Anda di halaman 1dari 11

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

dr. Sasmoyohati, Sp S.

Pemeriksaan Neurologis
Identitas
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat :
Masuk RS :

Anamnesa
Merupakan bagian terpenting dalam pemeriksaan klinis. Artinya, riwayat penyakit
(riwayat penyakit pasien sebagaimana diceritakan kepada dokter). Ada 2 macam
anamnesa:
◙ Autoanamnesa ◙ Alloanamnesa
Menyusun anamnesa yang lengkap dan relevan diperlukan keterampilan dan
pengalaman.

Kerangka Anamnesa
• Keluhan Utama :
Keluhan yang membawa pasien berobat. Ditulis singkat/sesuai dengan kata-kata
asli, contoh: kedua tungkai lemah/lumpuh.
• Riwayat Penyakit Sekarang:
□ Kapan mulai timbul
□ Kronologi timbulnya gejala-gejala
□ Perjalanan penyakit
□ Pemeriksaan dan terapi yang telah dilakukan
• Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit-penyakit yang pernah diderita, terutama penyakit-penyakit yang
mungkin berhubungan dengan penyakit sekarang. Apakah penyakit sekarang baru
pertama kalinya?
• Riwayat Keluarga
Adakah keluarga seperti ayah, ibu, saudara kandung menderita penyakit yang
sama?

Pemeriksaan
• Setelah anamnesa dibuat dan diagnosa kemungkinan sudah ditegakkan secara
anamnestik, pemeriksaan fisik diagnostik dimulai.
• Pada waktu melakukan pemeriksaan sebaiknya dokter didampingi perawat
• Pemeriksaan fisik diagnostik neurologi harus merupakan pemeriksaan fisik
diagnostik umum, dimana fungsi SSP mendapat perhatian khusus.
• Sasaran pemeriksaan neurologi: Dengan pemeriksaan neurologi dapat ditentukan:
@ Ada/tidak disfungsi susunan saraf
@ Lokasi, luas dan jenis lesi
@ Kemampuan fungsi susunan saraf yang masih ada demi rehabilitasi

Persiapan Teknis
Pemeriksaan fungsi susunan saraf selalu bersifat pemeriksaan banding antara tubuh
belahan kiri dan kanan. Pada setiap penilai banding, hasil yang dapat dipercaya hanya
hasil penelitian yang dilakukan pada posisi sama, kondisi sama serta ukuran yang
sama.

Maka setiap pemeriksaan neurologi perlu dipersiapkan:


1. Persiapan posisi: Perhatikan posisi pasien maupun pemeriksa. Misalnya
Pemeriksaan medan penglihatan
2. Persiapan kondisi: Misalnya Pemeriksaan n.Olfaktorius, perhatikan kondisi
hidung, tersumbat?
3. Intensitas rangsang harus sama: Misalnya Memukulkan/mengayunkan palu
refleks.

Garis Besar Urutan Pemeriksaan Neurologis


• Pemeriksaan Fisik Diagnostik Umum
◘ Tanda-tanda Vital ◘ Mata
◘ Kulit & mukosa ◘ THT
◘ Leher ◘ Abdomen
◘ Susunan respiratorik ◘ Tulang belakang
◘ Kardiovaskuler

• Pemeriksaan Fisik Diagnostik Neurologi


◘ Derajat kesadaran ◘ Refleks
◘ Fungsi saraf Otak ◘ Fungsi Sensorik
◘ Gejala Rangsang Meningeal ◘ Fungsi Otonom
◘ Fungsi Motorik ◘ Fungsi Luhur

Pemeriksaan Saraf Otak


Disfungsi saraf otak tertentu memberikan informasi yang menunjuk pada satu kondisi
ditingkat tertentu batang otak
◘ N. I, II à Kondisi diensefalon dan fosa kranii anterior
◘ N. III, IV, VI à Kondisi mesensefalon dan fosa kranii media
◘ N. V à Kondisi pons bagian tengah dan daerah os petrosum
◘ N. VII, VIII à Kondisi pons bagian kaudal dan MO bagian rostral serta fosa
kranii posterior bagian depan
◘ N. IX, X, XI, XII à Kondisi MO bagian kaudal dan sekitar klivus Blumenback.

Pemeriksaan N. I
Bahan perangsang yang dipakai bersifat non iritatif, misalnya panili, kopi, teh. Cara:
Pasien diberitahu terlebih dulu bahwa daya penghidu mau diperiksa. Panili, kopi dan
teh secara berturut-turut didekatkan pada lubang hidung kanan, selanjutnya di lubang
hidung kiri. Bila tercium bau-bauan secara tepat à fungsi kedua susunan olfaktorik
baik.

Pemeriksaan N. II
a. Pemeriksaan daya penglihatan
Alat: Kartu Snellen. Posisi setinggi kedudukan mata pasien, jarak 6 meter dari
pasien. Cara: mata diperiksa satu persatu dengan menutup satu mata. Catatan
disamping kartu Snellen di sebelah kiri menunjukkan visus yang diperiksa untuk
jarak 6 meter dan di sebelah kanan 5 meter. Misalnya pasien bisa membaca baris
ke 3, maka visus 6/20 atau bila visus menurun sampai 6/60 atau 1/10, jadi pada
jarak 6 meter pasien tidak bisa membaca huruf baris pertama, maka visus
diperiksa dengan mengacungkan jari tangan.

Jika jarak 6 meter tidak bisa dilihat, maka jarak harus diperpendek sampai
terlihat. Bila terlihat pada jarak 3 meter à visus 3/60. Bila jarak 1 meter belum
terlihat, maka visus diperiksa dengan menggerakkan tangan. Bila pasien bisa
melihat arah gerakan tangan pada jarak 3 meter à visus 3/300.

b. Pemeriksaan Pengenalan warna


Alat: kartu ISHIHARA atau potongan benang wol berbagai warna. Pasien diminta
membaca angka berwarna yang tercantum dikartu atau mengambil benang wol
berwarna sesuai perintah

c. Pemeriksaan Medan Penglihatan


Medan penglihatan adalah ruang dimana sesuatu masih dapat dilihat oleh mata
yang pandangannya ditatapkan pada satu titik. Pemeriksaan Medan Penglihatan
dapat menghasilkan informasi yang mengungkapkan lesi diseluruh susunan
optikus mulai dari n.optikus, khiasma, traktus optikus, traktus genikulo kalkarina.
Metode yang dipakai ada 3, yaitu:
◘ Tes konfrontasi
◘ Tes dengan kampimeter
◘ Tes dengan perimeter

Tes konfrontasi.
Pemeriksa dianggap normal, pasien berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak
30-40 cm. Untuk pemeriksaan mata kanan pasien, mata kiri pasien ditutup dan
mata kanan pemeriksa ditutup. Dengan dua jari yang digoyang-goyangkan, tangan
pemeriksa memasuki ruang penglihatan. Pasien harus memberi tahu bila jari
pemeriksa sudah terlihat. Dengan tes ini diperoleh hasil secara kasar.

Dengan kampimeter dan perimeter diperoleh hasil yang terperinci.


◘ Kampimeter berupa papan tulis hitam dengan gambar bundaran dengan garis-
garis radial berikut bintik buta
◘ Perimeter, hasil lebih akurat, karena lengkungan perimeter sesuai lengkungan
retina.

d. Pemeriksaan Fundus
Alat: oftalmoskop, Gunanya antara lain untuk melihat papil nervi optici.

Pemeriksaan N. III, IV, VI


1. Observasi kelopak mata
◘ Adakah retraksi kelopak mata
◘ Adakah ptosis
◘ Adakah kedipan mata
◘ Bagaimana pasien membuka & menutup mata

2. Pemeriksaan Fungsi dan reaksi pupil.


◘ Observasi bentuk dan ukuran
◙ Bentuk bulat dengan pinggir rata
◙ Diameter normal 2-6 mm, rata-rata 3½ mm

◘ Perbandingan kanan kiri


Praktis sama dan sebangun, selisih 1 mm antara kiri dan kanan masih
dianggap normal.

◘ Pemeriksaan refleks pupil


Ruangan agak gelap, dan siapkan lampu batere.
a. Refleks cahaya langsung
Sorot pupil dengan lampu batere dari samping. Hasil (+) bila terjadi
konstriksi pupil. Jika sorotan lampu ditinggalkan, pelebaran pupil akan
terjadi.
b. Refleks Konsensuel/tidak langsung
Penyinaran pada pupil sesisi akan menimbulkan konstriksi pada kedua sisi.
c. Refleks Akomodasi/konvergensi
Pada penatapan mata kesebuah benda dekat mata, kedua otot rektus
medialis berkontraksi. Gerakan konsensual kearah nasal à konvergensi
3. Pemeriksaan Gerakan bola mata
a. Pemeriksaan gerakan monokuler
Salah satu mata ditutup, lalu pasien diminta melirikkan mata secara horizontal
kekiri dan kanan, vertikal keatas dan bawah.
b. Pemeriksaan gerakan kedua bola mata
Pasien berhadapan dengan pemeriksa. Gerakan kedua bola mata atas perintah,
yaitu melirikkan mata ke atas, bawah dan ke kiri, kanan.
c. Pemeriksaan gerakan bola mata mengikuti obyek.
Dagu pasien difiksasi dengan tangan kiri pemeriksa, mata pasien diminta
mengikuti gerakan jari tangan kanan pemeriksa yang berjarak 50 cm dari
pasien, kearah horizontal dan vertikal. Pada keadaan normal, bila mata
dilirikkan kekiri, kedua bola mata bergerak secara konjugat kekiri. Untuk
menilai konjugasi, perhatikan LIMBUS KORNEA. Gerakan konjugat
diobservasi selama berlangsung dan tahap akhir, dimana limbus kornea sudah
sampai dibelakang kantus. Pada gerakan vertikal perhatikan lebar sempitnya
putih sklera diantara limbus kornea bawah dan tepi kelopak mata bawah pada
gerakan konjugat keatas dan sebaliknya.
d. Pemeriksaan gerakan konjugat reflektorik.
Dapat ditimbulkan dengan memutarkan kepala. Pemeriksa memegang kepala
dari belakang, kedua bola mata akan bergerak konjugat kearah berlawanan
dengan arah putaran kepala.

Pemeriksaan N.V
a. Fungsi motorik
◘ Pasien disuruh menggigit gigi kuat-kuat. Pemeriksa melakukan palpasi pada
otot maseter dan temporalis kanan dan kiri. Kelumpuhan unilateral, kontraksi
otot maseter dan temporalis ipsilateral akan melemah/tidak ada.
◘ Pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan rahang bawah. Pada
kelumpuhan unilateral, rahang bawah menyimpang kesisi ipsilateral, karena
otot pterigoideus eksternus mendorong kondilus mandibula kedepan tanpa
dorongan mengimbangi dari sisi lain.
b. Fungsi sensorik
Yang diperiksa kulit dan mukosa dalam kawasan N. V, yang diperiksa rasa nyeri,
panas, dingin dan raba.
c. Refleks trigeminal.
◘ Refleks maseter.
Pasien sedikit membuka mulut, tempatkan jari telunjuk kiri pemeriksa digaris
tengah dagu. Kemudian ketuk jari telunjuk kiri dengan palu refleks.
Jawaban: kontraksi otot maseter dan temporalis bagian depan yaitu penutupan
mulut secara tiba-tiba.

◘ Refleks kornea.
Pasien diminta melirik ke atas samping, supaya mata tak berkedip bila kornea
disentuh kapas. Goresan pada kornea dengan kapas pada satu sisi
membangkitkan kedipan kelopak mata bilateral.

Pemeriksaan N. VII (Fascialis)


a. Pemeriksaan Motorik
◘ Inspeksi
Perhatikan kerutan kulit dahi, kedipan mata, lipatan nasolabial dan sudut
mulut. Bila terdapat lesi perifer: Kedipan mata sisi lumpuh lambat
(lagoftalmus), sudut mulut sisi lumpuh letaknya lebih rendah, lipatan
nasolabialis sisi lumpuh lebih datar. Bila tersenyum atau tertawa, sudut mulut
sehat yang terangkat. Bila lesi sentral: Asimetri dapat dijumpai pada bagian
bawah wajah, yaitu sudut mulut dan lipatan nasolabialis. Bila tertawa, asimetri
tadi tidak tampak.

◘ Observasi
Kontraksi otot fasial diteliti dengan menyuruh pasien
1. Mengerutkan kulit dahi 5. Memperlihatkan gigi atas
2. Mengerutkan alis 6. Menggembungkan pipi
3. Menutup mata 7. Menjungurkan bibir
4. Meringis 8. Bersiul

Perintah dilaksanakan secara bilateral dan kontraksi otot kedua sisi


dibandingkan.
b. Pemeriksaan Viserosensorik
Pemeriksaan cita rasa, yaitu manis, asin, asam, pahit. Bagian lidah yang diperiksa
yaitu 2/3 bagian depan. Bahan yang dipakai larutan glukosa 5%, Nacl 2,5%, citric
acid 1%, Hcl quinine 0,075%. Untuk menghindari salah penilaian, pasien diminta
menjulurkan lidahnya. AGEUSIA /HIPOGEUSIA yaitu hilang atau berkurangnya
daya pengecapan. PARGEUSIA yaitu bila pengecapan asin dirasakan asam, dsb.

Pemeriksaan N. VIII (Akustikus)


Fungsi n. VIII dibagi dalam :
◘ Fungsi pendengaran (n. kokhlearis)
◘ Fungsi keseimbangan (n.vestibularis)

1. Pemeriksaan daya pendengar


a. Dengan suara, diperiksa secara bergantian kiri dan kanan. Pasien diminta
menirukan ucapan pemeriksa.
b. Dengan detik arloji
c. Tes garpu tala.
 Tes Schwabach
Garpu tala berfrekwensi 256. Pemeriksa dianggap pendengaran normal.
Garpu tala dibunyikan, diletakkan dekat lubang telinga pasien, dan bila
mendengar suara garpu tala, diminta untuk menirukan suara tersebut. Bila
suara garpu tala berhenti, pasien memberitahu pemeriksa. Pindahkan garpu
tala kedekat lubang telinga pemeriksa. Bila pemeriksa sama-sama tidak
mendengar lagi suara garpu tala à normal. Bila pemeriksa masih
mendengar suara garpu tala à pendengaran pasien kurang.
 Tes Rinne
Pada telinga normal, penghantaran suara melalui udara lebih baik daripada
melalui tulang. Garpu tala yang sudah dibunyikan, diletakkan kakinya
diatas tulang mastoid pasien, pasien diminta memberitahu saat mendengar
suara sampai tidak lagi mendengar suara garpu tala tersebut. Pemeriksa
langsung memindahkan garpu tala kedekat lubang telinga pasien.
NORMAL bila pasien masih mendengar suara garpu tala paling sedikit 2x
lebih lama daripada waktu bunyi garpu tala lewat tulang. Bila tes Rinne
memendek à tuli konduktif
 Tes Weber.
Bila kedua telinga normal, garpu tala yang diletakkan di verteks akan
terdengar sama kerasnya pada kedua telinga. Bila salah satu telinga tuli,
bunyi garpu tala akan terdengar lebih keras pada satu sisi. Pada tuli
konduktif à bunyi garpu tala terdengar ditelinga yang sakit (lateralisasi ke
telinga yang sakit), misalnya pada OMA. Pada tuli perseptif à Bunyi
garpu tala terdengar lebih jelas pada telinga yang sehat (lateralisasi ke
telinga sehat), misalnya gangguan n. kokhlearis.

2. Pemeriksaan fungsi vestibuler


Dilakukan bila terdapat keluhan pusing, terutama vertigo dan pasien dengan
gangguan pendengaran.
□ Tes Romberg
□ Pemeriksaan nistagmus.

Pemeriksaan N. IX dan N. X (Glosofaringeus dan Vagus)


Meliputi pemeriksaan:
 Pemeriksaan Orofaring
Gambaran orofaring yang sehat sbb: uvula ditengah, pangkalnya merupakan
bagian dari palatum mole yang menjulur ke samping membentuk arcus faring.
Arcus faring kanan dan kiri sama dan sebangun. ASIMETRI à menunjukkan
parese n. IX dan X ipsilateral. Akan lebih jelas bila pasien berfonasi à arcus
faring yang sehat terangkat dan yang lumpuh tidak tertarik ke atas. Ujung uvula
menunjuk kearah yang sehat.
 Pemeriksaan Laring
Perhatikan suara pasien, serak? Untuk memeriksa larung, perlu laringoskop.

Pemeriksaan N. XI (Asesorius)
Menilai fungsi m. trapezius dan m. sternokleidomastoid.
 Penilaian m. trapezius
Pasien diminta mengangkat kedua bahunya, pemeriksa menahan elevasi bahu.
Kelemahan gerakan elevasi bahu à parese n. XI
 Penilaian m.sternokleidomastoid.
Pasien diminta memutar kepalanya dengan penahanan rahang bawah oleh
pemeriksa. Normal à Otot tampak dengan jelas dan konsistensinya keras.

Pemeriksaan N. XII (Hipoglosus)


Pasien diminta mengeluarkan lidahnya lurus digaris tengah. Kelumpuhan UMN
unilateral, lidah tidak dapat lurus digaris tengah, tetapi masih bisa digerakkan ke
kanan dan ke kiri. Kelumpuhan LMN unilateral, bila lidah dikeluarkan akan
menyimpang ke sisi yang lumpuh dan tidak dapat bergerak ke arah sisi yang sehat.
Tampak atrofi belahan lidah yang lumpuh.

 PEMERIKSAAN GEJALA RANGSANG MENINGEAL


1. Pemeriksaan Kaku Kuduk
 Pasien berbaring
 Memfleksikan kepala ( antefleksi leher ) semaksimal mungkin hingga
dagu menyentuh sternum.
 (+) → bila dagu tidak bisa mencapai sternum dan terasa kaku

2. Tes Kernig
 Pasien berbaring
 Memfleksikan sendi coksa dan sendi lutut ( satu kaki saja ) lalu kemudian
diekstensikan
 (+) → bila saat diekstensikan ada tahanan dan rasa sakit saat sudut lutut
< 135˚

3. Tes Laseque
 Pasien berbaring
 Memfleksikan sendi coksa tetapi sendi lutut tetap lurus ( ekstensi ) lalu
kaki diturunkan
 (+) → bila saat diturunkan terasa sakit di sepanjang N. Ischiadicus saat
sudut coksa ( dorsal ) mencapai < 60˚. Jika sakit terasa di bagian inguinal
atau patella → bukan
4. Tes Brudzinski
 Pasien berbaring
 Memfleksikan kepala ( antefleksi leher ) semaksimal mungkin hingga
dagu menyentuh sternum.
 (+) → bila diikuti dengan fleksi sendi coksa dan sendi lutut

Anda mungkin juga menyukai