Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH PADA TPST

BENGKURING, SEMPAJA UTARA, KOTA SAMARINDA

1. Latar Belakang

Kegiatan manusia menghasilkan sisa berupa material yang tidak berguna. Metrial
tersebut akan terus bertambah setiap harinya selama manusia masih melakuka
aktivitasnya. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berkahirnya
suatu proses. Secara umum sampah dapat diartikan sebagai semua bendda yang sudah
tidak digunakan lagi oleh makhluk hidup, sehingga sifatnya menjadi buangan. Jadi,
benda sisa yang dihasilkan oleh manusia, hewan, tumbuhan, bahkan mikroorganisme lau
berpotensi dianggap sebagai sampah selama tidak digunakan lagi.

Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah


yang dimaksud yaitu sisa kegiatan sehari-hari manusia atau sisa proses alam yang dapat
berbentuk padat atau semi padat, dapat berupa zat organik atau organik, dan bersifat bisa
terurai atau tidak bisa terurai yang dianaggpa tidak berguna dan dibuang ke lingkungan.

Sampah adalah suatu benda atau bahan yang sudah tidak digunakan lagi oleh manusia
sehingga dibuang. Stigma masyarakat terkait sampah adalah semua sampah itu
menjijikkan, kotor, dan lain-lain sehingga harus dibakar atau dibuang sebagaimana
mestinya. Segala aktivitasnya masyarakat selalu menimbulkan sampah. Hal ini tidak
hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah akan tetapi jufa dari seluruh
masyarakat untuk mengolah sampah agar tidak berdampaj negative bagi lingkungan
sekitar (Elamin, 2018).

Pengolahan sampah melibatkan pemanfaatan dan penggunaan saran dan prasaran anatara
lian, menempatkan sampah pada wadah yang sudah tersedia, proses pengumpulan
sampah, pemindahan, dan pengankutan sampah, serta pengolahan samapah hingga pada
proses pembuangan akhir. Belum adanya perencanaan dalam pepngolahan samapah
mengakibatkan kurangn maksimalnya sistem pengolahan samaph. Selain itu, belum
adanya tempat pengolahan sampah menjadi permasalahan yang mendasari hal tersebut
(Elamin, 2018).
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013,
Tempat Penampungan Sementara (TPS) adalah tempat dimana sebelum sampah diangkut
untuk dilakukan pendauran ulang, pengolahan dan tempah pengolahan sampah terpadu.
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) adalah tempat pelaksanaan kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan
pemrosesan akhir.

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) adalah tempat dilaksanakannya kegiatan


pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan
pemrosesan akhir sampah. Berdasarkan definisi tersebut, peran dan fungsi TPST
sangatlah penting. Hal ini dikarenakan TPST berkegiatan untuk melakukan pengurangan
dan penanganan sampah, bahkan kegiatan pemrosesan akhir pun dapat dilakukan di
TPST.

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bengkuring, Sempaja Utara merupakan


salah satu TPST yang masih beroperasi hingga sekarang di Samarinda. TPST ini telah
berdiri sejak tahun 2014 dan dikelola langsung dari Dinas Lingkungan Hidup dengan
diketuai oleh Pak Hamka, seorang masyarakat umum sekitar yang diberi kewajiban
untuk menjaga serta mengoperasikan TPST Bengkuring. TPST ini memiliki luas area …
x … m. Lokasi tepat dari TPST ini berada di belakang pasar bengkuring di Jalan Kastela
1, Sempaja Utara.

TPST Bengkuring mengolah sampah organik domestik diubah menjadi pupuk kompos.
Pupuk kompos ini nantinya dapat digunakan oleh masyarakat sekitar dalam proses
penanaman tumbuhan. Selain itu, TPST ini melakukan pemilahan sampah anorganik
yang masih berguna untuk dijual kembali. Contoh dari sampah anorganik tersebut ialah
botol plastik yang masih bisa dimanfaatkan kembali.

Secara sederhana, pengertian pengomposan adalah proses penguraian materi organik


yang kompleks oleh konsorsium mikroorganisme (secara biologis) menjadi materi
organik yang sederhana dan relatif stabil menyerupai humus yang dikenal dengan
kompos, dalam kondisi aerobik yang terkendali. Proses dikendalikan dengan menjaga
keseimbangan C/N ratio, kadar air, suhu, pH, konsentrasi oksigen dan lain-lain.
Teknologi pengomposan sendiri sudah begitu berkembang mulai dari Sistema terbuka
hingga sistem tertutup dengan menggunakan injeksi udara. Reaktor yang digunakan
untuk sistem tertutup juga beragam, seperti reaktor dengan aliran vertikal, miring, dan
horizontal (Sahwan, 2010).

Kegiatan Pengelolaan sampah di TPST dengan unit utama pengomposan pada dasarnya
bukanlah usaha yang berorientasi profit, tetapi lebih kepada upaya bersama antara
pemerintah dan masyarakat dalam rangka menciptakan dan lebih menjamin
terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Tujuan
utama yang ingin diperoleh adalah kebersihan kota dan terolahnya sampah, yang
merupakan tanggunag jawab pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat untuk memperoleh lingkungan yang bersih dan sehat pelayanan tersebut
sama dengan pelayanan pemerintah lainnya seperti peningkatan pendidikan, pelayanan
kesehatan, penyediaan air bersih, dan sebagainya (Sahwan, 2010).

2. Metodologi Penelitian
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung di TPST Bengkuring, tepatnya di Jalan Kastela 1, Sempaja
Utara, Kec. Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Lokasi tersebut dalam
titik koordinat, yaitu, 0°25’40,0”S 117°09’45,9”E. Penelitian dilakukan pada Hari Jumat,
1 April 2022 pada pukul 15.30 WITA.

Gambar 2.1 Lokasi Plot TPST Bengkuring


2.2 Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian yang dilakukan dalam pengumpulan data analisis TPST Bengkuring
ialah metode penelitian kualitif dengan menggunakan metode studi kasus dan teori dasar.
Menurut Saryono (2010), penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan
untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau
keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan
melalui pendekatan kuantitatif.

Metode studi kasus salah satu penelitian yang memfokuskan diri meneliti latar belakang,
interaksi dan kondisi masyarakat tertentu. Bentuk dari studi kasus ini digunakan untuk
meneliti sebuah peristiwa, kegiatan, atau program di sebuah kelompok individu tertentu.
Teknik pengambilan data pada metode ini dapat menggunakan teknik observasi, studi
dokumenter, dan bisa juga menggunakan teknik wawancara.

Metode teori dasar adalah penelitian yang dilakukan untuk menemukan suatu teori atau
menguatkan teori yang sudah ada dengan mengkaji prinsip dan kaidah dasar yang ada.
Selanjutnya, dibuat kesimpulan dasar yang membentuk prinsip dasar dari suatu teori.
Pengumpulan data metode teori dasar ini dilakukan dengan observasi, studi lapangan,
pembandingan antara kategori, fenomena, dan situasi berdasarkan berbagai penilaian,
seperti kajian induktif, deduktif, dan verifikasi hingga datanya bersifat jenuh.

3. Hasil dan Pembahasan

TPST Bengkuring telah berdiri sejak tahun 2014 dan dikelola oleh Pak Hamka selaku
warga setempat yang diberi tanggung jawab oleh Dinas Lingkungan Hidup. TPST ini
memiliki luas area … x … m. TPST ini mengelola sampah organik yang diambil pada
TPS di daerah setempat menjadi pupuk kompos. Selain sampah organik, TPST ini juga
mengelola sampah anorganik yang masih layak untuk digunakan kembali dan dijual
kepada agen-agen jual beli sampah layak, seperti halnya yang agen yang bekerjasama
pada TPST ini berada di daerah Sungai Dama.
Gambar 3.1 TPST Bengkuring

TPST Bengkuring ini hanya memiliki cakupan pengelolaan hingga 1 kelurahan. Hal ini
dikarenakan terdapat keterbatasan pekerja. Dahulu, TPST ini memiliki sumber TPS yang
berlokasi sama dengan TPST yaitu tepat di samping rumah produksi atau di belakang
pasar Bengkuring. Namun, karena adanya sengketa tanah, TPS yang dahulu berada tepat
disamping TPST menjadi ditiadakan dan pihak TPST harus mengambil bahan
pengelolaan di TPS sekitar seperti di TPS Jalan Bayam dan TPS Jalan Padat Karya.
Selain mengambil bahan di TPS setempat, TPST ini juga mengambil bahan pengolahan
dari limbah pasar dan limbah sisa pasar malam.

Gambar 3.2 TPS Jalan Padat Karya


TPST Bengkuring mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos. Proses pengolahan
yang dilakukan ialah pencacahan, difermentasi, kemudian disaring atau diayak. Sampah
atau limbah yang masuk ke dalam TPST akan dikumpulkan lalu dicacah dengan
menggunakan mesin pencacahan. Kemudian dari mesin pencacah, dilakukan fermentasi
selama kurang lebih 2-3 bulan. Selama proses fermentasi dilakukan pengadukan dengan
tujuan agar limbah tersebut terjadi pertukaran sirkulasi udara untuk mempercepat
pelapukan pada limbah. Selama proses fermentasi dilakukan juga pencacahan agar
limbah dapat terurai dengan baik. Setelah dilakukan proses fermentasi dan tekstur pupuk
sudah sesuai dengan tekstur yang diinginkan dilakukan pengayakan.

.
Gambar 3.3 Sampah Organik

Gambar 3.4 Fermentasi setelah Dilakukan Pengayakan


Pada Gambar 3.4 merupakan fermentasi yang dilakukan. Fermentasi telah berlangsung 2
hari dan 1 minggu. Masa waktu fermentasi yang berbeda ini memiliki tekstur yang
berbeda tiap waktunya. Setiap harinya dilakukan pengadukan serta pencacahan terus
menerus hingga tekstur pada limbah menyerupai bubuk kopi. Proses ini dilakukan
selama 2-3 bulan fermentasi. Pada Gambar 2.5 merupakan hasil fermentasi yang
dilakukan selama 1 bulan. Fermentasi selama 1 bulan telah meninjukkan tekstur dan
pupuk komppos yang hamper jadi.

Gambar 3.5 Fermentasi Selama 1 Bulan

Selama proses fermentasi, terdapat air yang mengendap. Air yang mengendap tersebut
disebut sebagai air lindi. Air lindi ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk cair. Akan tetapi,
minimnya pengetahuan masyarakat serta kurangnya penyuluhan dari pihak TPST
Bengkuring atau Dinas Lingkungan Hidup mengenai air lindi tersebut jadi jarang untuk
dilihat oleh masyarakat setempat. Air lindi hanya dilihat sebagai air limbah tanpa
diketahui manfaat serta efisiensi penggunaan dari air lindi tersebut.

Hasil proses pengolahan sampah organik yang berlangsung hingga 2-3 bulan terlihat
pada Gambar 3.6. Hasil akhir tersebut kemudian di jual di pasaran. Selain dijual di
pasaran, dari pihak Dinas Lingkungan Hidup juga membeli pupuk kompos hasil
pengelolaan tersebut. Akan tetapi nilai jual yang diberikan oleh pihak Dinas Lingkungan
Hidup dibawah dari harga jual dipasaran. Pupuk Kompos yang dikelola oleh TPST
Bengkuring di kemas dengan menggunakan kemasan pada Gambar 3.7.
Gambar 3.6 Hasil Akhir dari Pengolahan Limbah Organik

Gambar 3.7 Kemasan Pupuk Kompos

4. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
1. Elamin, M. Z., Ilmi, K. N. dkk., 2018, Analisis Pengelolaan Sampah pada
Masyarakat Desa Disanah Kecamatan Sreseh Kabupaten Sampang, Jurnal Kesehatan
Lingkungan, Vol. 10 No. 4, Universitas Airlangga, Surabaya
2. Sahwan, F. L., 2010, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Urgensi dan
Implementasinya, Jurnal Rekayasa Lingkungan, Vol. 6 No. 2, Pusat Teknologi
Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, DKI Jakarta.
3. Saryono, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis bagi Pemula,
Mitra Cendekia Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai