Anda di halaman 1dari 14

1. sebutkan sasaran posyandu dan setiap kegiatan persasaran!

Yang menjadi sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, terutama:

1. Bayi

2. Anak balita

3. Ibu hamil, ibu nifas dan juga ibu menyusui

4. Pasangan Usia Subur (PUS)

Kegiatan Posyandu sendiri terdiri dari kegiatan utama & kegiatan pengembangan/pilihan. Berikut adalah
kegiatan Posyandu secara terinci:

A. Kegiatan Utama

1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

a. Ibu Hamil

Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup:

1) Penimbangan berat badan & pengukuran tinggi badan, tekanan darah,


pemantauan nilai status gizi (pengukuran LILA) , pemberian imunisasi TT & tablet
besi,pemeriksaan TFU, konseling, termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca pesalinan yg dilakukan oleh tenaga kesehatan dibantu
oleh kader. Apabila didapatkan adanya kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.

2) Diselenggarakan Kelas Ibu Hamil dalam rangka untuk lebih meningkatkan


kesehatan ibu hamil pada setiap hari buka Posyandu atau pada hari lain sesuai dengan
kesepakatan. Kegiatan Kelas Ibu Hamil antara lain sebagai berikut:

a) Penyuluhan: tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan,


menyusui, KB & gizi

b) Perawatan payudara & pemberian ASI

c) Peragaan pola makan ibu hamil

d) Peragaan perawatan bayi baru lahir

e) Senam ibu hamil

b. Ibu Nifas & Menyusui

Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas & menyusui mencakup:

1) Penyuluhan/konseling kesehatan, Inisiasi Menyusui Dini, KB pasca persalinan


(IMD) dan ASI eksklusif & gizi.

2) Pemberian 2 kapsul vitamin A warna merah 200.000 SI (1 kapsul segera setelah


melahirkan & 1 kapsul lagi 24 jam setelah pemberian kapsul pertama).
3) Perawatan payudara.

4) Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, tinggi


fundus uteri dan lochia oleh petugas kesehatan. Apabila didapatkan ada kelainan, segera
dirujuk ke Puskesmas.

c. Bayi dan Anak balita

Pelayanan Posyandu untuk bayi & anak balita harus dibuat secara menyenangkan dan
dapat memacu kreativitas tumbuh kembangnya. Jika ruang pelayanan memadai, maka pada
waktu menunggu giliran pelayanan, sebaiknya anak balita tidak perlu digendong dan dilepas utuk
bermain sesama balita dibawah pengawasan orangtua di bawah bimbingan kader. Maka dari itu
perlu terdapat sarana permainan yang memadai dan uga sesuai dengan umur balita. Jenis
pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup:

1) Penimbangan berat badan dan tinggi badan

2) Penentuan status pertumbuhan

3) Penyuluhan dan konseling

4) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan
deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.

2. Keluarga Berencana (KB)

Pelayanan KB di Posyandu yang dapat dilakukan adalah pemberian kondom & pemberian pil
ulangan ( oleh kader ), pelayanan suntikan KB maupun konseling KB ( oleh tenaga kesehatan), pemasangan
IUD dan implant ( apabila terdapat ruangan , alat dan tenaga kesehatan yang terlatih).

3. Imunisasi

Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan oleh petugas Puskesmas. Jenis imunisasi
yang diberikan disesuaikan dengan program terhadap bayi dan ibu hamil.

4. Gizi

Pelayanan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader. Jenis pelayanan yang dapat diberikan meliputi
penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan dan konseling gizi,
pemberian makanan tambahan (PMT) lokal, suplementasi vitamin A dan tablet Fe. Apabila ditemukan ibu
hamil Kurang Energi Kronis (KEK), balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-turut atau berada
di bawah garis merah (BGM), maka kader wajib segera melakukan rujukan ke Puskesmas.

5. Pencegahan dan Penanggulangan Diare

Pencegahan diare di Posyandu dilakukan dengan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Penanggulangan diare dilakukan melalui pemberian oralit. Apabila diperlukan penanganan lebih
lanjut akan diberikan obat Zinc oleh petugas kesehatan.
B. Kegiatan Pengembangan/Tambahan

Di samping 5 (lima) kegiatan utama yang telah ditetapkan, dalam keadaan tertentu masyarakat
dapat melakukan penambahan kegiatan Posyandu dengan kegiatan yang baru, Kegiatan baru tersebut
misalnya: perbaikan kesehatan lingkungan, pengendalian penyakit menular, dan berbagai program
pembangunan masyarakat desa lainnya. Posyandu yang seperti ini disebut dengan nama Posyandu
Terintegrasi.

Penambahan kegiatan baru sebaiknya dilakukan apabila 5 kegiatan utama telah dilaksanakan
dengan baik (cakupannya > 50%) serta tersedia sumber daya yang mendukung.

Penetapan kegiatan baru tersebut harus mendapat dukungan dari seluruh masyarakat ( tercermin
dari hasil Survey Mawas Diri (SMD) ) dan juga telah disepakati bersama melalui forum Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD).

Pada saat ini telah dikenal beberapa kegiatan tambahan Posyandu yang telah diselenggarakan
antara lain:

1. Bina Keluarga Balita (BKB).

2. Kelas Ibu Hamil dan Balita.

3. Penemuan dini & pengamatan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB), misalnya: Infeksi
Saluran Pernafasan Atas (ISPA), Demam Berdarah Dengue (DBD), gizi buruk, Polio, Campak, Difteri,
Pertusis, Tetanus Neonatorum.

4. Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

5. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD).

6. Penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman (PAB – PLP).

7. Program diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan, melalui Taman
Obat Keluarga (TOGA).

8. Kegiatan ekonomi produktif, seperti: Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K), usaha
simpan pinjam.

9. Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), Tabungan Masyarakat (Tabumas).

10. Kesehatan lanjut usia melalui Bina Keluarga Lansia (BKL).

11. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR).

12. Pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil dan penyandang masalah kesejahteraan
sosial.

(dikutip dari Pedoman umum pengelolaan posyandu – Kementerian kesehatan R bekerja sama
dengan kelompok kerja operasional hal : 25-29)
2. Buat artikel Fungsi vitamin A bagi ibu nifas dan bayi Serta dampak bila tidak diberikan !

Vitamin A perlu diberikan dan sangat penting bagi ibu dan bayi selama sedang dalam masa nifas,
dikarenakan pemberian kapsul vitamin A dapat menaikkan jumlah kandungan vitamin A dalam ASI,
sehingga tidak hanya ibu yang mendapatkan vitamin A, tapi sang bayi juga.1 Berikut adalah beberapa
keuntungan bagi ibu dan bayi yang mendapat Vitamin A selama masa nifas :

1. pemberian vitamin A pada ibu akan meningkatkan kadar vitamin A pada ASI 1

2. Anak terlahir dengan cadangan Vitamin A yang terbatas, sehingga pemberian vitamin A pada
masa nifas dapat meningkatkan kadar vitamin A sang anak yang di dapatkan dari ASI.2

3. Menurunkan resiko anak untuk mengalami xerofthalmia di bandingkan dengan anak yang tidak
mendapat vitamin A.

4. Menurunkan kasus demam pada anak di bandingkan dengan anak yang tidak mendapat vitamin
1
A.

5. Membantu anak untuk lebih cepat dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA) di
bandingkan dengan anbak yang tidak mendapat vitamin A

6. Masa pemulihan ibu menjadi lebih baik 1

7. Menurunkan resiko rabun senja di bandingkan dengan anak yang tidak mendapat vitamin A.3

8. Vitamin A berperan dalam membentuk asam retinoat yg berperan dalam diferensiasi sel.2

9. Vitamin A membantu dalam sintesa protein yg berperan untuk perkembangan tulang dan sel
epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi.1

10. Vitamin A berperan dalam pembentukan organ reproduksi.3

11. vitamin A dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh melalui diferensiasi sel limfosit B.1

Daftar pustaka :

1. JUKNIS BUKU KIA 2015 DEPKES , diakses melalui :


https://www.depkes.go.id/resources/download/info-
terkini/JUKNIS%20BUKU%20KIA%202015_FINAL.pdf

2. Aroni. 2012. Pentingnya Vitamin A Pada Ibu Nifas .Jember: Universitas Jember
3. kemenkes 2016 , diakses melalui :
https://www.depkes.go.id/article/print/16080600002/menkes-canangkan-crash-program-campak-
diintegrasikan-bulan-pemberian-kapsul-vitamin-a-dan-obat-cacin.html
3. Sebutkan tingkat posyandu dan saran untuk peningkatannya!
Terdapat ketidaksamaan dari Perkembangan masing-masing Posyandu, maka dari itu pembinaan
yang dilakukan untuk tiap Posyandu juga berbeda.Digunakan metode dan alat telaahan perkembangan
Posyandu, yang dikenal dengan nama Telaah Kemandirian Posyandu, untuk mengetahui tingkat
perkembangan Posyandu. Tingkat perkembangan Posyandu yang secara umum dibedakan atas 4 tingkat
sebagai berikut:

1. Posyandu Pratama

Posyandu Pratama adalah Posyandu yang masih belum mantap, ditandai oleh kegiatan bulanan
Posyandu yang terlaksana secara rutin serta jumlah kader sangat terbatas (kurang dari 5 orang).
Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu, di samping karena jumlah kader yang
terbatas, dapat pula karena belum ada kesiapan dari masyarakat.

Saran yang dapat dilakukan untuk memperbaiki peringkat adalah dengan memotivasi masyarakat
dan juga menambah jumlah kader.

2. Posyandu Madya

Posyandu Madya adalah Posyandu yang dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun,
dan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, akan tetapi cakupan kelima kegiatan
utamanya masih rendah (kurang dari 50%).

Saran yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkatkan cakupan dengan
melibatkan tokoh masyarakat dan juga lebih mendorong kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.
Contohnya melakukan Pelatihan tokoh masyarakat, menggunakan Modul Posyandu dengan metode
simulasi.

3. Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali
per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan
utamanya lebih dari 50%, serta mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh
sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni
kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu.

Saran yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat antara lain melakukan Sosialisasi program
dana sehat yang memiliki tujuan untuk memantapkan pemahaman masyarakat tentang dana sehat.

4. Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per
tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya
lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang
bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu.

Saran yang dilakukan memperbanyak macam program tambahan sesuai dengan masalah dan
kemampuan masing masing posyandu sesuai karakteristik.
Sumber : dikutip dari Pedoman umum pengelolaan posyandu – Kementerian kesehatan R bekerja
sama dengan kelompok kerja operasional hal : 53-55

4. sebutkan kegiatan POSBINDU dan target tiap pemeriksaan bagi lansia!

Posbindu meliputi 10 (sepuluh) kegiatan yaitu:


1. Kegiatan penggalian informasi dari faktor risiko dengan cara wawancara sederhana ( konseling)
tentang riwayat Penyakit tidak menular pada keluarga dan diri peserta, kurang makan sayur dan
buah, merokok, aktifitas fisik, ataupun potensi terjadinya cedera dan serta kemungkinan adanya
kekerasan dalam rumah tangga, serta informasi lainnya yang dapat dibutuhkan untuk dapat
mengidentifikasi masalah kesehatan berkaitan dengan terjadinya PTM. Aktifitas ini dapat
dilakukan saat pertama kali kunjungan dan dijadwalkan secara berkala setiap sebulan sekali.
2. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut,
analisis lemak tubuh, dan tekanan darah, yang sebaiknya diselenggarakan 1 bulan sekali.
3. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana dan diselenggarakan 1 tahun sekali bagi yang
sehat, 3 bulan sekali untk yang beresiko, dan setiap bulan bagi penderita gangguan paru-paru.
Pemeriksaan fungsi paru sederhana dengan spirometry sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang telah terlatih.
4. Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi perorangan sehat minimal diadakan 3 tahun sekali dan
bagi yang telah mempunyai faktor risiko PTM atau penyandang diabetes melitus paling sedikit 1
tahun sekali. Untuk pemeriksaan glukosa darah dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter,
perawat/bidan/analis laboratorium dan lainnya).
5. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu sehat disarankan 5 tahun
sekali dan bagi yang mempunyai faktor risiko dilakukan 6 bulan sekali dan penderita
dislipidemia/gangguan lemak dalam darah minimal setiap 3 bulan sekali. Untuk pemeriksaan Gula
darah dan Kolesterol darah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ada di lingkungan kelompok
masyarakat tersebut.
6. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan minimal 5 tahun sekali
bagi individu sehat, apabila setelah dilakukan penmeriksaan dan didapatkan hasil IVA positif,
maka dilakukan tindakan pengobatan krioterapi, diulangi setelah 6 bulan, jika hasil IVA negatif
dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA positif dilakukan tindakan pengobatan
krioterapi kembali. Pemeriksaan IVA dilakukan oleh bidan/dokter yang telah terlatih dan
tatalaksana lanjutan dilakukan oleh dokter terlatih di Puskesmas .
7. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfemin urin bagi kelompok
pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat/bidan/analis
laboratorium dan lainnya).
8. Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus selalu dilakukan setiap pelaksanaan Posbindu. Hal
ini penting untuk dilakukan karena pemantauan faktor risiko akan menjadi kurang bermanfaat bila
masyarakat tidak tahu cara mengendalikannya.
9. Kegiatan aktifitas fisik dan atau olah raga bersama, sebaiknya tidak hanya dilakukan jika ada
penyelenggaraan Posbindu namun perlu dilakukan rutin setiap minggunya.
10. Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan pemanfaatan
sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam penanganan pra-rujukan.
Nilai target tiap pemeriksaan lansia adalah :

Dikutip dari : Petunjuk Tenis POSBINDU kemenkes hal: 3-4, 18

5. jelaskan SP2TP , LB dan LT!

SP2TP ( Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu ) merupakan kegiatan pencatatan dan pelaporan
data umum, sarana, tenaga, dan upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas berdasarkan SK Menkes No.
63/MENKES/ SK/II/1981.

Frekuensi dan alur pelaporan :

1. Laporan dari tingkat Puskesmas ke Dinkes Dati II dengan format standard :

a. Laporan bulanan : LB1 (laporan bulanan data kesakitan); LB3 (Laporan bulanan Gizi, KIA, KB,
Imunisasi, P2M); LB2/LPLPO (laporan bulanan data obat-obatan); LB4 (laporan kegiatan Puskesmas)

laporan tersebut dikirim setiap bulan ke Dinkes Dati II paling lambat tgl 5 bulan berikutnya,
untuk laporan dari masing-masing Pustu, BP, KIA swasta paling lambat tgl 2 bulan berikutnya ke
pelaksana program di Puskesmas

b. Laporan Triwulan : laporan kegiatan Puskesmas yang dilaporkan setiap tanggal 5 bulan
berikutnya dari bulan terakhir pada triwulan tsb ke Dinkes Dati II

c. Laporan tahunan : dilaporkan paling lambat tgl 5 bulan Januari tahun berikutnya, laporan
hanya dibuat satu kali dalam satu tahun

dikutip dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja
6. Sebutkan pedoman pengendalian dan pencegahan KLB difteri!

STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KLB DIFTERI


1. Penguatan imunisasi rutin Difteri sesuai dengan program imunisasi nasional.
2. Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus Difteri.
3. Semua kasus Difteri harus dilakukan penyelidikan epidemiologi.
4. Semua kasus Difteri dirujuk ke Rumah Sakit dan dirawat di ruang isolasi.
5. Pengambilan spesimen dari kasus dan kasus kontak erat kemudian dikirim ke laboratorium
rujukan Difteri untuk dilakukan pemeriksaan kultur atau PCR.
6. Menghentikan transmisi Difteri dengan pemberian prophilaksis terhadap kontak dan karier.
7. Melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) di daerah KLB Difteri.
Pencegahan :
Penyakit Difteri dapat dicegah dengan Imunisasi Lengkap, dengan jadwal pemberian sesuai usia.
Saat ini vaksin untuk imunisasi rutin dan imunisasi lanjutan yang diberikan guna mencegah
penyakit Difteri ada 3 macam, yaitu:
1. DPT-HB-Hib (vaksin kombinasi mencegah Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B dan
Meningitis serta Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophylus infuenzae tipe B).
2. DT (vaksin kombinasi Difteri Tetanus).
3. Td (vaksin kombinasi Tetanus Difteri).
PENANGGULANGAN KLB DIFTERI
1. Satu suspek Difteri dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan harus dilakukan
penyelidikan dan penanggulangan sesegera mungkin untuk menghentikan penularan dan
mencegah komplikasi dan kematian.
2. Dilakukan tatalaksana kasus di Rumah Sakit dengan menerapkan prinsip kewaspadaan standar,
seperti menjaga kebersihan tangan, penempatan kasus di ruang isolasi, dan mengurangi kontak
kasus dengan orang lain
3. Setiap suspek difteri dilakukan pemeriksaan laboratorium.
4. Setiap suspek difteri dilakukan ORI (respon pemberian imunisasi pada KLB) sesegera mungkin,
pada lokasi kejadian dengan sasaran sesuai kajian epidemiologi.
5. Laporan kasus difteri dilakukan dalam 24 jam secara berjenjang ke Ditjen P2P cq. Subdit
Surveilans.
LANGKAH-LANGKAH PENANGGULANGAN DIFTERI
1) Setiap suspek Difteri dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE) dan mencari kasus tambahan
dan kontak.
2) Dilakukan rujukan segera kasus Difteri ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pengobatan dan
perawatan.
3) Pemberian profilaksis pada kontak dan karier.
4) Melaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI) sesegera mungkin di lokasi yang terjadi
KLB Difteri dengan sasaran sesuai dengan kajian epidemiologi sebanyak tiga putaran dengan
interval waktu 0-1-6 bulan tanpa memandang status imunisasi.
5) Meningkatkan dan mempertahankan cakupan imunisasi rutin Difteri (baik imunisasi dasar
maupun lanjutan) agar mencapai minimal 95%.
6) Edukasi mengenai difteri, berupa penegakkan diagnosis, tatalaksana, dan pencegahan kepada
tenaga kesehatan dan pemerintah daerah, serta bekerjasama dengan media masa untuk melakukan
edukasi pada masyarakat mengenai difteri.
7) Edukasi kepada masyarakat untuk segera ke pelayanan kesehatan bila ada tanda dan gejala nyeri
tenggorok, serta menggunakan masker termasuk di tempat umum bila mengalami tanda dan gejala
infeksi saluran pernafasan
Dikutip dari : Pedoman Pencegahan Dan Pengendalia Difteri Edisi I/2017 kementrian kesehatan
hal 2-15

7. Sebutkan pedoman pengendalian KLB polio!

Penanggulangan KLB Merupakan serangkaian kegiatan untuk menghentikan transmisi virus polio
liar atau cVDPV di seluruh wilayah Indonesia, dan upaya pencegahan kecacatan yang lebih berat
karena menderita poliomielitis anterior akuta.
Penanggulangan KLB meliputi tatalaksana kasus dan pemberian imunisasi. a. Penatalaksaaan
Kasus Polio Penatalaksaan kasus meliputi :
(1). Penemuan dini dan perawatan dini untuk mempercepat kesembuhan dan mencegah bertambah
beratnya cacat.
(2). Mencegah terjadinya penularan ke orang lain melalui kontak langsung (droplet) dan
pencemaran lingkungan (fecal-oral) pengendalian infeksi
(3). Rehabilitasi medik
Pencegahan
Imunisasi
(1). Respon Imunisasi OPV Terbatas (Outbreak Response Immunization) Imunisasi OPV Terbatas
atau disebut Outbreak Response Immunization (ORI) adalah pemberian 2 tetes vaksin polio oral
(OPV) kepada setiap anak berumur < 5 vtahun di desa / kelurahan beresiko penularan virus polio
tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya, sesegera mungkin ( 3 x 24 jam pertama ) dan
selambat-lambatnya seminggu setelah terdeteksi adanya kasus polio. Tujuan imunisasi ORI adalah
untuk mencegah timbulnya polio pada anak anak yg kontrak erat serumah , sepermainan, atau
kemungkinan adanya kontak.
2. Pelaksanaan Imunisasi Mopping Up Imunisasi mopping–up dilaksanakan pada wilayah yang
telah bebas polio, yang kemudian terjadi transmisi virus polio secara terbatas yang dibuktikan
melalui surveilans AFP yang memenuhi standar kinerja WHO. Imunisasi mopping-up adalah
pemberian 2 tetes vaksin OPV(Oral Polio Vaccine) monovalen yang spesifik untuk satu tipe virus
polio (mOPV) yang diberikan secara serentak pada setiap anak berusia < 5 tahun tanpa melihat
status imunisasi polio sebelumnya serta dilaksanakan sebagai kampanye intensif dari rumah ke
rumah dan mencakup daerah yang sangat luas. Seringkali untuk memudahkan pemahaman
masyarakat tentang tindakan imunisasi ini, maka Imunisasi mopping-up pada satu atau beberapa
Provinsi disebut sebagai Sub Pekan Imunisasi Nasional (Sub-PIN), sementara Imunisasi Mopping
Up di seluruh wilayah Indonesia disebut sebagai Pekan Imunisasi Nasional (PIN).
Sistem Kewaspadaan Dini KLB Untuk meningkatkan sensitifitas dalam mengidentifikasi
kemungkinan masih adanya kasus polio dan penularan virus polio liar di suatu wilayah, maka
pengamatan dilakukan pada semua kelumpuhan yang terjadi secara akut dan sifatnya layuh
(flaccid), seperti sifat kelumpuhan pada poliomielitis, dan terjadi pada anak berusia kurang dari 15
tahun. Penyakit-penyakit yang mempunyai sifat kelumpuhan seperti poliomielitis disebut kasus
Acute Flaccid Paralysis (AFP). Dan pengamatannya disebut Surveillans AFP (SAFP). Secara garis
besar, tujuan surveilans AFP adalah: a. Identifikasi daerah risiko tinggi b. Monitoring program
eradikasi polio c. Sertifikasi bebas polio Adanya laporan kasus dari negara-negara yang berpotensi
menyebarkan virus polio juga merupakan kewaspadaan dini polio. Kementerian Kesehatan RI
akan membuat surat edaran ke provinsi dan kabupaten/kota untuk meningkatkan kewaspadaan
dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat dan meningkatkan surveilans AFP.
Penanggulangan KLB Polio ditujukan pada upaya pengobaan penderita untuk mencegah
komplikasi yang berat serta sekaligus menghilangkan sumber penularan.
Dikutip dari PEDOMAN PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLB PENYAKIT
MENULAR DAN KERACUNAN PANGAN tahun 2011 hal: 142-143
8. sebutkan pedoman dan pengendalian KLB leptospirosis!

Penanggulangan KLB leptospirosis ditujukan pada upaya penemuan dini serta pengobatan
penderita untuk mencegah kematian. Intervensi lingkungan untuk mencegah munculnya sarang-
sarang atau tempat persembunyaian tikus. Vaksinasi hewan peliharaan terhadap leptospira.
1) Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap setiap laporan kasus
dari rumah sakit atau laporan puskesmas. Penyelidikan kasus Leptospirosis lain di sekitar tempat
tinggal penderita, tempat kerja, tempat jajan atau daerah banjir. Penyelidikan Epidemiologi
dilakukan terhadap :
a. Terhadap manusianya : Penemuan penderita dengan melaksanakan pengamatan aktif. Di
desa/ kelurahan yang ada kasus Leptospirosis pencarian penderita baru berdasarkan gejala/tanda
klinis setiap hari dari rumah ke rumah.Bila ditemukan suspek dapat dilakukan pengambilan darah
sebanyak 3-5 ml, kemudian darah tersebut diproses untuk mendapatkan serumnya guna
pemeriksaan serologis di laboratorium. Serum dibawa dari lapangan dengan menggunakan termos
berisi es, setelah sampai di sarana kesehatan disimpan di freezer 4° C sebelum dikirim ke Bagian
Laboratorium Mikrobiologi RSU Dr. Kariadi Fakultas Kedokteran Undip Semarang untuk
dilakukan pemeriksaan uji MAT (Microscopic Agglutination Test) untuk mengetahui jenis
strainya.
b. Rodent dan hewan lainnya. Di desa/kelurahan yang ada kasus, secara bersamaan
waktunya dengan pencarian penderita baru dilakukan penangkapan tikus hidup (trapping).
Spesimen serum tikus yang terkumpul di kirim ke BBvet Bogor untuk diperiksa secara serologis.
Pemasangan perangkap dilakukan di dalam rumah maupun di luar rumah selama minimal 5 hari
berturut-turut. Setiap perangkap (metal live traps) harus diberi label/nomor. Pemasangan
perangkap dengan umpan dipasang pada sore hari dan pengumpulan perangkap tikus keesokan
harinya pagi-pagi sekali. Tikus dibawa ke laboratorium lapangan dan pengambilan darah/ serum
dan organ dengan member label dan nomer untuk diidentifikasi kemudian dikirim ke Balai Besar
Veteriner (BBvet) di Bogor untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Laporan penyelidikan epidemiologi sebaiknya dapat menjelaskan :
a. diagnosis KLB leptospirosis
b. penyebaran kasus menurut waktu (minggu), wilayah geografi (RT/RW, desa dan
Kecamatan), umur dan faktor lainnya yang diperlukan, misalnya sekolah, tempat kerja, dan
sebagainya.
c. Peta wilayah berdasarkan faktor risiko antara lain, daerah banjir, pasar, sanitasi
lingkungan, dan sebagainya.
d. Status KLB pada saat penyelidikan epidemiologi dilaksanakan serta perkiraan
peningkatan dan penyebaran KLB.
Serta rencana upaya penanggulangannya Penegakan diagnosis kasus dapati dilakukan
dengan Rapid Test Diagnostic Test (RDT) dengan mengambil serum darah penderita untuk
pemeriksaan serologi, jenis RDT diantaranya :
i. Lepto Dipstick Assay RDT ini dapat mendeteksi Imunoglobulin M spesifik
kuman Leptospira dalam serum. Hasil evaluasi multi sentrum pemeriksaan Leptodipstick
di 22 negara termasuk Indonesia, menunjukkan sensitifitas Dipstick mencapai 92,1%.
Metode relatif praktis dan cepat karena hanya memerlukan waktu 2,5 – 3 jam.
ii. Leptotek Dridot Berdasarkan aglutinasi partikel lateks, lebih cepat karena
hasilnya bisa dilihat dalam waktu 30 detik. Test ini untuk mendeteksi antibodi aglutinasi
seperti pada MAT. Pemeriksaan dilakukan dengan meneteskan 10 mL serum (dengan pipet
semiotomatik) pada kartu aglutinasi dan dicampur dengan reagen. Hasil dibaca setelah 30
detik dan dinyatakan positif bila ada aglutinasi. Metode ini mempunyai sensitifitas 72,3%
dan spesifitas 93,9% pada serum yang dikumpulkan dalam waktu 10 hari pertama mulai
sakit.
iii. Leptotek Lateral Flow Pemeriksaan dilakukan dengan dengan memasukan 5 mL
serum atau10 mL darah, dan 130 mL larutan dapar, hasil dibaca setelah 10 menit. Leptotek
Lateral Flow cukup cepat, mendeteksi IgM yang menandakan infeksi baru, relatif mudah,
tidak memerlukan almari pendingin untuk menyimpan reagen, namun memerlukan pipet
semiotomatik, dan pemusing bila memakai serum. Alat ini mempunyai sensitifitas 85,8%
dan spesifitas 93,6%

KLB Leptospirosis ditetapkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut
: a. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu berturut-turut menurut di suatu wilayah desa. b. Peningkatan kejadian
kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu
jam, hari atau minggu di wilayah desa.
Penanggulangan Penyediaan logistik di sarana kesehatan, koordinasi dengan
pemangku kepentingan dan sektor terkait, penemuan dini penderita dan pelayanan
pengobatan yang tepat di puskesmas dan rumah sakit melalui penyuluhan masyarakat
tentang tanda-tanda penyakit, resiko kematian serta tatacara pencarian pertolongan. Upaya
pencegahan terhadap penyakit Leptospirosis dengan cara sebagai berikut :
a. Melakukan kebersihan individu dan sanitasi lingkungan antara lain mencuci kaki,
tangan dan bagian tubuh lainnya setelah bekerja di sawah.
b. Pembersihan tempat penyimpanan air dan kolam renang.
c. Pendidikan kesehatan tentang bahaya, cara penularan penyakit dengan
melindungi pekerja beresiko tinggi dengan penggunaan sepatu bot dan sarung tangan,
vaksinasi terhadap hewan peliharaan dan hewan ternak.
d. Pemeliharaan hewan yang baik untuk menghindari urine hewan-hewan tersebut
terhadap masyarakat.
e. Sanitasi lingkungan dengan membersihkan tempat-tempat habitat sarang tikus.
f. Pemberantasan rodent bila kondisi memungkinkan.

Dikutip dari PEDOMAN PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLB PENYAKIT


MENULAR DAN KERACUNAN PANGAN tahun 2011 hal: 105-110

Anda mungkin juga menyukai