Anda di halaman 1dari 21

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn. K

Umur : 54 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Alamat : Parengan, Maduran, Lamongan

Tanggal periksa : 19 juli 2019

Tanggal MRS : 19 juli 2019

1.2 ANAMNESA :

Keluhan utama : Nyeri Perut

Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengatakan nyeri perut bagian atas dan
bawah hilang timbul ± 1 bulan. Perut terasa sebah,
badan lemas, nafsu makan menurun. Mual (+),
Muntah (+) Susah BAB ± 1 minggu. Sering minum
jamu, HD regular.

Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi (-) Diabetes Melitus (-) Asma (-)
Alergi Obat (-) Cuci darah 1 kali ± 2 minggu yang
lalu, sering minum jamu.

Riwayat penyakit keluarga :-

1
1.3 PEMERIKSAAN FISIK :

Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 456

TTV :

Tekanan Darah : 214/95 mmHg

Nadi : 85 x/menit

Suhu : 37 oC

Respiration Rate : 22 x/menit

Kepala / leher :

Rambut : normal

Mata : isokor, anemis -/-, icterus -

Telinga : normal, secret -, darah -

Hidung : normal, dypsneu -

Mulut : normal, sianosis -, bibir kering -, lidah kotor –

Leher : pembesaran kelenjar getah bening -,

peningkatan JVP -, deviasi trakea –

Thorax :

Paru : Inspeksi : bentuk dada normal,

pergerakan dada simetris,retraksi -/-

Palpasi : fremitus raba dan suara simetris.

2
Perkusi : sonor kedua lapang paru.

Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+

Ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V

midclavicula sinistra.

Perkusi : batas jantung kanan PSL dextra,

Batas jantung kiri PSL sinistra ICS


V.

Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur -,


gallop –

Abdomen :

Inspeksi : soefle, scar –, tampak datar

Auskultasi : BU (+) normal

Palpasi : Hepar/lien: tidak teraba

Perkusi : timpani

Ekstremitas :

Superior : akral hangat +/+ , oedem -/-

inferior : akral hangat +/+, oedem -/-

3
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Pemeriksaan Hasil Normal

Hb 11.4 L : 13-17g%,
P : 11,4-15,19 g%
Leukosit 6.500 4.500 – 11.000

PCV 34 L : 40-50%
P : 37-47%
Thrombosit 241.000 150.000 – 350.000 µL

MCV 85 80 – 94

MCH 29 26 – 33

MCHC 34 32 – 36

GDA 208 < 200 mg/dL

FAAL GINJAL
BUN 78.7 HN 4.8-23
SERUM CREATININ 15.10 HN 0.7-1.2
SERUM ELEKTROLIT
NATRIUM 139 HN 135-145
KALIUM 4.1 3.5-5.5
CHLORIDA 102 98-108

4
Problem List Initial
Planning
TPL PPL Assessment
Ny. K (54 th) Pdx:
Anamnesa:  Cek DL
- Nyeri perut bagian - Sering minum jamu  Cek UL
atas dan bawah ± 1 - HD reguler  Test Fungsi Ginjal
bulan, hilang timbul. - PCV 34 PGK V

- Perut terasa sebah - GDA 208


Pemeriksaan Penunjang :
- Nafsu makan - BUN : 78.7  USG Abdomen
- SC : 15.10
menurun
- Badan lemas Terapi:
- Mual (+) Muntah (+)  DietTKRPRG
- Susah BAB ± 1 0,6g/KgBB
minggu  Inf. Kidmin 1x1
- Sering minum jamu  CaCO3 1x1
- HD reguler  Asam folat 1x1
 HD

Pemeriksaan Fisik:
- a/i/c/d : -/-/-/-
- Tensi 214/95 mmHg
- Suhu 37 oC
- Nadi 85x/menit
- Nyeri perut ± 1  Inj. Pantoprazole 2x1
Pemeriksaan Penunjang: bulan yang lalu,  Inj. Tomit 3x1
- PCV 34 Vomiting
hilang timbul  Inj. Ranitidin 2x1
- GDA 208 - Perut terasa sebah  Inj. Ondasentron 3 x1
- BUN 78.7 - Nafsu makan  Sukralfat 3x C.I
- Serum Creatinin 15.10 menurun
- Badan lemas
- Mual (+)
- Muntah (+)

5
Konstipasi
- Susah BAB ± 1  Fleet enema 1x1
minggu

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Chronic Kidney Disease atau Penyakit Ginjal Kronis


Ginjal adalah organ yang mempunyai fungsi vital dalam tubuh

manusia. Fungsi utama ginjal adalah untuk mengeluarkan bahan buangan

yang tidak diperlukan oleh tubuh dan juga mensekresi air yang berlebihan

dalam darah. Ginjal memproses hampir 200 liter darah setiap hari dan

menghasilkan kurang lebih 2 liter urin. Bahan buangan adalah hasil daripada

proses normal metabolisme tubuh seperti penghadaman makanan, degradasi

jaringan tubuh, dan lain-lain. Ginjal juga memainkan peran yang penting

dalam mengatur konsentrasi mineral-mineral dalam darah seperti kalsium,

natrium dan kalium. Selain itu ia berfungsi untuk mengatur konsentrasi

garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah, serta sekresi bahan

buangan dan lebihan garam (Pranay, 2010).

Gambar 2.1 (Potongan vertical ginjal)


7
Keadaan dimana fungsi ginjal mengalami penurunan yang progresif

secara perlahan tapi pasti, yang dapat mencapai 60 % dari kondisi normal

menuju ketidakmampuan ginjal ditandai tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia

disebut dengan penyakit ginjal kronik. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau

penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) adalah gangguan fungsi ginjal yang

menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh

untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit

gagal, menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah (Smeltzer, 2001).

2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis


Penyakit ginjal kronik dapat di klasifikasikan atas dua hal yaitu
berdasarkan derajat penyakit dan etiologi. Klasifikasi derajat penyakit
berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), sedangkan klasifikasi etiologi
berdasarkan penyakit penyebab antara lain ginjal diabetes, penyakit ginjal
non-diabetes dan penyakit pada transplantasi.

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit ginjal diabetes Diabetes melitus tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetets Penyakit glomerular
(Penyakit autoimun, infeksi sistemik,
obat, neoplasia)
Penyakit vaskular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointestinal (pielonefritis
kronik, batu, obstruksi, keracunan

8
obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit ginjal transplantasi Rejeksi kronik, keracunan obat
(siklosporin/takrolimus)
Penyakit reccurent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

Kriteria penyakit ginjal kronik meliputi pertama, kerusakan ginjal yang


terjadi lebih dari tiga bulan, berupa kelainan struktural atau tanpa penurunan
LFG, dengan manifestasi kelainan patologis dan terdapat tanda kelainan
ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan
dalam tes pencitraan. Kedua, Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60
ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal, yang
dapat dihitung dengan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut:

(140−𝑢𝑚𝑢𝑟) 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛


LFG (ml/mnt/1.73m2) = 72 𝑥 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 (𝑚𝑔/𝑑𝑙) *)

*) pada perempuan dikalikan 0.85

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit


Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73
m2 )
1 Kerusakan ginal dengan LFG normal atau  90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60 – 89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15 – 29
5 Gagal ginjal (End Stage Renal Disease) < 15 atau dialisis

9
2.3 Etiologi Penyakit Ginjal Kronis
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) pada tahun 2000
menyebutkan beberapa etiologi penyebab PGK, antara lain:
Tabel 3. Penyebab utama PGK di Amerika Serikat
Penyebab Insiden
Diabetes mellitus 44%
Tipe 1 (7%)
Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah 27%
besar
Glomerulonefritis 10%
Nefritis intersisialis 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik (misal, lupus dan 2%
vaskulitis)
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%

Tabel 4. Penyebab Penyakit Gagal Ginjal Kronik di Indonesia


Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46.39%
Diabetes Melitus 18.65%
Obstruksi dan infeksi 12.85%
Hipertensi 8.46%
Sebab lain: Nefritis lupus, nefropati 13.65%
urat, intoksikasi obat, dan penyebab
yang tidak diketahui

10
2.4 Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronis
Patofisiologi PGK melibatkan mekanisme awal yang spesifik, yang terkait

dengan penyebab yang mendasari, selanjutnya proses berjalan secara kronis

progresif yang dalam jangka panjang akan menyebabkan penurunan massa

ginjal. Sejalan dengan menurunnya massa ginjal, sebagai mekanisme

kompensasi maka nefron yang masih baik akan mengalami hiperfiltrasi oleh

karena peningkatan tekanan dan aliran kapiler glomerulus, dan selanjutnya

terjadi hipertrofi.

Hipertrofi struktural dan fungsional dari sisa nefron yang masih baik

tersebut terjadi akibat pengaruh molekul-molekul vasoaktif, sitokin serta

growth factor, juga aktivitas aksis Renin-Angiotensin intrarenal. Proses adaptif

berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi tersebut pada akhirnya mengalami perubahan

maladaptif seperti terjadinya proteinuria. Adanya proteinuria akan

menyebabkan kerusakan tubulus, inflamasi interstisial, dan akhirnya

nefrosklerosis. Selanjutnya jumlah nefron akan terus semakin berkurang dan

akhirnya timbul uremia.

2.5 Manifestasi Klinis Penyakit Ginjal Kronis


Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema.
2. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
11
3. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal,
ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
4. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas).
5. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6. Gangguan endokrim
Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
8. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik,
dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

Biasanya ketika LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan


keluhan, tetapi pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar urea yang
meningkat dan serum kreatinin sampai LFG sebesar 30%, gejala pada
pasien ini biasanya badan lemah, mual, nafsu makan berkurang, dan
penurunan berat badan. LFG dibawah 30% akan menimbulkan keluhan

12
antara lain anemia, peningkatan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, dan muntah.
Pasien juga dapat terjangkit penyakit infeksi pada saluran kemih,
saluran pernafasan, dan saluran pencernaan, selain itu pasien menderita
hipovolemia atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara
lain dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi komplikasi lebih
serius dan pasien sudah memerlukan terapi penggantian ginjal antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal.
2.6 Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi penyakit yang
mendasarinya; penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum (Nilai
normal: 20-35) dan kreatinin serum (< 1,20 mg/dL). Kadar serum kreatinin
saja tidak dapat menggambarkan fungsi ginjal; kelainan biokimiawi darah
meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper
atau hypokalemia, hyponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, asidosis metabolik; kelainan urinalisis meliputi proteinuria,
hematuria, leukosuria, isotenuria.
2.7 Gambaran Radiologi
Gambaran batu penyakit ginjal kronis meliputi foto plos abdomen, bisa
didapatkan gambaran radio-opak, pada pielografi intravena jarang dikerjakan,
karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping kontras
yang bersifat toksik oleh terhadap ginjal. Ultrasonografi ginjal dapat
memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis,
hodrpnefrosis atau batu ginjal, kista, massa, dan kalsifikasi.

2.8 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronis


Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD antara lain adalah:

1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme,


dan masukan diet berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
13
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat,
kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang
abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan
nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

2.9 Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronis


Evaluasi dan penanganan pasien dengan PGK memerlukan
pengertian konsep terpisah namun saling berhubungan mengenai
diagnosis, kondisi komorbid, derajat keparahan penyakit, komplikasi
penyakit dan risiko hilangnya fungsi ginjal serta penyakit kardiovaskular.

Tabel 5. Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik sesuai dengan derajatnya


Derajat LFG Tatalaksana
(mlmnt/1.73 m2)
1  90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan, fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskular
2 60 – 89 Menghambat pemburukan fungsi ginjal
3 30 – 59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 < 15 Terapi pengganti ginjal

14
Sedangkan terapi untuk PGK meliputi:

1. Terapi spesifik, berdasarkan diagnosis


2. Evaluasi dan penanganan kondisi komorbid
3. Memperlambat kerusakan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi penyakit komplikasi (hipertensi, anemia, gagal
tumbuh)
6. Penggantian fungsi ginjal dengan dialisis atau bahkan transplantasi
ginjal

a) Terapi dislipidemi
Dislipidemi merupakan faktor risiko primer penyakit kardiovaskular
dan komplikasi penyakit ginjal progresif karena dapat menyebabkan
aterosklerosis difus dan iskemi renal. Abnormalitas lipid pada PGK paling
sering adalah peningkatan trigliserida, low density lipoprotein (LDL) yang
diakibatkan gangguan klirens. Rekomendasi dari KDOQI bertujuan
mengurangi kadar kolsterol < 100 mg/dL dan trigliserid < 200 mg/dL.
Atorvastatin dan kolestiramin efektif dan aman digunakan pada anak.

b) Terapi Hipertensi
Hipertensi menyebabkan kerusakan langsung pembuluh darah
nefron sehingga ginjal kehilangan kemampuan otoregulasi tekanan dan
laju filtrasi glomerulus dengan hasil akhir hiperfiltrasi yang bermanifestasi
sebagai albuminuri. Target tekanan darah pada anak dengan PGK adalah
dibawah persentil 90 sesuai usia dan jenis kelamin. Angiotensin
converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor blocker
(ARB) lebih efektif dibandingkan antihipertensi lain dalam mencegah
progresifitas kerusakan ginjal karena obat-obatan tersebut menurunkan
tekanan intraglomerular dan proteinuri melalui efek langsung terhadap
tekanan darah sistemik dan sirkulasi glomerulus.

15
c) Terapi anemia
Anemia pada penyakit ginjal kronis teradi akibat produksi
eritropoietin yang menurun dan massa sel tubular renal yang berkurang.
Kompensasi jantung terhadap anemia menyebabkan hipertrofi ventrikel
dan kardiomiopati sehinga meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung
atau penyakit jantung iskemik. Rekomendasi KDOQI menyebutkan target
hemoglobin 11 hingga 12 g/dL pada penderita PGK, dan penderita dengan
kadar feritin serum < 100 ng/mL harus mendapat suplementasi besi.
Recombinant human erythropoietin (rHuEPO) dengan dosis 50-150
mg/kgBB/hari subkutan digunakan untuk anemia akibat PGK.

d) Terapi osteodistrofi
Anak dengan PGK mengalami penurunan kadar kalsitriol serum
(1,25 dihidroksi vitamin D) dan peningkatan kadar hormon paratiroid
(PTH) serum sehingga KDOQI menganjurkan pemeriksaan kadar kalsium
dan fosfat setiap bulan dan kadar PTH minimal setiap 3 bulan.Pasien
dengan kadar PTH tinggi (> 300 pg/mL) dapat diberikan vitamin D aktif
(Rocatrol) 0.01-0.05 µg/kgBB/hari untuk mensupresi sekresi PTH serta
harus membatasi asupan fosfat dari diet.

e) Hormon pertumbuhan
Gangguan hypothalamic-pituitary-growth hormone axis
berkontribusi terhadap resistensi hormon pertumbuhan pada kadaan
uremia. Menurut KDOQI, recombinant human growth factor (rHuGH)
0.05 µg/kgBB/hari subkutan dapat dipertimbangkan apabila tinggi anak
untuk usia kronologis < 2 standar deviasi dan anak dengan growth velocity
< 2 SD.

f) Diet
Diet memegang peranan penting pada anak PGK karena penderita
rentan terhadap malnutrisi dan hipoalbuminemi. Tantangan bagi dokter
anak dan ahli gizi adalah untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal.

16
Kebutuhan energi harus memenuhi recommended dietary allowance
(RDA) untuk anak normal dengan tinggi sesuai. Jika terdapat malnutrisi,
asupan kalori dapat ditingkatkan untuk memperbaiki penambahan berat
badan dan pertumbuhan linier. Asupan kalori harus cukup untuk
meningkatkan efisiensi protein (protein-sparing effect) dan mencegah
pasien dari proses katabolik. Diet restriksi protein hingga kini masih
menjadi perdebatan. Analisis Cochrane menyimpulkan bahwa restriksi
protein dapat mengurangi proteinuri pada nefropati diabetes. Sedangkan
rekomendasi KDOQI menganjurkan asupan protein 0.8 hingga 1
g/kgBB/hari dan asupan kalori sebesar 30-35 kcal/kgBB/hari pada anak
PGK. Pada PGK stadium 1-4, asupan natrium dibatasi 2000 mg/hari,
kalsium 1200 mg/hari, dan kalium serta fosfat dinilai berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium. Pada PGK stadium 5 asupan kalium, fosfat,
kalsium, natrium dan cairan perlu dibatasi.

2.10 Pencegahan
Dokter anak berperan dalam skrining pasien anak dengan risiko tinggi,
mencegah kerusakan ginjal, dan merubah perjalanan penyakit PGK dengan
melakukan terapi awal dan pengawasan progresifitas penyakit. Pencegahan ini
memiliki 3 aspek penting yaitu pencegahan:

1. Primer, bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi pemaparan


terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya
strategi untuk mengurangi pemaparan antenatal terhadap infeksi,
pencegahan penyakit ginjal yang diturunkan dengan cara konseling
genetik, pencegahan obesitas, deteksi awal dan penanganan hipertensi dan
kencing manis.
2. Sekunder, dimana pencegahan terjadinya progresifitas kerusakan ginjal
dari PGK stadium 1-5 dengan melakukan penanganan yang tepat pada
setiap stadium PGK.
3. Tersier, berfokus pada penundaan komplikasi jangka panjang, disabilitas
atau kecacatan akibat PGK dengan cara renal replacemet therapy
17
dialisis atau transplantasi ginjal.
2.11 Prognosis
Prognosis pasien PGK berdasarkan data epidemiologi dan angka kematian
meningkat sejalan dengan fungsi ginjal yang memburuk. Penyebab kematian
utama pada PGK adalah penyakit kardiovaskular. Dengan adanya renal
replacement therapy dapat meningkatkan angka harapan hidup pada PGK
stadium 5. Transplantasi ginjal dapat menimbulkan komplikasi akibat
pembedahan. CAPD meningkatkan angka harapan hidup dan quality of life
dibandingkan hemodialisis dan dialisis peritoneal.

18
BAB III

RESUME

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut. Dari anamnesa didapatkan


Pasien mengatakan nyeri perut bagian atas dan bawah ± 1 bulan yang lalu dan
hilang timbul disertai perut terasa sebah. Badan lemas, pasien juga mengeluh
mual dan muntah. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan menurun. BAB susah ±
1 minggu. Sering minum jamu, HD regular.

Dari pemeriksaan fisik status internistik didapatkan Tekanan darah 214/95


o
mmHg, Nadi 85x/menit, Suhu 37 C, Respiration rate 22x/menit, dari
pemeriksaan kepala leher dalam batas normal, dari pemeriksaan thorax dalam
batas normal dari pemeriksaan abdomen dalam batas normal dan pada ekstremitas
superior dan inferior dalam batas normal. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan
abnormalitas pada PCV (34), GDA (208), BUN (78.7), S.C (15.10).

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan


hasil yang menunjukkan diagnosa PGK V + Vomiting + Konstipasi. Sehingga
diberikan terapi untuk berupa: Diet TKRPRG 0,6/Kg BB, Inf. Kidmin 7tpm,
CaCO3 1x1, Asam Folat 1x1, Inj. Pantoprazole 2x1, Inj. Tomit 3x1, Inj. Ranitidin
2x1, Inj. Ondansentron 3x1, Sukralfat 3x C.I, Fleet enema 1x1, HD.

19
DAFTAR PUSTAKA

Catherine S, Snively M. Chronic kidney disease: Prevention and treatment of


common complications. American Academy of Family Physicians.
2005;1-5.

Fogo AB, Kon V. Chronic renal failure. Dalam: Avner WD, Harmon FE.
Pediatric

Nephrology. Edisi ke-5. Lippincott Williams and Wilkins. 2004; hal 1645-70.

Gulati S. Chronic kidney disease. (Diunduh tanggal 20 November 2016). Tersedia


dari URL: www.emedicine.com.

Kidney Disease Outcomes Quality Iniatiative of The National Kidney


Foundation.Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:
Evaluation,Classification, and Stratification. 2002.

Verrelli M. Chronic renal failure. (Diunduh tanggal 20 November 2016). Tersedia


dariURL: www.emedicine.com.
Vogt BA, Avner ED. Renal failure. Dalam: Behrman RM, Kliegman RM, Jenson
HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia:
WB Saunders, 2004; hal 1770-75.
Nahas ME. The patient with failing renal failure. Dalam: Cameron JS, Davison
AM. Oxford Textbook of Clinical Nephrology. Edisi ke-3. Oxford
University Press.2003; hal 1648-98.

Pranay, K., Stoppler, M.C. (ed), 2010. Chronic Kidney Disease. Available
from:http://www.emedicinehealth.com/chronic_kidney_disease/page18_e
m.htm#Authors%20and%20Editors
Smeltzer, S.C., dan Bare B.G., 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC.
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
United States Renal Data System., 2016., PGK In General Population.
https://www.usrds.org/2016/view/v1_01.aspx tgl 21-11-2016 pukul 19.25
WIB
Vijayakumar M, Namalwar R, Prahlad N. Prevention of chronic kidney disease in
children. Ind J of Nephrol. 2007;17:47-52.
Arora, P., Varelli, M, 2010. Chronic Renal Failure. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview
20
Brück, Katharina., Stel, Vianda S., Gambaro, Giovanni., Hallan, Stein., Volzke,
Henry., Arnlov, Johan., Kastarinen, Mika., Idris, Guessous., Jose , Vinhas.,
Bénédicte, Stengel, Hermann, Brenner., Jerzy, Chudek., Solfrid,
Romundstad., Charles, Tomson., Alfonso, Otero Gonzalez., Aminu, K.
Bello., Jean, Ferrieres., Luigi, Palmieri., Gemma, Browne., Vincenzo,
Capuano., Wim, Van Biesen., Carmine, Zoccali., Ron, Gansevoort.,
Gerjan, Navis., Dietrich, Rothenbacher., Pietro, Manuel Ferraro., Dorothea
, Nitsch., Christoph, Wanner., Kitty, J. Jager., 2015., PGK Prevalence
Varies across the European General Population., J Am Soc Nephrol, hal
1-13.

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2009). Patofisiologi Konsep Kllinis


Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Riset Kesehatan Dasar., 2013., Prevalensi Gagal Ginjal Kronik., hal 1-7.

Setiati, Siti., Alwi, Idrus., Sudoyo, A. W., Simadibrata, Marcellus., Setiyohadi,


Bambang., Syam, A. F., 2014., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam., Interna
Publishing., Edisi 6 Jilid II., hal 2159-2165.

21

Anda mungkin juga menyukai