SIDANG TERBUKA
SENAT POLTEKKES TANJUNGKARANG
ORASI ILMIAH
BANDAR LAMPUNG
16 APRIL 2019
1
Alhamdulillah segala puja dan puji syukur saya panjatkan kepada Allah
SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya kepada kita semua yang
hadir pada acara ini dalam keadaan sehat wal’afiat.
Sungguh suatu penghormatan dan penghargaan yang sangat besar bagi
saya karena Bapak Direktur dan Panitia Dies Natalis ke-18 Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Tanjungkarang mempercayakan kepada saya untuk
menyampaikan orasi ilmiah yang baru pertama kali dilaksanakan pada hari ini,
Selasa tanggal 16 April 2019, sehingga ini menjadi catatan sejarah baik bagi
Poltekkes Tanjungkarang maupun bagi saya pribadi. Semoga kegiatan seperti ini
dapat dilaksanakan setiap tahun dilingkungan kita agar dapat memotivasi para
dosen, terutama para dosen muda agar mempunyai keinginan untuk menempuh
pendidikan sampai jenjang yang tertinggi (S3). Untuk itu, dengan segala
kerendahan hati dan dengan segala keterbatasan kemampuan saya, maka izinkan
saya menyampaikan orasi ilmiah ini dengan judul:
PENDAHULUAN
Chaikitkaew et al. 2015; Nurliyana et al. 2015; Suksong et al. 2016; Amelia JR et
al. 2017)
Biogas merupakan salah satu jenis energi yang dapat dihasilkan dari
proses fermentasi bahan organik. Bahan organik basah dengan kadar air 40-95%
dan kandungan lignin yang rendah umumnya cocok untuk bahan baku fermentasi
(Kumar et al. 2013). TKKS merupakan limbah padat yang memiliki kandungan
zat organik karbon sebesar 419,7 ± 14,2 kg/ton berat kering dan nitrogen sebesar
6,64 ± 0,05 kg/ton berat kering (Nurliyana et al. 2015). Kadar air TKKS antara
60-70% (Saelor et al. 2017) dan kandungan lignin yang cukup tinggi, yaitu
31,68% berat kering (Sudiyani et al. 2013). Terlepas dari kandungan lignin yang
tinggi, TKKS memiliki potensi yang tinggi untuk bahan baku produksi biogas.
Fermentasi campuran TKKS dengan LCPKS dapat menghasilkan biogas, kompos
dan leachet yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair (Amelia JR et al.
2017). Secara konvensional limbah TKKS pada umumnya banyak dimanfaatkan
sebagai mulsa dan pembuatan pupuk kompos untuk perkebunan kelapa sawit.
Setiap ton TKKS mengandung unsur hara berupa N, P, K, dan Mg, tetapi proses
pemanfaatan TKKS tersebut kurang menguntungkan karena proses degradasi
berjalan sangat lambat jika dijadikan mulsa.
Tingginya kandungan lignin pada TKKS menyebabkan perlunya perlakuan
awal (pre-treatment), baik secara fisik maupun secara kimia sebelum
dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas. Chaikitkaew et al. (2015) telah meneliti
beberapa bahan organik dari industri kelapa sawit, diantaranya adalah TKKS yang
dikeringkan pada suhu 95oC selama 48 jam sebagai bahan baku biogas
menggunakan aktifator limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Hasil penelitian
menunjukkan campuran TKKS dan LCPKS dengan perbandingan inokulum dan
substrat (I/S) 1:2 yang di inkubasi pada suhu 37 oC selama 45 hari menghasilkan
gas metana tertinggi dengan produksi 55 m3 CH4/ton. O-Thong et al. (2012)
melaporkan TKKS yang diperlakukan awal dengan penambahan 1% (b/b) NaOH
dan dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 230oC, kemudian dicampur LCPKS
dengan perbandingan (I/S) 1:6,8 dapat menghasilkan gas metana yang maksimum
yaitu 82,7 m3 CH4/ton. Sudiyani et al. (2013) melaporkan perlakuan awal TKKS
dengan NaOH 10% dapat menurunkan lignin dari kadar 31,68% menjadi 11,02%,
4
telah digunakan produksi etanol, briket, pembangkit energi panas dan listrik,
produksi papan partikel serta produksi pulp dan kertas merupakan produksi yang
membutuhkan teknologi yang lebih rumit dan membutuhkan energi yang lebih
besar, karena pada masing-masing proses produksi ada proses perebusan (steam),
pengeringan atau pembakaran yang membutuhkan peralatan khusus, sehingga
tidak dapat dilaksanakan/diterapkan dalam skala kecil atau sederhana oleh
masyarakat umumnya. Proses produksi kompos adalah teknologi yang paling
sederhana diikuti dengan produksi metana. Kedua proses tersebut dapat
diaplikasikan atau dikerjakan oleh individu (masyarakat) dengan mendapatkan
pelatihan singkat.
Sistem pengelolaan TKKS secara terpadu merupakan teknologi yang tidak
rumit, karena tidak banyak menggunakan peralatan dan peralatan yang digunakan
juga mudah untuk dioperasionalkan dan tidak membutuhkan energi yang besar.
Hasil perhitungan konsumsi energi yang diperlukan untuk mengolah setiap ton
TKKS pada sistem terpadu diawali dengan proses budidaya jamur dan dilanjutkan
dengan produksi biogas yang menghasilkan produk samping (residu) yang berupa
pupuk kompos dan organik cair disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Konsumsi energi dari tiap pengolahan 1 Ton TKKS
Penggunaan Jumlah energi
Peralatan Daya Keterangan )*
(jam) (MJ)
Pompa air 500 watt 1 64,80
Pompa Sirkulasi 200 watt 1 25,92 1kWh = 3,6 MJ
Humidifier 250 watt 2 16,20
Konsumsi solar = 1 l/jam
Crusher kompos 20 pk 0,6 21,60
1 l Solar = 36,0 MJ
9 kg LPG =7,25m3 Biogas
Steam - 4 94,25
1 m3 Biogas = 22,1 MJ
Konsumsi energi total = 222,77
Sumber : )* Wibawa U (2017)
terdapat pada kompos dan dapat mengganggu ekologi air tawar dan daratan
(ekotoksisitas). ekotoksisitas pada produksi kompos lebih tinggi dibandingkan
dengan proses produksi metana dan briket, karena adanya zat-zat yang tidak
diharapkan terdapat dalam kandungan kompos. Selaian kandungan element (C, N,
P, K, Ca, S, Mg) yang bermanfaat, produk kompos juga mengandung logam berat
(Mn, Zn, Cu, Cr, Pb dan Cd) dalam jumlah yang kecil (trace elements), sehingga
jika pengolahan dan penggunaannya tidak sesuai dengan aturan dapat mencemari
lingkungan air tawar dan tanah (Baharudin et al. 2009)
Produksi metana dan produksi briket merupakan teknologi berkinerja
terbaik. Produksi metana dari TKKS memiliki dampak yang sangat tinggi pada
eutrofikasi dibandingkan dengan teknologi daur ulang lainnya. Eutrofikasi
merupakan proses dimana suatu tumbuhan, tumbuh sangat cepat dibandingkan
pertumbuhan yang normal (blooming). Hal ini disebabkan pada produksi metana
dihasilkan produk samping yang berupa kompos dan limbah (effluent) yang kaya
dengan kandungan C, N, P dan K. Akan tetapi jika limbah cair tersebut diolah dan
dikelola dengan baik, dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair.
Composting memiliki dampak yang paling kecil terhadap pemanasan
global, diikuti oleh produksi briket, produksi papan partikel, pembangkit energi
panas dan listrik, produksi metana, produksi etanol dan produksi pulp dan kertas.
Untuk dampak kategori gas rumah kaca (GRK), produksi pulp dan kertas
memiliki nilai dampak yang paling tinggi dengan emisi 361,8 kgCO 2e, dan diikuti
dengan produksi etanol 159,6 kgCO2e, produksi metana 108,6 kgCO2e,
pembangkit energi panas dan listrik 100,0 kgCO2e, produksi papan partikel 61,2
kgCO2e, produksi briket 43,7 kgCO2e dan composting 22,2 kg CO2e.
Tabel 3 Dampak produksi satu ton TKKS terhadap GRK (kgCO2e)
Teknologi Pembangkit Produksi Produksi Produksi
Produksi Produksi Produksi Produksi
Pemanfaatan Energi Panas Papan Pulp & Terpadu
Ehanol Metana Brikket Kompos
TKKS dan Listrik Partikel Kertas (Penelitian)
Dampak GRK 159,6 a) 180,6 a) 43,7 a) 100,0 a) 22,2 a) 61,2 a) 361,8a) 22,2
Sumber : Chiew dan Shimada (2013)
kaca (GRK) sebesar 436,02 kgCO2e. Kontribusi tersebut sangat basar dan paling
tinggi dibandingkan dengan teknologi pengolahan TKKS lainnya (Tabel 4).
Tabel 4 Dampak produksi satu ton TKKS terhadap reduksi GRK (kgCO2e)
Teknologi Pembangkit Produksi Produksi Produksi
Produksi Produksi Produksi Produksi
Pemanfaatan Energi Panas Papan Pulp & Terpadu
Ehanol Metana Brikket Kompos
TKKS dan Listrik Partikel Kertas (Penelitian)
Reduksi GRK 39,9 a) 154,6 a) 19,2 a) 218,6 a) 176,5 a) 0,5 a) 2,9 a) 436,02
a)
Sumber : Chiew dan Shimada (2013)
Hasil analisis kelayakan dengan umur ekonomi 10 tahun dan tingkat suku
bunga deposito sebesar 6,10% menunjukkan usaha terpadu pengelolaan TKKS
dengan biaya investasi Rp. 474.595.000,- akan memberikan keuntungan dengan
nilai NPV Rp. 1.334.468.908,- sehingga usaha tersebut layak dan menguntungkan
untuk dilaksanakan dengan nilai IRR lebih tinggi dari tingkat discount rate
(6,10%) dan nilai Net B/C lebih dari satu (2,07) dengan waktu yang dibutuhkan
untuk mengembalikan modal adalah 1,5 tahun.
Jenis dan jumlah material yang digunakan serta produk yang dihasilkan
pada masing-masing proses (Tabel 6) pada pengelolaan TKKS secara terpadu
produksi biogas selain dihasilkan dari proses fermentasi TKKSBJM (3,10
m3/hari), juga dihasilkan dari reaktor kotoran hewan (2,50 m3/hari), sehingga
produksi biogas yang dihasilkan adalah 5,6 m 3/hari atau 168 m3/bulan. Setiap hari
reaktor kohe ditambahkan kotoran sapi segar sebanyak satu lori (0,065 m 3).
Biogas yang dihasilkan dimanfaatkan untuk proses sterilisasi kumbung, dengan
12
kebutuhan untuk tiap kumbung dalam satu siklus adalah 10 m 3. Jika dalam satu
bulan dilakukan 5 kali proses sterilisasi, maka masih ada surplus biogas 118
m3/bulan. Kelebihan biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak dan lampu
penerangan berbahan biogas.
Tabel 6 Jenis dan jumlah material dan produk pengelolaan TKKS terpadu
Budidaya Reaktor Reaktor
Input/Output Satuan Jamur TKKSBJM Kotoran
(10 Kumbung) (kap.10x1 ton) Hewan
INPUT (Material)
TKKS kg 17.000 - -
TKKSBJM kg - 10.000 -
Air rendaman TKKS L - - 10.000
Kohe kg/hari - - 78
OUTPUT (Produk)
Jamur Merang kg 1.500 - -
TKKSBJM kg 10.000 )a - -
Residu Basah kg/bulan - 5.000 )b -
Biogas m3/hari - 3,10 2,50
Air Lindi L/bulan - - 5.000
Keterangan: Kapasitas isi TKKS perkumbung = 1.700 kg
1 kg kotoran sapi = 0,0320 m3 biogas; 1 kg TKKSBJM = 0,0186 m3 biogas
Densitas kotoran hewan = 1.200 kg/m3 (Wardhani dan Warsono 2013)
)a selama budidaya jamur merang, TKKS mengalami penyusutan ± 40%
)b Pembongkaran kompos basah/bulan 5 reaktor yang dilakukan secara bergantian
Ketersediaan bahan baku berasal dari pabrik kelapa sawit (PKS) yang
memiliki kapasitas 30 ton TBS/jam dengan waktu operasional 20 jam/hari dan 6
hari/minggu. Jika TKKS yang dihasilkan dari PKS sebanyak 23% dari TBS, maka
jumlah TKKS yang dihasilkan = 30 ton/jam x 20 jam/hari x 6 hari/minggu x 23%
= 828 ton/minggu
Atau = 3.312 ton/bulan
Sehingga jika pengelolaan TKKS ini dilakukan dengan maksimal menggunakan
sistem terpadu, maka dari 3.312 ton/bulan limbah TKKS mempunyai potensi
untuk menghasilkan jamur merang sebanyak 298,08 ton, biogas 36.896 m 3, pupuk
kompos 243,43 ton dan 3.312 m3 pupuk organik cair dengan nilai ekonomi Rp.
14.135.235.120,-
Pengelolaan TKKS secara terpadu sangat berkontribusi terhadap
lingkungan dan sosial yang dirangkum pada Gambar 2, karena dapat mereduksi :
1. Penggunaan pupuk kimia, pengelolaan limbah TKKS secara terpadu
menghasilkan pupuk organik yang lebih ramah lingkungan sebagai sistem
terpadu pengganti pupuk kimia.
2. Penggunaan bahan bakar fosil maupun bahan bakar kayu karena dapat di
subtitusi oleh biogas yang dihasilkan, sehingga dapat juga menekan biaya
produksi usaha tersebut.
3. Emisi GRK sebesar 436,02 kgCO2e untuk setiap pengelolaan satu ton TKKS
14
4. Masalah lingkungan lokal, terutama masalah bau dan sanitasi lingkungan yang
langsung bersinggungan dengan masyarakat,
5. Resistensi masyarakat khususnya terhadap usaha budidaya jamur merang
karena manfaat sosial dan ekonomi yang langsung dirasakan dan umumnya
adalah kegiatan industri PKS sebagai penghasil limbah TKKS yang dapat
dikelola untuk usaha produktif.
mencapai 138 ton/hari (828 ton/minggu) atau 3.312 ton/bulan (PKS berkapasitas
produksi 30 TBS/hari), tidak akan habis dikelola oleh satu unit pengolahan TKKS
terpadu (kapasitas 10 kumbung jamur) yang hanya menghabiskan 17 ton TKKS
per siklus (1 siklus = 1,5 bulan), sehingga diperlukan unit-unit pengolahan TKKS
terpadu lainnya agar dapat mereduksi timbulan TKKS di pabrik.
Konsep pelaksanaan CSR oleh PKS dapat dimulai dengan cara bertahap
sebagai berikut:
1. Bekerjasama dengan petani budidaya jamur merang yang sudah ada dan
membantu mengembangkan usaha budidaya jamur merang dengan media
TKKS.
2. Melengkapi usaha budidaya jamur merang yang ada dengan unit pengolahan
limbah cair dan limbah padat menggunakan sistem fermentasi untuk
menangkap dan memanfaatkan biogas serta mereduksi bau disekitar usaha
budidaya jamur merang, sehingga terbentuk usaha pemanfaatan TKKS secara
terpadu dengan kegiatan budidaya jamur merang dan produksi biogas yang
akan menambah nilai ekonomi, karena dihasilkannya produk samping yang
bermanfaat berupa pupuk kompos dan pupuk organik cair.
3. Bekerjasama dengan petani budidaya jamur merang yang sudah berjalan untuk
memberikan pelatihan cara budidaya jamur merang kepada masyarakat yang
berminat dan ada disekitar lingkungan PKS.
4. Memberikan bantuan kepada masyarakat yang telah diberikan pelatihan untuk
membuka usaha budidaya jamur merang secara berkelompok
5. Membantu pengolahan dan pemasaran pasca panen jamur merang, karena
jamur merang segar tidak tahan lama, sehingga harus segera dipasarkan, dan
6. Setelah semua kegiatan tersebut dilaksanakan, maka untuk mengantisipasi
produk jamur yang tidak habis dijual dalam kondisi segar, perusahaan juga
perlu membantu atau membina teknologi pengolahan jamur merang menjadi
produk makanan olahan, seperti keripik, tepung dan produk jamur lainnya.
RENCANA KEDEPAN
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini ijinkan saya mengucapkan terima kasih secara khusus
kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tanjungkarang
Bapak Warjidin Aliyanto, SKM, M.Kes. yang telah memberikan izin dan
kepercayaan kepada saya untuk melanjutkan Studi ke Program Doktor di Institut
Pertanian Bogor dan Alhamdulillah kepercayaan yang telah Bapak berikan sudah
saya laksanakan penuh tanggungjawab dengan menyelesaikan program Doktor
pada tanggal 30 Januari 2019 melalui Sidang Promosi dan pada hari ini saya
diberikan kehormatan yang luar biasa dengan melakukan orasi ilmiah didepan
Senat dan Civitas Akademika Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Tanjungkarang.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan
kepada Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.Eng, Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc.St
dan Prof. Dr. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku komisi pembimbing dalam
menyelesaikan Program Doktor di IPB.
Terimakasih Kepada Badan Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI atas bantuan biaya pendidikan 2014-2017
yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Nieves DC, Karimi K, Horváth IS. 2011. Improvement of biogas production from
oil palm empty fruit bunches (OPEFB). Industrial Crops and Products 34
(1097–1101). journal home page:www.elsevier.com/locate/indcrop.
Nurliyana MY, H’ng PS, Rasmina H, Kalsom MSU, Chin KL, Lee SH, Lum WC,
Khoo GD, 2015. Effect of C/N ratio in metana productivity and
biodegradablility during facultative co-digestion of palm oil mill effluent
and empty fruit bunch. Industrial Crops and Products 76 (409-415).
http://www. sciencedirect.com/ science/article/pii/S092666901530056X.
Nutongkaew T, Duangsuwan W, Prasertsan S, Prasertsan P. 2014. Effect of
inoculum size on production of compost and enzymes from palm oil mill
biogas sludge mixed with shredded palm empty fruit bunches and decanter
cake. Songklanakarin Journal of Science and Technology. 36 (3), 275-281,
May - Jun.
O-Thong S, Boe K, Angelidak I. 2012. Thermophilic anaerobic co-digestion of oil
palm empty fruit bunches with palm oil mill effluent for efficient biogas
production. Applied Energi 93 (648-654). http://www.sciencedirect.com/
science/article/pii/S0306261911008981
Pilat P, Patsch M, Jandacka J. 2012. Analysis of problems with dry fermentation
process for biogas production. EPJ web of conferences. 25 (01075) 1-5.
Doi: 10.1051/epjconf/201225010.075.
Putra HP, Hakim L, Yuriandala Y, Anggraini D. 2013. Studi kualitas briket dari
tandan kosong kelapa sawit dengan perekat limbah nasi. Jurnal Sains dan
Teknologi Lingkungan. 5 (1) (27-35).
Rahmasita ME, Farid M, Ardhyananta H. 2017. Analisa morfologi serat tandan
kosong kelapa sawit sebagai bahan penguat komposit absorpsi suara.
Jurnal Teknik ITS, 6(2).
Ratnasari N, Nurmiati, Periadnadi. 2015. Produksi dan uji aktivitas enzim jamur
merang (volvariella volvacea) pada media optimasi jerami-sagu dengan
penambahan beberapa dosis dolomit. Jurnal of Natural Science 4(3) :268-
279.
Riduwan M, Hariyono D, Nawawi M. 2013. Pertumbuhan dan hasil jamur merang
(volvariella volvacea) pada berbagai sistem penebaran bibit dan ketebalan
medi. Jurnal Produksi Tanaman 1 (70-79).
Saelor S, Kongjan P, O-Thong S. 2017. Biogas production from anaerobic co-
digestion of palm oil mill effluent and empty fruit bunches. Energi
Procedia 138 (717–722). https://doi.org/10.1016/j. egypro.2017.10.206.
Santoso AD, Suwedi N, Pratama RA, Susanto JP. 2017. Energi Terbarukan Dan
Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Dari Palm Oil Mill Effluent. Jurnal
Teknologi Lingkungan. 18 (1) 88-95
Srebotnik E, Jensen KA, Hammel KE. 1994. Sciences fungal degradation of
recalcitrant nonphenolic lignin structures without lignin peroxidise.
Agricultural Science Proc. Natl. Acad. Sci. USA 91 (12794-12797).
22
CURRICULUM VITAE
V. Penghargaan
- Dosen Berprestasi Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang Tahun 2010
- Satya Lencana Karya Satya 10 Tahun Republik Indonesia 2010