Anda di halaman 1dari 12

1. Mengapa Sarcoptes Scabei bisa masuk ke dalam stratum corneum ?

Dimulai ketika tungau betina gravid berpindah dari penderita scabies ke orang sehat.
Tungau betina dewasa berjalan di permukaan kulit dengan kecepatan 2,5cm per menit
untuk mencari tempat menggali terowongan. Setelah menemukan lokasi yang sesuai,
tungau menggunakan ambulakral untuk melekatkan diri di permukaan kulit kemudian
membuat lubang di kulit dengan menggigitnya. Selanjutnya tungau masuk ke dalam kulit
dan membuat terowongan sempit dengan permukaan yang sedikit terangkat dari kulit.
Biasanya tungau betina menggali stratum korneum dalam waktu 30 menit setelah kontak
pertama dengan menyekresikan saliva yang dapat melarutkan kulit.

2. Apa fungsi Salep 24?


Komposisi salep ini mengandung Asam salisilat 2% dan Sulfur presipitatum 4%. Sulfur
presipitatum berfungsi sebagai skabisida yaitu dapat membunuh larva,nimfa, dan tungau
skabies tetapi tidak dapat membunuh telur sehingga penggunaannya selama 3 hari
berturut-turut dan dapat diulangi seminggu kemudian. Sedangkan asam salisilat
merupakan golongan obat keratolitik yang berguna untuk mengurangi proliferasi epitel
dan menormalisasi keratinisasi yang terganggu. Asam salisilat juga berfungsi
mempertinggi absorbsi perkutan zat-zat aktif.

3. Mengapa salep harus di oleskan ke seluruh tubuh ?


Salep harus dioleskan ke seluruh tubuh karena agar pengobatan merata ke seluruh tubuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan. Karena kita tidak mengetahui dibagian mana saja
tungau scabies sudah bertelur dan bersarang karena tungau betina bertelur sebanyak 2-3
butir setiap hari. Dan telur tersebut menetas menjadi larva dalam waktu 3-5 hari.
Sehingga pemakaian salep harus dioleskan ke seluruh tubuh.

4. Kegawat daruratan dalam bidang kulit

Pada TEN dan SJS


Pada fase akut (8-12 hari) terjadi demam yang persisten, pengelupasan epidermis, dan
terlibatnya membran mukosa. Komplikasi berupa stomatitis dan mukositis, nyeri pada
saat menelan sehingga pasien beresiko tinggi untuk terjadinya dehidrasi dan malnutrisi.
Konjungtiva biasanya terlibat 1-3 hari sebelum munculnya lesi kulit. Erosi mukosa pipi,
hidung, faring, dan trakeobronkial dapat terjadi. Erosi juga dapat terjadi pada esofagus,
perineum, vagina, uretra serta mukosa usus. Pengelupasan epidermis juga menyebabkan
mudah terjadinya dehidrasi dan infeksi karena barrier tubuh terbuka yang mana infeksi
tersebut dapat menyebabkan sepsis. Sehingga kegawatdaruratan dalan SJS dan TEN
adalah dehidrasi, infeksi dan malnutrisi karena pengelupasan epidermis juga terkena nya
mukosa.
Pada Angioedema
Terjadi Edema pada muka, ekstremitas,mungkin sedikit nyeri tanpa pruritus,bisa terjadi
beberapa hari. Yang dapat melibatkan juga bibir,area periorbital,lidah dan laring.
Angioedema bisa juga pada sistem organ vital contohnya traktus respiratorius. Adanya
angioedema dapat mengakibatkan hilangnya patensi jalan nafas dan malnutrisi juga
dehidrasi karena kesulitan menelan.

Pada Eritroderma
Peningkatan perfusi darah kulit muncul pada eritroderma yang menyebabkan disregulasi
temperatur (menyebabkan kehilangan panas dan hipotermia) dan kegagalan output
jantung. Kadar metabolik basal meningkat sebagai kompensasi dari kehilangan suhu
tubuh. Kekurangan barier pada eritroderma ini menyebabkan peningkatan kehilangan
cairan ekstrarenal. Kehilangan cairan transepidermal sangat tinggi ketika proses
pembentukan sisik (scaling) memuncak dan menurun 5-6 hari sebelum sisik menghancur.
Maka resiko kehilangan cairan tubuh dan elektrolit imbalance.

Pada Reaksi Reversal


Reaksi MH dapat menyebabkan kerusakan saraf sehingga dapat menyebabkan kehilangan
fungsi saraf secara tiba-tiba dan kerusakan permanen saraf tersebut sehingga masuk
dalam kegawatdaruratan.
Pada Pemfigus vulgaris
Pada pemfigus vulgaris bulla yang muncul dapat pecah dan terjadi erosi sehingga
menyebabkan pertahanan tubuh berkurang dan mudah mengalami infeksi. Membran
mukosa juga dapat terkena dan yang paling sering adalah cavum oral sehingga
menyebabkan pasien sering tidak bisa makan atau minum secara adekuat yang
menyebabkan pasien mudah mengalami dehidrasi.

Pada Staphylococcal Scalded Skin Syndrome


Pada Staphylococcal Scalded Skin Syndrome terdapat bula-bula yang muncul sehingga
mudah pecah dan mengelupas dan meninggalkan luka terbuka yang lembab bahkan
seperti terbakar dan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan mudah terkena infeksi.

5. Jenis kortikosteroid apa saja? Sebutkan nama obatnya? Indikasi pemberian apa dan
alasannya apa?

Kortikosteroid pada Dermatovenerologi

Efek Antiinflamasi Kortikosteroid

Kortikosteroid memiliki efek spesifik dan non spesifik yang terkait dengan mekanisme
yang berbeda dari aksi, termasuk anti-inflamasi, imunosupresif ,antiproliferatif, dan efek
vasokonstriksi. Sebagian besar aksi dari kortikosteroid tersebut di mediasi oleh reseptor
intraseluller yang disebut reseptor glukokortikoid. Reseptor dari glukokortikoid a-isoform
terletak di sitosol, mengikat glukokortikoid, trans lokasi ke wilayah DNA nuklir yang
dikenal sebagai elemen responsive kortikosteroid, dimana mampu merangsang dan
menghambat transkripsi yang berdekatan, sehingga mengatur proses inflamasi. Reseptor
glukokortikoif P-isoform tidak mengikat glukokortikoid ,tetapi mampu mengikat
antiglucocrtikoid/senyawa antiprogestin RU-486 untuk mengatur kerja gen 2 glukortikoid
reseptor B dapat menipiskan aktifasi perpindahan mediasi ligan gen hormon-sensitif oleh
isoform da mengkin menjadi penanda penting dari ketidakpekaan steroid

Kortikosteroid di duga memberikan efek anti inflamasi kuat dengan cara menghambat
pelepasan fosfolipase A2, enzim yang bertanggung jawab untuk pembentukan
prostaglandins, leukotriene, dan turunan lainnya dari jalur asam arakidonat.
Kortikosteroid juga menghambat faktor transkripsi, seperti aktifator protein I dan faktor
nuklir k, yang terlibat dalam aktifasi gen proinflamasi. Gen yang diketahui diregulasi
oleh kortikosteroid dan membawa peran dalam resolusi inflamasi termasuk lipocortin dan
protein p11/mengikat calpactin ,baik yang terlibat dalam pelepasan asam arakidonat.
Lipocortin I menghambat fosfolipase A2, mengurangi pelepasan asam dari asam
arakidonat, kortikosteroid juga mengurangi dari pelepasan interleuikin-1 (IL-1α )
pentingnya sitokin proinflamasi, dari keratinosit. Mekanisme lainnya untuk efek anti-
inflamasi kortikosteroid meliputi penghambatan fagositosis dan stabilisasi membran
lisosom sel fagosit

Efektivitas kortikosteroid, sebagian, juga karena sifat imunosupresifnya. Kortikosteroid


menekan produksi dan efek dari faktor humoral yang terlibat dalam respon inflamasi,
menghambat migrasi leukosit ke situs peradangan, dan mengganggu fungsi sel endotel,
granulosit, sel mast, dan fibroblas. 10-12 Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
kortikosteroid dapat menyebabkan penipisan sel mast pada kulit. Percobaan juga
menunjukkan bahwa topical kortikosteroid menyebabkan penghambatan lokal kemotaksis
neutrofil in vitro, dan menurunkan jumlah sel Langerhans Ia + in vivo. Kortikosteroid
mengurangi eosinofilia pada pasien dengan asma. Mereka juga mengurangi proliferasi
sel-T dan menginduksi apoptosis sel-T, sebagian dari penghambatan sel-T yang
merupakan faktor pertumbuhan sel IL-2. Selain itu, beberapa sitokin secara langsung
dipengaruhi oleh kortikosteroid, termasuk IL-1, tumor necrosis factor-α, granulosit-
makrofag colony-stimulating factor, dan IL-8. Efek ini juga mungkin akibat dari aksi
steroid pada sel-sel antigen
Potensi Kortikosteroid

Tabel 1. Perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan


kortikosteroid

Keterangan:
* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.
S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam)
I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam)
L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam)
Macam kortikosteroid dan
Nama penyakit
dosisnya sehari
Dermatitis Prednison 4x5 mg atau 3x10mg
Erupsi alergi obat ringan Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg
SJS berat dan NET Deksametason 6x5 mg
Eritrodermia Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg
Reaksi lepra Prednison 3x10 mg
DLE Prednison 3x10 mg
Pemfigoid bulosa Prednison 40-80 mg
Pemfigus vulgaris Prednison 60-150 mg
Pemfigus foliaseus Prednison 3x20 mg
Pemfigus eritematosa Prednison 3x20 mg
Psoriasis pustulosa Prednison 4x10 mg
Reaksi Jarish-Herxheimer Prednison 20-40 mg

Indikasi Kortikosteroid jangka panjang

1. Eritroderma
Pengobatan sistemik yang paling banyak diberikan pada pasien eritroderma
adalah kortikosteroid sistemik yaitu, berupa deksametason oral sebanyak 67 (80,7%) dan
metilprednisolon oral sebanyak 4 (4,8%). Sesuai kepustakaan kortikosteroid sistemik
berguna untuk reaksi hipersensitivitas obat dan dermatitis eksematosa. Ada hal yang perlu
ditekankan bahwa pada kasus kecurigaan yang kuat untuk psoriatik eritroderma
menghalangi penggunaan kortikosteroid sistemik karena adanya risiko untuk flare
rebound. Pemberian steroid sistemik sebaiknya dalam pengawasan yang ketat, karena
adanya efek dari retensi cairan, kemungkinan timbulnya infeksi sekunder, diabetes, dan
meningkatkan tekanan darah, akan tetapi pada kasus berat dan menetap dapat
dipertimbangkan untuk tetap diberikan
2. Pemfigoid bulosa
Pemberian kortikosteroid yang bersifat immunosupresif akan memberikan efek
mempercepat supresi pembentukan lepuh pada pemfigoid bulosa.
Dosis awal prednison adalah 0,75-1,0 mg/kg/hari atau dengan obat yang setara,
namun banyak kepustakaan yang memberikan rentang dosis prednison yaitu 40-60 mg
per hari. Setelah terlihat adanya perbaikan lesi, dapat dilakukan tappering off. Cara yang
sering digunakan adalah penurunan dosis prednison dilakukan 5 mg per minggu untuk
mencapai dosis 30 mg. Efek samping kortikosteroid sistemik meningkat seiring dengan
peningkatan dosis dan lama waktu penggunaan. Beberapa efek samping yang perlu
diwaspadai adalah diabetes melitus, hipertensi, obesitas, psikosis, gangguan mata, ulkus
peptikum, dan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid sistemik dosis tinggi dan jangka
panjang pada pasien geriatri perlu lebih diperhatikan karena efek samping yang terjadi
dapat lebih berat. Pada pasien ini diberikan ranitidin untuk mencegah tukak lambung
yang sering muncul akibat terapi kortikosteroid. Pemberian antibiotik pada pasien
bertujuan untuk mengatasi infeksi sekunder. Antihistamin yang diberikan pada pasien ini
untuk mengurangi rasa gatal adalah cetirizine.
3. Pemphigus vulgaris
Pemphigus vulgaris yang parah atau berkembang cepat, memerlukan
kortikosteroid dosis tinggi yang cara pemberiannya tergantung pada keparahan penyakit.
Beberapa bukti menyatakan bahwa kortikosteroid dosis tinggi dapat mengendalikan
akantolisis karena memiliki sifat imunosupresif dan efek langsung antiakantolisis pada
keratinosit. Pasien selama 6 hari pertama dirawat dengan kortikosteroid, yaitu
metilprednisolon 2 x 31.25 mg secara intra vena dan dilanjutkan dalam bentuk tablet.
Metilprednisolon dapat menghambat akantolisis pada kulit yang diinduksi oleh IgG. Area
mukosa pasien diberikan obat oles racikan mengandung prednison sehingga daerah erosi
dan ulserasi teratasi.
4. Morbus Hansen
Kortikosteroid (KS) sistemik menjadi terapi pilihan pada reaksi kusta berat.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa pemberian KS bersama dengan multidrug therapy
(MDT) efektif untuk mengontrol reaksi kusta. Berdasarkan pedoman dari Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2006, pengobatan reaksi kusta berat
adalah prednison dengan dosis awal 40 mg per hari selama dua minggu, kemudian
diturunkan sebanyak 5-10 mg setiap dua minggu, sampai mencapai dosis 5 mg per hari,
sehingga waktu penggunaan prednison minimal selama 12 minggu.
Selama pengobatan MDT dapat terjadi reaksi. Manajemen reaksi pada anak tidak
berbeda dengan dewasa dan kortikosteroid merupa- kan pilihan yang aman serta efektif
dengan dosis lebih kecil dari dosis dewasa. Prednisolon direkomendasikan WHO untuk
reaksi ENL dengan dosis awal 0,5-1 mg/KgBB/hari, diberikan sampai tercapai perbaikan
secara klinis kemudian diturunkan bertahap 5-10 mg setiap minggu selama 6-8
minggu.Reaksi dapat berulang saat penurunan dosis kortikosteroid. Meskipun
kortikosteroid cukup aman bagi anak dengan berbagai efek sampingnya namun masalah
steroid dependence perlu diperhatikan. Terapi simtomatis seperti misalnya analgesik atau
antipiretik dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan demam.

6. Kenapa psoriasis diberikan kortikosteroid sembuh di awal lalu semakin lama semakin
lebar?
Karena terjadi rebound fenomen ketika kortikosteroid dilakukan penurunan dosis
atau pemberhentian untuk kortikosteroid sistemik.
7. Bolehkan psoriasis diberikan kortikosteroid?
Psoriasis tidak boleh diberikan korikosteroid secara oral, hal tersebut
berhubungan dengan reborn fenomen dan gejala akan semakin memburuk setelah
penurunan dosis atau pemberhentian kortikosteroid sistemik, hal ini akan mengakibatkan
pustular psoriasis. Pustular psoriasis adalah gambaran seperti pustule berwarna putih
tetapi tidak mengandung pus, dikelililngi warna kemerahan di sekitarnya. Psoriasis dapat
diberikan kortikosteroid tetapi hanya untuk kortikosteroid topikal dan tidak dalam jangka
panjang.
Pada psoriasis terjadi rekasi hipersensitivitas tipe 3 , sedangkan kerja steroid
dikatakan menekan reaksi inflamasi hipersensitivitas tioe 1 dan tipe 4 Dari patofisiologi
psoriasis di kaitkan juga dengan terjadinya psoriasis dikaitkan dengan reaksi sitokine
disini sel yang paling di kaitkan ada influk dan aktivasi Sel T pada epidermal.
Sedangkan golongan kortikosteroid perananan terhadap replikasi sel .terutama terjjadi
pada sel T sehingga influx sel T di epidermal bertambbah dan mengakibatkan pustular
psoriasis.
8. Kenapa pada dermatitis diberikan moisturizer?

Fungsi moisturizer antara lain:


1. Anti-inflamasi
Beberapa komponen pelembab, seperti asam glikorrhetinat, palmitoyl-ethanolamine,
telmesteine, Vitis vinifera, ceramide-barrier yang dapat memperbaiki penghancuran lipid
dan filaggrin yang memiliki sifat antiinflamasi yang cukup besar melalui berbagai
mekanisme, seperti memblokir aktivitas siklooksigenase dan menurunkan pengaturan
sitokin serta produksi prostanoid proinflamasi, memberikan efek menenangkan pada kulit
yang meradang, seperti pada dermatitis.
2. Antipruritic
Pelembab berbasis air memberikan efek pendinginan dari penguapan air pada permukaan
kulit, dan beberapa pelembab terkadang mengandung mentol sebagai aditif, yang
memberikan sensasi pendinginan dan karenanya mengurangi gejala gatal.
3. Antimitotik
Minyak mineral memiliki sifat antimitotik epidermal tingkat rendah dan bermanfaat
terapeutik untuk dermatosis dengan peningkatan aktivitas mitosis epidermal seperti
psoriasis.
4. Penyembuhan luka
Asam hialuronat telah terbukti meningkatkan akselerasi penyembuhan luka.

Sehingga moisturizer meningkatkan perbaikan peerlindungan kulit, menjaga integritas


kulit . Moisturizer meningkatkan hidrasi kulit dan meningkatkan kadar air stratum
korneum dengan secara langsung memberi air ke kulit serta memberi efek oklusi untuk
mengurangi kehilangan air trans-epidermal, menutup celah kulit yang kecil, memberikan
film pelindung yang menenangkan dan melindungi kulit dari gesekan. Penggunaan
moisturizer semakin sering akan memperkuat dan melindungi fungsi perlindungan kulit.
moisturizer kaya lipid sangat disarankan untuk pasien dermatitis kontak. sedangkan pada
pasien dermatitis seboroik, atopik , moisturizer bermanfaat dalam efek anti inflamasi.
9. Mengapa pada orang dengan diabetes mellitus mengalami manifestasi klinis yang
muncul hiperpigmentasi pada kulitnya?

Insulin dapat melewati persimpangan dermoepidermal untuk mencapai keratinosit. Pada


konsentrasi rendah, insulin mengatur metabolisme karbohidrat,lipid, dan protein dan
secara lemah dapat meningkatkan pertumbuhan dengan mengikat reseptor insulin. Tetapi
pada konsentrasi yang lebih tinggi insulin dapat mengerahkan efek yang mempromosikan
pertumbuhan yang lebih kuat melalui pengikatan pada reseptor faktor pertumbuhan
seperti insulin (IGF-1Rs) yang memiliki ukuran dan struktur subunit yang serupa dengan
reseptor insulin tetapi mengikat afinitas lebih besar. Pengikatan ini merangsang
proliferasi keratinosit dan fibroblas sehingga terjadi hiperpigmentasi.
Selain itu hiperglikemia juga menyebabkan non-enzymatic glycosylation (NEG) dari
beberapa struktur protein termasuk kolagen. NEG dalam matriks ekstraseluler dermal dan
epidermal merangsang apoptosis pada fibroblas dan menyebabkan gangguan keratinosit
yang menyebabkan terjadinya hiperpigmentasi. NEG juga merangsang produksi dari
advanced glycation end products (AGEs) dan RAG, yang mana RAGE ini terkonsentrasi
di kulit terutama pada keratinosit, fibroblas dan sel dendritik yang dapat menyebabkan
perubahan aktivitas seluler dan produksi sitokin dan faktor pertumbuhan. Sedangkan
AGEs dalam epidermis dapat menganggu migrasi dan proliferasi keratinosit yang akan
memberikan efek langsung atau tidak langsung pada pigmentasi kulit.

10. Obat-obat apa saja yang menjadi adjuvan untuk menurunkan steroid?
Terapi adjuvan kortikosteroid
A. Azathioprine
Azathioprine dapat menurunkan dosis steroid dan mengurangi efek samping dari steroid.
Pada penelitian yang dilakukan Abered (29 pasien) dengan terapi kombinasi
steroid+azathioprine selama 4-16th, didapatkan 13 pasien (45%) terbebas dari penyakt
dan berhenti mendapatkan terapi selama 132 bulan, 7 pasien (38%) mendapati klinis
mulai membaik akan tetapi titer antibodi masih menurun dan masih mendapatkan terapi
dosis maintenence rendah. Terapi campuran ini efektif dan aman untuk remisi jangka
panjang.
B. Siklosporin
Pada pasien yang mengalami kekambuhan (menggunakan terapi steroid+azathioprine)
diberikan terapi pengganti steroid dan siklosporin dengan dosis 1-3mg/kgbb,
menunjiukkan selama 3,5-5 tahun tidak mengalami kekambuhan. Akan tetapi penelitian
lain menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu signifikan antara penggunaan steroid dan
steroid+siklosporin.
Pada penelitian ini dosis prednisolon yang digunakan 1 mg/kgbb, dilakukan tappering aff
tiap 2 minggu bila didapatkan perubahan sebanyak 80-90%, dosis siklosporin 5mg/kgbb.
Semua pasien mengalami remisi lengkap atau parsial (prednisolon 2,5mg/hari) selama 4-
6 tahun selama pengobatan.
C. Metotrexat
Pada penelitian yang dilakukan 9 pasien yang menggunakan terapi metotrexat dosis
rendah (10-17,5mg/minggu dengan rata-rata 12,2mg/minggu) + prednisolon (3-40mg/hari
dengan rata-arat 20mg/hari) menunjukkan bahwa 6 pasien tidak mengelukhan flare ketika
menghentikan konsumsi steroid selama 6 bulan. Akan tetapi keluhan kembali muncul
ketika pasien berhenti mengkonsumsi selama 23 hari.
D. Agen anti-inflamantori
Dapson menjadi terapi adjuvan yang efektif untuk kortikosteroid, karena memiliki
kemampuan mengurangi pelepasan prostaglandin dan leukotrien, menggangu migrasi
kemotaksis neutrofil, menghambat kepatuhan neutrofil pada membran basal,
menghambat pembentukan radikal toksik dan melindungi sel dari mediasi injury neutrofil
dan eosinofil. Obat tersebut tidak menghentikan proses patogenesis akan tetapi
mengurangi efek anti inflamasi.
Pada peneitian lain, 11 pasien dengan penyakit kulit melepuh karena autoimun
mendapatkan terapi tetrasiklin 2g/hari dan nikotinamid 1,5g/hari, pada 6 pasien 3
diantaranya mengalami remisi lengkap 2 diantaranya mengalami remisi parsial.
E. Mycophenolate Mofetil
Studi baru menunjukkan keuntungan dengan menggunakan obat MMF. Pasien yang
mengalami relaps setelah menggunakan obat steroid+azathioprine, diganti menggunakan
obat MMF 2g/hari selama 12 bulan. Hasil menunjukkan 11 dari 12 pasien tidak
mengalami kekambuhan 2 bulan selama periode lanjutan setelah 12 bulan pengobatan.
Didapatkan 1 pasien mengalami kekambuhan setelah dosis steroid dikurangi.

Anda mungkin juga menyukai