New Renewable Energy from Coastal Plastic Waste and Household with
Utilizing Pyrolisis Technology to Support the Community Energy Independent
In the District of the Selayar Archipelago
1
PROLOG
2
pengolahan sampah/limbah yaitu belum dilaksanakannya Good Governance
karena kemitraan tidak dapat diakses oleh masyarakat dan dijadikan hanya
sebagai acuan dalam pengelolaan sampah yang menggunakan teknologi antara
lain gasification power plant and pyrolisis. Masalah pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dapat diatasi dengan
beberapa pendekatan, antara lain: melalui Program Go Green Campaigns,
ataupun melalui strategi kebijakan EPR, dimana mewajibkan produsen penghasil
produk turut bertanggung jawab atas setiap produk terpakai yang telah menjadi
sampah kemasan, juga strategi insentif fiskal dan ekonomi sirkular (Irmasari
Welhelmina, 2021, Jurnal Vol.6 No.1).
Penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar pada tahun 2022-2023 mencapai
140.312 jiwa, (Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2023). Jumlah ini akan
menghasilkan timbulan sampah dengan volume yang tidak sedikit yaitu sebesar
42.180,69 Ton/Tahun (Renstra Dinas Lingkungan Hidup Kab. Kepulauan Selayar
Tahun 2021-2026). Dengan jumlah penduduk tersebut timbulan sampah
Kabupaten Kepulauan Selayar dapat diasumsikan dengan menggunakan faktor
pendekatan teoritis dan SNI 32242-2008 yakni sebanyak 335.000 m3 per hari
dengan berat sampah plastik yang dihasilkan 67.000 kg sampah plastik/hari atau
sama dengan 67 ton sampah plastik per hari atau 24.455 Ton/ Tahun yang
berasal dari rumah tangga sedangkan timbulan sampah plastik pesisir yang
berada di sepanjang garis pantai Kabupaten Kepulauan Selayar sepanjang 670
km khususnya di saat musim angin barat (Munson) adalah sebesar rata-rata
sampah plastik adalah 9,5 ± 2,7 item/m2 dan berat sekitar 229,2 ± 109,9 g/m2
(Hermawan, Roni, et al. "Economic Impact From Plastic Debris On Selayar
Island, South Sulawesi").
Dari volume timbulan sampah rumah tangga tersebut sekitar 40% sampai
50% merupakan sampah organik (sampah basah) dan sisanya merupakan
sampah anorganik (sampah kering) yang apabila dikelola dengan baik dapat
didaur ulang atau dimanfaatkan kembali sebagai energi alternatif salah satunya
dengan menggunakan proses pirolisis sampah plastik untuk menghasilkan
minyak pirolisis ataupun energi alternatif lainnya. Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Debora Almeida (2016, Jounal Polímeros, 26(1), 44-51 “Thermal
and Catalytic Pyrolysis of Plastic Waste”) pirolisis sebagai proses daur ulang
tersier dapat bersifat termal atau katalitik dan dapat dilakukan dalam kondisi
3
eksperimen yang berbeda. Kondisi tersebut mempengaruhi jenis dan jumlah
produk yang diperoleh. Dengan proses pirolisis limbah plastik PVC dan PE dapat
diperoleh produk yang memiliki nilai tambah tinggi, seperti bahan bakar minyak
dan bahan baku produk baru. Zeolit dapat digunakan sebagai katalis dalam
pirolisis katalitik dan mempengaruhi produk akhir yang diperoleh. M. Farhan
(2022, Jurnal Teknik Elektro dan Vokasional) pada penelitiannya mengemukakan
pengolahan limbah plastik Plyprohylene dengan menggunakan metode pyrolisis
dengan Simulasi Super Pro Designer dapat menghasilkan energi baru terbarukan
berupa energi listrik sebesar 15,13 KW/Hari. Adapun pengolahan sampah plastik
dengan perpaduan 3 (tiga) jenis limbah plastik dengan menggunakan metode
pyrolisis dipengaruhi oleh beberapa variabel. Semakin besar temperature pada
proses pirolisis, wax yang dihasilkan akan berkurang sedangkan sisa abu dari
plastik campuran ada di setiap varian suhu, dimana suhu berbanding lurus
dengan minyak yang diperoleh (Juliya Ascha, 2021, Jurnal Chemurgy). Adapun
penelitian yang mengkaji potensi residu dari hasil pengolahan pyrolisis (Qonita
Rachmawati, 2015, Jurnal Teknik ITS Vol. 4 No. 1) mengemukakan sampah yang
digunakan yaitu sampah plastik HDPE (High Density Polyethylene), PET (Poly
Ethylene Terephthalate), dan PS (Poly Styrene). Komposisi sampah yang
digunakan antara lain: 100:0, 75:25, dan 50:50. Temperatur yang digunakan
pada reaktor yaitu 500°C dengan waktu 30 menit. Penelitian dimulai dari
persiapan bahan uji, persiapan reaktor, percobaan pendahuluan, dan penelitian
dengan reaktor pirolisis. Selanjutnya dilakukan analisis untuk masing-masing
hasil produk. Penelitian ini jenis sampah plastik yang menghasilkan gas tertinggi
yaitu jenis plastik PET sebesar 45,40% dan jenis plastik yang menghasilkan wax
tertinggi yaitu jenis plastik HDPE sebesar 69,91%. Sedangkan komposisi yang
menghasilkan gas tertinggi yaitu komposisi dengan ranting 25% dan PET 75%
sebesar 71,24% dan komposisi yang menghasilkan wax tertinggi yaitu komposisi
dengan ranting 25% dan PS 75% sebesar 61,36%.
Penelitian terhadap pemanfaatan bahan bakar sampah plastik juga pernah
diteliti oleh Noorly Evalina (2019) dengan menggunakan pembangkit listrik Hot
Air Stirling Engine dimana metode ini adalah salah satu media konversi energi
alternative perkembangan motor bakar menuju ke arah motor bakar yang ramah
lingkungan. Ekspansi gas ketika dipanaskan dan diikuti kompresi gas ketika
didinginkan, bahan bakar plastik digunakan sebagai sumber energi kalor yang
4
dikonversikan oleh Hot Air Stirling Engine menjadi energi mekanik dan kemudian
dikonversi menjadi energi listrik.
Pengolahan limbah/sampah menjadi sumber energi listrik yang diteliti oleh
J.P. Simanjuntak (2022), dimana dalam penelitiannya ditemukan bahwa
sampah/limbah tersebut sebagian besar terdiri dari bahan organik dan bahan
anorganik yang dapat dibakar. Limbah tersebut juga memiliki kandungan energi
kotor sebesar 3600.503 kkal/kg. Nilai pembakaran sampah ini dapat digunakan
untuk bahan bakar sistem pembangkit tenaga listrik tenaga sampah (PLTSa).
Adapun optimasi pengembangan teknologi konversi sampah dapat dilakukan
melalui sistem teknologi Gasification dimana melalui sistem teknologi ini sampah
yang organik dan anorganik yang terkelola mencapai 96,48% dan dapat
menghasilkan energi listrik sebesar 12 MW dari sampah 1.000 ton/hari dimana
apabila menggunakan sistem Landfill Gas Collection hanya menghasilkan 2 MW/
hari (Jon Marjun Kadang, 2022).
Pengolahan serta konversi sampah/ limbah plastik menjadi energi alternative
salah satunya yaitu sebagai sumber biomassa telah diteliti oleh Herliati (2019,
Jurnal Teknologi) dimana dalam penelitiannya ditemukan jenis Feedstock,
temperature, reaktor, dan waktu reaksi sangat mempengaruhi optimalisasi hasil
bahan bakar minyak dimana kondisi terbaik diperoleh pada rentang temperature
400oC-500oC. Dimana teknologi pyrolisis mengkonversi sampah plastik menjadi
bahan bakar minyak dengan cara mengembalikan plastik ke bentuk asalnya
(Syauki Isykapur, 2021 Journal Of Research in Pharmacy). Dalam penelitian
Muhammad Hendro (2021) Metode pengkonversian sampah plastik menjadi
energi listrik. Sampah plastik dapat dirubah menjadi energi listrik dengan cara
pembakaran langsung atau proses termokimia pirolisis, dimana sampah plastik
dapat digunakan untuk memutar turbin generator dan menghasilkan listrik.
Proses pirolisis yang paling efisien adalah Hydro Cracking, lalu Catalytic
Cracking, kemudian Thermal Cracking. Dengan menggunakan Proses Degradasi
Termal dan Katalitik, pengkonversian sampah plastik menjadi bahan bakar
alternative menghasilkan kuantitas viskositas kinematis yang lebih rendah
dibandingkan biosolar, namun menghasilkan kuantitas nilai titik tuang yang lebih
tinggi dibandingkan dengan biosolar (Prabuditya Bisma Wisnu Wardhana, 2022).
Sistem pengelolaan dan pengolahan sampah plastik di Kabupaten
Kepulauan Selayar belum ada dan masih menjadi polemik lingkungan.
5
Berdasarkan hal ini maka penulis akan mengangkat penelitian disertasi yang
berjudul “Energi Baru Terbarukan dari Sampah Plastik Pesisir dan Rumah
Tangga dengan Memanfaatkan Teknologi Pirolisis Guna Mendukung
Masyarakat Mandiri Energi di Kabupaten Kepulauan Selayar”. Sehingga
melalui penelitian ini maka didapatkan beberapa potensi besar dalam
pengembangan energi baru terbarukan yang berasal dari sampah plastik, yang
dapat diolah melalui teknologi pirolisis menjadi bahan bakar yang dapat
digunakan sebagai sumber energi alternatif. Seperti hal nya yang telah dilakukan
penelitian oleh Bambang Sugiarto (2021) dimana Bahan bakar olahan sampah
plastik dapat menurunkan pengeluaran rumah tangga karena dapat
dipergunakan sebagai bahan bakar memasak. Dengan demikian maka kegiatan
pengabdian masyarakat ini bermanfaat bagi lingkungan dan juga bermanfaat
bagi perekonomian keluarga.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas beberapa permasalahan yang terjadi
dapat dirumuskan dalam penelitian sebagai berikut.
1. Seberapa besar potensi energi baru terbarukan khususnya energi listrik
yang dapat dihasilkan dari sampah plastik pesisir dan rumah tangga di
Kabupaten Kepulauan Selayar melalui teknologi pirolisis?
2. Seberapa besar potensi energi alternatif dari hasil residu yang dapat
dihasilkan dari pengolahan sampah plastik pesisir dan rumah tangga di
Kabupaten Kepulauan Selayar melalui teknologi pirolisis?
3. Bagaimana Pengembangan energi baru terbarukan dari sampah plastik
melalui teknologi pirolisis dapat mendukung masyarakat Kepulauan untuk
menjadi lebih mandiri dalam hal energi?
4. Apa saja rekomendasi dan strategi yang dapat dilakukan untuk memperluas
penggunaan teknologi pirolisis sebagai solusi energi baru terbarukan dari
sampah plastik di Kabupaten Kepulauan Selayar dan Indonesia secara
keseluruhan?
6
dapat dihasilkan dari sampah plastik pesisir dan rumah tangga di Kabupaten
Kepulauan Selayar melalui teknologi pirolisis.
2. Menganalisis potensi energi alternatif dari hasil residu yang dapat dihasilkan
dari pengolahan sampah plastik pesisir dan rumah tangga di Kabupaten
Kepulauan Selayar melalui teknologi pirolisis.
3. Menganalisis dan mengembangkan energi baru terbarukan dari sampah
plastik melalui teknologi pirolisis dapat mendukung masyarakat Kepulauan
untuk menjadi lebih mandiri dalam hal energi.
4. Memberikan rekomendasi dan strategi yang dapat dilakukan untuk
memperluas penggunaan teknologi pirolisis sebagai solusi energi baru
terbarukan dari sampah plastik di Kabupaten Kepulauan Selayar dan
Indonesia secara keseluruhan
7
a. HDPE (High Density Polyetilene);
HDPE (High Density Polyethylene) adalah
polimer termoplastik jenis polietilena yang terbuat dari proses
pemanasan minyak bumi. Sifatnya keras, tahan terhadap suhu tinggi,
dan dapat dibentuk menjadi beragam benda tanpa kehilangan
kekuatannya. Lapisan HDPE cenderung terlihat buram setelah
diproses, dan dapat didaur ulang.
HDPE (High Density Polyethylene) sering kita temukan dalam bentuk
botol minuman, pipa, talenan, plastik anti panas, shopping bag, dan
botol shampoo. HDPE merupakan salah satu bahan material plastik
yang biasa digunakan untuk pembuatan kemasan berbahan plastik.
Selain itu, HDPE memiliki warna putih susu atau putih bersih.
Beberapa aplikasi penggunaan HDPE diantaranya adalah:
• Makanan dan minuman: botol susu, kemasan jus, kantong roti, dan
lain-lain.
• Produk rumah tangga: tempat sampah, ice box, dan mainan anak;
• Fiber dan tekstil: tali, jaring untuk memancing atau olahraga, dan
kabel; dan
• Pipa: pipa gas, air, drainase, dan pembuangan.
8
• Kabel.
9
b. Beberapa peralatan rumah tangga dan barang konsumsi sehari-hari
seperti panel kontrol, vacuum cleaners, pengolah makanan, pelapis
kulkas, dan lain sebagainya;
c. Aplikasi listrik dan elektronik seperti keyboard komputer, penutup
elektronik, dan lain-lain;
d. Aplikasi konstruksi seperti pipa dan fitting dibuat menggunakan plastik
ABS karena sifat-sifatnya seperti kekuatan benturan yang tinggi,
ketahanan terhadap karat dan korosi;
e. Alat musik, peralatan olahraga, dan lain-lain;
f. Alat berkebun;
g. Lego dan mainan plastik lainnya;
h. Aplikasi medis seperti nebulizer, kompresor, dan lain-lain.
10
exchanger juga dapat menimbulkan korosif pada pemakaiannya, sehingga
membutuhkan perhatian serius jika diterapkan untuk skala industri.
5. Polistiren (PS)
Polistiren adalah jenis polimer dengan yang termasuk kategori termoplastik.
Dengan berbagai bentuk dan karakteristiknya, plastik yang satu ini dapat
digunakan dalam berbagai aplikasi mulai dari pengemasan hingga insulasi
bangunan.
Polistirena merupakan salah satu plastik yang paling banyak digunakan di
seluruh dunia, dengan angka produksi mencapai 7 juta ton per tahunnya.
11
B. Perlakuan terhadap Sampah Plastik Pesisir yang telah terkontaminasi
dengan air laut dan dibandingkan dengan suhu 400 0C, 5000C, dan 6000C
dengan menggunakan metode pyrolisis.
12
➢ SDG’S Pembangunan berkelanjutan tujuan ke-7;
➢ Transisi Energi dengan pengurangan penggunaan energi fosil menjadi
Energi Baru Terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025.
➢ Permasalahan Lingkungan Pesisir Pantai Kab. Kepulauan Selayar Besarnya
Timbulan Sampah Plastik rumah tangga sebesar 24.455 Ton/Tahun;
Pencampuran jenis
Pengolahan Pyrolisis limbah yang akan
diolah dengan
Hasil Residu komposisi :
a. 80% Limbah
Plastik Pesisir,
20% Limbah
Plastik RT
Cair (Liquid) Gas Padat (Solid) b. 70% Limbah
Plastik Pesisir,
30% Limbah
Plastik RT
dengan tinggi
temperature 500oC,
Proses Pembakaran/ 600oC, 650 oC.
Penguapan Panas pada
sistem PLTSp
13
BAB I
TOPIK PENELITIAN I
“POTENSI ENERGI BARU TERBARUKAN KHUSUSNYA ENERGI LISTRIK
YANG DAPAT DIHASILKAN DARI SAMPAH PLASTIK PESISIR DAN RUMAH
TANGGA DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR MELALUI TEKNOLOGI
PIROLISIS”
2.1 Abstrak
Krisis energi listrik merupakan salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh
negara Indonesia. Peningkatan kebutuhan daya listrik tidak diimbangi dengan
peningkatan kapasitas pembangkit mengakibatkan defisit energi listrik. Selain itu,
masih banyak daerah-daerah terpencil belum tersentuh listrik terkhusus di daerah
Provinsi Sulawesi Selatan. Terdapat 3 (tiga) Kabupaten di Provinsi Sulawesi
Selatan yang masih memiliki angka Ratio Elektrifikasi (RE) terendah yaitu
Kabupaten Jeneponto, Pangkep, dan Kepulauan Selayar. Ketiga kabupaten ini
memiliki ratio elektrifikasi terendah karena memiliki beberapa desa yang terletak
di Kepulauan dan Pegunungan yang tergolong daerah terpencil. Pada dasarnya
daerah terpencil tersebut menyimpan potensi alam yang banyak, seperti air,
angin dan cahaya matahari yang dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan
listrik. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya penghematan energi sambil
secara masif mendorong berkembangnya sumber energi baru dan terbarukan.
Salah satu bahan bakar alternatif serta potensi energi alternative yang ramai
dibicarakan adalah bahan bakar dari sampah plastik dan biomassa yang dapat
dijadikan sebagai sumber pembangkit energi listrik.
Sampah plastik merupakan limbah yang sangat sulit terurai kecuali dalam
waktu yang sangat lama. Selain itu sampah plastik memberikan dampak buruk
pada kehidupan manusia antara lain kesehatan, lingkungan, dan sosial ekonomi.
Indonesia negara terbesar kedua penyumbang sampah plastik dunia dengan
menyumbang sekitar 175.000 ton per hari. Jenis Sampah plastik yang banyak
dijumpai terutama di wilayah perkotaan yaitu PET, HDPE, PVC, LDPE, dan PP.
Semakin tinggi kebutuhan akan penggunaan plastik untuk berbagai keperluan
14
termasuk untuk kegunaan rumah tangga akan berdampak pada tingginya laju
penumpukan sampah plastik. Secara kimiawi plastik adalah polimer yang terdiri
dari monomer rantai panjang. Untungnya melalui proses pirolisis polimer tersebut
dapat direngkah dan dikonversi menjadi bahan bakar cair seperti kerosen, diesel
dan bensin.
Menurut Gnanavel et al. (2014) penguraian sampah plastik di alam
memerlukan waktu yang relatif sangat lama tergantung pada kedaan lingkungan
maupun struktur kimia polimer limbah plastik, sedangkan produksi sampah
plastik Indonesia mencapai 175.000 ton per hari, hal ini tentu akan menimbulkan
masalah serius bagi lingkungan, baik untuk generasi sekarang bahkan untuk
generasi yang akan datang.
Untuk mengurangi sampah plastik yang terbuang ke lingkungan, awalnya
metode daur ulang dianggap sebagai alternatif untuk mengelola sampah plastik.
Namun terbukti bahwa proses daur ulang plastik sangat sulit dan mahal karena
terkendala biaya buruh untuk proses pemisahan. Selain itu, proses daur ulang
memiliki potensi terhadap pencemaran air sungai maupun air laut. Pemisahan
diperlukan karena plastik terbuat dari berbagai jenis dengan kegunaan yang
berbeda. Salah satu teknologi alternatif konversi sampah plastik menjadi bahan
bakar pembangkit listrik adalah proses pirolisis yaitu sebuah reaksi perengkahan
termal tanpa menggunakan oksigen. Saat ini, pirolisis telah menjadi perhatian
serius sebagai salah satu metode konversi sampah plastik menjadi bahan bakar
cair atau energi alternative pembangkit karena memberikan manfaat baik secara
ekonomi maupun kaitannya dengan pencegahan pencemaran lingkungan.
Sehingga peneliti terinspirasi untuk Menganalisis Potensi Energi Baru
Terbarukan Khususnya Energi Listrik Yang Dapat Dihasilkan Dari Sampah
Plastik Pesisir Dan Rumah Tangga Di Kabupaten Kepulauan Selayar Melalui
Teknologi Pirolisis.
2.2.1 Plastik
Plastik adalah bahan dengan berat molekul tinggi yang ditemukan oleh
Alexander Parkes pada tahun 1862 (Karad & Havalammanavar, 2017).
Plastik adalah senyawa polimer yang terbentuk dari polimerisasi
(monomer) hidrokarbon yang membentuk rantai yang panjang dengan
struktur yang kaku. Plastik juga disebut dengan senyawa sintesis dari
minyak bumi yang dibuat dengan reaksi polimerisasi (monomer) yang
15
sama, sehingga membentuk rantai panjang dan kaku yang akan
menjadi padat setelah temperatur pembentukannya (Arwizet, 2017).
Polimer merupakan molekul yang dibuat oleh pengulangan unit
sederhana, sebagai contoh struktur Polyethylene dapat ditulis dalam
bentuk seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 (Karad &
Havalammanavar, 2017).
16
pengulangan yang berbeda yang berasal dari unit monomer
sederhana (Alshehrei, 2017).
2. Thermosetting adalah plastik yang jika telah dibuat dalam bentuk
padat, tidak dapat dicairkan kembali dengan cara dipanaskan
(UNEP, 2009; Surono & Ismanto, 2016). Polimer termoset tetap
padat dan tidak dapat meleleh dan dimodifikasi. Perubahan kimia
di sini tidak dapat dipulihkan, dan karenanya plastik ini tidak
dapat didaur ulang karena memiliki struktur ikatan silang,
sedangkan termoplastik linear. Contohnya termasuk phenol–
formaldehyde, polyurethanes, dan lain-lain (Alshehrei, 2017).
Berdasarkan sifat kedua kelompok plastik tersebut, thermoplastic
adalah jenis yang memungkinkan untuk didaur ulang. Jenis plastik
yang dapat didaur ulang diberi kode berupa nomor seperti terlihat
pada Gambar 4 (Landi & Arijanto, 2017). Untuk jenis dan karakteristik
berbagai plastik dapat dilihat pada Tabel 1.
17
Tabel 1. Jenis dan Karakteristik Berbagai Plastik
18
meningkat 12 % per tahun, akan menyebabkan tumpukan PET di
tempat pembuangan sampah semakin besar. Daur ulang limbah PET
tidak ekonomis karena membutukan biaya pemisahan yang tinggi.
Oleh karena itu, alternatif lain pemanfaatan limbah PET dengan cara
mengkonversinya menjadi bahan bakar cair menggunakan teknologi
pirolisis telah dieksplorasi oleh beberapa peneliti.
Potensi konversi PET untuk menghasilkan minyak cair menggunakan
reactor fixed-Bed dengan proses pirolisis pada suhu 500oC telah
dilakukan. Dilaporkan bahwa dengan metode ini diperoleh bahan
bakar cair 30-40 % berat sementara bahan bakar gas 60-80 % berat
dan padatan residu 10-20 % berat. Namun dari hasil karakterisasi
produk, hasil pirolisis menunjukkan tingkat keasaman yang tinggi
disebabkan kandungan asam benzoat. Hal ini tentu tidak
menguntungkan karena selain dapat menyumbat pipa dan heat
exchanger juga dapat menimbulkan korosif pada pemakaiannya,
sehingga membutuhkan perhatian serius jika diterapkan untuk skala
industri.
19
2.2.1.3 Low-density polyethylene (LDPE)
Berbeda dengan HDPE, LDPE adalah jenis polimer yang memiliki
banyak cabang sehingga memiliki gaya intermokelul yang lebih lemah
tentu saja konsekuansinya memiliki kekuatan tekan dan kekerasan
yang lebih rendah dibandingkan HDPE. Namun demikian, LDPE
memiliki keunggulan dalam hal mudah dibentuk dan resisten terhadap
air. Untuk itu LDPE banyak digunakan untuk kantong plastik,
pembungkus foil untuk Kemasan, kantong sampah dan lain
sebagainya. Sebagai konsekuensi LDPE banyak dijumpai di tempat
pembuangan akhir sampah dimana menempati urutan kedua sebagai
penyumbang sampah padatan setelah polipropilen. Sebagai salah satu
cara untuk mengatasi persoalan limbah ini adalah dengan
mengkonversi LDPE menjadi energi. Teknologi pirolisis, untuk
merubah limbah LDPE menjadi bahan bakar, telah menjadi perhatian
oleh banyak peneliti saat ini.
Berbeda dengan pirolisis HDPE, reaktor fluidized-bed pada kisaran
suhu 400-500oC dengan laju pemanasan 10oC/menit digunakan pada
pirolisis LDPE. Pengamatan berlangsung selama 20 menit dimana gas
nitrogen berfungsi sebagai agen fluidisasi. Dengan bahan LDPE,
bahan bakar cair yang dihasilkan lebih tinggi yaitu antara 70 – 90 %
berat, gas yang dihasilkan sedikit dan tidak ada sama sekali padatan
yang tersisa.
20
limbah PP limbah akan meningkat setiap tahun dan oleh karena itu,
proses pirolisis merupakan metode alternatif yang telah dipelajari untuk
mengkonversi limbah plastik menjadi energi terbarukan sekaligus
mengatasi masalah penumpukan limbah. Beberapa peneliti telah
melakukan evaluasi terhadap metode pirolisis PP menggunaan
berbagai parameter guna mengetahui sifat dan mengukur bahan bakar
cair yang dihasilkan.
Pirolisis PP dilakukan pada kondisi suhu berkisar antara 250-350oC di
dalam sebuah dilaporkan bahwa hasil terbaik diperoleh pada suhu
sekitar 300oC dimana konversi plastik hampir 99 % dengan solid residu
sebesar 1,5 %. Ketika suhu mendekati 400oC hasil yang diperoleh
menjadi turun dimana terjadi kenaikan solid residu menjadi 5 % berat.
Hal ini memperlihatkan bahwa pembentukan coke terjadi pada suhu
tinggi. Fakta ini telah dikonfirmasi oleh peneliti lainnya dimana pirolisis
pada suhu > 400oC dijumpai hasil berupa liquid 80 % berat, gas 6,6 %
berat dan padatan 13,3 % berat. Kondisi suhu yang ekstrim yaitu
750oC di dalam reaktor batch menghasilkan liquid 48,8 % berat liquid,
gas 49,6 % berat dan 1,6 % berat padatan.
21
dengan kenaikan temperatur. Gaya Van der Waals adalah gaya antara
molekul-molekul, akan menarik molekul menjadi satu ikatan sehingga
sulit untuk terpecah . Di satu sisi, ketika getaran molekul-molekul cukup
kuat, mereka akan menguap bukan merengkah hal ini tentu saja tidak
diharapkan. Rantai karbon baru akan pecah/merengkah jika energi
yang dipengaruhi oleh gaya van der Waals terhadap rantai polimer lebih
besar dari entalpi ikatan dalam rantai C-C. Ini alasan mengapa polimer
dengan berat molekul yang besar akan terurai . Distribusi produk hasil
pirolisis plastik dan biomassa pada variasi suhu telah dilakukan oleh
beberapa peneliti guna menemukan suhu optimum terbentuknya
biofuel. Dilaporkan bahwa, temperatur perengkahan polimer plastik
berkisar pada suhu 350-425oC sedangkan temperatur dekomposisi
selulosa pada kisaran suhu 400 – 550oC. Pada temperatur kurang dari
450°C, jumlah padatan, bio-char, yang dihasilkan meningkat hal ini
karena rendahnya konversi karbon dan rendahnya laju devolatilisasi.
Reaktor batch adalah reaktor dengan sistem tertutup dimana tidak ada
aliran reaktan masuk atau aliran produk keluar selama reaksi
berlangsung. Berbeda dengan batch, reaktor semi batch
memungkinkan terjadi penambahan reaktan atau produk selama reaksi
22
berlangsung. Salah satu keunggulan reaktor batch dan semi-batch
adalah dapat diperoleh konversi yang tinggi dengan menambah waktu
reaksi. Namun, kelemahan dari reaktor batch maupun semi-batch
terkait dengan variabilitas produk yang dihasilkan, biaya tenaga kerja
tinggi dan tidak dapat diterapkan untuk skala yang besar. Dilaporkan
oleh beberapa peneliti bahwa reaksi pirolisis plastik menggunakan
reaktor batch yang berlangsung pada suhu 300 – 550oC untuk berbagai
jenis plastik telah menghasilkan biofuel (cair, gas dan padat),
sementara pirolisis biomassa berlangsung pada suhu 400 – 550oC
sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Produk Pirolisis dengan reaktor yang berbeda untuk berbagai
Feedstock
% Berat Bahan Bakar Cair
67 - - (57)
69.3 85 - (12)
74 - - (39)
80.1 87 80 (12)
85 - - (39)
Bagase 40 - - (48)
23
Gambar 5. Konfigurasi Reaktor Batch Gambar 6. Konfigurasi Reaktor Fixed-Bed
24
2.2.3 Waktu Tinggal
2.3 Metode
2.3.1 Pengumpulan Sampel Limbah dan Analisis Karakteristik Sampah melalui Uji
Laboratorium
25
Pada tahapan awal dilakukan pengumpulan sampel limbah Plastik Pesisir dan
Rumah Tangga yang akan di uji Laboratorium terkait komposisi senyawa yang
ada di dalamnya.
Metode yang digunakan pada studi ini juga berupa kajian literature yang luas
dan mendalam terhadap parameter-parameter suhu, jenis dan komposisi limbah
plastik yang akan diolah. Pada topik pirolisis baik untuk sampah plastik. Sumber
kajian ini adalah data sekunder yang digunakan termasuk internet, laporan
penelitian, prosiding, dan artikel jurnal nasional maupun internasional yang fokus
pada konversi serta pengolahan limbah plastik menjadi sumber energi baru
terbarukan yaitu pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi pirolisis.
26
2.4.2 Persiapan Bahan Uji
Penelitian ini berupa data primer yaitu hasil pengujian laboratorium kimia
terkait komposisi yang ada di dalam limbah/sampah plastik pesisir dan
rumah tangga serta berapa besaran nilai kalori yang bisa dijadikan
sebagai energi listrik.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampah plastik
HDPE, PET, PP, LDPE, LLDPE, PVC, dan ABS.
Pada penelitian ini ukuran partikel sampah yang akan digunakan sekitar
2-5 mm, dengan kadar air <10%. Pengurangan kadar air terhadap bahan
baku sampah yang akan digunakan dapat dilakukan dengan cara
pengeringan menggunakan sinar matahari. Selanjutnya dilakukan uji
kadar air menggunakan analisis proximate. Berat sampah yang
digunakan pada penelitian ini sebesar 500 g sesuai dengan kapasitas
reaktor setiap sekali proses pirolisis.
Adapun persamaan matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Potensi Energi dan Daya Listrik
Potensi Energi dan Daya Listrik disini dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan matematis :
Dimana :
Energi Listrik : Energi Output yang dihasilkan sumber biomassa (kWh)
Volumetric Flow : Laju Aliran Volume (L/Hari)
Low HeatingValue : Kalor saat air dan hidrogen dalam fasa uap (KJ/kg) (1 Kj =
0,000277778 kWh)
Potensi Daya
27
2.5 Daftar Pustaka
Borhanuddin Achmad Safi, Mas Roro Lilik Ekowanti “Kemitraan Pemerintah dan
Swasta Tentang Pengelolaan Sampah menjadi tenaga listrik dengan
program zero waste city di pembangkit listrik tenaga sampah/ PLTSa
Benowo, Surabaya,” Vol.25 No.1, 2022;
28
BAB II
TOPIK PENELITIAN II
“ANALISA POTENSI ENERGI ALTERNATIF DARI HASIL RESIDU YANG
DAPAT DIHASILKAN DARI PENGOLAHAN SAMPAH PLASTIK PESISIR
DAN RUMAH TANGGA DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR MELALUI
TEKNOLOGI PIROLISIS”
3.1 Abstrak
Mengingat plastik adalah bagian dari minyak bumi, minyak yang dihasilkan
melalui proses pirolisis adalah dikatakan memiliki nilai kalori tinggi yang dapat
digunakan sebagai bahan bakar alternatif (Sharuddin et al., 2017). Thermal
Cracking atau pirolisis, melibatkan degradasi bahan polimer dengan
memanaskan tanpa adanya oksigen. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu
antara 500-800°C dan menghasilkan pembentukan arang terkarbonisasi dan
fraksi yang mudah menguap yang dapat dipisahkan menjadi minyak hidrokarbon
terkondensasi dan gas dengan nilai kalor tinggi yang tidak terkondensasi.
Proporsi setiap fraksi dan komposisinya yang tepat tergantung terutama pada
sifat limbah plastik tetapi juga pada kondisi proses (Beyene, 2014).
Metode pirolisis dapat digunakan untuk mengolah sampah yang berasal dari
rumah tangga, seperti: sampah campuran/makanan, sampah buah dan sayur,
sampah kertas, sampah plastik, dan sampah tekstil. Daur ulang kimia
menggunakan proses kimia seperti pirolisis yang mengacu pada degradasi
bahan polimer dengan memanaskan tanpa adanya oksigen. Dalam sebuah
penelitian, ditunjukkan bahwa fraksi minyak dan gas yang diperoleh dengan
29
pirolisis PP memberikan komposisi alifatik dengan potensi besar untuk didaur
ulang kembali ke industri petrokimia sebagai bahan baku untuk produksi plastik
baru (Achilias et al., 2007; Grigore, 2017).
Pengolahan sampah dengan pirolisis rata-rata menghasilkan 52,2% wax, 25,2%
char/residu, dan 22,6% gas. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa metode
pirolisis dapat merubah sampah menjadi bahan bakar. Cairan yang dihasilkan
dari proses pirolisis merupakan campuran kompleks senyawa organik antara lain
stirena, etil-benzena, toluena, dan lain-lain. Proses pirolisis menghasilkan
padatan yang mengandung char/residu dan bahan anorganik yang terkandung
dalam bahan baku. Selain itu, pirolisis menghasilkan gas yang terdiri dari
hidrokarbon, CO dan CO2 yang memiliki nilai kalor yang tinggi.
Pirolisis merupakan salah satu pengolahan sampah yang dapat mengurangi
berat dan volume sampah, serta menghasilkan produk yang lain, antara lain:
1. Gas yang mengandung nilai kalori rendah hingga sedang, sehingga dapat
digunakan untuk bahan bakar alternatif;
2. Char/residu hasil pembakaran sampah yang mengandung nilai kalori tinggi,
dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif; dan
3. Wax yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif dan merupakan
sumber dari bahan kimia, selain itu juga proses tersebut akan menghasilkan
air yang mengandung bahan-bahan organik.
Dari beberapa penelitian sebelumnya terkait pengolahan sampah plastik
menggunakan metode pirolisis, maka peneliti ingin mengembangkan penelitian
tersebut dengan salah satu tujuan utama penelitian adalah untuk Menganalisis
Energi Alternatif Dari Hasil Residu Yang Dapat Dihasilkan Dari Pengolahan
Sampah Plastik Pesisir Dan Rumah Tangga Di Kabupaten Kepulauan Selayar
Melalui Teknologi Pirolisis.
30
b. Fraksi cair yang mengandung tar terdiri dari aseton, methanol, dan
kompleks hidrokarbon.
c. Fraksi padatan yang terdiri dari karbon murni berasal dari bahan baku
(Tchobanoglous dkk, 1993).
31
>5500C akan menghasilkan wax yang tinggi sedangkan pirolisis pada
temperatur >6000C produk yang banyak dihasilkan berupa gas.
Pada prinsipnya pirolisis cepat merupakan dekomposisi biomassa secara
cepat menjadi uap, aerosol, char/residu, dan gas. Setelah melewati
kondensor, uap cair yang berwarna coklat terbentuk dari proses
pembakaran yang memiliki nilai kalori tinggi. Pada pirolisis ini wax yang
dihasilkan cukup banyak dan menghasilkan sedikit abu. Beberapa
parameter yang mempengaruhi produk wax yang dihasilkan dari proses
pirolisis cepat antara lain:
a. Perpindahan panas yang cepat pada reaksi antar permukaan
biomassa terjadi pada biomassa dengan ukuran kurang dari 3 mm,
karena biomassa memiliki konduktivitas termal yang rendah.
32
bahan baku kayu (Pszezola, 1995). Menurut Girard (1992), karakteristik
asap cair telah diteliti pada tahun 1940. Pada penelitian tersebut
menyebutkan sekitar 1000 macam senyawa kimia telah teridentifikasi,
antara lain: 85 fenolik, 45 karbonil, 35 asam, 11 furan, 15 alkohol dan
ester, 13 lakton, dan 21 hidrokarbon alifatik. Dari penelitian yang telah
dilakukan disebutkan bahwa, komposisi asap cair dari bahan baku kayu
antara lain 11-92% air, 0,2-2,9% fenolik, 2,8-4,5% asam organik, dan 2,6-
4,6% karbonil (Maga, 1998). Pada penelitian karateristik cair hasil pirolisis
sampah organik padat, menggunakan analisis GCMS menyimpulkan
terdapat 61 senyawa yang teridenfikasi antara lain 17 senyawa keton,
14 senyawa fenolik, 8 senyawa asam karboksilat, 7 senyawa alkohol, 4
senyawa ester, 3 senyawa aldehida, dan 1 senyawa lain-lain (Haji dkk,
2006).
33
Pada proses karbonisasi menghasilkan gas-gas yang mudah terbakar
seperti CO, CH4, H2, formaldehid, methana, asam formiat, dan asam
asetat serta gas-gas yang tidak bisa terbakar seperti CO2, H2O, dan tar
cair. Gas-gas yang dihasilkan memiliki nilai kalor tinggi (Borman dan
Ragland, 1998).
3.3 Metode
Data yang didapatkan dari penelitian ini adalah nilai dari parameter-parameter
yang diukur. Parameter yang diukur meliputi nilai kadar air, abu, dan volatile
solid pada awal penelitian menggunakan analisis proximate prosedur analisis.
Produk pirolisis berupa char/residu dilakukan metode gravimetri kemudian
hasilnya dibandingkan dengan analisis awalnya. Hasil dari pirolisis berupa asap
cair, residu/char, dan tar dilakukan analisis terhadap berat awal dan produk yang
dihasilkan
34
3.4 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.4.1 Persiapan Alat Uji Laboratorium
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :
• Reaktor pirolisis yang terdiri : tabung pirolisis, pemanas, kondensor
pendingin, penampung tar, dan penangkap gas;
• Termometer; dan
• Gelas Ukur
35
3.5 Daftar Pustaka
Adrados, A., Marco, de., Caballero, B. M., López, A., Laresgoiti, M. T., Torees, A.
2012. Pyrolysis of Plastic Packaging Waste: A Comparison of Plastic
Residuals from Material Recovery Facilities with Simulated Plastic Waste.
Waste Management 32:826-832;
Cunliffe, A.M., Williams, P.T. 1998. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis.
Composition of oils derived from the batch pyrolysis of tyres 44:131–152;
36
BAB III
TOPIK PENELITIAN III
“PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN DARI SAMPAH
PLASTIK MELALUI TEKNOLOGI PIROLISIS DAPAT MENDUKUNG
MASYARAKAT KEPULAUAN UNTUK MENJADI LEBIH MANDIRI DALAM
HAL ENERGI”
4.1 Abstrak
37
Limbah plastik merupakan masalah yang sudah dianggap serius bagi
pencemaran lingkungan, khususnya terhadap pencemaran tanah.
Penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar pada tahun 2022 mencapai 134.000
jiwa, (Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2023). Jumlah ini akan
menghasilkan timbulan sampah dengan volume yang tidak sedikit. Dengan
jumlah penduduk tersebut timbulan sampah Kabupaten Kepulauan Selayar dapat
diasumsikan dengan menggunakan faktor pendekatan teoritis dan SNI 32242-
2008 yakni sebanyak 335.000 m3 per hari dengan berat sampah dihasilkan
67.000 kg sampah/hari atau sama dengan 67 ton sampah per hari yang berasal
dari rumah tangga sedangkan timbulan sampah plastik pesisir yang berada di
sepanjang garis pantai Kabupaten Kepulauan Selayar sepanjang 670 km
khususnya di saat musim angin barat (Munson) adalah sebesar rata-rata sampah
plastik adalah 9,5 ± 2,7 item/m2 dan berat sekitar 229,2 ± 109,9 g/m2 (Hermawan,
Roni, et al. "Economic Impact From Plastic Debris On Selayar Island, South
Sulawesi").
Pelaksanaan program diet kantong plastik secara nasional yang di berlakukan
untuk sejumlah toko modern selama beberapa bulan ini dinilai belum signifikan
mengurangi jumlah sampah plastik. Sehubungan dengan itu, pemerintah telah
mendorong program Desa Mandiri Energi (DME) di wilayah Indonesia yang
terdapat potensi energi alternatif untuk dikembangkan. DME ini dikembangkan
dengan konsep pemanfaatan energi setempat khususnya energi terbarukan
untuk pemenuhan kebutuhan energi dan kegiatan yang bersifat produktif.
Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas, kesempatan kerja
dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya melalui penyediaan energi
terbarukan yang terjangkau dan berkelanjutan (Anonymous, 2006).
Strategi serta tujuan yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah bagaimana
Pengembangan Energi Baru Terbarukan dari Sampah Plastik Melalui
Teknologi Pirolisis dapat Mendukung Masyarakat Kepulauan untuk Menjadi
Lebih Mandiri dalam Hal Energi.
4.2.1 Energi Terbarukan
38
dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari,
aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut
(Government of Indonesia, 2014).
39
5. Energi Air laut (Ocean Energy)
Energi air laut menghasilkan energi mekanik dari pasang surut dan
gelombang. Energi pasang surut air laut adalah sumber energi yang
dihasilkan dari gerakan pasang surut air laut. Sedangkan energi
gelombang menggunakan tenaga mekanik untuk secara langsung
mengaktifkan generator. Pemanfaatan sumber energi ini yaitu untuk
menjadi listrik.
6. Bioenergy
Bioenergy adalah sumber energi yang berasal dari sumber hayati.
Bioenergy ini dikelompokkan lagi menjadi dua jenis, yaitu biomassa
dan biofuel.
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber
hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Adapun definisi sampah yaitu sampah merupakan material sisa yang tidak
diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep
buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada
hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah dapat berada pada
setiap fase materi : padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua
fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan
sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan
manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri
(dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan,
manufactur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi
sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip
dengan jumlah konsumsi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Kemudian dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga dijelaskan lagi
tentang definisi sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari
40
kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan
sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah
rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
Murtadho dan Gumbira (1988) membedakan sampah atas sampah
organik dan sampah anorganik. Sampah organik meliputi limbah padat
semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari
limbah hasil pertanian. Sampah ini memiliki sifat mudah terurai oleh
mikroorganisme dan mudah membusuk karena memiliki rantai karbon
relatif pendek. Sedangkan sampah anorganik berupa sampah padat yang
cukup kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme karena memiliki rantai
karbon yang panjang dan kompleks seperti kaca, besi, plastik, dan lain-
lain.
Menurut Adekunle (2014), mayoritas limbah padat perkotaan terdiri dari
zat organik, plastik, kaca, logam, tekstil dan bahan karet tetapi komposisi
dan volume limbah bervariasi dari satu wilayah yang lain dan juga dari
satu negara ke negara lain. Sampah plastik merupakan salah satu
sampah anorganik yang diproduksi setiap tahun oleh seluruh dunia.
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa sampah plastik sangat sulit
terurai dalam tanah, membutuhkan waktu bertahun-tahun dan ini akan
menimbulkan permasalahan tersendiri dalam penanganannya. Pada
umumnya sampah plastik tersebut memiliki komposisi 46% polyethylene
(HDPE dan LDPE), 16% polypropylen (PP), 16% polystyrene (PS), 7%
polyvinyl chloride (PVC), 5% polyethylene terephthalate (PET), 5%
acrylonitrile-butadiene-styrene (ABS), dan 5% polimer-polimer yang
lainnya (Vasile, 2002).
Menurut Budiyantoro (2010) dalam Surono (2013), dalam proses
pembuatan dan daur ulang plastik, pengetahuan sifat berbagai jenis
plastik sangat penting. Ada tiga sifat termal yang penting untuk diketahui
yakni titik lebur (Tm), temperatur transisi (Tg), dan temperatur
dekomposisi. Temperatur transisi adalah kondisi di mana struktur dalam
plastik mengalami perenggangan sehingga menjadi lebih fleksibel. Titik
lebur plastik adalah sebuak kondisi di mana plastik akan mengalami
pembesaran volume dan berubah menjadi lebih lentur. Temperatur lebur
41
adalah temperatur di mana plastik mengalami fase cair. Sementara itu
untuk mengalami dekomposisi suhu harus berada di titik lebur sehingga
energi termal melampaui energi yang mengikat rantai molekul. Pada
umumnya rantai polimer pada plastik akan mengalami dekomposisi ketika
suhu termal berada 1,5 kali dari temperatur transisinya. Data sifat termal
yang penting pada proses daur ulang plastik dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Data Temperature Transisi dan Temperature Lebur Plastik
Jenis Bahan Tm (oC) Tg (oC) Temperature
Kerja
Maksimal
PP 168 5 80
HDPE 134 -110 82
LDPE 330 -115 260
PA 260 50 100
PET 250 70 100
ABS - 110 82
PS - 90 70
PMMA - 100 85
PC - 150 246
PVC - 90 71
Sumber : Budiyantoro, 2010.
Perbandingan energi yang terkandung di dalam plastik dengan sumber-
sumber energi lainnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4. Nilai Kalor Plastik dan Bahan Lainnya
Material Nilai Kalor (MJ/kg)
Polyethylene 46.3
PolyPropylene 46.4
Polyvinyl Chloride 18.0
Polystrene 41.4
Coal 24.3
Petrol 44.0
Diesel 43.0
Heavy Fuel Oil 41.1
Liquid Fuel Oil 41.9
LPG 46.1
Kerosene 43.4
Sumber : Das dan Pande, 2007
Bahan bakar biodiesel pada dasarnya merupakan bahan bakar yang
berasal dari minyak tumbuh-tumbuhan dan minyak hewani yang diproses
dengan cara esterifikasi (Mandil and Adnan, 2010). Namun seiring dengan
perkembangan teknologi dan semakin banyaknya minyak tumbuh-
tumbuhan dan minyak hewani penggunaannya beragam maka biodiesel
42
berkembang tidak semata-mata hanya menggunakan bahan-bahan
tersebut. Proses produksi biodiesel juga dapat menggunakan bahan
plastik.
Bahan bakar dari plastik menurut Oxford Dictionaries termasuk kedalam
kata Synfuel yang berarti bahan bakar yang terbuat dari batubara, minyak
shale, dan lain sebagainya sebagai pengganti minyak bumi dan produk
turunannya. Menurut Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional Pasal 1 Ayat 7 menjelaskan sumber energi alternatif tertentu
adalah jenis sumber energi tertentu pengganti bahan bakar minyak. Pada
UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi Pasal 1 Ayat 6 menjelaskan
Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari
sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara
lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air,
serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. Merujuk dari kedua
peraturan tersebut dan definisi Synfuel dari Oxford Dictionaries maka
biodiesel dari plastik maupun bahan bakar dari plastik di Indonesia belum
terklasifikasi secara jelas tergolong ke dalam bahan bakar jenis apa.
4.2.3 Pirolisis
Plastik merupakan bahan polimer yang memiliki sifat non- degradable atau
sulit diuraikan karena terdapat elemen karbon, hidrogen, dan elemen lain
seperti klorin, nitrogen dan lain-lain, sifat sulit diuraikan inilah akan
menjadikan masalah lingkungan maka diperlukan pengelolaan sampah
khususnya plastik (Maceiras. 2016). Salah satu cara mengelola sampah
plastik tersebut adalah melalui proses pirolisis. Pirolisis adalah proses
degradasi suatu material dengan suhu tinggi tanpa bantuan oksigen
(proses termokimia), dalam mendegradasi material plastik diperlukan suhu
antara 300-500°C hingga menjadi gas lalu dikondensasi kemudian
dilakukan destilasi untuk menghasilkan minyak dan ampasnya berupa
char (Patni et al., 2013). Untuk menghasilkan bahan bakar berupa
biodiesel dari plastik, rata-rata suhu yang diperlukan sebesar 185-290°C
(diesel kelas I) dan 290-350°C (diesel kelas II), 350-538°C (vacuum gas
oil), serta > 538°C (residu) (Kunwar et al., 2016). Hal ini menandakan
bahwa untuk menghasilkan biodiesel dari bahan plastik melalui proses
43
pirolisis maksimal suhu yang diperlukan berkisar di 500°C.
44
industri berbahaya (Smriti et al., 2016). Penelitan yang dilakukan tersebut
mengungkapkan untuk mengolah 1 Kg plastik membutuhkan 1 kW listrik.
Maka salah satu kelemahan dari teknologi tersebut adalah membutuhkan
energi yang cukup besar dan tentunya modal investasi yang besar pula.
4.3 Metode
Metode yang dilakukan adalah pirolisis dengan suhu pembakaran 400oC, 500oC
dan 600oC. plastik jenis HDPE, PET, PS, LDPE, LLDPE, PVC, dan ABS yang
digunakan di dalam penelitian ini. Masing-masing jenis plastik digunakan 500
gram untuk tiap pembakaran. Tiap jenis plastik dilakukan 3 kali percobaan.
Peralatan pirolisis yang digunakan sesuai dengan spesifikasi peralatan pirolisis
yang digunakan oleh Kadir dalam penelitiannya (Kadir, 2012, kajian
pemanfaatan sampah plastik sebagai sumber bahan bakar cair, DINAMIKA
Jurnal ilmiah teknik mesin) , yaitu sebagai berikut :
45
Gambar 8. Instalasi: Pengolahan Limbah Plastik ( kadir, 2012, Kajian
Pemanfaatan Sampah Plastik Sebagai Sumber Bahan Bakar Cair).
46
4.4 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
4.4.1 Persiapan Alat Uji Laboratorium
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :
• Reaktor pirolisis yang terdiri : tabung pirolisis, pemanas, kondensor
pendingin, penampung tar, dan penangkap gas;
• Termometer; dan
• Gelas Ukur
Berikut merupakan perhitungan reaktor berdasarkan Browneel (1979)
pada persamaan di bawah ini :
V reaktor = V tutup atas + V tutup bawah + V silinder
Berikut merupakan perhitungan tebal bagian silinder berdasarkan
persamaan di bawah ini :
1 atm = 14,7 lb/ln2
Ts = P1 d0 +C
2 (𝑓𝐸+0,4 𝑃𝑖)
47
4.5 Daftar Pustaka
Abd Johar, M. Hasyim. 2016. "Studi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTAs)
Puuwatu Dengan Teknologi Sanitary Landfill Pada Tempat Pengolahan Akhir
Sampah (TPAS) Puuwatu Kota Kendari ." Prosiding Seminar Nasional Teknik
Energi dan Ketenagalistrikan-SNTEK.
D. Mustofa, Fuad Zainuri. 2014. "Pirolisis Sampah Plastik Hingga Suhu 900
Derajat C Sebagai Upaya Menghasilkan Bahan Bakar Ramah Lingkungan."
Simposium Nasional RAPI XIII-2014 FT UMS ISSN 1412-9612.
Endang K., Mukhtar G., Abed Nego, F. X. Angga Sugiana. 2016. "Pengolahan
Sampah Plastik Dengan Metode Pirolisis Menjadi Bahan Bakar Minyak."
Pengembangan Teknologi Kimia Untuk Pengolahan Sumber Daya Alam .
Indonesia-Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
"Kejuangan" ISSN : 1693- 4393.
G., Iman. 2016. "Studi Pengolahan Sampah Plastik Kota Surabaya Secara
Pirolisis." Surabaya: ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga.
Kadir. 2012. "Kajian Pemanfaatan Sampah Plastik Sebagai Sumber Bahan Bakar
Cair ." Jurnal Ilmiah Teknik Mesin DINAMIKA ISSN :2085-8817 Vol.3 No.2.
48
BAB IV
TOPIK PENELITIAN IV
“REKOMENDASI DAN STRATEGI YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK
MEMPERLUAS PENGGUNAAN TEKNOLOGI PIROLISIS SEBAGAI SOLUSI
ENERGI BARU TERBARUKAN DARI SAMPAH PLASTIK DI KABUPATEN
KEPULAUAN SELAYAR DAN INDONESIA SECARA KESELURUHAN”
5.1 Abstrak
49
adalah sesuatu yang harus dikelola agar mempunyai nilai tambah, dapat dipakai
kembali dan tidak mencemari lingkungan. Menurut sejarah, pengelolaan sampah
diidentikkan dengan fungsi keteknikan. Peningkatan produksi telah menciptakan
masalah yang membutuhkan tempat pembuangan sampah. Sampah dihasilkan
pada tahapan penggalian bahan mentah dan saat proses produksi. Setelah
bahan mentah diperoleh, lebih banyak lagi sampah diproduksi saat pemprosesan
barang yang kemudian akan dikonsumsi oleh masyarakat. Cara yang paling
efektif untuk mengurangi masalah sampah adalah dengan mengurangi jumlah
dan toksisitas sampah yang dihasilkan. Tetapi dengan meningkatnya keinginan
untuk standar hidup yang lebih baik, manusia menjadi memiliki tingkat konsumsi
yang lebih tinggi dan menghasilkan lebih banyak sampah. Konsekuensinya
masyarakat harus mencari metode pengelolaan sampah yang efektif dan cara
untuk mengurangi jumlah sampah yang perlu dibuang ke landfill (Tchobanoglous
et al., 2002: 1.1). Sesuai dengan UU No. 18 tahun 2008 yang mencantumkan
bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber
daya.
Limbah plastik merupakan harta karun dunia yang mulai dilirik namun masih
banyak yang belum bisa menangkap peluang bisnis dari barang yang dianggap
tidak berguna ini. Permintaan bijih plastik daur ulang, utamanya dari negara di
Eropa meningkat signifikan lantaran adanya tren penggunaan bahan baku ramah
lingkungan. Hal ini tentu menjadi potensi bisnis yang gurih bagi pelaku industri
pengolahan limbah plastik. Salah satu contoh perusahaan yang telah
memanfaatkan peluang ini yaitu PT ALBA Tridi Plastics Recycling Indonesia,
perusahaan patungan joint venture antara pemegang saham mayoritas ALBA
Group Asia dan partner joint venture Dian Kurniawati membangun fasilitas
pengolahan pabrik pengolahan sampah plastik berjenis Polietilena (PET) food-
grade di Kawasan Industri Kendal.
Pabrik tersebut akan memproduksi 36.000 ton bijih atau pallet plastik daur ulang
PET. Fasilitas ini membutuhkan sekitar 48.000 ton limbah botol PET per tahun.
Sampah botol ini akan dikumpulkan dari wilayah Jawa dan sekitarnya melalui
pengepul lokal. Dari beberapa peluang bisnis maupun pengembangan teknologi
di bidang sampah plastik bisa menjadi salah satu alternative penanganan
permasalahan serius terkait sampah yang ada di daerah kita masing-masing.
50
Adanya masalah serius dalam pengelolaan sampah plastik di Kabupaten
Kepulauan Selayar dan Indonesia secara umum serta peningkatan jumlah
sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran air, tanah, dan udara sehingga
perlu adanya solusi yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak negatif
sampah plastik terhadap lingkungan.
Kesadaran akan keterbatasan sumber energi konvensional dan pentingnya
mencari solusi energi yang bersifat terbarukan dan berkelanjutan yang bisa
diawali dari perkembangan teknologi pirolisis sebagai metode yang dapat
mengkonversi sampah plastik menjadi energi dalam bentuk gas, minyak, dan
arang yang dapat dijadikan masyarakat sebagai pengganti sumber energi fosil
sehingga mampu menciptakan paradigma masyarakat yang mandiri akan sektor
energi. Beberapa hal di atas sehingga melatarbelakangi peneliti untuk lebih
mengkaji Rekomendasi Dan Strategi Yang Dapat Dilakukan Untuk
Memperluas Penggunaan Teknologi Pirolisis Sebagai Solusi Energi Baru
Terbarukan Dari Sampah Plastik Di Kabupaten Kepulauan Selayar Dan
Indonesia Secara Keseluruhan.
5.2.1 Plastik
Plastik adalah bahan dengan berat molekul tinggi yang ditemukan oleh
Alexander Parkes pada tahun 1862 (Karad & Havalammanavar, 2017).
Plastik adalah senyawa polimer yang terbentuk dari polimerisasi
(monomer) hidrokarbon yang membentuk rantai yang panjang dengan
struktur yang kaku. Plastik juga disebut dengan senyawa sintesis dari
minyak bumi yang dibuat dengan reaksi polimerisasi (monomer) yang
sama, sehingga membentuk rantai panjang dan kaku yang akan menjadi
padat setelah temperatur pembentukannya (Arwizet, 2017). Polimer
merupakan molekul yang dibuat oleh pengulangan unit sederhana,
sebagai contoh struktur polystyrene dapat ditulis dalam bentuk seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 10 (Karad & Havalammanavar, 2017).
51
Gambar 10. Struktur Polimer
(Maddah, 2016; Karad & Havalammanavar, 2017)
Reaksi pembentukan polyethylene dapat dilihat sebagai berikut :
52
di sini tidak dapat dipulihkan, dan karenanya plastik ini tidak
dapat didaur ulang karena memiliki struktur ikatan silang,
sedangkan termoplastik linear. Contohnya termasuk phenol–
formaldehyde, polyurethanes, dan lain-lain (Alshehrei, 2017).
Berdasarkan sifat kedua kelompok plastik tersebut, thermoplastic
adalah jenis yang memungkinkan untuk didaur ulang. Jenis plastik
yang dapat didaur ulang diberi kode berupa nomor seperti terlihat
pada Gambar 4 (Landi & Arijanto, 2017). Untuk jenis dan karakteristik
berbagai plastik dapat dilihat pada Tabel 1.
53
Berikut beberapa jenis plastik yang umum digunakan dalam beberapa
keperluan :
5.2.1.1 Polyethylene terephthalate (PET)
PET adalah jenis plastik yang digunakan secara luas sebagai
kemasan berbagai produk makanan dan minuman seperti air mineral,
botol minuman ringan dan wadah jus buah. Hal ini adalah karena sifat
dasar PET yang keras dan kuat, ringan dan tahan terhadap tekanan,
sangat cocok untuk digunakan sebagai kemasan termasuk juga jika
digunakan untuk kemasan dengan kapasitas yang besar. Selain itu,
PET juga digunakan sebagai isolasi listrik, pita magnetik, X-ray dan
film fotografi lainnya. Penggunaan PET yang sangat besar ini, dimana
meningkat 12 % per tahun, akan menyebabkan tumpukan PET di
tempat pembuangan sampah semakin besar. Daur ulang limbah PET
tidak ekonomis karena membutukan biaya pemisahan yang tinggi.
Oleh karena itu, alternatif lain pemanfaatan limbah PET dengan cara
mengkonversinya menjadi bahan bakar cair menggunakan teknologi
pirolisis telah dieksplorasi oleh beberapa peneliti.
Potensi konversi PET untuk menghasilkan minyak cair menggunakan
reactor fixed-Bed dengan proses pirolisis pada suhu 500oC telah
dilakukan. Dilaporkan bahwa dengan metode ini diperoleh bahan
bakar cair 30-40 % berat sementara bahan bakar gas 60-80 % berat
dan padatan residu 10-20 % berat. Namun dari hasil karakterisasi
produk, hasil pirolisis menunjukkan tingkat keasaman yang tinggi
disebabkan kandungan asam benzoat. Hal ini tentu tidak
menguntungkan karena selain dapat menyumbat pipa dan heat
exchanger juga dapat menimbulkan korosif pada pemakaiannya,
sehingga membutuhkan perhatian serius jika diterapkan untuk skala
industri.
54
Berdasarkan sifat-sifat ini, HDPE banyak digunakan untuk kemasan
botol susu, wadah detergen, botol minyak, mainan anak dan lain
sebagainya. Jenis.
plastik ini menghasilkan limbah 18-30 % volume dari total limbah padat
rumah tangga. Untuk itu persoalan ini merupakan hal yang sangat
serius untuk diatasi. Dari beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa
limbah HDPE dapat dirubah menjadi bahan bakar menggunakan
proses pirolisis. Dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu yang
digunakan berkisar antara 300–400oC di dalam reaktor fluidized-Bed.
Hasil penelitian memperoleh bahan bakar cair 60-70 % berat
sementara bahan bakar gas 20-30 % berat dan padatan residu sampai
10 % berat.
55
yang tersisa.
56
Tabel 6. Jenis plastik, kode, dan penggunaannya
No. Jenis Plastik Penggunaan
Kode
1 PET (Ployethylene Botol kemasan air mineral,
Terephthalate botol minyak goreng, jus,
botol sambal, botol obat dan
botol kosmetik
2 HDPE (High Density Botol obat, botol sus cair,
Polyethylene jerigen pelumas, botol
kosmetik, botol deterjen,
wadah minyak dan mainan.
3 PVC (Polyvinyl Chloride) Pipa selang air, pipa
bangunan, mainan, taplak
meja dari plastik, botol
shampoo, botol sambal,
isolasi kawat dan kabel,
bingkai jendela, sepatu bot,
foil makanan, peralatan
medis, kantong darah,
interior otomotif,
pengemasan, kartu kredit,
kulit sintetis, dll
4 LDPE (Low Density Kantong kresek, tutup
Polyethylene plastik, pembungkus daging
beku, kantong palstik,
pembungkus foil untuk
makanan, kantong sampah
dan berbagai macam plastik
tipis lainnya.
5 PP (Polypropylene) Cup plastik, tutup botol dari
plastik, mainan anak,
margarin, pot bunga, folder
kantor, bumper mobil,
ember, karpet, furniture, dan
kotak penyimpanan.
6 PS (Polystyrene) Kotak CD, sendok dan
garpu plastik, gelas plastik,
tempat makanan plastik,
kemasan makanan,
elektronik, konstruksi,
medis, peralatan dan
mainan.
7 Other (O), jenis plastik Botol susu bayi, plastik
lainnya selain dari no..1 kemasan, galon air minum,
hingga 6 suku cadang mobil, alat-alat
rumah tangga, komputer,
alat-alat elektronik, sikat
gigi, dan mainan lego.
Sumber : Sharuddin et al., 2016; Landi & Arijanto, 2017.
57
5.2.2 Teori Pirolisis
Pirolisis merupakan proses degradasi termal menggunakan bahan
bakar yang berbentuk padat pada kondisi dengan oksigen terbatas (Di
Blasi, 2008). Pengolahan sampah dengan metode pirolisis dapat
mereduksi berat dan volume sampah, selain itu juga menghasilkan: (I)
gas yang mengandung nilai kalori rendah hingga sedang, sehingga
dapat digunakan untuk bahan bakar alternatif; (II) char/residu hasil
pembakaran sampah yang mengandung nilai kalori tinggi, dapat
digunakan sebagai bahan bakar alternatif; (III) wax yang dapat
digunakan sebagai bahan bakar alternatif dan merupakan sumber dari
bahan kimia, selain itu juga proses tersebut akan menghasilkan air yang
mengandung bahan-bahan organik (Bridgwater, 1980). Penelitian
sebelumnya menyebutkan bahwa, pirolisis yang berasal dari plastik dan
biomassa menghasilkan produk pirolisis yang mengandung nilai kalori
tinggi (Caglar dan Aydinli, 2009).
Menurut Ratnasari (2011), metode pirolisis dibedakan menjadi 2
metode yaitu pyrolysis batch dan pyrolysis kontinyu. Selain itu
berdasarkan tingkat kecepatan reaksi, pirolisis dibedakan menjadi dua
tipe yaitu pirolisis lambat dengan temperatur pembakaran 1500C –
3000C pada temperatur ini proses pirolisis akan lebih banyak
menghasilkan char/residu. Sedangkan untuk pirolisis cepat terjadi pada
temperatur 3000C – 7000C, produk yang dihasilkan antara lain wax, gas,
dan char/residu.
Penelitian yang dilakukan Akhtar (2012) menyebutkan bahwa,
temperatur yang digunakan pada proses pirolisis yaitu antara 5000C-
8000C. Dekomposisi biomassa terjadi pada temperatur (4000C-5500C)
dengan waktu tinggal uap yang pendek akan menghasilkan produk
pirolisis berupa wax. Penelitian ini menyebutkan bahwa pirolisis terbagi
menjadi 3 tipe yaitu pirolisis cepat (≥5000C), pirolisis lambat dengan
temperatur rendah, dan karbonisasi dengan temperatur rendah
(≤4000C). Pada temperatur <3000C akan menghasilkan char/residu
yang tinggi, pada temperatur >5500C akan menghasilkan wax yang
58
tinggi sedangkan pirolisis pada temperatur >6000C produk yang banyak
dihasilkan berupa gas.
Pada prinsipnya pirolisis cepat merupakan dekomposisi biomassa
secara cepat menjadi uap, aerosol, char/residu, dan gas. Setelah
melewati kondensor, uap cair yang berwarna coklat terbentuk dari
proses pembakaran yang memiliki nilai kalori tinggi. Pada pirolisis ini
wax yang dihasilkan cukup banyak dan menghasilkan sedikit abu.
Beberapa parameter yang mempengaruhi produk wax yang dihasilkan
dari proses pirolisis cepat antara lain:
a. Perpindahan panas yang cepat pada reaksi antar permukaan
biomassa terjadi pada biomassa dengan ukuran kurang dari 3
mm, karena biomassa memiliki konduktivitas termal yang rendah.
59
▪ Peningkatan Pola Konservasi Sumber Daya Alam secara
berjenjang dan berkesinambungan;
▪ Peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat
dalam pengelolaan sampah menjadi potensi ekonomi;
dan
▪ Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan
persampahan.
b. Arah Kebijakan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup
Kabupaten Kepulauan Selayar, yaitu :
▪ Meningkatkan perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian ruang sesuai peruntukannya;
▪ Meningkatkan kesadaran, ketaatan dan peran serta
masyarakat dalam penegakan hukum lingkungan;
▪ Mengendalikan dampak pencemaran lingkungan hidup,
khususnya penanganan dan pencegahan pencemaran air,
udara dan tanah;
▪ Meningkatkan upaya pelestarian SDA dan kualitas
Lingkungan Hidup;
▪ Meningkatkan kinerja pengelolaan sampah terpadu; dan
▪ Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
persampahan dan limbah B3
5.3 Metode
60
tahapan yaitu Pengumpulan data, Reduksi data, Penyajian Data dan Verifikasi.
61
5.4 Daftar Pustaka
Aini dan Sugiarso (2017). Implementasi Etika Bisnis Islam guna membangun
Bisnis yang Islami, (Strategi Pengembangan Usaha Sampah An-Organik
di Bank Sampah Cahaya Ciracas. Jurnal Administrasi dan Manajemen,
Vol. 10 No. 2 Desember.
Alas, R., Übius, U., Lorents, P., & Matsak, E. (2017). Corporate Social
Responsibility In European And Asian Countries. Jurnal Manajemen Bisnis
Dan Inovasi (JMBI) UNSRAT Vol. 4 No. 1.
Borhanuddin Achmad Safi, Mas Roro Lilik Ekowanti “Kemitraan Pemerintah dan
Swasta Tentang Pengelolaan Sampah menjadi tenaga listrik dengan
program zero waste city di pembangkit listrik tenaga sampah/ PLTSa
Benowo, Surabaya,” Vol.25 No.1, 2022;
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
63