Anda di halaman 1dari 34

SIDANG TERBUKA

SENAT POLTEKKES TANJUNGKARANG

ORASI ILMIAH

Dr. AGUS PURNOMO, S.Si. MKM.

MENDAYAGUNAKAN LIMBAH PADAT


PABRIK KELAPA SAWIT UNTUK MENDUKUNG PROGRAM
KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI NASIONAL

16 APRIL 2019
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi dan salam
sejahtera.
Yang saya hormati,
1. Direktur/Ketua Senat Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Tanjungkarang
2. Anggota Senat Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tanjungkarang
3. Pimpinan Jurusan dan Unit di Lingkungan Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Tanjungkarang
4. Para dosen, karyawan, dan mahasiswa serta Bapak/Ibu hadirin sekalian.

Alhamdulillah segala puja dan puji syukur saya panjatkan kepada Allah
SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya kepada kita semua yang
hadir pada acara ini dalam keadaan sehat wal’afiat.
Sungguh suatu penghormatan dan penghargaan yang sangat besar bagi
saya karena Bapak Direktur dan Panitia Dies Natalis ke-16 Kesehatan
Kementerian Kesehatan Tanjungkarang mempercayakan kepada saya untuk
menyampaikan orasi ilmiah. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, ijinkan
saya menyampaikan orasi ilmiah ini dengan judul :

Mendayagunakan Limbah Padat Pabrik Kelapa Sawit Untuk Mendukung


Program Ketahanan Pangan Dan Energi Nasional

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara produsen minyak kelapa sawit (CPO)


terbesar di dunia. Seiring dengan terus meningkatnya kebutuhan minyak kelapa
sawit diseluruh dunia, industri kelapa sawit juga terus meningkat. 85-90%
kebutuhan minyak sawit di dunia dipenuhi oleh Indonesia dan Malaysia (Choong
et al. 2015). Dalam kurun waktu 5 tahun area perkebunan kelapa sawit Indonesia
telah berkembang sebesar 28,63%, dari 9,57 juta hektar di tahun 2012 dan
diperkirakan menjadi 12,31 juta hektar di tahun 2017 (Dirjen Perkebunan
Indonesia 2016).
Seiring dengan terus meningkatnya produksi kelapa sawit maka muncul
permasalahan berupa peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan, terutama
limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang merupakan limbah padat paling
banyak dihasilkan oleh industri kelapa sawit yaitu 23% dari total tandan buah
segar (TBS) yang diolah (O-Thong et al. 2012). Kandungan CPO terhadap TBS
mencapai 24% dan prosentasi TKKS terhadap TBS adalah 21% (Wijono 2014).
Beberapa upaya pengelolaan limbah TKKS telah diteliti dengan
memanfaatkannya sebagai bahan baku produksi bioethanol (Yano et al. 2009;
Piarpuzan et al. 2011; Millati et al. 2011; Sudiyani et al. 2013), bahan baku
pembuatan briket (Nasrin et al. 2008), bahan baku pembuatan pupuk kompos
(Baharuddin et al. 2011; Nutongkaew et al. 2014), bahan baku pembuatan papan
partikel (Ridzuan et al. 2002; Ibrahim 2003), bahan baku PLTU Biomasa (Wijono
2014; Haryanti et al. 2014), bahan baku pembuatan pulp dan kertas (Gonzalo et
al. 2007; Syamsu et al. 2014) dan bahan baku produksi biogas (Nieves et al.
2011; Chaikitkaew et al. 2015; Nurliyana et al. 2015; Suksong et al. 2016;
Amelia JR et al. 2017)
Biogas merupakan salah satu jenis energi yang dapat dihasilkan dari
proses fermentasi bahan organik. Bahan organik basah dengan kadar air 40-95%
dan kandungan lignin yang rendah umumnya cocok untuk bahan baku fermentasi
(Kumar et al. 2013). TKKS merupakan limbah padat yang memiliki kandungan
zat organik karbon sebesar 419,7 ± 14,2 kg/ton berat kering dan nitrogen sebesar
6,64 ± 0,05 kg/ton berat kering (Nurliyana et al. 2015). Kadar air TKKS antara
60-70% (Saelor et al. 2017) dan kandungan lignin yang cukup tinggi, yaitu
31,68% berat kering (Sudiyani et al. 2013). Terlepas dari kandungan lignin yang
tinggi, TKKS memiliki potensi yang tinggi untuk bahan baku produksi biogas.
Fermentasi campuran TKKS dengan LCPKS dapat menghasilkan biogas, kompos
dan leachet yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair (Amelia JR et al.
2017). Secara konvensional limbah TKKS pada umumnya banyak dimanfaatkan
sebagai mulsa dan pembuatan pupuk kompos untuk perkebunan kelapa sawit.
Setiap ton TKKS mengandung unsur hara berupa N, P, K, dan Mg, tetapi proses
pemanfaatan TKKS tersebut kurang menguntungkan karena proses degradasi
berjalan sangat lambat jika dijadikan mulsa.
Tingginya kandungan lignin pada TKKS menyebabkan perlunya perlakuan
awal (pre-treatment), baik secara fisik maupun secara kimia sebelum
dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas. Chaikitkaew et al. (2015) telah meneliti
beberapa bahan organik dari industri kelapa sawit, diantaranya adalah TKKS yang
dikeringkan pada suhu 95oC selama 48 jam sebagai bahan baku biogas
menggunakan aktifator limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Hasil penelitian
menunjukkan campuran TKKS dan LCPKS dengan perbandingan inokulum dan
substrat (I/S) 1:2 yang di inkubasi pada suhu 37oC selama 45 hari menghasilkan
gas metana tertinggi dengan produksi 55 m3 CH4/ton. O-Thong et al. (2012)
melaporkan TKKS yang diperlakukan awal dengan penambahan 1% (b/b) NaOH
dan dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 230oC, kemudian dicampur LCPKS
dengan perbandingan (I/S) 1:6,8 dapat menghasilkan gas metana yang maksimum
yaitu 82,7 m3 CH4/ton. Sudiyani et al. (2013) melaporkan perlakuan awal TKKS
dengan NaOH 10% dapat menurunkan lignin dari kadar 31,68% menjadi 11,02%,
hemisellulosa dari kadar 14,62% menjadi 5,69% dan meningkatkan kandungan
sellulosa dari 37,26% menjadi 68,86%.
Pemanfaatan TKKS oleh masyarakat telah dilakukan sebagai media tanam
budidaya jamur merang dengan satu siklus selama 1,5 bulan. Pasca budidaya
jamur merang tersebut dihasilkan limbah padat TKKS bekas media budidaya
jamur merang (TKKSBJM) yang teksturnya lebih lunak dibandingkan tekstur
TKKS. Selama ini limbah TKKSBJM tersebut tidak dikelola dan hanya ditumpuk
saja, sehingga menimbulkan bau dan mengurangi estetika lingkungan sekitarnya.
Sebagian kecil TKKSBJM ada yang dimanfaatkan oleh petani sebagai mulsa
dilahan pertanian palawija.
Berdasarkan beberapa referensi tersebut TKKS mempunyai potensi
ekonomi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku media
budidaya jamur, produksi biogas (energy terbarukan), pupuk kompos dan pupuk
organik cair, dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan energi nasional.
Kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) pengelolaan energi
terbarukan berbasis masyarakat memiliki banyak manfaat. Dengan membuka
kesempatan bagi partisipasi lokal dan pengembangan kapasitas lokal sehingga
menambah penghasilan dan menciptakan lapangan pekerjaan (Purwanto 2018)

sehingga pada penelitian ini dilakukan pengembangan pengelolaan limbah


TKKS yang dilakukan secara terpadu, diawali dengan pemanfaatan TKKS sebagai
media budidaya jamur merang, dilanjutkan dengan proses fermentasi TKKSBJM.
Pada proses fermentasi diperlukan campuran bahan yang kaya nitrogen sebagai
nutrisi, seperti lumpur aktif, kotoran sapi, kotoran ayam dan sisa makanan
(Naomichi dan Yutaka 2007).
Pemanfaatan TKKSBJM sebagai bahan baku diharapkan lebih mudah
terdegradasi dari pada TKKS, karena beberapa referensi menyatakan pemanfaatan
langsung TKKS sebagai bahan baku produksi biogas terkendala dengan tingginya
kandungan lignin pada TKKS, sehingga memerlukan perlakuan awal (pre
treatment) secara fisika, kimia dan biologi. Pemanfaatan TKKS sebagai media
budidaya jamur merang pada awal penelitian diharapkan dapat merubah
komposisi lignoselulosa dengan menurunkan kandungan lignin pada TKKSBJM.
Pemanfaatan TKKS sebagai media tanam budidaya jamur merang merupakan
salah satu teknik perlakuan awal TKKS secara alami (biologi) yang ramah
lingkungan, sehingga diharapkan dapat mempermudah proses fermentasi dan
mempercepat proses metanogenesis untuk menghasilkan gas metana (CH4).
Pada proses fermentasi diperlukan inokulum sebagai aktifator (fermentasi
campuran), dalam penelitian ini digunakan kotoran sapi yang diencerkan.
Fermentasi campuran adalah teknologi pengolahan limbah padat dan cair yang
dilakukan secara bersamaan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi biogas
(Saelor et al. 2017), dengan cara mengontrol rasio C/N (Jha et al. 2011; Dioha et
al. 2013), meningkatkan efisiensi, keseimbangan nutrient dan meminimalisasi
efek senyawa toksik pada proses fermentasi sehingga bakteri yang ada dapat
bersinergi secara positif (Choong et al. 2015; Saelor et al. 2017; Jha et al. 2011).
Penelitian pemanfaatan TKKS sebagai media budidaya jamur merang
yang dilanjutkan dengan proses fermentasi menggunakan campuran TKKSBJM
dengan kotoran sapi yang dilarutkan (pengelolaan dengan sistem terpadu) belum
pernah dilakukan oleh peneliti lain, sehingga untuk mendapatkan informasi yang
lengkap pada penelitian ini dilakukan analisis secara holistik, dengan
memperhatikan aspek teknis, lingkungan, sosial dan ekonomi.

Sistem Pengolahan Limbah TKKS Secara Terpadu


Konsep pengelolaan limbah TKKS secara terpadu adalah pemanfaatan
TKKS yang berasal dari pabrik kelapa sawit yang tidak memiliki kebun untuk
media budidaya jamur merang, dilanjutkan dengan produksi biogas (energi
recovery) berbahan baku TKKSBJM yang diikuti dengan pengelolaan produk
sampingan dari produksi biogas, yaitu pupuk kompos dan pupuk orgaik cair.
Sehingga dalam sistem pengelolaan limbah TKKS secara terpadu tersebut dapat
mencapai konsep zero waste. Sistem pengelolaan tersebut akan menghasilkan
empat produk, yaitu jamur merang yang dapat dijadikan sebagai sumber pangan
yang bergizi, biogas yang dapat dijadikan sebagai sumber energi terbarukan,
pupuk kompos dan lindi (pupuk organik cair) yang dapat dimanfaatkan untuk
budidaya pertanian tanaman sayuran dan palawija. Sehingga sistem tersebut juga
dapat ditawarkan untuk mengatasi permasalahan di industri kelapa sawit (tanpa
kebun) dalam mengurangi volume timbulan limbah TKKS.
Pengelolaan limbah padat yang hanya terfokus pada teknologi saja tidak
akan efektif secara ekonomi dan lingkungan, sehingga diperlukan evaluasi sistem
pengelolaan limbah secara holistic (Mc Dougall et al. 2003) dan agar sistem
pengelolaam limbah TKKS terpadu dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan
memberikan manfaat terhadap masyarakat sekitarnya, maka dalam
mengimplementasikan konsep ini perlu diperhatikan juga aspek sosial, sehingga
dalam mengimplementasikan konsep ini, secara keseluruhan ada 4 aspek yang
dikaji, yaitu aspek teknik, aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek sosial.

Aspek Teknis Pengelolaan TKKS


Berbagai macam teknologi pengolahan TKKS telah dilakukan dan
dikembangkan oleh banyak peneliti untuk menghasilkan sumber energi dan
produk lainnya yang bernilai ekonomi. Tersedianya teknologi tersebut
memungkinan TKKS dapat dijadikan sebagai pengganti bahan baku yang selama
ini telah digunakan. TKKS merupakan bahan baku yang terbarukan sehingga
ketersediaannya dapat diproduksi sepanjang tahun. Dari beberapa teknologi yang
telah digunakan produksi etanol, briket, pembangkit energi panas dan listrik,
produksi papan partikel serta produksi pulp dan kertas merupakan produksi yang
membutuhkan teknologi yang lebih rumit dan membutuhkan energi yang lebih
besar, karena pada masing-masing proses produksi ada proses perebusan (steam),
pengeringan atau pembakaran yang membutuhkan peralatan khusus, sehingga
tidak dapat dilaksanakan/diterapkan dalam skala kecil atau sederhana oleh
masyarakat umumnya. Proses produksi kompos adalah teknologi yang paling
sederhana diikuti dengan produksi metana. Kedua proses tersebut dapat
diaplikasikan atau dikerjakan oleh individu (masyarakat) dengan mendapatkan
pelatihan singkat.
Sistem pengelolaan TKKS secara terpadu merupakan teknologi yang tidak
rumit, karena tidak banyak menggunakan peralatan dan peralatan yang digunakan
juga mudah untuk dioperasionalkan dan tidak membutuhkan energi yang besar.
Hasil perhitungan konsumsi energi yang diperlukan untuk mengolah setiap ton
TKKS pada sistem terpadu diawali dengan proses budidaya jamur dan dilanjutkan
dengan produksi biogas yang menghasilkan produk samping (residu) yang berupa
pupuk kompos dan organik cair disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Konsumsi energi dari tiap pengolahan 1 Ton TKKS
Penggunaan Jumlah energi
Peralatan Daya Keterangan )*
(jam) (MJ)
Pompa air 500 watt 1 64,80
Pompa Sirkulasi 200 watt 1 25,92 1kWh = 3,6 MJ
Humidifier 250 watt 2 16,20
Konsumsi solar = 1 l/jam
Crusher kompos 20 pk 0,6 21,60
1 l Solar = 36,0 MJ
9 kg LPG =7,25m3 Biogas
Steam - 4 94,25
1 m3 Biogas = 22,1 MJ
Konsumsi energi total = 222,77
Sumber : )* Wibawa U (2017)

Konsumsi energi pengelolaan TKKS secara terpadu (Tabel 1) jika


dibandingkan dengan beberapa teknologi pengelolaan TKKS yang pernah ada
ternyata lebih rendah dibandingkan dengan produksi metana tersendiri dan lebih
tinggi dibandingkan produksi brikket maupun produksi kompos saja (Tabel 2).
Tetapi pada teknik pengelolaan dengan sistem terpadu dihasilkan empat produk,
yaitu jamur merang segar, biogas, kompos dan pupuk organik cair dibandingkan
dengan produksi brikket dan kompos hanya hanya menghasilkan produk tunggal.
Tabel 2 Konsumsi energi tiap ton TKKS
Teknologi Produksi Produksi Pembangkit Produksi
Produksi Produksi Produksi Produksi
Pemanfaatan Pulp & Papan Energi Panas Terpadu
Ehanol Metana Brikket Kompos
TKKS Kertas Partikel dan Listrik (Penelitian)
Energi (MJ) 4200 a) 1300 a) 1070 a) 520 a) 360 a) 166 a) 38 a) 222,77b)
Sumber : a) Chiew dan Shimada (2013), b) hasil penelitian
Konsumsi energi teknologi pemanfaatan TKKS lainnya (Tabel 2)
menunjukkan produksi pulp dan kertas berbahan baku TKKS merupakan
teknologi pengolahan yang menghabiskan energi paling besar, yaitu ± 4,2 GJ
untuk memproses satu ton TKKS dibandingkan dengan teknologi lainnya, diikuti
proses produksi etanol yang membutuhkan energi ±1,3 GJ dan produksi papan
partikel ±1,07 GJ. Teknologi pengomposan berbahan baku TKKS merupakan
proses yang mengkonsumsi energi paling rendah dibandingkan dengan lainnya
karena hanya menggunakan mesin dan kendaraan kecil. Teknologi untuk produksi
metana, pembangkit energi panas dan listrik dan briket TKKS masing-masing
adalah 520 MJ, 360 MJ dan 166 MJ (Chiew dan Shimada 2013).
Teknologi produksi metana yang dilakukan pada penelitian merupakan
teknologi dry fermentation dengan menggunakan bahan baku TKKS bekas media
jamur (TKKSBJM), sehingga tidak diperlukan lagi proses perlakuan awal (pre
treatment) terhadap bahan baku yang berdampak langsung pada pengurangan
pemakaian energi. Seperti yang dinyatakan oleh Chiew dan Shimada (2013),
untuk memproduksi 1m3 metana berbahan baku TKKS membutuhkan energi 520
MJ/kgTKKS. Energi tersebut diperlukan untuk perlakuan awal bahan baku TKKS
melalui proses hirdotermal sebelum direndam larutan NaOH (O-Thong. 2012).
Apabila proses fermentasi menggunakan bahan baku TKKSBJM, maka tidak
diperlukan lagi proses pre treatment sehingga proses produksi metana pada
penelitian dapat menghemat energi sebesar 520 MJ/kgTKKS.

Aspek Lingkungan Pengelolaan TKKS


Dilihat dari aspek lingkungan, tanpa memperhatikan produk yang tidak
diinginkan (dihindari) dari masing-masing teknologi pengolahan TKKKS, maka
teknologi composting merupakan teknologi pengolahan TKKS yang paling ramah
lingkungan, karena memiliki nilai terendah untuk hampir semua kategori dampak,
kecuali untuk ekotoksisitas air tawar dan ekotoksisitas daratan (Chiew dan
Shomada 2013). Ekotoksisitas dari kompos adalah sifat zat racun dari zat-zat yang
terdapat pada kompos dan dapat mengganggu ekologi air tawar dan daratan
(ekotoksisitas). ekotoksisitas pada produksi kompos lebih tinggi dibandingkan
dengan proses produksi metana dan briket, karena adanya zat-zat yang tidak
diharapkan terdapat dalam kandungan kompos. Selaian kandungan element (C, N,
P, K, Ca, S, Mg) yang bermanfaat, produk kompos juga mengandung logam berat
(Mn, Zn, Cu, Cr, Pb dan Cd) dalam jumlah yang kecil (trace elements), sehingga
jika pengolahan dan penggunaannya tidak sesuai dengan aturan dapat mencemari
lingkungan air tawar dan tanah (Baharudin et al. 2009)
Produksi metana dan produksi briket merupakan teknologi berkinerja
terbaik. Produksi metana dari TKKS memiliki dampak yang sangat tinggi pada
eutrofikasi dibandingkan dengan teknologi daur ulang lainnya. Eutrofikasi
merupakan proses dimana suatu tumbuhan, tumbuh sangat cepat dibandingkan
pertumbuhan yang normal (blooming). Hal ini disebabkan pada produksi metana
dihasilkan produk samping yang berupa kompos dan limbah (effluent) yang kaya
dengan kandungan C, N, P dan K. Akan tetapi jika limbah cair tersebut diolah dan
dikelola dengan baik, dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Chiew dan Shimada (2013)
pada Tabel 3., pemanasan global merupakan kategori dampak yang paling penting
untuk membuat keputusan, kemudian secara keseluruhan didapat bahwa
composting memiliki dampak yang paling kecil terhadap lingkungan, diikuti oleh
produksi briket, produksi papan partikel, pembangkit energi panas dan listrik,
produksi metana, produksi etanol dan produksi pulp dan kertas. Untuk dampak
kategori gas rumah kaca (GRK), produksi pulp dan kertas memiliki nilai dampak
yang paling tinggi dengan emisi 361,8 kgCO2e, dan diikuti dengan produksi
etanol 159,6 kgCO2e, produksi metana 108,6 kgCO2e, pembangkit energi panas
dan listrik 100,0 kgCO2e, produksi papan partikel 61,2 kgCO2e, produksi briket
43,7 kgCO2e dan composting 22,2 kg CO2e.
Tabel 3 Dampak produksi satu ton TKKS terhadap GRK (kgCO2e)
Teknologi Produksi Produksi Produksi Pembangkit Produksi Produksi Produksi Produksi
Pemanfaatan Ehanol Metana Brikket Energi Panas Kompos Papan Pulp & Terpadu
TKKS dan Listrik Partikel Kertas (Penelitian)
Dampak GRK 159,6 a) 180,6 a) 43,7 a) 100,0 a) 22,2 a) 61,2 a) 361,8a) 22,2
Sumber : Chiew dan Shimada (2013)
Hasil analisis dan perhitungan yang disajikan pada lampiran 8 didapat
bahwa setiap pengelolaan satu ton TKKS yang dilakukan secara terpadu
berkontribusi mereduksi pemanasan global sebagai dampak dari emisi gas rumah
kaca (GRK) sebesar 436,02 kgCO2e. Kontribusi tersebut sangat basar dan paling
tinggi dibandingkan dengan teknologi pengolahan TKKS lainnya (Tabel 4).
Menurut Chiew dan Shimada (2013) teknologi pembangkit energi panas
dan listrik dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 218,6 kgCO2e,
composting dan produksi metana masing-masing sebesar 176,5 kgCO2e dan 154,6
kgCO2e. Pada penelitian ini proses fermentasi semi kering dapat mengurangi
emisi gas rumah kaca 436,02 kgCO2e untuk setiap ton TKKS. Dengan
memperhatikan produk yang tidak diinginkan, emisi gas rumah kaca pada masing-
masing produksi briket dan etanol dapat dikurangi 44% dan 25%. Namun
demikian produksi papan partikel dan produksi pulp dan kertas tidak memberikan
penurunan signifikan ( < 1%).
Tabel 4 Dampak produksi satu ton TKKS terhadap reduksi GRK (kgCO2e)
Teknologi Pembangkit Produksi Produksi Produksi
Produksi Produksi Produksi Produksi
Pemanfaatan Energi Panas Papan Pulp & Terpadu
Ehanol Metana Brikket Kompos
TKKS dan Listrik Partikel Kertas (Penelitian)
Reduksi GRK 39,9 a) 154,6 a) 19,2 a) 218,6 a) 176,5 a) 0,5 a) 2,9 a) 436,02
Sumber : a)Chiew dan Shimada (2013)

Dari uraian di atas, maka dapat dinyatakan pengelolaan TKKS secara


terpadu menghasilkan jamur merang, biogas, pupuk kompos dan pupuk organik
cair adalah suatu usaha yang sangat menguntungkan secara ekonomi dan untuk
lingkungan, karena pengelolaan TKKS secara terpadu justru akan menurunkan
dampak terhadap pemanasan global dan berdasarkan referensi lainnya teknologi
ini dapat menurunkan dampak hujan asam, penurunan abiotik, ekotoksisitas air
tawar, toksisitas manusia, ekotoksisitas air laut, penipisan lapisan ozon, oksidasi
fotokimia dan ekotoksisitas daratan (Chiew dan Shimada 2013).
Kandungan N,P,K dan C pupuk kompos yang dihasilkan dari tiap berat
kering masing-masing adalah 2,09%, 1,38%, 0,77%, dan 28,81% serta rasio C/N
13,79. Pupuk tersebut memenuhi persyaratan SNI No. 19-7030-2004, yaitu kadar
Karbon 9,8 – 32%, kadar Nitrogen minimum 0,10%, Rasio C/N 10 – 20, kadar
Phosfor (P2O5) minimum 0,10% dan kadar Kalium (K2O) minimum 0,2%.
Kandungan elemen pupuk organik cair dari proses produksi metana masing-
masing adalah N=1,88%; P = 0,08%; K = 3,58% dan C = 31,58.

Aspek Ekonomi Pengelolaan TKKS


Analisis aspek ekonomi dalam pengelolaan limbah TKKS dilakukan
dengan analisis kelayakan finansial yang menggunakan empat kriteria, yaitu Net
Present Valeu (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return
(IRR), dan Payback Period (PBP) pada masing-masing teknik pengelolaan limbah
yang diteliti menggunakan modal pribadi dari pemilik sebagai sumber pendanaan
utama. Oleh karena itu discount rate yang digunakan adalah suku bunga deposito.
Hal ini disebabkan opportunity cost bagi penanaman modal adalah menyimpan
dana investasi untuk di tabung atau didepositokan. Suku bunga deposito sebesar
6,10% yang merupakan rata-rata suku bunga pinjaman beberapa bank pada bulan
Oktober tahun 2018.

Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli aktiva-
aktiva yang akan digunakan untuk memulai usaha dalam jangka waktu lama
dengan harapan dapat meningkatkan keuntungan di masa yang akan dating. Biaya
investasi total yang harus dikeluarkan pada usaha budidaya jamur merang saja
(skenario-1) adalah Rp. 328.095.000,-, pada usaha fermentasi TKKSBJM yang
menghasilkan biogas, kompos dan pupuk organik cair (skenario-2) sebesar Rp.
294.250.000,- dan pada usaha terpadau yang menghasilkan jamur merang, biogas,
kompos dan pupuk organik (skenario-3) sebesar Rp. 474.595.000,-.

Analisis Kelayakan
Hasil analisis kelayakan yang telah dilakukan terhadap ketiga skenario
dengan umur ekonomi 10 tahun dan tingkat suku bunga deposito sebesar 6,10%
menunjukkan usaha terpadu pengelolaan TKKS (skenario-3) memberikan
keuntungan yang paling besar dengan nilai NPV Rp. 1.334.468.908,-., disusul
dengan usaha skenario-2 memiliki nilai NPV Rp. 653.265.297,- dan skenario-1
memiliki nilai Rp. 543.864.808,-
Ketiga skenario usaha juga layak dan menguntungkan untuk dilaksanakan
dengan nilai IRR lebih tinggi dari tingkat discount rate (6,10%) dan nilai Net B/C
lebih dari satu (Tabel 5) dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan
modal yang bervariasi, yaitu 1,50 tahun untuk usaha skenario-3, 1,92 tahun untuk
usaha skenario-2 dan 2,27 tahun untuk usaha skenario-3.
Tabel 5 Kriteria Investasi masing-masing scenario
Kriteria Nilai
No Satuan
Investasi Skenario-1 Skenario-2 Skenario-3
1 NPV Rupiah 543.864.808,- 653.265.297,- 1.334.468.908,-
2 IRR % 41 51 65
3 Net B/C - 1,64 2,51 2,07
4 PBP Tahun 2,27 1,92 1,50
Keterangan :
Skenario-1 = usaha budidaya jamur merang
Skenario-2 = usaha produksi biogas
Skenario-2 = usaha budidaya jamur merang dan produksi biogas

Aspek Sosial Pengelolaan TKKS


Dari segi sosial, sistem terpadu pengelolaan TKKS secara terpadu dalam
bentuk pemanfatan TKKS untuk usaha budidaya jamur merang dan produksi
biogas diharapkan secara khusus dapat memberikan manfaat sosial terhadap
masyarakat disekitarnya dan secara umum juga dapat memberikan manfaat untuk
kegiatan lainnya yang berupa:
1. Membuka lapangan kerja, usaha terpadu pengelolaan TKKS dapat menyerap
minimal 10 orang tenaga kerja
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitarnya dalam bentuk
peningkatan pendapatan rata-rata yang berkisar Rp. 1.000.000,- sampai Rp.
3.000.000- per bulan (hasil survey).
3. Membantu ketersediaan pupuk organik untuk petani
4. Sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan.
5. Usaha pengelolaan TKKS terpadu secara sosial juga telah membantu
memecahkan masalah perusahaan Pabrik Kelapa Sawit, khususnya yang tidak
mempunyai kebun sawit dalam mengelola limbah padat TKKS.
Berdasarkan aspek sosial yang sudah diuraiakan, maka sistem terpadu
pengelolaan TKKS terpadu dalam bentuk usaha budidaya jamur merang, produksi
biogas, kompos dan pupuk organik cair dapat memberikan manfaat sosial yang
sangat besar karena membantu masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan
dan membantu perusahaan pabrik kelapa sawit dalam memecahkan permasalahan
pengelolaan limbah padat.

Implementasi pelaksanaan pengelolaan TKKS secara terpadu


Implementasi pengelolaan TKKS secara terpadu pada penelitian ini
diilustrasikan dengan diagram alir Gambar 1. dan Tabel 6. yang dimulai dengan
usaha budidaya jamur merang sebanyak 10 unit kumbung jamur. Masing-masing
kumbung jamur membutuhkan 1,7 ton bahan baku TKKS untuk dijadikan media
tanam, sehingga total kebutuhan bahan baku TKKS untuk 10 kumbung adalah 17
ton/siklus atau 120 ton/tahun. Pasca budidaya jamur merang TKKS bekas media
jamur (TKKSBJM) mengalami penyusutan sampai 40% menjadi 10 ton. Pasca
budidaya jamur merang TKKSBJM segera dimanfaatkan untuk produksi biogas
menggunakan reaktor fermentasi TKKSBJM berkapasitas 10x1 ton yang dibuat
secara parallel. Fermentasi TKKSBJM dilakukan secara dry fermentation yaitu
fermentasi yang dilakukan dengan menambahkan inokulum (larutan kotoran sapi)
dengan sistem resirkulasi kedalam reaktor TKKSBJM. Pada sistem ini inokulum
disiapkan dalam reaktor kotoran hewan (kohe) dengan kapasitas 12 m3.

Gambar 1 Diagram alir proses pengelolaan TKKS secara terpadu


Tabel 6 Jenis dan jumlah material dan produk pengelolaan TKKS terpadu
Budidaya Reaktor Reaktor
Input/Output Satuan Jamur TKKSBJM Kotoran
(10 Kumbung) (kap.10x1 ton) Hewan
INPUT (Material)
TKKS kg 17.000 - -
TKKSBJM kg - 10.000 -
Air rendaman TKKS L - - 10.000
Kohe kg/hari - - 78
OUTPUT (Produk)
Jamur Merang kg 1.500 - -
TKKSBJM kg 10.000 )a - -
Residu Basah kg/bulan - 5.000 )b -
Biogas m3/hari - 3,10 2,50
Air Lindi L/bulan - - 5.000
Keterangan:
Kapasitas isi TKKS perkumbung = 1.700 kg
1 kg kotoran sapi = 0,0320 m3 biogas (Wahyuni S 2013)
1 kg TKKSBJM = 0,0186 m3 biogas (Hasil penelitian)
Densitas kotoran hewan = 1.200 kg/m3 (Wardhani dan Warsono 2013)
)a selama budidaya jamur merang, TKKS mengalami penyusutan ± 40%
)b Pembongkaran kompos basah perbulan 5 reaktor yang dilakukan secara bergantian

Jenis dan jumlah material yang digunakan serta produk yang dihasilkan
pada masing-masing proses (Tabel 6) pada pengelolaan TKKS secara terpadu
produksi biogas selain dihasilkan dari proses fermentasi TKKSBJM (3,10
m3/hari), juga dihasilkan dari reaktor kotoran hewan (2,50 m3/hari), sehingga
produksi biogas yang dihasilkan adalah 5,6 m3/hari atau 168 m3/bulan. Setiap hari
reaktor kohe ditambahkan kotoran sapi segar sebanyak satu lori (0,065 m3).
Biogas yang dihasilkan dimanfaatkan untuk proses sterilisasi kumbung, dengan
kebutuhan untuk tiap kumbung dalam satu siklus adalah 10 m3. Jika dalam satu
bulan dilakukan 5 kali proses sterilisasi, maka masih ada surplus biogas 118
m3/bulan. Kelebihan biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak dan lampu
penerangan berbahan biogas dan jika memungkinkan diperbantukan untuk
kebutuhan masyarakat sekitar dengan dialirkan menggunakan sistem jaringan
perpipaan.
Pengembangan sistem terpadu pengelolaan limbah TKKS dalam bentuk
usaha budidaya jamur merang dan produksi biogas secara terpadu sangat
direkomendasikan, karena dapat membantu mengatasi permasalah penanganan
timbulan limbah TKKS, khususnya pada perusahaan PKS yang tidak memiliki
perkebunan kelapa sawit. Perhitungan terhadap produk yang dihasilkan pada
pengelolaan dengan system terpadu disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Nilai ekonomi yang dihasilkan dari pengembangan sisem terpadu
pengolahan 1 Ton TKKS
Teknologi Potensi dan Asumsi Satuan Nilai Ekonomi (Rp)
Budidaya Jamur Jamur merang = 90 kg 1.980.000,-
Merang Rp. 22.000,-/kg
Fermentasi Produksi Biogas = 11,14 m3 30.635,-
Tandan Kosong 1m3 biogas ~ 0,5 liter solar a)
Kelapa Sawit 1 liter solar = Rp. 5.500,-
Bekas Jamur Produksi Kompos = 73,5 kg 257.250,-
Merang Kadar Air = 20 Tiap 1 ton kompos
(TKKSBJM) Rp. 3.500,-/kg % Ekivalen dengan :
N = 2,09 (pupuk kimia 46%) % 45,43 kg pupuk N
P = 1,38 (pupuk kimia 50%) % 27,60 kg pupuk P
K = 0,77 (pupuk kimia 60%) % 12,83 kg pupuk K
Produksi Pupuk cair = 1,0 m3 2.000.000,-
Rp. 2.000,-/L
N = 1,88 %
P = 0,08 %
K = 3,58 %
Nilai ekonomi total 4.267.885,-
Keterangan : a) Suprihatin et al. (2012)
Hasil perhitungan pengelolaan tiap satu ton TKKS secara terpadu (Tabel
7) dapat meningkatkan nilai ekonomi TKKS sebesar Rp. 4.267.885,-. Dengan
konsumsi energi yang diperlukan untuk mengelola 1 ton TKKS sebesar 222,77
MJ, maka energi tiap 1 MJ yang digunakan bernilai ekonomi sebesar Rp. 19.158,-
Nilai tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan 1 MJ energi
pada produksi kompos (energi = 38 MJ), dengan nilai ekonomi energi tiap 1 MJ
sebesar Rp. 6.769,- dan jika hanya untuk produksi biogas (energi = 520 MJ) nilai
ekonomi energi tiap 1 MJ yang digunakan sebesar Rp. 4.400,-.
Ketersediaan bahan baku berasal dari pabrik kelapa sawit (PKS) yang
memiliki kapasitas 30 ton TBS/jam dengan waktu operasional 20 jam/hari dan 6
hari/minggu. Jika TKKS yang dihasilkan dari PKS sebanyak 23% dari TBS, maka
jumlah TKKS yang dihasilkan = 30 ton/jam x 20 jam/hari x 6 hari/minggu x 23%
= 828 ton/minggu
Atau = 3.312 ton/bulan
Sehingga jika pengelolaan TKKS ini dilakukan dengan maksimal menggunakan
sistem terpadu, maka dari 3.312 ton/bulan limbah TKKS mempunyai potensi
untuk menghasilkan jamur merang sebanyak 298,08 ton, biogas 36.896 m3, pupuk
kompos 243,43 ton dan 3.312 m3 pupuk organik cair dengan nilai ekonomi Rp.
14.135.235.120,-
Pengelolaan TKKS secara terpadu sangat berkontribusi terhadap
lingkungan dan sosial karena dapat mereduksi :
1. Penggunaan pupuk kimia, pengelolaan limbah TKKS secara terpadu
menghasilkan pupuk organik yang lebih ramah lingkungan sebagai sistem
terpadu pengganti pupuk kimia.
2. Penggunaan bahan bakar fosil maupun bahan bakar kayu karena dapat di
subtitusi oleh biogas yang dihasilkan, sehingga dapat juga menekan biaya
produksi usaha tersebut.
3. Emisi GRK sebesar 436,02 kgCO2e untuk setiap pengelolaan satu ton TKKS
4. Masalah lingkungan lokal, terutama masalah bau dan sanitasi lingkungan yang
langsung bersinggungan dengan masyarakat,
5. Resistensi masyarakat khususnya terhadap usaha budidaya jamur merang
karena manfaat sosial dan ekonomi yang langsung dirasakan dan umumnya
adalah kegiatan industri PKS sebagai penghasil limbah TKKS yang dapat
dikelola untuk usaha produktif.
Dengan banyaknya manfaat sosial dan ekonomi yang langsung dirasakan
oleh masyarakat, maka diharapkan usaha pengelolaan TKKS secara terpadu dan
kegiatan pabrik PKS dapat diterima keberadaanya dengan respon yang baik oleh
masyarakat, sehingga keberlanjutan masing-masing usaha tersebut dapat terjaga.
Untuk menjaga keberlanjutan tersebut diperlukan komitmen dan kerjasama antara
pengelola TKKS terpadu dengan perusahaan PKS, terutama dalam menjaga
ketersediaan bahan baku TKKS. Kondisi yang ada saat ini TKKS dari PKS dapat
diambil secara cuma-cuma (gratis), sehingga pelaku usaha budidaya jamur hanya
menanggung biaya transportasi pengangkutan. Berdasarkan uraian pada
pembahasan, maka perbandingan pengelolaan limbah TKKS sebelum dan sesudah
sistem terpadu dirangkum pada Tabel 8.
Dengan banyaknya manfaat dari sistem pengelolaan TKKS secara terpadu,
maka diharapkan adanya perhatian dari perusahaan PKS dan pemerintah daerah
setempat untuk mendorong kegiatan tesebut. Perusahaan dapat membantu
masyarakat dalam bentuk kegiatan CSR. Besarnya timbulan limbah TKKS yang
mencapai 138 ton/hari (828 ton/minggu) atau 3.312 ton/bulan (PKS berkapasitas
produksi 30 TBS/hari), tidak akan habis dikelola oleh satu unit pengolahan TKKS
terpadu (kapasitas 10 kumbung jamur) yang hanya menghabiskan 17 ton TKKS
per siklus (1 siklus = 1,5 bulan), sehingga diperlukan unit-unit pengolahan TKKS
terpadu lainnya agar dapat mereduksi timbulan TKKS di pabrik.
Tabel 8 Perbandingan pengelolaan TKKS sebelum dan sesudah sistem terpadu
Pengelolaan
Tanpa Sistem Terpadu Dengan Sistem Terpadu
TKKS
Aspek Teknis: Aspek Teknis:
- Perlakuan awal TKKS dengan - Kegiatan budidaya jamur
perendaman, fermentasi dan sterilisasi merang, produksi biogas dan
- Tidak ada pengolahan limbah padat dan pengomposan dilakukan dalam
cair satu rangkaian yang terintegrasi
- Waktu budidaya jamur 8 minggu di satu kawasan.
Budidaya Aspek Lingkungan : - Perlakuan awal hanya dilakukan
Jamur Limbah padat mencemari lingkungan dan pada proses budidaya jamur
Merang limbah cair mencemari air permukaan merang
dengan - Limbah padat dan cair pasca
Aspek sosial :
budidaya jamur merang
media TKKS Limbah cair dan padat menimbulkan bau dimanfaatkan langsung untuk
tidak enak dan mengganggu sanitasi produksi biogas melalui proses
lingkungan masyarakat sekitarnya fermentasi.
Aspek ekonomi : - Produksi kompos cukup
Pendapatan bersumber dari penjualan dilakukan dengan mengeringkan
jamur merang residu padat pasca produksi
biogas (fermentasi) dan air lindi
Aspek Teknis:
yang dihasilkan menjadi pupuk
- Perlu perlakuan awal (fisika/kimia) TKKS organik cair.
sebelum digunakan sebagai bahan baku Aspek Lingkungan :
biogas
Tidak ada limbah yang
- Waktu produksi biogas 8 minggu
Aspek Lingkungan : dikeluarkan, karena residu padat
Tidak ada limbah yang dikeluarkan, karena menjadi pupuk kompos dan air
Produksi lindi menjadi pupuk organik
residu padat menjadi pupuk kompos dan
Biogas air lindi menjadi pupuk organik cair cair
dengan Aspek sosial : Aspek sosial :
bahan baku Biogas yang dihasilkan dapat - Pengelolaan TKKS secara
terpadu tidak menimbulkan bau
TKKS dimanfaatkan sendiri atau dijual dengan
dan gangguan sanitasi
disalurkan ke rumah masyarakat lingkungan
sekitarnya. - Biogas yang dihasilkan dapat
Aspek ekonomi : dimanfaatkan untuk proses
Pendapatan bersumber dari penjualan steriliasi kumbung jamur dan
biogas, pupuk kompos dan pupuk organik selebihnya dapat dijual dengan
disalurkan langsung ke rumah
cair
Aspek Teknis: masyarakat sekitarnya.
- Perlu perlakuan awal (fisika/ kimia) - Pupuk kompos yang dihasilkan
sebelum composting digunakan sebagai subtitusi
- Waktu proses composting 8 minggu pupuk kimia untuk pertanian
Aspek Lingkungan : yang ramah lingkungan
Produksi Tidak ada limbah yang dikeluarkan, karena Aspek ekonomi :
Kompos semua bahan baku menjadi pupuk kompos Pendapatan bersumber dari
dan air lindi menjadi pupuk organik cair penjualan jamur merang, biogas,
dengan
Aspek sosial : pupuk kompos dan pupuk
bahan baku
Pupuk kompos yang dihasilkan digunakan organik cair
TKKS
sebagai subtitusi pupuk kimia untuk
pertanian yang ramah lingkungan
Aspek ekonomi :
Pendapatan bersumber dari penjualan
pupuk kompos

Konsep pelaksanaan CSR oleh PKS dapat dimulai dengan cara bertahap
sebagai berikut:

1. Bekerjasama dengan petani budidaya jamur merang yang sudah ada dan
membantu mengembangkan usaha budidaya jamur merang dengan media
TKKS.
2. Melengkapi usaha budidaya jamur merang yang ada dengan unit pengolahan
limbah cair dan limbah padat menggunakan sistem fermentasi untuk
menangkap dan memanfaatkan biogas serta mereduksi bau disekitar usaha
budidaya jamur merang, sehingga terbentuk usaha pemanfaatan TKKS secara
terpadu dengan kegiatan budidaya jamur merang dan produksi biogas yang
akan menambah nilai ekonomi, karena dihasilkannya produk samping yang
bermanfaat berupa pupuk kompos dan pupuk organik cair. Konsep layout
pengelolaan TKKS secara terpadu disajikan pada Gambar 24.
3. Bekerjasama dengan petani budidaya jamur merang yang sudah berjalan untuk
memberikan pelatihan cara budidaya jamur merang kepada masyarakat yang
berminat dan ada disekitar lingkungan PKS.
4. Memberikan bantuan kepada masyarakat yang telah diberikan pelatihan untuk
membuka usaha budidaya jamur merang secara berkelompok
5. Membantu pengolahan dan pemasaran pasca panen jamur merang, karena
jamur merang segar tidak tahan lama, sehingga harus segera dipasarkan, dan
6. Setelah semua kegiatan tersebut dilaksanakan, maka untuk mengantisipasi
produk jamur yang tidak habis dijual dalam kondisi segar, perusahaan juga
perlu membantu atau membina teknologi pengolahan jamur merang menjadi
produk makanan olahan, seperti keripik, tepung dan produk jamur lainnya.
Reaktor
Reaktor Padat TKKS
Pupuk Biogas Cair
Cair Tank

1
TPS

fermentasi
2

lindifermentasi
TKKSBJM

Steam-2
3
Crusher

lairlindi
4

KUMBUNG JAMUR
Pipa Saluran Biogas

dandan
5

perendaman
Pupuk

perendaman
Kompos
Kering/Halus 6

bekas
7
GUDANG

bekas
Steam-1

air air
8

Saluran
Saluran
9

RUMAH 10
JAGA

Air
Lantai
Fermentasi

Kolam
Perendaman

Tempat Bahan Baku


TKKS
Pintu
Masuk

Gambar 24 Layout pengelolaan TKKS secara terpadu


(Pemanfaatan TKKS untuk produksi jamur merang, produksi biogas, pupuk
kompos dan pupuk cair organik secara terpadu)
RENCANA KEDEPAN

Sesuai prediksi masa datang di mana bidang pangan, energi dan


lingkungan merupakan masalah serius bagi umat manusia, saya merencanakan ke
depan untuk focus mengkaji potensi jamur sebagai sumber protein nabati (pangan)
yang sangat bermanfaat untuk kesehatan dan potensi biomassa lainnya sebagai
sumber energi yang terbarukan
Pangan protein diperkirakan akan semakin mahal di masa datang
sementara sumber protein hewani yang ada sekarang disamping mahal juga punya
risiko lain bagi kesehatan karena kandungan asam lemak jenuhnya yang
merupakan pangkal utama permasalahan penyakit kardiovaskuler. Biomasa
mikroba dari jamur, mengandung asam amino esensial yang lengkap, sama
dengan protein hewani, namun biomasa jamur bebas dari asam lemak jenuh,
bahkan kaya dengan asam lemak tak jenuh. Disamping keunggulan nilai
nutrisinya, jamur juga dapat diproduksi dalam bioreaktor dengan bioproses
sinambung sehingga tidak membutuhkan lahan yang luas dan waktu terlalu lama.
Dengan teknik bioproses sistim sinambung, dimungkinkan untuk memproduksi
biomasa protein dalam hitungan jam, berbeda dengan protein hewani yang butuh
waktu bulanan bahkan tahunan.
Produksi Energi terbarukan yang berasal dari biomasa limbah agroindustri
maupun limbah domestik, baik limbah padat maupun limbah cair merupakan agen
solusi permasalahan limbah dalam memecahkan masalah lingkungan, terutama
sanitasi lingkungan dan pemanasan global.
Untuk itu kedepan diperlukan kerjasama yang saling menguntungkan,
antar peneliti, antar lembaga atau instansi terkait, baik pemerintah maupun swasta
guna mewujudkan penelitian yang berbasis aplikatif, sehingga produk dari
penelitian tersebut dapat bermanfaat langsung.

PENUTUP

Makhluk "bio-ghaib" atau mikroba meskipun berukuran mikroskopis


dan tidak tampak langsung oleh mata, namun memainkan peran yang
sangat dahsyat dalam kehidupan di muka bumi ini. Dengan memahami
keberadaan dan peran positifnya, kita dapat mendayagunakannya untuk
kemaslahatan. Dengan memahami peran negatifnya kita dapat
menghindar dari dampak-dampak negatifnya yang merugikan
kehidupan kita.

UCAPAN TERIMAKASIH

Namun sebelumnya, ijinkan saya mengucapkan terima kasih secara khusus


kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tanjungkarang
Bapak Warjidin Aliyanto, SKM, M.Kes. yang telah memberikan izin dan
kepercayaan kepada saya untuk melanjutkan Studi ke Program Doktor di Institut
Pertanian Bogor dan Alhamdulillah kepercayaan yang telah Bapak berikan sudah
saya laksanakan penuh tanggungjawab dengan menyelesaikan program Doktor
pada tanggal 30 Januari 2019 melalui Sidang Promosi yang dihadiri oleh rekan-
rekan sejawat dari Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tanjungkarang,
baik dari Direktorat maupun Jurusan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan


kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.Eng selaku ketua komisi pembimbing :
Terimakasih Prof. Atas arahan beliau saya melakukan penelitian di Lampung,
saya ingat pertama kali bertemu dan merekomendasikan untuk melakukan
penelitian di Lampung saja, supaya lebih efektif dari segi waktu dan tenaga
serta bermanfaat untuk daerah (Lampung).
2. Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc.St selaku anggota komisi pembimbing:
Terimakasih Prof atas bimbingan dan arahannya, meskipun komunikasi saya
tidak seintensif dengan Pembimbing utama, tetapi masukan2 Prof. untuk
penelitian ini sangat detail dan teliti terutama dalam metode penelitian untuk
menghasilkan disertasi yang baik dan berbobot secara ilmiah.
3. Prof. Dr. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku anggota komisi pembimbing :
Terimakasih Prof, atas bimbingannya terutama dalam memotivasi untuk
segera menyelesaikan Doktor. Saya ingat sekali saat beliau menyarankan
untuk segera membuat paper untuk publikasi ilmiah sebelum saya berangkat
Haji pada akhir bulan Agustus tahun 2017. Waktu itu sekitar bulan April
beliau berpesan, pak Agus sebelum berangkat haji usahakan sudah harus
sudah punya publikasi satu jurnal dan Alhamdulillah atas rekomendasi beliau
saya dapat mengikuti kegiatan Seminar Internasional 2nd International
Conference on Biomass Tgl. 24-25 Juli tahun 2017 di Bogor.
Kepada Prof. Udin saya juga banyak berterimakasih atas kepercayaan yang
diberikan kepada saya untuk ikut terlibat langsung dalam pelaksanaan
Pembangunan Pilot Project pemanfaatan TKKS bekas media jamur yang
pertama di Lampung. Dari project tersebut banyak sekali pengalaman yang
saya dapatkan, terutama dalam mengaplikasikan hasil penelitian dari skala
laboratorium menjadi skala pilot project. Sehingga saya juga dapat
berinteraksi langsung dengan petani BDJM yang sekaligus membuat saya
tertarik untuk mengaplikasikan sendiri Usaha Terpadu ini di Lampung
Tengah.
Terimakasih juga Prof atas fasilitas Laboratorium yang diberikan secara total
dan Gratis, mungkin kalau saya membiayai sendiri penelitian ini akan
membutuhkan biaya yang sangat besar (melebihi Biaya DIKTI), tetapi dengan
beliau saya diberikan GRATIS, bahkan dari pengerjaaan Pilot Project saya
mendapatkan Insentif yang dapat saya gunakan kembali untuk operasional
penyelesaian Disertasi ini.
Terimakasih Prof bantuan yang telah diberikan dan TAK TERNILAI
SAYA tetap mohon bimbingannya karena beliau berada di Lampung
juga, Semoga pasca Doktor ini kita tetap dapat melaksanakan kerjasama
dalam penelitian atau project2 lainnya.
4. Terimakasih kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua
Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB
beserta jajarannya yang telah memberikan pelayanan akademik yang sangat
baik selama menempuh pendidikan di IPB.
5. Terimakasih Dr. Ir. Arie Herlambang, M.Si. dan Dr. Ir. Andes Ismayana, M.T.
selaku penguji luar komisi yang telah memberikan saran/masukan dan waktu
untuk berdiskusi secara langsung demi penyempurnaan disertasi saya.
Meskipun komunikasinya sangat singkat tetapi masukan2 yang Bapak berikan
sangat besar artinya. Dan Meskipun komunikasinya sangat singkat Semoga
silaturahmi kita akan terus berjalan, karena Bapak2 adalah orang2 yang
berkompeten dan saya masih harus banyak diskusi dan belajar dengan Bapak.
Semoga juga pasca Doktor ini kita dapat melaksanakan kerjasama dalam
penelitian atau project2 lainnya.
6. Terimakasih kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang
secara tidak langsung telah membantu penelitian saya. Terimakasih juga
karena KLHK telah mempelopori aplikasi hasil penelitian dengan
membangun pilot project pengelolaan limbah TKKS secara terpadu di 7
propinsi (LAMPUNG, RIAU, KALTENG, KALSEL, BANGKA
BELITUNG, SULAWESI BARAT DAN SUMATERA UTARA)
7. Terimakasih Kepada Badan Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI atas bantuan biaya pendidikan 2014-
2017 yang telah diberikan.
8. Terimakasih kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Tanjungkarang yang telah memberikan ijin kepada Orator untuk mengikuti
Program S3 Sekolah Pascasarjana IPB. Pada hari ini beliau di wakili oleh
Pembantu Direktur Bidang Keuangan Bapak Pranajaya, M.Kes dan Pembnatu
Direktur Bidang Kemahasiswaan Bpk. Haris Kadarusman, M.Kes.
Terimakasih atas support dan kehadirannya langsung pada hari ini
9. Teman sejawat dilingkungan kerja Poltekkes Kemenkes tanjungkarang,
khususnya Ketua Jurusan Analis Kesehatan Ibu Dra. Eka Sulistianingsih,
M.Kes beserta rombongan, yaitu rekan-rekan dosen dan karyawan jurusan
Analis Kesehatan yang saat ini telah hadir langsung untuk mengikuti acara
Promosi DOKTOR saya. Terimakasih atas doa dan motivasi kepada Saya,
Alhamdulillah saya hari ini telah menyelesaikan tahap akhir program S3.
10. Teman-teman Angkatan 2014 PSL-IPB atas kerjasama dan dorongan
semangatnya. Semoga teman2 lainnya dapat segera menyusul, karena masih
ada sekitar 11 orang lagi.
11. Teman-teman dilingkungan Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri
THP UNILA (Pak Joko, Pak Darmansyaha, Mas Arafat, Ela dkk) yang telah
banyak memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan analisis di
laboratorium
Ucapan terimakasih terkhusus kepada isteri tercinta Nurul Awali Fauziah,
MSi, serta ananda Daffa Adli Nauval Purnomo dan Camelia Rizky Khaerunnisa
Purnomo, atas dukungan, doa, pengertian dan pengorbanannya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Program S3 Sekolah Pascasarjana IPB.
Semoga HASIL PENELITIAN SAYA dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat luas dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga menjadi
amal ibadah dan amal jariyah di sisi Allah SWT, Amin Yaa Robbal Alaamin.

Hadirin yang dirahmati Allah


sebagai penutup saya bacakana.
Indonesia harus dapat mengubah basis pertumbuhannya yang didasarkan
pada pemanfaatan sumberdaya manusia yang berkualitas degan menggandakan
padat pendidiakan, keterampilan dan kreatifitas melalui penguasaan dan
pemanfaatan tekhnologi yang tepat. Dengan cara ini Indonesia dapat diharapakan
mampu meningkatkan daya saingnya di Era MEA kedepan dan juga dapat
diharapakan Indonesia bukan hanya sebagai konsumen tetapi sebaliknya dapat
menjadi produsen baik di wilaya Asean maupu di Internasional.
mudah-mudahan
demikian kurang lebihnya saya ucapakan terimakasih.
wabillahi taufiq wal hidaya wasslamualaikum wr. wb.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulah L, Mindawati N,Kosasih AS. 2012. Potensi Pemanfaatan Limbah Tandan


Buah Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Alternatif Pulp. Jurnal
Penelitian Hutan Tanaman. 9 (3) 179 – 185.
Amelia JR, Suprihatin S, Indrasti NS, Hasanudin U, Fujie K. 2017. Performance
evaluation of integrated solid-liquid wastes treatment technology in palm
oil industri. Proceedings of International Conference on Biomass:
Technology, Application, and Sustainable Development. IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 65 (012036) doi
:10.1088/1755-1315/65/1/ 012036.
APHA. 1998. Standard method for examination of wastewater. 20th edition.
American Public Health Association 1015.20005 – 2605. PP: 2-57-2-58.
Fifteenth Street, N.W. Washington DC
Baharuddin AS, Wakisaka M, Shirai Y, Abd-Aziz S, Abdul Rahman NA, Hassan.
2009. Co-composting of empty fruit bunches and partially treated palm oil
mill effluents in pilot scale. International Journal of Agricultural
Research. 4 (2): 69-78.
Chaikitkaew S, Kongjan P, O-Thong S. 2015. Biogas production from biomass
residues of palm oil mill by solid state anaerobic digestion. Energi
Procedia 79 (838 – 844). http://www. sciencedirect.com.
Chesson A. 1981. Effects of sodium hydroxide on cereal straws in relation to the
enhanced degradation of structural polysaccharides by rumen
microorganisms. J. Sci. Food Agric. 32:745–758
Chiew YL, Iwata T, Shimada S. 2011. System analysis for effective use of palm
oil waste as energy resources Chaikitkaew S, Kongjan P, O-Thong S.
2015. Biogas production from biomass residues of palm oil mill by solid
state anaerobic digestion. Energi Procedia 79 (838 – 844). http://www.
science.direct. com.
Chiew YL, Shimada S. 2013. Current state and environmental impact assessment
for utilizing oil palm empty fruit bunches for fuel, fiber and fertilizer e A
case study of Malaysia. Biomass and Energi 51 (109-124).
http://dx.doi.org/10.1016/j. biombioe. 2013.01.012
Chiumenti A, Borso F, Limina S. 2017. Dry anaerobic digestion of cow manure
and agricultural products in a full-scale plant: Efficiency and comparison
with wet fermentation. Waste Management. https://doi.org/10.1016/j.
wasman.2017.03.046.
Choong YY, Chou KW, Norli I. 2017. Strategies for improving biogas production
of palm oil mill effluent (LCPKS) anaerobic digestion: A critical review.
Renewable and Sustainable Energi Reviews. https://doi.org/10.1016/
j.rser.2017.10.036.
Dioha IJ, Ikema CH, Nafi’u T, Soba NI, Yusuf MBS. 2013. Effect of carbon to
nitrogen ratio on biogas production. International Research Journal of
Natural Sciences 1 1-10.
Directorate General of Estate Crops. 2016. Tree crop estate statistics of indonesia
palm oil 2015-2017, Ministry of Agriculture. Indonesia.
Environmental Protection Agency (EPA) of United States. 2001. METHOD 1684
Total, Fixed, and Volatile Solids in Water, Solids, and Biosolids. EPA
Office of Water Office of Science and Technology Engineering and
Analysis Division (4303) 1200 Pennsylvania Ave. NW Washington, DC
20460
Eviati dan Sulaeman. 2009. Analisis kimia tanah, tanaman, air dan pupuk. Balai
Penelitian Tanah. Bogor
Gaspersz V. 2011. Ekonomi manajerial (landasan analisis dan strategi bisnis
untuk manajemen perusahaan dan industri. Vinchristo Publication. Bogor.
Gonzaloa A, Sancheza JL, Escudero E, Marínb F, Fuertes R. 2007. Pulp and
Paper Production from EFB using a Semichemical Process. ResearchGate.
https://www.researchgate.net/publication/283254115
Haryanti A, Norsamsi, Sholiha PSF, Putri NP. 2014. Studi pemanfaatan limbah
padat kelapa sawit. Jurnal Konversi 3 (2) 20-29.
Hasanudin U, Sugiharto R, Hariyanto A, Setiadi T, Fujie K . 2015. Palm oil mill
effluent treatment and utilization to ensure the sustainability of palm oil
industries. Journal Water Science & Technology, 72(7), 1089-1095.
DOI: 10.2166/wst.2015. 311.
Hendriks ATWM, Zeeman G. 2009, Review pretreatments to enhance the
digestibility of lignocellulosic biomass. Journal Bioresource Technology
100 (10–18).
Herodian S. 2007. Peluang dan tantangan industri berbasis hasil samping
pengolahan padi. Artikel Pangan 48 (38-49)
Ibrahim R, 2003. Structural, mechanical and optical properties of recycled paper
blended with oil palm empty fruit bunch pulp. Journal Of Oil Palm
Research. 15 (2) : 28-34.
Jha AK, Li J, Nies L, Zhang L. 2011. Research advances in dry anaerobic
digestion process of solid organik wastes. African Journal of
Biotechnology 10 (14242-14253).
Jha AK, Li J, Ban Q, Zhang L, Zhao B. 2012. Dry anaerobic digestion of cow
dung for metana production: effect of mixing. Pakistan Journal of
Biological Sciences 15 (23) 1111-1118. https://doi.org/10.3923/pjbs. 2012.
1111.1118
Kadariyah, Gray C, Lian K. 1999. Pengantar evaluasi proyek. Jakarta. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia..
Kim SH, Choia SM, Jua HJ, Jung JY. 2013. Mesophilic co-digestion of palm oil
mill effluent and empty fruit bunches. Environmental Technology. 34 (13–
14), 2163–2170. http:// dx.doi.org/10.1080/09593330.2013.826253.
Kunatsa t, Madiye L, Chikuku T, Sonhiwa C, Musademba D. 2013. Feasibility
Study of Biogas Production from Water Hyacinth, A Case of Lake
Chivero – Harare, Zimbabwe. International Journal of Engineering and
Technology. 3 (2) 119-128.
Mc Dougall FR, White PR, Franke M, Hindle P. 2003. Integrated solid waste
management: a life cycle inventory. Second edition. Blackwell Science
Ltd, a Blackwell Publishing Company. USA.
Millati R, Wikandari R, Trihandayani ET, Cahyanto MN, Taherzadeh M,
Niklasson C. 2011. Ethanol from oil palm empty fruit bunch via dilute-
acid hydrolysis and fermentation by mucor incidus and saccharomyces
cerevisiae. Agricultural Journal 6 (2): 54-59
Naomichi N, Yutaka N. 2007. Recent development of anaerobic
digestion processes for energi recovery from wastes. J. Biosci.
Bioeng., 103 (2): 105–112
Nasrin AB, Ma AN, Choo YM, Mohamad S, Rohaya MH, Azali A, Zainal Z.
2008. Oil palm biomass as potential substitution raw materials for
commercial biomass briquettes production. American Journal of Applied
Sciences 5 (3): 179-183
Nieves DC, Karimi K, Horváth IS. 2011. Improvement of biogas production from
oil palm empty fruit bunches (OPEFB). Industrial Crops and Products 34
(1097–1101). journal home page:www.elsevier.com/locate/indcrop.
Nurliyana MY, H’ng PS, Rasmina H, Kalsom MSU, Chin KL, Lee SH, Lum WC,
Khoo GD, 2015. Effect of C/N ratio in metana productivity and
biodegradablility during facultative co-digestion of palm oil mill effluent
and empty fruit bunch. Industrial Crops and Products 76 (409-415).
http://www. sciencedirect.com/ science/article/pii/S092666901530056X.
Nutongkaew T, Duangsuwan W, Prasertsan S, Prasertsan P. 2014. Effect of
inoculum size on production of compost and enzymes from palm oil mill
biogas sludge mixed with shredded palm empty fruit bunches and decanter
cake. Songklanakarin Journal of Science and Technology. 36 (3), 275-281,
May - Jun.
O-Thong S, Boe K, Angelidak I. 2012. Thermophilic anaerobic co-digestion of oil
palm empty fruit bunches with palm oil mill effluent for efficient biogas
production. Applied Energi 93 (648-654). http://www.sciencedirect.com/
science/article/pii/S0306261911008981
Pilat P, Patsch M, Jandacka J. 2012. Analysis of problems with dry fermentation
process for biogas production. EPJ web of conferences. 25 (01075) 1-5.
Doi: 10.1051/epjconf/201225010.075.
Putra HP, Hakim L, Yuriandala Y, Anggraini D. 2013. Studi kualitas briket dari
tandan kosong kelapa sawit dengan perekat limbah nasi. Jurnal Sains dan
Teknologi Lingkungan. 5 (1) (27-35).
Rahmasita ME, Farid M, Ardhyananta H. 2017. Analisa morfologi serat tandan
kosong kelapa sawit sebagai bahan penguat komposit absorpsi suara.
Jurnal Teknik ITS, 6(2).
Ratnasari N, Nurmiati, Periadnadi. 2015. Produksi dan uji aktivitas enzim jamur
merang (volvariella volvacea) pada media optimasi jerami-sagu dengan
penambahan beberapa dosis dolomit. Jurnal of Natural Science 4(3) :268-
279.
Riduwan M, Hariyono D, Nawawi M. 2013. Pertumbuhan dan hasil jamur merang
(volvariella volvacea) pada berbagai sistem penebaran bibit dan ketebalan
medi. Jurnal Produksi Tanaman 1 (70-79).
Saelor S, Kongjan P, O-Thong S. 2017. Biogas production from anaerobic co-
digestion of palm oil mill effluent and empty fruit bunches. Energi
Procedia 138 (717–722). https://doi.org/10.1016/j. egypro.2017.10.206.
Santoso AD, Suwedi N, Pratama RA, Susanto JP. 2017. Energi Terbarukan Dan
Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Dari Palm Oil Mill Effluent. Jurnal
Teknologi Lingkungan. 18 (1) 88-95
Srebotnik E, Jensen KA, Hammel KE. 1994. Sciences fungal degradation of
recalcitrant nonphenolic lignin structures without lignin peroxidise.
Agricultural Science Proc. Natl. Acad. Sci. USA 91 (12794-12797).
Sudiyani Y, Styarini D, Triwahyuni E, Sudiyarmanto, Sembiring KC, Aristiawan
Y, Abimanyu H, Han MH. 2013. Utilization of biomass waste empty fruit
bunch fiber of palm oil for bioethanol production using pilot-scale unit.
Energi Procedia (2013) 31-38.http://www. sciencedirect.com.
Suksong W, Promnuan P, Seengenyoung J, O-Thong S. 2017. Anaerobic co-
digestion of palm oil mill waste residues with sewage sludge for biogas
production. Energi Procedia. 138 (789–794).https://doi.org/10.1016/j.
egypro.2017.10.068.
Suksong W, Kongjan P, Prasertsan P, Imai T, O-Thong S, 2016. Optimization and
microbial community analysis for production of biogas from solid waste
residues of palm oil mill industri by solid-state anaerobic digestion.
Bioresource Technology 214 (166-174).http://www.sciencedirect.com/
science/article/pii/ S096 0852416305648.
Sulistiawati R, Kusrini N, Imelda. 2017. Analisis finansial usaha pemanfaatan
limbah tandan kosong kelapa sawit. Seminar Nasional Penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, Universitas Tanjungpura. Pontianak
Suprihatin, Sa’id EG, Suparno O, Sarono. 2012. Potensi Limbah Cair Pabrik
Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Alternatif. Prosiding Seminar
Nasional PERTETA. Malang, Jawa Timur, 30 Nopember-2 Desember.
Syamsul K, Haditjaroko L, Pradikta GI, Roliadi H. 2014. Campuran Pulp Tandan
Kosong Kelapa Sawit dan Selulosa Mikrobial Natade Cassava dalam
Pembuatan Kertas. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), 19 (1): 14-21.
Wibawa U. 2017. Pendekatan praktis pembangkit energi baru dan terbarukan.
Malang. UB Press.
Wijono A. 2014. PLTU biomasa tandan kosong kelapa sawit Studi kelayakan dan
dampak lingkungan. Simposium Nasional RAPI XIII-2014 FT UMS, ISSN
1412-9612.https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/5492/
17.Agung%20Wijono.pdf?seuence=1.
Yano S, Murakami K, Samayama S, Imou K, Yokoyama S. 2009. Ethanol
production potential from oil palm empty fruit bunches in southeast asian
countries considering xylose utilization. Journal of the Japan Institute of
Energi, 88 (923-926).
Yenie E, Utami SP. 2018. Pengaruh suhu dan pH pertumbuhan jamur merang
(volvariella volvacea) terhadap degradasi lignin tandan kosong kelapa
sawit. Jurnal APTEK Fakultas Teknik UPP 10 (1) : 22-28. http://e-
journal.upp.ac.id/ index.php/ aptk/article/view/1480.
Yoshizaki T, Shirai Y, Hassan MA, Baharuddin AS, Abdullah NMR, Sulaiman A,
Busu Z. 2013. Improved economic viability of integrated biogas energy
and compost production for sustainable palm oil mill management. Journal
of Cleaner Production 44 (2013) 1-7

CURRICULUM VITAE

Nama : Dr. Agus Purnomo, S.Si. MKM.


Tempat/Tgl Lahir : Tanjungkarang, 31 Agustus 1970
Nama Isteri : Nurul Awali Fauziah, M.Si.
Nama Anak : - Daffa Adli Nauval Purnomo
- Camelia Rizky Khaerunnisa
Purnomo
Alamat Rumah : Perum KORPRI Sukarame,
Bandar Lampung

I. Riwayat Pendidikan
- SD Negeri 7 Tanjungkarang
- SMP Negeri 1 Kedaton Bandar Lampung
- SMA Negeri 5 Bandar Lampung
- S1 (Kimia) Universitas Lampung
- S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
- S3 Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (IPB)
II. Riwayat Kerja di Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang
- Dosen Kimia Jurusan Analis Kesehatan
- Sekretaris Jurusan Analis Kesehatan
- Mewakili institusi Poltekkes Tanjungkarang sebagai Tenaga Ahli
Kesehatan Masyarakat pada Komisi AMDAL Provinsi Lampung, Tahun
2010
III. Riwayat Kerja di Luar Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang
- Asisten Dosen Kimia FMIPA Universitas Lampung
- Sales Advisor PT. Agung Semesta Pratama, Jakarta
- Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan Propinsi Lampung
- Tenaga Ahli Kimia PT. Indoconsult Cipta Prestatama, Bogor
- Tenaga Ahli Kimia PT. Reka Cipta Transportindo, Bogor
- Konsultan Lingkungan PT. Indolampung Perkasa
- Konsultan Lingkungan PT. Sweet Indolampung
- Konsultan Lingkungan PT. Garuda Panca Artha
- Konsultan Lingkungan PT. Mulia Kasih Sejati
- Konsultan Lingkungan PT. Charoen Pokhand Indonesia Group Area
Lampung
IV. Publikasi Jurnal dan Seminar
- Purnomo A, dan Purwana R, 2008. Dampak Cadmium Dalam Ikan
Terhadap Kesehatan Masyarakat, Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional 3 (2) : 89 - 96.
- Purnomo A, 2009. Analisis Cemaran Cadmium (Cd) Pada Bioindikator
Dan Biomarker Diteluk Lampung, Prosiding Seminar Nasional Sains
MIPA dan Aplikasinya ISSN 2086-2342 Vol. 1. (755-763)
- Trigunarso SI, dan Purnomo A, 2010. Analisis Risiko Cemaran Cadmium
(Cd) Dalam Butir Beras Terhadap Kesehatan Masyarakat Provinsi
Lampung, Jurnal Kesehatan 1 (1):
- Sulistianingsih E, dan Purnomo A, 2011. Analisis Risiko Cemaran
Cadmium (Cd) Dalam Butir Beras Terhadap Kesehatan Masyarakat
Provinsi Lampung, Jurnal Kesehatan 2 (2): 334-340.
- Purnomo A, Suprihatin, Romli M, dan Hasanudin U, 2018. Biogas
Production from Oil Palm Empty Fruit Bunches of Post Mushroom
Cultivation Media. 2nd International Conference on Biomass
(Toward Sustainable Biomass Utilization for Industrial and Energi
Application), IPB Bogor, 24-25 Juli 2017.
- Purnomo A, Suprihatin, Romli M, dan Hasanudin U, 2018. Comparison
of Biogas Production from Oil Palm Empty Fruit Bunches of Post-
Mushroom Cultivation Media (EFBMM) from Semi Wet and Dry
Fermentation. Journal of Environment and Earth Science 8 (6) : 88 -
96 (terindex Copernicus).

V. Penghargaan
- Dosen Berprestasi Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang Tahun 2010
- Satya Lencana Karya Satya 10 Tahun Republik Indonesia 2010

SUSUNAN ACARA
SENAT MASUK
INDONESIA RAYA
MARS POLTEKKES
PEMBUKAAN SIDANG SENAT TERBUKA
- DO’A
- SAMBUTAN DIREKTUR
- ORASI-1
- ORASI-2
PENUTUP

TAMU:
- Direktur/Ketua Senat
- PUDIR
- Kajur
- Dosen/Anggota Senat
- Mahasiswa

http://www.lampost.co/berita-ketahanan-pangan-dan-energi-berbasis-kerakyatan.html
Ketahanan Pangan dan Energi Berbasis Kerakyatan
Purwanto/ Dosen Pascasarjana UMB 15 Aug 2018 - 6:45 1048
Ilustrasi
pangan dan energi. (Dok/Lampost.co)
AGUSTUS ini, tepat 23 tahun peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional
(Hakteknas) diselenggarakan. Terlepas dari seremoni Hakteknas, sejatinya ada
hal yang menjadi catatan bersama tentang kemajuan teknologi dalam negeri.
Sebab, memang faktanya kemajuan teknologi dalam negeri masih jauh dari
harapan.
Lebih menyakitkan lagi teknologi dalam negeri belum mampu menggarap semua
potensi nasional secara langsung. Potensi atau kekayaan negara ini hampir
semua digarap atau dikelola dengan teknologi asing, termasuk sektor pangan
dan sektor energi.

Tidak heranlah jika potret kondisi pangan dan pengelolaan energi di Indonesia
memprihatinkan. Lahan yang luas dan subur tak mampu menghadirkan jumlah
pangan yang memadai bagi penduduknya, maka wajar jika impor pangan jadi
solusi. Sumber energi yang berlimpah pun lebih banyak dikelola dengan
teknologi dan tenaga asing, maka wajar harga energi masih mahal untuk dimiliki
bangsa ini.

Swasembada Pangan
Tidak bisa dimungkiri bangsa ini pernah mencapai ketersediaan beras yang
berlimpah dari hasil buminya sendiri. Keberlimpahan beras sebagai sumber
pokok pangan rakyat Indonesia saat itu menjadi simbol kemakmuran negeri,
bahkan mampu memenuhi kebutuhan beras negara lain.
Ketersediaan beras berlimpah itu tercatat dalam sejarah sebagai swasembada
beras. Itulah prestasi sektor pangan yang luar biasa berhasil diraih pemerintah
zaman itu. Keberhasilannya menuai pujian internasional yang dibuktikan sebuah
penghargaan dari FAO (Food and Agriculture Organization) pada 1984.
Keberhasilan itu diraih melalui fokus dan intensitas program yang berkelanjutan.
Bernaung di bawah gerakan revolusi pangan yang menggerakkan berbagai hal,
mulai penyiapan regulasi, program intensifikasi massal yang tertata, bimbingan
massal untuk meningkatkan produksi pertanian, bibit unggul padi, hingga
penerapan teknologi tanam, pergeseran pun terjadi. Sebelumnya, sawah
tradisional yang satu kali panen setahun berubah menjadi dua hingga tiga kali
dalam setahun.
Apa yang dilakukan pada sektor pertanian di 1984 sejatinya kekuatan pertanian
Indonesia, yakni menempatkan teknologi dan ilmu pengetahuan yang tepat guna,
sekaligus keterlibatan petani sebagai pelaku langsung dalam kemajuan
pertanian.
Semangat itu sejatinya sudah tertuang dalam UU No. 12/2012 tentang Pangan.
Bahkan, konsep ketahanan pangan telah didefinisikan secara tepat dan
mendetail, mulai makna terpenuhinya pangan dari ketersediaan, jumlah maupun
mutunya yang harus aman, merata, terjangkau, dan berbasis pada keragaman
sumber daya lokal. Definisi itu jelas melibatkan pelaku pertanian.
Selanjutnya, ketahanan pangan juga dimaknai sebagai sistem yang terdiri atas
subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan
pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan
seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman, maupun
keamanannya.
Sementara itu, subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang
efektif dan efisien untuk menjamin seluruh rumah tangga dapat memperoleh
pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga
yang terjangkau.
Namun, pada praktiknya sektor pertanian yang menjadi fondasi ketahanan
pangan berjalan terpisah. Petani tidak lagi mendapatkan bimbingan yang baik,
kemajuan teknologi pertanian hanya dinikmati kalangan industri pertanian, bibit
dan pupuk yang mengikuti pola pasar bebas. Akibatnya, tingkat keberhasilan
panen pun menjadi sulit terukur.
Lagi-lagi kunci ketahanan pangan itu berada di tangan petani. Pemerintah perlu
mendekati petani layaknya mendekati kelompok industri. Petani perlu diasuh,
dirawat, dan dilindungi. Tentu beserta infrastruktur yang menunjang pertanian
dengan menggandeng perguruan tinggi sebagai pusat inovasi yang dapat
mendukung kebutuhan sektor pertanian.
Ketahanan Energi
Istilah ketahanan energi, kemandirian energi, dan kedaulatan energi merupakan
istilah yang selalu melekat dalam pembahasan energi. Ketiganya pun kerap
terjadi selisih dalam pemaknaannya.
Ketahanan energi dimaknai ketersediaan (availability) dengan indikator sumber
pasokan, kemampuan untuk membeli (affordability), dan adanya akses
(accessibility) bagi pengguna energi, serta bertahan untuk jangka panjang
(sustainability). Sementara itu, kemandirian energi diterjemahkan sebagai
kemampuan memanfaatkan keragaman energi. Kemudian kedaulatan energi
ialah hak negara dan bangsa untuk secara mandiri menentukan kebijakan
pengelolaan energi.
Persoalan energi sejatinya telah menjadi masalah serius sejak 1970-an, ketika
Arab Saudi menghentikan ekspor minyak ke negara Eropa dan Amerika Serikat.
Dampaknya pergerakan ekonomi pada negara tersebut mengalami kendala.
Terlebih, ketergantungan pada energi minyak bumi saat itu masih sangat besar.
Terkait dengan itu, isu ketahanan energi suatu negara menjadi strategis.
Ancaman hilangnya ketersediaan energi menjadi sumber konflik internal, bahkan
bisa menjadi persoalan regional. Dalam jangka luas memicu konflik global.
Sementara itu, Indonesia memiliki kecukupan energi. Selagi mampu
mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT). Berdasarkan data
Kementerian ESDM tercatat potensi EBT di Indonesia lebih dari
441 gigawatt (GW) dan ternyata baru terealisasi sekitar 8,89 GW.
Hal tersebut mempertegas belum fokusnya pemerintah dalam upaya
pengembangan EBT. Padahal, energi baru dan terbarukan merupakan jawaban
terbaik untuk memperkuat ketahanan energi. Berdasarkan data pada 2016,
konsumsi energi yang meliputi minyak, gas, dan batu bara di Indonesia
mengalami peningkatan hingga 5,9%. Sementara itu, dalam 20 tahun terakhir,
tingkat konsumsi ini meningkat dua kali lipat, dan yang tercepat dalam lima tahun
terakhir (Statistical Review of World Energy 2017).
Dalam laporan itu jumlah konsumsi energi nasional terdiri atas minyak sebesar
44%, gas alam 21,9%, batu bara 28,7%, dan 5,5% energi terbarukan. Kondisi ini
tampak memprihatinkan karena konsumsi energi berasal dari energi
nonterbarukan. Jika keadaan ini tetap berlangsung, ancaman krisis energi
berkepanjangan dapat terjadi. Untuk mencegahnya, pemerintah harus
menggalakkan penggunaan energi terbarukan.
Dalam praktiknya, penyediaan energi di Indonesia masih didominasi peran
pemerintah. Padahal, pada Pasal 19 UU No30/2007 tentang Energi telah
mengatur keterlibatan masyarakat dalam pemenuhan energi. Dengan demikian,
masyarakat patut dimotivasi dan dalam pengembang energi, terutama energi
baru dan terbarukan.
Sejumlah daerah yang memiliki bentangan pantai bisa mengembangkan energi
ombak, energi angin, dan energi matahari sebagai sumber energi lokal. Dengan
demikian, berbeda pula dengan daerah yang berada di pegunungan. Tantangan
pengembangan energi terbarukan berbasis masyarakat ialah tidak adanya
kesiapan pengelolaan. Maka dari itu, perlu keterlibatan perguruan tinggi untuk
mendukung kesiapan SDM.

Kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) pengelolaan energi


terbarukan berbasis masyarakat memiliki banyak manfaat. Dengan membuka
kesempatan bagi partisipasi lokal dan pengembangan kapasitas lokal sehingga
menambah penghasilan dan menciptakan lapangan pekerjaan. Selamat Hari
Kebangkitan Teknologi Nasional

Anda mungkin juga menyukai