Anda di halaman 1dari 63

PROPOSAL DISERTASI

ENERGI BARU TERBARUKAN DARI SAMPAH PLASTIK PESISIR


DAN RUMAH TANGGA DENGAN MEMANFAATKAN
TEKNOLOGI PIROLISIS GUNA MENDUKUNG MASYARAKAT
MANDIRI ENERGI
DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

New Renewable Energy from Coastal Plastic Waste and Household with
Utilizing Pyrolisis Technology to Support the Community Energy Independent
In the District of the Selayar Archipelago

DWI NOVALITA TANRI ABENG


(P033231007)

PROGRAM DOKTORAL ILMU LINGKUNGAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023

1
PROLOG

1.1 Latar Belakang

Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari


benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi, atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai
mengganggu kelangsungan hidup. Peningkatan penggunaan sampah dalam hal
ini yaitu sampah plastik merupakan konsekuensi dari berkembangnya teknologi,
industri dan juga jumlah populasi penduduk. Di Indonesia, kebutuhan plastik
terus meningkat hingga mengalami kenaikan rata-rata 200 ton per tahun.
Limbah plastik yang semakin hari semakin meningkat dan tanpa
pemanfaatan pengolahan kembali dan minimnya perhatian masyarakat serta
pemerintah, dalam hal ini harus adanya pelatihan metode sederhana untuk
pengolahan sampah plastik menjadi energi baru terbarukan. Energi Baru
Terbarukan merupakan program yang dilaksanakan untuk mengimplementasikan
SDGs di bidang energi bersih dan terjangkau yaitu memastikan akses terhadap
energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan, dan modern bagi
semua. Target dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang ke-7 adalah
memastikan adanya akses universal terhadap pelayanan energi yang terjangkau,
dapat diandalkan dan modern, meningkatkan secara substantif proporsi energi
terbarukan dalam energi campuran global, dan menggandakan laju perbaikan
efisiensi energi. Dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dari perspektif
lingkungan, serta memenuhi target Transisi Energi Nasional untuk EBT di Tahun
2025 sebesar 23% dan komitmen Indonesia dalam hal pengurangan emisi
sebesar 29% pada Tahun 2030, sistem pengelolaan sampah yang berwawasan
lingkungan dapat memberi kontribusi bagi percepatan pencapaian target transisi
energi EBT serta terwujudnya kota berkelanjutan, karena dengan pengelolaan
sampah berwawasan lingkungan akan terciptanya lingkungan yang baik. Hal ini
menunjukkan bahwa pengelolaan sampah berkelanjutan dapat mempengaruhi
tercapainya target SDGs, terutama SDGs ke 3, 7, 13, 14, dan 15 (Nabila Zahra
Nur Aminah, 2021, Journal HMGP UGM).
Dalam penelitian Borhanuddin (2022) mengungkapkan kurangnya
transparansi yang dilakukan dalam kemitraan oleh pemerintah di sektor

2
pengolahan sampah/limbah yaitu belum dilaksanakannya Good Governance
karena kemitraan tidak dapat diakses oleh masyarakat dan dijadikan hanya
sebagai acuan dalam pengelolaan sampah yang menggunakan teknologi antara
lain gasification power plant and pyrolisis. Masalah pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dapat diatasi dengan
beberapa pendekatan, antara lain: melalui Program Go Green Campaigns,
ataupun melalui strategi kebijakan EPR, dimana mewajibkan produsen penghasil
produk turut bertanggung jawab atas setiap produk terpakai yang telah menjadi
sampah kemasan, juga strategi insentif fiskal dan ekonomi sirkular (Irmasari
Welhelmina, 2021, Jurnal Vol.6 No.1).
Penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar pada tahun 2022-2023 mencapai
140.312 jiwa, (Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2023). Jumlah ini akan
menghasilkan timbulan sampah dengan volume yang tidak sedikit yaitu sebesar
42.180,69 Ton/Tahun (Renstra Dinas Lingkungan Hidup Kab. Kepulauan Selayar
Tahun 2021-2026). Dengan jumlah penduduk tersebut timbulan sampah
Kabupaten Kepulauan Selayar dapat diasumsikan dengan menggunakan faktor
pendekatan teoritis dan SNI 32242-2008 yakni sebanyak 335.000 m3 per hari
dengan berat sampah plastik yang dihasilkan 67.000 kg sampah plastik/hari atau
sama dengan 67 ton sampah plastik per hari atau 24.455 Ton/ Tahun yang
berasal dari rumah tangga sedangkan timbulan sampah plastik pesisir yang
berada di sepanjang garis pantai Kabupaten Kepulauan Selayar sepanjang 670
km khususnya di saat musim angin barat (Munson) adalah sebesar rata-rata
sampah plastik adalah 9,5 ± 2,7 item/m2 dan berat sekitar 229,2 ± 109,9 g/m2
(Hermawan, Roni, et al. "Economic Impact From Plastic Debris On Selayar
Island, South Sulawesi").
Dari volume timbulan sampah rumah tangga tersebut sekitar 40% sampai
50% merupakan sampah organik (sampah basah) dan sisanya merupakan
sampah anorganik (sampah kering) yang apabila dikelola dengan baik dapat
didaur ulang atau dimanfaatkan kembali sebagai energi alternatif salah satunya
dengan menggunakan proses pirolisis sampah plastik untuk menghasilkan
minyak pirolisis ataupun energi alternatif lainnya. Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Debora Almeida (2016, Jounal Polímeros, 26(1), 44-51 “Thermal
and Catalytic Pyrolysis of Plastic Waste”) pirolisis sebagai proses daur ulang
tersier dapat bersifat termal atau katalitik dan dapat dilakukan dalam kondisi

3
eksperimen yang berbeda. Kondisi tersebut mempengaruhi jenis dan jumlah
produk yang diperoleh. Dengan proses pirolisis limbah plastik PVC dan PE dapat
diperoleh produk yang memiliki nilai tambah tinggi, seperti bahan bakar minyak
dan bahan baku produk baru. Zeolit dapat digunakan sebagai katalis dalam
pirolisis katalitik dan mempengaruhi produk akhir yang diperoleh. M. Farhan
(2022, Jurnal Teknik Elektro dan Vokasional) pada penelitiannya mengemukakan
pengolahan limbah plastik Plyprohylene dengan menggunakan metode pyrolisis
dengan Simulasi Super Pro Designer dapat menghasilkan energi baru terbarukan
berupa energi listrik sebesar 15,13 KW/Hari. Adapun pengolahan sampah plastik
dengan perpaduan 3 (tiga) jenis limbah plastik dengan menggunakan metode
pyrolisis dipengaruhi oleh beberapa variabel. Semakin besar temperature pada
proses pirolisis, wax yang dihasilkan akan berkurang sedangkan sisa abu dari
plastik campuran ada di setiap varian suhu, dimana suhu berbanding lurus
dengan minyak yang diperoleh (Juliya Ascha, 2021, Jurnal Chemurgy). Adapun
penelitian yang mengkaji potensi residu dari hasil pengolahan pyrolisis (Qonita
Rachmawati, 2015, Jurnal Teknik ITS Vol. 4 No. 1) mengemukakan sampah yang
digunakan yaitu sampah plastik HDPE (High Density Polyethylene), PET (Poly
Ethylene Terephthalate), dan PS (Poly Styrene). Komposisi sampah yang
digunakan antara lain: 100:0, 75:25, dan 50:50. Temperatur yang digunakan
pada reaktor yaitu 500°C dengan waktu 30 menit. Penelitian dimulai dari
persiapan bahan uji, persiapan reaktor, percobaan pendahuluan, dan penelitian
dengan reaktor pirolisis. Selanjutnya dilakukan analisis untuk masing-masing
hasil produk. Penelitian ini jenis sampah plastik yang menghasilkan gas tertinggi
yaitu jenis plastik PET sebesar 45,40% dan jenis plastik yang menghasilkan wax
tertinggi yaitu jenis plastik HDPE sebesar 69,91%. Sedangkan komposisi yang
menghasilkan gas tertinggi yaitu komposisi dengan ranting 25% dan PET 75%
sebesar 71,24% dan komposisi yang menghasilkan wax tertinggi yaitu komposisi
dengan ranting 25% dan PS 75% sebesar 61,36%.
Penelitian terhadap pemanfaatan bahan bakar sampah plastik juga pernah
diteliti oleh Noorly Evalina (2019) dengan menggunakan pembangkit listrik Hot
Air Stirling Engine dimana metode ini adalah salah satu media konversi energi
alternative perkembangan motor bakar menuju ke arah motor bakar yang ramah
lingkungan. Ekspansi gas ketika dipanaskan dan diikuti kompresi gas ketika
didinginkan, bahan bakar plastik digunakan sebagai sumber energi kalor yang

4
dikonversikan oleh Hot Air Stirling Engine menjadi energi mekanik dan kemudian
dikonversi menjadi energi listrik.
Pengolahan limbah/sampah menjadi sumber energi listrik yang diteliti oleh
J.P. Simanjuntak (2022), dimana dalam penelitiannya ditemukan bahwa
sampah/limbah tersebut sebagian besar terdiri dari bahan organik dan bahan
anorganik yang dapat dibakar. Limbah tersebut juga memiliki kandungan energi
kotor sebesar 3600.503 kkal/kg. Nilai pembakaran sampah ini dapat digunakan
untuk bahan bakar sistem pembangkit tenaga listrik tenaga sampah (PLTSa).
Adapun optimasi pengembangan teknologi konversi sampah dapat dilakukan
melalui sistem teknologi Gasification dimana melalui sistem teknologi ini sampah
yang organik dan anorganik yang terkelola mencapai 96,48% dan dapat
menghasilkan energi listrik sebesar 12 MW dari sampah 1.000 ton/hari dimana
apabila menggunakan sistem Landfill Gas Collection hanya menghasilkan 2 MW/
hari (Jon Marjun Kadang, 2022).
Pengolahan serta konversi sampah/ limbah plastik menjadi energi alternative
salah satunya yaitu sebagai sumber biomassa telah diteliti oleh Herliati (2019,
Jurnal Teknologi) dimana dalam penelitiannya ditemukan jenis Feedstock,
temperature, reaktor, dan waktu reaksi sangat mempengaruhi optimalisasi hasil
bahan bakar minyak dimana kondisi terbaik diperoleh pada rentang temperature
400oC-500oC. Dimana teknologi pyrolisis mengkonversi sampah plastik menjadi
bahan bakar minyak dengan cara mengembalikan plastik ke bentuk asalnya
(Syauki Isykapur, 2021 Journal Of Research in Pharmacy). Dalam penelitian
Muhammad Hendro (2021) Metode pengkonversian sampah plastik menjadi
energi listrik. Sampah plastik dapat dirubah menjadi energi listrik dengan cara
pembakaran langsung atau proses termokimia pirolisis, dimana sampah plastik
dapat digunakan untuk memutar turbin generator dan menghasilkan listrik.
Proses pirolisis yang paling efisien adalah Hydro Cracking, lalu Catalytic
Cracking, kemudian Thermal Cracking. Dengan menggunakan Proses Degradasi
Termal dan Katalitik, pengkonversian sampah plastik menjadi bahan bakar
alternative menghasilkan kuantitas viskositas kinematis yang lebih rendah
dibandingkan biosolar, namun menghasilkan kuantitas nilai titik tuang yang lebih
tinggi dibandingkan dengan biosolar (Prabuditya Bisma Wisnu Wardhana, 2022).
Sistem pengelolaan dan pengolahan sampah plastik di Kabupaten
Kepulauan Selayar belum ada dan masih menjadi polemik lingkungan.

5
Berdasarkan hal ini maka penulis akan mengangkat penelitian disertasi yang
berjudul “Energi Baru Terbarukan dari Sampah Plastik Pesisir dan Rumah
Tangga dengan Memanfaatkan Teknologi Pirolisis Guna Mendukung
Masyarakat Mandiri Energi di Kabupaten Kepulauan Selayar”. Sehingga
melalui penelitian ini maka didapatkan beberapa potensi besar dalam
pengembangan energi baru terbarukan yang berasal dari sampah plastik, yang
dapat diolah melalui teknologi pirolisis menjadi bahan bakar yang dapat
digunakan sebagai sumber energi alternatif. Seperti hal nya yang telah dilakukan
penelitian oleh Bambang Sugiarto (2021) dimana Bahan bakar olahan sampah
plastik dapat menurunkan pengeluaran rumah tangga karena dapat
dipergunakan sebagai bahan bakar memasak. Dengan demikian maka kegiatan
pengabdian masyarakat ini bermanfaat bagi lingkungan dan juga bermanfaat
bagi perekonomian keluarga.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas beberapa permasalahan yang terjadi
dapat dirumuskan dalam penelitian sebagai berikut.
1. Seberapa besar potensi energi baru terbarukan khususnya energi listrik
yang dapat dihasilkan dari sampah plastik pesisir dan rumah tangga di
Kabupaten Kepulauan Selayar melalui teknologi pirolisis?
2. Seberapa besar potensi energi alternatif dari hasil residu yang dapat
dihasilkan dari pengolahan sampah plastik pesisir dan rumah tangga di
Kabupaten Kepulauan Selayar melalui teknologi pirolisis?
3. Bagaimana Pengembangan energi baru terbarukan dari sampah plastik
melalui teknologi pirolisis dapat mendukung masyarakat Kepulauan untuk
menjadi lebih mandiri dalam hal energi?
4. Apa saja rekomendasi dan strategi yang dapat dilakukan untuk memperluas
penggunaan teknologi pirolisis sebagai solusi energi baru terbarukan dari
sampah plastik di Kabupaten Kepulauan Selayar dan Indonesia secara
keseluruhan?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian antara lain:
1. Menganalisis potensi energi baru terbarukan khususnya energi listrik yang

6
dapat dihasilkan dari sampah plastik pesisir dan rumah tangga di Kabupaten
Kepulauan Selayar melalui teknologi pirolisis.
2. Menganalisis potensi energi alternatif dari hasil residu yang dapat dihasilkan
dari pengolahan sampah plastik pesisir dan rumah tangga di Kabupaten
Kepulauan Selayar melalui teknologi pirolisis.
3. Menganalisis dan mengembangkan energi baru terbarukan dari sampah
plastik melalui teknologi pirolisis dapat mendukung masyarakat Kepulauan
untuk menjadi lebih mandiri dalam hal energi.
4. Memberikan rekomendasi dan strategi yang dapat dilakukan untuk
memperluas penggunaan teknologi pirolisis sebagai solusi energi baru
terbarukan dari sampah plastik di Kabupaten Kepulauan Selayar dan
Indonesia secara keseluruhan

1.4 Kegunaan Penelitian


Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan kontribusi dalam pengembangan energi baru terbarukan dari
sampah plastik, yang dapat mendukung masyarakat Kabupaten Kepulauan
Selayar untuk menjadi lebih mandiri dalam hal energi.
2. Di harapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna
bagi pengambil keputusan dalam hal pengelolaan limbah/sampah plastik
dan pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini diklasifikasikan dalam variabel :
A. Jenis sampah plastik yang diolah serta komposisi dari campuran limbah
plastik yang diolah, 7 sampel campuran limbah plastik dari pesisir dan
rumah tangga yaitu :
1. PE (Polyetilene);
Polietilena (PE) merupakan resin sintetis ringan-serba-guna yang dihasilkan
dari proses polimerisasi atas etilena. Polietilena memiliki sifat yang fleksibel
dan resisten terhadap aliran listrik & paparan kimia. Karena keunggulannya
tersebut, polietilena menjadi materi plastik yang paling umum digunakan di
belahan dunia.

7
a. HDPE (High Density Polyetilene);
HDPE (High Density Polyethylene) adalah
polimer termoplastik jenis polietilena yang terbuat dari proses
pemanasan minyak bumi. Sifatnya keras, tahan terhadap suhu tinggi,
dan dapat dibentuk menjadi beragam benda tanpa kehilangan
kekuatannya. Lapisan HDPE cenderung terlihat buram setelah
diproses, dan dapat didaur ulang.
HDPE (High Density Polyethylene) sering kita temukan dalam bentuk
botol minuman, pipa, talenan, plastik anti panas, shopping bag, dan
botol shampoo. HDPE merupakan salah satu bahan material plastik
yang biasa digunakan untuk pembuatan kemasan berbahan plastik.
Selain itu, HDPE memiliki warna putih susu atau putih bersih.
Beberapa aplikasi penggunaan HDPE diantaranya adalah:
• Makanan dan minuman: botol susu, kemasan jus, kantong roti, dan
lain-lain.
• Produk rumah tangga: tempat sampah, ice box, dan mainan anak;
• Fiber dan tekstil: tali, jaring untuk memancing atau olahraga, dan
kabel; dan
• Pipa: pipa gas, air, drainase, dan pembuangan.

b. LDPE (Low Density Polyetilene);


LDPE adalah termoplastik, yaitu jenis plastik yang bisa diolah lewat
pemanasan dan pendinginan. Karakteristiknya relatif tipis, lentur, jernih,
dan ringan sehingga mudah dijadikan beragam material atau produk.
LDPE hadir dalam berbagai kemasan, seperti bungkusan makanan
kering, kemasan makanan ringan, botol minuman serta saus, dan
sebagainya.
Beberapa aplikasi penggunaan LDPE diantaranya adalah:

• Packaging: botol, kantong plastik, dan film untuk packaging


makanan (frozen dan dry);
• Pipa: pipa air dan selang;
• Peralatan rumah tangga;
• Mainan fleksibel; dan

8
• Kabel.

c. LLDPE (Linear Low Density Polyetilene);


Linear Low Density Polyethylene atau LLDPE merupakan bahan plastik
yang paling lentur jika dibandingkan dengan turunan polietilena yang
lain. LLDPE merupakan campuran dari LDPE sehingga memiliki daya
regang yang lebih kuat sehingga lebih fleksibel.
LLDPE biasanya digunakan untuk kebutuhan yang
membutuhkan kekuatan dan daya tahan yang tinggi terhadap tusukan
atau robekan, seperti misalnya plastik pembungkus karpet.
Beberapa aplikasi penggunaan LLDPE diantaranya adalah untuk
stretch film dan packaging pakaian, snack, hingga frozen food.

2. PVC (Poly Vinyl Chlorida);


Polivinil klorida atau PVC ( -CH2-CHCl- ) adalah klorinasi hidrokarbon
berbentuk serbuk putih halus yang diklasifikasikan sebagai bahan
thermoplastik. Dihasilkan dari proses kimia yang dikenal dengan polimerisasi
antara monomer vinil klorida (VCM) dengan air dan zat aditif yang
menghasilkan PVC resin;
Beberapa aplikasi penggunaan PVC diantaranya plastik untuk pipa air, ubin,
kabel listrik, wrapping, dan mainan anak/hewan peliharaan.

3. ABS (Acrylonitrit butadieen styreen);


Acrylonitrile Butadiene Styrene, atau yang dikenal luas dengan nama plastik
ABS adalah termoplastik dan polimer amorf yang tahan terhadap benturan.
Jenis plastik ini biasanya buram, dan terdiri dari tiga monomer, yaitu
acrylonitrile, butadiene, styrene.
Berikut beberapa pengaplikasian dari plastik ABS :
a. Berbagai suku cadang otomotif yang mencari faktor pengurangan berat
menganggap termoplastik ABS sebagai pengganti yang bagus untuk
logam. Suku cadang yang mum digunakan antara lain komponen
dashboard, sandaran kursi, suku cadang sabuk pengaman, door loners,
gagang, panel instrumen, pillar trim, dan lain sebagainya;

9
b. Beberapa peralatan rumah tangga dan barang konsumsi sehari-hari
seperti panel kontrol, vacuum cleaners, pengolah makanan, pelapis
kulkas, dan lain sebagainya;
c. Aplikasi listrik dan elektronik seperti keyboard komputer, penutup
elektronik, dan lain-lain;
d. Aplikasi konstruksi seperti pipa dan fitting dibuat menggunakan plastik
ABS karena sifat-sifatnya seperti kekuatan benturan yang tinggi,
ketahanan terhadap karat dan korosi;
e. Alat musik, peralatan olahraga, dan lain-lain;
f. Alat berkebun;
g. Lego dan mainan plastik lainnya;
h. Aplikasi medis seperti nebulizer, kompresor, dan lain-lain.

4. Polyethylene terephthalate (PET)


PET adalah jenis plastik yang digunakan secara luas sebagai kemasan
berbagai produk makanan dan minuman seperti air mineral, botol minuman
ringan dan wadah jus buah. Hal ini adalah karena sifat dasar PET yang keras
dan kuat, ringan dan tahan terhadap tekanan, sangat cocok untuk digunakan
sebagai kemasan termasuk juga jika digunakan untuk kemasan dengan
kapasitas yang besar. Selain itu, PET juga digunakan sebagai isolasi listrik,
pita magnetik, X-ray dan film fotografi lainnya. Penggunaan PET yang sangat
besar ini, dimana meningkat 12 % per tahun, akan menyebabkan tumpukan
PET di tempat pembuangan sampah semakin besar. Daur ulang limbah PET
tidak ekonomis karena membutukan biaya pemisahan yang tinggi. Oleh
karena itu, alternatif lain pemanfaatan limbah PET dengan cara
mengkonversinya menjadi bahan bakar cair menggunakan teknologi pirolisis
telah dieksplorasi oleh beberapa peneliti.
Potensi konversi PET untuk menghasilkan minyak cair menggunakan reactor
fixed-Bed dengan proses pirolisis pada suhu 500oC telah dilakukan.
Dilaporkan bahwa dengan metode ini diperoleh bahan bakar cair 30-40 %
berat sementara bahan bakar gas 60-80 % berat dan padatan residu 10-20
% berat. Namun dari hasil karakterisasi produk, hasil pirolisis menunjukkan
tingkat keasaman yang tinggi disebabkan kandungan asam benzoat. Hal ini
tentu tidak menguntungkan karena selain dapat menyumbat pipa dan heat

10
exchanger juga dapat menimbulkan korosif pada pemakaiannya, sehingga
membutuhkan perhatian serius jika diterapkan untuk skala industri.

5. Polistiren (PS)
Polistiren adalah jenis polimer dengan yang termasuk kategori termoplastik.
Dengan berbagai bentuk dan karakteristiknya, plastik yang satu ini dapat
digunakan dalam berbagai aplikasi mulai dari pengemasan hingga insulasi
bangunan.
Polistirena merupakan salah satu plastik yang paling banyak digunakan di
seluruh dunia, dengan angka produksi mencapai 7 juta ton per tahunnya.

Plastik polistiren, atau plastik PS, merupakan sintetik-aromatic hidrokarbon-


polimer yang dibentuk dari monomer stirena. Plastik PS tersedia baik dalam
bentuk plastik solid pada umumnya, dan juga plastik busa (foam).
Plastik polistirena memiliki karakter isolator listrik yang sangat baik, tahan
akan zat dilutif, dan memiliki sifat optik yang sangat bening. Plastik ini juga
cenderung mudah untuk diolah menjadi berbagai macam produk karena akan
bertahan pada bentuk cair di atas glass transition temperature-nya, sehingga
mudah untuk dicetak.
Namun, polistirena memiliki beberapa limitasi, diantaranya ketahanan akan
oksigen dan sinar UV yang buruk, dan tidak tahan bentur. Selain itu, rentang
suhu penggunaannya terbilang cukup rendah karena rendahnya kristalinitas
dan glass transition temperature-nya, sekitar Tg = 373 K (100°C).
Beberapa kelemahan plastik PS tersebut bisa diatasi menggunakan proses
kopolimerisasi dengan monomer lain. Sebagai contoh, polistirena bisa
dikombinasikan dengan metil metakrilat, menjadi kopolimer poli(stirena-ko-
metil metakrilat) (PSMMA) yang lebih tahan zat kimia dan sinar UV.

11
B. Perlakuan terhadap Sampah Plastik Pesisir yang telah terkontaminasi
dengan air laut dan dibandingkan dengan suhu 400 0C, 5000C, dan 6000C
dengan menggunakan metode pyrolisis.

1.6 Kerangka Pemikiran


Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis
besar alur logika berjalannya sebuah penelitian. Kerangka pemikiran dibuat
berdasarkan pertanyaan penelitian (research question), dan merepresentasikan
suatu himpunan dari beberapa konsep serta hubungan diantara konsep-konsep
tersebut (Polancik, 2009 dalam Wahono, 2012).
Kerangka pikir penelitian ini diawali dengan masalah lingkungan yang
berkepanjangan terkait bertambahnya timbulan sampah plastik di area pesisir
dan volume sampah plastik yang berasal dari rumah tangga tanpa adanya
penanganan khusus atau pengolahan sehingga menyebabkan polusi udara dan
tanah di sepanjang pesisir pantai kepulauan Selayar. Selengkapnya kerangka
pikir penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

12
➢ SDG’S Pembangunan berkelanjutan tujuan ke-7;
➢ Transisi Energi dengan pengurangan penggunaan energi fosil menjadi
Energi Baru Terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025.
➢ Permasalahan Lingkungan Pesisir Pantai Kab. Kepulauan Selayar Besarnya
Timbulan Sampah Plastik rumah tangga sebesar 24.455 Ton/Tahun;

67 Ton 2,179 Ton/km


Limbah Plastik Rumah Limbah Plastik
Tangga/hari Pesisir/hari

Pencampuran jenis
Pengolahan Pyrolisis limbah yang akan
diolah dengan
Hasil Residu komposisi :
a. 80% Limbah
Plastik Pesisir,
20% Limbah
Plastik RT
Cair (Liquid) Gas Padat (Solid) b. 70% Limbah
Plastik Pesisir,
30% Limbah
Plastik RT
dengan tinggi
temperature 500oC,
Proses Pembakaran/ 600oC, 650 oC.
Penguapan Panas pada
sistem PLTSp

Energi Listrik/ KwH

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

13
BAB I
TOPIK PENELITIAN I
“POTENSI ENERGI BARU TERBARUKAN KHUSUSNYA ENERGI LISTRIK
YANG DAPAT DIHASILKAN DARI SAMPAH PLASTIK PESISIR DAN RUMAH
TANGGA DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR MELALUI TEKNOLOGI
PIROLISIS”

2.1 Abstrak

2.2 Latar Belakang

Krisis energi listrik merupakan salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh
negara Indonesia. Peningkatan kebutuhan daya listrik tidak diimbangi dengan
peningkatan kapasitas pembangkit mengakibatkan defisit energi listrik. Selain itu,
masih banyak daerah-daerah terpencil belum tersentuh listrik terkhusus di daerah
Provinsi Sulawesi Selatan. Terdapat 3 (tiga) Kabupaten di Provinsi Sulawesi
Selatan yang masih memiliki angka Ratio Elektrifikasi (RE) terendah yaitu
Kabupaten Jeneponto, Pangkep, dan Kepulauan Selayar. Ketiga kabupaten ini
memiliki ratio elektrifikasi terendah karena memiliki beberapa desa yang terletak
di Kepulauan dan Pegunungan yang tergolong daerah terpencil. Pada dasarnya
daerah terpencil tersebut menyimpan potensi alam yang banyak, seperti air,
angin dan cahaya matahari yang dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan
listrik. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya penghematan energi sambil
secara masif mendorong berkembangnya sumber energi baru dan terbarukan.
Salah satu bahan bakar alternatif serta potensi energi alternative yang ramai
dibicarakan adalah bahan bakar dari sampah plastik dan biomassa yang dapat
dijadikan sebagai sumber pembangkit energi listrik.
Sampah plastik merupakan limbah yang sangat sulit terurai kecuali dalam
waktu yang sangat lama. Selain itu sampah plastik memberikan dampak buruk
pada kehidupan manusia antara lain kesehatan, lingkungan, dan sosial ekonomi.
Indonesia negara terbesar kedua penyumbang sampah plastik dunia dengan
menyumbang sekitar 175.000 ton per hari. Jenis Sampah plastik yang banyak
dijumpai terutama di wilayah perkotaan yaitu PET, HDPE, PVC, LDPE, dan PP.
Semakin tinggi kebutuhan akan penggunaan plastik untuk berbagai keperluan

14
termasuk untuk kegunaan rumah tangga akan berdampak pada tingginya laju
penumpukan sampah plastik. Secara kimiawi plastik adalah polimer yang terdiri
dari monomer rantai panjang. Untungnya melalui proses pirolisis polimer tersebut
dapat direngkah dan dikonversi menjadi bahan bakar cair seperti kerosen, diesel
dan bensin.
Menurut Gnanavel et al. (2014) penguraian sampah plastik di alam
memerlukan waktu yang relatif sangat lama tergantung pada kedaan lingkungan
maupun struktur kimia polimer limbah plastik, sedangkan produksi sampah
plastik Indonesia mencapai 175.000 ton per hari, hal ini tentu akan menimbulkan
masalah serius bagi lingkungan, baik untuk generasi sekarang bahkan untuk
generasi yang akan datang.
Untuk mengurangi sampah plastik yang terbuang ke lingkungan, awalnya
metode daur ulang dianggap sebagai alternatif untuk mengelola sampah plastik.
Namun terbukti bahwa proses daur ulang plastik sangat sulit dan mahal karena
terkendala biaya buruh untuk proses pemisahan. Selain itu, proses daur ulang
memiliki potensi terhadap pencemaran air sungai maupun air laut. Pemisahan
diperlukan karena plastik terbuat dari berbagai jenis dengan kegunaan yang
berbeda. Salah satu teknologi alternatif konversi sampah plastik menjadi bahan
bakar pembangkit listrik adalah proses pirolisis yaitu sebuah reaksi perengkahan
termal tanpa menggunakan oksigen. Saat ini, pirolisis telah menjadi perhatian
serius sebagai salah satu metode konversi sampah plastik menjadi bahan bakar
cair atau energi alternative pembangkit karena memberikan manfaat baik secara
ekonomi maupun kaitannya dengan pencegahan pencemaran lingkungan.
Sehingga peneliti terinspirasi untuk Menganalisis Potensi Energi Baru
Terbarukan Khususnya Energi Listrik Yang Dapat Dihasilkan Dari Sampah
Plastik Pesisir Dan Rumah Tangga Di Kabupaten Kepulauan Selayar Melalui
Teknologi Pirolisis.
2.2.1 Plastik
Plastik adalah bahan dengan berat molekul tinggi yang ditemukan oleh
Alexander Parkes pada tahun 1862 (Karad & Havalammanavar, 2017).
Plastik adalah senyawa polimer yang terbentuk dari polimerisasi
(monomer) hidrokarbon yang membentuk rantai yang panjang dengan
struktur yang kaku. Plastik juga disebut dengan senyawa sintesis dari
minyak bumi yang dibuat dengan reaksi polimerisasi (monomer) yang

15
sama, sehingga membentuk rantai panjang dan kaku yang akan
menjadi padat setelah temperatur pembentukannya (Arwizet, 2017).
Polimer merupakan molekul yang dibuat oleh pengulangan unit
sederhana, sebagai contoh struktur Polyethylene dapat ditulis dalam
bentuk seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 (Karad &
Havalammanavar, 2017).

Gambar 2 Struktur Polimer


(Maddah, 2016; Karad & Havalammanavar, 2017)
Reaksi pembentukan polyethylene dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 3 Proses Pembentukan polyethylene (Aridito, 2017)


Berdasarkan pada sifat termal plastik, plastik dapat terbagi menjadi
dua kelompok, yakni:
1. Thermoplastic adalah bahan plastik yang jika dipanaskan sampai
temperatur tertentu akan mencair, dapat dibentuk kembali
menjadi bentuk yang diinginkan (UNEP, 2009; Surono & Ismanto,
2016), dan merupakan polimer yang tidak dapat berubah dalam
komposisi kimianya ketika dipanaskan. Oleh karena itu, dapat
mengalami pencetakan berulang kali. Polimer ini adalah jenis
yang berbeda seperti polyethylene (PE), polypropylene (PP),
polystyrene (PS), dan Polyvinyl Chloride (PVC). Plastik-plastik ini
dikenal sebagai plastik umum, berkisar antara 20.000 hingga
500.000 AMU dalam berat molekul dan memiliki jumlah unit

16
pengulangan yang berbeda yang berasal dari unit monomer
sederhana (Alshehrei, 2017).
2. Thermosetting adalah plastik yang jika telah dibuat dalam bentuk
padat, tidak dapat dicairkan kembali dengan cara dipanaskan
(UNEP, 2009; Surono & Ismanto, 2016). Polimer termoset tetap
padat dan tidak dapat meleleh dan dimodifikasi. Perubahan kimia
di sini tidak dapat dipulihkan, dan karenanya plastik ini tidak
dapat didaur ulang karena memiliki struktur ikatan silang,
sedangkan termoplastik linear. Contohnya termasuk phenol–
formaldehyde, polyurethanes, dan lain-lain (Alshehrei, 2017).
Berdasarkan sifat kedua kelompok plastik tersebut, thermoplastic
adalah jenis yang memungkinkan untuk didaur ulang. Jenis plastik
yang dapat didaur ulang diberi kode berupa nomor seperti terlihat
pada Gambar 4 (Landi & Arijanto, 2017). Untuk jenis dan karakteristik
berbagai plastik dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 4 Nomor Kode Plastik (Landi & Arijanto, 2017)

17
Tabel 1. Jenis dan Karakteristik Berbagai Plastik

Berikut beberapa jenis plastik yang umum digunakan dalam beberapa


keperluan :

2.2.1.1 Polyethylene terephthalate (PET)


PET adalah jenis plastik yang digunakan secara luas sebagai
kemasan berbagai produk makanan dan minuman seperti air mineral,
botol minuman ringan dan wadah jus buah. Hal ini adalah karena sifat
dasar PET yang keras dan kuat, ringan dan tahan terhadap tekanan,
sangat cocok untuk digunakan sebagai kemasan termasuk juga jika
digunakan untuk kemasan dengan kapasitas yang besar. Selain itu,
PET juga digunakan sebagai isolasi listrik, pita magnetik, X-ray dan
film fotografi lainnya. Penggunaan PET yang sangat besar ini, dimana

18
meningkat 12 % per tahun, akan menyebabkan tumpukan PET di
tempat pembuangan sampah semakin besar. Daur ulang limbah PET
tidak ekonomis karena membutukan biaya pemisahan yang tinggi.
Oleh karena itu, alternatif lain pemanfaatan limbah PET dengan cara
mengkonversinya menjadi bahan bakar cair menggunakan teknologi
pirolisis telah dieksplorasi oleh beberapa peneliti.
Potensi konversi PET untuk menghasilkan minyak cair menggunakan
reactor fixed-Bed dengan proses pirolisis pada suhu 500oC telah
dilakukan. Dilaporkan bahwa dengan metode ini diperoleh bahan
bakar cair 30-40 % berat sementara bahan bakar gas 60-80 % berat
dan padatan residu 10-20 % berat. Namun dari hasil karakterisasi
produk, hasil pirolisis menunjukkan tingkat keasaman yang tinggi
disebabkan kandungan asam benzoat. Hal ini tentu tidak
menguntungkan karena selain dapat menyumbat pipa dan heat
exchanger juga dapat menimbulkan korosif pada pemakaiannya,
sehingga membutuhkan perhatian serius jika diterapkan untuk skala
industri.

2.2.1.2 High-density polyethylene (HDPE)


HDPE adalah sebuah polimer senyawa hidrokarbon panjang rantai
lurus yang memiliki kekerasan tinggi serta tidak mudah terdegradasi
oleh paparan matahari, perubahan cuaca (panas atau dingin).
Berdasarkan sifat-sifat ini, HDPE banyak digunakan untuk kemasan
botol susu, wadah detergen, botol minyak, mainan anak dan lain
sebagainya. Jenis.
plastik ini menghasilkan limbah 18-30 % volume dari total limbah padat
rumah tangga. Untuk itu persoalan ini merupakan hal yang sangat
serius untuk diatasi. Dari beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa
limbah HDPE dapat dirubah menjadi bahan bakar menggunakan
proses pirolisis. Dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu yang
digunakan berkisar antara 300–400oC di dalam reaktor fluidized-Bed.
Hasil penelitian memperoleh bahan bakar cair 60-70 % berat
sementara bahan bakar gas 20-30 % berat dan padatan residu sampai
10 % berat.

19
2.2.1.3 Low-density polyethylene (LDPE)
Berbeda dengan HDPE, LDPE adalah jenis polimer yang memiliki
banyak cabang sehingga memiliki gaya intermokelul yang lebih lemah
tentu saja konsekuansinya memiliki kekuatan tekan dan kekerasan
yang lebih rendah dibandingkan HDPE. Namun demikian, LDPE
memiliki keunggulan dalam hal mudah dibentuk dan resisten terhadap
air. Untuk itu LDPE banyak digunakan untuk kantong plastik,
pembungkus foil untuk Kemasan, kantong sampah dan lain
sebagainya. Sebagai konsekuensi LDPE banyak dijumpai di tempat
pembuangan akhir sampah dimana menempati urutan kedua sebagai
penyumbang sampah padatan setelah polipropilen. Sebagai salah satu
cara untuk mengatasi persoalan limbah ini adalah dengan
mengkonversi LDPE menjadi energi. Teknologi pirolisis, untuk
merubah limbah LDPE menjadi bahan bakar, telah menjadi perhatian
oleh banyak peneliti saat ini.
Berbeda dengan pirolisis HDPE, reaktor fluidized-bed pada kisaran
suhu 400-500oC dengan laju pemanasan 10oC/menit digunakan pada
pirolisis LDPE. Pengamatan berlangsung selama 20 menit dimana gas
nitrogen berfungsi sebagai agen fluidisasi. Dengan bahan LDPE,
bahan bakar cair yang dihasilkan lebih tinggi yaitu antara 70 – 90 %
berat, gas yang dihasilkan sedikit dan tidak ada sama sekali padatan
yang tersisa.

2.2.1.4 Polypropylene (PP)


PP adalah polimer jenuh dengan rantai hidrokarbon lurus memiliki sifat
tahan terhadap panas yang baik. Tidak seperti HDPE, PP tidak
mencair pada suhu di bawah 160oC. PP memiliki densitas lebih rendah
dibandingkan HDPE tetapi memiliki kekerasan tinggi dan kekakuan
yang lebih sehingga PP lebih disukai sebagai plastik industri. PP
memberikan kontribusi limbah plastik sekitar 24% dimana merupakan
limbah plastik terbesar yang terdapat di tempat pembuangan akhir.
Aplikasi PP sangat beragam termasuk pot bunga, folder arsip, ember,
karpet, mebel, kotak penyimpanan dan lain sebagainya. Tingginya
pemakaian PP dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan jumlah

20
limbah PP limbah akan meningkat setiap tahun dan oleh karena itu,
proses pirolisis merupakan metode alternatif yang telah dipelajari untuk
mengkonversi limbah plastik menjadi energi terbarukan sekaligus
mengatasi masalah penumpukan limbah. Beberapa peneliti telah
melakukan evaluasi terhadap metode pirolisis PP menggunaan
berbagai parameter guna mengetahui sifat dan mengukur bahan bakar
cair yang dihasilkan.
Pirolisis PP dilakukan pada kondisi suhu berkisar antara 250-350oC di
dalam sebuah dilaporkan bahwa hasil terbaik diperoleh pada suhu
sekitar 300oC dimana konversi plastik hampir 99 % dengan solid residu
sebesar 1,5 %. Ketika suhu mendekati 400oC hasil yang diperoleh
menjadi turun dimana terjadi kenaikan solid residu menjadi 5 % berat.
Hal ini memperlihatkan bahwa pembentukan coke terjadi pada suhu
tinggi. Fakta ini telah dikonfirmasi oleh peneliti lainnya dimana pirolisis
pada suhu > 400oC dijumpai hasil berupa liquid 80 % berat, gas 6,6 %
berat dan padatan 13,3 % berat. Kondisi suhu yang ekstrim yaitu
750oC di dalam reaktor batch menghasilkan liquid 48,8 % berat liquid,
gas 49,6 % berat dan 1,6 % berat padatan.

2.2.2 Teori Pirolisis


Pirolisis adalah proses degradasi termal tanpa adanya oksigen hal ini
dalam rangka untuk mencegah pembentukan COX, NOX, SOX. Pada
proses ini terjadi perengkahan hidrokarbon rantai panjang (polimer)
menjadi monomer yang lebih kecil. Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi proses pirolisis yang akan dibahas dalam tulisan ini
meliputi suhu/temperature perengkahan, jenis reaktor, dan waktu
tinggal.

2.2.2.1 Temperatur/ Suhu


Temperatur merupakan variable operasi yang memegang peranan
paling penting dalam menentukan hasil produk pirolisis. Selain itu,
temperatur juga memegang peranan penting dalam mengatur berhasil
atau tidaknya reaksi cracking pada polimer plastik atau pada senyawa
selulosa dalam biomassa. Tidak semua bahan polimer dapat pecah

21
dengan kenaikan temperatur. Gaya Van der Waals adalah gaya antara
molekul-molekul, akan menarik molekul menjadi satu ikatan sehingga
sulit untuk terpecah . Di satu sisi, ketika getaran molekul-molekul cukup
kuat, mereka akan menguap bukan merengkah hal ini tentu saja tidak
diharapkan. Rantai karbon baru akan pecah/merengkah jika energi
yang dipengaruhi oleh gaya van der Waals terhadap rantai polimer lebih
besar dari entalpi ikatan dalam rantai C-C. Ini alasan mengapa polimer
dengan berat molekul yang besar akan terurai . Distribusi produk hasil
pirolisis plastik dan biomassa pada variasi suhu telah dilakukan oleh
beberapa peneliti guna menemukan suhu optimum terbentuknya
biofuel. Dilaporkan bahwa, temperatur perengkahan polimer plastik
berkisar pada suhu 350-425oC sedangkan temperatur dekomposisi
selulosa pada kisaran suhu 400 – 550oC. Pada temperatur kurang dari
450°C, jumlah padatan, bio-char, yang dihasilkan meningkat hal ini
karena rendahnya konversi karbon dan rendahnya laju devolatilisasi.

2.2.2.2 Jenis Reaktor


Reaktor adalah jantung dari berlangsungnya sebuah reaksi, dalam hal
ini proses pirolisis. Jenis reaktor yang digunakan telah menjadi subyek
penelitian yang serius, inovasi dan pengembangan dilakukan untuk
meningkatkan karakteristik produk dan efisiensi proses seperti suhu
yang tidak terlalu tinggi dan residence time yang singkat. Seiring
dengan perkembangan teknologi pirolisis maka desain reaktor untuk
maksud tersebut juga ikut berkembang guna optimalisasi performa
proses pirolisis dan bertujuan untuk mengasilkan produk biofuel dengan
yield yang tinggi dan berkualitas. Pada beberapa penelitian yang telah
dilakukan, pirolisis dalam skala laboratorium, umumnya menggunakan
reaktor batch, semi-batch atau kontinyu (jenis fluidized bed dan fixed-
bed). Masing-masing jenis reaktor ini memiliki keunggulan dan
kelemahan yang akan dijelaskan berikut ini:

Reaktor batch adalah reaktor dengan sistem tertutup dimana tidak ada
aliran reaktan masuk atau aliran produk keluar selama reaksi
berlangsung. Berbeda dengan batch, reaktor semi batch
memungkinkan terjadi penambahan reaktan atau produk selama reaksi

22
berlangsung. Salah satu keunggulan reaktor batch dan semi-batch
adalah dapat diperoleh konversi yang tinggi dengan menambah waktu
reaksi. Namun, kelemahan dari reaktor batch maupun semi-batch
terkait dengan variabilitas produk yang dihasilkan, biaya tenaga kerja
tinggi dan tidak dapat diterapkan untuk skala yang besar. Dilaporkan
oleh beberapa peneliti bahwa reaksi pirolisis plastik menggunakan
reaktor batch yang berlangsung pada suhu 300 – 550oC untuk berbagai
jenis plastik telah menghasilkan biofuel (cair, gas dan padat),
sementara pirolisis biomassa berlangsung pada suhu 400 – 550oC
sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Produk Pirolisis dengan reaktor yang berbeda untuk berbagai
Feedstock
% Berat Bahan Bakar Cair

Feedstock Batch Fixed Bed Fluidized Referensi


Reactor Reactor Bed
Reactor (T=300-550oC)

PET - 41.3 - (18)

HDPE - 79.72 68.7 (18)

67 - - (57)

69.3 85 - (12)

74 - - (39)

LDPE - 84.25 - (18)

80.1 87 80 (12)

85 - - (39)

Tongkol Jagung - 47.3 - (48)

Biji Kapas 48.6 - - (48)

Jerami 43.3 33.5 - (48)

Biji Sirsak 18.6 - - (48)

Kulit Kacang Mete - 31.1 - (48)

Bagase 40 - - (48)

Tandan Kosong - 48.5 - (48)

Sumber : Jurnal Teknologi, Tahun 2019, Volume 6, Edisi 2

23
Gambar 5. Konfigurasi Reaktor Batch Gambar 6. Konfigurasi Reaktor Fixed-Bed

Reaktor fixed-bed adalah sebuah reaktor berbentuk tabung silinder


yang dipenuhi dengan katalis padat dimana reaktan mengalir melalui
tumpukan katalis (biasanya berupa pellet) dan dikonversikan menjadi
produk. Konfigurasi reaktor fixed-bed seperti ditampilkan dalam Gambar
2. Jenis reaktor ini memiliki kelemahan selama proses pengumpanan
reaktan baik untuk pirolisis plastik maupun untuk pirolisis biomassa.
Selain itu, luas permukaan katalis dimana kontak antar reaktan terjadi
juga terbatas. Kelemahan dari reaktor fixed-bed kemudian diperbaiki
dengan menggunakan reaktor fluidized-bed. Pada reaktor jenis ini,
katalis diletakkan di atas piringan dimana fluidizing gas mengalir melalui
partikel katalis yang kemudian bergerak seperti fluida namun tidak
sampai meninggalkan reaktor seperti terlihat pada Gambar 3. Hasil
beberapa penelitian proses pirolisis plastik dan biomassa menggunakan
reaktor fixed-bed dan reaktor fluidized bed disajikan pada Tabel 1. Di
sini dapat dilihat bahwa hasil pirolisis untuk berbagai jenis bahan baku
memberikan hasil terbaik dengan menggunakan fluidized bed reactor
kecuali untuk bahan baku dari jerami menunjukkan hasil terbaik jika
menggunakan batch reactor.

24
2.2.3 Waktu Tinggal

Waktu tinggal berbanding lurus dengan konversi sebuah reaksi.


Konversi bahan baku, plastik atau biomassa, didefinisikan sebagai
banyaknya massa bahan baku yang berubah menjadi produk terhadap
massa mula-mula bahan baku dengan formula sebagai berikut: x = [mo
- mf]/ mo dengan mo= massa plastik saat awal, gram, mf = massa
residu padat setiap saat, gram. Gambar 4 memperlihatkan pengaruh
waktu tinggal terhadap konversi berbagai jenis plastik.

Gambar 7. Pengaruh waktu terhadap konversi pirolisis HDPE, LDPE, PP

Dari gambar 4 dapat diamati kenaikan jumlah minyak yang dihasilkan


setiap rentang waktu 0 menit. Hasil yang diperoleh sangat bergantung
secara signifikan pada kenaikan suhu. Kenaikan suhu berbanding
langsung dengan jumlah minyak yang dihasilkan, begitu juga dengan
waktu reaksi yang semakin lama maka minyak yang dihasilkan akan
semakin banyak. Dalam penelitian ini dilakukan percobaan secara
duplo kemudian diambil nilai rata- rata sehingga diperoleh hasil yang
akurat. Jenis plastik LDPE memberikan hasil terbaik yaitu konversi
pirolisis 48 % pada waktu ke 60 menit.

2.3 Metode

2.3.1 Pengumpulan Sampel Limbah dan Analisis Karakteristik Sampah melalui Uji
Laboratorium

25
Pada tahapan awal dilakukan pengumpulan sampel limbah Plastik Pesisir dan
Rumah Tangga yang akan di uji Laboratorium terkait komposisi senyawa yang
ada di dalamnya.

Pada penelitian pendahuluan untuk mengetahui karakteristik sampah yang akan


digunakan yang dilakukan dengan proximate. Analisis proximate dilakukan
dengan menghitung kadar air, abu, volatile solid dengan metode gravimetri.
Analisis proximate dilakukan di Laboratorium Pemulihan Air Jurusan Teknik
Lingkungan, Universitas Hasanuddin.

Dilakukan juga inventarisasi limbah plastik eksisting di sepanjang pesisir pantai


Kab. Kepulauan Selayar yang sering terjadi penumpukan timbulan sampah
plastik, sebelum penentuan lokasi/ titik penelitian dilakukan survey terlebih
dahulu. Survey dilakukan untuk mengetahui kondisi eksisting timbulan sampah
plastik di Pesisir Pantai dan di TPA sebagai pusat pembuangan akhir
sampah/limbah plastik rumah tangga.

2.3.2 Kajian Literature

Metode yang digunakan pada studi ini juga berupa kajian literature yang luas
dan mendalam terhadap parameter-parameter suhu, jenis dan komposisi limbah
plastik yang akan diolah. Pada topik pirolisis baik untuk sampah plastik. Sumber
kajian ini adalah data sekunder yang digunakan termasuk internet, laporan
penelitian, prosiding, dan artikel jurnal nasional maupun internasional yang fokus
pada konversi serta pengolahan limbah plastik menjadi sumber energi baru
terbarukan yaitu pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi pirolisis.

2.4 Alat dan Bahan Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
2.4.1 Persiapan Alat Uji Laboratorium
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :
• Reaktor pirolisis yang terdiri : tabung pirolisis, pemanas, kondensor
pendingin, penampung tar, dan penangkap gas;
• Mini Pembangkit Listrik Tenaga Uap/ Gas hasil olahan pirolisis;
• Termometer; dan
• Gelas Ukur

26
2.4.2 Persiapan Bahan Uji
Penelitian ini berupa data primer yaitu hasil pengujian laboratorium kimia
terkait komposisi yang ada di dalam limbah/sampah plastik pesisir dan
rumah tangga serta berapa besaran nilai kalori yang bisa dijadikan
sebagai energi listrik.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampah plastik
HDPE, PET, PP, LDPE, LLDPE, PVC, dan ABS.
Pada penelitian ini ukuran partikel sampah yang akan digunakan sekitar
2-5 mm, dengan kadar air <10%. Pengurangan kadar air terhadap bahan
baku sampah yang akan digunakan dapat dilakukan dengan cara
pengeringan menggunakan sinar matahari. Selanjutnya dilakukan uji
kadar air menggunakan analisis proximate. Berat sampah yang
digunakan pada penelitian ini sebesar 500 g sesuai dengan kapasitas
reaktor setiap sekali proses pirolisis.
Adapun persamaan matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Potensi Energi dan Daya Listrik
Potensi Energi dan Daya Listrik disini dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan matematis :

Dimana :
Energi Listrik : Energi Output yang dihasilkan sumber biomassa (kWh)
Volumetric Flow : Laju Aliran Volume (L/Hari)
Low HeatingValue : Kalor saat air dan hidrogen dalam fasa uap (KJ/kg) (1 Kj =
0,000277778 kWh)
Potensi Daya

Perhitungan Potensi daya juga dapat dilakukan dengan rumus:

27
2.5 Daftar Pustaka

Almeida and M. d. F. Marques, "Thermal and catalytic pyrolysis of plastic waste,"


Polímeros, vol. 26, no. 1, pp. 44-51, 2016;

Borhanuddin Achmad Safi, Mas Roro Lilik Ekowanti “Kemitraan Pemerintah dan
Swasta Tentang Pengelolaan Sampah menjadi tenaga listrik dengan
program zero waste city di pembangkit listrik tenaga sampah/ PLTSa
Benowo, Surabaya,” Vol.25 No.1, 2022;

E. K, M. G, A. Nego and F. X. A. Sugiyana, "Pengolahan Sampah Plastik dengan


Metoda Pirolisis menjadi Bahan Bakar Minyak," in Seminar Nasional Teknik
Kimia “Kejuangan”, Yogyakarta, 2016;

M. M. Alla, A. Ahmed and B. K. Abdalla, "Conversion of Plastic Waste to Liquid


Fuel," International Journal of Technical Research and Applications, vol. 2,
no. 3, pp. 29-31, 2014; dan

Irmasari Welhelmina Nenobais, “Strategi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga:


Solusi Alternatif Bagi Pemerintah Kota Kupang”, Vol.6 No.1, 2021.

28
BAB II
TOPIK PENELITIAN II
“ANALISA POTENSI ENERGI ALTERNATIF DARI HASIL RESIDU YANG
DAPAT DIHASILKAN DARI PENGOLAHAN SAMPAH PLASTIK PESISIR
DAN RUMAH TANGGA DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR MELALUI
TEKNOLOGI PIROLISIS”

3.1 Abstrak

3.2 Latar Belakang

Generasi plastik di seluruh dunia berkembang selama bertahun-tahun karena


keragamannya aplikasi plastik di berbagai sektor yang menyebabkan akumulasi
limbah plastik di TPA maupun pesisir pantai. Meningkatnya permintaan plastik
jelas mempengaruhi ketersediaan sumber daya minyak bumi bahan bakar fosil
tidak terbarukan karena plastik adalah bahan berbasis minyak bumi (Sharuddin
et al., 2017).

Mengingat plastik adalah bagian dari minyak bumi, minyak yang dihasilkan
melalui proses pirolisis adalah dikatakan memiliki nilai kalori tinggi yang dapat
digunakan sebagai bahan bakar alternatif (Sharuddin et al., 2017). Thermal
Cracking atau pirolisis, melibatkan degradasi bahan polimer dengan
memanaskan tanpa adanya oksigen. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu
antara 500-800°C dan menghasilkan pembentukan arang terkarbonisasi dan
fraksi yang mudah menguap yang dapat dipisahkan menjadi minyak hidrokarbon
terkondensasi dan gas dengan nilai kalor tinggi yang tidak terkondensasi.
Proporsi setiap fraksi dan komposisinya yang tepat tergantung terutama pada
sifat limbah plastik tetapi juga pada kondisi proses (Beyene, 2014).

Metode pirolisis dapat digunakan untuk mengolah sampah yang berasal dari
rumah tangga, seperti: sampah campuran/makanan, sampah buah dan sayur,
sampah kertas, sampah plastik, dan sampah tekstil. Daur ulang kimia
menggunakan proses kimia seperti pirolisis yang mengacu pada degradasi
bahan polimer dengan memanaskan tanpa adanya oksigen. Dalam sebuah
penelitian, ditunjukkan bahwa fraksi minyak dan gas yang diperoleh dengan

29
pirolisis PP memberikan komposisi alifatik dengan potensi besar untuk didaur
ulang kembali ke industri petrokimia sebagai bahan baku untuk produksi plastik
baru (Achilias et al., 2007; Grigore, 2017).
Pengolahan sampah dengan pirolisis rata-rata menghasilkan 52,2% wax, 25,2%
char/residu, dan 22,6% gas. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa metode
pirolisis dapat merubah sampah menjadi bahan bakar. Cairan yang dihasilkan
dari proses pirolisis merupakan campuran kompleks senyawa organik antara lain
stirena, etil-benzena, toluena, dan lain-lain. Proses pirolisis menghasilkan
padatan yang mengandung char/residu dan bahan anorganik yang terkandung
dalam bahan baku. Selain itu, pirolisis menghasilkan gas yang terdiri dari
hidrokarbon, CO dan CO2 yang memiliki nilai kalor yang tinggi.
Pirolisis merupakan salah satu pengolahan sampah yang dapat mengurangi
berat dan volume sampah, serta menghasilkan produk yang lain, antara lain:
1. Gas yang mengandung nilai kalori rendah hingga sedang, sehingga dapat
digunakan untuk bahan bakar alternatif;
2. Char/residu hasil pembakaran sampah yang mengandung nilai kalori tinggi,
dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif; dan
3. Wax yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif dan merupakan
sumber dari bahan kimia, selain itu juga proses tersebut akan menghasilkan
air yang mengandung bahan-bahan organik.
Dari beberapa penelitian sebelumnya terkait pengolahan sampah plastik
menggunakan metode pirolisis, maka peneliti ingin mengembangkan penelitian
tersebut dengan salah satu tujuan utama penelitian adalah untuk Menganalisis
Energi Alternatif Dari Hasil Residu Yang Dapat Dihasilkan Dari Pengolahan
Sampah Plastik Pesisir Dan Rumah Tangga Di Kabupaten Kepulauan Selayar
Melalui Teknologi Pirolisis.

3.2.1 Metode Pirolisis


Metode pirolisis menggunakan sumber panas eksternal untuk
mendorong terjadinya reaksi endotermal pada keadaan yang tidak ada
oksigen. Tiga komponen utama yang dihasilkan pada pirolisis antara lain:
a. Gas yang mengandung hidrogen, karbon monoksida, karbon dioksida,
dan gas yang lain yang mengandung bahan-bahan organik.

30
b. Fraksi cair yang mengandung tar terdiri dari aseton, methanol, dan
kompleks hidrokarbon.
c. Fraksi padatan yang terdiri dari karbon murni berasal dari bahan baku
(Tchobanoglous dkk, 1993).

3.2.2 Pengolahan Sampah dengan Pirolisis


Pirolisis merupakan proses degradasi termal menggunakan bahan bakar
yang berbentuk padat pada kondisi dengan oksigen terbatas (Di Blasi,
2008). Pengolahan sampah dengan metode pirolisis dapat mereduksi
berat dan volume sampah, selain itu juga menghasilkan: (I) gas yang
mengandung nilai kalori rendah hingga sedang, sehingga dapat digunakan
untuk bahan bakar alternatif; (II) char/residu hasil pembakaran sampah
yang mengandung nilai kalori tinggi, dapat digunakan sebagai bahan
bakar alternatif; (III) wax yang dapat digunakan sebagai bahan bakar
alternatif dan merupakan sumber dari bahan kimia, selain itu juga proses
tersebut akan menghasilkan air yang mengandung bahan-bahan organik
(Bridgwater, 1980). Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa, pirolisis
yang berasal dari plastik dan biomassa menghasilkan produk pirolisis yang
mengandung nilai kalori tinggi (Caglar dan Aydinli, 2009).
Menurut Ratnasari (2011), metode pirolisis dibedakan menjadi 2 metode
yaitu pyrolysis batch dan pyrolysis kontinyu. Selain itu berdasarkan tingkat
kecepatan reaksi, pirolisis dibedakan menjadi dua tipe yaitu pirolisis
lambat dengan temperatur pembakaran 1500C – 3000C pada temperatur
ini proses pirolisis akan lebih banyak menghasilkan char/residu.
Sedangkan untuk pirolisis cepat terjadi pada temperatur 300 0C – 7000C,
produk yang dihasilkan antara lain wax, gas, dan char/residu.
Penelitian yang dilakukan Akhtar (2012) menyebutkan bahwa, temperatur
yang digunakan pada proses pirolisis yaitu antara 5000C-8000C.
Dekomposisi biomassa terjadi pada temperatur (4000C-5500C) dengan
waktu tinggal uap yang pendek akan menghasilkan produk pirolisis berupa
wax. Penelitian ini menyebutkan bahwa pirolisis terbagi menjadi 3 tipe
yaitu pirolisis cepat (≥5000C), pirolisis lambat dengan temperatur rendah,
dan karbonisasi dengan temperatur rendah (≤4000C). Pada temperatur
<3000C akan menghasilkan char/residu yang tinggi, pada temperatur

31
>5500C akan menghasilkan wax yang tinggi sedangkan pirolisis pada
temperatur >6000C produk yang banyak dihasilkan berupa gas.
Pada prinsipnya pirolisis cepat merupakan dekomposisi biomassa secara
cepat menjadi uap, aerosol, char/residu, dan gas. Setelah melewati
kondensor, uap cair yang berwarna coklat terbentuk dari proses
pembakaran yang memiliki nilai kalori tinggi. Pada pirolisis ini wax yang
dihasilkan cukup banyak dan menghasilkan sedikit abu. Beberapa
parameter yang mempengaruhi produk wax yang dihasilkan dari proses
pirolisis cepat antara lain:
a. Perpindahan panas yang cepat pada reaksi antar permukaan
biomassa terjadi pada biomassa dengan ukuran kurang dari 3 mm,
karena biomassa memiliki konduktivitas termal yang rendah.

b. Reaktor pirolisis harus selalu terkontrol dengan temperatur 5000C


untuk menghasilkan wax dengan volume maksimal.
c. Waktu tinggal uap kurang dari 2 detik untuk mencegah adanya reaksi
berikutnya.
d. Rapid removal dari char/residu untuk mencegah uap cracking
e. Rapid pendingin uap pirolisis untuk mengasilkan bio oil.

3.2.3 Asap Cair dari Proses Pirolisis


Asap cair akan terbentuk pada temperatur 400°C-550°C (Akhtar dkk,
2012). Menurut Bridgwater (2012), hasil dari asap cair dipengaruhi oleh
jenis biomassa yang digunakan dalam penelitian, temperatur, waktu
tinggal uap panas, pemisahan char/residu, dan kandungan abu.
Kandungan abu dan pemisah char/residu memiliki efek katalis pada
pemecahan uap. Asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis berwarna
coklat gelap, hal tersebut dipengaruhi oleh bahan baku dan proses
pirolisis cepat. Asap cair juga dapat berwarna merah kecolaktan atau
hijau gelap tergantung dari adanya mikro karbon pada cairan dan
komposisi kimianya. Kandungan nitrogen yang tinggi memberikan warna
hijau gelap pada asap cair.
Penelitian mengenai asap cair pertama kali dilakukan oleh pabrik farmasi
yang terlertak di Kansas, dengan menggunakan metode pirolisis dari

32
bahan baku kayu (Pszezola, 1995). Menurut Girard (1992), karakteristik
asap cair telah diteliti pada tahun 1940. Pada penelitian tersebut
menyebutkan sekitar 1000 macam senyawa kimia telah teridentifikasi,
antara lain: 85 fenolik, 45 karbonil, 35 asam, 11 furan, 15 alkohol dan
ester, 13 lakton, dan 21 hidrokarbon alifatik. Dari penelitian yang telah
dilakukan disebutkan bahwa, komposisi asap cair dari bahan baku kayu
antara lain 11-92% air, 0,2-2,9% fenolik, 2,8-4,5% asam organik, dan 2,6-
4,6% karbonil (Maga, 1998). Pada penelitian karateristik cair hasil pirolisis
sampah organik padat, menggunakan analisis GCMS menyimpulkan
terdapat 61 senyawa yang teridenfikasi antara lain 17 senyawa keton,
14 senyawa fenolik, 8 senyawa asam karboksilat, 7 senyawa alkohol, 4
senyawa ester, 3 senyawa aldehida, dan 1 senyawa lain-lain (Haji dkk,
2006).

3.2.4 Gas dari Proses Pirolisis


Gas dari pirolisis akan terbentuk pada temperatur >600°C (Akhtar dkk.,
2012). Biomassa terdiri dari komponen-komponen antara lain kandungan
air (moisture content), zat yang mudah menguap (volatile matter), karbon
terikat (fixed carbon), dan abu (ash). Pada pembakaran biomassa terdiri
dari 3 tahapan yaitu pengeringan, devolatilisasi, dan pembakaran
char/residu. Pada proses pengeringan akan menghilangkan kadar air,
devolatilisasi merupakan tahapan dari pirolisis akan menghilangkan zat
yang mudah menguap, dan pembakaran char/residu merupakan tahapan
reaksi antara oksigen dan karbon akan melepas kalor. Reaksi permukaan
terutama membuat CO. CO akan bereaksi lebih lanjut membentuk CO2
apabila di luar partikel. Karbon yang ada di dalam char/residu bereaksi
dengan oksigen pada permukaan membentuk karbon monoksida dengan
reaksi sebagai berikut:
C + ½ O2 CO
Permukaan karbon juga bereaksi dengan karbondioksida dan uap air
dengan reaksi sebagai berikut :
C + CO2 2CO
C + H2O CO + H2

33
Pada proses karbonisasi menghasilkan gas-gas yang mudah terbakar
seperti CO, CH4, H2, formaldehid, methana, asam formiat, dan asam
asetat serta gas-gas yang tidak bisa terbakar seperti CO2, H2O, dan tar
cair. Gas-gas yang dihasilkan memiliki nilai kalor tinggi (Borman dan
Ragland, 1998).

3.2.5 Char/Residu dari Proses Pirolisis


Williams (2013) menyebutkan, karakteristik char/residu yang dihasilkan
dari pirolisis dengan bahan baku ban bekas, menghasilkan 22%-49% dari
total berat bahan baku. Pada penelitian tersebut, char/residu yang
dihasilkan dari proses pirolisis mengandung karbon hingga 90% dan
kandungan sulfur tinggi 1,9%-2,7%, namun char/residu tersebut
mengandung abu dengan kadar 8,27%-15,33% sesuai dengan adanya
kandungan logam seperti seng yang berasal dari bahan baku. Penelitian
yang dilakukan oleh Cunliffe dan Williams (1998) menyebutkan juga
bahwa, karakteristik dari char/residu dipengaruhi oleh temperatur yang
antara 4500C – 6000C dengan berat 1,5 kg yang menggunakan fixed bed
reactor, kandungan volatil dan hidrogen dapat berkurang kandungan
volatil dan hidrogen dapat berkurang seiring dengan adanya peningkatan
kecil permukaan dan volume yang menyebabkan meningkatan temperatur
namun, untuk kandungan sulfur dan logam tidak dapat menurun secara
signifikan. Penelitian Akhtar (2012) menyebutkan temperatur < 300 0C
akan menghasilkan produk tinggi berupa char/residu.

3.3 Metode
Data yang didapatkan dari penelitian ini adalah nilai dari parameter-parameter
yang diukur. Parameter yang diukur meliputi nilai kadar air, abu, dan volatile
solid pada awal penelitian menggunakan analisis proximate prosedur analisis.
Produk pirolisis berupa char/residu dilakukan metode gravimetri kemudian
hasilnya dibandingkan dengan analisis awalnya. Hasil dari pirolisis berupa asap
cair, residu/char, dan tar dilakukan analisis terhadap berat awal dan produk yang
dihasilkan

34
3.4 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.4.1 Persiapan Alat Uji Laboratorium
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :
• Reaktor pirolisis yang terdiri : tabung pirolisis, pemanas, kondensor
pendingin, penampung tar, dan penangkap gas;
• Termometer; dan
• Gelas Ukur

3.4.2 Persiapan Bahan Uji


Penelitian ini berupa data primer yaitu hasil pengujian laboratorium kimia
terkait komposisi yang ada di dalam limbah/sampah plastik pesisir dan
rumah tangga dan juga komposisi yang ada di dalam asap cair,
char/residu, dan gas, serta berapa besaran nilai kalori yang bisa dijadikan
sebagai sumber energi baru terbarukan.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampah plastik
HDPE, PET, PS, LDPE, LLDPE, PVC, dan ABS.
Pada penelitian ini ukuran partikel sampah yang akan digunakan sekitar 2-
5 mm, dengan kadar air <10%. Pengurangan kadar air terhadap bahan
baku sampah yang akan digunakan dapat dilakukan dengan cara
pengeringan menggunakan sinar matahari. Selanjutnya dilakukan uji kadar
air menggunakan analisis proximate. Berat sampah yang digunakan pada
penelitian ini sebesar 500 g sesuai dengan kapasitas reaktor setiap sekali
proses pirolisis

35
3.5 Daftar Pustaka

Adrados, A., Marco, de., Caballero, B. M., López, A., Laresgoiti, M. T., Torees, A.
2012. Pyrolysis of Plastic Packaging Waste: A Comparison of Plastic
Residuals from Material Recovery Facilities with Simulated Plastic Waste.
Waste Management 32:826-832;

Bridgwater, A. V. 1980. Resource Recovery and Conservation Waste


Inceneration and Pyrolysis. 5(1):99-115;

Cunliffe, A.M., Williams, P.T. 1998. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis.
Composition of oils derived from the batch pyrolysis of tyres 44:131–152;

Obeid, F., Joseph, Z., Al-Muhtaseb, A.H., Bouhadir, K. 2014. Thermo-catalytic


Pyrolysis of Waste Polyethylene Bottles in a Packed Bed Reactor with
Different Bed Materials and Catalysts. Energy Conversion and Management
85:1-6;
Putra, A. R. P. 2011. Pengolahan Sampah Plastik Menjadi Wax dengan Proses
Pirolisis. Surabaya : Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim.

36
BAB III
TOPIK PENELITIAN III
“PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN DARI SAMPAH
PLASTIK MELALUI TEKNOLOGI PIROLISIS DAPAT MENDUKUNG
MASYARAKAT KEPULAUAN UNTUK MENJADI LEBIH MANDIRI DALAM
HAL ENERGI”

4.1 Abstrak

4.2 Latar Belakang

Peningkatan konsumsi energi dan peningkatan sampah merupakan dua


permasalahan besar yang muncul seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan penduduk. Konsumsi energi di berbagai faktor di Indonesia seperti
transportasi, industri dan energi listrik untuk rumah tangga teus meningkat
dengan laju pertumbuhan penduduk rata ± rata 5.2 % , sebaliknya cadangan
energi nasional semakin menipis menimbulkan kekhawatiran akan kritis energi di
masa mendatang jika tidak ditemukan sumer-sumber energy baru. Kompasiana
(2012), Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia dari tahun ke tahun
cenderung mengalami kenaikan, pada tahun 2021 mencapai angka 394.052 juta
barel dimana dikonsumsi untuk bahan bakar kendaraan. Sebaliknya ketersediaan
minyak bumi yang terus menerus mengalami penurunan ( BPS, 2020). Beberapa
upaya terus dilakukan antara lain adalah dengan pengembangan energi
alternative yang berasal sumber daya energi terbarukan . Arah riset hanya fokus
pada pengembangan sumber dari bahan nabati, tambang dan nuklir. Padahal
masih terdapat banyak sumber lain yang masih menjadi masalah besar seiring
pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi, contohnya sampah. Sampah
yang dimaksud adalah sampah anorganik contohnya: sampah plastik. Sampah
Plastik termasuk kelompok polimer, yaitu merupakan proses penggabungan
(proses polomerisasi) dari monomernya, sedangkan monomer adalah senyawa
kimia organik yang mempunyai kemampuan untuk berpolimerisasi dan ini
tergantung dari jenis monomer yang akan bergabung (Kumar,2011) Plastik
adalah salah satu jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses polimerisasi.

37
Limbah plastik merupakan masalah yang sudah dianggap serius bagi
pencemaran lingkungan, khususnya terhadap pencemaran tanah.
Penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar pada tahun 2022 mencapai 134.000
jiwa, (Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2023). Jumlah ini akan
menghasilkan timbulan sampah dengan volume yang tidak sedikit. Dengan
jumlah penduduk tersebut timbulan sampah Kabupaten Kepulauan Selayar dapat
diasumsikan dengan menggunakan faktor pendekatan teoritis dan SNI 32242-
2008 yakni sebanyak 335.000 m3 per hari dengan berat sampah dihasilkan
67.000 kg sampah/hari atau sama dengan 67 ton sampah per hari yang berasal
dari rumah tangga sedangkan timbulan sampah plastik pesisir yang berada di
sepanjang garis pantai Kabupaten Kepulauan Selayar sepanjang 670 km
khususnya di saat musim angin barat (Munson) adalah sebesar rata-rata sampah
plastik adalah 9,5 ± 2,7 item/m2 dan berat sekitar 229,2 ± 109,9 g/m2 (Hermawan,
Roni, et al. "Economic Impact From Plastic Debris On Selayar Island, South
Sulawesi").
Pelaksanaan program diet kantong plastik secara nasional yang di berlakukan
untuk sejumlah toko modern selama beberapa bulan ini dinilai belum signifikan
mengurangi jumlah sampah plastik. Sehubungan dengan itu, pemerintah telah
mendorong program Desa Mandiri Energi (DME) di wilayah Indonesia yang
terdapat potensi energi alternatif untuk dikembangkan. DME ini dikembangkan
dengan konsep pemanfaatan energi setempat khususnya energi terbarukan
untuk pemenuhan kebutuhan energi dan kegiatan yang bersifat produktif.
Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas, kesempatan kerja
dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya melalui penyediaan energi
terbarukan yang terjangkau dan berkelanjutan (Anonymous, 2006).
Strategi serta tujuan yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah bagaimana
Pengembangan Energi Baru Terbarukan dari Sampah Plastik Melalui
Teknologi Pirolisis dapat Mendukung Masyarakat Kepulauan untuk Menjadi
Lebih Mandiri dalam Hal Energi.
4.2.1 Energi Terbarukan

Energi Terbarukan merupakan Energi yang berasal dari Sumber Energi


Terbarukan. Sumber Energi Terbarukan ialah sumber energi yang
dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola

38
dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari,
aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut
(Government of Indonesia, 2014).

Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang ramah lingkungan,


karena tidak menghasilkan pencemaran lingkungan serta tidak termasuk
penyebab dari perubahan iklim dan pemanasan global, karena energi
yang dihasilkan berasal dari proses alam yang berkelanjutan seperti angin,
air, sinar matahari, panas bumi, dan biofuel. Negara Indonesia merupakan
negara yang memiliki potensi sumber energi terbarukan dalam jumlah
sangat besar karena pengaruh astronomis dan geografis negara
Indonesia. Potensi sumber energi terbarukan yang terkandung di
Indonesia seperti energi panas bumi, surya, air, laut, dan bioenergi.

a. Jenis-Jenis Energi Terbarukan

Secara umum energi terbarukan dibagi menjadi energi matahari,


energi panas bumi, energi air, energi angin, energi air laut dan
bioenergi.
1. Energi Matahari (Solar Energy)
Energi matahari adalah sumber energi yang berasal dari cahaya
matahari yang sampai ke permukaan bumi. Tenaga matahari ini
dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan, salah
satunya sebagai pembangkit listrik.
2. Energi Panas Bumi (Geothermal)
Energi panas bumi adalah sumber energi yang berasal dari dalam
inti atom bumi. Sumber energi ini memiliki jumlah yang sangat
melimpah.
3. Energi Air (Hydropower)
Energi air ini pemanfaatannya berupa Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA). Pembangkit tenaga air mengubah energi dalam aliran
air menjadi listrik.
4. Energi Angin (Wind Energy)
Energi angin adalah sumber energi yang berasal dari gerakan
angin, Sumber energi ini banyak digunakan sebagai penggerak
kincir angin untuk pembangkit listrik.

39
5. Energi Air laut (Ocean Energy)
Energi air laut menghasilkan energi mekanik dari pasang surut dan
gelombang. Energi pasang surut air laut adalah sumber energi yang
dihasilkan dari gerakan pasang surut air laut. Sedangkan energi
gelombang menggunakan tenaga mekanik untuk secara langsung
mengaktifkan generator. Pemanfaatan sumber energi ini yaitu untuk
menjadi listrik.
6. Bioenergy
Bioenergy adalah sumber energi yang berasal dari sumber hayati.
Bioenergy ini dikelompokkan lagi menjadi dua jenis, yaitu biomassa
dan biofuel.

4.2.2 Sampah dan Bahan Bakar Plastik

Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber
hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Adapun definisi sampah yaitu sampah merupakan material sisa yang tidak
diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep
buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada
hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah dapat berada pada
setiap fase materi : padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua
fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan
sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan
manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri
(dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan,
manufactur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi
sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip
dengan jumlah konsumsi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Kemudian dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga dijelaskan lagi
tentang definisi sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari

40
kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan
sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah
rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
Murtadho dan Gumbira (1988) membedakan sampah atas sampah
organik dan sampah anorganik. Sampah organik meliputi limbah padat
semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari
limbah hasil pertanian. Sampah ini memiliki sifat mudah terurai oleh
mikroorganisme dan mudah membusuk karena memiliki rantai karbon
relatif pendek. Sedangkan sampah anorganik berupa sampah padat yang
cukup kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme karena memiliki rantai
karbon yang panjang dan kompleks seperti kaca, besi, plastik, dan lain-
lain.
Menurut Adekunle (2014), mayoritas limbah padat perkotaan terdiri dari
zat organik, plastik, kaca, logam, tekstil dan bahan karet tetapi komposisi
dan volume limbah bervariasi dari satu wilayah yang lain dan juga dari
satu negara ke negara lain. Sampah plastik merupakan salah satu
sampah anorganik yang diproduksi setiap tahun oleh seluruh dunia.
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa sampah plastik sangat sulit
terurai dalam tanah, membutuhkan waktu bertahun-tahun dan ini akan
menimbulkan permasalahan tersendiri dalam penanganannya. Pada
umumnya sampah plastik tersebut memiliki komposisi 46% polyethylene
(HDPE dan LDPE), 16% polypropylen (PP), 16% polystyrene (PS), 7%
polyvinyl chloride (PVC), 5% polyethylene terephthalate (PET), 5%
acrylonitrile-butadiene-styrene (ABS), dan 5% polimer-polimer yang
lainnya (Vasile, 2002).
Menurut Budiyantoro (2010) dalam Surono (2013), dalam proses
pembuatan dan daur ulang plastik, pengetahuan sifat berbagai jenis
plastik sangat penting. Ada tiga sifat termal yang penting untuk diketahui
yakni titik lebur (Tm), temperatur transisi (Tg), dan temperatur
dekomposisi. Temperatur transisi adalah kondisi di mana struktur dalam
plastik mengalami perenggangan sehingga menjadi lebih fleksibel. Titik
lebur plastik adalah sebuak kondisi di mana plastik akan mengalami
pembesaran volume dan berubah menjadi lebih lentur. Temperatur lebur

41
adalah temperatur di mana plastik mengalami fase cair. Sementara itu
untuk mengalami dekomposisi suhu harus berada di titik lebur sehingga
energi termal melampaui energi yang mengikat rantai molekul. Pada
umumnya rantai polimer pada plastik akan mengalami dekomposisi ketika
suhu termal berada 1,5 kali dari temperatur transisinya. Data sifat termal
yang penting pada proses daur ulang plastik dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Data Temperature Transisi dan Temperature Lebur Plastik
Jenis Bahan Tm (oC) Tg (oC) Temperature
Kerja
Maksimal
PP 168 5 80
HDPE 134 -110 82
LDPE 330 -115 260
PA 260 50 100
PET 250 70 100
ABS - 110 82
PS - 90 70
PMMA - 100 85
PC - 150 246
PVC - 90 71
Sumber : Budiyantoro, 2010.
Perbandingan energi yang terkandung di dalam plastik dengan sumber-
sumber energi lainnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4. Nilai Kalor Plastik dan Bahan Lainnya
Material Nilai Kalor (MJ/kg)
Polyethylene 46.3
PolyPropylene 46.4
Polyvinyl Chloride 18.0
Polystrene 41.4
Coal 24.3
Petrol 44.0
Diesel 43.0
Heavy Fuel Oil 41.1
Liquid Fuel Oil 41.9
LPG 46.1
Kerosene 43.4
Sumber : Das dan Pande, 2007
Bahan bakar biodiesel pada dasarnya merupakan bahan bakar yang
berasal dari minyak tumbuh-tumbuhan dan minyak hewani yang diproses
dengan cara esterifikasi (Mandil and Adnan, 2010). Namun seiring dengan
perkembangan teknologi dan semakin banyaknya minyak tumbuh-
tumbuhan dan minyak hewani penggunaannya beragam maka biodiesel

42
berkembang tidak semata-mata hanya menggunakan bahan-bahan
tersebut. Proses produksi biodiesel juga dapat menggunakan bahan
plastik.
Bahan bakar dari plastik menurut Oxford Dictionaries termasuk kedalam
kata Synfuel yang berarti bahan bakar yang terbuat dari batubara, minyak
shale, dan lain sebagainya sebagai pengganti minyak bumi dan produk
turunannya. Menurut Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional Pasal 1 Ayat 7 menjelaskan sumber energi alternatif tertentu
adalah jenis sumber energi tertentu pengganti bahan bakar minyak. Pada
UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi Pasal 1 Ayat 6 menjelaskan
Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari
sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara
lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air,
serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. Merujuk dari kedua
peraturan tersebut dan definisi Synfuel dari Oxford Dictionaries maka
biodiesel dari plastik maupun bahan bakar dari plastik di Indonesia belum
terklasifikasi secara jelas tergolong ke dalam bahan bakar jenis apa.

4.2.3 Pirolisis
Plastik merupakan bahan polimer yang memiliki sifat non- degradable atau
sulit diuraikan karena terdapat elemen karbon, hidrogen, dan elemen lain
seperti klorin, nitrogen dan lain-lain, sifat sulit diuraikan inilah akan
menjadikan masalah lingkungan maka diperlukan pengelolaan sampah
khususnya plastik (Maceiras. 2016). Salah satu cara mengelola sampah
plastik tersebut adalah melalui proses pirolisis. Pirolisis adalah proses
degradasi suatu material dengan suhu tinggi tanpa bantuan oksigen
(proses termokimia), dalam mendegradasi material plastik diperlukan suhu
antara 300-500°C hingga menjadi gas lalu dikondensasi kemudian
dilakukan destilasi untuk menghasilkan minyak dan ampasnya berupa
char (Patni et al., 2013). Untuk menghasilkan bahan bakar berupa
biodiesel dari plastik, rata-rata suhu yang diperlukan sebesar 185-290°C
(diesel kelas I) dan 290-350°C (diesel kelas II), 350-538°C (vacuum gas
oil), serta > 538°C (residu) (Kunwar et al., 2016). Hal ini menandakan
bahwa untuk menghasilkan biodiesel dari bahan plastik melalui proses

43
pirolisis maksimal suhu yang diperlukan berkisar di 500°C.

Salah satu metode pirolisis adalah dengan menggunakan microwave


pirolisis. Metode jenis tersebut untuk melakukan kajian biodiesel dari
bahan plastik melalui proses pirolisis yang biasa digunakan dalam skala
laboratorium. Microwave pirolisis merupakan suatu treatment untuk
mengolah sampah plastik dengan suhu tinggi yang akan menghasilkan zat
berupa gas, cair, dan padat menggunakan microwave, metode ini
dikembangkan pertama kali oleh Tech-En Ltd di Hainault, Inggris dengan
kelebihannya yaitu mampu menghasilkan bahan beracun di dalam minyak
hasil pirolisis rendah dan mampu memisahkan material lain dari bahan
polimer seperti lapisan aluminium yang terdapat pada bungkus makanan
atau pasta gigi, namun untuk skala industri masih belum ekonomis
(Hartman, 2014). Dalam skala uji laboratorium, pengolahan sampah
plastik menjadi minyak dengan menggunakan microwave pirolisis ini
mampu menghasilkan efisiensi yang tinggi mencapai 85%, kualitas minyak
yang lebih baik, dan distribusi panas terhadap bahan polimer yang lebih
merata dan mudah dikontrol (Mokhtar et al, 2012; Ludlow-Palafox and
Chase; dan Fernandez et al. dalam Hartman, 2014).

Dalam skala besar, jenis pirolisis yang digunakan untuk memproduksi


biofuel (biodiesel dan methanol) untuk mengolah sampah yang ada di TPA
adalah fast pyrolysis dan plasma pyrolysis. Menurut Shamfe et al. (2014)
Fast pyrolysis termasuk ke dalam termokimia anaerob untuk
mendekomposisi biomassa yang mengandung lignosellulosa seperti kayu
dengan suhu 450°-650°C, fast pyrolysis tersebut mampu menghasilkan
64% minyak, 22% gas non-kondensasi, dan 14% residu. Dalam penelitian
tersebut juga disebutkan bahwa 1 Kg kayu pinus menghasilkan 96 W listrik
dan membutuhkan investasi sebesar £ 16,6 juta dan harga jual minyak
sebesar £ 6,25/GGE (Gasoline Gallon Equivalent). Plasma pyrolysis
merupakan teknologi terbaru dalam proses pirolisis menggunakan plasma,
pemanasan mencapai 5000°C dalam milidetik dengan hasil residu sangat
minimal dan diklaim tidak menimbulkan polusi lingkungan sehingga sangat
cocok untuk pengolahan sampah plastik, sampah medis, dan limbah

44
industri berbahaya (Smriti et al., 2016). Penelitan yang dilakukan tersebut
mengungkapkan untuk mengolah 1 Kg plastik membutuhkan 1 kW listrik.
Maka salah satu kelemahan dari teknologi tersebut adalah membutuhkan
energi yang cukup besar dan tentunya modal investasi yang besar pula.

4.3 Metode

Metode yang dilakukan adalah pirolisis dengan suhu pembakaran 400oC, 500oC
dan 600oC. plastik jenis HDPE, PET, PS, LDPE, LLDPE, PVC, dan ABS yang
digunakan di dalam penelitian ini. Masing-masing jenis plastik digunakan 500
gram untuk tiap pembakaran. Tiap jenis plastik dilakukan 3 kali percobaan.
Peralatan pirolisis yang digunakan sesuai dengan spesifikasi peralatan pirolisis
yang digunakan oleh Kadir dalam penelitiannya (Kadir, 2012, kajian
pemanfaatan sampah plastik sebagai sumber bahan bakar cair, DINAMIKA
Jurnal ilmiah teknik mesin) , yaitu sebagai berikut :

45
Gambar 8. Instalasi: Pengolahan Limbah Plastik ( kadir, 2012, Kajian
Pemanfaatan Sampah Plastik Sebagai Sumber Bahan Bakar Cair).

Gambar 9. Skema Instalasi Pengolahan Pirolisis Limbah Plastik

46
4.4 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
4.4.1 Persiapan Alat Uji Laboratorium
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :
• Reaktor pirolisis yang terdiri : tabung pirolisis, pemanas, kondensor
pendingin, penampung tar, dan penangkap gas;
• Termometer; dan
• Gelas Ukur
Berikut merupakan perhitungan reaktor berdasarkan Browneel (1979)
pada persamaan di bawah ini :
V reaktor = V tutup atas + V tutup bawah + V silinder
Berikut merupakan perhitungan tebal bagian silinder berdasarkan
persamaan di bawah ini :
1 atm = 14,7 lb/ln2
Ts = P1 d0 +C
2 (𝑓𝐸+0,4 𝑃𝑖)

4.4.2 Persiapan Bahan Uji


Penelitian ini berupa data primer yaitu hasil pengujian laboratorium kimia
terkait komposisi yang ada di dalam limbah/sampah plastik pesisir dan
rumah tangga serta berapa besaran nilai kalori yang bisa dijadikan
sebagai sumber energi baru terbarukan.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampah plastik
HDPE, PET, PS, LDPE, LLDPE, PVC, dan ABS.
Pada penelitian ini ukuran partikel sampah yang akan digunakan sekitar 2-
5 mm, dengan kadar air <10%. Pengurangan kadar air terhadap bahan
baku sampah yang akan digunakan dapat dilakukan dengan cara
pengeringan menggunakan sinar matahari. Selanjutnya dilakukan uji kadar
air menggunakan analisis proximate. Berat sampah yang digunakan pada
penelitian ini sebesar 500 g sesuai dengan kapasitas reaktor setiap sekali
proses pirolisis.

47
4.5 Daftar Pustaka

Abd Johar, M. Hasyim. 2016. "Studi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTAs)
Puuwatu Dengan Teknologi Sanitary Landfill Pada Tempat Pengolahan Akhir
Sampah (TPAS) Puuwatu Kota Kendari ." Prosiding Seminar Nasional Teknik
Energi dan Ketenagalistrikan-SNTEK.

D. Mustofa, Fuad Zainuri. 2014. "Pirolisis Sampah Plastik Hingga Suhu 900
Derajat C Sebagai Upaya Menghasilkan Bahan Bakar Ramah Lingkungan."
Simposium Nasional RAPI XIII-2014 FT UMS ISSN 1412-9612.

Endang K., Mukhtar G., Abed Nego, F. X. Angga Sugiana. 2016. "Pengolahan
Sampah Plastik Dengan Metode Pirolisis Menjadi Bahan Bakar Minyak."
Pengembangan Teknologi Kimia Untuk Pengolahan Sumber Daya Alam .
Indonesia-Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
"Kejuangan" ISSN : 1693- 4393.

G., Iman. 2016. "Studi Pengolahan Sampah Plastik Kota Surabaya Secara
Pirolisis." Surabaya: ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga.

Hendra Prasetyo, Rudhiyanto, Ilham Eka Fitriyanto . 2014. "Mesin Pengolah


Limbah Sampah Plastik Menjadi Bahan Bakar Alternatif." Jurnal Pendidikan
Teknik Mesin Fakultas teknik Universitas Negeri Semarang.

J. M. Enciner, J. F. Gonzales, G. Martinez, R. Roman. 2009. "Catalitic Pyrolysis


of Exhausted Olive Oil Waste ." Journal of Analytical and Aplication Pyrolysis
ELSEVIER Vol.85.

Kadir. 2012. "Kajian Pemanfaatan Sampah Plastik Sebagai Sumber Bahan Bakar
Cair ." Jurnal Ilmiah Teknik Mesin DINAMIKA ISSN :2085-8817 Vol.3 No.2.

48
BAB IV
TOPIK PENELITIAN IV
“REKOMENDASI DAN STRATEGI YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK
MEMPERLUAS PENGGUNAAN TEKNOLOGI PIROLISIS SEBAGAI SOLUSI
ENERGI BARU TERBARUKAN DARI SAMPAH PLASTIK DI KABUPATEN
KEPULAUAN SELAYAR DAN INDONESIA SECARA KESELURUHAN”

5.1 Abstrak

5.2 Latar Belakang

Sampah dapat didefinisikan sebagai beban atau sumberdaya yang bernilai


tergantung dari cara bagaimana sampah dikelola (Zaman, 2009: 1). Menurut UU
No. 18 Tahun 2008 Bab 1 Pasal 1 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. McDougall et al. (2001:1)
mendefinisikan sampah sebagai sesuatu yang kurang berguna dan bernilai, atau
sisa-sisa yang tidak berguna. Sampah adalah produk dari aktivitas manusia.
Secara fisik terdiri atas material yang sama dengan barang yang berguna, hanya
dibedakan dari kurangnya nilai. Sebab kurangnya nilai atau kegunaan dapat
dihubungkan dengan tercampurnya sampah dan komposisi sampah yang tidak
diketahui. Menurut EPA Waste Guidelines (2009: 11) sampah adalah segala
sesuatu yang dibuang, ditolak, diabaikan, tidak diinginkan, atau materi yang tidak
terpakai, materi yang tidak terpakai tersebut tidak untuk dijual, didaur ulang,
diproses ulang, diperbaiki atau dimurnikan oleh kegiatan terpisah yang
memproduksi materi tersebut. Selain itu sampah juga didefinisikan sebagai
segala sesuatu yang dideklarasikan oleh peraturan atau kebijakan perlindungan
lingkungan yang didefinisikan sebagai sampah, baik bernilai ataupun tidak. Dari
berbagai definisi diatas terdapat kesamaan definisi sampah secara umum, yaitu
sampah adalah materi yang dibuang dan berkurang nilainya. Hal yang sedikit
berbeda diungkapkan oleh McDonough dan Braungart (2002: 92) dalam
Scheinberg (2010: 9) yang mengatakan bahwa sampah mempunyai nilai yang
sama dengan makanan. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa McDonough dan
Braungart memandang bahwa sampah mempunyai nilai yang sangat tinggi dan
berharga bahkan sampai mempunyai nilai yang sama dengan makanan. Sampah

49
adalah sesuatu yang harus dikelola agar mempunyai nilai tambah, dapat dipakai
kembali dan tidak mencemari lingkungan. Menurut sejarah, pengelolaan sampah
diidentikkan dengan fungsi keteknikan. Peningkatan produksi telah menciptakan
masalah yang membutuhkan tempat pembuangan sampah. Sampah dihasilkan
pada tahapan penggalian bahan mentah dan saat proses produksi. Setelah
bahan mentah diperoleh, lebih banyak lagi sampah diproduksi saat pemprosesan
barang yang kemudian akan dikonsumsi oleh masyarakat. Cara yang paling
efektif untuk mengurangi masalah sampah adalah dengan mengurangi jumlah
dan toksisitas sampah yang dihasilkan. Tetapi dengan meningkatnya keinginan
untuk standar hidup yang lebih baik, manusia menjadi memiliki tingkat konsumsi
yang lebih tinggi dan menghasilkan lebih banyak sampah. Konsekuensinya
masyarakat harus mencari metode pengelolaan sampah yang efektif dan cara
untuk mengurangi jumlah sampah yang perlu dibuang ke landfill (Tchobanoglous
et al., 2002: 1.1). Sesuai dengan UU No. 18 tahun 2008 yang mencantumkan
bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber
daya.
Limbah plastik merupakan harta karun dunia yang mulai dilirik namun masih
banyak yang belum bisa menangkap peluang bisnis dari barang yang dianggap
tidak berguna ini. Permintaan bijih plastik daur ulang, utamanya dari negara di
Eropa meningkat signifikan lantaran adanya tren penggunaan bahan baku ramah
lingkungan. Hal ini tentu menjadi potensi bisnis yang gurih bagi pelaku industri
pengolahan limbah plastik. Salah satu contoh perusahaan yang telah
memanfaatkan peluang ini yaitu PT ALBA Tridi Plastics Recycling Indonesia,
perusahaan patungan joint venture antara pemegang saham mayoritas ALBA
Group Asia dan partner joint venture Dian Kurniawati membangun fasilitas
pengolahan pabrik pengolahan sampah plastik berjenis Polietilena (PET) food-
grade di Kawasan Industri Kendal.
Pabrik tersebut akan memproduksi 36.000 ton bijih atau pallet plastik daur ulang
PET. Fasilitas ini membutuhkan sekitar 48.000 ton limbah botol PET per tahun.
Sampah botol ini akan dikumpulkan dari wilayah Jawa dan sekitarnya melalui
pengepul lokal. Dari beberapa peluang bisnis maupun pengembangan teknologi
di bidang sampah plastik bisa menjadi salah satu alternative penanganan
permasalahan serius terkait sampah yang ada di daerah kita masing-masing.

50
Adanya masalah serius dalam pengelolaan sampah plastik di Kabupaten
Kepulauan Selayar dan Indonesia secara umum serta peningkatan jumlah
sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran air, tanah, dan udara sehingga
perlu adanya solusi yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak negatif
sampah plastik terhadap lingkungan.
Kesadaran akan keterbatasan sumber energi konvensional dan pentingnya
mencari solusi energi yang bersifat terbarukan dan berkelanjutan yang bisa
diawali dari perkembangan teknologi pirolisis sebagai metode yang dapat
mengkonversi sampah plastik menjadi energi dalam bentuk gas, minyak, dan
arang yang dapat dijadikan masyarakat sebagai pengganti sumber energi fosil
sehingga mampu menciptakan paradigma masyarakat yang mandiri akan sektor
energi. Beberapa hal di atas sehingga melatarbelakangi peneliti untuk lebih
mengkaji Rekomendasi Dan Strategi Yang Dapat Dilakukan Untuk
Memperluas Penggunaan Teknologi Pirolisis Sebagai Solusi Energi Baru
Terbarukan Dari Sampah Plastik Di Kabupaten Kepulauan Selayar Dan
Indonesia Secara Keseluruhan.

5.2.1 Plastik
Plastik adalah bahan dengan berat molekul tinggi yang ditemukan oleh
Alexander Parkes pada tahun 1862 (Karad & Havalammanavar, 2017).
Plastik adalah senyawa polimer yang terbentuk dari polimerisasi
(monomer) hidrokarbon yang membentuk rantai yang panjang dengan
struktur yang kaku. Plastik juga disebut dengan senyawa sintesis dari
minyak bumi yang dibuat dengan reaksi polimerisasi (monomer) yang
sama, sehingga membentuk rantai panjang dan kaku yang akan menjadi
padat setelah temperatur pembentukannya (Arwizet, 2017). Polimer
merupakan molekul yang dibuat oleh pengulangan unit sederhana,
sebagai contoh struktur polystyrene dapat ditulis dalam bentuk seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 10 (Karad & Havalammanavar, 2017).

51
Gambar 10. Struktur Polimer
(Maddah, 2016; Karad & Havalammanavar, 2017)
Reaksi pembentukan polyethylene dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 11 Proses Pembentukan polyethylene (Aridito, 2017)


Berdasarkan pada sifat termal plastik, plastik dapat terbagi menjadi
dua kelompok, yakni:
1. Thermoplastic adalah bahan plastik yang jika dipanaskan sampai
temperatur tertentu akan mencair, dapat dibentuk kembali
menjadi bentuk yang diinginkan (UNEP, 2009; Surono & Ismanto,
2016), dan merupakan polimer yang tidak dapat berubah dalam
komposisi kimianya ketika dipanaskan. Oleh karena itu, dapat
mengalami pencetakan berulang kali. Polimer ini adalah jenis
yang berbeda seperti polyethylene (PE), polypropylene (PP),
polystyrene (PS), dan Polyvinyl Chloride (PVC). Plastik-plastik ini
dikenal sebagai plastik umum, berkisar antara 20.000 hingga
500.000 AMU dalam berat molekul dan memiliki jumlah unit
pengulangan yang berbeda yang berasal dari unit monomer
sederhana (Alshehrei, 2017).
2. Thermosetting adalah plastik yang jika telah dibuat dalam bentuk
padat, tidak dapat dicairkan kembali dengan cara dipanaskan
(UNEP, 2009; Surono & Ismanto, 2016). Polimer termoset tetap
padat dan tidak dapat meleleh dan dimodifikasi. Perubahan kimia

52
di sini tidak dapat dipulihkan, dan karenanya plastik ini tidak
dapat didaur ulang karena memiliki struktur ikatan silang,
sedangkan termoplastik linear. Contohnya termasuk phenol–
formaldehyde, polyurethanes, dan lain-lain (Alshehrei, 2017).
Berdasarkan sifat kedua kelompok plastik tersebut, thermoplastic
adalah jenis yang memungkinkan untuk didaur ulang. Jenis plastik
yang dapat didaur ulang diberi kode berupa nomor seperti terlihat
pada Gambar 4 (Landi & Arijanto, 2017). Untuk jenis dan karakteristik
berbagai plastik dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 12 Nomor Kode Plastik (Landi & Arijanto, 2017)


Tabel 5. Jenis dan Karakteristik Berbagai Plastik

53
Berikut beberapa jenis plastik yang umum digunakan dalam beberapa
keperluan :
5.2.1.1 Polyethylene terephthalate (PET)
PET adalah jenis plastik yang digunakan secara luas sebagai
kemasan berbagai produk makanan dan minuman seperti air mineral,
botol minuman ringan dan wadah jus buah. Hal ini adalah karena sifat
dasar PET yang keras dan kuat, ringan dan tahan terhadap tekanan,
sangat cocok untuk digunakan sebagai kemasan termasuk juga jika
digunakan untuk kemasan dengan kapasitas yang besar. Selain itu,
PET juga digunakan sebagai isolasi listrik, pita magnetik, X-ray dan
film fotografi lainnya. Penggunaan PET yang sangat besar ini, dimana
meningkat 12 % per tahun, akan menyebabkan tumpukan PET di
tempat pembuangan sampah semakin besar. Daur ulang limbah PET
tidak ekonomis karena membutukan biaya pemisahan yang tinggi.
Oleh karena itu, alternatif lain pemanfaatan limbah PET dengan cara
mengkonversinya menjadi bahan bakar cair menggunakan teknologi
pirolisis telah dieksplorasi oleh beberapa peneliti.
Potensi konversi PET untuk menghasilkan minyak cair menggunakan
reactor fixed-Bed dengan proses pirolisis pada suhu 500oC telah
dilakukan. Dilaporkan bahwa dengan metode ini diperoleh bahan
bakar cair 30-40 % berat sementara bahan bakar gas 60-80 % berat
dan padatan residu 10-20 % berat. Namun dari hasil karakterisasi
produk, hasil pirolisis menunjukkan tingkat keasaman yang tinggi
disebabkan kandungan asam benzoat. Hal ini tentu tidak
menguntungkan karena selain dapat menyumbat pipa dan heat
exchanger juga dapat menimbulkan korosif pada pemakaiannya,
sehingga membutuhkan perhatian serius jika diterapkan untuk skala
industri.

5.2.1.2 High-density polyethylene (HDPE)


HDPE adalah sebuah polimer senyawa hidrokarbon panjang rantai
lurus yang memiliki kekerasan tinggi serta tidak mudah terdegradasi
oleh paparan matahari, perubahan cuaca (panas atau dingin).

54
Berdasarkan sifat-sifat ini, HDPE banyak digunakan untuk kemasan
botol susu, wadah detergen, botol minyak, mainan anak dan lain
sebagainya. Jenis.
plastik ini menghasilkan limbah 18-30 % volume dari total limbah padat
rumah tangga. Untuk itu persoalan ini merupakan hal yang sangat
serius untuk diatasi. Dari beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa
limbah HDPE dapat dirubah menjadi bahan bakar menggunakan
proses pirolisis. Dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu yang
digunakan berkisar antara 300–400oC di dalam reaktor fluidized-Bed.
Hasil penelitian memperoleh bahan bakar cair 60-70 % berat
sementara bahan bakar gas 20-30 % berat dan padatan residu sampai
10 % berat.

5.2.1.3 Low-density polyethylene (LDPE)


Berbeda dengan HDPE, LDPE adalah jenis polimer yang memiliki
banyak cabang sehingga memiliki gaya intermokelul yang lebih lemah
tentu saja konsekuansinya memiliki kekuatan tekan dan kekerasan
yang lebih rendah dibandingkan HDPE. Namun demikian, LDPE
memiliki keunggulan dalam hal mudah dibentuk dan resisten terhadap
air. Untuk itu LDPE banyak digunakan untuk kantong plastik,
pembungkus foil untuk Kemasan, kantong sampah dan lain
sebagainya. Sebagai konsekuensi LDPE banyak dijumpai di tempat
pembuangan akhir sampah dimana menempati urutan kedua sebagai
penyumbang sampah padatan setelah polipropilen. Sebagai salah satu
cara untuk mengatasi persoalan limbah ini adalah dengan
mengkonversi LDPE menjadi energi. Teknologi pirolisis, untuk
merubah limbah LDPE menjadi bahan bakar, telah menjadi perhatian
oleh banyak peneliti saat ini.
Berbeda dengan pirolisis HDPE, reaktor fluidized-bed pada kisaran
suhu 400-500oC dengan laju pemanasan 10oC/menit digunakan pada
pirolisis LDPE. Pengamatan berlangsung selama 20 menit dimana gas
nitrogen berfungsi sebagai agen fluidisasi. Dengan bahan LDPE,
bahan bakar cair yang dihasilkan lebih tinggi yaitu antara 70 – 90 %
berat, gas yang dihasilkan sedikit dan tidak ada sama sekali padatan

55
yang tersisa.

5.2.1.4 Polypropylene (PP)


PP adalah polimer jenuh dengan rantai hidrokarbon lurus memiliki sifat
tahan terhadap panas yang baik. Tidak seperti HDPE, PP tidak
mencair pada suhu di bawah 160oC. PP memiliki densitas lebih rendah
dibandingkan HDPE tetapi memiliki kekerasan tinggi dan kekakuan
yang lebih sehingga PP lebih disukai sebagai plastik industri. PP
memberikan kontribusi limbah plastik sekitar 24% dimana merupakan
limbah plastik terbesar yang terdapat di tempat pembuangan akhir.
Aplikasi PP sangat beragam termasuk pot bunga, folder arsip, ember,
karpet, mebel, kotak penyimpanan dan lain sebagainya. Tingginya
pemakaian PP dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan jumlah
limbah PP limbah akan meningkat setiap tahun dan oleh karena itu,
proses pirolisis merupakan metode alternatif yang telah dipelajari untuk
mengkonversi limbah plastik menjadi energi terbarukan sekaligus
mengatasi masalah penumpukan limbah. Beberapa peneliti telah
melakukan evaluasi terhadap metode pirolisis PP menggunaan
berbagai parameter guna mengetahui sifat dan mengukur bahan bakar
cair yang dihasilkan.
Pirolisis PP dilakukan pada kondisi suhu berkisar antara 250-350oC di
dalam sebuah dilaporkan bahwa hasil terbaik diperoleh pada suhu
sekitar 300oC dimana konversi plastik hampir 99 % dengan solid residu
sebesar 1,5 %. Ketika suhu mendekati 400oC hasil yang diperoleh
menjadi turun dimana terjadi kenaikan solid residu menjadi 5 % berat.
Hal ini memperlihatkan bahwa pembentukan coke terjadi pada suhu
tinggi. Fakta ini telah dikonfirmasi oleh peneliti lainnya dimana pirolisis
pada suhu > 400oC dijumpai hasil berupa liquid 80 % berat, gas 6,6 %
berat dan padatan 13,3 % berat. Kondisi suhu yang ekstrim yaitu
750oC di dalam reaktor batch menghasilkan liquid 48,8 % berat liquid,
gas 49,6 % berat dan 1,6 % berat padatan.

56
Tabel 6. Jenis plastik, kode, dan penggunaannya
No. Jenis Plastik Penggunaan
Kode
1 PET (Ployethylene Botol kemasan air mineral,
Terephthalate botol minyak goreng, jus,
botol sambal, botol obat dan
botol kosmetik
2 HDPE (High Density Botol obat, botol sus cair,
Polyethylene jerigen pelumas, botol
kosmetik, botol deterjen,
wadah minyak dan mainan.
3 PVC (Polyvinyl Chloride) Pipa selang air, pipa
bangunan, mainan, taplak
meja dari plastik, botol
shampoo, botol sambal,
isolasi kawat dan kabel,
bingkai jendela, sepatu bot,
foil makanan, peralatan
medis, kantong darah,
interior otomotif,
pengemasan, kartu kredit,
kulit sintetis, dll
4 LDPE (Low Density Kantong kresek, tutup
Polyethylene plastik, pembungkus daging
beku, kantong palstik,
pembungkus foil untuk
makanan, kantong sampah
dan berbagai macam plastik
tipis lainnya.
5 PP (Polypropylene) Cup plastik, tutup botol dari
plastik, mainan anak,
margarin, pot bunga, folder
kantor, bumper mobil,
ember, karpet, furniture, dan
kotak penyimpanan.
6 PS (Polystyrene) Kotak CD, sendok dan
garpu plastik, gelas plastik,
tempat makanan plastik,
kemasan makanan,
elektronik, konstruksi,
medis, peralatan dan
mainan.
7 Other (O), jenis plastik Botol susu bayi, plastik
lainnya selain dari no..1 kemasan, galon air minum,
hingga 6 suku cadang mobil, alat-alat
rumah tangga, komputer,
alat-alat elektronik, sikat
gigi, dan mainan lego.
Sumber : Sharuddin et al., 2016; Landi & Arijanto, 2017.

57
5.2.2 Teori Pirolisis
Pirolisis merupakan proses degradasi termal menggunakan bahan
bakar yang berbentuk padat pada kondisi dengan oksigen terbatas (Di
Blasi, 2008). Pengolahan sampah dengan metode pirolisis dapat
mereduksi berat dan volume sampah, selain itu juga menghasilkan: (I)
gas yang mengandung nilai kalori rendah hingga sedang, sehingga
dapat digunakan untuk bahan bakar alternatif; (II) char/residu hasil
pembakaran sampah yang mengandung nilai kalori tinggi, dapat
digunakan sebagai bahan bakar alternatif; (III) wax yang dapat
digunakan sebagai bahan bakar alternatif dan merupakan sumber dari
bahan kimia, selain itu juga proses tersebut akan menghasilkan air yang
mengandung bahan-bahan organik (Bridgwater, 1980). Penelitian
sebelumnya menyebutkan bahwa, pirolisis yang berasal dari plastik dan
biomassa menghasilkan produk pirolisis yang mengandung nilai kalori
tinggi (Caglar dan Aydinli, 2009).
Menurut Ratnasari (2011), metode pirolisis dibedakan menjadi 2
metode yaitu pyrolysis batch dan pyrolysis kontinyu. Selain itu
berdasarkan tingkat kecepatan reaksi, pirolisis dibedakan menjadi dua
tipe yaitu pirolisis lambat dengan temperatur pembakaran 1500C –
3000C pada temperatur ini proses pirolisis akan lebih banyak
menghasilkan char/residu. Sedangkan untuk pirolisis cepat terjadi pada
temperatur 3000C – 7000C, produk yang dihasilkan antara lain wax, gas,
dan char/residu.
Penelitian yang dilakukan Akhtar (2012) menyebutkan bahwa,
temperatur yang digunakan pada proses pirolisis yaitu antara 5000C-
8000C. Dekomposisi biomassa terjadi pada temperatur (4000C-5500C)
dengan waktu tinggal uap yang pendek akan menghasilkan produk
pirolisis berupa wax. Penelitian ini menyebutkan bahwa pirolisis terbagi
menjadi 3 tipe yaitu pirolisis cepat (≥5000C), pirolisis lambat dengan
temperatur rendah, dan karbonisasi dengan temperatur rendah
(≤4000C). Pada temperatur <3000C akan menghasilkan char/residu
yang tinggi, pada temperatur >5500C akan menghasilkan wax yang

58
tinggi sedangkan pirolisis pada temperatur >6000C produk yang banyak
dihasilkan berupa gas.
Pada prinsipnya pirolisis cepat merupakan dekomposisi biomassa
secara cepat menjadi uap, aerosol, char/residu, dan gas. Setelah
melewati kondensor, uap cair yang berwarna coklat terbentuk dari
proses pembakaran yang memiliki nilai kalori tinggi. Pada pirolisis ini
wax yang dihasilkan cukup banyak dan menghasilkan sedikit abu.
Beberapa parameter yang mempengaruhi produk wax yang dihasilkan
dari proses pirolisis cepat antara lain:
a. Perpindahan panas yang cepat pada reaksi antar permukaan
biomassa terjadi pada biomassa dengan ukuran kurang dari 3
mm, karena biomassa memiliki konduktivitas termal yang rendah.

b. Reaktor pirolisis harus selalu terkontrol dengan temperatur 500 0C


untuk menghasilkan wax dengan volume maksimal.
c. Waktu tinggal uap kurang dari 2 detik untuk mencegah adanya
reaksi berikutnya.
d. Rapid removal dari char/residu untuk mencegah uap cracking
e. Rapid pendingin uap pirolisis untuk mengasilkan bio oil.

5.2.3 Arah Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kepulauan Selayar


Di dalam Dokumen Rencana Kinerja Tahunan dan Renja Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulayan Selayar Tahun 2022, dalam
misi ke-6 Bupati Kabupaten Kepulauan Selayar yaitu meningkatkan
kualitas lingkungan hidup memiliki strategi dan arah kebijakan dalam
pengelolaan sampah/limbah perkotaan, yaitu :
a. Strategi Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Kabupaten
Kepulauan Selayar, yaitu :
▪ Optimalisasi Ruang sesuai peruntukannya;
▪ Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia Pengelola
Lingkungan Hidup;
▪ Pengembangan Koordinasi Kelembagaan Partisipatif
dalam meningkatkan kepedulian terhadap pelestarian
lingkungan hidup;

59
▪ Peningkatan Pola Konservasi Sumber Daya Alam secara
berjenjang dan berkesinambungan;
▪ Peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat
dalam pengelolaan sampah menjadi potensi ekonomi;
dan
▪ Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan
persampahan.
b. Arah Kebijakan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup
Kabupaten Kepulauan Selayar, yaitu :
▪ Meningkatkan perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian ruang sesuai peruntukannya;
▪ Meningkatkan kesadaran, ketaatan dan peran serta
masyarakat dalam penegakan hukum lingkungan;
▪ Mengendalikan dampak pencemaran lingkungan hidup,
khususnya penanganan dan pencegahan pencemaran air,
udara dan tanah;
▪ Meningkatkan upaya pelestarian SDA dan kualitas
Lingkungan Hidup;
▪ Meningkatkan kinerja pengelolaan sampah terpadu; dan
▪ Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
persampahan dan limbah B3
5.3 Metode

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan


deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menggambarkan data dan informasi yang
berlandaskan fakta-fakta yang diperoleh di lapangan. Penelitian ini dilakukan di
Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara,
observasi dan dokumentasi Sugiyono (2013). Teknik analisis data berdasarkan
tahap-tahap perumusan strategi manajemen berdasarkan data sekunder dari
internal dan eksternal dengan menggunakan analisis SWOT yaitu penilaian
menyeluruh terhadap kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) suatu perusahaan (Kotler, 2008) dan
Business Model Canvas. Dalam proses analisis data dilakukan beberapa

60
tahapan yaitu Pengumpulan data, Reduksi data, Penyajian Data dan Verifikasi.

61
5.4 Daftar Pustaka

Aini dan Sugiarso (2017). Implementasi Etika Bisnis Islam guna membangun
Bisnis yang Islami, (Strategi Pengembangan Usaha Sampah An-Organik
di Bank Sampah Cahaya Ciracas. Jurnal Administrasi dan Manajemen,
Vol. 10 No. 2 Desember.

Alas, R., Übius, U., Lorents, P., & Matsak, E. (2017). Corporate Social
Responsibility In European And Asian Countries. Jurnal Manajemen Bisnis
Dan Inovasi (JMBI) UNSRAT Vol. 4 No. 1.

Borhanuddin Achmad Safi, Mas Roro Lilik Ekowanti “Kemitraan Pemerintah dan
Swasta Tentang Pengelolaan Sampah menjadi tenaga listrik dengan
program zero waste city di pembangkit listrik tenaga sampah/ PLTSa
Benowo, Surabaya,” Vol.25 No.1, 2022;

E. K, M. G, A. Nego and F. X. A. Sugiyana, "Pengolahan Sampah Plastik dengan


Metoda Pirolisis menjadi Bahan Bakar Minyak," in Seminar Nasional
Teknik Kimia “Kejuangan”, Yogyakarta, 2016;

Meidiana, C. & T. Gamse (2010). Development of Waste Management Practices


in Indonesia. European Journal of Scientific Research Vol.40 No.2 (2010),
pp.199-210.

Hadiwiyoto (1983). Penanganan dan Pemanfaatan Sampah, (Jakarta: Yayasan


Idayu).

Sugiyono (2012). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Alfabeta CV.

Sugiyono (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.


(Bandung: Alfabeta).

62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

63

Anda mungkin juga menyukai