Disusun Oleh :
Aditya Rio Nugroho (20170210080)
Jeviko Alif Sutambon (20170210086)
Rfiky Hermawan (20170210100)
Arya Eka Pranata (20170210110)
Gustav Ibrahim Adam (20170210115)
A. Latar Belakang
Daerah Lembang terletak di sebelah utara Kota Bandung dan terkenal sebagai
daerah wisata dengan udaranya yang sejuk. Salah satu desa di Kecamatan Lembang
adalah Desa Wangunsari yang mata pencaharian utama penduduknya adalah bertani dan
beternak. Saat ini terdapat lebih dari 100 orang peternak yang mepunyai lebih dari 400
ekor sapi dan 100 domba. Selain susu, kegiatan peternakan tersebut juga menghasilkan
kotoran ternak yang sebenarnya cukup potensial bila dapat dimanfaatkan secara optimal.
Menurut Ketua Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Desa Wangunsari Bapak
Agus R. Subandi S.Pd., selama ini kotoran sapi sebagian (50%) sudah dimanfaatkan,
tetapi sisanya dibuang sehingga menimbulkan bau, mencemari saluran air dan sungai.
Kotoran ternak terutama sapi berpotensi untuk diolah menjadi biogas, listrik, batu bata
dan lain sebagainya.
Kebanyakan peternak di Desa Wangunsari memanfaatkan kotoran sapi sebagai
pupuk kandang dengan cara dikeringkan kemudian dicampur dengan gabah. Pemanfaatan
kotoran sapi menjadi biogas masih sangat kecil, hanya ada 5 dari 104 peternak (<5%)
yang sudah memanfaatkannya menjadi biogas. Biogas yang dihasilkan dapat digunakan
sebagai bahan bakar pengganti gas elpiji (LPG) untuk kebutuhan memasak sehari-hari
dan residunya digunakan sebagai pupuk untuk pertanian. Pupuk organik hasil residu
pengolahan biogas memiliki kualitas yang lebih baik dari pada pupuk kandang dari
campuran kotoran sapi dan gabah (Pratava. 2010).
Meningkatnya peternak sapi di Kecamatan Lembang akan meningkatkan
produksi limbah peternakan yang dapat mencemari lingkungan. Kotoran ternak sapi dapat
dimanfaatkan menjadi pupuk organik dan biogas. Dimana 1 ekor sapi dewasa dalam
periode laktasi mampu menghasilkan kotoran padat sebanyak 36.77 kg/hari, Jika
diasumsikan dengan populasi sapi sebanyak 400 ekor, maka jumlah produksi kotoran
yang dihasilkan sebanyak 176.496 ton/tahun. Jumlah tersebut merupakan potensi kotoran
padat sapi di Kecamatan Lembang dalam 1 tahun. maka tidak salah kotoran sapi
dijadikan sebagai energi alternative.
Biogas dibentuk dari hasil fermentasi anaerobik yang merupakan proses
perombakan suatu bahan menjadi bahan lain yang lebih sederhana dengan bantuan
mikroorganisme tertentu dalam keadaan tidak berhubungan langsung dengan udara
bebas. Menurut Buren (1979) biogas dapat dibuat dari bahan-bahan antara lain kotoran
hewan dan manusia, limbah pertanian, sampah kota, limbah industri pertanian dan bahan-
bahan lain yang memiliki kandungan bahan organik. Biogas merupakan campuran dari
metana, karbondioksida, sedikit gas hidrogen, hidrogen sulfida dan atau nitrogen.
Menurut Price dan Paul (1981) gas metana atau CH4 yang terkandung dalam biogas
besarnya 60 sampai dengan 70 %, sedang sisanya berupa gas CO2, H2S, gas nitrogen dan
hidrogen.
Menurut penelitian Rany Puspita Dewi (2018). Pemanfaatan kotoran sapi sebagai
bahan utama dalam pembuatan biogas sangat berpotensi baik untuk memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat. Dari 142.127 ekor ternak menghasilkan produksi gas sebesar 86.690
m3. Nilai produksi biogas yang dihasilkan setara dengan 43.345 kg gas LPG atau 14.448
tabung LPG 3 kg yang dapat memenuhi kebutuhan memasak bagi sekitar 278 rumah
tangga selama 1 tahun.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah cara pembuatan energi alternatif dari kotoran sapi menjadi biogas
di Desa Wangunsari, Kec. Lembang, Bandung?
C. Tujuan
Menjadikan kotoran sapi sebagai energi alternatif dengan memanfaatkannya
menjadi biogas di Desa Wangunsari, Kec. Lembang, Bandung
I. TINJAUAN PUSTAKA
1. Temperatur
Gas metana dapat diproduksi pada tiga range temperatur sesuai dengan bakteri
yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0 – 7°C, bakteri mesophilic pada temperatur 13 – 40°C,
sedangkan thermophilic pada temperatur 55 – 60°C. Temperatur yang optimal untuk
digester adalah temperatur 30 – 35°C, kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi
terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi metana di dalam digester dengan lama
proses yang pendek. Temperatur yang tinggi/range thermophilic jarang digunakan karena
sebagian besar bahan sudah dicerna dengan baik pada range temperatur mesophilic,
Bakteri mesophilic adalah bakteri yang mudah dipertahankan pada kondisi buffer yang
mantap (well buffered) dan dapat tetap aktif pada perubahan temperatur yang kecil,
khususnya bila perubahan berjalan perlahan.
proses anaerobik akan optimal bila diberikan bahan makanan yang mengandung
karbon dan nitrogen secara bersamaan. CN ratio menunjukkan perbandingan jumlah dari
kedua elemen tersebut. Pada bahan yang memiliki jumlah karbon 15 kali dari jumlah
nitrogen akan memiliki C/N ratio 15 berbanding 1. C/N ratio dengan nilai 30 (C/N = 30/1
atau karbon 30 kali dari jumlah nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan pada
tingkat yang optimum, bila kondisi yang lain juga mendukung. Bila terlalu banyak
karbon, nitrogen akan habis terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan proses berjalan
dengan lambat. Bila nitrogen terlalu banyak (C/N ratio rendah; misalnya 30/15), maka
karbon habis lebih dulu dan proses fermentasi berhenti.
1. Hidrolisis/Tahap Pelarutan
Pada tahap ini terjadi penguraian bahan – bahan organik mudah larut yang
terdapat pada kotoran sapi dan pemecahan bahan organik yang kompleks menjadi
sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk
monomer yang larut dalam air). Senyawa kompleks ini, antara lain protein, karbohidrat,
dan lemak, dimana dengan bantuan eksoenzim dari bakteri anaerob, senyawa ini akan
diubah menjadi monomer (Deublein et al., 2008).
Protein = asam amino, dipecah oleh enzim protease
Selulosa = glukosa, dipecah oleh enzim selulase
Lemak = asam lemak rantai panjang, dipecah oleh enzim lipase
2. Pengasaman/Asetogenesis
Pada tahap pengasaman, komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk
pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk
akhir dari perombakan gula – gula sederhana tadi yaitu asam asetat, propionate, format,
laktat, alkohol dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia. Monomer
yang dihasilkan dari tahap hidrolisis akan didegradasi pada tahap ini. Pembentukan
asamasam organik tersebut terjadi dengan bantuan bakteri, seperti Pseudomonas,
Eschericia, Flavobacterium, dan Alcaligenes (Hambali et al., 2007).
Asam organik rantai pendek yang dihasilkan dari tahap fermentasi dan asam
lemak yang berasal dari hidrolisis lemak akan difermentasi menjadi asam asetat, H2, dan
CO2 oleh bakteri asetogenik (Drapcho et al., 2008). Pada fase ini, mikroorganisme
homoasetogenik akan mengurangi H2 dan CO2 untuk diubah menjadi asam asetat
(Deublein et al., 2008). Tahap asetogenesis berlangsung pada temperatur 25°C didalam
digester (Price dan Cheremisinoff, 1981).
3. Metanogenesis
Pada tahap metanogenesis, terjadi pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi
sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan mereduksi sulfat dan komponen sulfur
lainnya menjadi hidrogen sulfida. Bakteri yang berperan dalam proses ini, antara lain
Methanococcus, Methanobacillus, Methanobacterium. Terbentuknya gas metana terjadi
karena adanya reaksi dekarboksilasi asetat dan reduksi CO2.
Pada tahap ini, bakteri metana membentuk gas metana secara perlahan secara
anaerob. Proses ini berlangsung selama 14 hari dengan suhu 25ºC di dalam digester dan
proses ini akan dihasilkan 70% CH4, 30 % CO2, sedikit H2 dan H2S (Price dan
Cheremisinoff, 1981).
A. Modal
Nilai NPV dari Rp 2.969.950 pada 40% dari 0. Di uji coba dengan nilai 80 % :
Suku bunga = 80% Arus Kas DCF Doskon Arus Kas
Investasi -Rp 2.482.000 1,0000 -Rp 2.482.000
Chas flow 1 tahun Rp 2.000.000 0,5556 Rp 1.111.200
Chas flow 2 tahun Rp 2.500.000 0,3086 Rp 771.500
Chas flow 3 tahun Rp 3.000.000 0,1715 Rp 514.500
Chas flow 4 tahun Rp 3.500.000 0,0953 Rp 333.550
Chas flow 5 tahun Rp 4.000.000 0,0529 Rp 211.600
Nilai bersih Rp. 460.350
Nilai NPV dari Rp 460.350 pada 80% dari 0. Di uji coba dengan nilai 60 % :
Suku bunga = 60% Arus Kas DCF Doskon Arus Kas
Investasi -Rp 2.482.000 1,0000 -Rp 2.482.000
Chas flow 1 tahun Rp 2.000.000 0,625 Rp 1.250.000
Chas flow 2 tahun Rp 2.500.000 0,3906 Rp 976.500
Chas flow 3 tahun Rp 3.000.000 0,2441 Rp 732.300
Chas flow 4 tahun Rp 3.500.000 0,1526 Rp 534.100
Chas flow 5 tahun Rp 4.000.000 0,0954 Rp 381.600
Nilai bersih Rp 1.392.500
Nilai NPV dari Rp 1.392.500 pada 60% dari 0. Di uji coba dengan nilai 65 % :
Suku bunga = 65% Arus Kas DCF Doskon Arus Kas
Investasi -Rp 2.482.000 1,0000 -Rp 2.482.000
Chas flow 1 tahun Rp 2.000.000 0,6061 Rp 1.212.200
Chas flow 2 tahun Rp 2.500.000 0,3673 Rp 918.250
Chas flow 3 tahun Rp 3.000.000 0,2226 Rp 667.800
Chas flow 4 tahun Rp 3.500.000 0,1349 Rp 472.150
Chas flow 5 tahun Rp 4.000.000 0,0818 Rp 327.200
Nilai bersih Rp 1.115.600
Nilai NPV dari Rp 1.115.600 pada 65% dari 0.
DAFTAR PUSTAKA
BPTP Balitbangtan Sulawesi Selatan. 2018. Pemanfaatan Kotoran Sapi Sebagai Bahan
Biogas. Sulawesi Selatan.
Deublein, D. and Steinhauser, A. (2008). “Biogas from waste and renewable resources:
An introduction.” Wiley-V CH, Weinheim, Germany
Drapcho et al., 2008. In: Drapcho, C. M; Nhuan Ph Nghim; Walker T. (Eds), Biofuels
Engineering Process Technology, McGraw-Hill
Dewi, Rany Puspita, 2017, Perancangan Boiler Mini Berbahan Bakar Biogas
Dengan Berbagai Variasi Tekanan, Magelang; Fakultas Teknik
Universitas Tidar. Jurnal Teknik Energi, 13 (2): 40-43, dalam
http://jurnal.polines.-ac.id/jur-nal/index.php/eksergi/article/view/907, di
akses pada 13 April 2019
Hambali, et al. 2007. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya:
Jakarta.
Yunus, Hadi Sabari. 1991. Konsepsi Wilayah dan Prinsip Perwilayahan. Yogyakarta.
Hardana.