Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Program Keluarga Berencana lebih dari dua dasa warsa terakhir ini

menjadi fokus utama program kependidikan di Indonesia. Program KB dan

Kesehatan Reproduksi dilaksanakan untuk memenuhi hak-hak reproduksi

sehingga keluarga dapat mengatur waktu, jumlah anak, jarak kelahiran anak

secara ideal sesuai dengan keinginan atau tanpa unsur paksaan dari pihak

manapun. Dengan pemenuhan hak-hak reproduksi diharapkan keluarga dapat

memiliki anak yang ideal, kondisi kesehatan seksual dan reproduksi prima dan

dapat menikmati nilai tambah dalam kehidupan sosial dan aktifitas

perekonomiannya. Dampak pemenuhannya hak-hak reprodusi tersebut secara

langsung adalah terwujudnya keluarga kecil sehat dan sejahtera sehingga pada

akhirnya dapat terwujud keluarga yang berkualitas (BKKBN, 2005).

Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan

preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu

diakui demikian. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana

merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian

ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita.

Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya

karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-

metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan


nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau biaya untuk

memperoleh kontrasepsi (Depkes RI, 1998).

KB merupakan program yang berfungsi bagi pasangan untuk menunda

kelahiran anak pertama (post poning), menjarangkan anak (spacing) atau

membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan

medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan (ferundity).

(http:/psikis.bkkbn.go.id/gemapria/articles.php).

Kontrasepsi adalah upaya untuk menghindari atau mencegah terjadinya

kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel

sperma (BKKBN, 1999). Metode kontrasepsi yang tersedia di Indonesia saat

ini meliputi : Metode Amenorhea Laktasi (MAL), Keluarga Berencana

Alamiah (KBA), senggama terputus, metode barrier, kontrasepsi kombinasi,

kontrasepsi progestin, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan

Kontrasepsi Mantap (Kontap). Salah satu kontrasepsi kombinasi dan

kontrasepsi progestin diantaranya adalah kontrasepsi suntik. Dimana cara

kerjanya meliputi : menekan ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga

penetrasi terganggu, perubahan pada endometrium sehingga implantasi

terganggu dan menghambat transportasi gamet oleh tuba kontrasepsi suntik

juga mempunyai keuntungan diantaranya adalah sangat efektif, praktis dan

aman digunakan serta efek sampingnya sedikit (Saifuddin, 2003).

Ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya program KB

diantaranya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu dan faktor pendukung

lainnya, antara lain riwayat kesehatan dahulu, riwayat obstetri, budaya dan

2
kepercayaan, kontra-indikasi dari metode, kenyamanan klien terhadap metode

kontrasepsi yang digunakan dan keinginan untuk mencegah kehamilan. Untuk

mempunyai sikap yang positif tentang KB diperlukan pengetahuan yang baik,

demikian sebaliknya bila pengetahuan kurang maka kepatuhan menjalani

program KB berkurang (Notoatmojo, 2003).

Keseluruhan peserta KB baru selama tahun 2003, penggunaan

kontrasepsi yang tertinggi adalah suntik. Kontrasepsi ini memang cukup

menjadi primadona masyarakat karena selain praktis juga cepat dalam

mendapatkan pelayanan. Dibandingkan dengan pencapaian peserta KB baru

Tahun 2002, kontrasepsi suntik tetap menduduki porsi teratas, sedangkan

kontrasepsi untuk pria yaitu MOP dan Kondom adalah kontrasepsi yang

paling sedikit digunakan. Hal ini disebabkan kebanyakan pria (bapak) masih

beranggapan bahwa urusan KB adalah urusan ibu-ibu. Untuk jenis kontrasepsi

obat vaginal pencapaiannya memang tidak signifikan, karena kontrasepsi ini

tidak masuk dalam kontrasepsi program Keluarga Berencana. (Badan Pusat

Statistik Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003)

Selama 2003, terdapat 802 akseptor KB di Jawa Tengah yang

mengalami kebobolan. Sedikitnya 150 akseptor suntik yang hamil, misalnya

mengaku diakibatkan keterlambatan atau kealpaan melakukan kontrol. Karena

angka kehamilan tak dikehendaki cukup tinggi akibat gagal KB, Perkumpulan

Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menekankan penggunaan intra urine

device (IUD). "Kontrasepsi IUD yang dipasang dalam rahim lebih efektif

menekan tingkat kegagalan, yakni rata-rata 1 di antara 125-170 orang."

3
Dibandingkan dengan alat kontrasepsi hormonal seperti pil, suntik,

susuk yang pemakaiannya masih mendominasi 77,45% dari total 4.460.782

akseptor KB se-Jawa Tengah, IUD memiliki efek samping yang lebih rendah

dan harga lebih terjangkau. Problem hormonal berkait dengan fisik seperti

kegemukan, bercak hitam pada kulit, dan menstruasi tidak teratur. Sementara

itu kontrasepsi non hormonal IUD dapat meminimalkan efek samping tersebut

dan hanya bersifat menghambat pembuahan.

Menurut data yang didapatkan di RB Budi Rahayu Semarang dari

bulan Januari sampai Maret 2009 sejumlah 683 akseptor diperoleh data yang

menggunakan kontrasepsi IUD sebanyak 10 orang (1,46%), suntik 1 bulan

sebanyak 149 orang (21,82%), suntik 3 bulan sebanyak 471 orang (68,96%),

pil sebanyak 43 orang (6,30%) dan kondom sebanyak 10 orang (1,46%).

Berdasarkan data tersebut ternyata akseptor KB suntik merupakan

metode kontrasepsi yang paling diminati oleh para akseptor KB di RB Budi

Rahayu. Sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi.”

B. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah yang

diteliti adalah : “Bagaimana tingkat pengetahuan ibu tentang alat kontrasepsi

di RB Budi Rahayu Tahun 2009.

4
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang alat kontrasepsi di RB

Budi Rahayu.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan karakteristik akseptor KB yang meliputi : umur,

pendidikan, dan jumlah anak.

b. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan akseptor KB.

c. Mendiskripsikan pemilihan alat kontrasepsi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan terhadap pemakaian KB bagi

akseptor KB di RB Budi Rahayu Semarang Tahun 2009.

2. Bagi Instansi Pendidikan

Memberikan input pada institusi sebagai lahan evaluasi pada mahasiswa

dalam menerapkan teori tentang alat kontrasepsi KB khususnya efek

samping obat tersebut.

3. Bagi Masyarakat

Sebagai pengetahuan bagi masyarakat tentang efek samping obat KB

suntik.

5
4. Bagi Profesi

Sebagai masukan bagi bidan untuk meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan khususnya dalam pelayanan Keluarga Berencana.

Anda mungkin juga menyukai