Anda di halaman 1dari 7

45

BAB IV

PEMBAHASAN

Dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 26 tahun yang dirawat di

bangsal penyakit dalam RSUD Ulin Banjarmasin sejak tanggal 5 Juni 2019

dengan diagnosis HIV. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, hasil

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

HIV/ AIDS telah menjadi masalah darurat global dan jenis kelamin laki-laki

lebih banyak menderita HIV/AIDS dibandingkan perempuan. Di Kawasan Asia,

sebagian besar prevalensi HIV pada masyarakat umum masih rendah yaitu <1%,

kecuali di Thailand dan India Utara. Pada tahun 2012, di Asia Pasifik diperkirakan

terdapat 350.000 orang yang baru terinfeksi HIV dan sekitar 64% dari orang yang

terinfeksi HIV adalah laki-laki. Persentase HIV/AIDS yang dilaporkan

berdasarkan jenis kelamin pada Oktober-Desember tahun 2017 yaitu 38% diderita

perempuan dan 62% diderita laki-laki. Sedangkan persentase AIDS berdasarkan

jenis kelamin yaitu, 36% pada perempuan dan 64% pada laki-laki.3

Dari hasil anamnesis yang telah dilakukan didapatkan keluhan utama

penurunan kesadaran. Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran, pasien

rujukan dokter dari Lembaga Pemasyarakatan Teluk Dalam Banjarmasin.

Sebelum dibawa ke RSUD Ulin Banjarmasin pasien pingsan. Sebelumnya pasien

mengeluhkan BAB cair selama 1-2 bulan SMRS. BAB ± 3 kali sehari dengan sifat

kotoran cair, lender (-), darah (-), berbau amis (-). Pasien juga mengalami

penurunan nafsu makan sejak 1 minggu SMRS. Selain itu pasien juga

mengeluhkan demam sejak 2 bulan SMRS, demam turun naik. Keluhan lain yang
46

dirasakan pasien yaitu mual (+), muntah >3 kali, muntahan berisi cairan, dan nyeri

perut bagian atas (+), nyeri kepala (+). Pasien merupakan tahanan kepolisian

akibat penggunaan narkoba. Pasien belum menikah dan bukan merupakan

homoseksual.

Berdasarkan teori, faktor risiko infeksi HIV yaitu penjaja seks laki-laki

maupun perempuan, pengguna napza suntik, homoseksual maupun transgender,

melakukan hubungan seksual tanpa pelindung dengan PSK, pernah tau sedang

mengidap penyakit infeksi menular seksual, pernah mendapat atau mendonorkan

darah, dan penggunaan suntikan atau tato dengan menggunakan alat non steril.

Dapat disimpulkan bahwa faktor risiko pada pasien ini adalah penggunaan

narkoba.12
Berdasarkan teori, gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV

terdiri dari penilaian umum, pemeriksaan pada kulit, penyakit infeksi, gangguan

pernafasan, dan gejala neurologis. Pada pasien sesuai teori karena pada keadaan

umum ditemukan demam yang berlangsung lebih dari satu bulan, diare yang lebih

dari satu bulan. Dan pada pasien juga ditemukan adanya infeksi jamur yaitu

kandidiasis oral dan ditemukan gejala neurologis yaitu penurunan fungsi kognitif.

Diagnosis HIV ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan anti-HIV (elisa) positif

dengan nilai 440,74 S/CO dengan nilai CD4 13 sel/uL.


Pada pasien direncanakan mulai untuk mulai terapi ARV sesuai panduan

penatalaksanaan HIV/AIDS. ODHA yang akan memulai terapi ARV dengan CD4

di bawah 200 sel/mm3; dianjurkan untuk diberikan kotrimoksasol 2 minggu

sebelum ARV. Hal tersebut berguna untuk mengkaji kepatuhan pasien dalam
47

minum obat dan menyingkirkan efek samping yang tumpang tindih antara

kotrimoksasol dengan obat ARV, mengingat bahwa banyak obat ARV mempunyai

efek samping yang sama dengan efek samping kotrimoksasol.

Pada penurunan kesadaran yang dalam sering kali tidak mudah

membedakan apakah disebabkan oleh infeksi oportunistik otak atau oleh infeksi

sistemik lainnya. Dari puluhan penyebab infeksi otak oportunistik yang mungkin

dijumpai di Indonesia, terdapat tiga mikroorganisme yang sangat sering muncul,

yaitu parasit Toxoplasma gondii, jamur Cryptococcus neoformans dan

Mycobacterium tuberculosis. Infeksi lainnya seperti ensefalitis CMV, ensefalitis

HSV, meningitis bakterialis akut, abses serebri (bakterial) dan berbagai penyebab

lainnya memiliki frekuensi yang lebih jarang, namun perlu dipikirkan sebagai

alternatif diagnosis selain tiga penyebab tersering diatas. Toxoplasma gondii

ditularkan ke manusia melalui tertelannya daging yang tidak dimasak dengan

matang atau dengan tertelannya ookista pada kotoran kucing secara tidak sengaja.

Sebagian besar penyakit pada manusia muncul akibat reaktivasi infeksi laten,

walaupun beberapa kasus terjadi akibat infeksi akut yang didapat saat dewasa.

Pasien yang terinfeksi HIV harus dites antibodi IgG terhadap toksoplasma untuk

mendeteksi adanya infeksi laten. Sebelum memulai terapi toksoplasma sebaiknya

di pastikan tiga hal, yaitu tes HIV positif, ODHA menunjukkan gejala klinis

neurologi yang progresif atau ada tanda klinis lesi fokal atau lesi desak ruang

intrakranial, dan pada pemeriksaan neuroimaging (CT scan/MRI otak) ditemukan

gambaran lesi fokal. Pada pasien ini didapatkan anti HIV positif dan nilai anti

toxoplasma IgG positif dengan nilai 75 IU/ml. Sehingga penurunan kesadaran


48

yang dialami pasien kemungkinan karena toxoplasmosis. Selain itu, pasien ini

juga direncanakan untuk pemeriksaan CT-scan dengan kontras untuk mengetahui

secara jelas penyebab penurunan kesadaran yang dialami pasien, namun karena

keadaan yang menurun pasien belum bisa diperiksa. Pilihan pengobatan

toksoplasmosis otak di Indonesia untuk fase akut adalah kombinasi pirimetamin

dan klindamisin disertai dengan asam folinat diberikan selama 6 minggu. Setelah

pengobatan fase akut berhasil, dianjurkan untuk memberikan terapi rumatan

berupa pirimetamin + klindamisin + asam folinat selama CD4 <200sel/mm3

dengan dosis setengah dari dosis fase akut.15

Pasien juga mengeluhkan diare selama 1-2 bulan SMRS dengan frekuensi ≥

3 kali dalam sehari disertai nyeri perut. Diare kronik pada penderita HIV/AIDS

adalah buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi cair atau encer

dan berlangsung terus menerus selama 4 minggu atau berulang-ulang selama 8

minggu dengan gejala diare paling sedikit 4 minggu dan disertai atau tanpa

tenesmus.16 Pada pasien ini mendapatkan terapi antibiotik dan obat anti diare.

Kandidiasis orofaringeal merupakan IO tersering pada penderita HIV,

mencapai 80-90% kasus pada masa pre-ARV. Sebagian besar kasus disebabkan

oleh Candida albicans dan paling sering didapatkan pada jumlah sel T CD4+

<200 cells/µL. Kandidiasis orofaringeal bermanifestasi sebagai plak atau patch

berwarna putih seperti krim yang dapat dikerok dengan punggung skalpel dan

menampakkan jaringan mukosa berwarna merah cerah di bawahnya. Pada pasien

ditemukan plak berwarna putih di palatum durum dan mukosa gigi. Untuk

tatalaksana kandidiasis diberikan anti jamur sesuai protap. 20,21


49

Pada pasien ini dapat disimpulkan bahwa pasien menderita HIV stadium 4

atau AIDS. Adapun kriteria pada pasien yang mendukung klasifikasi AIDS yaitu

HIV wasting syndrome (penurunan berat badan > 10% dengan wasting yang jelas

atau IMT <18,5) dan toksoplasmosis otak.

Selama dirawat inap pasien mendapatkan terapi O2 3-4 lpm menggunakan

casal kanul (k/p), diet lunak tinggi kalori tinggi protein 1700 kkal dengan tinggi

kalium, IVFD RL: D5%: Aminofluid = 2:1:1 (30 tpm), metoklopramid 3x 10mg

(k/p). Obat peroral terdiri dari Atripla 1x1, lansoprazole 1x30mg, kotrimoxazole

1x960mg, loperamide 3x1 tab (k/p BAB cair), nystatin drop 3x1 ml, curcuma 3x1

tab, KSR 3x600mg, clindamycin 4x600mg, pirenetamin 1x50mg, fluconazole

1x150mg, dan transfusi PRC.

Pada pasien diberikan diet tinggi kalori tinggi protein dan tinggi kalium

guna memperbaiki keadaan nutrisi pasein karena keadaan gizi pasien sekarang

underweight (IMT 18,3 kg/m2) atau pada HIV tergolong HIV wasting syndrome.

Diet tinggi kalium diberikan karena selama menjalani perawatan nilai kalium

pasien rendah (hipokalemi) yaitu 1,9 Meq/L, selain diet tinggi kalim juga pasien

mendapat KSR tab 3x600mg. Adapun terapi supportif lainnya yaitu lansoprazole

dan metoclopramide untuk masalah mual yang dikeluhkan pasien, serta

loperamide guna mengurangi keluhan BAB cair pasien. Pasien juga mendapat

transfusi PRC guna perbaikan anemia (hb 10,1 g/dL).

Untuk terapi HIV pasien mendapatkan atipla 1x1, atripla berisi efavirenz,

emtricitabine, dan tenofovir disoproxil fumarate. Berdasarkan kepustakaan obat

yang digunakan pasien merupakan panduan pilihan lini pertama pada tatalaksana
50

HIV. Selain itu, sebelum memulai terapi ARV pasien diberikan kotrimoxazole

1x960 mg. Untuk ODHA yang akan memulai terapi ARV dalam keadaan jumlah

CD4 di bawah 200 sel/mm3 maka dianjurkan untuk memberikan Kotrimoksasol

(1x960mg sebagai pencegahan IO) 2 minggu sebelum terapi ARV. Hal ini

dimaksudkan untuk mengkaji kepatuhan pasien untuk minum obat dan

menyingkirkan kemungkinan efek samping tumpang tindih antara kotrimoksasol

dan obat ARV, mengingat bahwa banyak obat ARV mempunyai efek samping

yang sama dengan efek samping kotrimoksasol. Selain itu, kotrimoksasol pada

pasien ini juga berguna untuk penatalaksaan diare yang dialami pasien. Adapun

panduan penatalaksanaan HIV untuk pasien dewasa dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Lini pertama pemberian ARV

ARV lini pertama untuk dewasa

Panduan pilihan TDF + 3TC (atau FTC) + EFV dalam bentuk KDT

Panduan alternatif - AZT + 3TC + EFV (atau NVP)


- TDF + 3TC (atau FTC) + NVP

Untuk penatalaksanaan toxoplasmosis fase akut pasien ini mendapatkan

pirimetamin 1x50mg yang diawali dengan loading dose 200mg dan klindamisin

4x600mg selama 6 minggu. Hal ini sesuai dengan teori, setelah pengobatan fase

akut berhasil, dianjurkan untuk memberikan terapi rumatan berupa pirimetamin +

klindamisin + asam folinat selama CD4 <200sel/mm3 dengan dosis setengah dari

dosis fase akut. Selain itu, penatalaksanaan kandidiasis yang didapat pasien yaitu

nystatin drop 3x 1 ml dan fluconazole 1x150mg. Berdasarkan teori untuk terapi

kandidiasis yang didapat pasien kurang sesuai karena terapi yang sesuai adalah

fluconazole kapsul 4x100-400mg/ hari selama 7-14 hari, sedangkan pada pasien
51

ini dosis yang didapat kurang yaitu 1x150mg. Terapi kandidiasis yang sesuai

dengan kepustakaan yang dapat dilihat pada tabel 4.2 15

Tabel 4.2 Rekomendasi terapi kandidiasis

Kandidiasis - Suspensi nystatin kumur 4x 4-6 ml PO selama 7-14 hari


- Flukonazole kapsul 4x 100-400mg/hari PO selama 7-14
oral
- Itrakonazole 4x200mg/ hari PO selama 7-14
Kandidiasus - Flukonazole 4x 200mg/ hari PO atau IV selama 14-21 hari
- Itrakonazole 2x 200mg/ hari PO selama 14-21 hari
esofagus
- Amfoterisin B IV 0,6-1 mg/kg/hari selama 14-21 hari

Anda mungkin juga menyukai

  • Bahan Tutor 1 PDF
    Bahan Tutor 1 PDF
    Dokumen10 halaman
    Bahan Tutor 1 PDF
    Prayana Banjarnahor
    Belum ada peringkat
  • BAB II Revisi Fix
    BAB II Revisi Fix
    Dokumen50 halaman
    BAB II Revisi Fix
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • BAB II Revisi
    BAB II Revisi
    Dokumen52 halaman
    BAB II Revisi
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • FILE KTI Lengkap Dilla PDF
    FILE KTI Lengkap Dilla PDF
    Dokumen89 halaman
    FILE KTI Lengkap Dilla PDF
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen3 halaman
    Bab 1
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Lembar Visite Coass
    Lembar Visite Coass
    Dokumen3 halaman
    Lembar Visite Coass
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Anastes
    Laporan Kasus Anastes
    Dokumen9 halaman
    Laporan Kasus Anastes
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Slide
    Slide
    Dokumen18 halaman
    Slide
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Reading Zaini
    Jurnal Reading Zaini
    Dokumen8 halaman
    Jurnal Reading Zaini
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Reading Zaini
    Jurnal Reading Zaini
    Dokumen8 halaman
    Jurnal Reading Zaini
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • SLIDE Insyaallah
    SLIDE Insyaallah
    Dokumen30 halaman
    SLIDE Insyaallah
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Dokumen19 halaman
    BAB II Fix
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Lembar Visite Coass
    Lembar Visite Coass
    Dokumen3 halaman
    Lembar Visite Coass
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Bab II Anfis
    Bab II Anfis
    Dokumen16 halaman
    Bab II Anfis
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Asessment Urologi
    Asessment Urologi
    Dokumen21 halaman
    Asessment Urologi
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Lampiran 10 Foto
    Lampiran 10 Foto
    Dokumen4 halaman
    Lampiran 10 Foto
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen31 halaman
    Bab Ii
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • BAB II Keni
    BAB II Keni
    Dokumen24 halaman
    BAB II Keni
    putri
    Belum ada peringkat
  • Anfis TLG
    Anfis TLG
    Dokumen16 halaman
    Anfis TLG
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Aborsi
    Aborsi
    Dokumen7 halaman
    Aborsi
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Gabungan Referat
    Gabungan Referat
    Dokumen21 halaman
    Gabungan Referat
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • BAB II Keni
    BAB II Keni
    Dokumen24 halaman
    BAB II Keni
    putri
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi Dalam Kehamilan
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    Dokumen8 halaman
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    I Putu Sakamekya Sujaya
    Belum ada peringkat
  • Euthanasia
    Euthanasia
    Dokumen5 halaman
    Euthanasia
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • 1 Cover
    1 Cover
    Dokumen1 halaman
    1 Cover
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Sungsang + KPD
    Lapsus Sungsang + KPD
    Dokumen43 halaman
    Lapsus Sungsang + KPD
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat
  • SLIDE Insyaallah
    SLIDE Insyaallah
    Dokumen30 halaman
    SLIDE Insyaallah
    jhnaidilla
    Belum ada peringkat