Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HAEMORAGIC FEVER

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh:
Septo Kristiana (I4B018104)

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam
mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan manifestasi perdarahan seperti
uji tourniquet (rumple lead) positif, bintik-bintik merah di kulit (petekie), mimisan, gusi
berdarah dan lain sebagainya. Sampai saat penyakit Arbovirus, khususnya DBD ini masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi.
Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan
kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan hidup
masyarakat.
Dampak ekonomi langsung adalah biaya pengobatan yang cukup mahal, sedangkan
dampak tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja dan biaya lain yang dikeluarkan selain
pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan di rumah sakit. Faktor-
faktor yang berperan terhadap peningkatan kasus DBD antara lain kepadatan vektor,
kepadatan penduduk yang terus meningkat sejalan dengan pembangunan kawasan
pemukiman, urbanisasi yang tidak terkendali, meningkatnya sarana transportasi (darat, laut
dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar terhadap kebersihan lingkungan, serta
perubahan iklim (climate change).
Pengendalian penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) telah diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah dan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang
perubahan atas lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/ MENKES/SK/1992,
dimana menitikberatkan pada upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) selain penatalaksanaan penderita DBD dengan memperkuat kapasitas
pelayanan kesehatan dan sumber daya, memperkuat surveilans epidemiologi dan optimalisasi
kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD. Manajemen pengendalian
vektor secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
374/MENKES/PER/III/2010 tentang Pengendalian Vektor.
Mengingat obat dan untuk mencegah virus Dengue hingga saat ini belum tersedia, maka
cara utama yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah dengan pengendalian vektor penular
(Aedes aegypti). Pengendalian vektor ini dapat dilakukan dengan pelaksanaan kegiatan PSN
3M Plus.
Upaya pemberdayaan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan PSN 3M Plus
(menguras, menutup tempat penampungan air dan mendaur-ulang / memanfaat kembali
barang-barang bekas) serta ditambah (Plus) seperti : menaburkan larvasida pembasmi
jentik, memelihara ikan pemakan jentik, mengganti air dalam pot/vas bunga dan lain-lain.
Upaya ini melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait melalui wadah Kelompok Kerja
Operasional Demam Berdarah Dengue (Pokjanal DBD) dan kegiatan Juru Pemantau Jentik
(Jumantik). Olehkarena itu untuk meningkatkan keberhasilan pengendalian
DBD dan mencegah terjadinya peningkatan kasus atau KLB, maka diperlukan adanya Juru
Pemantau Jentik (Jumantik) dalam melakukan pengawasan dan penyuluhan kepada
masyarakat agar melakukan PSN dengan 3M plus.

B. PENGERTIAN
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang
tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri
otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam dan ditandai dengan adanya
demam 5-7 hari dan tidak atau disertai perdarahan atau renjatan, sehingga dapat
meimbulkan kematian jika tidak ditanggulangi sedini mungkin.

C. ETIOLOGI
Virus Dengue tergolong dalam family Flavivirida dan di kenal dengan 4 type. Ke-
4 type tersebut ditularkan melalui vector nyamuk seperti Aedes Aegypti, Aedes
Albopictus, Aedes polines siensis dan beberapa species lainnya. Virus dengan jenis
Arbovirus dan virus berbentuk batang, bersifat termolabil dan stabil pada suhu 70 0C.
D. PATOFISIOLOGI
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah
virernia yang menyebabkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekia),
hipertermi dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran limfe (spleromegali),
peningkatan permiabilitas dinding kafiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma,
terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta effuse plevro dan renjatan
syok.
Haemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit lebih dari 20 % menunjukkan
atau mengakibatkan adanya kebocoran plasma (perembesan) plasma (plasma kakage)
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma.
Tingginya nilai hematokrit penderita DHF disebabkan karena :
1. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstraselular melalui kafiler yang rusak dengan
mengakibatkan menurunnya plasma dan meningkatnya nilai hemotokrit bersamaan
dengan menghilangnya plasma melalui endotekal dinding pembuluh darah.
2. Adanya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu dalam rongga peritoneum
pleura pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infuse.
E. TANDA DAN GEJALA
1. Demam tinggi, hingga 40 derajat C
2. Sakit kepala parah
3. Nyeri pada retro-orbital (bagian belakang mata)
4. Nyeri otot dan sendi parah
5. Mual dan muntah
6. Ruam
Ruam mungkin muncul di seluruh tubuh 3 sampai 4 hari setelah demam,
kemudian berkurang setelah 1 hingga 2 hari. Anda mungkin mengalami ruam
kedua beberapa hari kemudian.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan Laboratorium didapat :
 Haemokonsentrasi (Hematokrit meningkat 20 % atau lebih)
1. Trombositoperia (100.000 / mm3 atau kurang)
2. HB meningkat > 20 %
3. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan hypoproteinemia dan hipokloremia
4. Lekosit
5. Serologi : uji HI (Hemaglurination inhibita Test)
6. Pada pemeriksaan USG didapat Hepatomegali dan splenomegali
7. Rongent Thorax terdapat Effusi pleura
8. Uji Torniquet (+)
Cara melakukan Uji Torniquet
- Pasang manset pada lengan atas, ukur tekanan darah, tentukan systole dan
diastole. Usahakan menetap selama percobaan. Selanjutnya hasil systole dan
S +D
diastole dijumlahkan, kemudian dibagi 2 ( 2 ) =X
- Pompa manset sampai tekanan X tahan selama 5 menit
- Perhatikan adanya bintik-bintik merah pada kulit di tengan bawah bagian media
pada ½ bagian proximal
- Hasil uji tourniquet positif bila pada 7,84 Cm2 didapat lebih dari 20 bintik
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi oleh
virus Dengue (Azis Alimul, 2006: 125)
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses patologis (viremia).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
ditandai dengan kelelahan dan kelemahan
H. PENGKAJIAN
1. Suhu tubuh meningkat tiba-tiba / demam tinggi selama 2-7 hari
2. Terjadi perarahan di bawah kulit seperti peteki, ekimosis, hematoma
3. Epiktasis, hematemesis, melena dan hematuria
4. Muntah, mual tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen dan ulu hati
6. Sakit kepala
7. Pembengkakan sekitar mata
8. Pembesaran hati, limfe dan kelenjar getah bening
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, nadi cepat dan lemah)

I. FOKUS INTERVENSI
Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang dapattimbul pada
klien dengan DHF adalah
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi oleh
virus Dengue (Azis Alimul, 2006: 125)
Rencana tindakan:
a. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyebab demam atau
peningkatan suhu tubuh. Rasional: supaya pasien dan keluarga menjadi paham
tentang demam
b. Anjurkan pasien untuk banyak minum 2-3 liter/hari, Rasional: agar cairan
pasien yang hilang tetap terjaga dan tercukupi cairan tubuh nya
c. Berikan pasien kompres hangat, Rasional: agar dapat menurunkan demam
d. Kajian saat tubuh pasien demam, Rasional : untuk memantau suhu tubuh pasien
dan perencanaan tindakan selajutnya
e. Obrservasi vital sign tiap 3 jam sekali, Rasional: untuk tetap terjaga dengan
batas normal suhu tubuh pasien
f. Kolaborasi pemberian antiperetik, Rasional: menurunkan suhu tubuh pasien

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
Rencana tindakan:
a. mengkaji pola kebutuhan nutrisi pasien dan menimbang berat badan, Rasional:
untuk mengetahui status gizi pasien dan masalah nya.
b. mengkaji frekuensi mual muntah yang di rasakan pasien, Rasional: untuk
menetapkan cara mengatasi mual dan muntah
c. memberikan makanan sedikit tapi sering, usahakan dalam keadaan hangat,
Rasional: mencegah mual dan muntah
d. mencatat porsi makanan klien yang di makan tiap hari, Rasional: untuk
mengetahui kecukupan nutrisi pasien tiap hari.
e. jika pemberian makanan peroral gagal, kolaborasi pemberian makanan
parentera, Rasional: memenuhi nutrisi pasien jika peroral gagal
f. kolaborasi pemberian antiemetic dan antasida, Rasional: mengurangi mual
muntah dann melindungi lambung dari peningkatan asam lambung,

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses patologis (viremia).


Rencana tindakan:
a. mengkaji nyeri pasien dengan PQRST, Rasional: untuk menentukan jenis skala
dan tempat terasa nyari
b. mengkaji factor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri,
Rasional: sebagai salah satu untuk memberikan tindakan atau asuhan keperawatan
sesuai respon pasien
c. memberikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruang terang dan tenang,
Rasional: membantu pasien rilex dan mengurangi nyeri.
d. biarkan pasien melakukan aktivitas yang di sukai dan alih perhatian pasien
pada hal lain, Rasional: beraktifitas sesuai kesenangan dapat mengaliohkan rasa
nyeri

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen


ditandai dengan kelelahan dan kelemahan
Rencana tindakan;
a. kaji kemampuan pasien dalam beraktifitas, Rasional: melihat kemampuan
perubahan yang dapat di lakukan pasien
b. monitor tanda-tanda vital, Rasional: untuk keadaan pasien dalam batas normal
c. berikan lingkungan yang tenang, Rasional: agar pasien dapat istirahat dengan
maksimal
d. prioritaskan asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat, Rasional:
memaksimalkan istirahat yang cukup bagi pasien
e. berikan bantuan ketika pasien beraktifitas, Rasional: untuk membantu dan
memudahkan pasien dalam beraktifitas.
J. DAFTAR PUSTAKA

Perry, potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC: Jakarta.


Doenges, Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses
Penyakit, Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H., Wulansari,
p., Mahanani, D. A.,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi 7.
Vol. 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai