Anda di halaman 1dari 26

Bagian Pediatri Referat

Fakultas Kedokteran Agustus 2019


Universitas Halu Oleo

MALNUTRISI ENERGI PROTEIN

Oleh :
Trianti Para, S.Ked
K1A1 13 096

Pembimbing :
dr. Hasnia Bombang, Sp.A., M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN PEDIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
MALNUTRISI ENERGI PROTEIN
Trianti Para, dr. Hasni Bombang, Sp.A., M.Kes

A. PENDAHULUAN
Malnutrisi Energi Protein (MEP) merupakan salah satu masalah gizi
utama di Indonesia. MEP disebabkan karena defisiensi makronutrien (zat gizi
makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi
makronutrien kepada defisiensi mikronutrien, namun beberapa daerah di
Indonesia prevalensi MEP masih tinggi (>30%) sehingga memerlukan
penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi MEP. Adapun yang
menjadi penyebab langsung terjadinya MEP adalah konsumsi yang kurang
dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, MEP timbul pada anggota
keluarga rumah tangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau
hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari MEP di beberapa daerah di
Jawa pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau HO (Honger
Oedeem).1
Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat ± 1 milyar
penduduk dunia yang kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan
aktivitas fisik dengan baik. Selain itu masih ada ± 0,5 milyar orang
kekurangan protein sehingga tidak dapat melakukan aktivitas minimal dan
pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya proses pertumbuhan badan
secara normal. Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan
merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi memasuki Repelita I
dengan banyaknya kasus HO dan kematian di beberapa daerah. Oleh karena
itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan pertanian untuk mencukupi
kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung pembangunan
nasional kita. Bahkan sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya
ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pendapatan
petani, tetapi secara eksplisit juga untuk meningkatkan keadaan gizi
masyarakat.1

2
B. DEFINISI
MEP adalah keadaan kurang zat gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan gangguan
penyakit tertentu. MEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang
paling berat dan meluas terutama pada balita. 2
C. EPIDEMIOLOGI
Malnutrisi energi protein masih merupakan masalah kesehatan yang
terjadi pada masyarakat di Indonesia. Prevalensi balita gizi kurang atau balita
kurus masih tinggi. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007,
2010, dan 2013 belum menunjukkan perbaikan, bahkan ada sedikit
peningkatan. Provinsi dengan persentase balita gizi buruk tertinggi adalah
Nusa Tenggara Timur (33%). Studi Diet Total (SDT) 2014 menunjukkan
bahwa sebanyak 55,7% balita masih mendapatkan asupan energi kurang dari
Angka Kecukupan Energi (AKE) dan 23,6% balita 80% Angka Kecukupan
Protein (AKP).3
Keadaan gizi balita yang tinggal di pedesaan cenderung lebih buruk
dibanding balita yang tinggal di perkotaan; dan keadaan gizi balita perempuan
relatif lebih baik dibanding balita laki-laki. Pada tingkat makro, besar dan
luasnya masalah MEP sangat erat kaitannya dengan keadaan ekonomi secara
keseluruhan. Peningkatan angka prevalensi MEP pada balita, dari data
Susenas, seiring sejalan dengan menurunnya jumlah penduduk dengan
pendapatan di bawah garis kemiskinan. Dengan perkataan lain, anggota rumah
tangga dari kelompok rawan biologis sekaligus memberikan gambaran
ketersediaan pangan, dan rawan biologis memiliki risiko kurang energi
protein. Pada tingkat mikro (rumah tangga/individu), tingkat kesehatan
terutama penyakit infeksi yang juga menggambarkan keadaan sanitasi
lingkungan merupakan faktor penentu status gizi.1
D. ETIOLOGI
Penyebab MEP terbagi menjadi dua yaitu malnutrisi primer dan
malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi

3
sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat,
menurunnya absorpsi atau peningkatan kehilangan protein maupun energi
dari tubuh. MEP bisa terjadi karena adanya beberapa faktor, antara lain ialah
faktor sosial dan ekonomi seperti kemiskinan dan faktor lingkungan, yaitu
tempat tinggal yang padat dan tidak bersih. Selain itu, pemberiaan Air Susu
Ibu (ASI) dan makanan tambahan yang tidak adekuat juga menjadi
penyebabkan terjadinya masalah MEP.4
Faktor lain penyebab MEP, yaitu faktor pendidikan ibu, pengetahuan ibu,
pengasuhan anak, umur ibu, jumlah anak, pekerjaan, penghasilan,
ketersediaan pangan, lingkungan, dan asupan makanan. Upaya yang dapat
dilakukan salah satunya dengan pemenuhan asupan makanan yang baik dan
tercukupi. Apabila asupan makanan tidak terpenuhi maka dapat menghambat
pertumbuhan Balita yang mengakibatkan gizi kurang. Apabila asupan
makanan pada Balita gizi kurang tidak terpenuhi maka akan berpengaruh
pada proses tumbuh kembangnya, yang diantaranya adalah: pertumbuhan
tubuh balita terhambat, balita lebih sering sakit dan mudah rewel.2
E. KLASIFIKASI
Gizi buruk dikalsifikasikan berdasarkan gambaran klinisnya sebagai
berikut:5
1. Marasmus
Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan
tidak cukup atau hygien jelek. Sinonim marasmus ditetapkan pada pola
penyakit klinis yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi protein
dan kalori. Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan kalori yang
tidak cukup karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang
tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau
karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Gangguan berat
setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.5
Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai
dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan
turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak

4
subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir yang
hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal
sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau
datar dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot
dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat,
dan angka metabolism basal cenderung menurun. Mula-mula bayi
mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang.
Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar
sering, tinja berisi mucus dan sedikit. 5
Ciri dari marasmus menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004)
antara lain:6
 Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
 Perubahan mental, cengeng
 Kulit kering, dingin dan kendur
 Rambut kering, tipis dan mudah rontok
 Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
 Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
 Sering diare atau konstipasi
 Kadang terdapat bradikardi
 Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
 Kadang frekuensi pernafasan menurun
2. Malnutrisi Protein (kwarshiorkor)
Anak harus mengkonsumsi cukup makanan nitrogen untuk
mempertahankan keseimbangan positif (karena sedang dalam masa
pertumbuhan). Walaupun defisiensi kalori dan nutrient lain mempersulit
gambaran klinik dan kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan
karena masukan protein tidak cukup bernilai biologis baik. Dapat juga
karena penyerapan protein terganggu, seperti pada diare kronis, kehilangan
protein abnormal seperti pada proteinuria atau nefrosis, infeksi, perdarahan
atau luka bakar, dan gagal mensistensis protein seperti pada penyakit hati
kronis. 5

5
Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutri
protein berat (MEP berat) dan masukan kalori tidak cukup. Dari
kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan
angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronis, akibat defisiensi
vitamindan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala
tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di
dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum berkembang.
Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi
menghisap, dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5
tahun, biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi
dan berat badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah
sama dengan tinggi dan berat badan anak normal. 5
Ciri dari Kwashiorkor menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004)
antara lain:6
- Perubahan status mental sampai apatis
- Anemia
- Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah tercabut/rontok
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Pembesaran hati
- Perdarahan kulit (dermatosis)
- Atrofi otot
- Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh
tubuh
3. Marasmik kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.
Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari
normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.7

6
Klasifikasi menurut Wellcome pada MEP berat dapat digunakan
sampai usia lebih dari 20 tahun. Klasifikasi menurut Wellcome ini sangat
sederhana karena hanya melihat % BB/U dan ada atau tidaknya edema.
Terdapat kategori kurang gizi ini meliputi anak dengan PEM sedang atau
yang mendekati PEM berat tapi tanpa edema, pada keadaan ini % BB/U
berada diatas 60%.7
Tabel 1. Klasifikasi MEP berat menurut Wellcome7
%BB/U Dengan Edema Tanpa Edema
60-80 Kwarshiorkor Kurang Gizi
<60 Marasmus-Kwarshiorkor Marasmus

Klasifikasi MEP yang banyak digunakan di Amerika Latin dan


tempat lain adalah menurut Gomez7
Tabel 2. Klasifikasi MEP menurut Gomez7
Klasifikasi %BB/U
Normal >90
Grade I (Malnutrisi Ringan 75-89,9
Grade II (Malnutrisi Sedang) 60-74,9
Grade III (Malnutrisi Berat) <60

F. PATOFISIOLOGI
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh
sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang
faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut
menentukan. Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau
anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti
suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok
dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Turgor
atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).7
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting
edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting
edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik
intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma

7
ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada
penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi
natrium. Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada
penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien.
Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena
tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan
waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi.7
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah
kurang kalori protein yang dapat terjadi karena: diet kalori yang tidak cukup,
kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak
terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan
ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya
marasmus.5

8
INTAKE MAKANAN TIDAK ADEKUAT

Stres Katabolik disebabkan Infeksi

Macrophages Tumor Necrosing Factor IL-1

Asam Amino

Protein viseral Reaktan fase akut terstimulasi

Penurunan produksi albumin dan lipoprotein

Defisiensi Protein Makanan Hipoalbumin, Edema, Perlemakan Hati


< - 2 SD
BB/TB

KWASHIORKOR

Defisiensi energi makanan

Adaptasi

Kadar kolestrol ↑ Kadar insulin ↓

Asam amino esensial

Sintesis Protein Viseral

Produksi serum albumin & lipoprotein

Reaktan fase akut

Protein Viseral

Kortisol, insulin & Hormon Pertumbuhan

Gangguan Metabolik

< - 3 SD
BB/TB
MARASMUS MARASMIC KWASHIORKOR
(EDEMA -) (EDEMA +)

Gambar 1. Patomekanisme MEP7

9
G. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:11
1. BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)
2. Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:
BB/TB > -3SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB < -3SD
3. Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa
anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai
jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan
paha (baggy pants); tulang iga terlihat jelas (iga gambang), dengan atau
tanpa adanya edema
4. Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin
anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti
itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan
penyakit lain yang berat.
a) Anamnesis8
- Kebiasaan makan sebelum sakit
- Makan/minum/menyusui pada saat sakit
- Jumlah makanan dan cairan yang didapat beberapa hari terakhir
- Kontak dengan penderita campak atau tuberculosis paru
- Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
- Kejadian dan penyebab kematian dari kakak atau adik
- Berat badan lahir
- Tumbuh kembang. Misalnya duduk, berdiri dll
- Riwayat imunisasi
- Apakah ditimbang setiap bulan di posyandu
- Apakah sudah mendapat imunisasi lengkap
b) Pemeriksaan Fisik8
- Kepala: Rambut berwarna jagung dan mudah tercabut

10
- Gejala pada mata:kelainan pada kornea dan konjungtiva sebagai tanda
kekurangan vitamin A (Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak
Bitot, Ulkus kornea, Keratomalasia)
- Telinga, mulut dan tenggorokan: tanda-tanda infeksi
- Kehausan
- Frekuensi pernapasan dan tipe pernapasan: gejala pneumonia atau
gagal jantung
- Pembesaran hati dan adanya kekuningan (ikterus) pada bagian
konjungtiva
- Adanya perut kembung, suara usus, dan adanya suara seperti
permukaan air (abdominal splash)
- Apakah anak tampak sangat kurus/edema/pembengkakan kedua kaki
- Tanda-tanda terjadinya syok (renjatan): tangan dan kaki dingin nadi
lemah, kesadaran menurun
- Suhu tubuh: hipotermia atau demam
- Status gizi berdasarkan Berat badan dan tinggi badan/panjang badan
- Pucat yang sangat berat yang dapat di nilai dari telapak tangan
- Kulit: tanda infeksi atau purpura
- Tampilan (konsistensi) tinja.

Tabel 3. Penentuan status gizi secara klinis dan antropometri9


KLINIS ANTROPOMETRI
(BB/TB-PB)
Gizi Buruk Tampak sangat kurus dan < -3 SD*
atau edema pada kedua
punggung kaki sampai
seluruh tubuh
Gizi Kurang Tampak kurus -3 SD -- < -2 SD
Gizi Baik Tampak sehat -2 SD – 2 SD
Gizi Lebih Tampak gemuk > 2 SD
*bila terdapat edema berat (seluruh tubuh)

11
Kriteria anak gizi buruk:10
1. Gizi Buruk tanpa komplikasi:
a. BB/TB: < -3 SD dan atau;
b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
2. Gizi Buruk dengan Komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau
lebih dari tanda komplikasi medis berikut:
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran

12
Pemeriksaan Klinis, BB/PB, LiLA di
Poskesdes/Pustu/Polindes/Puskesmas

Anak dengan satu atau lebih Anak dengan satu atau Anak dengan satu atau - Bila LiLA > 11,5 cm < 12,5
tanda berikut : lebih tanda berikut : lebih tanda berikut : cm (untuk anak usia 6-59
bulan)
- Terlihat sangat kurus - Terlihat sangat kurus - Terlihat sangat kurus
(BB/TB < -2 SD s.d -3 SD)
- Edema pada seluruh tubuh - Edema minimal, pada - BB/PB atau BB/TB < -
- Tidak ada edema
- BB/PB atau BB/TB < -3 SD kedua punggung 3 SD
Dan
- LiLA < 11,5 cm (untuk anak tangan/kaki - LiLA < 11,5 cm (untuk
- Nafsu makan baik
usia 6-59 bulan) dan salah - BB/PB atau BB/TB < -3 anak usia 6-59 bulan)
- Klinis baik
satu atau lebih dari tanda- SD dan
tanda komplikasi medis - LiLA < 11,5 cm (untuk - Nafsu makan baik
berikut: anak usia 6-59 bulan) - Tanpa komplikasi
- Anoreksia dan medis
- Pneumonia berat - Nafsu makan baik
- Anemia berat - Tanpa komplikasi
- Dehdrasi berat medis
- Demam sangat tinggi
- Penutunan kesadaran

Gizi buruk Gizi buruk


dengan tanpa
Gizi Kurang
Komplikasi Komplikasi

Rawat Inap di RS/Pusk RI/TFC Rawat jalan PMT Pemulihan

Gambar 2. Alur Pemeriksaan Gizi Buruk9

H. TATALAKSANA

1. Tatalaksana Hipoglikemia11
Semua anak gizi buruk berisiko untuk terjadi hipoglikemia (kadar
gula darah <3 mmol/dl atau < 54 mg/dl), yang sering kali merupakan
penyebab kematian pada 2 hari pertama perawatan. Hipoglikemia dapa

13
terjadi karena infeksi berat atau anak tidak mendapat makanan selama 4-6
jam. Hipoglikemia dan hipotermia sering terjad bersamaan dan biasanya
menjadi pertanda infeksi. Carilah tanda hipoglikemia bila menemukan
tanda hipotermia (suhu aksila <350C).
Pada fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa
kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita
hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan.
a. Tatalaksana
Bila anak sadar dan dapat minum Bila anak tidak sadar
- Bolus 50 ml larutan glukosa 10% - Glukosa 10% iv (5mg/ml),
atau sukrosa 10% (q sendok the diikuti dengan 50 ml glukosa
penuh gula dengan 50 ml air), 10% atau sukrosa lewat pipa
beri peroral maupun dengan pipa NGT. Kemudian pemberian
nasogastrik. Kemudian mulai F75 setiap 2 jam, untuk 2 jam
pemberian F75 setiap 2 jam, pertama beri ¼ dari dosis
untuk 2 jam pertama beri ¼ dari makanan setiap 30 menit.
dosis makanan setiap 30 menit. - Antibiotik spektrum luas
- Antibiotik spectrum luas - Pemberian makan per 2 jam,
- Pemberian makan per 2 jam, siang dan malam
siang dan malam
b. Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula
darah setelah 30 menit.
- Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi
pemberian larutan glukosa atau gula 10%.
- Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin
hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar
gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
c. Pencegahan
- Berikan makanan F-75 setiap 2 jam, mulai secara langsung atau bila
perlu dilakukan rehidrasi dahulu
- Selalu berikan makanan pada malam hari
2. Tatalaksana Hipotermia11
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 36oC.
Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan

14
adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi
selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan
meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat
apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan
pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiapsetengah jam
sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan
selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan
hipothermia. Tidak dibenarkan penghangatan anak dengan menggunakan
botol berisi air panas.
3. Tatalaksana Dehidrasi11
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita MEP
berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah: ada riwayat diare sebelumnya,
anak sangat kehausan, mata cekung, nadi lemah, tangan dan kaki teraba
dingin dan anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tidak mudah menentukan adanya dehidrasi pada anak gizi buruk
karena tanda dan gejala seperi turgor kulit dan mata cekung sering di
dapati pada gizi buruk walaupun tidak dehidrasi. Disisi lain keadaan
dehidrasi walau ringan dapat menimbulkan komplikasi lain (hipoglikemia,
letargi) sehingga memperberat kondisi klinis. Karenanya perlu diantisipasi
terjadinya dehidrasi pada anak gizi buruk dengan riwayat diare atau
muntah dan melakukan tindakan pencegahan.
Tatalaksana:
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap
setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan
tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok
makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk
MEP disebut ReSoMal. ReSoMal diberi secara oral atau melalui NGT,
lakukan lebih lambat dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak
dengan gizi baik. beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama,

15
setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling
dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.
Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan MEP berat/Gizi buruk
dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat
minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer
Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1.
4. Tatalaksana Gangguan Elektrolit11
Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan
magnesium yang mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk
memperbaikinya. Terdapat kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun
kadar natrium serum mungkin rendah. Edema dapat diakibatkan oleh
keadaan ini. Jangan obati edema dengan diuretikum.
Tatalaksana:
- Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan
Magnesium, yang sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang
ditambahkan ke dalam F-75, F-100 atau ReSoMal
- Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
- Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).
5. Tatalaksana Infeksi11
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti
demam, seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang
sering terjadi. Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk
mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani
dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi
berat.
Tatalaksana:
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
- Antibiotik spektrum luas
- Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah
mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah
diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda imunisasi jika anak syok.

16
Pilihan antibiotik spektrum luas
- Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri
Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam )
selama 5 hari
- Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat
letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
 Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari),
dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam
selama 5 hari) ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin
per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total
selama 7 hari, DITAMBAH:
 Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.
Catatan: Jika anak anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin
dosis ke-2 sampai ada diuresis untuk mencegah efek samping/toksik
gentamisin
 Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan
Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.

Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan


dan obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari.
Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis,
malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang
sesuai. Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit
malaria. Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat,
obat anti tuberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat
diduga menderita tuberkulosis. Jika terdapat bukti adanya infestasi cacing,
beri mebendazol (100 mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol (20
mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol. setelah 7 hari perawatan,
walaupun belum terbukti adanya infestasi cacing.

17
6. Memperbaiki defisiensi zat gizi mikro11
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal,
tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai
bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase
rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.
Tatalaksana:
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:
- Multivitamin
- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
- Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase
rehabilitasi)
- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah
diberikan sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini:
Umur Dosis (IU)
<6 bulan 50.000 (1/2 kapsul biru)
6-12 bulan 100.000 (1 kapsul biru)
1-5 tahun 200.000 (1 kapsul merah)
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A sesuai dosis umur pada hari ke 1,2 dan 15.
7. Pemberian makanan awal (initial refeeding)11
Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-
hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh.
Tatalaksana:
Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:
- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas
maupun rendah laktosa
- Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
- Energi: 80-100 kkal/kgBB/hari

18
- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100
ml/kgBB/hari)
- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa
jumlah F-75 yang ditentukan harus dipenuhi
Formula F-75 mengandung 75 kcal/100ml dan 0,9 gram protein/100ml
cukup memenuhi kebutuhan bagi sebagian besar anak. Berikan dengan
menggunakan cangkir atau sendok.
Hari ke Frekuensi Volume/KgBB/Pemberian Volume/KgBB/Hari
1-2 Setiap 2 jam 11 ml 130 ml
3-5 Setiap 3 jam 16 ml 130 ml
6dst Setiap 4 jam 22 ml 130 ml
Perubahan frekuensi makan dari tiap 2 jam menjadi tiap 3 jam dan 4 jam
dilakukan bila anak mampu menghabiskan porsinya. Untuk anank dengan
nafsu makan yang baik dan tanpa edema, jadwal ini dapat diselesaikan
dalam 2-3 hari (contoh: 24 jamuntuk tiap tahap). Gunakan perhitungan
berat badan harian untuk menghitung berapa banyak yang harus diberikan,
karena anak mengalami penurunan berat badan (edema
berkurang/menghilang) atau mengalami peningkatan berat badan pada fase
ini. Jika karena suatu sebab (muntah diare, letargi dll) asupan tidak dapat
mencapai 80 kkal/kgbb/hr (jumlah minimal yang harus dicapai), makanan
harus diberikan melalui NGT untuk mencukupi jumlah asupan. Jangan
melebihi 100kcal/kg/hari pada fase ini.
a. Pemantauan
- Jumlah yang diberikan dan yang dikeluarkan (muntah) tersisa
- Frekuensi muntah
- Berat badan harian (di timbang pada waktu dan kondisi yang sama)
8. Tatalaksana Pemberian makanan tumbuh kejar11
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi. Tanda
yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:
Kembalinya nafsu makan dan edema minimal atau hilang.

19
a. Tatalaksana
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula
tumbuh-kejar (F-100) (fase transisi):
- Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75
selama 2 hari berturutan.
- Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali
pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit.
Biasanya hal ini terjadi ketika pemberian formula mencapai 200
ml/kgBB/hari.
- Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang
dimodifikasi sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding
dengan F-100.
- Setelah transisi bertahap, beri anak:
 Pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai
kemampuan anak)
 Energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
 Protein: 4-6 g/kgBB/hari.
- Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi
pastikan anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI
tidak mengandung cukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar.
Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use therapeutic food = RUTF)
yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92 g dapat
digunakan pada fase rehabilitasi.
b. Pemantauan
Hindari terjadinya gagal jantung. Amati gejala dini gagal jantung
(nadi cepat dan napas cepat). Jika nadi maupun frekuensi napas meningkat
(pernapasan naik 5x/menit dan nadi naik 25x/menit), dan kenaikan ini
menetap selama 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-turut,
maka hal ini merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya).
Lakukan segera:
- kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari selama 24 jam

20
- kemudian, tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:
 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya
 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya
 selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml sebagaimana
dijelaskan sebelumnya.
 atasi penyebab.
c. Penilaian kemajuan
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah
tahap transisi dan mendapat F-100:
- Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
- Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam
gram/kgBB/hari
- Jika kenaikan berat badan:
o kurang (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang
lengkap
o sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi,
atau mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.
o baik (> 10 g/kgBB/hari).
9. Tatalaksana Stimulasi sensorik dan emosional11
Pada MEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental
dan perilaku, karenanya berikan :
- Kasih saying
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain
dsb)
10. Persiapan tindak lanjut dirumah11
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat
dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau
bidan di desa.

21
- Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan
dirumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan
seperti biasa, dan aktifitas bermain.
- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di
Puskesmas
- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh
PMT-Pemulihan selama 90 hari, berat badan anak selalu ditimbang
setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.
- Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrient
yang padat
- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau
100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

Tabel 4. 10 langkah tatalaksana gizi buruk7

No Tindakan Fase Stabilisasi Fase Fase Fase


Pelayanan Transisi Rehabilitasi Tindak
lanjut *)
H 1-2 H 3-7 H 8-14 Minggu ke Minggu
3-6 ke 7-26
1 Mencegah dan
mengatasi
hipoglikemia
2 Mencegah dan
mengatasi
hipotermia
3 Mencegah dan
mengatasi
dehidrasi
4 Memperbaiki
gangguan
keseimbangan
elektrolit
5 Mengobati
infeksi
6 Memperbaiki Tanpa Fe Dengan Fe
zat gizi mikro

22
7 Memberikan
makanan untuk
stabilisasi dan
transisi
8 Memberikan
makanan untuk
tumbuh kejar
9 Memberikan
stimulasi
tumbuh
kembang
10 Mempersiapkan
untuk tindak
lanjut di rumah
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan dirumah, dimana anak secara berkala (1
minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit

I. KOMPLIKASI
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa
karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain
hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia
(kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan
elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow
up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar
ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk
terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap
pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi ”stunting”
(postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun
terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak
tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu
sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak
adalah salah satu aset yang vital bagi anak. 12
Dampak jangka pendek gizi kurang/buruk pada masa batita adalah
gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak, otot, komposisi tubuh dan
metabolic programming glukosa, lemak dan protein. Sedangkan dampak
jangka panjang dapat berupa rendahnya kemampuan nalar, prestasi
pendidikan, kekebalan tubuh, dan produktifitas kerja. Selain itu meningkatkan

23
risiko diabetes, obesitas, penyakit jantung koroner, hipertensi, kanker, stroke
dan penuaan dini 1-3.13
J. PROGNOSIS
Lebih dari 40% anak-anak yang menderita MEP meninggal. Kematian
yang terjadi pada hari pertama pengobatan biasanya disebabkan oleh
gangguan elektrolit, infeksi, suhu tubuh yang sangat rendah dan gagal jantung.
Keadaan yang setengah sadar, ikterus, perdarahan kulit, rendahnya kadar
natrium darah dan diare yang menetap merupakan pertanda buruk.
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi sering
tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi
sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai
dilaksanakan. Penanganan yang cepat dan tepat umumnya dapat memberikan
prognosis yang cukup baik, penanganan pada stadium lanjut walaupun dapat
meningkatkan kesehatan anak secara umum namun adakemungkinannya untuk
memperoleh gangguan fisik permanen dan gangguan intelektual. Sedangkan
bila penanganannya terlambat atau bahkan tidak memperoleh penanganan
sama sekali, maka hal tersebut akan berakibat fatal.
Jika dirawat di rumah sakit, anak dapat dipulangkan bila memenuhi
kriteria pulang sebagai berikut :
1) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
2) BB/PB atau BB/TB > -3 SD
3) Komplikasi sudah teratasi
4) Ibu telah mendapat konseling gizi
5) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-
turut
6) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Aritonang, E. 2004. Kurang Energi Protein (Protein Energy Malnutrition).


Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Besari, D.A. 2014. Determinan Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Kurang Pada Balita Di Desa Branta Pesisir Dan Desa Tlanakan Kecamatan
Tlanakan Kabupaten Pamekasan. ejurnal Boga 3(3): 8-12
3. Anggraeny, O., Dianovita, C., dkk. 2016. Korelasi Pemberian Diet Rendah
Protein Terhadap Status Protein, Imunitas, Hemoglobin, dan Nafsu Makan
Tikus Wistar Jantan (The Correlation of Low Protein Diet Administration on
Status of Protein, Immunity, Hemoglobin, and Appetite of Male Wistar Rats
Rattus norvegicus). Indonesian Journal of Human Nutrition 3(2): 105-122
4. Nadila, F., Anggraini, D.I. 2016. Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe
Marasmus dengan TB Paru. J Medula Unila 6(1): 36-43
5. Behrman., Kliegman., Arvin. 2012. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol
1. Penerbit buku EGC. Jakarta
6. Ikatan Dokter Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis IDAI Edisi I.
7. Israr YA., Christopher AP., Julianty R., tambunan R., Hasriani A. 2009. Gizi
Buruk (severe Malnutrition). Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
8. Kemenkes RI. 2011. Petunjuk teknis tatalaksana Anak gizi buruk Buku II
9. Kemenkes RI 2011. Bagan tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I
10. Kemenkes RI 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk
11. WHO. 2011. Buku saku pelayanan Kesehatan anak di Rumah Sakit
12. Nency Y., 2005. Gizi Buruk, Ancaman generasi yang Hilang. Inovasi vol.
5(17). Semarang
13. Damayanti, R., Lestari E.D., Mexitalia, M., Nasar, S.S. 2011. Buku Ajar
Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik Jilid I. Badan Penerbit IDAI. Jakarta

25
LAMPIRAN

26

Anda mungkin juga menyukai