Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DIABETES MELLITUS


(DM)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi Penyakit
Tidak Menular oleh

Three Emma Astiani


NIM.

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MULAWARMAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas bimbingan dan

karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Epidemiologi

Penyakit tidak menular (Reumatik)”. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada

dosen yang telah membantu menyelesaikan penulisan makalah ini.

Semoga dengan penulisan makalah ini dapat memberikan inspirasi baru

bagi pembaca, sehingga dapat menambah sedikit pengetahuan dan wawasan

pembaca. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dari

pembaca demi perbaikan makalah ini.

Samarinda, Oktober 2018

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3
A. Definisi Rematik ............................................................................ 3
B. Epidemiologi Penyakit Rematik .................................................... 3
C. Etiologi Penyakit Rematik ............................................................. 4
D. Manifestasi Klinis .......................................................................... 5
E. Diagnosis Rematik ......................................................................... 6
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 13
A. Kesimpulan ...................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan
makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga
usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak
pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya
dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu
golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan
gangguan muskuloskeletal terutama adalah reumatoid artritis. Kejadian penyakit
tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia.
Menguntip pendapat Sjamsuhidajat (1997), artritis reumatoid merupakan
penyakit autoimun dari jaringan ikat terutama sinovial dan kausanya multifaktor.
Penyakit ini ditemukan pada semua sendi dan sarung sendi tendon, tetapi paling
sering di tangan. Selain menyerang sendi tangan, dapat pula menyerang sendi
siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Artritis kronik yang terjadi pada anak
yang menyerang satu sendi atau lebih, dikenal dengan artitis reumatoid juvenil.
Biasanya reumatoid artritis timbul secara sistemik. Gejala yang timbul berupa
nodul subkutan yang terlihat pada 30% penderita. Nodul sering terdapat di
ekstremitas atas dan tampak sebagai vaskulitis reumatoid, yang merupakan
manisfestasi ekstraartikuler. Bila penyakit ini terjadi bukan pada sendi, seperti
bursa, sarung tendon, dan lokasi lainnya dinamakan reumatoid ektraarikuler.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom
dan golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup
banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut
kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai
keluhan atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada
sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta

1
adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan
gangguan gerak. (Soenarto, 1982).
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia
lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Pucak dari reumatoid artritis
terjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali
lebih sering dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4
ditemukan pada 70% pasien ).
B. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui definisi dari penyakit Rheumatoid Arthritis
b. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit Rheumatoid Arthritis
c. Untuk mengetahui etiologi penyakit Rheumatoid Arthritis
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit Rheumatoid Arthritis
e. Untuk mengetahui diagnosis penyakit Rheumatoid Arthritis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Rheumatoid Arthritis (RA)


Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun kronik dimana
sistem imun tubuh menyerang jaringan yang sehat dan dalam jangka panjang
dapat menyebabkan kerusakan sendi, nyeri kronik, gangguan hingga hilangnya
fungsi sendi hingga kecacatan. Arthritis rheumatoid adalah tipe arthritis yang
paling parah dan dapat menyebabkan cacat, kebanyakan menyerang perempuan
hingga tiga sampai empat kali daripada laki-laki. RA pada umumnya
menyerang persendian tangan, kaki dan pergelangan serta menurunkan tingkat
harapan hidup hingga 6 – 10 tahun (Price. A Sylvia, Wilson M. Lorraine., 2003)
Rematik dapat menyerang hampir semua sendi, tetapi yang paling sering
diserang adalah sendi di pergelangan tangan, buku-buku jari, lutut dan engkel
kaki. Sendi-sendi lain yang mungkin diserang termasuk sendi di tulang
belakang, pinggul, leher, bahu, rahang dan bahkan sambungan antar tulang
sangat kecil di telinga bagian dalam. Rematik juga dapat memengaruhi organ
tubuh seperti jantung, pembuluh darah, kulit, dan paru- paru. Serangan rematik
biasanya simetris yaitu menyerang sendi yang sama di kedua sisi tubuh, berbeda
dengan osteoartritis yang biasanya terbatas pada salah satu sendi.
B. Epidemiologi RA
Arthritis rheumatoid masih menjadi masalah kesehatan dunia,
diperkirakan 0,5-1 % dari populasi global menderita AR. Peluang terjadinya
penyakit hati pada penderita AR dua kali lebih besar dari yang tidak menderita.
America Arthritis Fondation melaporkan, penderita AR berisiko dua kali lebih
besar terkena penyakit jantung sehingga meningkatkan angka kematian
penderita Cardiovascular dan infeksi. Lima puluh persen pasien AR mengalami
kecacatan fungsional sementara setelah 20 tahun, 80 % cacat dan dapat
mengurangi usia harapan hidup 3-18 tahun.

3
Studi epidemiologi melaporkan berbagai faktor risiko yang dihubungkan
dengan terjadinya penyakit AR, seperti faktor kerentanan terhadap penyakit dan
faktor inisiasi yaitu faktor yang diduga meningkatkan risiko berkembangnya
penyakit
Faktor kerentanan seperti :
a. Jenis kelamin
b. Usia. Dapat terjadi pada usia muda 30-50 tahun, usia lanjut terutama pada
wanita kasus AR meningkat.
c. Obesitas : memacu meningkatnya oksidan melalui berbagai mekanisme
d. Genetik, keluarga yang memiliki anggota keluarga terkena AR memiliki
risiko lebih tinggi, dan dihubungkan dengan gen HLA-DR4. Faktor inisiasi
adalah perokok , infeksi bakteri atau virus menjadi inisiasi dari AR, pil
kontrasepsi, gaya hidup : stres dan diet mengawali inflamasi sendi.
(Isselbacher, et all., 1998)
C. Etiologi
Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi berbagai faktor (termasuk
kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi autoimun. Artritis
rheumatoid ini merupakan bentuk artritis yang serius, disebabkan oleh
peradangan kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut persendian.
Ditandai dengan sakit dan bengkak pada sendi-sendi terutama pada jari-jari
tangan, pergelangan tangan, siku dan lutut. Penyebab artritis rheumatoid masih
belum diketahui walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah
terungkap. Faktor genetik dan lingkungan diduga timbulnya penyakit ini. Faktor
infeksi sebagai penyebab artritis rematoid patogenesis Patogenesis dimulai
dengan terdapatnya suatu antigen.
Biasanya rematoid arthritis disebabkan oleh :
a. Faktor genetik
b. Faktor lingkungan

4
c. Infeksi : mendadak dan timbul dengan di sertai gambaran inflamasi
mencolok. Yang disebabkan oleh bakteri dan virus.
d. HSD ( Heat Shock Protein )
e. Sekelompok protein berukuran sedang ( 60 sampai 90 KDA)
f. Respon Stress
(Palande DD., 2009)
D. Manifestasi Klinis
Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :
a. Nyeri persendian
b. Persendian Bengkak
c. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
d. Terbatasnya pergerakan sendi sehingga mengganggu gerak sendi
e. Sendi-sendi terasa panas
f. Demam (pireksia)
g. Anemia (pucat)
h. Berat badan menurun
i. Kekuatan berkurang
j. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
k. Perubahan ukuran pada sendi (lebih besar dari ukuran normal)
Yang tergolong Artritis rematoid menurut American Reumatism
Association ( ARA ) adalah bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-
kurangnya selama 4 minggu, Kriteria-kriteria tersebut adalah :
a. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness )
b. Nyeri saat menggerakan sendi atau nyeri sendi saat ditekan sekurang-
kurangnya pada satu sendi
c. Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada
salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu
d. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain
e. Pembengkakan sendi yang bersifat simetris di kedua tangan kanan dan kiri

5
f. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor (punggung
tangan)
g. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
h. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid +
i. Pengendapan cairan musin yang jelek
j. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
k. gambaran histologik yang khas pada nodul
Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :

a. Gerakan sendi (tangan dan kaki) menjadi terbatas


b. Adanya nyeri tekan pada sendi
c. Pembengkakan bertambah
d. Penurunan kekuatan gerak
e. Depresi
(Kee JL., 2004)
E. Diagnosis
a. Pemeriksaan radiologi
Sendi bisa normal pada awalnya, penyakit rheumatoid urutan timbulnya
kelainan yang khas adalah :
a) Pembengkakan jaringan lunak dan osteoporosis periartikuler
b) Penyempitan rongga sendi dan erosi periartikuler
c) Subluksasi dan osteoarthritis timbul pada penyakit yang sudah
berlangsung lama
(Maluekaa RG., 2007)
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dikaitkan dengan AR adalah
pemeriksaan rheumatoid factor (RF) dan anti-citrullinated protein antibodies
(ACPA). ACPA dikenal 2 macam yaitu pemeriksaan anti-cylic citrullinated
peptide (anti-CCP) dan anti-mutated vimentin (anti-MCV).

6
(Maluekaa RG., 2007)
c. Terapi / Penatalaksanaan
Tujuan terapi rematik utamanya adalah untuk meningkatkan atau
memelihara status fungsionalnya sehingga meningkat kualitas hidup pasien.
d. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi adalah terapi menggunakan obat-obatan. Obat-obat
untuk rematik dikenal dengan istilah DMARD (disease-modifying
antirheumatic drug). Obat-obat yang biasa digunakan dalam penanganan
rematik adalah :
a) NSAIDs (Non-steroid antiinflammatory drugs)
Obat-obat NSAID umumnya dipakai sebagai terapi komplementer,
jarang digunakan secara tunggal/monoterapi pada AR. Obat ini bekerja
menghambat sintesis prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi
dengan menekan kerja enzim siklooksigenase. Penghambatan ini tidak
selektif sehingga obat-obat ini menyebabkan efek samping
gastrointestinal. Golongan penghambat selektif siklooksigenase-2
(COX-2) memiliki efikasi yang sebanding dengan NSAIDs tetapi efek
samping gastrointerstinalnya lebih ringan.
b) Metotreksat
Saat ini MTX dianggap sebagai obat DMARD pilihan oleh banyak
rematologis untuk mengatasi AR. MTX bekerja dengan menghambat
produksi sitokin (cytokines), menghambat biosintesis purin, dan
mungkin menstimulasi pelepasan adenosin, yang semuanya dapat
mengarah pada kerja antiinflamasi. Obat ini memiliki onset yang agak
cepat, hasil dapat dilihat kurang lebih 2-3 minggu setelah dimulainya
terapi. Obat bisa diberikan secara i.m., s.c., atau p.o.
Efek samping atau gejala toksisitas MTX adalah gangguan
gastrointestinal, hematologi, pulmonar, dan hepatik. Test terhadap
fungsi liver perlu dilakukan untuk memantau penggunaan obat ini. MTX

7
dikontraindikasikan untuk kehamilan dan menyusui, gangguan liver
kronis, defisiensi imun, leukopenia, trombositopenia, gangguan darah,
serta pasien yang kreatin klirens-nya kurang dari 40 mL/min. Karena
MTX adalah antagonis asam folat, maka ia juga dapat menyebabkan
defisiensi asam folat. Untuk itu suplementasi asam folat diperlukan
untuk mengurangi efek samping ini (Schuna, 2005).
c) Leflunomid
Leflunomid memiliki efikasi yang mirip dengan MTX dalam
mengatasi AR. Ia bekerja dengan menghambat sintesis pirimidin,
sehingga dapat menurunkan proliferasi limfosit dan menghambat
inflamasi. Obat ini diberikan dengan loading dose 100 mg sehari untuk 3
hari, dan dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 20 mg sehari. Seperti
MTX, obat ini cukup toksis terhadap hati, sehingga dikontraindikasikan
bagi pasien yang punya riwayat gangguan liver. Selain itu obat ini juga
teratogenik, sehingga tidak boleh digunakan pada wanita hamil atau
yang merencanakan hamil. Bedanya, leflunomid jarang menyebabkan
gangguan darah, sehingga memungkinakan untuk dipakai pada pasien
dengan gangguan darah.
d) Hidroksiklorokuin
Obat ini dikenal sebagai antimalaria, tetapi juga dapat menekan
sistem imun, sehingga seringkali digunakan pada penyakit gangguan
imun. Kelebihan obat ini adalah ia tidak toksis terhadap hepar atau renal.
Toksisitasnya bersifat jangka pendek, meliputi : gangguan
gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare.
e) Sulfazalazin
Sulfasalazin adalah suatu prodrug yang akan diuraikan oleh
bakteria di usus menjadi sulfapiridin dan asam 5-aminosalisilat.
Sulfapiridin inilah yang diduga bertanggung-jawab terhadap aktivitas
antirematiknya. Penggunaan sulfasalazin agak terbatas karena

8
menyebabkan beberapa efek samping antara lain efek gastrointestinal
(mual, muntah, diare dan anoreksia), alergi, leukopenia, alopesia, dan
peningkatan enzim hepatik. Obat ini berinteraksi dengan antibiotik yang
membunuh bakteri kolon, dapat mengikat suplemen besi, dan
meningkatkan efek warfarin.
f) Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan pada AR karena efek antiinflamasi dan
imunosupresifnya. Obat ini bisa menghambat sintesis prostagandin dan
leukotrien, menghambat reaksi radikal superoksida netrofil dan
monosit, mencegah migrasi sel monosit, limfosit, dan monosit, sehingga
dapat mencegah respon imun.
g) Agen biologis
Golongan obat ini termasuk obat baru hasil rekayasa genetik,
seperti : etenercept, infliximab, adalimumab, dan anakinra. Obat ini
mungkin efektif, jika obat lain tidak berhasil. Harganya masih mahal,
dan belum ada di Indonesia. Tidak ada resiko toksisitas yang
membutuhkan pemantauan lab, tetapi ada laporan bahwa obat ini sedikit
meningkatkan resiko infeksi. Untuk itu, pasien yang sedang infeksi
sebaiknya tidak menggunakan obat ini. Berikut ini adalah keterangan
singkat tentang agen biologis tersebut.
1. Etanercept adalah suatu protein yang terdiri dari reseptor TNF
(tumor necrosis factor) yang berikatan dengan antibodi IgG. Obat
ini akan mengikat TNF sehingga secara biologis menjadi inaktif
dan tidak bisa berikatan dengan reseptornya. Seperti diketahui,
TNF adalah salah satu sitokin yang terlibat dalam patogenesis AR.
2. Infliximab merupakan anti TNF, ia juga akan mengikat TNF
sehingga tidak bisa berikatan dengan reseptornya.
3. Adalimumab juga merupakan antibodi terhadap TNF.

9
4. Anakinra adalah antagonsi reseptor inteleukin-1 (IL-1). Diketahui
bahwa IL-1 sangat terlibat dalam patogenesis AR. Obat ini akan
mengikat reseptor IL-1, sehingga mencegah IL-1 untuk berikatan
dengan reseptornya
(Stovitz SD, Johnson RJ.,2003)
e. Terapi nonfarmakologi
Beberapa contoh dari terapi nonfarmakologi adalah istirahat,
fisioterapi, penggunaan alat bantu, penurunan berat badan, atau
pembedahan. Fisioterapi bisa dilakukan dengan pemanasan pada sendi yang
meradang sehingga tidak terjadi kekakuan. Setelah peradangan mereda bisa
dilakukan latihan aktif yang rutin, tetapi jangan sampai terlalu lelah.
Biasanya latihan akan lebih mudah jika dilakukan di dalam air. Pembedahan
dilakukan jika pemberian obat tidak membantu. Pembedahan biasanya
dilakukan untuk mengganti sendi lutut atau sendi panggul dengan sendi
buatan. Persendian juga bisa diangkat atau dilebur (terutama pada kaki),
supaya kaki tidak terlalu nyeri ketika digunakan untuk berjalan. Penderita
yang menjadi cacat karena artritis rematoid bisa menggunakan beberapa alat
bantu untuk menyelesaikan tugas sehari-harinya. Contohnya adalah sepatu
ortopedik khusus atau sepatu atletik khusus. (Padip R. Patel., 1990)
f. Obat tradisional
Herbal yang digunakann untuk mengatasi arthritis rheumatoid adalah
bawang putih, beluntas, daun sendok, gandarusa, jahe merah, kunyit,
sambiloto, sembung, temulawak, dan sidaguri. Herbal-herbal tersebut
mengandung berbagai macam antioksidan yang mencegah penyakit yang
disebabkan oleh asam urat. Bawang putih mengandung alilin yang akan
terpecah menjadi alisin dan berguna untuk menghancurkan endapan darah
arteri menghilangkan nyeri (anti-inflamasi) dan diuretik. Beluntas
mengandung flavonoid yang berfungsi menghilangkan nyeri akibat rematik,
nyeri tulang, dan sakit pinggang. plantagin, aukubin, asam ursolik pada

10
daun sendok berkhasiat menurunkan kadar asam urat dalam darah, diuretic,
melarutkan endapan garam kalsium yang terdapat dalam ginjal dan kandung
kencing. Justicin pada gandarusa berfungsi antirematik. Jahe merah,
temulawak dan kunyit memiliki minyak atsiri, gingerol, kurkumin,
berkhasiat untuk melancarkan peredaran darah, anti inflamasi, dan
menghilangkan nyeri rematik. Berikut tabel bermacam-macam buah yang
berguna untuk mengatasi rematik :

NO BUAH KHASIAT

1 Jambu biji Mengandung vitamin C (9 kali lebih banyak daripada jeruk),

mineral (Fe, P, K, Ca,), pectin, tanin, dan serat. Berkhasiat

untuk menurunkan kolesterol, mengurangi infeksi,

membersihkan darah, mengurangi konstipasi, dan

menstabilkan gula darah

2 Jeruk manis Vitamin C, B6, K, Ca, B1, P, Mg, Cu, folat, asam pantotenat

untuk meningkatkan daya tahan tubuh, penyerapan zat besi,

dan kesehatan kardiovaskular

3 Mangga Mengandung vitamin A, pectin, dan fruktosa. berkhasiat untuk

membersihkan sistem sirkulasi darah, mengurangi dehidrasi,

menguatkan jaringan tubuh

4 Melon Mengandung vitamin A, vitamin C, Ca, K, Mg, P. Bermanfaat

untuk membersihkan sirkulasi darah, dan menstabilkan darah

11
tinggi.

5 Pepaya Mengandung vitamin A, B, C. Jika mangga dicampur dengan

papaya dapat mengurangi pembengkakan dan peradangan

8 Sirsak Mengandung air dan karbohidrat (glukosa dan fruktosa),

vitamin C, P, Ca, K, dan serat pangan. Berkhasiat mengatasi

asam urat, nyeri pada sendi pada pinggang, pinggul, dan

membantu pembentukkan massa tulang.

9 Tomat Mengandung provitamin A, B1, C, dan asam sitrat, serat,

likopen. Berkhasiat mengobati arthritis (radang sendi),

membersihkan darah dan hati

(Isselbacher, et all., 1998)

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun progresif yang di tandai

dengan peradangan membran persendian. Autoimun merupakan gangguan pada

sistem imun yang menyebabkan kekebalan tubuh justru menyerang jaringan

tubuh sendiri. Penyebab rematoid arthritis belum diketahui, namun di lihat dari

patofisiologinya disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan diduga

timbulnya penyakit ini. Faktor infeksi sebagai penyebab artritis rheumatoid

patogenesisnya dimulai dengan terdapatnya suatu antigen yang berada pada

membran sinovial.

Adapun pengobatan yang di anjurkan yaitu : Obat Anti Inflamasi Non Steroid

(OAINS), Golongan DMARD (disease modifying antirematic drugs), NSAIDs

(Non-steroid antiinflammatory drugs), metotreksat, leflunomid,

hidroksiklorokuin, sulfazalazin, kortikosteroid, agen biologis (etanercept,

infliximab, adalimumab, anakinra).

B. Saran

Arthritis rheumatoid dapat menyerang segala usia maka penanganan penyakit

ini diupayakan secara maksimal dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan

baik melalui tenaga kesehatan, prasarana dan sarana kesehatan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Isselbacher, et all. 1998. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13,
Yogyakarta : EGC
Kee JL. 2004. Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik edisi 2. Jakarta: EGC

Maluekaa RG. 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Penerbit Pustaka


Cendekia Press

Mansjoer A. et all. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. 2000. Jakarta : Media


Aeaculapius. h.536-9.
Padip R. Patel. 1990. RADIOLOGI edisi 2. Fransisco : Penerbit buku Erlangga
Medical Series

Palande DD. 2009. Arthritis Reumatoid. http://www.medicastore.com, diakses


tanggal 9 April 2013 pukul 15.00 WIB

Price. A Sylvia, Wilson M. Lorraine. 2003. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta :


Penerbit buku kedokteran ECG

Stovitz SD, Johnson RJ. 2003. NSAID and Musculoskeletal Treatmen. The
Physician and Sport Medicine Vol 31 N0 1 January 2003

Tanpa nama. 2010. Yang Perlu Anda Ketahui Mengenai Penyakit Rematik.
http://majalahkesehatan.com/yang-perlu-anda-ketahui-mengenai-penyakit-
rematik/, diakses tanggal 9 April 2013 pukul 15.00 WIB

14

Anda mungkin juga menyukai