Anda di halaman 1dari 20

REFLEKSI KASUS JUNI 2019

Puskesmas Singgani

Tuberculosis Paru

Disusun Oleh:
INDDI NURSYAFITRI HAMSARI
N 111 17 072

PEMBIMBING
dr. Miranti, M.Kes
dr. Nur Ainun

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat. TB adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama
Mycobacterium tuberculosis dan ditularkan melalui perantara droplet udara.1,2
Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
PadaTahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena
pada sebagian besar negara di dunia. Penyakit TB tidak terkendali, ini disebabkan
banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita
menular/BTA (+). Jumlah penderita TB diperkirakan akan meningkat seiring
dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia.3
Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2012, mendeskripsikan
bahwa untuk wilayah regional Asia Tenggara merupakan regional dengan kasus
TB paru tertinggi yaitu sebesar 40%, diikuti regional Afrika 26%, Pasifik Barat
19%, dan terendah pada regional Eropa 3%. Pada regional Asia Tenggara, negara
tertinggi prevalensi TB Paru adalah Myanmar yaitu 525 per 100.000 penduduk,
diikuti Bangladesh sebesar 411 per 100.000 penduduk, dan Indonesia menempati
urutan ke lima yaitu dengan prevalensi sebesar 289 per 100.000 penduduk.4
Laporan Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2010, memberikan
gambaran bahwa terdapat (5) lima provinsi yang memiliki angka prevalensi
tertinggi adalah (1) Papua 1.441 per 100.000 peduduk, (2) Banten 1.282 per
100.000 penduduk), (3) Sulawesi Utara 1.221 per 100.000 penduduk, (4)
Gorontalo 1.200 per 100.000 penduduk, dan (5) DKI Jakarta 1.032 per 100.000
penduduk. Berdasarkan komposisi penduduk, diketahui prevalensi TB paru paling
banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki 819 per 100.000 penduduk,
penduduk yang bertempat tinggal di desa 750 per 100.000 penduduk, kelompok
pendidikan yang tidak sekolah 1.041 per 100.000 penduduk),
petani/nelayan/buruh 858 per 100.000 penduduk dan pada penduduk dengan
tingkat pengeluaran kuintil 4 sebesar 607 per 100.000 penduduk.5
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, (2012), diketahui peningkatan angka
penjaringan suspek mempunyai range 8-123 per 100.000 penduduk. Provinsi
dengan peningkatan angka penjaringan suspek tertinggi adalah Provinsi Maluku
(123 per 100.000 penduduk) dan Provinsi Sumatera Utara (8 per 100.000
penduduk).1
Di Sulawesi Tengah sendiri berdasarkan jumlah penduduk diperkirakan kasus
TB BTA positif dimasyarakat pada tahun 2011 sekitar 4.856 orang. Pada tahun
2011 ditemukan 2.807 kasus yang menandakan CDR hanya 57,80%. Angka CDR
Propinsi masih dibawah 70%. Berbagai upaya-upaya yang dilakukan, salah
satunya promosi secara aktif, pendekatan pelayanan terhadap pelayanan kesehatan
yaitu memaksimalkan Puskesmas Pembantu dan Bidan Desa untuk mendekatkan
pelayanan TB di masyarakat terpencil.2
Pada tahun 2016 di wilayah kerja Puskesmas Singgani jumlah kasus baru
mencapai 47 kasus, kemudian mengalami penurunan dibandingkan tahun 2017
yaitu 44 kasus. Meskipun begitu, hal ini masi menjadi masalah kesehatan
khususnya di wilayah kerja Puskesmas Singgani.

1.1.Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan refleksi kasus ini meliputi :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
2. Sebagai gambaran penyebaran penyakit dan beberapa faktor resiko
penyebarannya TB di wilayah kerja Puskesmas singgani
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH

2.1 Menentukan Prioritas Masalah Menggunakan Rumus Hanlon Kuantitatif

NO MASALAAH BESAR KEGAWAT KEMUNGKINAN NILAI


KESEHATAN MASALAH DARURATAN DIATASI
1 Pencahayaan 3 2 3 8
2 Merokok/terpapar 4 3 4 11
asap rokok
3 Kepadatan 4 2 3 9
huniaan rumah
4 Pengetahuan 4 4 4 12
yang kurang
tentang TB
5 Lingkungan yang 2 2 2 6
berdebu
Dilihat dari table diatas masalah yang menjadi prioritas pada keluarga ini
adalah, Pengetahuan yang kurang tentang TB, Merokok/terpapar asap rokok,
Pencahayaan
KRITERIA A : Besar masalah, dapat dilihat dari besarnya insidensi atau
prevalensi. Skor 1-10
Masalah Besarmasalah
Nilai
Kesehatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
X V 8
(Pengetahuan
yang kurang
tentang TB)
Y V 7
(Merokok/terpa
par asap rokok)
Z V 6
(Kepadatan
hunian rumah)

KRITERIA B : Kegawatan masalah (SKOR 1-5)


Biaya yang
Masalah Kesehatan Keganasan Tingkat urgency Niilai
dikeluarkan
X 3 3 2 8
Y 3 3 2 8
Z 2 2 3 7
KRITERIA C :kemudahan dalam penanggulangan
Sangat sulit Z XY sangat mudah
1 2 3 4 5

KRITERIA D : PEARL factor


Masalah Hasil
P E A R L
Kesehatan perkalian
X 1 1 1 1 1 1
Y 1 1 1 1 1 1
Z 1 1 1 1 1 1

PENETAPAN NILAI
 Pengetahuan yang kurang tentang TB
NPD : (A+B) C = (8+8) 3= 16x3 = 48
NPT : (A+B) CxD = (8+8) 3x1 = 16x3 = 48
 Merokok/terpapar asap rokok
NPD : (A+B) C = (7+8) 3 = 15 x3 = 45
NPT : (A+B) CxD = (7+8) 3x1 = 15 x3 =45
 Pencahayaan
NPD : (A+B) C = (6+7) 2 = 13x2 =26
NPT : (A+B) CxD = (6+7) 2x1 = 13x2 =26

KESIMPULAN
Masalah D
A B C NPD NPT Prioritas
kesehatan (PEARL)
Pengetahuan yang 8 8 3 48 1 48 1
kurang tentang TB
Merokok/Terpapar 7 8 3 45 1 45 2
asap rokok
Kepadatan hunian 6 6 2 26 1 26 3
rumah
2.2 Kasus
A. IDENTITAS
Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempun
Umur : 60 tahun
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 13 Juni 2019
Alamat : Jl. Tanjung 1
Pekerjaan : IRT

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Batuk

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke Puskesmas singgani dengan keluhan batuk sejak ± 3
bulan yang lalu. Batuk berlendir warna putih keruh, tidak disertai dengan
darah. Batuk dialami hamper setiap saat. Pasien kadang mengalami sesak
napas, hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan terkadang nyeri dada. Pasien
juga sering demam ± 2 bulan terakhir biasanya di sore hari dan merasakan
dingin pada malam hari. Pasien juga sering mengalami berkeringat pada
malam hari, nafsu makan menurun, dan adanya penurunan berat badan
drastis dalam 2 bulan, BB turun dari sebelumnya 50 kg dan sekarang 41 kg.
Pasien juga merasakan mual terutama setelah pasien batuk. Buang air kecil
lancar, berwarna kuning, dan tidak terasa nyeri saat berkemih. Buang air
besar konsistensi biasa dan lancar, tidak berlendir, dan tidak bercampur
darah.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Hipertensi (-), Diabetes mellitus (+), Penyakit jantung (-), Penyakit
lainnya (-), belum pernah berobat sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga:


Pasien tinggal ber 8 dirumahnya bersama 2 anak perempuan pasien,
2 menantunya dan 3 cucu pasien. Kurang lebih 1 tahun yang lalu adik
pasien yang tinggal bersama pasien memiliki riwayat TB tetapi pasien tidak
mengetahui obat TB yang diminum oleh adik pasien tuntas atau tidak

Riwayat sosial-ekonomi:
Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah, Sehari-harinya
pasien masih bekerja pekerjaan rumah tangga tetapi sejak muncul keluhan
pasien mengurangi waktu bekerjanya. Pasien sering terpapar aspa rokok di
linkungan rumah akibat menantunya yang sebagai perokok aktif.
Rumah pasien ditinggali 8 orang penghuni, terdiri dari 3 kamar tidur,
1 ruang tamu, 1 ruang dapur yang di dalamnya juga terdapat tempat makan,
dan 1 kamar mandi. Dimana rumah ini sebagian berdinding semen, beratap
seng, dan berlantai tegel, memiliki pencahayaan dan ventilasi yang kurang
di ruang tengah, kamar pasien dan kamar anak pasien.
Di halaman samping rumah pasien memiliki kandang ayam yang
lumayan besar bersebelahan langsung dengan tembok kamar pasien
sehingga tempat ini terlihat kotor dan berbau.
Sumber makanan berasal dari bahan makanan yang dibeli di pasar.
Sebelum mengolah makanan, tangan dan bahan makanan di cuci terlebih
dahulu. Makanan dimasak menggunakan kompor gas.
Anamnesis makanan:
Pasien makan 3 kali sehari. Terkadang juga makan buah-buahan.
Porsi sekali makan pasien, yaitu sepiring nasi berisi 1-2 sendok nasi, lauk
yang dikonsumsi berupa ikan, tahu atau tempe yang di goreng. Sayuran
yang biasanya dikonsumsi oleh pasien, yaitu kangkung, daun singkong,
sayur soup dll. Tetapi kurang lebih 2 bulan terakhir ini pasien merasakan
nafsu makan yang kurang

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Berat badan : 41 kg
Panjang badan : 145 cm
IMT : 23.1 kg/m2 (gizi baik)

Tanda Vital:
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Denyut Nadi : 84 kali/menit
Respirasi : 22 kali/menit
Suhu : 36,7°C

Kulit:
Ruam : -
Turgor : Kembali kurang dari 2 detik

Kepala:
Bentuk : Normocephale
Ubun-ubun : Menutup
Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, mata cekung -/-
Hidung : Rhinorrhea -/-
Mulut : Mulut tidak kering, tonsil sulit dinilai, faring hiperemis –
Telinga : Otorrhea -/-

Leher:
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Paru-paru:
Inspeksi = Pengembangan paru simetris bilateral, retraksi -/-
Palpasi = Vocal fremitus kedua lapang paru ↓
Perkusi = Pekak apeks ke dua paru (+)
Auskultasi = Bronchial +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/-

Jantung:
Inspeksi = Ictus cordis tampak
Palpasi = Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavikula sinistra
Perkusi = Pekak
Auskultasi = Bunyi jantung I/II murni regular

Abdomen:
Inspeksi = Kesan datar
Auskultasi = Peristaltik kesan normal
Perkusi = Timpani
Palpasi = Nyeri tekan (-), massa (-)

Anggota gerak:
Ekstremitas atas = Akral hangat tanpa edema
Ekstremitas bawah = Akral hangat tanpa edema
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Sputum GeneXpert Rif Sen : MTB detected Rif Resistance not
detected(+)

E. RESUME
Pasien datang ke Puskesmas singgani dengan keluhan batuk sejak ± 3
bulan yang lalu. Batuk berlendir warna putih keruh, tidak disertai dengan
darah. Batuk dialami hamper setiap saat. Pasien kadang mengalami sesak
napas, hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan terkadang nyeri dada. Pasien
juga sering demam ± 2 bulan terakhir biasanya di sore hari dan merasakan
dingin pada malam hari. Pasien juga sering mengalami berkeringat pada
malam hari, nafsu makan menurun, dan adanya penurunan berat badan
drastis dalam 2 bulan, BB turun dari sebelumnya 50 kg dan sekarang 41 kg.
Pasien juga merasakan mual terutama setelah pasien batuk. Buang air kecil
lancar, berwarna kuning, dan tidak terasa nyeri saat berkemih. Buang air
besar konsistensi biasa dan lancar, tidak berlendir, dan tidak bercampur
darah.
Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital : tekanan darah 130/90
mmHg, nadi 84 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu 36,7°C.
Pemeriksaan fisik : keadaan umum sakit sedang, kesadaran komposmentis,
turgor baik, mata tidak cekung, mulut tidak kering, pada pemeriksaan paru
kesan pengembangan paru simetris bilateral, vokal fremitus kedua paru ↓,
perkusi pekak pada kedua apeks paru, dan auskultasi rhonki +/+. Pada
pemeriksaan Penunjang didapat BTA positif.

F. DIAGNOSIS
TB paru

G. ANJURAN PEMERIKSAAN
Foto Rontgen Thorax
H. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :
 Menjelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala pada penyakit TB dan
cara penularannya.
 Menganjurkan pasien agar istirahat yang cukup.
 Menganjurkan pasien agar mengkonsumsi makanan yang sehat dan
bergizi.
 Menganjurkan pasien untuk menggunakan masker dan membuang dahak
pada wadah tertutup.
 Menjelaskan kepada pasien agar tekun minum obat serta rutin
memeriksakan dirinya sampai dinyatakan sembuh untuk evaluasi
perkembangan penyakit TB di Psukesmas meskipun pasien sudah merasa
sehat sebelum dinyatakan sembuh
 Menganjurkan pasien agar jika batuk, usahakan agar menutup mulut
menggunakan tissue, sapu tangan, atau menutup mulut dengan lengan
atas bagian dalam.
 Menganjurkan pasien agar setiap pagi membuka jendela dan pintu rumah.
Medikamentosa :
 Diberikan OAT KDT kategori 1 dengan berat badan 41 kg, yaitu sebagai
berikut :
 Tahap intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) selama 56 hari
pertama diberikan 3 tablet 4KDT.
 Tahap lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) yaitu 3 tablet 2KDT
BAB III
PEMBAHASAN

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena ketidakseimbangan faktor-faktor


utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup
sehat yang diperkenalkan oleh H.L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik/biologis, faktor perilaku individu atau masyarakat, faktor lingkungan dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Berdasarkan kasus di
atas, jika dilihat dari segi konsep kesehatan masyarakat, maka ada beberapa yang
menjadi faktor risiko yang mempengaruhi derajat kesehatan TB Paru, yaitu:
1. Faktor genetik
Berdasarkan teori TB bukanlah penyakit keturunan, karena TB
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman mycobacterium
tuberculosis.
Pada kasus ini tidak ada hubungan dengan keturunan/genetik, tetapi
terjadi pada seorang wanita 60 tahun. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori,
protein, vitamin, dan zat besi akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
1
sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru.

2. Faktor perilaku
Perilaku dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Pengetahuan penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya, dan
cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang
sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
Sebelum pasien menderita penyakit TB paru ini, pasien masih memiliki
pengetahuan yang kurang tentang penyakit ini. Yang pasien ketahui penyakit ini
hanya berupa batuk-batuk yang lama. Pengetahuan yang rendah ini
mempengaruhi tindakan yang menjadi kurang tepat, seperti pada lingkungan
rumahnya pasien masih jarang memakai masker.
a. Pengetahuan yang kurang tentang TB
Pasien dan keluarga sebelumnya tidak mengetahui tentang TB,
pengertian, faktor resiko, penularan, akibat dan sebagainya. Pengetahuan yang
rendah ini mempengaruhi tindakan yang menjadi kurang tepat. Pasien
mengaku tidak segera memeriksakan diri ketika sudah ada gejala sakit yang
mengarah ke TB. Selain itu walaupun adik sudah pernah terdiagnosis TB
pasien masih belum memahami bahaya dari TB, serta bagaimana
penularannya.
b. Kurangnya kesadaran masyarakat sekitar mengenai etika batuk
Pasien dan keluarga yang belum mengaplikasikan bagaimana tatacara
beretika batuk dengan benar.

3. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pasien terkena tuberkulosis, yaitu
ada tidaknya sinar matahari, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah, dan
kepadatan rumah. Hal ini sesuai dengan teori. Lingkungan memegang peranan
yang sangat penting dalam terjadinya sebuah penyakit, apalagi penyakit tersebut
adalah penyakit berbasis lingkungan. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan
mudahnya terjadi infeksi apabila tidak ada keseimbangan dalam lingkungan.
Dalam kasus ini lingkungan tempat tinggal mendukung terjadinya penyakit
tuberkulosis yang di alami pasien. Lingkungan rumah merupakan salah satu
faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya.
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran
kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1-2 jam bahkan
sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya
sinar matahari, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah, dan kepadatan
rumah.
 Pencahayaan Rumah
Keadaan rumah pasien pada kasus ini memiliki pencahayaan yang
kurang karena jarang membuka tirai jendela dan ventilasi yang cukup serta
kurangnya jendela di kamar. Semua ruangan berdinding tembok, beratap seng,
dan berlantai tegel. Ruangan kamar tidak memiliki ventilasi dan jendela,
sehingga cahaya dan udara yang masuk tidak maksimal. tetapi pada ruang
tamunya memiliki jendela yang memiliki kaca dan ventilasi , namun jendela
dan horden jendela pasien jarang untuk dibuka, sehingga cahaya dan udara
yang masuk tidak maksimal. Hal ini menyebabkan mikroorganisme dapat
berkembang dengan pesat, termasuk kuman dan bakteri penyebab
tuberkulosis. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi
udara di atur maka resiko pertumbuhan bakteri akan berkurang dan penularan
antar penghuni akan sangat minimal.
 Kepadatan Hunian Rumah
Rumah tempat tinggal pasien dalam kasus ini memiliki jarak dekat
dengan rumah tetangga-tetangga di samping dan depannya. Luas lantai
bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas
lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab
disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain.
 Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi
setiap individu. Bila seseorang bekerja di lingkungan yang berdebu dengan
paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya
gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat
meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran
pernafasan dan umumnya tuberkulosis paru. Pasien dalam kasus ini bekerja
sebagai pemulung. Pada lingkungan rumah juga terdapat banyak debu
sehingga pada saat siang dan sore hari ketika berangin sangat berdebu.
Lingkungan seperti ini dapat menjadi faktor resiko terjadinya infeksi saluran
pernapasan seperti TB paru.

4. Faktor pelayanan kesehatan


Faktor pelayanan kesehatan yang dapat diambil dari kasus ini adalah
masih kurangnya promosi kesehatan terkait TB paru pada masyarakat. Kemudian
belum optimalnya peran puskesmas dalam menjaring pasien yang suspek TB paru
untuk diperiksakan lebih lanjut. Biasanya kasus didapatkan secara pasif yaitu
lebih sering melalui Polik Dewasa dan Lansia.
Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif intensif di fasilitas kesehatan
dengan jejaring layanan TB melalui Public-Private Mix (PPM), dan kolaborasi
berupa kegiatan TB-HIV, TB-DM (Diabetes Mellitus), TB-Gizi, Pendekatan
Praktis Kesehatan paru (PAL = Practical Approach to Lung health),
ManajemenTerpadu Balita Sakit (MTBS), Manajemen Terpadu Dewasa Sakit
(MTDS)
Penemuan pasien TB secara aktif dan/atau masif berbasis keluarga dan
masyarakat, dapat dibantu oleh kader dari posyandu, pos TB desa, tokoh
masyarakat, dan tokoh agama. Kegiatan ini dapat berupa:
a. Investigasi kontak pada paling sedikit 10 - 15 orang kontak erat dengan pasien
TB.
b. Penemuan di tempat khusus: Lapas/Rutan, tempat kerja, asrama, pondok
pesantren, sekolah, panti jompo.
c. Penemuan di populasi berisiko: tempat penampungan pengungsi, daerah
kumuh
Pada kasus ini, Pasien datang sendiri ke puskesmas dengan keluhan batuk
berdahak yang sudah dialaminya selama 3 bulan. Pasien baru dating setelah 3
bulan dikarenakan promosi kesehatan tentang TB yang kurang sehingga
kurangnya pengetahuannya tentang penyakit TB, akan gejala nya dan masih
kurang mengetahui mengenai penularannya. Selain itu penyuluhan pada pasien
dan keluarga pasien tentang bahaya penularan TB pun masih kurang, melihat
pasien belum mengetahui tentang metode batuk yang benar, dan penularan yang
mungkin di alaminya dari kakaknya yang sebelumnya sudah terdiagnosis TB.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Pada penderita TB paru aktif yang baru, diberikan pengobatan OAT kategori I
berdasarkan berat badan.
2. Faktor utama yang menjadi salah satu penyebab TB paru pada kasus ini
adalah kesehatan lingkungan, perilaku, dan layanan kesehatan.

B. SARAN
Upaya pencegahan (preventif) terhadap penyakit TB paru dapat
dilaksanakan dengan mengaplikasikan lima tingkat pencegahan penyakit (five
level prevention), sebagai berikut :
1. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan dalam mencegah terjadinya tuberkulosis dapat
dilakukan dengan cara :
a. Meningkatkan penyuluhan mengenai penyebaran tuberkulosis.
b. Meningkatkan penyuluhan tentang edukasi secara keseluruhan tentang TB
di masyarakat secara umum dan di keluarga pasien secara khusus.
2. Perlindungan khusus
Perlindungan khusus dalam mencegah terjadinya tuberkulosis adalah :
a. Perbaikan status gizi pasien dan keluarga
b. Perbaikan ventilasi rumah dan pencahayaan di rumah pasien.
c. Pemakaian masker minimal 3 lapis, dalam lingkungan rumah terlebih lagi
di lingkungan tempat kerja.
d. Perbaikan perilaku pasien serta keluarga.
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera
Diagnosis dini dan pengobatan segera dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit yang lebih berat. Upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Mencari kasus sedini mungkin.
b. Penatalaksanaan yang tepat.
4. Pembatasan Cacat
Pembatasan cacat merupakan pencegahan untuk terjadinya kecatatan
atau kematian akibat tuberkulosis. Adapun upaya yang dapat dilakukan, yaitu
:
a. Melakukan pengobatan dan perawatan sesuai pedoman sehingga penderita
sembuh dan tidak terjadi komplikasi.
b. Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan sebagai penunjang untuk
memungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif dan
sembuh.
5. Rehabilitasi
Rehabilitasi dalam mencegah tuberkulosis dapat dilakukan dengan cara :
a. Rehabilitasi medik apabila terdapat gangguan kesehatan fisik
b. Pemberantasan, seperti :
 Penyuluhan kesehatan,
 Pengobatan dan perawatan kasus dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. 2014. Global tuberculosis Report. Geneva : World


Health Organization.
2. World Health Organization. 2010. Multidrug and extensively drug-resistant TB
(M/XDR-TB). Global report on surveillance and response. Geneva: WHO.
3. Kemenkes. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan No. 364 Tentang Pedoman
Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.
4. Kemenkes. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.
Jakarta
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
6. Kemenkes. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai