab
terhadap tugas yang diberikan oleh gurunya di sekolah. Hal ini merupakan contoh betapa
pentingnya peserta didik harus diberikan atau dibina karakternya pada umumnya dan karakter
tanggung jawab pada khususnya.
Setiap siswa harus menanamkan rasa tanggung jawab pada diri masing-
masing. Tanggung jawab siswa sebagai pelajar adalah belajar dengan baik, mengerjakan tugas
sekolah yang sudah diberikan kepadanya, disiplin dalam menjalani tata tertib sekolah. Artinya
setiap siswa wajib melaksanakan tanggung jawab tersebut tanpa terkecuali. Hasil wawancara
dengan Salah satu guru matematika kelas VIII di SMPN 1 Banjarmasin menunjukkan bahwa
kenyataannya banyak siswa yang merasa terbebani dengan kewajiban mereka sebagai
pelajar. Siswa berangkat ke sekolah tidak lagi untuk tujuan belajar, akan tetapi dijadikan sebagai
ajang untuk ketemu, berkumpul dengan teman-teman, mengobrol dan lain sebagainya. Sementara
tugas sejatinya untuk belajar dan menimba ilmu sudah bukan lagi menjadi pokok.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul
“Mengembangkan Karakter Tanggung Jawab Siswa Melalui Pembelajaran Matematika dengan
Menggunakan Model Kooperatif Tipe Team-Assisted Individualization di Kelas VIII SMPN 1
Banjarmasin Tahun Pelajaran 2013-2014.”

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan
diteliti sebagai berikut : (1) Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dalam
pembelajaran matematika dapat mengembangkan nilai karakter tanggung jawab siswa kelas VIII
SMPN 1 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2013-2014? (2) Bagaimana hasil belajar siswa kelas VIII
SMPN 1 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2013-2014 menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe TAI? (3) Apakah ada hubungan antara nilai karakter tanggung jawab siswa dengan hasil
belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2013-2014?

TINJAUAN PUSTAKA
Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah proses pertumbuhan dan perkembangan manusia dengan semua
potensimya melalui pengajaran (teaching) dan pembelajaran (learning) untuk menda patkan
pengetahuan (knowledge) dan atau keterampilan (skill) serta pengembangan tingkah laku
(behavior) yang baik agar bisa bermanfaat bagi kehidupan dirinya, masyarakat dan
lingkungannya (Abdul Aziz, 2011).
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan
potensi peserta didik. Pendidikan juga berarti suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam
mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa
yang lebih baik di masa depan (Kemendiknas, 2010).
Sedangkan pengertian karakter, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Karakter juga diartikan tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan.
Karakter juga diartikan watak, yaitu sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan
tingkah laku atau kepribadian (Sulhan, 2010). Sedangkan menurut Simon Philips (2008), karakter
adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap dan
perilaku yang ditampilkan (Mu’in, 2011). Adapun menurut Kemendiknas (2010), karakter adalah
watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap,
dan bertindak.
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,


pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu
dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Kemendiknas, 2011).
Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan yang benar dan yang salah, pendidikan
karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga peserta didik
menjadi paham (kognitif) tentang yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik
dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus
melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga merasakan
dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan
karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan
(Kemendiknas, 2011).
Menurut Aristoteles, pendidikan karakter adalah mendidik seseorang untuk menjadi
terbiasa untuk berperilaku baik, sehingga ia menjadi terbiasa dan akan merasa bersalah kalau
tidak melakukanya (Megawangi, 2004). Pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk
kebiasaan baik (habit), sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil. Pendidikan karakter bukan
saja dapat membuat seorang anak mempunyai akhlak yang mulia, tetapi juga dapat meningkatkan
keberhasilan akademiknya (Megawangi, 2004).
Menurut Kemendiknas (2011), pendidikan karakter mempunyai fungsi sebagai berikut:
(1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik,
(2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur,
(3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Strategi-strategi yang dilakukan dalam mengembangkan pendidikan karakter menurut
Musfiroh adalah sebagai berikut:
(1) menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid,
(2) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,
(3) memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan
melibatkan aspek knowing the good, loving the good, dan acting the good,
(4) metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak,
(5) membangun hubungan yang supportive dan penuh perhatian dikelas dan seluruh kelas,
(6) model (contoh) perilaku positif,
(7) menciptakan peluang bagi siswa untuk menjadi aktif dan penuh makna dalam kehidupan
dikelas dan disekolah,
(8) mengajarkan keterampila social dan emosional secara esensial,
(9) melibatkan siswa dalam wacana moral,
(10) membuat tugas pembelajaran yang penuh makna dan relevan untuk siswa,
(11) tidak ada anak yang terabaikan.

Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya


Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan (Syah, 2010).
Belajar berarti serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik (Djamarah, 2008).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menurut Syah (2010) adalah sebagai berikut:
(1) Faktor internal, yakni faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri. Faktor ini meliputi dua
aspek, yaitu :
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

a. Aspek Fisiologis, yakni aspek yang bersifat jasmaniah.


b. Aspek Psikologis, yakni aspek yang bersifat rohaniah.
Aspek psikologis ini terdiri atas beberapa faktor, yaitu :
1) Intelegensi siswa, yakni kemampuan psiko–fisik siswa untuk mereaksi rangsangan
atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat,
2) Sikap siswa, yakni gejala internal siswa yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek orang, barang dan sebagainya baik secara positif maupun negatif,
3) Bakat Siswa, yakni kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang,
4) Minat siswa, yakni kecenderungan dan kegairahan siswa yang tinggi atau keinginan
siswa yang besar terhadap sesuatu,
5) Motivasi siswa, yakni keadaan internal siswa yang mendorongnya untuk berbuat
sesuatu.
(2) Faktor eksternal siswa, yakni faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor eksternal siswa
terdiri atas dua macam, yaitu:
a. Lingkungan sosial, seperti keluarga, guru dan staf administrasi sekolah, masyarakat,
teman–teman sekelas dan teman–teman sepermainan,
b. Lingkungan nonsosial, seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal
keluarga siswa dan letaknya, alat–alat belajar, keadaan cuaca serta waktu belajar siswa.
(3) Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode
yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Jadi, belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal yang terdiri atas faktor
fisiologis dan psikologis; faktor eksternal yang terdiri dari lingkungan sosial dan lingkungan
nonsosial; dan faktor pendekatan belajar.

Pengertian Matematika
Elea Tinggih dalam TIM MKPBM (2001) mengatakan bahwa: berdasarkan etimologis
perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini
dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam
matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain
lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran. Dalam buku yang sama
James dan James (1976) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai
bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan satu dengan yang lain dengan jumlah
yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu : aljabar, analisis, dan geometri.
Selanjutnya Johnson dan Rising mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir,
pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan
simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada bunyi.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa matematika adalah suatu cabang
ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan bangun dan ruang (bentuk), susunan, besaran, serta
ide-ide atau konsep-konsep yang diperoleh dengan penalaran deduktif, terorganisasi secara
sistematis dan logis, dan direpresentasikan dengan simbol.

Hakekat Pembelajaran Matematika


Pembelajaran matematika seharusnya mengoptimalkan keberadaan dan peran siswa
sebagai pembelajar, karena filosofi antara pengajaran dan pembelajaran matematika
sesungguhnya berbeda, maka “pengajaran” matematika hendaknya harus berubah paradigmanya,
yaitu:
(1) dari teacher centered menjadi learner centered,
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

(2) dari teaching centered menjadi learning centered,


(3) dari content based menjadi competency based,
(4) dari product of learning menjadi process of learning,
(5) dari sumative evaluation menjadi formative evaluation.
Guru semestinya memandang kelas sebagai tempat di mana masalah yang menarik di-
eksplor oleh siswa dengan menggunakan ide-ide matematika. Sebagai contoh, seorang siswa
dapat mengukur benda-benda nyata secara langsung, mengumpul informasi dan menjelaskan apa
yang mereka kumpulkan dengan menggunakan statistik atau menjelajahi sebuah fungsi melalui
pengujian grafiknya. Dengan berlandaskan kepada prinsip pembelajaran matematika yang tidak
sekedar learning to know, melainkan juga harus meliputi learning to do, learning to be, hingga
learning to live together, maka pembelajaran matematika seharusnya bersandarkan pada
pemikiran bahwa siswa yang harus belajar dan semestinya dilakukan secara komprehensif dan
terpadu.
Siswa dengan pembelajaran matematika diharapkan mampu memahami dan menguasai
konsep, dalil, teorema, generalisasi, dan prinsip-prinsip matematika secara menyeluruh.
Sementara melalui pencapaian sasaran efek ringan, mereka diharapkan mampu berpikir logis,
kritis, dan sistematis. Melalui sasaran inipun mereka diharapkan lebih memahami keterkaitan antar
topik dalam matematika dan keterkaitan serta manfaat matematika bagi bidang lain. Mereka juga
dituntut untuk selalu hidup tertib dan disiplin, mencintai lingkungan sekitarnya, dan mampu
memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang berkaitan dengan
matematika (Tim MKPBM, 2001).

Karakter Tanggung Jawab


Menurut kamus umum Bahasa Indonesia tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan dsb). Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Tanggung jawab akan tumbuh jika anak memiliki dorongan visi yang kuat. Dorongan visi
biasanya lahir karena keterkaitan emosi yang dalam juga pemahaman yang cukup terhadap
realitas. Tanggung jawab berkaitan dengan melakukan apa yang diperlukan untuk memaksimalkan
berbagai peluang yang diberikan kepada seorang anak.
Tanggung jawab kepemilikan filosofis meliputi bersikap termotivasi, berupaya sebaik
mungkin, bersikap bertanggung jawab dan disiplin, tetap berkomitmen, dan sungguh-sungguh
berusaha memanfaatkan sebuah peluang berprestasi. Tanggung jawab kepemilikan praktis
mencakup menyelesaikan semua tugas dan latihan, menjalani instruksi sebaik-baiknya, bersikap
kooperatif, dan mengungkapkan penghargaan serta bersyukur atas usaha orang lain.
Dalam hal lain seseorang dikatakan bertanggung jawab apabila melaksanakan tugas
secara tepat/jujur atau dengan kata lain mengerjakan berdasarkan hasil karya sendiri. Karakter
tanggung jawab merupakan karakter yang harus ada di dalam diri siswa. Untuk itu ada beberapa
indikator dari karakter tanggung jawab siswa yang dijadikan sebagai bahan penelitian ini yaitu:
1. Menyelesaikan semua tugas dan latihan yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Menjalankan instruksi sebaik-baiknya selama proses pembelajaran berlangsung.
3. Bersikap kooperatif. Artinya siswa dapat berdiskusi dengan teman atau guru dengan baik
untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
4. Menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang telah ditetapkan. Hal ini termasuk dalam istilah
time management yang berkaitan dengan tanggung jawab.
5. Serius dalam mengerjakan sesuatu. Hal ini termasuk dalam istilah reaching goal (tujuan-tujuan
yang ingin diraih). Serius dalam mengerjakan sesuatu dalam pengertian ini merupakan serius
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

dalam belajar untuk mencapai hasil yang maksimal dan sangat memuaskan, sehingga tujuan
yang ingin dicapai dapat tercapai dengan baik.
6. Rajin dan tekun selama proses pembelajaran berlangsung. Diligence (ketekunanan, sifat rajin)
artinya orang yang rajin dan tekun itu biasanya adalah orang yang bertanggung jawab.
7. Membantu teman yang sedang kesulitan dalam belajar. Dalam hal ini termasuk pengertian dari
“berupaya sebaik mungkin dan memanfaatkan sebuah peluang untuk berprestasi” .
8. Memberikan atau mengajukan usul pemecahan masalah.
Dari kedelapan indikator tanggung jawab ini, maka akan dibagi menjadi tanggung jawab
individu dan sosial yaitu:
Tanggung jawab individu menuntut kesadaran setiap orang untuk memenuhi
kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi yang meliputi:
1. Menyelesaikan semua tugas dan latihan yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Menjalankan instruksi sebaik-baiknya selama proses pembelajaran berlangsung.
3. Menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang telah ditetapkan.
4. Serius dalam mengerjakan sesuatu.
5. Rajin dan tekun selama proses pembelajaran berlangsung.
Tanggung jawab sosial berarti bahwa semua perbuatan yang dilakukan seseorang
harus sudah dipikirkan akibatnya atau untung ruginya bagi orang lain, masyarakat dan
lingkungannya, meliputi:
1. Bersikap kooperatif.
2. Membantu teman yang sedang kesulitan belajar.
3. Memberikan atau mengajukan usul pemecahan masalah

Model Pembelajaran
Menurut Tim MKPBM (2001), model pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan
guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang
diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut Arends, model
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-
tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan
pengelolaan kelas. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu siswa mendapatkan
informasi, ide, keterampilan, cara berpikir dan mengekspresikan ide. Selain itu, model
pembelajaran dapat pula berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar (Suprijono, 2009).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola interaksi antara siswa
dan guru dalam kegiatan pembelajaran yang mencakup strategi, pendekatan, metode dan teknik
pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman untuk merencanakan kegiatan belajar mengajar.
Macam–macam model pembelajaran diantaranya model pembelajaran langsung, model
pembelajaran kooperatif, dan model pembelajaran berdasarkan masalah (Suprijono, 2009).

Model Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif berasal dari kata ”kooperatif” yang artinya mengerjakan
sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu
kelompok atau satu tim. Slavin (1995), mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah
dalam belajar (Isjoni, 2009).
Anita Lie (2000) menyebutkan pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran
gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang tersruktur. Sedangkan menurut Johnson
& Johnson (1994) pembelajaran kooperatif adalah mengelompokan siswa di dalam kelas ke suatu
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki
dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut (Isjoni, 2009).
Jadi, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran melalui kerja sama dengan siswa
lain dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Roger dan David Johnson (Suprijono, 2009) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok
dapat dianggap pembelajaran kooperatif. Terdapat lima unsur dalam model pembelajaran
kooperatif yang harus diterapkan untuk mencapai hasil yang maksimal, yaitu:
(1) positive interdependence (saling ketergantungan positif),
(2) personal responsibility (tanggung jawab perseorangan),
(3) face to face promotive interaction (interaksi promotif),
(4) interpersonal skill (komunikasi antar anggota),
(5) group processing (pemprosesan kelompok).
Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim dkk. (2000) adalah sebagai
berikut:
(1) siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan
bersama”,
(2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka
sendiri,
(3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang
sama,
(4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota
kelompoknya,
(5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberi hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan
untuk semua anggota kelompok,
(6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama
selama proses belajarnya,
(7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
Ciri – ciri pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim dkk. (2000) yaitu:
(1) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya,
(2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
(3) bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda,
(4) penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
Menurut Suyitno, model pembelajaran kooperatif yang cocok untuk mengembangkan
karakter tanggung jawab dalam pembelajaran matematika adalah model kooperatif tipe TAI
(Zubaedi, 2011).

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI


Pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa tipe, yaitu STAD (Student Teams-
Achievement Division), TGT (Teams-Games-Tournaments), TAI (Team-Assisted Individualization),
Jigsaw, LT (Learning Together), GI (Group Investigation), Think-Pair-Share. TAI merupakan model
pembelajaran kooperatif yang menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran
individual.
TAI dikembangkan oleh Slavin, Madden, dan Leavey di John Hopkins University. Model
ini dirancang untuk menggabungkan insentif emosional dari penghargaan kelompok dengan
program pembelajaran individual yang cocok dengan tingkatan keterampilan yang dimiliki oleh
setiap siswa. Di dalam model ini para siswa dikelompokkan ke dalam 4 atau 5 orang secara
heterogen sebagaimana di dalam STAD dan TGT.
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

Menurut Suyitno, TAI termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam model


pembelajaran TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok kecil (empat sampai lima orang) yang
heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang
memerlukannya. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam
suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan
kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerja sama, dan
menghargai pendapat teman lain. Masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang
setara. Karena dalam pembelajaran koperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka
siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya.
Dengan demikian, siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya,
sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan
dalam kelompok tersebut (Zubaedi, 2011).
Dengan demikian, TAI merupakan metode pembelajaran kelompok di mana terdapat
seorang siswa yang lebih mampu berperan sebagai asisten yang bertugas membantu secara
individual siswa lain yang kurang mampu dalam suatu kelompok. Dalam hal ini, pendidik hanya
fasilitator dan mediator dalam proses belajar mengajar (Zubaedi, 2011).
Ada beberapa manfaat TAI yang memungkinkannya memenuhi kriteria pembelajaran
efektif. Diantaranya adalah:
(1) Meminimalisasi keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.
(2) Melibatkan guru untuk mengajar kelompok-kelompok kecil yang heterogen.
(3) Memudahkan siswa untuk melaksankan karena teknik operasional yang cukup sederhana.
(4) Memotivasi siswa untuk mempelajari materi-materi yang diberikan dengan cepat, akurat dan
tanpa jalan pintas.
(5) Memungkinkan siswa untuk bekerja dengan siswa-siswa lain yang berbeda sehingga tercipta
sikap positif diantara mereka. (Slavin, 1995)
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut:
(1) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara
individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
(2) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau
skor awal.
(3) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa dengan
kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah). Jika
mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan
gender.
(4) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok,
setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
(5) Guru memfasiltasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan
penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
(6) Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
(7) Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan
hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (Daryanto & Raharjo,2012).

Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne (Suprijono, 2009), hasil belajar berupa :
(1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik
lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.
Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun
penerapan aturan.
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

(2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempersentasikan konsep dan lambang.


Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengelompokkan, kemampuan analitis-
sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan
intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
(3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya
sendiri.
(4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dan urusan
dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
(5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap
objek tersebut.
Menurut Kingsley hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah dia menerima pembelajaran. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau
kriteria untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah
memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi (Indra, 2009).
Menurut Bloom hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.
Domain kognitif adalah pengetahuan atau ingatan, pemahaman penjelasan, menerapkan,
menguraikan, mengorganisasi dan menilai. Domain afektif adalah sikap menerima,
memberikan respon, nilai organisasi dan karakterisasi. Domain psikomotor meliputi
keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual. Sementara menurut
Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap
(Suprijono, 2009).
Menurut Dimyanti dan Mudjiono (2009) tujuan dari hasil belajar adalah:
(1) Untuk diagnostik dan pengembangan, adalah penggunaan hasil belajar sebagai dasar untuk
pengelompokan kelemahan dan keunggulan siswa berdasarkan sebab-sebabnya.
(2) Untuk seleksi, adalah untuk menentukan jenis jabatan atau jenis pendidikan apa yang cocok
untuk siswa.
(3) Untuk kenaikan kelas, adalah digunakan untuk guru agar bias menentukan apakah siswa
dapat naik kelas atau tidak.
(4) Untuk penempatan, adalah guru dapat menggunakan hasil belajar untuk menempatkan siswa
dimana dia tepat untuk berkembang.
Dalam penelitian ini, hasil belajar siswa adalah nilai post-test setiap pertemuan.

Hipotesis
Berdasarkan dari latar belakang dan tinjauan pustaka maka hipotesis dari penelitian ini
adalah : (1) Terdapat hubungan antara nilai karakter tanggung jawab siswa dengan hasil belajar
siswa kelas VIII SMPN 1 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2013-2014 pada penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI.

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode “quasi experiment”
(eksperimen semu). Jenis desain dalam penelitian ini adalah One-Shot Case Study sebanyak
enam kali pertemuan dengan menggunakan pola X 0. Dimana X merupakan treatment atau
perlakuan, sedangkan 0 adalah hasil observasi sesudah treatment atau perlakuan. Dari tes dan
observasi inilah diambil kesimpulan (Arikunto, 2010).

Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah semua kelas VIII SMPN 1 Banjarmasin tahun
pelajaran 2013-2014. Sampel pada penelitian ini adalah kelas VIII A sebanyak 27 siswa. Pada
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

kelas VIII A digunakan sebagai kelas eksperimen dengan perlakuan model pembelajaran
kooperatif tipe TAI untuk mengembangkan tanggung jawab siswa.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk mengetahui informasi dan data mengenai keadaan
sekolah, keadaan kelas, dan siswa SMPN 1 Banjarmasin.
(2) Observasi
Observasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengamati perkembangan nilai karakter tanggung
jawab siswa pada saat proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI. Jenis observasi yang dipakai adalah observasi terstruktur, artinya
observasi telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana
tempatnya. Observasi tersebut dilakukan oleh pengamat atau observer dengan menggunakan
lembar observasi yang telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan dinyatakan telah siap
digunakan untuk penelitian.
(3) Tes
Penelitian ini menggunakan tes prestasi atau achievement test, yaitu tes yang
digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu (Arikunto,2010).
Bentuk tes yang digunakan berupa tes uraian (essay) dengan materi kubus dan balok.

Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh terdiri dari karakter tanggung jawab siswa dan hasil belajar
matematika yang dianalisis dengan menggunakan statistika deskriptif dan statistika inferensial.
(1) Statistika Deskriptif
a. Observasi Karakter Tanggung Jawab Siswa
Observasi karakter tanggung jawab pada siswa dilaksanakan dengan memberikan skor
1 sampai 5 terhadap masing-masing indikator yang ditunjukan siswa. Pedoman penskoran yang
digunakan sesuai dengan kriteria berikut (Supinah & Parmi, 2011):
Tabel 1 Pedoman Penilaian Lembar Observasi
Skor Kategori Keterangan
1 apabila siswa belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku sesuai Sangat kurang
dengan yang dinyatakan dalam indikator.
apabila siswa sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal
2 Kurang
perilaku seperti yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum
konsisten.
3 apabila siswa sudah memperlihatkan berbagai tanda-tanda perilaku Cukup
sesuai dengan yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten.
4 apabila siswa telah sering memperlihatkan perilaku sesuai dengan Baik
yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten.
5 apabila siswa secara terus menerus telah memperlihatkan perilaku Amat baik
sesuai yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten.

Nilai karakter tanggung jawab siswa dapat dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = 𝑥100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Keterangan : 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 = 8 𝑥 5 = 40.

Untuk melihat kategori karakter tanggung jawab siswa, maka perolehan nilai
dikonfirmasi seperti berikut ini :
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

Tabel 2 Kategori Karakter Tanggung Jawab pada Siswa


Nilai Kategori
81,00-100,00 Sudah Menjadi Kebiasaan
61,00-80,99 Sudah Berkembang
41,00-60,99 Mulai Berkembang
21,00-40,99 Mulai Terlihat
0-20,99 Belum Terlihat
(Supinah & Parmi, 2011)

b. Mean
Perhitungan nilai rata-rata hasil belajar siswa tiap pertemuan dapat menggunakan
rumus :

x
fx i i
(Sugiyono, 2012)
f i
Keterangan:
x = nilai rata-rata (mean)
 fi xi = jumlah hasil perkalian antara data dengan frekuensinya
f i = jumlah data atau sampel

Nilai rata-rata yang diperoleh kemudian diinterpretasikan menggunakan kriteria pada


tabel berikut:
Tabel 3 Interpretasi Predikat Hasil Belajar Siswa
No. Nilai Kualifikasi
1.  95 Istimewa
2. 80 – 94 Amat baik
3. 65 – 79 Baik
4. 55 – 64 Cukup
5. 40 – 54 Kurang
6.  40 Amat kurang
(Tim Depdiknas, 2003)

c. Persentase
Hasil klasifikasi dari nilai karakter tanggung jawab siswa yang diperoleh dapat
dipersentasekan dengan rumus (Sudijono, 2008), yaitu:
𝑓
𝑃= 𝑥100%
𝑁
dengan:
f = frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = Number of Class (banyaknya individu)
P = angka persentase
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

(2) Statistika Inferensial


Statistik inferensial yang digunakan terdiri dari
a. Analisis Regresi
Analisis regresi dapat digunakan untuk memutuskan apakah ingin menaikkan atau
menurunkan variabel independent. Untuk menaikkan atau meningkatkan keadaan variabel
dependent dapat dilakukan dengan meningkatkan variabel independent atau untuk menurunkan
keadaan variabel dependent dapat dilakukan dengan menurunkan variabel independent
(Sugiyono, 2011).
Untuk mendapatkan hasil yang cepat, efisien dan akurat, analisis regresi pada penelitian
ini menggunakan bantuan aplikasi SPSS 18.
Hipotesis untuk analisis regresi adalah sebagai berikut :
𝐻0 : Tidak terdapat hubungan antara nilai karakter tanggung jawab siswa dengan hasil belajar
siswa.
𝐻𝑎 : Terdapat hubungan antara nilai karakter tanggung jawab siswa dengan hasil belajar siswa.
Untuk membuat keputusan tentang hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak
perhatikan tabel ANOVAb. Bila signifikansi dibawah atau sama dengan 0,05 maka 𝐻𝑎 diterima dan
bila diatas 0,05 maka 𝐻0 diterima.
Pada tabel Model Summary akan didapat sebuah koefisien korelasi (R) dan koefisien
determinasi (R square). Koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan positif atau
negatif antara nilai karakter tanggung jawab siswa dengan hasil belajar, sedangkan koefisien
determinasi digunakan untuk mengetahui persentase prediksi nilai karakter tanggung jawab siswa
terhadap hasil belajar. Berdasarkan tabel Coefficients juga akan didapat sebuah persamaan
regresi yang dapat digunakan untuk menghitung hasil belajar apabila nilai karakter tanggung jawab
siswa diketahui.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Data Nilai Karakter Tanggung Jawab Siswa
Analisis nilai karakter tanggung jawab siswa pada penelitian ini dilihat berdasarkan
kategori-kategori perkembangan, yaitu belum terlihat, mulai terlihat, mulai berkembang, sudah
berkembang dan sudah menjadi kebiasaan.
Dari data distribusi frekuensi nilai karakter tanggung jawab siswa pada semua
pertemuan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Tabel 4 Frekuensi Kategori Nilai Karakter Tanggung Jawab Siswa
Pertemuan
Nilai Kategori I II III IV V VI
f f f f f f
81-100 MK 0 0 0 0 1 2
61-80 SB 0 1 4 8 7 12
41-60 MB 3 9 12 15 16 11
21-40 MT 19 17 11 4 3 2
≤ 20 BT 5 0 0 0 0 0
Keterangan:
BT = Belum Terlihat f = frekuensi/banyak siswa
MT = Mulai Terlihat
MB = Mulai Berkembang
SB = Sudah Berkembang
MK = Mulai Menjadi Kebiasaan
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

Dari tabel tersebut terdapat peningkatan jumlah siswa pada kategori mulai berkembang,
sudah berkembang dan sudah menjadi kebiasaan. Namun, untuk kategori mulai berkembang
pada pertemuan keenam jumlahnya berkurang, akan tetapi untuk kategori belum terlihat dan mulai
terlihat mengalami penurunan dari pertemuan pertama ke pertemuan keenam.
Untuk lebih jelasnya, distribusi frekuensi data kategori karakter tanggung jawab siswa
dari pertemuan pertama sampai pertemuan keenam dapat dilihat pada diagram batang berikut ini :
20
18
16
14
Belum Terlihat
12
Mulai Terlihat
10
Mulai Berkembang
8
Sudah Berkembang
6
Sudah Menjadi Kebiasaan
4
2
0
1 2 3 4 5 6

Gambar 1 Diagram batang frekuensi nilai karakter tanggung jawab siswa

Berdasarkan diagram batang di atas dapat dilihat kategori mulai terlihat mengalami
penurunan, namun terjadi peningkatan frekuensi pada kategori mulai berkembang. Pada setiap
pertemuan kategori sudah berkembang secara umum mengalami peningkatan frekuensi. Dari
pertemuan kelima sampai pertemuan keenam, kategori sudah menjadi kebiasaan mengalami
peningkatan. Sehingga dapat disimpulkan adanya perkembangan nilai karakter tanggung jawab
siswa antara pertemuan pertama sampai pertemuan keenam.
Sehingga penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team-Assisted
Individualization (TAI) dapat mengembangkan nilai karakter tanggung jawab siswa kelas VIII A
SMPN 1 Banjarmasin.

Analisis Data Hasil Belajar Siswa


Data hasil belajar keseluruhan dari enam pertemuan, kesimpulannya sebagaimana pada
tabel berikut:
Tabel 5 Kualifikasi Nilai Hasil Belajar Siswa

Pertemuan
Kualifi-
Nilai I II III IV V VI
kasi
f % f % f % f % f % f %
95 – 100 Istimewa 8 29,63 14 51,85 6 22,22 15 55,56 14 51,85 17 62,96
80 – 94 Amat Baik 11 40,74 7 25,93 21 77,78 8 29,63 13 48,15 8 29,63
65 – 79 Baik 3 11,11 3 11,11 0 0,00 2 7,41 0 0,00 0 0,00
55 – 64 Cukup 2 7,41 3 11,11 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 3,70
40 – 54 Kurang 3 11,11 0 0,00 0 0,00 1 3,70 0 0,00 1 3,70
Amat
0 – 40 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 3,70 0 0,00 0 0,00
Kurang
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

Rata-Rata 79.26 87.59 87.78 88.33 90.74 91.85


Keterangan:
f = frekuensi/banyak siswa
(%) = persentase

Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada pertemuan pertama berada pada kualifikasi baik,
dan pada pertemuan kedua sampai dengan pertemuan keenam kualifikasi meningkat menjadi
amat baik. Jika dilihat nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari pertemuan
pertama sampai pertemuan keenam.

Untuk lebih jelasnya, peningkatan rata-rata hasil belajar siswa dari pertemuan pertama
sampai pertemuan keenam dapat dilihat pada diagram garis berikut ini :

Nilai Rata-Rata
95.00
90.00
85.00
80.00
75.00 Nilai Rata-Rata

70.00

Gambar 2 Diagram garis rata-rata hasil belajar siswa

Dari diagram garis di atas terlihat bahwa rata-rata hasil belajar siswa mengalami
peningkatan. Dengan kata lain, terdapat peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII A SMPN 1
Banjarmasin pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI.

Hubungan antara Nilai Karakter Tanggung Jawab Siswa dengan Hasil Belajar Siswa
Untuk mencari apakah ada hubungan antara nilai karakter tanggung jawab siswa
dengan hasil belajar siswa menggunakan analisis regresi. Data nilai karakter tanggung jawab
siswa pertemuan keenam dan data hasil belajar siswa pertemuan keenam dapat dilihat pada
lampiran 23. Analisis ini menggunakan bantuan SPSS 18.
Berdasarkan tabel ANOVAb didapat nilai signifikansi 0,002. Karena 0,002 kurang dari
0,050 maka Ho ditolak, dan nilai koefisien korelasi (R) adalah 0,558 sehingga artinya terdapat
hubungan sebesar 0,558 antara nilai karakter tanggung jawab siswa dengan hasil belajar siswa
pada pertemuan keenam dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI.
Koefisien determinasi (R Square) yang didapat adalah 0,312. Artinya pengaruh nilai
karakter tanggung jawab siswa terhadap perubahan hasil belajar siswa adalah 31,2%. Dari analisis
regresi ini juga didapat sebuah persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung hasil belajar
siswa apabila nilai karakter tanggung jawab siswa diketahui, yaitu persamaan regresi antara nilai
karakter tanggung jawab siswa dan hasil belajar siswa dapat disusun sebagai berikut :
Y = 58,117 + 0,531X
Keterangan :
X = Nilai Karakter Tanggung Jawab Siswa
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

Y = Hasil Belajar Siswa


Pembahasan
(1) Karakter Tanggung Jawab Siswa
Berdasarkan observasi selama proses pembelajaran di dapat nilai karakter tanggung
jawab siswa, nilai rata-rata indikator karakter tanggung jawab siswa terjadi peningkatan antara
pertemuan pertama dengan pertemuan keenam, yaitu dari 29,26 menjadi 63,52. Dari yang
tergolong Mulai Terlihat (MT) menjadi Sudah Berkembang (SB).
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan metode pembelajaran kelompok di
mana terdapat seorang siswa yang lebih mampu berperan sebagai asisten yang bertugas
membantu secara individual siswa lain yang kurang mampu dalam suatu kelompok untuk
menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
Menurut Suyitno, pada model pembelajaran TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok
kecil (empat sampai lima orang) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian
bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Sebelum dibentuk kelompok, siswa
diajarkan bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang
baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain
untuk bekerja sama, dan menghargai pendapat teman lain. Masing-masing anggota dalam
kelompok memiliki tugas yang setara. Karena dalam pembelajaran kooperatif keberhasilan
kelompok sangat diperhatikan, maka siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu
temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian, siswa yang pandai dapat
mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah akan terbantu
dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut (Zubaedi, 2011).
Pada pertemuan pertama masih ada beberapa siswa yang belum aktif dalam berdiskusi
di kelompoknya untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan, namun siswa yang pandai
dalam kelompoknya ikut serta membantu teman yang kemampuannya masih lemah, namun
karakter tanggung jawab yang diharapkan masih kurang, sedangkan pada pertemuan keenam
rata-rata semua siswa sudah aktif, siswa yang pandai dalam kelompoknya ikut serta membantu
teman yang kemampuannya masih lemah. Siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu
temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian, siswa yang pandai dapat
mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah akan terbantu
dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompoknya masing-masing.
Nilai setiap indikator mengalami perkembangan pada setiap pertemuan. Nilai tertinggi
setiap pertemuan terdapat pada indikator pertama yang termasuk dalam tanggung jawab individu,
sedangkan nilai terendah setiap pertemuan terdapat pada indikator kedelapan yang termasuk
dalam tanggung jawab sosial.

(2) Hasil Belajar


Menurut Kingsley, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah dia menerima pembelajaran. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau
kriteria untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah
memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi (Indra, 2009).
Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Domain
kognitif adalah pengetahuan atau ingatan, pemahaman penjelasan, menerapkan, menguraikan,
mengorganisasi dan menilai. Domain afektif adalah sikap menerima, memberikan respon, nilai
organisasi dan karakterisasi. Domain psikomotor meliputi keterampilan produktif, teknik, fisik,
sosial, manajerial dan intelektual (Suprijono, 2009).
Rata-rata hasil belajar siswa dari pertemuan pertama sampai pertemuan keenam
mengalami peningkatan. Artinya kemampuan kognitif siswa meningkat, yaitu meliputi pengetahuan
atau ingatan, pemahaman penjelasan, menerapkan, menguraikan, mengorganisasi dan menilai.
Pada pembelajaran dengan model TAI setiap siswa semakin aktif dalam diskusi untuk
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Artinya kemampuan afektif siswa meningkat, yaitu
meliputi sikap menerima, memberikan respon, nilai organisasi dan karakterisasi.

(3) Hubungan Nilai Karakter Tanggung Jawab Siswa dengan Hasil Belajar Siswa.
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan dsb). Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Tanggung jawab akan
tumbuh jika anak memiliki dorongan visi yang kuat. Dorongan visi biasanya lahir karena keterkaitan
emosi yang dalam juga pemahaman yang cukup terhadap realitas. Tanggung jawab berkaitan
dengan melakukan apa yang diperlukan untuk memaksimalkan berbagai peluang yang diberikan
kepada seorang anak.
Tanggung jawab meliputi bersikap termotivasi, berupaya sebaik mungkin, bersikap
bertanggung jawab dan disiplin, tetap berkomitmen, sungguh-sungguh berusaha memanfaatkan
sebuah peluang berprestasi, menyelesaikan semua tugas dan latihan, menjalani instruksi sebaik-
baiknya, bersikap kooperatif, dan mengungkapkan penghargaan serta bersyukur atas usaha orang
lain.
Telah dikatakan oleh Kingsley, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah dia menerima pembelajaran, dalam hal ini pembelajaran yang dipakai adalah
model kooperatif tipe TAI yang berpengaruh mengembangkan tanggung jawab peserta didik,
sehingga hasil belajar peserta didik juga meningkat.
Dalam analisis regresi linier, besar pengaruh nilai karakter tanggung jawab siswa terhadap hasil
belajar adalah 31,2%, sedangkan sisanya 68,8% dipengaruhi oleh variabel lain selain variabel
independent yaitu nilai karakter tanggung jawab siswa.
Maka persamaan regresi antara nilai karakter tanggung jawab siswa dan hasil belajar
siswa dapat disusun sebagai berikut:
Y = 58,117 + 0,531X
Untuk X adalah nilai karakter tanggung jawab siswa dan Y adalah hasil belajar siswa.
Persamaan regresi ini merupakan persamaan linier, artinya apabila nilai karakter tanggung jawab
siswa tinggi maka hasil belajar siswa juga tinggi.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
(1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat mengembangkan nilai karakter
tanggung jawab siswa kelas VIII A SMPN 1 Banjarmasin.
(2) Terdapat peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII A SMPN 1 Banjarmasin tahun pelajaran
2013-2014 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI.
(3) Terdapat hubungan antara nilai karakter tanggung jawab siswa dengan hasil belajar siswa
kelas VIII A SMPN 1 Banjarmasin tahun pelajaran 2013-2014 menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti dapat mengemukakan beberapa saran
sebagai berikut:
(1) Bagi guru matematika yang akan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI, diharapkan memperhatikan situasi dan kondisi di kelas,
baik itu keadaan siswa maupun waktu yang tersedia, agar pembelajaran dapat dilakukan
lebih maksimal.
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

(2) Bagi guru matematika yang akan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI, hendaknya selalu mengingatkan siswa untuk memunculkan
tanggung jawabnya, baik tanggung jawab individu maupun tanggung jawab sosial.
(3) Bagi guru matematika yang akan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI, hendaknya dapat menanggulangi aspek tanggung jawab
sosial yaitu memberikan atau mengajukan usul pemecahan masalah.
(4) Bagi peneliti, yang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TAI, hendaknya telah mempertimbangkan perencanaan dan pengelolaan
waktu yang baik dan tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta, Yogyakarta.
Arismantoro, 2008. Tinjauan Berbagai Aspek Character Building: Bagaimana Mendidik Anak
Berkarakter. Tiara Wacana, Yogjakarta.
Aziz, Hamka Abdul. 2011. Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati. Al-Mawardi Prima, Jakarta.
Daryanto dan Muljo Rahardjo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Gava Media, Yogyakarta.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan. 2004. Pedoman Penyelenggaraan Ujian Akhir
Sekolah dan Ujian Akhir Nasional Bagi Sekolah/Madrasah Tahun Pelajaran 2003/2004
Provinsi Kalimantan Selatan. Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Kalimantan
Selatan, Banjarmasin.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Djarwanto. 2000. Statistik Induktif. BPFE, Yogyakarta.
Ibrahim, M., F. Rachmadiarti, M. Nur, dan Ismono. 2001. Pembelajaran Kooperatif. University
Press, Surabaya.
Indra, M. 2009. Pengertian dan Definisi Hasil Belajar. Rineka Cipta, Jakarta.
Isjoni, H. 2009. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta
Didik. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Kemendiknas. 2010. Bahan Pelatihan, Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-
nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa: Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum, Jakarta.
-----------------. 2010. Grand Design Pendidikan Karakter. Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta.
-----------------. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter: Berdasarkan Pengalaman di
Satuan Pendidikan Rintisan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan
Perbukuan, Jakarta.
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan karakter. Supramu Santosa, Jakarta.
Mu’in, Fatchul. 2011. Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik & Praktik. Ar-Ruzz Media, Jogjakarta.
Slavin, R. E. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Lita. Nusa Media,
Bandung.
Sudijono, A. 2008. Pengantar Statistika Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito bandung, Bandung.
Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.
Sulhan, Najib. 2010. Pendidikan Berbasis Karakter. Jaringpena, Surabaya.
Supinah dan I. T. Parmi. 2011. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Melalui
Pembelajaran Matematika di SD. Kemendiknas, Yogyakarta.
Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Masmedia Buana Pustaka, Sidoarjo.
Jurnal Pendidikan Matematika, Agustus 2014

Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.


Taylor, Jim. 2005. Memberi Dorongan Positif Pada Anak. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tim Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP &
Madrasah Tsanawiyah. Depdiknas, Jakarta.
Tim Dosen PMIPA. 2013. Petunjuk Penyusunan Karya Ilmiah. Edisi V. Jurusan Pendidikan MIPA-
FKIP-UNLAM, Banjarmasin.
Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan. Prenada Media Group, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai