ABSTRAK
Sampah di Kota Bandar Lampung, terutama di daerah Universitas Lampung,
didominasi oleh sampah organik, menurut Dinas Lingkungan Hidup. Sehingga
perlu adanya pengolahan sampah yang tepat pada Tempat Pengolahan Sampah
Terakhir nya (TPST), supaya sampah dapat teratasi dengan baik. Banyak upaya
yang dapat dilakukan dalam menangani permasalahan sampah organik. Salah satu
cara pengolahan sampah organik adalah dengan membuat pupuk organik, yang
dapat mengurangi jumlah sampah organik dan menghasilkan nilai ekonomi. Selain
itu, pengolahan sampah organik juga dapat digunakan untuk mengubah sampah
organik menjadi sumber protein, dengan menggunakan sampah organik sebagai
pakan untuk serangga, yang dapat mengubah sampah organik menjadi bahan
makanan yang mengandung protein. Kegiatan pengabdian ini berupa pelatihan
dalam bentuk teori dan praktek yang dilaksanakan di Tempat Pengolahan Sampah
Terpadu (TPST) Universitas Lampung. Kegiatan pengabdian masyarakat dibagi
menjadi beberapa tahap, yaitu persiapan, pembukaan, pre-test, Penyampaian
materi, pelatihan pembuatan MOL, Post-test. Hasil kegiatan ini dapat dilihat dari
aspek kognitif dan psikomotorik. Dari aspek kognitif peserta mengalami perubahan
terkait pengetahuan tentang pemanfaatan sampah organik. Dari segi psikomotorik
peserta sangat antusias dan semangat dalam pembuatan MOL nasi basi dan
pengaplikasian MOL nasi basi.
Di Kota Bandar Lampung terdapat salah satu Universitas yang dikenal sebagai
universitas negeri pertama dan merupakan universitas tertua di Lampung telah
menjadi bukti nyata dari kualitas pendidikannya, yaitu Universitas Lampung.
dengan jumlah mahasiswa lebih dari 35 ribu mahasiswa yang memiliki lahan seluas
40 hektar. Dengan banyaknya jumlah mahasiswa maka akan berakibat pada
meningkatnya jumlah konsumsi masyarakat sekitar kampus, sehingga menyebabkan
semakin meningkatnya jumlah sampah, baik sampah kantin, sampah organik,
sampah rumah tangga, sampah kertas, sampah plastic, sampah B3, maupun sampah
besar.
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat (UU No 18/2008 Pasal 1). Timbulan sampah pada area kampus
berasal dari sampah warung makan, sampah bangunan, sampah praktikum, sampah
kertas, dan sampah lainnya baik itu sampah organik maupun sampah anorganik.
Pastinya hal ini menimbulkan permasalahan pengelolaan sampah mulai dari masalah
timbulan sampah, kebutuhan tempat pemrosesan akhir sampah, serta biaya
lingkungan yang ditimbulkan. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah. Model pengelolaan sampah yang dikenal saat ini antara lain; penimbulan
sampah, penanganan di tempat, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan
pemrosesan akhir (Faizah, 2008; Widyatmoko & Sintorini Moerdjoko,2002). Untuk
itu dengan adanya lahan yang berhubungan erat dengan manusia dan lingkungan
maka diperlukan adanya pengolahan sampah menuju zero waste.
Data yang bersumber dari Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIIPSN)
menyatakan bahwa timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2021 mencapai
28,696,562 ton. Sedangkan pada Provinsi Lampung jumlah timbulan sampah
mencapai 782,858.23. Dengan komposisi sampah organik, yaitu sisa makanan
sebesar 27,8% dan kayu/ranting sebesar 20,33%. Untuk mengurangi timbulan
sampah yang terdapat pada Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) diperlukan Upaya
pengurangan dari sumbernya.
Dalam hal ini, Universitas Lampung sudah melakukan Upaya tersebut dengan
membentuk Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). TPST universitas
Lampung saat ini telah melaksanakan program-program yang diperlukan dalam
menangani masalah sampah dengan baik. Ketua Tim Pengelolaan Sampah Terpadu
(TPST) 3R (reduce, reuse, recycle), Opik Taufik Purwadi menyatakan bahwa Unila
terus mengupayakan pelaksanaan petunjuk teknis pengelolaan persampahan sesuai
arahan kementerian pekerjaan umum, senin (20/01/2020). Program TPST 3R ini
akan melayani 8 (delapan) fakultas dengan mengurangi atau meminimalisasi
(reduce), menggunakan kembali (reuse), dan mendaur ulang (recycle) sampah.
Program pengelolaan sampah ini direncanakan mengusung konsep zero waste.
Sampah yang masuk TPST dioptimalkan dapat dikelola menghasilkan outcomes
yang profitable, Ujar Opik. Namun saat ini, pembuangan sampah di TPST
Universitas Lampung telah mengalami peningkatan penumpukan jumlah sampah
yang tinggi hingga memerlukan suatu metode yang lebih efektif serta efisien dalam
proses reduksi sampah.
Salah satu pengolahan yang bisa dilakukan untuk mengolah sampah organik adalah
dengan pengomposan. Namun, proses pengomposan alami umumya memerlukan
waktu yang cukup lama sekitar 6-12 bulan, maka dengan adanya permasalahan
tersebut kami memberikan sebuah solusi dengan menambahkan bahan aktivator
alami guna mempercepat laju pengomposan sampah atau yang sering disebut
dengan Mikroorganisme Lokal (MOL). MOL adalah larutan fermentasi yang
berbahan baku limbah/sampah organik, seperti sayur-sayuran, buah-buahan, nasi
basi, dan urine sehingga dapat dikatakan lebih ekonomis dan ramah lingkungan jika
dibandingkan dengan bahan aktivator komersil. Penambahan aktivator akan
mempengaruhi waktu pengomposan, kualitas, dan kuantitas kompos.
B. METODE PENGABDIAN
Kegiatan pengabdian masyarakat ini berupa pelatihan dalam bentuk teori dan
praktek yang dilaksanakan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Universitas Lampung. Tahapan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut;
persiapan, pembukaan, pre-test, penyampaian materi, pelatihan pembuatan MOL,
dan post-test.
Keberhasilan program diseminasi ini diniali dari aspek kognitif dan psikomotorik
dari pemahaman dan daya serap masyarakat terhadap materi penyuluhan dan
praktek yang telah dilakukan. Aspek kognitif dinilai melalui pre dan post test.
Aspek psikomotorik dinilai melalui kegiatan praktek.
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 2023, yang berlokasi di Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Universitas Lampung. Kegiatan dimulai
pukul 07.30-11.30 WIB. Jumlah peserta yang hadir adalah sebanyak 63 peserta
yang berasal dari berbagai jurusan/perwakilan dari himpunan mahasiswa jurusan di
Universitas Lampung. Berikut susunan acara pada kegiatan diseminasi hasil riset
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Universitas Lampung.
08.00-08.10 : Pembukaan
11.15-11.30 : Penutupan
Hasil Evaluasi
Keberhasilan program diseminasi ini diniali dari aspek kognitif dan psikomotorik
dari pemahaman dan daya serap masyarakat terhadap materi penyuluhan dan
praktek yang telah dilakukan. Aspek kognitif dinilai melalui pre dan post test.
Aspek psikomotorik dinilai melalui kegiatan praktek.
Hasil evaluasi menunjukan bahwa secara kognitif peserta mengalami perubahan
terkait pengetahuan tentang pemanfaatan sampah organik dari sebelum acara
diseminasi dan sesudah acara diseminasi. Secara psikomotorik peserta sangat
antusias dan semangat dalam melakukan praktik pemanfaatan nasi basi menjadi
Mikroorganisme Lokal (MOL) dan pengaplikasian MOL nasi basi menjadi
alternatif aktivator kompos. Tidak ada kendala berarti yang terjadi pada kegiatan
ini.
50
45
40
Suhu (oC)
Suhu
35
Batas Minimum
30 Batas Maximum
25
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hari ke-
Gambar 4. 1. Hasil Pengukuran Suhu
Selama proses pengomposan terjadi fluktuasi suhu yang berkisar dari 30˚c - 45 ˚c.
Terjadinya peningkatan suhu ini menandakan adanya mikroorganisem yang bekerja
untuk mengurai sampah organik. Mikroorganisme yang bekerja pada rentang suhu
tersebut ialah mikroorganisme mesofilik. Suhu tertinggi terjadi pada hari ke-3
dengan suhu 43 ˚c. Sedangan suhu terendah terjadi pada awal pengomposan karena
mikroorganisme belum menunjukan aktivatis untuk mengurai sampah organik, dan
pada akhir pengomposan karena mikroorganisme sudah mengurai Sebagian besar
sampah organik. Pada saat proses pengomposan, perubahan suhu pengomposan
dengan menggunakan MOL nasi basi pada rentang yang diperbolehkan sehingga
suhu tidak mempengaruhi lama waktu pengomposan.
70
65
60
Kelembapan (%)
55
50 Kelembapan
45 Batas Minimum
Batas Maksimum
40
35
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hari ke-
Kelembapan pada awal proses pengomposan cukup tinggi yaitu 70%. Kelembapan
yang optimal pada akhir pengomposan adalah berkisar antara 40-60%. Selama 14
hari pengomposan kelembapan pada kompos terus menurun hingga mencapai
kisaran tersebut. Dan pada hari terakhir pengomposan kelembapan kompos sebesar
41% hal ini sudah sesuai dengan standar.
Hasil pengukuran pH pada proses pengomposan dapat dilihat pada Gambar 4.3.
8
7.5
6.5 pH
pH
6 Batas Minimum
5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hari ke-
Kesimpulan
Kegiatan diseminasi hasil riset Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Universitas Lampung mendapatkan beberapa kesimpulan, yaitu:
Rekomendasi
Berikut yang menjadi rekomendasi pada kegiatan diseminasi hasil riset ini:
Pemanfaatan nasi basi Menjadi Mikroorganisme Lokal (MOL) perlu dilanjutkan
guna meringankan masyarakat dalam pembelian pupuk tanaman dan guna
mengurangi timbulan sampah organik di lingkungan Universitas Lampung.
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, E., & Padmi, T. (2010). Pengelolaan sampah. In Diktat Program Studi
Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung.
Sutoro, A. K., Kuswytasari, N. D., & Shovitri, M. (2010). Kapang Pereduksi Fosfat
Dari Berbagai Bioaktivator (Reducing Phosphates Mold From Various
Bioactivators). 17–22.
Yulianto, A. B., Ariesta, A., Anggoro, D. P., Heryadi, H., Bahrudin, M., & Santoso,
G. (2009). Buku Pedoman Pengolahan Sampah Terpadu : Konversi Sampah
Pasar Menjadi Kompos Berkualitas Tinggi. In Pengolahan Sampah Terpadu.