Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau
eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh yang
berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Bila eritemanya antara 50-
90% dinamakan pre-eritroderma.3 Dermatitis eksfoliativa dianggap sinonim dengan
eritroderma.2,4 Bagaimanapun, kedua istilah ini adalah berbeda, karena pada gambaran
klinik dapat menghasilkan penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma
umumnya disebabkan kelainan kulit yang ada sebelumnya (misalnya psoriasis atau
dermatitis atopik), cutaneous T-cell lymphoma (CTCL) atau reaksi obat. Identifikasi
penyakit yang menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit
Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan,
perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik) adalah berupa pelebaran pembuluh
darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi pelebaran
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat sehingga
kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan menggigil. Pada
eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi hipotermia akibat
peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat
menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga
meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan
hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme basal.
Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme basal. 1,6
Reaksi kusta adalah episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta merupakan
cellular response (reaksi kekebalan) atau humoral response (reaksi antigen antibodi) yang
dapat terjadi sebelum pengobatan, selama atau setelah pengobatan.
Komunikasi awal dengan pasien baru yang pertamakali harus memberikan kesan percaya
nyaman dan aman supaya pasien bisa terbuka dan menerima
Pemberian informasi awal berupa diagnosis pasien.
Menyampaikan penyakitnya disampaikan bahwa dari hasil pemeriksaan fisik dan
anamnesis berupa didapatkannya bercak merehanan atao hipo-hiperpigmentasi disertai
hasil dari tes sensibtibilitas di dapatkan anastesi/hipoestesi serta bisa didapatkan
pembesaran saraf perifer merupakan tanda khas pada penyakit ini.. penyakit ini
disebabkan oleh M lepa dimana dapat menyerang kulit dan saraf tepi Pemeriksaaan dapat
di lanjutkan dengan pemeriksaan tes darah yaitu tes ELISA dimana akan melihan antigen
anti body spesifik lepra. Penyakit ini dapat ditularkan melalui droplet maupun kontak
dengan jangka waktu yang lama karena masa inkubasi kuman sangan lama.
Dalam penangananya akan berfokus pada pembasmian kuman dan apabila terjadi reaksi
reversal. Dalam pembasmian kuman akan mendapatkan beberapa jenis obat tergantung
kepada tipe mana pasien. Apabila tipe PB mendapatkan 2 jenis obat apabila tipe MB
mendapatkan 3 jenis obat selama 6 bulan bisa sampai 12bulan tergantung pada perjalanan
penyakit
Fokus pengobatan kedua adalah apabila terjadi reaksi kusta
Reaksi kusta ini bisa timbul atau tidak pada setiap individu sebelum, selama sampai
sesudah pengobatan, tandanya adalah muncul bercak kemerahan atau nodul nodul
kemerahan bisa disertai demam dan tidak dan disertai dengan nyeri nyeri . apabila terjadi
seperti ini membutuhkan pengobatan segera harus segera ke fasilitas kesehatan , apabila
terjadi seperti ini akan diberikan obat tambahan berupa prednoson / metil prednisolone
dan bisa rawat inap juga bila berat.
Pengobatan kusta ini wajib dan harus telaten karena apabila tidak akan terjadi kronisitas,
karena menyerang kulit dan saraf tepi juga kemungkinan paling buruk apabila terjadi
kerusakan sarah adalah akan terjadi kelumpukan sehingga tidak bisa jalan dan bergerak.
Efek lain dari kusta adalah tidak terasa panas / dingin / tusukan maka disarakan untuk
selalu menggunakan alas kaki dan tidak menyentuh bendang yang sekiranya panas atau
erlihat panas.
Uji serologi kusta merupakan uji untuk mendiagnosis adanya infeksi M. leprae yang telah terpapar
dalam tubuh sebelum timbul manifestasi klinis. Uji serologi ini menggunakan spesimen darah untuk
menentukan adanya antibodi spesifik terhadap M. leprae di dalam tubuh. Uji serologi kusta
menggunakan metode Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay (ELISA), komponennya adalah Phenolic
Glicolipid-1 (PGL-1) merupakan antigen yang dapat menimbulkan respons imun antibodi spesifik kusta
dalam tubuh. PGL-1 adalah trisakarida terminal yang menjadi epitop untuk memicu antibodi spesifik
terhadap
M. Leprae.6
Uji serologi kusta dengan metode ELISA menggunakan spesimen serum darah (0,5 ml) dan atau darah
yang dikeringkan pada kertas saring (0,1 ml) lewat tabung kapiler. Nilai ambang untuk menetapkan
terdeteksi adanya seropositif basil M. Leprae dalam tubuh dari hasil uji ELISA adalah ≥ 600 u/ml dengan
serum darah, Sedangkan darah yang dikeringkan pada kertas saring lewat tabung kapiler yaitu ≥ 245
u/ml.
Antibodi IgM muncul 1-2 minggu pasca awitan serangan kuman, dan akan menetap 2-3 bulan atau lebih.
Deteksi nilai IgM spesifik terhadap mikroba dalam serum konsisten dengan infeksi yang sedang atau
baru saja berlangsung pada pejamu/host. Titer IgG akan meningkat 2-3 minggu pasca kontak dengan
antigen atau infeksi kuman, dan akan menetap serta terdeteksi sepanjang hidup. Respon imun adaptif
akan timbul bila terdapat pacuan
lepra.
Kadar IgM dan IgG dapat digunakan dalam mendiagnosis tes ini baiknya di lakukan saat awal sebelum
pengobatan dan pada akhir pengobatan sebagai evaluasi dari terapi,