Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

HEMODIALISIS DAN DIET BAGI PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS


DI RUANGAN HEMODIALISA RSUD CURUP

Hari :
Tanggal :
Waktu : 25 menit
Tempat : Ruangan Hemodialisa
Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien
: Penyuluhan Tentang tindakan hemodialisa dan diet bagi pasien yang menjalani hemodialisa.

A. LATAR BELAKANG
Penyakit gagal ginjal kronik utamanya diderita oleh pasien – pasien yang telah mengalami usia lanjut.
Pasien – pasien yang menjalani hemodialisa, tidak cukup dilakukan sekali saja, ada yang menjalani
hemodialisa secara regular / rutin tiap minggu. Bahkan, ada pula yang menjalani hemodialisa sampai dua
kali dalam tiap minggunya. Hal ini tentu saja akan menimbulkan berbagai dampak dan komplikasi yang
dialami oleh pasien.

Pasien yang menjalani hemodialisa tentu saja memiliki rasa cemas dan khawatir mengenai tindakan
tersebut. Oleh karena itu, sebelum menjalani proses hemodialisa ada hal – hal yang perlu diketahui oleh
setiap pasien agar kecemasan yang dialami pasien – pasien tersebut minimal dapat berkurang. Sebagai
perawat diharapkan memberikan informasi dan pengarahan – pengarahan, serta motivasi terhadap pasien
yang menjalani hemodialisa.

Untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan hemodialisis diperlukan penatalaksanaan lain
seperti management dit. Anggota keluarga memiliki potensi untuk menjadi pendorong utama koping.
Selain itu, lingkungan keluarga cepat menjadi faktor yang kritis pada pengarahan individu terhadap sebuah
krisis (Hough, 1991). Oleh karena itu dibutuhkan pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien yang
menunggu pasien selama menjalani terapi hemodialisis mengenai diit pada pasien dengan hemodialisis.

B. TUJUAN
1. Tujuan instruksional umum
Setelah mengikuti proses penyuluhan diharapkan peserta mengetahui tentang pengetahuan tindakan
hemodialisa dan diit pada pasien dengan hemodialisa.
2. Tujuan instruksional khusus
Setelah mendapatkan penyuluhan diharapkan sasaran penyuluhan mampu:
a. Memahami dan menjelaskan pengertian hemodialisa
b. Memahami dan menjelaskan tujuan, indikasi dan kontra indikasi serta komplikasi pada pasien
hemodialisis
c. Memahami dan mampu menjelaskan pentingnya diit pada pasien hemodialisis.
d. Memahami dan mampu menyebutkan macam-macam diit pada pasien hemodialisis.
e. Memahami dan mampu memberikan contoh makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi
pasien hemodialisis.

C. SASARAN PENYULUHAN
Keluarga pasien hemodialisis yang menunggu pasien selama menjalani hemodialisis.

D. MATERI
1. Definisi hemodialisis
2. Konsep Dialisis
3. Tujuan hemodialisis
4. Indikasi dan kontraindikasi hemodialisis
5. Komplikasi hemodialisis
6. Diet untuk pasien hemodialisis
7. Pentingnya diet bagi pasien hemodialisis
8. Macam-macam diet pada pasien hemodialisis

G. STRATEGI PEMBELAJARAN
N
Tahap Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
o

Pendahuluan1. mengucapkan salam kepada 1. Sasaran menjawab salam


1
2 menit sasaran 2. Sasaran menyimak3.
2.

Penyajian dan 1. Penyaji menyampaikan materi 1. Mendengarkan dan


2 tanya jawab 2. Memberikan kesempatan pada memperhatikan
10 menit peserta untuk bertanya 2. Bertanya dan berdiskusi

1. Menyimpulkan hasil 1. Memperhatikan


Penutup
3 penyuluhan 2. Menjawab pertanyaan
3 menit
2. Mengakhiri dengan 3. Menjawab salam
mengucapkan salam

H. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi

I. MEDIA
1. Leaflet

J. RENCANA EVALUASI KEGIATAN


1. Evaluasi Struktur :
a. Satuan acara penyuluhan (SAP) sudah siap
b. 80% alat dan bahan yang diperlukan sudah tersedia
2. Evaluasi Proses
a. Kegiatan berlangsung tepat waktu
b. Peserta yang hadir 90 % dari total peserta
c. peserta berada ditempat sesuai waktu yang telah ditentukan
d. peserta tetap mengikuti kegiata penyuluhan sampai selesai
e. peserta yang aktif bertanya dari total
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta dapat menyebutkan definisi hemodialisis
b. Peserta dapat menyebutkan komplikasi hemodialisis

2.1 Pengertian
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk
limbah dalam tubuh kita, ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut (Brunner& Sunddarth, 2001).
Salah satu terapi yang diberikan pada pasien dengan gagl ginjal kronis adalah hemodialisa. Tujuan
terapi dialisa adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih
kembali (Brunner & Suddarth, 2001).
Hemodialisis berasal dari kata “hemo” artinya darah, dan “dialisis ” artinya pemisahan zat-zat
terlarut. Hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari zat-zat sampah, melalui proses penyaringan di
luar tubuh. Hemodialisis menggunakan ginjal buatan berupa mesin dialisis. Hemodialisis dikenal secara
awam dengan istilah ‘cuci darah’.
2.2 Konsep Proses Dialisa
Pada hemodialisis darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan diedarkan dalam sebuah mesin di
luar tubuh, sehingga cara ini memerlukan jalan keluar-masuk aliran darah. Untuk itu dibuat jalur buatan di
antara pembuluh arteri dan vena atau disebut fistula arteriovenosa melalui pembedahan. Lalu dengan
selang darah dari fistula, darah dialirkan dan dipompa ke dalam mesin dialisis. Untuk
mencegah pembekuan darah selama proses pencucian, maka diberikan obat antibeku yaitu Heparin.
Sebenarnya proses pencucian darah dilakukan oleh tabung di luar mesin yang bernama dialiser. Di
dalam dialiser, terjadi proses pencucian, mirip dengan yang berlangsung di dalam ginjal. Pada dialiser
terdapat 2 kompartemen serta sebuah selaput di tengahnya. Mesin digunakan sebagai pencatat dan
pengontrol aliran darah, suhu, dan tekanan. Aliran darah masuk ke salah satu kompartemen dialiser. Pada
kompartemen lainnya dialirkan dialisat, yaitu suatu carian yang memiliki komposisi kimia menyerupai
cairan tubuh normal. Kedua kompartemen dipisahkan oleh selaput semipermeabel yang mencegah dialisat
mengalir secara berlawanan arah. Zat-zat sampah, zat racun, dan air yang ada dalam darah dapat berpindah
melalui selaput semipermeabel menuju dialisat. Itu karena, selama penyaringan darah, terjadi
peristiwa difusi dan ultrafiltrasi. Ukuran molekul sel-sel dan protein darah lebih besar dari zat sampah dan
racun, sehingga tidak ikut menembus selaput semipermeabel. Darah yang telah tersaring menjadi bersih
dan dikembalikan ke dalam tubuh penderita. Dialisat yang menjadi kotor karena mengandung zat racun
dan sampah, lalu dialirkan keluar ke penampungan dialisat.
Difusi adalah peristiwa berpindahnya suatu zat dalam campuran, dari bagian pekat ke bagian yang
lebih encer. Difusi dapat terjadi bila ada perbedaan kadar zat terlarut dalam darah dan dalam dialisat.
Dialisat berisi komponen seperti larutan garam dan glukosa yang dibutuhkan tubuh. Jika tubuh kekurangan
zat tersebut saat proses hemodialisis, maka difusi zat-zat tersebut akan terjadi dari dialisat ke darah.
Ultrafiltrasi merupakan proses berpindahnya air dan zat terlarut karena perbedaan tekanan
hidrostatis dalam darah dan dialisat. Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialisat memaksa air melewati
selaput semipermeabel. Air mempunyai molekul sangat kecil sehingga pergerakan air melewati selaput
diikuti juga oleh zat sampah dengan molekul kecil.
Kedua peristiwa tersebut terjadi secara bersamaan. Setelah proses penyaringan dalam dialiser selesai, maka
akan didapatkan darah yang bersih. Darah itu kemudian akan dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Rata-rata tiap orang memerlukan waktu 9 hingga 12 jam dalam seminggu untuk menyaring seluruh
darah dalam tubuh. Tabi biasanya akan dibagi menjadi tiga kali pertemuan selama seminggu, jadi 3 - 5 jam
tiap penyaringan. Tapi hal ini tergantung juga pada tingkat kerusakan ginjalnya.
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan
individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya
dilakukan 10–15 jam/minggu dengan QB 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000)
hemodialisa memerlukan waktu 3–5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2–3 hari
diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut
berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa. Price dan
Wilson (1995) menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi
suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien
meninggal. Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau masif dapat
dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali
seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang
digunakan dan keadaan pasien.
Tujuan Hemodialis
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam
tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai
urin saat ginjal sehat.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

2.4 Indikasi dan Kontraindikasi


1. Indikasi
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar
kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil
keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan.
Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita
neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika
kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration
rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur
atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua
pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan
gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.
Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut
seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika
bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8–10
mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga
dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa
indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat
didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.
2. Kontra Indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak
responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut
PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada
hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa
yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati
lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
2.5 Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa
sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati
waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang
cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium,
penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium,
kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain
dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien
osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke
dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien
yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur
waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya
perdarahan.
7. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena
hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
8. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
9. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun
kecepatan putaran darah yang lambat.
2.6 Diet untuk Pasien Hemodialisa
Seseorang yang sudah mengalami gagal ginjal harus menjaga pola makannya karena banyak
makanan yang justru bisa memperparah kondisi penyakitnya. Penderita sakit ginjal tidak bisa
mengonsumsi buah dan sayur sesukanya, dengan jumlah yang sama seperti orang sehat. Harus dipahami
bahwa ada sayur dan buah yang berpotensi memperparah kondisi kesehatan penderita. Oleh karena itu,
penderita gagal ginjal harus benar-benar mengetahui kandungan buah dan sayur yang mereka konsumsi.
“Penderita gagal ginjal sebaiknya mengurangi konsumsi buah-buahan karena sebagian buah-buahan
berkadar Kalium (potassium) tinggi,” ujar dokter Dian Novita Chandra, M.Gizi, Staf Departemen Ilmu
Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kepada Warta Kota belum lama ini.

Kadar kalium yang sangat tinggi (hiperkalemia) dapat menyebabkan irama jantung terganggu.
Penderita harus bisa membatasi jumlah konsumsi buah setiap harinya. Misalnya buah apel, penderita ginjal
hanya bisa mengonsumsi setengahnya saja. Namun yang juga harus diingat, jika kondisi penderita ginjal
sudah tidak bisa lagi berkermh, maka sebaiknya hentikan konsumsi buah dan sayur hingga lancar
berkemih.

Sementara itu, bagi penderita yang belum menjalani cuci darah. dianjurkan untuk melakukan diet
rendah protein 40-45 gram/hari. Hal ini tentunya tergantung fungsi ginjal penderita yang dapat diketahui
dengan pemeriksaan laboratorium. Jika fungsi ginjal kurang dari 15 persen, maka pertu melakukan cuci
darah.

Lain lagi pada penderita gagal ginjal yang sudah lama alias menahun atau kronis. Penderita gagal
ginjal kronis harus menjalani diet ketat dengan beberapa tujuan yaitu untuk mengatur keseimbangan cairan
dan elektrolit dalam tubuh dan untuk menjaga agar penderita dapat beraktivitas seperti orang normal.
Prinsip diet bagi penderita gagal ginjal kronis adalah:
1. Diet lunak atau biasa.
2. Sebagai sumber karbohidrat: gula pasir, selai, sirup, dan permen.
3. Cukup energi dan rendah protein
4. Sebagai sumber protein, diutamakan protein hewani, misalnya: susu, sapi, daging, dan ikan.
Banyaknya sesuai dengan kegagalan fungsi ginjal penderita.
5. Sebagai sumber lemak, diutamakan lemak tidak jenuh, dengan kebutuhan sekitar 25 persen dari total
energi yang diperlukan.
6. Untuk kebutuhan air, dianjurkan sesuai dengan jumlah urine 24 jam; sekitar 500 mililiter melalui
minuman dan makanan.
7. Untuk kebutuhan kalium dan natrium dengan keadaan penderita.
8. Untuk kebutuhan kalori, sekitar 35 Kkal/Kg berat badan/hari.
9. Membatasi asupan garam dapur jika ada hipertensi(darah tinggi) atau edema (bengkak).
10. Dianjurkan juga mengonsumsi agar-agar karena selain mengandung sumber energi juga mengandung
serat yang larut.
Makanan yang sebaiknya dibatasi bagi penderita gagal ginjal kronik antara lain:
1. Sumber karbohidrat seperti: nasi, jagung, kentang, makaroni, pasta, hevermout, ubi.
2. Protein hewani, seperti: daging kambing, ayam, ikan, hati, keju, udang, telur.
3. Sayuran dan buah-buahan tinggi kalium, seperti: apel, alpukat, jeruk, pisang, pepaya dan daun pepaya,
seledri, kembang kol, peterseli, buncis.

2.7 Pentingnya Diit pada Pasien Hemodialisis


Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat adanya efek uremia. Apabila
ginjal tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansiyang bersifat asam ini akan
menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara
kolektif dikenal dengan gejala uremik dan akanmempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang
menumpuk, lebih berat gejala yang timbul.
Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demiki
an meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung
kongestifserta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian dari resep diet
untuk pasien ini. Dengan penggunaan hemodialisa yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki
meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein, natrium,
kalium dan cairan.
2.7.1 Masalah cairan
Pembatasan asupan cairan sampai 1 liter perhari sangat penting karena meminimalkna risiko
kelebihan cairan antar sesi hemodialisa. Jmlah cairan yang tidak seimbang dapat menyebabkan terjadinya
edema paru ataupun hipertensi pada 2-3 orang pasien hemodialisa. Ketidakseimbangan cairan juga dapat
menyebabkan terjadinya hipertropi pada ventrikel kiri.
Beberapa laporan menyatakan bahwa pembatasan cairan pada pasien hemodialisa sangatdipen
garuhi oleh perubahan musim dan masa-masa tertentu dalam hidupnya. Seperti penelitian
Argiles (2004) menyatakan bahwa asupan cairan pasien akan sangat tidak terkontrol pada
m u s i m p a n a s k a r e n a p a d a m u s i m p a n a s merangsang rasa. Jumlah asupan cairan pasien baik cairan
yang diminum langsung ataupun yang dikandung oleh
makanan dapat dikaji secara langsung dengan mengukur kenaikan berat badan antar sesihemo
dialisa (Interdialytic weight gain/IDWG) (Welch, 2006). IDWG adalah peningkatan
berat badan antar hemodialisa yang paling utama dihasilkan oleh asupan garam dan cairan. Secara teori,
konsekuensi dari asupan tersebut terdiri atas dua bagian yaitu:
 on the one hand
yang artinya asupan air dan salin dapat bekerja sama dengan kalori dan protein dalam makanan, yang akan disatukan
untuk memperoleh status nutrisi yang lebih baik.
 on the other hand
asupan air dan garam dapat menimbulkan peningkatan cairan tubuh. Yang menjadi kunci untuk
k e j a d i a n h i p e r t e n s i d a n h i p e r t r o p i v e n t r i k e l k i r i ( Vi l l a v e r d e , 2 0 0 5 ) . I D W G y a n g d
a p a t ditoleransi oleh tubuh adalah tidak lebih dari 1,0-1,5 kg (Lewis et al., 1998) atau tidak lebih dari3 % dari berat kering
(Fisher, 2006).
Berat kering adalah berat tubuh tanpa adanya kelebihan cairan yang menumpuk diantara dua terapi
hemodialisa. Berat kering ini dapat disamakan dengan berat badan orang dengan ginjal sehat setelah buang
air kecil. Berat kering adalah berat terendah yang dapat ditoleransi
oleh pasien sesaat setelah terapi dialysis tanpa menyebabkan timbulnya gejala turunnya tekanan darah,
kram atau gejala lainnya yang merupakan indikasi terlalu banyak cairan dibuang. Berat kering ditentukan
oleh dokter dengan mempertimbangkan masukan dari pasien. Dokter akan menentukan berat kering
dengan mempertimbangkan kondisi pasien sebagai berikut : tekanan darah normal, tidak adanya edema
atau pembengkakan, tidak adanya indikasi kelebihan cairansaat pemeriksaan paru – paru, tidak ada
indikasi sesak nafas. Dengan demikian pembatasancairan juga merupakan bagian dari resep diet untuk
pasien ini. Cairan dibatasi, yaitu denganmenjumlahkan urin/24jam ditambah 500-750 ml (Almatsier, 2004). Urin 24 jam
ditambah 500-700 ml adalah jumlah cairan yang dapat dikonsumsi pasien dan masih dapat ditoleransi
olehginjal pasien.

2.7.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Penderita Gagak Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisis Dalam Mengurangi Asupan Cairan
Faktor usia Pendapat Dunbar & Waszak (1990) yang menunjukkan bahwa ketaatan terhadapaturan
pengobatan pada anak-anak dan remaja merupakan persoalan yang sama dengan ketaatan pada pasien dewasa. Pada
penelitian ini didapat penderita yang patuh rata-rara usia 52 tahun dan penderita yang tidak patuh rata-
rata usia 46 tahun, ini bukan berarti usia lebih tua cenderung patuh dan sebaliknya usia lebih muda
cenderung tidak patuh. Pendidikan penderita yang patuh74,3% untuk pendidikan SMA keatas ternyata
lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan pada penderita yang tidak patuh.
Faktor lama menjalani HD
Semakin lama pasien menjalaniHD adaptasi pasien semakin baik karena pasien telah mendapat
pendidikan kesehatan
atauinformasi yang diperlukan semakin banyak dari petugas kesehatan. Hal ini didukung ole
h pernyataan bahwa
semakin lama pasien menjalani HD, semakin patuh dan pasien yang tidak patuh cenderung merupakan pas
ien yang belum lama menjalani HD, karena pasien sudah
mencapai tahap accepted (menerima) dengan adanya pendidikan kesehatan dari petugas
kesehatan.
Faktor Keterlibatan tenaga kesehatan.
Keterlibatan tenaga kesehatan sangat diperlukan oleh pasien dalam hal sebagai pemberi pelay
anan kesehatan, penerimaan informasi bagi pasien dan keluarga, serta rencana pengobatanselanjutnya.
Faktor keterlibatan keluarga pasien
Pada penderita yang patuh lebih mempunyai kepercayaan pada kemampuannya sendiri
untuk mengendalikan aspek permasalahan yang sedang dialami, ini dikarenakan individu memilikifaktor
internal yang lebih dominan seperti tingkat pendidikan yang tinggi,
pengalamanyang pernah dialami, dan konsep diri yang baik akan membuat individu lebih dapat mengambil
keputusan yang tepat dalam mengambil mengambil tindakan, sementara
keterlibatankeluargad a p a t d i a r t i k a n s e b a g a i s u a t u b e n t u k h u b u n g a n s o s i a l y a n g b e r s i f a
t m e n o l o n g d e n g a n melibatkan aspek perhatian, bantuan dan penilaian dari keluarga. Schwarzt and
Griffin (1995),mengatakan perilaku kepatuhan tergantung pada situasi klinis spesifik, sifat alam penyakit,
dan program pengobatan. Berbeda dengan pernyataan Baekeland & Luddwall (1975) bahwa keluarga juga
merupakan faktor yang berpengaruh dalam
menentukan program pengobatan pada pasien, derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan oran
g lain, isolasi sosialsecara negatif berhubungan dengan kepatuhan
2.7.3 Macam-macam diit pada pasien hemodialisis
Unsur-unsur gizi (nutrient) yang memiliki makna khusus dalam pengobatan conventional yangdapat
digunakan sebagai terapi pendamping sudah harus dilaksanakan dan memerlukan pemantauanketat.
1. Cairan dan Natrium
Gejala pertama pada keadaan gagal ginjal menahun adalah ketidakmampuan nefron yang masih berfungsi itu
untuk meningkatkan filtarat glomelurus secara baik dan mengatur eksresi
natriumkedalam air seni, dengan semakin parahnya kegagalan ginjal dan menurunnya glome
rulus(GFR) hingga 10 % atau kurang dari nilai normlnya, maka produksi air seni akan
menjadisedikit sehingga masukan air dan natrium dalam jumlah yang lazim tidak dapat dito
lerir.K e b u t u h a n p e n d e r i t a a k a n a i r d a p a t d i t e n t u k a n l e w a t p e n g u k u r a n j u m l a h a i r
s e n i y a n g dikeluarkan selama 24 jam dengan memakai gelas silinder dan ditambah air 500 ml, ini
akanmenganti jumlah kehilangan air yang hilang dari dalam tubuh (volume urine + 500 ml).
2. Natrium
Natrium perlu dibatasi karena natrium diperlukan di dalam tubuh
walaupun faal ginjal sudahmenurun. Hal ini penting bila terdapat hipertensi, edema dan bendungan
paru- paru. Parameter yang digunakan untuk menilai kecukupan natrium adalah berat badan, kadar Na
urine, serumdan laju filtrasi glomerulus. Pemberian natrium harus diberikan dalam jumlah maksimal
yangdapat ditolerir dengan tujuan untuk mempertahankan volume cairan ekstraseluler terkendalinyaasupan natrium yang
ditandai nya terkontrolnya tekanan darah dan pembengkakan (oedema).

3.Protein
Asupan protein disesuaikan dengan derajat ganguan fungsi ginjal/ laju filtrasi glomeru
luskurang dari 25%, berdasarkan berbagai hasil- hasil penelitian di dapatkan bahwa pada GGK
di perlukan peranan asupan protein sampai 0,5-0,6 gr/kg BB/hari, rata- rata 0,5 gr / kg BB/ hariagar tercapai
keseimbangan metabolisme protein yangoptimal. Dari protein 0,5 gr/kg BB/hari ini hendaknya diusahakan
sekurang-kurangnya 60%atau
0,35 gr/kg BB/ hari berupa proteindengan nilai biologik tinggi. Protein dengan nilai biologik t
inggi adalah protein dengan susunan asam amino yang menyerupai aturan aminoessensial dan pada umumnya
berasal dari protein hewani (susu, telur, ikan, unggas, daging tidak berlemak).
4. Kalium
Kalium jarang meningkat pada GGK, bila terjadi hiperkalemia maka biasanya berkaitan
denganoliguri ( berkurangnya volume urine/, keadaan metabolic, obat- obatan yang mengandu
ngkalium. Kadar kalium dalam dalam serum harus dijaga dalam suatu kisaran yang sempit yaitu3,5 hingga 5
Eq/I untuk mencegah timbulnya kegawatan jantung karena hiperkalmia.
5. Kalori/ Energi
Asupan energi kebanyakan penderita GGK menunjukkan kurang gizi, hal ini disebabkan oleh berbagaifactor
metabolisme dan kurangnya asupan kalori. Kalori cukup tinggi di hasilkan
darisumber karbohidrat dan lemak merupakan hal yang
penting bagi penderita kronik pembatasan masukan protein yang diperlukan untuk memperbaiki kesei
mbangannitrogen, guna mencegah oksidasi protein. Untuk memproduksi energi disarankanmas
ukan kalori paling sedikit 35kkal/kg BB/hari, kebutuhan asupan kalori penderitaGGK yang stabil adalah 35
kkal/kg BB/hari. Kebutuhan kalori harus dipenuhi guna mencegah terjadinya pembakaran proteintubuh dan merangsang
pengeluaran insulin.
6. Lemak
Lemak terbatas, diutamakan pengguna lemak tak jenuh ganda. Lemak normal untuk pasiendialisis
15-30 % dari kebutuhan energi total.7. VitaminDefisiensi asam folat, piridoksin dan vitamin C dapat terjadi
sehingga perlu suplemen vitamintersebut. diantaranya vitamin larut lemak, kadar vitamin A meningkat
sehingga harus dihindari pemberian vitamin A pada GGK. Vitamin E dan K tidak
membutuhkan suplementasi.

2.7.4 Tujuan Diet Penyakit Ginjal Kronik


1.Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan memperhitungkan sisa
fungsiginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal.2.Mencegah dan menurunkan
kadar ureum darah yang tinggi (uremia).3.Mengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit.4.Mencegah atau mengurangi progresifitas gagal ginjal, dengan
memperlambat turunnya lajufiltrasi glomerulus (Almatsier, 2006). Pada penderita GGK sering terjadi mual, muntah,
anoreksia, dan gangguan lain yang menyebabkanasupan gizi tidak adekuat/tidak mencukupi. Syarat Pemberian Diet pada
Gagal Ginjal Kronik Syarat pemberian diet pada gagal ginjal kronik adalah (Almatsier 2006):
1.Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB.
2.Protein rendah, yaitu 0,6 – 0,75 gr/kg BB. Sebagian harus bernilai biologik tinggi.
3.Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan total energi, diutamakan lemak tidak
jenuhganda.
4.Karbohidrat cukup, yaitu : kebutuhan energi total dikurangi yang berasal dari protein
danlemak.
5.Natrium dibatsi apabila ada hipertensi, edema, acites, oliguria, atau anuria, banyak natriumyang diberikan
antara 1-3 g.
6.Kalium dibatasi (60-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5 mEq), oliguria,atau anuria.
7.Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urine sehari ditambah dengan
pengeluaran cairanmelalui keringat dan pernapasan (±500 ml).
8.Vitamin cukup, bila perlu berikan suplemen piridoksin, asam folat, vitamin C, vitamin D.
9.Ada tiga jenis diet yang diberikan menurut berat badan pasien, yaitu :
 Diet Protein Rendah I : 30 gr protein diberikan kepada pasien dengan berat badan 50 kg.
 Diet Protein Rendah II : 35 gr protein diberikan kepada pasien dengan berat badan 60 kg.
 Diet Protein Rendah III : 40 gr protein diberikan kepada pasien dengan berat badan 65 kg.Karena kebutuhan gizi pasien
penyakit ginjal kronik sangat bergantung pada keadaan dan berat badan perorangan, maka jumlah protein
yang diberikan dapat lebih tinggi atau lebih rendah daripadastandar. Untuk protein dapat ditingkatkan dengan
memberikan asam amino esensial murni.
2.7.5 Menu diit yang dianjurkan
Pola Konsumsi Makanan Penderita Gagal Ginjal Yang Menjalani Hemodialisa
Pola konsumsi makanan merupakan gambaran mengenai jumlah jenis dan frekuensi bahan makananyang
dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakattertentu.
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang(Harper, 1985).
Sedangkan menurut Suharjo (1996), pola konsumsi pangan adalah cara seseorangatau sekelompok orang
dalam memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh
fisiologis, psikologis, kebudayaan, dan sosial. Pengaturan diet atau makanan pada gagal ginjal sangat berpe
ngaruh bagi penyakit ginjal.
Contoh susunan bahan makanan sehari untuk pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialis
Waktu Bahan makanan berat URT
Pagi Beras 75 gr 1 gelas tim
Telur 50 gr 1 butir
Mezena 20 gr 4 sdm
Sayuran 50 gr ¾ gelas
Gula pasir 20 gr 2 sdm
Minyak 10 gr 1 sdm
Tepung susu whole 10 gr 2 sdm
Pukul Maizena 10 gr 2 sdm
10.00 Gula pasir 20 gr 2 sdm
Minyak 10 gr 1 sdm
Beras 75 gr 1 gelas tim
Daging 25 gr 1 potong kecil
Telur 25 gr ½ butir
Siang Sayuran 75 gr ¾ gelas
Buah 100gr 1 potong pepaya
Minyak 10 gr 1 sdm
gula pasir 10 gr 1 sdm
Pukul 16.00 Maizena 10 gr 1 sdm
Gula pasir 20 gr 2 sdm
Minyak 10 gr 1 sdm
Sore Beras 75 gr 1 gelas tim
Daging 25 gr 1 potong kecil
Telur 25 gr ½ butir
Sayuran 75 gr ¾ gelas
Buah 100 gr 1 potong papaya
Minyak 10 gr 1 sdm
Gula pasir 10 gr 1 sdm
Pukul 21.00 Tepung susu whole 20 gr 4 sdm
Gula pasir 20 gr 4 sdm
Sumber : Poli gizi RSUD dr. Pringadi Medan 2009

Dimana energi = 2000 kal; protein 40 gr;diet rendah protein rendah garam
Pagi Siang Malam
< 10.00 10.00 < 16.00 16.00 < 20.00 20.00
Nasi Kue talam Nasi Agar-agar Nasi susu
Telur ceplok Teh manis Ikan Teh manis Daging bistik
Tumis labu panggang Sup sayur
siam Cah sayur Papaya
Susu Papaya Teh manis
Teh manis

Pada Penderita ginjal kronik hemodialisa demikian kompleks, dengan mengatur asupan
energi, protein, dan beberapa mineral seperti kalium, natrium, dan air. Pengaturan diit sukar dipatuhioleh
pasien sehingga memberikan dampak terhadap status gizi dan kualitas hidup penderita
(Sidabutar, 1992).

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & sunddarth.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC


Rendi, clevo M. 2012. Asuhan Keperawatan Medikah Bedah Dan Penyakit Dalam. Jogjakarta:Noha
Medika
http://b11nk.wordpress.com/hemodialisa/
http://www.minuman-sehat.com/penyakit-dan-obatnya/obat-untuk-ginjal/diet-bagi-penderita-gagal-
ginjal.html
http://www.scribd.com/doc/94003823/Sap

Anda mungkin juga menyukai