Anda di halaman 1dari 172

INTERNA

ALERGI IMUNOLOGI

Alergi Obat
- Reaksi simpang obat yang tidak diinginkan akibat interaksi agen farmakologi dan sistem
imun manusia.

- Reaksi Immunologi (Gell & Coombs) :


- Hipersensitivitas Tipe 1 (IgE)
- Hipersensitivitas Tipe 2 (Sitotoksik)
- Hipersensitivitas Tipe 3 (Kompleks Imun)
- Hipersensitivitas Tipe 4 (Imun Selular)

- Biasa terjadi setelah 30 menit sampai beberapa minggu

S O P
Manifestasi : Pemfis : Non Farmakologis :
- Ruam maculopapular - Sesak, - Stop Obat yang dicurigai
dikulit - Hipotensi,
- Paru, ginjal, darah - Limfadenopati Farmakologis :
- Ronchi, Wheezing - Reaksi ringan, stop obat
- Riw. Penggunaan obat- - Angioedema, eritema
obatan (biasa antibiotic (multiforme), - Reaksi berat, kortikosteroid
& kortikosteroid) maculopapular sistemik,
- Reaksi obat yang pernah - Edema Prednisone 60-100 mg
timbul - Kemerahan sendi sampai gejala terkendali
- Gejala hilang saat Selanjutnya diturunkan
penghentian pemberian Penunjang : bertahap selama 1-2
obat - DL, Fx Ginjal, Fx minggu
- Gejala : Hepar
- sesak, - Urinalisis lengkap - Tatalaksana anafilaksis (bila
- pingsan, - Foto Thorax ada rx anafilaksis)
- priuritus, - Radio Allergo
- demam, Absorbent test (RAST) - Urtikaria, Anti Histamin
- nyeri sendi, - Coombs indirek
- mual - Fiksasi komplemen,
reaksi aglutinasi
- Skin prick test
- Uji kulit intradermal
- Patch test

- Komplikasi : Anafilaksis, anemia imbas obat, serum sickness, kematian.


- Prognosis : Baik bila obat penyebab dihentikan
ALERGI OBAT
Sesak/pingsan/priuritus/syok/
ruam maculopapular dikulit

(Riwayat penggunaan Obat)

DR, Fx Ginjal, Fx Hepar,


Urinalisis Lengkap, Skin Prick
test, Patch test

Rx Ringan : Stop Obat yang dicurigai

Rx Berat : Kortikosteroid sistemik


(Prednisone 60-100 mg ) sampai gejala
terkendali, kemudian tapp off bertahap
selama 1-2 minggu

Urtikaria/gejala priuritus : Anti Histamin

- AH 1
- Dimenhidrinat 50 mg (4-6 jam) sedasi kuat-anti motion sickness
- Prometazine 10-25 mg (4-6 jam) sedasi kuat, antiemetik
- Chlorphineramine Maleate 4-8 mg (3x1) (4-6 jam) sedasi
ringan, obat flu
- AH 2
- Loratadin 10 mg (24 jam) masa kerja lama
- Cetirizine 5-10 mg (2x1) (12-24 jam) (tab, syr, drop)

ASMA BRONKIAL
- Etiologi : Genetik (riw. Keluarga dan atopi) dan lingkungan
- Faktor resiko : Obesitas, allergen, udara dingin, polusi, obat, stress

- Inflamasi mukosa saluran napas, dari trakea sampai bronkiolus terminal, sering
dibronkus.

- Penyempitan saluran napas terjadi akibat


- kontraksi otot polos saluran napas,
- edema saluran napas,
- penebalan saluran napas akibat remodeling,
- hipersekresi mucus
S O P
- Sesak napas berulang, Wheezing (+) Non Farmako :
- Batuk, rasa berat didada Eksaserbasi berat : - Hindari paparan allergen
terutama saat malam - Sianosis. dan penggunaan obat
dan dini hari - Delirium, pemicu asma,
- Gejala muncul setelah - kesulitan bicara. - penurunan BB pada
terpapar allergen atau - Takikardi, pasien obes
udara dingin, atau setelah - dada hiperinflasi,
olahraga - penggunaan otot Farmako :
- Gejala membaik dengan pernapasan tambahan, - Short Acting 2-Agonis
obat asma - retraksi intercostal Inhalasi/antikolinergik
- Riw. Keluarga inhalasi/ 2-Agonis oral
(+)/Penyakit atopi Penunjang : dan teofilin kerja singkat
- Spirometri (Gold Std) Bisa ditambah dengan :
- IgE serum total, IgE - Kortikosteroid inhalasi
spesifik (RAST) dosis rendah
- Foto Thorax (Budenoside 200-400
- Skin Prick Test g)
- LABA

- DD :
- Sindrom hiperventilasi, serangan panic, obstruksi saluran napas atas dan aspirasi
benda asing, disfungsi pita suara, PPOK, penyakit paru parenkim difus, gagal
jantung

Keterangan :
- Spirometri
- VEP1 (volume ekspirasi paksa dalam 1 menit)
a.  VEP1 > 12% dan 200 cc setelah pemberian bronkodilator 
Reversibel penyempitan jalan napas
- KVP (Kapasitas Vital Paksa)
- APE (Arus Puncak Ekspirasi)

KLASIFIKASI ASMA TERKONTROL


Karakteristik Gejala pembata Gejala Penggunaan Fungsi Paru
harian s malam/terbangun obat (APE/VEP1)
aktivitas saat malam hari
Terkontrol Tidak Tidak ada Tidak ada Tidak Normal
ada/<2x ada/<2x
seminggu seminggu
Terkontrol >2x/minggu Ada Ada >2x/minggu <80%
sebagian
Belum 3 atau lebih dari keadaan pada asma terkontrol sebagian
terkontrol

KLASIFIKASI BERDASARKAN DERAJAT SERANGAN


Serangan Sesak napas saat Berbicara Mengi Frek. Nadi APE
RINGAN Berjalan Kalimat Sedang < 100 >80%
SEDANG Berbicara Frase Keras 100-120 60-80%
BERAT Istirahat Kata Biasanya Keras >120 <60%

KLASIFIKASI (DEWASA)
Sesak Siang Sesak Malam APE/FEV Variabilitas APE
Intermitten Bulanan - > 80 <20%
Persisten Ringan Mingguan Bulanan > 80 20-30%
Persisten Sedang Harian Mingguan 60-80 >30%
Persisten Berat - Harian <60 >30%
- Keterangan :
- Bulanan : Sesak < 1x/minggu atau 1-4x/bulan
- Mingguan : Sesak >1x/minggu atau hampir setiap hari
- Harian : Sesak setiap hari

KLASIFIKASI (ANAK)
Episodik Jarang Episodik Sering Asma Persisten
Frek ser. <1x/bulan >1x/bulan Sering
Lama ser. < 1 minggu >1 minggu Hampir Sepanjang tahun
Intensitas ser. Ringan Sedang Berat
FEV 1 >80% 60-80% <60%
PEMERIKSAAN ASMA
- SPIROMETRI : GOLD STD
- Obstruktif : Sumbatan (+), paru normal
- Restriktif : Sumbatan (-), paru bermasalah (mengecil/atelectasis)
- FEV1/APE : Nilai Sumbatan Paru (sekali ekspirasi)
- FVC : Nilai Ukuran paru (sekali inspirasi)
Obstruktif Restriktif Campuran
APE/FEV1  80% N  80%
FVC N  80%  80%
FEV : FVC <0,7 >0,7 0,7
Contoh kasus : Asma, PPOK Pneumthorax & PPOK +
Atelektasis Pneumothorax

- Bedakan obstruktif  Tes Bronkodilator


- Asma  Reversibel : Perbaikan > 15% (Hipersekresi mucus)
- PPOK  Irreversibel : Perbaikan <15%

TERAPI ASMA :
a. Reliever/Pelega : SESAK  Bronkodilator
- 2 Agonis Short Acting : Salbutamol (berdebar)/Terbutalin
- Metilsantin : Teofilin (IV), Aminofilin
- Antikolinergrik : Ipratropium Bromida (Combivent)
- Kortikosteroid Sistemik : Oral (ser. Ringan-sedang), IV (berat, mengancam jiwa)

b. Controller : saat TIDAK SESAK untuk cegah sesak muncul


- 2 agonis Long acting  Formoterol, Olodaterol, Salmeterol
- Steroid Inhalasi : Budenoside (ringan 200-400 g, Sedang 400-800 g, berat >800
g

ALGORITMA ASMA :
- Nebu (Salbutamol/Ipratropium bromida) bisa diulang 3x bila sesak berulang
setelah nebu, dan bila masih sesak
- Kortikosteroid IV, bila memberat
- Epinephrine IV, bila memberat
- Pasien masukan ke ICU, pasangkan Ventilator dan beri MIDAZOLAM IV

NEBU (max 3x)

Kortikosteroid IV

Epinephrine IV

ICU, pasang ventilator, beri MIDAZOLAM IV

AIDS

- Infeksi HIV, menyerang sel-sel kekebalan tubuh


- Stadium AIDS (WHO) :
Stadium Gejala Klinis
Stadium 1 Limfadenopati Generalisata (pembesaran KGB seluruh tubuh)
Stadium 2 BB <10% + Riw. Herpes Zooster + Riw. Ispa berulang + kelainan
kulit
Stadium 3 BB >10% + diare/demam >1bulan + TB Paru + Candidiasis oral +
oral hairy Leukoplakia + Pneumonia,Piomiositis
Stadium 4 BB >10% + diare/demam >1bulan + wasting syndrome + meningitis
jamur + toxoplasma cerebral + infeksi CMV + TB ekstraparu +
Ensefalopati HIV + infeksi mukokutan > 1 bulan
Keterangan :
- Kelainan kulit  Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo,
infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, chellitis angularis)

S O P
Demam, batuk, sakit kepala, Pemeriksaan FIsik : - Konseling & Suportif
diare - TTV, identifikasi bekas - Tangani infeksi
Riw. Perilaku seksual suntikan oportunistik
(berganti-ganti pasangan) - Profilaksis Cotrimoxazol
Riw. Penggunaan NAPZA Pemeriksaan Penunjang : - ART
suntik - Screening : Rapid test
Riw. TB 3x jika (-), ulang 3-6
Riw. IMS bulan kemudian
- Diagnosis : Western Blot
(Mencari Antibodi HIV),
ELISA
- CD4  Untuk terapi
AIDS

- Profilaksis Cotrimoxazol
- Pada pneumonia & infeksi toxoplasmosis dengan CD4 < 200 sel/mm3
- Profilaksis Primer : 1 tablet/hari

- ART
Std 1 dan 2 CD4 < 350/L  terapi
Std 3 dan 4 CD4 Berapapun  Langsung terapi
AIDS + TB aktif Terapi dulu TBnya selama 8 Minggu  kemudian mulai ART
(CD4 berapapun) (TOLERANSI OBAT TB)
AIDS + Hepatitis CD4 Berapapun  Langsung terapi
AIDS + BUMIL CD4 Berapapun  Langsung terapi  SC
Trimester 1 viral load dibawah 1000  Bisa normal
IBU MENYUSUI BISA DIBERIKAN ART

Sebelum ARV, cek dulu


- HB,
- SGOT/SGPT,
- Fx Ginjal (kreatinine darah),
- profil lipid
- GDS

Rekomendasi Regimen lini pertama pada yang belum pernah terapi ARV
a. Dewasa & Remaja: TEL b. BUMIL :
- Tenofovir 300 mg, - Zidovudin 300 mg/Tenofovir 200 mg
- Efavirenz 600 mg, - Nevirapine 200 mg/ Efavirenz 600 mg,
- Lamivudin 150 mg - Lamivudin 150 mg
Untuk pasien HIV dgn lab normal:
ZNL Efavirenz 600 mg tidak boleh digunakan
- Zidovudin 300 mg ditrimester pertama
- Nevirapine 200 mg Tenofovir 300 mg bisa dijadikan pilihan
- Lamivudin 150 mg pada ibu hamil

c. HIV TB : d. HIV HBV :


- Tenofovir 300 mg/ Zidovudin 300 mg - Tenofovir 300 mg + Lamivudin 150 mg
- Efavirenz 600 mg/ Nevirapine 200 mg - FTC + Efavirenz 600 mg/Nevirapine 200
- Lamivudin 150 mg mg
Terapi TB dulu selama 8 minggu Screening HBsAg sebelum beri terapi
kemudian mulai ARV

- Efek Samping Obat


- Tenofovir : Asthenia (badan lemah), nyeri kepala, diare, mual, muntah, sering
flatus, Sindrom Fanconi, Insufiensi ginjal, Osteomalacia, penurunan densitas
tulang, Hep B eksaserbasi akut
- Efavirenz : Rx hipersensitivitas, SSJ, Hepatotoksik, Hiperlipidemia,
Ginekomastia (laki-laki), efek teratogenic pada kehamilan
- Lamivudin : aman
- Zidovudin : Supresi sum-sum tulang, anemia makrositik, neutropenia,
intoleransi Gastrointestinal, insomnia, asthenia, pigmentasi kulit dan kuku
- Nevirapine : Rx hipersensitivitas, SSJ, Hepatotoksik, Hiperlipidemia

Pemeriksaan Lanjutan : Pemeriksaan HIV sebaiknya ditawarkan


- Serologi Hepatitis B & C pada :
- BTA SPS dan/atau Foto Thorax - Ibu Hamil,
- Kultur BTA (butuh waktu yang lama) - Ps. TB
- Diare  Analisis Feses - Ps. Ada gejala infeksi oportunistik
- Infeksi Otak  rawat bersama Sp.S - Pa. IMS
- Pengguna Narkoba suntik, PSK, LSL

RENJATAN ANAFILAKSIS

- Anafilaksis  Rx Hipersensitivitas Tipe 1 (Tipe Cepat), sistemik, dan mengancam jiwa


 Menyebabkan syok (syok anafilaksis), harus ditangani dengan cepat

SYOK ANAFILAKTIK
S O
- Gejala syok (TD , N , R ) Pemeriksaan Fisik :
- Ggn Respirasi : bersin, hidung - TD , N , R 
tersumbat, batuk yang diikuti dengan - Tampak sesak, , sianosis akibat
sesak napas edema laring & brokospasme
- Ggn Sirkulasi : Kulit pucat, CRT (sesak). Wheezing (+), Stridor (+)
memanjang - Kolaps vascular, sinkop,
- Manifestasi Gastrointestinal : perut inkontinensia, hipotonia.
kram, mual, muntah, diare - edema periorbital, mata berair,
- GEJALA BERLANGSUNG konjunctiva hyperemia
BEBERAPA MENIT/JAM - Urtikaria, eritema
- Bayi/Anak : TD  >30% dari sistol
semula
- Dewasa : TD Sistol < 90 mmhg atau
terjadi penurunan >30% dari sistol
semula

Pemeriksaan Penunjang :
- Hitung Eosinofil darah tepi (N/)
- IgE total (N)
- Skin pricktest
P
- Posisi Trendelenburg (berbaring sambal kedua tungkai diposisikan lebih tinggi)
- O2 3-5 lpm
- Bila ada sumbatan jalan napas, buka & bersihkan jalan napas pertimbangkan
krikotiroidektomi atau trakeostomi
- Infus (RL, NaCl, Plasma Expander/Dextran), beri sampai TD stabil
- Inj. Adrenaline
- (IM) 0,3-0,5 ml dalam larutan 1:1.000, dapat diulangi per 5-10 menit, bila IM
kurang efektif,
- (IV) 0,1-0,2 ml dilarutkan dalam spuit 10 cc dgn NaCl, bolus perlahan
- Aminofilin 250 mg bolus pelan selama 10 menit, cegah bronkospasme akibat
epinefrin
- Antihistamin (Difenhidramin HCl 5-20 mg/IV) & kortikosteroid (deksametasone 5-
10mg/IV, diberi setelah keadaan klinis membaik untuk cegah prolonged effect/serum
sickness
- RJP bila henti napas henti jantung

- Etiologi
- Gigitan serangga,
- reaksi alergi zat kontras radiografi,
- alergi antibiotic (penisilin)

- Faktor Resiko :
- Usia, jenis kelamin, rute pajanan, riw. Atopi
- Dewasa : sering pada wanita
- Anak : sering pada laki-laki
- Parenteral lebih berat dibandingkan oral

SYOK

- Merupakan gangguan perfusi jaringan

a. Syok hipovolemik  kekurangan cairan tanpa sumber perdarahan (diare, DBD)


b. Syok Haemorrhagic  kekurangan cairan ada sumber perdarahan (riw. Trauma, fraktur)
DERAJAT PERDARAHAN WHO
I II III IV
Blood loss <15% atau 15-30% atau 30-40% atau >40% atau
(750 ml) (750-1000 ml) (1500-2000 ml) ( > 2000 ml)
TD Normal Normal  
N N 100-120 120-140 >140
Tx - Kristaloid Transfusi Transfusi

Transfusi = (Hb seharusnya-Hb saat ini) x 3 x BB

HB seharusnya = 10; k = 3

Whole Blood  1:6


PRC  1:3
PRC lebih cepat menaikan HB
1 bag = 250 cc

c. Syok Kardiogenik  Syok + Riw.


IMA/Nyeri dada
Terapi : DOPA Syok
a. TD 70-100 + tidak syok /akral hangat  Dobutamin 2-20 mcg
b. TD 70-100 + Syok/akral dingin  Dopamin 2-20 mcg
c. TD < 70  Norepinefrine 0,5-30 mcg/menit

d. Syok distributive
a. Syok Anafilaktik
b. Syok Sepsis : SIRS + Fokus Infeksi + Demam + TD . Diagnosis (SOFA SCORE)
Px : Laktat
Tx : Vasopressin dalam 3 jam + Antibiotik + RL 30cc/kgbb
Norepinfrine dalam 6 jam
e. Syok Neurogenik & Syok Spinal  Riw. Trauma kepala/ medulla spinalis
Syok spinal  Lumpuh Flaccid dibawah lesi + sfingter ani tak menjepit saat RT
Tx : Epinferine
f. Syok Obstruktif  tamponade jantung & Tension pneumothorax

ASAM-BASA

HAFAL NER!!!
pH 7,35-7,45
PCO2 35-45 (40)
pHCO3 22-26 (24)
a. RESPIRATORIK  pH & PCO2 berbanding terbalik ( atau )
 = Asidosis Respiratorik (PPOK, Asma)
 = Alkalosis Respiratorik (Serangan panik, hiperoksemia)
pH normal = Full Compensated
HCO3 Normal = Uncompensated

b. METABOLIK  pH & HCO3 berbanding lurus ( atau )


 = Alkalosis Metabolik (KAD, Dehidrasi)
 = Asidosis Metabolik (Muntah proyektil)
pH Normal = Full Compensated
PCO2 Normal = Uncompensated

URTIKARIA

- Akut = < 6 minggu


Kronik = > 6 minggu

S O
- Riw. Urtikaria berulang Pemeriksaan Fisik :
- Riw. Pencetus - berbatas jelas,
- bentol (Wheal), - eritem disekelilingi,
- terasa gatal, - pucat bagian tengah,
- bersifat sementara, gejala puncak 3-6 - bersifat sementara,
jam, menghilang dalam 24 jam - gejala puncak 3-6 jam,
- Predileksi : seluruh permukaan kulit - menghilang dalam 24 jam

Pemeriksaan Penunjang :
- Darah Lengkap,
- Urin Lengkap
- Fx hati & Ginjal
- Tes Alergi
- IgE Atopi
P
- Hindari pencetus
- Self Limiting
- Lini 1 : Anti Histamin 1 atau 2 per oral
- Lini 2 : Kortikosteroid

METABOLIK ENDOKRIN

DIABETES MELITUS

- Kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia kronik akibat kelainan


sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
- Yang paling sering  DM tipe 2
KLASIFIKASI DM
Destruksi sel beta/defisiensi insulin absolut
DM Tipe 1 a. Immunologik
b. Idiopatik
DM Tipe 2 Resistensi insulin, defisiensi insulin relative, gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin
DM Tipe lain a. Defek fungsi sel beta
b. Defek genetika kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pancreas
d. Karena Obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam
nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid,
aldostrenoma, somatostatinoma.
e. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing,
hipertiroidisme.
f. Infeksi : Rubella, CMV
g. Immunologi (jarang)
h. Sindrom genetic lain
DM GESTATIONAL

KRITERIA DIAGNOSA DM
Keluhan Klasik DM (Poliouri, Polifagi, Polidipsi)
a. Keluhan klasik (+) + GDS > 200 mg/dl atau GDP > 126 mg/dl  DM

b. Keluhan Klasik (+) + GDS < 200 mg/dl atau GDP < 126 mg/dl  Ulangi GDS &
GDP
Setelah diulangi :
- Bila GDS > 200 mg/dl atau GDP > 126 mg/dl  DM
- Bila GDS < 200 mg/dl atau GDP < 126 mg/dl  TTGO GD 2 jam

c. Keluhan Klasik (-) + GDS > 200 mg/dl atau GDP > 126 mg/dl

d. Keluhan Klasik (-) + GDS 100-125 atau GDP 140-199  TTGO GD 2 jam

e. Keluhan Klasik (-) + GDS < 100 mg/dl atau GDP < 140 mg/dl  Normal

f. TTGO GD 2 jam
- > 200 mg/dl  DM
- 140-199 mg/dl  GDPT
- < 140 mf/dl  Normal

- CARA TTGO
a. Puasa 8 jam sebelum pemeriksaan (mulai malam hari), boleh minum air tanpa
kandungan gula
b. Cek GDS
c. Beri glukosa 75 gram orang dewasa, 1,75 gram/KgBB anak-anak + air 250 cc,
minum selama 5 menit
d. Puasa kembali selama 2 jam
e. Cek kembali GDS
f. Selama pemeriksaan, pasien harus istirahat dan tak merokok

- Pemeriksaan HbA1c digunakan untuk follow up terapi DM

- TATALAKSANA DM :
- Non farmakologi :
a. Menjaga BBI pasien DM  BBI = 90% (TB (cm)-100) x 1 kg
Untuk Laki-laki <160 cm dan perempuan <150cm  (TB (cm)-100) x 1 kg
Interpretasi :
- Normal : BBI  10%
- Kurus : < (BBI-10%)
- Gemuk : > (BBI+ 0%)

Atau bisa juga dengan hitung IMT  BB (kg)/TB (m2)


Interpretasi :
- BB kurang : < 18,5
- BB Normal : 18,5-22,9
- BB lebih : > 23
- Dengan resiko : 23-24,9
- Obes 1 : 25-29,9
- Obes 2 : > 30

b. Kebutuhan Kalori Basal


- Pria : BBI x 30 kal/KgBB
- Wanita : BBI x 25 kal/KgBB

c. Edukasi :
- Karbo : mengurangi makanan berkarbo dan utamakan
makanan berserat, makan 3x sehari dengan selingan buah
- Lemak : batasi makanan berlemak jenuh (LDL) : daging
berlemak, susu
- Protein : kurangi bila pasien nefropati, contoh makanan seperti
seafood, daging merah, ayam tanpa kulit, kacang-kacangan, tahu,
tempe, susu rendah lemak.
- Na : gunakan garam rendah Na, vetsin, soda, dan makanan
berpengawet
- Latihan : olahraga rutin seperti aerobic, jalan kaki, sepeda
santai, jogging, renang, 4-5x seminggu selama <30 menit

- Farmakologis
Cek HbA1c !!!
- <7  life style
- 7-8  life style + monoterapi
- 8-9  life style + Dual terapi
- 9-10  life style + Triple terapi (3 obat atau 2 obat + Insulune basal)
- > 10  INSULIN (GDS > 300)

a. Gol. Sekretagogue
- rangsang sekresi Insulin
- Indikasi : Pasien kurus/ BB normal
- Kontraindikasi : Obesitas  Karena menambah BB
- Cara pemberian : Diberikan 15-30 menit SEBELUM MAKAN
- Jenis Obat
- Sulfonilurea :
- GLIBENKLAMID Sediaan : 2,5-5 mg, Dosis : 2,5-15 mg (1-2x)
- GLIMEPIRID Sediaan : 1,2,3,4 mg, Dosis 0,5-6 mg (1x1)

b. Gol. Non sekretagogue


- BIGuanide : menurukan gluneogenesis dihepar dan meningkatkan
sensitivitas insulin
- Indikasi : pasien GEMUK
- Kontraindikasi : Gagal ginjal (pake insulin saja)
- Efek Samping : mual, muntah, diare, laktat asidosis
- Cara pemberian : SESUDAH MAKAN
- Jenis Obat
- METFORMIN Sediaan : 500 mg dan 850 mg, Dosis : 250-3000
mg (3x1)

Thiazolidinedione : meningkatkan sensitivitas terhadap insulin


Indikasi : Pasien kontraindikasi METFORMIN, Dislipidemia
KontraIndikasi : Pasien HT, Pasien ggn jantung
Cara pemberian : Tidak bergantung jadwal makan
Jenis Obat : PIOGLITAZON Sediaan : 4 mg Dosis : 4-8 mg (2x1)
-glukosidase inhibitor : Hambat absorbs gula diusus,
Efek Samping : flatus, perut kembung, diare
Cara pemberian : Setelah Suapan pertama
Jenis Obat : ACARBOSE Sediaan : 50 mg, 100 mg; Dosis : 100-300 mg

DPP 4 Inhibitor
SGLT-2 Inhibitor

HbA1c GDP
6 126
7 154
8 183
9 212
10 240
11 269
12 298

Indikasi terapi INSULIN :


- Mutlak :
- DM Tipe 1
- Absolut :
- Gagal Obat (OHO) dosis optimal (3-6 bulan)
- HbA1c > 10
- GDS > 300 mg/dl; GDP > 250
- Pasien Infeksi/Sepsis/TB + DM
- Kaki diabetic terinfeksi
- Riw. Pankreotomi
- Kehamilan
- Komplikasi Akut/Kronik
- Akut : KAD & HONK
- Kronik : Makro & Mikro
Efek Samping  HIPOGLIKEMIA

Dosis Insulin :
- 0,1 IU/KgBB per pemberian
- Pemberian
- Post Prandial 60% : jam (6-12-6)
- Basak 40% : Jam (10 malam)
Jenis Insulin :
- POST PRANDIAL(yang dikasih 3x) :
 GDS  berikan setelah makan (kerja cepat/short acting)
- Rapid : (analog/buatan/bukan dari manusia) NOVORAPID
- Short : Homolog (dari manusia), Insulin Regular  Humulin R Vial (syringe 1
cc)

- BASAL (yang dikasih 1x malam) :  GDP


- Intermediate : Homolog (Zinc Insulin, NPH, Humulin N)
- Long : Glargin (LANTUS), Detemir (LEVEMIR)

KRITERIA PENGENDALIAN DM
- GDP = 80-130
- GD2pp = < 180
- HbA1c = < 7

KOMPLIKASI DM
Akut : Syok Hipoglikemik, KAD, HONK
Kronik : Mikroangiopati, Makroangiopati

Akut
1. Syok Hipoglikemik  GDS < 70mg/dl
Etiologi : OHO sekretagogue & Insulin, asupan makan tidak adekuat, kegiatan fisik
berlebihan
Gejala : Lapar, mual, TD menurun, lemah, lesu, sulit bicara, keringat dingin, bibir atau
tangan bergetar, biasa tidak sadar kalau berat
Klasifikasi : Ringan ( 50-70), Sedang (35-50), Berat (<35)
Tx : Sadar 
- Larutan gula 20-30 gr (2 sendok makan gula murni atau makanan mengandung
karbohidrat
- Stop OHO
Tidak sadar 
a. D40% 2 flacon (50 cc) Bolus
b. D10%/IV (8jam) per kolf (bila tak ada penyulit)
c. Periksa GDS (pakai glucometer bila perlu) :
GDS < 50 = 2 flacon D40% (50 cc) Bolus
GDS < 100 = 1 flacon D40 % (25 cc) Bolus
d. Periksa GDS per 15 menit setelah diberikan D40% :
GDS < 50 = 2 flacon D40% (50 cc) Bolus
GDS < 100 = 1 flacon D40 % (25 cc) Bolus
GDS 100-200 = Hanya infus D10% tanpa Bolus
GDS > 200 = turunkan tetesan Infus D10%
e. GDS >100 mg/dl 3x berturut  pantau GDS per 2 jam
GDS > 200  ganti infus dengan D10% atau NaCl 0,9%
f. GDS >100 mg/dl 3x berturut selang 2 jam  pantau GDS per 4 jam
GDS > 200  ganti infus dengan D10% atau NaCl 0,9%
g. GDS >100 mg/dl 3x berturut selang 4 jam  pantau GDS sesuai kebutuhan
sampai efek obat OHO sdh habis dan pasien dapat makan
h. Hipoglikemia belum teratasi  Glukagon 0,5-1 mg/IV atau IM
i. Pasien belum sadar + hipoglikemia teratasi  cari penyebab lain atau sdh
terjadi brain damage akibat hipoglikemia dalam waktu yang panjang

2. KAD (Ketoasidosis Metabolik)


Etiologi : Riw. DM Tipe 1 atau Riw. DM tipe 2 dengan keton (+)
Px : Napas bau buah + Keton Urin (+), GDS > 250, Nafas Kusmaull, pH 
Cek GDS + Elektrolit + Analisa Gas Darah
Grade KAD :
a. Mild  pH > 7.5
b. Moderate  pH > 7-7.5
c. Severe  pH < 7
Tx KAD:
- Rehidrasi Resusitasi NaCl 0,9% (Untuk perbaiki perfusi jaringan dan menurunkan
hormone regulator)
- 1000-2000 cc (100cc/kgBB)  1 jam pertama
- 1000 cc  1 jam kedua
- Insulin post prandial setelah 2 jam rehidrasi
- Awal  Bolus IV 10 UI atau 0,15 UI/KgBB
- Infus Regular (kerja pendek) 0,1 UI/KgBB/Jam atau 5 UI/Jam
- Naikan dosis insulin 1 UI per 1-2 jam bila penurunan GD < 10% atau status
asam basa tidak membaik
- Kurangi dosis bila GD < 250 mg/dl, keadaan klinis membaik, dan kadar GD
yang turun > 75 mg/dl (0,05-0,1 UI/KgBB/jam)
- Jangan menurunkan infus insulin < 1 UI/jam
- Pertahankan GD 140-180 mg/dl
- Bila < 100 mg/dl  ganti cairan dengan D10%
- Bila pasien sdh dapat makan  pertimbangkan insulin subkutan
- Insulin IV jangan dihentikan bila insulin subkutan dimulai, lanjutkan 1-2 jam
- Bila pasien pernah terapi insulin dan GD sdh terkontrol Kembalikan ke dosis
awal
- Bila pasien belum pernah terapi insulin  berikan insulin SC 0,6/KgBB/hari
(basal-prandial 50:50)
- Cek kalium  Insulin dapat menurunkan kalium (<6)
- Bila pH <7 (Asidosis Metabolik)  Na.Bicarbonat

Dosis terapi Insulin :


Syringe Pump  50 UI Insulin dalam 50 cc NaCl 0,9%
- GDS > 300 mg/dl  6 UI/Jam
- GDS 200-300 mg/dl  3 UI/Jam
- GDS < 200 mg/dl  1,5 UI/Jam
Mikrodrips  24 UI insulin dalam 100 cc NaCl 0,9%
- GDS > 300 mg/dl  24 tpm
- GDS 200-300 mg/dl  12 tpm
- GDS < 200 mg/dl  6 tpm

SEBELUM BERIKAN INSULIN HARUS DIBERIKAN CAIRAN YANG ADEKUAT


BILA TIDAK AKAN MENYEBABKAN HIPOTENSI, KOLAPS VASKULAR,
KEMATIAN!

3. HONK ( Hiperosmolar Non Ketotik)


Etiologi : Riw. DM tipe 2
Px : GDS > 600 + Osmolaritas > 320 mOSm/kg
Tx : sama seperti KAD

Kronik
1. Mikroangiopati  Retinopati diabetic, Nefropati Diabetik
2. Makroangiopati  Stroke, ACS, Kaki diabetic

KAKI DIABETIK
- Riw. DM lama + luka dibagian tubuh terutama kaki + riw.infeksi
- Px fisik :
- Vaskular
Palpasi pulsasi arteri, perubahan warna kulit, edema, perubahan suhu, atrofi kulit.
- Neuropati
Sensasi halus dengan kapas, sensasi suhu, pinprick untuk nyeri, nyeri tungkai saat
istirahat
- Kulit
Kulit kering, ada callus, fissure, ulkus, gangrene, infeksi, akantosis nigikans,
dermopati
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi
b. Derajat 1 : Ulkus Superficial
c. Derajat 2 : Ulkus dalam, menembus tendon dan tulang
d. Derajat 3 : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomyelitis
e. Derajat 4 : Gangren distal kaki, dengan atau tanpa selulitis
f. Derajat 5 : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

- Tx Kaki Diabetik
- Pencegahan (bila belum ada luka dikaki pada pasien beresiko/pasien DM)
a. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki
b. Rutin periksa kaki setiap hari, periksakan kedokter bila ada luka, kemerahan,
atau kulit terkelupas.
c. Cek alas kaki setiap ingin memakai dari benda asing
d. Jaga kaki tetap bersih, tidak basah, dan jaga kelembaban kaki
e. Potong kuku secara teratur
f. Gunakan kaos kaki berbahan katun, dan ujungnya tak terlipat saat dipakai
g. Kalau ada callus atau mata ikan, tipiskan secara halus
h. Sepatu jangan terlalu longgar atau terlalu sempit
i. Hindari kontak bahan panas

- Perawatan Kaki Diabetik dengan luka


Kontrol mekanik
- Istirahatkan kaki
- Hindari tekanan didaerah yang luka
- Gunakan bantal saat baring dibagian tubuh menonjol
- Memakai Kasur anti decubitus
- Distribusi beban tekanan
Kontrol luka
- Evaluasi jaringan nekrotik
- Balut luka dengan pembalut basah atau lembab
- Debridemen dan nekrotomi
- Amputasi
Kontrol Infeksi (mikrobiologi)
- Antibiotik  metronidazole
Kontrol metabolic dan control vaskular

Indikasi nekrotomi/Debridement
- debris dan jaringan nekrosis (derajat 2)
- kerusakan jaringan dan pus pada ulkus yang terinfeksi

Indikasi Amputasi
- jaringan nekrotis luas,
- iskemik jaringan (tak dapat direkonstruksi)
- gagal revaskularisasi
- charcot foot
- infeksi akut dengan ancaman kematian (gas gangrene)
- infeksi tdk membaik dengan terapi adekuat
- deformitas berat tak terkontrol, ulkus berulang

Berikan Protein + Vit A + Vit B Comp


SINDROM POLIKISTIK OVARIUM (PCOS)

- Sindrom akibat resistensi insulin, ditandai dengan obesitas, menstruasi tidak teratur,
tanda androgen berlebih (hirsituisme, jerawat). Ada kista multiple dalam ovarium.
- Etiologi  Tidak jelas
- Kriteria diagnosa (Eshre/Asrm Rotterdam 2003)
- Menstruasi tidak teratur dan infertilitas akibat disfungsi ovulasi.
- Hiperandrogenisme (ada bukti klinis atau lab)
- USG Pelvis atau Transvaginal ovarium ditemukan > 10 kista folikular.
- Lab 
- GDP/GDS  untuk cek ada tanda sindrom metabolic
- Kortisol pada 08.00 pagi hari  singkirkan DD Cushing syndrome
- 17-hidroksi progesterone  singkirkan virilisme adrenal
- DHEAS ( dehydroepiandosterone)
- USG
- Tx  sesuai gejala
- Metformin
- Progesterone (10-12 hari) tiap 1-22 bulan
DISPLIPDEMIA

- Kelainan metabolisme lipid yang ditandai peningkatan atau penurunan fraksi lipid
plasma.
- Kelainan fraksi lipid   Kolesterol total, LDL, HDL, Trigliserida
- EAS (European Athersclerosis Society)
a. Hiperkolesterolemia  > 240 mg/dL
b. Hipertrigliserida  > 200 mg/dL
c. Dislipdemia campuran  Kol. > 240 mg/dL, Trig > 200 mg/dL

- Klasifikasi kadar kolesterol NCEP ATP III (2001) :


- LDL
- < 100 mg/dl - Normal
- < 130 mg/dl - Hampir Normal
- < 160 mg/dl - Tinggi
- > 190 mg/dl - Sangat Tinggi

- Kol. Total
- < 200 mg/dl - Normal
- < 240 mg/dl - Tinggi
- > 240 mg/dl - Sangat tinggi

- HDL (40-60)
- < 40 mg/dl - Rendah
- > 60 mg/dl - Tinggi

- Faktor resiko
- PJK, DM, gagal ginjal kronik, stroke, aneurisma aorta abdominal
- Merokok
- Hipertensi
- HDL rendah < 40 mg/dl
- Riw. PJK dini (ayah <55 thn, Ibu < 65 thn)
- Usia : Pria (> 45 thn), wanita (> 55 thn)

- Tatalaksana :
a. Pasien Hiperkolesterolemia
- Mengurangi makanan berlemak jenuh (makanan berminyak, soft drink)
- Konsumsi asam lemak omega 3, makanan tinggi serat
- Kurangi BB dam tingkatkan aktivitas fisik
- Bila respon diet terlihat dalam 3-4 minggu, tingkatkan aktivitas fisik dan
olahraga, hentikan rokok dan minuman beralkohol, Hipertensi,
hipertrigliseridemia, atau obesitas sentral.
- Pertahankan dan turunkan berat badan
- Bila tidak ada perubahan selama 6 minggu, pertimbangkan untuk terapi
farmakologis dan meneruskan pengaturan makan dan aktivitas fisik

- Tx Farmakologis
- Gol. Statin (kol. Total , LDL )
- Simvastatin 5 mg (max 40 mg)
- Atorvastatin 10 mg (max 40 mg)
- Bile acid sequestrant (kalau LDL tidak turun)
- Koelstiramin 4-16 mg
- Nicotic Acid 2x100 mg (kol. Total , LDL )

- Pantau profil lipid per 6 minggu


- Koleterol capai target  pantau per 4-6 bulan
- Belum capai target?  intensifkan atau naikan dosis atau kombinasikan

b. Pasien Hipertrigliserida
- Non farmakologis, seperti pasien hiperkolesterol
- Farmakologis
- HDL > 30 mg/dl dari LDL
- Obat penurun kolesterol LDL atau
- Nicotinic acid atau fibrat : (kol. Total , Trigliserida )
- Trigliserida < 400  Statin
- Trigliserida > 400  Gemfibrosil 2x 600 mg atau 1x 900 mg
- Fenofobrat 1x200 mg
- Statin dan fibrat tidak boleh digabung
TIROID

- Benjolan dileher diikuti gerak menelan


- Benjolan/struma nodusa
- Gejala (+)  Struma Nodusa Toksik
- Gejala (-)  Struma Nodusa Non toksik
- Struma Difusa
- Gejala (+)  Struma Difusa Toksik
- Gejala (-)  Struma Difusa Non Toksik

- Benjolan dileher diikuti gerakan menelan  SKRINING TSH (utama), FT3, FT4
- Skrining normal?  Eutiroid = Curiga Tumor  USG thyroid (Hot atau cold nodul)
 Cold nodul? BIOPSI/FNAB  Ca Thyroid (80% tipe papiller)
 Hot Nodul?  Hipertiroid
- Gejala Ca Thyroid = Pembesaran thyroid, BB , Suara serak

- Gejala tiroid = Keringat, BB , berdebar

- Tiroiditis
- Akut : Benjolan dileher + Demam + fungsi tiroid normal
- Subakut : disebabkan virus De Quarvian
- Kronik : Hashimoto, Riedel
HIPERTIROID (TSH , T4 )
HIPERTIROID Grave’s Disease Tiroktosikosis
Berdebar, berkeringat, BB  Hipertiroid (+), Hipertiroid (+),
Eksoftalmus (+), autoimun Gangguan ttv (demam),
TSH , T4 ; Stellwag sign (+)  Kesadaran
Subklinis  TSH , T4 N Mata kurang berkedip dan
Ibu hamil  TSH N, T4  menutup tidak sempurna

TSH , T4 
Autoimun : Anti TSH (+)

KRISIS HIPERTIROID : Demam + TSH , T4 


HIPERTIROID SEKUNDER : Tumor Hipofisis + TSH , T4 

Terapi Hipertiroid :
PTU/Propiltiourasil (3x100-200 mg) Metimazole
300-600 mg terbagi Grave : 10-20 mg/hari PO
Aman untuk ibu hamil (trimester 1) Hipertiroid ringan : 3 x 5 mg
Hambat konversi T3-T4 diperifer Hipertiroid sedang : 3 x 10 mg
Hipertiroid berat : 3 x 20 mg

Hambat uptake iodium


Aman untuk ibu hamil trimester 2 dan 3

Terapi KRISIS TIROID :


- Cairan diguyur
- PTU Loading : 600-1000 mg atau metimazole 6x20 mg
- Lugol : 6-8 tts/8jam (lugol = iodium t=radioaktif l 131), mengecilkan tiroid sebelum
operasi

Komplikasi Operasi
- Hipotiroid seumur hidup
- Cedera N. Laryngeus Recurrens
- Hipoparatiroid primer

HIPOTIROID (TSH  T4 )
Hipotiroid/ Hashimoto Krisis Hipotiroid/
Myxedem Tiroiditis koma Myxedem
Lemas, malas, gemuk, Hipotiroid Hipotiroid +  Kesadaran
tidak tahan dingin Perempuan Lebih banyak
Myxedem = Bengkak kulit Autoimun

TSH  T4  TSH  T4 
Subklinis = TSH  T4 N Anti TPO (+)
PA : banyak jaringan limfoid
Goiter Endemik = def. dalam folikel tiroid
iodium

Hipotiroid kongenital =
ibu riw minum PTU

Creatinisme = Cebol, gemuk, bodoh (def. hormone tiroid)


Dwarfisme = Cebol, pintar (def. growth hormone)

Tx :
- Levotiroksin 25 mg (1x1)
- Koma Myxedem =
- Loading = 1 x 200-500 mcg, kemudian 50-100 mcg/hari sampai pasien stabil

HIPERPARATIROID
PRIMER SEKUNDER
Etiologi : Adenoma, Hiperplasia primer Etiologi : Renal Failure
Px : PTH , Kalsium  Px : PTH , Kalsium 

HIPOPARATIROID (PTH)
- Primer : Riw Op + paratiroid terangkat
- Sekunder : Ada penyakit sebelumnya
Kejang tetani  Kalsium , PTH 
GEJALA :
- Chvostek sign (+)  Ketuk pipi
- Trosseau (+)  fleksi telapak tangan saat ditensi (carpopedal spasme)

EKG : Long QT syndrome (Hipocalcemia)


Lab : Hipokalsemia, hiperfosfatemia
Terapi :
- Ca Glukonas (100mg/cc) (@10cc) atau,
- Kalsium oral dosis tinggi ( 1g) (Calcium lactate tab 500 mg) + Vit D (1-3 mg/hari)
(40.000-120.000 U/hari)
- Diuretic tiazid

ADRENAL
INSUFIENSI ADRENAL :  Hormon adrenal
- Primer : Addison disease
Etiologi : Autoimun, Kelenjar adrenal rusak
Gejala : BB  + Hiperpigmentasi kulit (hitam)
Px : ACTH  + Kortisol  (fx adrenal), Hipoglikemia, Hiperkalsemia

- Sekunder : Riw. Penghentian steroid mendadak

- Krisis adrenal : Addison disease, lemas, Hipotensi


Px : Hiponatremia, Hiperkalemia, asidosis metabolic

Tx Addison dan Krisis adrenal


Awal  Infus NaCl 0,9%
Kemudian  Bolus kortikosteroid 100 mg, Lanjut  Kortikosteroid 100 mg/4-6 jam

CUSHING :  Hormom Adrenal


Gejala : Moon face, striae, Buffalo hump
Lab : Hiperglikemia, Kortisol 

- CUSHING DISEASE
ACTH dependent, kelainan dari atas (Hipofisis)
Adenoma Hipofisis = Cushing + Nyeri kepala + Hemianopsia
ACTH , Kortisol , tes supresi dosis tinggi (+)

- CUSHING SYNDROME
ACTH Independent, kelainan dari bawah
Tumor adrenal = Feokromasitoma = Hipertensi + Nyeri kepala + palpitasi + diaphoresis
Kortisol dari luar = Ex. Jamu
ACTH , Kortisol , Tes supresi dosis rendah (-)

Note :
- Tes supresi dosis tinggi = malam minum dexa 8 mg, keesokan harinya diukur
kortisol menurun.
- Tes supresi dosis rendah = malam minum dexa 2 mg, kesekokan harinya diukur
kortisol tetap
- Tx= Replacement terapi

HIPOFISIS
- DM Insipidus = sering BAK, GDS normal
- D.I Sentral  ADH dari hipofisi posterior tidak ada, Tes Osmolaritas  setelah
diberikan desmopressin
- D.I Nefrogenik  ggn dari ginjal, Tes Osmolaritas tetap
Tx= Vasopressin  ADH

- Tumor Hipofisis = Nyeri kepala, ggn penglihatan, hiperprolaktinemia (hipofisis


anterior) = keluar air susu (prolaktinoma), menurun libido, ggn menstruasi
Lab  MRI, Ct scan, FSH-LH, ACTH, TSH FT4
Tx  Bedah mikro, Radioterapi

OBESITAS
Penumpukan jaringan adiposa berlebih.
Kriteria diagnose  Ukur IMT BB(KG)/TB (m2)
< 18,5  Kurang
18,5-22,9  Normal
> 23,0  BB lebih
23,0-24,9  Beresiko
Obes Tingkat 1  25,0-29,9
Obes Tingkat 2  > 30,0
Tx
Beresiko Nutrisi + aktivitas fisik+ perilaku
Obes 1 Nutrisi + aktivitas fisik+ perilaku + obat
Obes 2 Nutrisi + aktivitas fisik+ perilaku + obat + pembedahan
Nutrisi  diet kalori 500-1000 kkal/hari
Aktivitas fisik  olahraga 30-45 menit/hari. 3-5x seminggu
Terapi perilaku  Gaya hidup sehat
Obat  Orlistat 120 mg (3x1) (dihentikan bila penurunan <5% dalam 12 minggu)

GASTRO
DISPEPSIA
(Kriteria rome III : Epigastrical pain, post prandial fullness)
Gejala : nyeri ulu hati, nyeri epigastric, begah
Curiga ggn organik : (RUJUK ENDOSKOPI)
- Usia > 45 tahun
- BB turun, melena, anemia,
- Demam, riw. Kanker lambung
Tx :
- Prokinetik : Domperidone 10 mg (3x1)/ Metoklopramide 10 mg (3x1) (mempercepat
pengosongan lambung)
- Step up  Antasida doen 200 mg (3x1) atau Ranitidin 15 mg (2x1), baru PPI
- Tx Ibu hamil : Antasida, ranitidine, ondansetron
- Sucralfat dapat diberikan untuk faktor definitif
Efek samping
- MgOH  mencret, diare
- AI OH3  Konstipasi
- Prokinetik  EPS, Meto > Dompe

ULKUS
Nyeri Ulu hati + melena
Gaster Peptic Duodenal
Membaik setelah makan, Nyeri saat perut kosong, Nyeri saat perut kosong (2-3
Nyeri saat perut Nyeri Setelah makan jam setelah makan)
terisi/makan Membaik setelah makan
Luka dicorpus/fundus Luka dipylorus Luka di duodenum
Px = Sederhana  Barium meal/ oesofageal maag duodenografi (OMD)
Gold  Endoskopi, ada H.Pilori (+) ?  Gastritis
Komplikasi = perforasi  Defans Muskular (+)
Tx = Step Down  PPI Dosis tinggi  OMZ 2x20 mg/ Lanso 1x30 mg lalu diturunkan
Mucoprotector  Sucralfat

GASTRITIS (Infeksi Bakteri Pylori)


- Gejala ulkus (nyeri ulu hati) + tanda infeksi H. Pylori + Nafas bau pesing/ammonia
- Px : Urea breath test (+) dengan syarat tdk minum OMZ/Antibiotik 2 minggu
sebelumnya, tidak makan tinggi serat 2 hari sebelumnya. Gold : Histopatologi/kultur
- Tx =
- Triple Therapy PAC = PPI (OMZ 2x20 mg) + Amoxiciline 2x1000 mg +
Clarithtomycin 2x 500 mg (7-14 hari)

GERD ( Gastro Esophageal Reflux Disease)


- Etiologi : kelemahan sfingter
- Faktor Resiko : Obes, alcohol, merokok, Hamil, usia
- Gejala : Nyeri terbakar ulu hati (heart burn) + asam dimulut
- DD : Diseksi aorta : dada teriris
: Mallory Weiss tear : esophagus robek akibat alcohol  muntah hebat
: Aneurisma Aorta Abdominal = tampak pulsasi diepigastric
- Tx : Non farmakologis
Kurangi makan makanan menstimulasi asam (kopi, coklat, keju,
soda)
Naikan posisi kepala saat tidur
Makan 2 jam sebelum tidur
: Farmakologis  PPI + Antasida
- Komplikasi : Granuloma laring  Karena asam lambung terbentuk cobblestone
: Esofgitis korosif  Baret esophagus  Ca  tidak boleh bilas
lambung!!!

INFLAMATORY BOWEL DISEASE (IBD)


Colitis Ulcerative Chrone disease
Colon saja Mulut sampai anus
Sering di rectosigmoid Sering di ileocaecal
Makroskopis : diare berdarah (jelas) Makroskopis : diare berdarah (tidak jelas)
Px : Barium Enema Px : Barium enema
 Loss of haustra/Lead pipe (haustra  Skip lesion + string sign (ada daerah
tampak lurus semua) yang sakit dan sehat)
PA : Abses crypte PA : Granuloma (+), cobblestone (+)
Resiko tumor (++) (radang pada usus)
Resiko tumor (+)

IRRITABLE BOWEL SYNDROME (IBS) (Kriteria Rome 4)


- Gejala  Nyeri perut + pemeriksaan fungsional normal (bukan organik) +
Meningkat saat stress, membaik setelah BAB
- IBS tipe diare  Loperamide 2 mg (3x1), kalau diare karena infeksi/berdarah 
Atapulgit (antitoksin)
- IBS tipe Konstipasi  Bisacodyl 5mg (1x1) (dulcolax)
- IBS tipe nyeri perut (melilit)  Papaverin 40 mg (3x1)

DIARE
Berdasarkan kejadian :
- Akut  <14 hari
- Kronik  >14 hari (bukan infeksi)
- Persisten  >14 hari (infeksi)

- Diare Berlemak (steatore)


etiologi : Giardia lamblia (parasite berekor)
Tx : Metronidazole 250 mg (3x1) (3 hari)

- Diare Cucian beras


Etiologi : Vibrio cholera
Tx : Doksisiklin 300 mg SD/ Azitromisin 1 gr SD/ Tetrasiklin 3x500 mg (3 hari)
Px : Kultur TCBS (Tiosulfat sitrat bile salt)  Kuning keemasan

- Diare tidak berdarah


Etiologi : Rotavirus  tidak berdarah, tak ada lendir  one day care
: ETEC : Enterotoxicgenic E.Coli  Darah (-), Demam (-)
Traveller diare, biasa sama bayi
: EPEC : Enteropathogenic E.Coli  Darah (-), Demam (+)
Tx E.Coli = Ciprofloxacin 2x500 mg (3-5 hari)/ Cotrimoxazole 240 mg 2x1 (3 hari)

- Diare Berdarah
Etiologi :
- EHEC : Enterohaemorrhagic E.Coli , Shigella, Amoebiasis (Tidak demam) 
Daging setengah masak
- EIEC : Enteroinvasive E.Coli (Demam)  Susus mentah/Keju
Tx E.Coli : Ciprofloxacin 2x500 mg (3-5 hari)/ Cotrimoxazole 240 mg 2x1 (3 hari)

Shigellosis
BAB Cair > 10x/hari + Demam + Dehidrasi
Px : Feses rutin  Leukosit ; Kultur SS agar : merah terang, Roeleaux
Tx : Ciprofolxacin 2x500 mg (3hari)/ Cotrimoxazole 2x960 mg (3 hari)

Amoebiasis
BAB cair < 10x/hari + nyeri perut + Ludwig sign (+) massa dikanan atas (riw.
Abses hepar ) + feses bau asam
Px : Kista inti 4, tropozoit inti eritrosit, pseudopodia
Penyebaran : tropozoit melalui kista
Tx : Metronidazole 4x 500 mg (7-14 hari)

INFEKSI CLOSTRIDIUM
- Keracunan makanan
- Clostridium Botolinum
Riw. Makan makanan kaleng, gejala lumpuh otot wajah
Tx : Antitoksin botulinum, Humana Botulism Ig (BIG-IV) SD 50 mg/kg
- Clostridium Perfringens
Riw. Makan daging busuk  Diare, atau luka bau gangrene
- Keracunan obat
- Clostridium difficile/Pseudomembran
Diare karena riw. Konsumsi antibiotic lama
Tx : stop AB, ganti metronidazole 500 mg (4x1) 7-14 hari
Tx umum : Rehidrasi, koreksi ggn elektrolit dan asam basa, simptomatik (antiemetic
domperidone), ventilasi mekanik bila gagal napas

Tx diare :
- Cairan :
- Dehidrasi minimal : 103/100 x 30-40 mL/KgBB/hari
- Dehidrasi ringan sedang : 109/100 x 30-40 mL/KgBB/hari
- Dehidrasi berat : 112/100 x 30-40 mL/KgBB/hari
- Terapi Simptomatik :
- Attalpugit  inaktivasi toksin bakteri penyebab diare
- Probiotik  berkompetisi dengan pathogen untuk nutrisi dan reseptor sal. Cerna
- Loperamid  antimotilitas  kurangi frekuensi BAB  jgn diberikan pada
bayi/anak, sebabkan ileus paralitik, ibu hamil  abortus.
- Bismuth  kurangi volume tinja  diberikan per 4 jam

HEMATEMEMESIS MELENA
Muntah darah kehitaman  Tanda perdarahan saluran cerna atas/proksimal lig. Treitz
Mual + Kembung + nyeri abdomen
Riw. Konsumsi NSAID jangka panjang, merokok, alcohol
Keparahan dinilai dari skor Glasgow-blatchford
Px: endoskopi saluran cerna

Tx :
Awal :
- O2
- Infus 2 line RL
- Transfusi PRC  Bila blood loss >30% atau Hct < 18% (menurun > 6%) sampai target
dewasa muda 20-25%, dewasa tua 30%
- Transfusi FFP bila trombositopenia
- Rawat ICU bila  syok, perdarahan aktif, penyakit komorbid serius

Farmakologi :
- Non Varises
- PPI (lanso)/ Antagonis H2 (Ranitidine) per IV
- Sitoprotektor : Sucralfat 3-4x1
- Varises :
- Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 ug/jam per IV
- Vassopresin 50 unit dalam 100 cc D5%  0,5-1 mg/menit/IV selama 20-60 menit,
bisa diulang per 3-6 jam
Dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/ menit
Vassopresin bisa ditambahkan nitrat  cegah insufiensi aorta mendadak
Nitrogliserin iv  dosis awal : 40 mcg/menit  titrasi sampai 400 mcg/menit
- Propanolol 2x10 mg  bisa ditingkatkan sampai diastolic turun 20 mmhg/ nadi
turun 20%
- ISDN 2x1/hari sampai KU stabil
- Metoklorpramid 3x10 mg/ hari
- Pecah varises/ penyakit hati kronik/ sirosis hati  Laktulosa 4x1 Cth +
Ciprofloksasin 2x500 mg/cephalosporin gen 3 berikan sampai konsistensi dan
frekuensi tinja normal

Varises Esofagus
hematememesis, melena, nyeri terbakar episgastrium, Riw. Alcohol, riw. Hepatitits.
Asites, edema perifer,  TD, anemia, spider nevi, eritema palmaris

HEMATOKEZIA
BAB darah merah segar.
Px : Kolonoskopi atau angiografi
Tx :
- Resusitasi dan penilaian awal
- Identifikasi sumber perdarahan
- Intervensi teraupetik  hentikan perdarahan
- Endoskopi
- Angiografi
- Bedah

ILEUS PARALITIK (adynamic ileus)


Usus gagal/tidak mampu peristaltic
Faktor resiko : riw. Op peritoneum, hematom retroperitoneal, fraktur vertebra, kalkulus
uretral, pielonefritis berat, penyakit paru (pneumonia lobus bawah), fraktur
iga, IMA, hypokalemia, iskemik usus.
Gejala : Rasa tidak nyaman diperut tanpa nyeri kolik, sering muntah, sendawa,
sulit BAB, demam.
Px Fisik : Distensi abdomen (+), Bising usus menurun-hilang, colok dubur  tidak
ada kontraksi
Radiologi : Foto polos abdomen  air fluid level (ragu?  gunakan kontras)

Tx :
Non-Farmakologis :
- Puasa  sampai bising usus positif atau flatus
- Pasang NGT bila perlu
- Pasang Kateter urin
Farmakologis :
- Infus 2,5-3 liter/hari
- Nutrisi Parenteral
- Metoklorpramid 10 mg (3x1)  gastroparesis
- Cisapride 5 mg  Ileus paralitik pasca operasi
- Klonidin 0,15 mg Ileus karena obat-obatan

KONSTIPASI
Ggn motilitas kolon akibat terganggun fungsi motoric dan sensorik kolon.
Gejala  sulit defekasi atau rasa tidak puas saat defekasi.
Kriteria Rome III  gejala muncul dalam 3 bulan terakhir atau dimulai sejak 6 bulan
sebelum terdiagnosa
- Terdapat  2 gejala berikut :
- Mengejan sedikitnya 25% dari defekasi
- Feses keras sedikitnya 25% dari defekasi
- Sensasi tidak puas saat evakuasi sedikitnya 25% dari defekasi
- Sensasi Obstruksi anorectal sedikitnya 25% dari defekasi
- Manuver manual
- Jarang feses lunak tanpa penggunaan laksatif
- Bukan Sindrom kolon rektal
Tx :
Non-farmakologis :
- Hentikan obat penyebab
- Bowel training  defekasi saat pagi saat kolon dalam keadaan aktif, 30 menit setelah
makan (reflex gastrocolon)  untuk rangsang BAB
- Asupan cairan dan diet tinggi serat
- Aktivitas dan olahraga teratur
Farmakologis :
- Laksatif stimultan  Bisacodyl 5 mg (max.3x1)
Rujuk bedah bila terapi tidak ada perkembangan

Konstipasi pada ibu hamil  biasa pada kehamilan lanjut  akibat  sekresi hormone
progesterone yang memperlambat motilitas GI tract.
Tx : asupan tinggi serat + laksatif stimultan

CA GASTER
- Jenis
- Mukosa  Non neoplastic polip &Neoplastik polip
- Non mukosa  Mesenkim & vascular
- Gejala & Px  BB , nyeri epigastrium, muntah, keluhan pencernaan, anoreksia,
disfagia, nausea, kelemahan, sendawa, hematememesis, regurgitasi, cepat kenyang.
- Rad 
- USG abdomen,
- Gastroskopi dan biposi (curiga ganas bila mukosa merah dan erosi dipermukaan,
tidak ada pedikle),
- Endoskopi ultrasound,
- Pemeriksaan darah pada tinja  darah samar (+), tes benzidine
- Sitologi  px papanicolau dari cairan lambung
- Tx  Reseksi tumor + Kemoterapi + Radiasi

CA KOLOREKTAL
- Terbagi atas  Polip kolon dan ca kolon
- Faktor resiko
- Usia  60-70 thn
- Polip (+)  tumor jinak
- Riw. Kanker
- Merokok
- Makanan  konsumsi tinggi daging merah dan kurang buah segar makanan
berserat, sayuran, ikan, unggas.
- Fisik tidak aktif
- Penyakit hati kronis
- Radang usus
- Alcohol
- Gejala
 Perubahan pola BAB, hematokezia, konstipasi,
 Gejala obstruksi (biasa tumor dikolon kiri)
 Parsial : nyeri abdomen ( menjalar);
 Total : Nausea, muntah, distensi, obstipasi.
 Invasi local  menembus tenesmus, hematuria, isk berulang, obstruksi uretra
 Metastasis  ke hepar
- Lab  darah samar feses atau DR  Anemia def besi
- Rad  Kolonoskopi
- Histopatologi
- Tx :
- OAINS  Sulindac 200 mg dan celecoxib 200 mg  cegah adenoma berulang pada
pasien FAP (familial adenomatous polyposis)
- Endoskopi dan operasi
- < 5 mm  biopsy/elektrokoagulasi bipolar
- Hemikolektomi  bila tumor dicaecum, colon ascending, transversal, tapi lesi
difleksura lienalis dan colon descending
- Kemoterapi adjuvant
BILIER
Gejala  Nyeri kolik (batu)/Demam (infeksi) + riw. Makan berlemak + murphy sign (+)

Batu system bilier


Jenis batu empedu  Batu Kolesterol (>70%), batu pigmen coklat, batu calcium
bilirubinate, batu pigmen hitam
Faktor resiko
- Usia (lanjut), jenis kelamin (wanita), Diet tinggi lemak,
- kehamilan dan paritas ( empedu lithogenic   Estrogen   sekresi kolesterol &
supersaturated bile.
-  BB terlalu cepat   sekresi kolesterol & musin  beri urdafalk 600 mg/hari
- Obat-obatan  Estrogen, ceftriaxone, somatostatin
- Abnormalitas metabolism lemak
- Penyakit sistemik  Obes, dm, Crohn disease
- Trauma saraf spinal  ggn relaksasi empedu  statis empedu

Penyakit batu system billier :


Kolelitiasis
- Nyeri Kolik perut kanan atas
- Tx : As. Ursodeosikolik 250 mg (3x1) (kecilkan batu dan  bilirubin), batu divesika
fellea atau ESWL (batu harus single, < 20 mm)
Koledokolitihasis
- Nyeri Kolik + Ikterus , batu diduktus koledokus
- tx : As. Ursodeosikolik 250 mg (3x1) atau 8-10 mg/hari (6 bulan-2 tahun) (Single, <
6 mm/ 6-10 mm)

Infeksi system billier


Kolesistitis (infeksi ductus sistikus)
- Etiologi  E.coli, Sterp. Fecallis, Klebsiella
- Patof  Kuman mendekonjungasi garam empedu, hasilkan asam empedu toksik,
merusak dinding mukosa
- Faktor resiko  statis cairan empedu, infeksi kuman, iskemik dinding kandung
empedu, wanita, obes. Usia > 40 thn.
- Gejala  Demam + Murphy sign (+) ( menjalar dari epigastric sampai scapula) 60
menit tanpa reda, tengah malam sampai pagi hari
- Px  Leukositosis, SGOT, SGPT, Bilirubin , USG ABDOMEN, Bil total > 5 mg/dl
 susp batu
- Tx  Ceftriaxone 1gr/8jam + Kolesistektomi,

Kolangitis
- Akibat koledokolithiasis, pemasangan stent, keganasan.
- Etiologi  E.Coli, Klebsiella, Enterococcus Sp, Bacteroides fragills
- Gejala  Demam + Murphy sign (+) + Ikterus (Trias Charcot), Infeksi seluruh
saluran billier (trias charcot). Nyeri hilang timbul dan tiba-tiba, menggigil dan kaku
Tx  AB  Ceftriaxone 1 gr/ 8 jam
- Akut kolesistisis/Empiema kandung empedu  Demam tinggi + Nyeri perut kanan
atas  ada sumbatan diduktus sistikus + supurasi (pus) di gall blader  USG : ada air
dikandung empedu

- Px :
lab  ALP , Gamma Globulin tranferase 
rad.  USG Abdomen, Gold std  Endoscopy Retrogrde Cholangio-Pancreatography
(ERCP)
Hepatitis  SGOT  + SGPT 

TUMOR SISTEM BILIER


- Klasifikasi :
- Kandung empedu
- Tumor Jinak  Polip kolesterol, adenoma
- Karsinoma  Adenokarsinoma, adenoskuamosa, karsinoma sel skuamosa,
small cell carcinoma
- Saluran Empedu
- Intrahepatik  Cholangicarcinoma
- Ekstrahepatik  Papiloma, adenomioma, fibroma, tumor sel granular.
- Karsinoma Kandung empedu
- Jenis :
- Adenokarsinoma papillar (sering),
- adenoskuamosa,
- karsinoma sel skuamosa,
- small cell carcinoma
- Faktor resiko  batu empedu, perempuan, porcelain gallbladder, obesitas, usia
lanjut, kista koledokus, abnormalitas ductus bilier, polip kandung empedu, paparan
bahan kimia, tifoid kronik, riw. Keluarga.
- Gejala  Nyeri abdomen kuadran kanan atas, BB  , ikterik, mual, muntah,
nafsu makan menurun, bengkak abdomen.
- Penunjang  Fx hati (SGOT, SGPT, Bilirubin), Tumor marker (CA 19-9),
Pemriksaan urin-feses, USG Abdomen ( ada massa dilumen kandung empedu), Ct-
scan abdomen, MRI, Endoscopic Retrgrade cholangiopancreatography (ERCP) 
lihat sumbatan, Percutaneus transhepatic cholangigraphy (PTC)  ambil sampel
cairan/jaringan, Laparoskopi, Biopsi.
- Staging
- 0 (insitu) : Sel abnormal dimukosa kandung empedu, menyebar ke jar. normal
- 1 : menyebar antara mukosa kepembuluh darah atau otot
- 2 : menyebar dilapisan otot dan jaringan ikat sekitar otot
- 3A : menyebar dijar. Yang lapisi empedu dan/atau organ sekitar.
- 3B : menyebar diKGB
- 4A : menyebar kepembuluh darah utama hepar atau min. 2 organ terdekat.
- 4B : menyebar ke KGB sepanjang arteri besar diabdomen, tulang
belakang, organ jauh dari empedu
- Tx  Kolesistektomi, Radiasi, Kemoterapi.
- Kolangiokarsinoma
- Keganasan pada sel epitel bilier  Adenokarsinoma (sering).
- Jenis adenokarsinoma (berdasarkan bentuk pertumbuhannya) :
- Sklerosis  jaringan fibrosis, cepat menginvasi dinding ductus. (sering)
- Noduler  lesi anular, mengkonstriksi ductus bilier (sangat invasi)
- Papiller  Lesi jelas diduktus biliaris communis, sebabkan obstruksi bilier
sejak awal.

- Faktor resiko :
- Riw. Kolitis ulseratif
- Usia > 60 tahun
- Jenis kelamin : laki-laki
- Penyakit-penyakit pada hepar.
- Klasifikasi Kolangiokarsinoma (bismuth-corlette) untuk diperihilar :

- Tipe 1  didistal peretemuan ductus hepatikus kiri dan kanan


- Tipe 2  didaerah pertemuan kedua ductus
- Tipe 3  didaerah ductus hepaticus communis dan salah satu ductus
hepaticus. (kanan  3A, Kiri  3B)
- Tipe 4  Multisentrik atau mencapai dareah pertemuan kedua ductus dan
ductus kanan- kiri.
- Gejala & Px  Nyeri tumpul abdomen kanan atas, BB , hepatomegaly,
courvoiser sign, demam, tinja berwarna dempul, urin berwarna gelap
pruritus,timbul gejala nanti obstruksi.
- Lab  CA 19-9, SGOT-SGPT, Bilirubin.
- Rad  USG Abdomen, Ct-scan (intrahepatic), MRCP, Kolangigrafi, ERCP,
Endoscopy USG
- Tx  Reseksi, Radipterapi, Brakiterapi intralumen, Kemoterapi, Fotodinamik.

PANKREATITIS
- Gejala  Nyeri perut bag. atas + riw. Minum alcohol (sering)/ Riw. Batu empedu +
mual-muntah, pasien sulit tidut dan biasa membungkuk (knee chest position) +
demam+ takikardia + hipotensi + defans muskular
- Patof  Auto digestif oleh enzim pancreas
- Lab  Amilase , Lipase  + USG abdomen
- Px  Grey turner sign (+) lebam dipinggang, Culen sign (+) Lebam umbilicus
- Tx  Hentikan alcohol, diet rendah lemak, analgetik, infus, antibiotic profilaksis

TUMOR PANKREAS
- Paling sering  adenokarsinoma ductus  90%
- Skrining  CA 19-9
- Gejala : Nyeri epigastrium, Ikterik, Courvoiser sign
- Rasa tidak nyaman diperut,  BB, riw. Merokok, Nyeri epigastrium, diabetes
new onset, mual, muntah, priuritus, letargi,
- Penyakit komorbid  pankreatitis kronis
- Px  Ikterik, Courvoiser sign (kantung empedu teraba), cachexia, tanda bekas
garukan.
- Lab  DR, amilase, lipase, bilirubin, albumin
- Rad  Ct-scan, MRI
- Laparoskopi dan EUS-FNAB
- Tx  Pancreoticoduocectomy/whipple + Kemoterapi adjuvant + Simptomatik

IKTERUS
Kuning pada tubuh akibat deposit bilirubin (> 3mg/gl)
- Pre Hepatik ( patologi yang terjadi sebelum dihati)  Anemia hemolitik  anemia 
Bil Indirek , Bil Direk (N)
- Hepatik (patologi dihati)  Hepatitis  Bil Indirek , Bil DIrek 
- Post hepatic (patologi setelah konjugasi bilirubin dalam hati) Feses Acholic/Pucat,
BAB dempul, Ggn. Tractus bilier, urobilinogen (-), Bil Direk 

HEPAR

Hepatitis  Demam + Hepar membesar


Fatty Liver  Demam (-) + Hepar membesar
Sirosis  Hepar tidak teraba
Hepatoma  Hepar teraba berbenjol  AFP (+)
Abses Hepar  Demam + Teraba massa diperut kanan

HEPATITIS  Inflamasi pada hepar


- Akut  < 6 bln  Tipe A & E (feco-oral)
- Kronik  > 6 bln  Tipes B,C,D (parenteral/jarum suntik)
- SGOT-SGPT  + Hepatomegali

Hepatitis Imbas obat


- Obat dapat yang memicu  As. Valproat, Halotan, INH, PCT, Na.Dic, Metrothexate,
aspirin, Vit. A, Rifampisin, pirazinamid.
- Gejala & Px  Ikterik, Hepatosplenomegali, Riw. Konsumsi obat/jamu 5-90 hari
terakhir, Riw. Hepatotoksik, ruam, demam, priuritus (kadang
- Lab  DR, SGOT, SGPT, Bilirubin, HBsag
- Radiologi  USG abdomen, CT-scan
- Tx : Suportif dan HENTIKAN OBAT PENYEBAB!!!

Hepatitis A
- Etiologi  Picornavirus (RNA Virus)
- Gejala  Demam + Ikterus + Riw jajan sembarang + Riw. Orang disekitar ada
yang sama + Mual-muntah
- Px  IgM anti HAV (akut), IgG anti HAV (kronik)
- Tx  Curcuma 200 mg (3x1) (hepatoprotektor) + Suportif karena SELF
LIMITING DISEASE!!!

Hepatitis B
- Etiologi  Hepadravirus (DNA Virus)  kronik bisa jadi sirosis hepatis
- Kronik  bila HbsAG (+) 2x pemeriksaan dalam 6 bulan
- Gejala  Riw. Pakai jarum suntik + narkoba (parenteral), Riw Ibu ke anak. Fatigue,
malaise, anoreksia, icterus.
- Px :
- HbsAg  Replikatif
- Anti Hbs  Riw. Imunisasi, riw. Hep B dan sembuh, (>10)
- HbcAg  Tidak khas
- HbeAg  Infeksius
- IgM Anti HBV  Akut
- IgG Anti HBV  Kronik
- IgM anti HBC (+), HbsAg (-)  Window period
- IgM Anti HBC (-), HbsAg (+)  Carrier
- Anti Hbs (+), Anti HbC (+)  riw. Hep B
- Bilirubin, USG Hepar, Biopsi hati, AFP
- Periksa per 6 bulan

Tx  ARV (Lamivudin 100 mg (1x1))  boleh pada ibu hamil UK berapapun


Bayi dari ibu HbsAg (+) lahir  IM hep B(0) 0,5 ml/im < 12 jam setelah lahir

Tx :
- Interferon  1 x 5 juta unit/SC? 4-5 bln bila HbeAg (+), 1 tahun untuk HbeAg (-)
- Lamivudine 1x100 mg
- Adefovir 1x10 mg
- PEG IFN -2a (mono terapi) = 180 gram atau PEG IFN -2 1,5 ug/KgBB
- Entecavir 1x0,5 mg
- Telbivudine 1x 600 mg
- Tenofovir 1x300 mg
- Thymosin 1 (6 bulan)
- Curcuma

Hepatitis C
- Etiologi  Paramyxovirus (RNA Virus)  Lebih kronik dari Hep. B
- Gejala  Riw. Pakai jarum suntik + narkoba (parenteral), Riw Ibu ke anak. Fatigue,
malaise, anoreksia, icterus.
- Px  IgM Anti HCV  Akut
 IgG Anti HCV  Kronik
- Tx  ARV Ribavirin + Interferon
- INTERFERON  PEG IFN -2a= 180 gram atau PEG IFN -2b 1,5 ug/KgBB
- RIBAVIRIN
Bila pakai interferon  :
- < 75 kg = 1000 mg
- > 75 kg = 1200 mg
Bila pakai interferon   15 mg/kgbb ( 2 dosis terbagi)
- Interferon tidak berhasil bisa diganti dengan  Asam Urceodeaxycholic 600
mg/hari

Hepatitis D
- Terjadi bersamaan dengan Hep.B
- Px  IgM anti HDV (+) dan HbsAg (+)
- Tx : sama dengan Hep B

FATTY LIVER (PERLEMAKAN HATI)/ STEATOSIS


Adanya lemak dihati (sebagian besar trigliserida) > 5% dari berat hati akibat gagal
metabolism lemak dihati yang disebabkan defek hepatosit, proses transport lemak berlebih,
melebihi kapasitas sel hati untuk sekresi lemak. (first hit dan second hit)
- Gejala & Px  Hepatomegali (mengganjal diperut kanan atas) + Tanpa demam
- Lab  SGOT + SGPT normal,
 Gold std  Biopsi Hepar
 USG ABDOMEN
- Klasifikasi
- Alkoholik  AST > ALT
- Non- alkoholik  Obes, DM, Hipertrigliserida, Riw. Konsumsi alcohol < 20 gram
per hari
- Perlemakan hati sederhana  Steatohepatitis  Steatohepatitis + fibrosis & Sirosis
- Tx :
- Non-Farmakologis
  BB, Kurangi asupan lemak dan karbo, Olahraga
- Farmakologis
 Antidiabetik
 Metformin 3x500 mg (4 bulan),
 Tiazolindindion (pioglitazon 30 mg)
 Anti Hiperlipidemia
 Gemfibrosil 300 mg (2x1),
 Atorvastatin 20 mg atau simvastatin 10 mg (2x1)
 Antioksidan : Vit E

SIROSIS HEPATIS
Penyakit herpar kronis ditandai hilang arsitektur lobules normal oleh fibrosis, destreksi sel
parenkim, regenerasi membentuk noduls
- Gejala & Px  Riw. Hepatitis/ Riw. Alkohol + Hepar tak teraba + Sclera ikterik +
edema perifer + pembengkakan abdomen + hematememesis + BB  + Riw.
Keluarga (penyakit hati)
- Klasifikasi
 Kompensata
 gejala  mudah lelah, lemas,  nafsu makan, perut kembung, mual, BB 
 Patof : Estrogen  (fase kompensasi)
 Px :Eritem palmar, spider nevi, atrofi tenar, ginekomastia

 Dekompensata
 Hilang rambut badan, ggn tidur, demam subfebris, perut membesar (asites),
hilang dorongan seksualitas.
 Patof : gagal fase kompensasi
Hipertensi porta sebabkan sumbatan
- Lab  SGOT & SGPT, Alkali fostafase, Bilirubin, albumin, DR
- Rad.  USG HEPAR, Ct-scan, Biopsi hati
- Tx:
 Istirahat cukup
 Dekompensata + asites  diet rendah garam
 Laktulosa  target BAB 2-3 x sehari
 Terapi etiologi

ABSES HEPAR
- Rongga patologis pada jaringan hati akibat infeksi yang bersumber dari saluran cerna, a,
oda proses supurasi membentuk pus terdiri dari jaringan nekrotik, sel-sel inflamasi, sel
darah diparenkim hepar.
- Penyebaran hematogen atau langsung dari periteoneum.
- Bentuk  soliter & multiple
- Jenis  Amoebik & Piogenik

- Piogenik
- Etiologi  Enterobactericeae, microerophilic streptococci, anerobic streptococci,
klebsiella pneuominiae, bacteriodes, fusobacterium, syaphiloccus aerues,
salomnella typhi.
- Patof
- Infeksi tractus billier,
- komplikasi sfingterektomi endoskopik pada batu saluran empedu,
- 3-6 minggu setelah anastomosis bilier,
- komplikasi bakteremia di organ pencernaan,
- riw. Periodontal berat (40%)
- Gejala  demam, nyeri perut kanan atas, jalan membungkuk, mual, muntah,
penurunan BB, kurang nafsu makan, malaise, icterus (ringan), BAK berwarna
gelap. Bila didiafragma  nyeri dibahu kanan, batuk, atelectasis.
- Multipel, laki-laki = perempuan, semua lobus hati, subakut
- Px  Hepatomegali, Asites (kronik), Tanda hipertensi porta
- Lab  DR. USG ABDOMEN/FOTO polos abdomen, Ct scan abdomen,
albumin, SGOT-SGPT, Kultur bakteri
- Tx  AB spek luas + Drainase
 bed rest, diet tinggi kalori, tinggi protein
 AB spek luas (Ceftriaxone) ( beta lactam genI/gen III dengan atau tanpa
aminoglikosida, atau cephalosporin gen III, klindamisin atau metronidazol),
evaluasi 4-72 jam  tidak ada perbaikan klinis  kultur
Parenteral 14 hari lanjut oral 6 minggu.
Bila strepto  AB dosis tinggi sampai 6 bulan
 Gagal konservatif/abses >5cm  drainase terbuka cairan abses
 Abses kecil  aspirasi berulang
 Surgical drainase  bila drainase perkutan tidak komplit, ikterik, ggn ginjal,
rupture abses.

- Amoebik
- Etiologi  Entamoeba hystolitica
- Patof  Trofozoit disal. Cerna  invasi kolon  menuju hepar
- Gejala  diare berdarah, nyeri perut kanan atas, demam (<10 hari),
malaise, myalgia, atralgia, Ikterik (jarang, bila ada, pertanda buruk), tidur
cenderung baring sebelah kiri
- Lab dan rad  seperti piogenik
- Single, laki-laki> perempuan, Lobus kanan dekat difragma, akut, ikterik
sedang
- Tx : AB + drainase
- Sebelum aspirasi, berikan METRONIDAZOL 3x750 mg (7-10 hari)
- Amebisid Luminal :
- Iodoquinol 3x650 mg (20 hari)
- Diloxanide furoat 3x500 mg (10 hari)
- Aminosidin (paromomisin) 25-35 mg/kgbb, dosis terbagi, (7-10 hari)
- Indikasi Aspirasi cairan abses :
- Tidak ada respon perbaikan pemberian AB setelah 5-7 hari
- Lobus kiri (dekat pericardium)
- Merah kecoklatan  tanda amebic

HEPATOMA
- BB turun, nyeri perut kanan atas, benjolan perut kanan atas, anoreksia, malaise,
nausea, jaundice
- Lab  DR, SGPT, SGOT, Bilirubin. AFP, Biomarker
- Rad  USG Abdomen, Ct scan abdomen denan kontras.

RHEUMATOLOGI

GOUT ARTHRITIS
- Hiperurisemia  as. Urat pria = >7 mg/dl, wanita = > 6 mg/dl, disebabkan 
produksi as.urat,  ekskresi as. Urat atau keduanya. Hiperurisemia berkepanjangan 
timbulkan gout.
- Gout/Pirai  penyakit metabolic, sering pada pria > 40 thn dan perempuan pasca
menopause. Terjadi penumpukan Kristal monosodium urat (MSU) dijaringan.
- Gout arthritis  radang akut pada jaringan sendi akibat endapan Kristal monosodium
urat.
- Gejala  nyeri dan bengkak (podagra) disendi (sering MTP-1), onset tiba-tiba,
eritema, hangat, bengkak, nyeri tekan. Biasa ada gejala sistemik  demam, malaise,
mengigil.
- Klasifikasi :
- Hiperurisemia asimptomatik :  Asam urat + tak ada gejala (nodul)
- GA akut :  Asam urat + Bengkak + nyeri sendi
- GA Kronik/interkritikal :  Asam urat + Bengkak sendi + tak nyeri
- Predileksi  sendi-sendi tungkai (tangan dan lengan)

- Px penunjang  AS.urat, DR, Radiologi sendi (bila perlu) (erosi ditepi)


- Gold std  Aspirasi cairan sendi
- Gout  Kristal monosodium urat
- Pseudogout  Kristal birefringent

- Bila gout akut tak terobat  destruksi sendi, deformitas sendi, dan tofus.
- Tx
- Non farmakologis:
- Diet rendah purin (jeroan, seafood, kacang-kacangan, sayuran hijau,
santan, bayam emping, nangka)
- Hidrasi yang cukup.
- Turunkan BB ke ideal
- Hindari alcohol dan obat (etambutol, pirazinamid, tiazid)
- Olahraga ringan
- Farmakologis :
- Akut/Nyeri  Kolkisin 0,5 mg (max 2x1). NSAID  indometasin 150-200
mg/hari. Acetaminophen  PCT 500 mg (3x1)
- Kronik/Tidak Nyeri  Allopurinol 100 mg (3x1)  penghambat xantin
oxidase/ probenesid (urikosurik)  ekskresi rendah
- Kortikosteroid
- Komplikasi  tofus, deformitas sendi, nefropati gout, gagal ginjal, BSK
- Pseudogout  penimbunan (Kristal kalsium piro fosfat dehydrogenase)  gejala GA
tanpa peningkatan asam.urat

OSTEOARTHRITIS
- Etiologi :
- Primer : Degeneratif
- Sekunder : Orang gemuk/atlet
- Gejala  Nyeri sendi unilateral/asimetris + sendi besar + krepitasi
+pembengkakan tulang tidak teraba hangat
- Lab  LED < 40 mm/jam, RF : <1:40, Cairan Sinovial petanda OA (jernih, viscous,
leukosit < 2000/mm3), Foto Rad.
- OA  gagal perbaikan kerusakan sendi  stress mekanik  jejas mikro ditulang
subchondral dan rawan sendi.
- Faktor resiko  genetic, usia (> 50 thn), jenis kelamin (perempuan), obesitas, riw
trauma, riw pekerjaan berat.
- Spondilosis : OA pada vertebrae
- Klasifikasi Kellgren & Lawrence (berdasarkan rad) :
- Grade 1  Osteofit (spur formation)
- Grade 2  Osteofit (spur formation) + penyempitan celah sendi
- Grade 3  Osteofit (spur formation) + penyempitan celah sendi + sclerosis
- Grade 4  Kissing knee/destruksi tulang.

- Tx :
- Non farmakologi  turunkan BB, berenang, sepeda statis, hindari aktovotas berat.
- Farmakologi (NSAID + Kortikosteroid)
- Grade 1  life style + knee support + NSAID (meloxicam, Na. Diclofenac)
- Grade 2  Inj. Kortikosteroid + As. Hyaluronat intraarticular
- Grade 3  Inj. Kortikosteroid + As. Hyaluronat intraarticular
- Grade 4  Total knee replacement
- Komplikasi
- Tangan  Nodus Horbeden, Nodus Bouchard
- Genu  Varus : O, Valgus : X

RHEUMATOID ARTHRITIS
- Autoimun. Infeksi EBV
- Gejala  bengkak sendi-sendi kecil bilateral + kaku pagi hari > 20 menit/> 1 jam
( membaik saat aktivitas), kelemahan, kelelahan, anoreksia, demam ringan.
- AR awal :
- Palindromic rheumatism  monoarthritis 3-5 hari, diselingi remisi sempurna.
- Pauciarticular rheumatism  gejala oligoartikuler.
- Lab  RF, LED, Anti Cyclic Citrlinated peptide, DR Analisa cairan sendi (leukosit >
2000/mm3)
- Rad  Foto manus  soft tissue swelling + bone eruption

- Tx :
- Non farmakologi :
- Edukasi, dynamic strength training 30 menit 2-3x/minggu.
- Suplementasi minyak ikan, asam lema esensial.
- Farmakologi :
- Awal  NSAID = meloxicam 15 mg, piroxicam 10 mg, Na.Dic 25-50 mg
- Tepat  DMARD (disease modifying anti rheumatoid drugs)  metroteksat
7,5 mg (7,5-25 mg), klorokuin 150 mg (400-600 mg), sulfasalazine
- Intervensi bedah  bila nyeri berat, gerak terbatas, rupture tendon, kompresi saraf.
- Komplikasi : Panus (bengkak sendi), swan neck
- Juvenile rheumatoid arthritis  inflamasi sendi > 6 mgg pada anak < 16 thn

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOUS (SLE)


- Autoimun, reumatik, inflamasi sistemik  bisa kena organ lain.
- Gejala (Dopamin Rash)  malar rash, oral discoid (sariawan), Nyeri sendi.

- Pemeriksaan :
- Skrining  ANA test, Ct scan untuk SLE organ dalam
- Diagnosis  Anti Ds DNA (sensitive), Anti SM (spesifik)
- Komplikasi  nefritis lupus (sering)  ggl ginjal
- Tx :
- Awal  Kortikosteroid (methylprednisolone 4 mg)
- Tepat  DMARDS (metroteksat 7,5 mg, Klorokuin 150 mg)

ARTHRITIS
- SEPTIK
- Gejala  demam, bengkak, nyeri sendi (hanya satu sendi) + aspirasi cairan
sendi (PMN/leukosit) warna purulent. Disebabkan staphylococcus aureus.
- Faktor resiko  Infeksi kulit dengan prosthesis, usia > 80 thn, DM, RA
immunosupresif, riw, tindakan articular, SLE, trauma sendi.
- Lab  DR, aspirasi cairan synovial, rad  nilai kerusakan sendi, bukan dx.
- Tx :
- Aspirasi cairan sendi
- Antibiotik IV  sesuai kultur bakteri
- Latihan sendi  dilakukan setelah infeksi sembuh.
- REITER SINDROM  bengkak sendi + PMN (-) (Trias : Konjunctivitis, urethritis,
NGO, oligoarthritis bilateral)

POLIMIYALGIA RHEUMATOID
- Nyeri bahu + pinggang pada usia tua  Tx : Kortikosteroid

CUTAEUS LUPUS ERYTHEMATOUS (CLE)


- Akut  Buterfly rush diwajah + gejala sistemik (arthritis)

- Subakut  Tanpa gejala sistemik + lesi seperti psoriasis/tinea


- Kronik  Tanpa gejala sistemik + lesi discoid
FIBROMIALGIA
- Sindrom kronik  Nyeri otot dan sendi  akibat kelelahan, sulit tidur, ggn kognitif,
anxietas, depresi.
- Kriteria diagnose  ACR 2010
- Tx :
- Non farmako :
- Edukasi, aerobic, pemanasan, CBT, terapi kolam panas, relaksasi, fisioterapi.
- Farmako :
- Analgetik : Tramadol 100 mg, PCT 500 mg,
- Antidrepesan : Amitriptilin 25 mg, fluoxetine 20 mg
- Anticonvulsant : Pregabalin 75 mg, Gabapentin 300 mg.

OSTEOPOROSIS
- Penurunan kekuatan tulang  tulang mudah patah.
- Patogenesis  bone resorption > bone formation
- Etiologi  menopause.
- Faktor resiko :
- Riw. Kortikosteroid, hormone tiroid, anti konvulsan, warfarin.
- Penyakit lain  penyakit ginjal kronik, saluran cerna, hati, hipertiroidisme,
hipogonadisme, sindrom cushing, insufiensi pancreas, RA.
- Merokok, alcohol, riw. Haid, menarche, menopause dini, kontrasepsi, riw. Keluarga,
diet rendah kalsium.
- Gejala  tidak keluhan sampai fraktur
- Penunjang :
- Rad  foto polos (fraktur panggul/vertebra)
- Dua energy X-ray Absorptiometry  ukur BMD
- Tx :
- Latihan beban tulang, paparan sinar matahari yang cukup.
- Kalsium > 1200 mg/hari, Vit. D 800-1000U/hari.
- Bifosfonat :
- Alendronate  10 mg/hari atau 70 mg/minggu PO
RESPIRASI

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)


- Paru alami jejas berat yang tersebar  pengaruhi kemampuan paru dalam mengambil O2.
- Jejas paru direk  pneumonia, aspirasi cairan lambung, kontusi paru, jejas inhalasi,
tenggelam
Jejas paru indirek  Sepsis, Trauma thorax, transfuse multiple, overdosis, pankreatitis,
pasca bypass cardio pulmonal.
- Kriteria diagnose ALI dan ARDS :
- ALI  PaO2/FIO2 < 300 mmHg + PCWP < mmHg atau tidak adanya bukti
peniingkatan tek. Atrium kiri
- ARDS  PaO2/FIO2 < 200 mmHg
- Gejala  Saturasi  (khas), takipneu, takikardia, ronchi difus, demam + jejas paru.
- Penunjang :
- Lab  DR, analisa gas darah, elektrolit, plasma brain natriuretic peptide.
- Rad  foto thorax  infiltrate bilateral, edema paru.
- EKG
- Tx :
- Ventilasi mekanik  identifikasi dulu pengurangan tekanan atrium kiri.
- Cairan + diuretic  untuk kurangi tek. Atrium kiri  monitor hipoperfusi dan
hiipotensi
- Kortikosteroid dosis rendah
BRONKIETASIS
- Dilatasi jalan napas yang irreversibel
- Batuk pagi hari + Bau mulut (fetor ex ore) + dahak 3 lapis + demam + sesak
Usia muda, keluhan berulang, merokok (-), sputum banyak tiap pagi, batuk darah,
sputum ada P.aureginosa
- Px  Wheezing (+), retraksi dinding dada, kurang gerakan pada daerah dada yang
sakit, pergeseran mediastinum.
- Penunjang :
- Pem. Sputum  P. Aureginosa
- Immunoglobulin serum
- Rad  multiple kistik kesan Honey comb app.  pelebaran alveoli
- Faal Paru
- Tx :
- Non farmako :
- Dirawat diruang hangat dan udara kering,
- Cegah debu dan asap
- Atur posisi tempat tidur
- Latihan kekuatan otot pernapasan
- Farmako :
- Drainase postural  10-20 menit 2-4 kali setiap hari. Sampai sputum tidak ada.
Tepuk punggung pasien
- Nebulisasi + Mucolitik + kortikosteroid (oral/inhalasi) + antibiotic 7-10 hari.
- itrakonazol (bila infeksi jamur)
- Sindrom kartagener  bronkietasis kongenital, silia bronkus imotil, situs invertus,
sinusitis paranasal tanpa frontalis
- Bronkietasis akibat infeksi mikobakterium non tuberculosis 
- kultur sputum min 2x (+) + min. 1 x pem brochoaveolar lavage (+)
- atau Kultur sputum/ cairan pelura min. 1 hasil (+) + biopsy histopatologi 
mikobakterium non tb ( granuloma-pewarnaan asam basa (+).
BRONKITIS
- gejala  batuk berdahak tanpa demam
- Akut  <3 bulan
- Kronik  > 3 bulan
- Tx  Mucolitik  bromheksin 8 mg, asetilsistein 200 mg, ambroxol 30 mg.
- Rad  corakan bronkial meningkat
-

PNEUMONIA
- Infeksi parenkim paru
- Gejala & px Batuk + demam + sesak + retraksi dada + rhonchi (+) + dahak purulent +
Rhonchi.
- Rad  perselubungan inhomogen + air bronchogram sign (gambaran bronkus)
- Klasifikasi :
- CAP ( Community Acquired Pneumoniae)  streptococcus pneumoniae
- HAP ( Hospital Acquired penumoniae)  muncul saat > 48 jam dirawat dirs.
- Onset dini  muncul 4-5 hari; Onset lambat  muncul > 5 hari.
- HCAP ( Health Care Associated pneumonia).
- Pneumonia aspirasi  akibat aspirasi benda asing
- Pneumonia terkait ventilator  muncul > 48 jam setelah pemasangan alat intubasi
- Pneumonia pada kehamilan  AB : ceftriaxone.
- Pneumonia tipikal  demam + batuk produktif dan purulent
- Pneumonia atipikal :
- demam kurang tinggi + batuk non produktif (mucoid)
- Ronki (+)
- Lab : kadang leukositosis, trombositopenia, LED , SGOT-SGPT 
- Foto thoraks  infiltrate dilobus paru
- Tx :
- Hindari rokok, istirahat banyak, minum yang banyak
- Makrolid : Eritromisin 250-500 mg (4x1), Klaritomisin 500 mg (2x1),
Azitromisin 500 mg (1x1)
- Doksisiklin 100 mg (2x1)
- Mukolitik, antipiretik untuuk nyeri pleuritic (na.dic, pct)
- Kontrol 48 jam, tidak membaik?  ranap
- Bronkopneumoniae  bercak infiltrate
- Pneumonia lobaris  kena 1 lobus
- Tx : AB , mucolitik, antipiretik (eritromisin 500 mg 3x1, Asetilsistein 200 mg 3x1,
paracetamol 500 mg (3x1)
- Antibiotik spectrum luas  beta lactam (cephalosporin), cefadroxyl 500 mg
- Rawat jalan tanpa komorbid: Makrolida PO atau doksisiklin PO
- Rawat jalan dengan komorbid: Beta laktam PO + makrolid PO
- Rawat inap tanpa komorbid: Makrolid IV atau Beta laktam IV
- Rawat inap dengan komorbid: - Beta laktam IV + makrolid IV atau Fluoroquinolon
IV
- ICU tanpa risiko pseudomonas: Beta laktam IV
- ICU dengan risiko pseudomonas: -Beta laktam + azitromisin atau Beta laktam +
Fluoroquinolon
- Pneumonia Aspirasi: Ampisilin, Klindamisin

EMBOLI PARU
- Kelainan jaringan paru akibat ada embolus pada arteri pulmonalis paru.
- Emboli paru  komplikasi dari DVT.
- Faktor predisposisi thrombosis vena :
- Trias Virchow :
- Statis  Imobilitas, tirah baring, anastesi, gagal jantung kongestif/kor
pulmonal, riw. thrombosis vena sebelumnya.
- Hiperkoagulabilitas  keganasan, antibody, sindrom nefrotik, thrombosis
esensial, terapi estrogen, heparin induced trombositopenia, IBD, def. protein C
dan S, def. antitrombin III.
- Kerusakan dinding pembuluh darah  trauma, pembedahan
- Keganasan, riw. Thrombosis, preprat estrogen.
- Gejala dan px :
- Emboli kecil
- Gejala  sesak napas saat aktivitas berulang sampai berbulan, mudah lelah
dan pingsan saat aktivitas.
- Px  Takipneu, takikardia, demam, sianosis, pleural rub, tanda efusi pleura.
- Emboli sedang
- Gejala  Sesak napas + batuk darah + nyeri pleura
- Px  demam, pleural rub, suara napas dan gerak berkurang pada sisi yang
kena, fremitus rava mengeras, perkusi redup yang terkena, bronchial dan
egofoni mengeras, efusi pleural + wheezing (kadang).

- Emboli masif
- Gejala  sinkop mendadak, renjatan, pucat, sesak berat.
- Px  tanda ggl jantung kanan akut (berkeringat, JVP , bunyi P2 mengeras,
murmur sistolik daerah katup pulmonal).
- Penunjang :
- Lab  DPL, hemostasis ( PT, APTT, INR, aktivitas prothrombin, kadar
fibrinogen), kadar protein C dan S, ACA.
- Urin lengkap.
- Analisa gas darah  hipoksemia, alkalosis respiratorik.
- D-Dimer plasma  meningkat
- Foto thorax  Hampton sign, westermark sign, Palla’s sign, biasa tak ada kelainan
- EKG T inverted V1-V4, kadang ada RBBB, atrium fibrilasi.
Emboli paru masif  RAD, P pulmonal, S1 Q3 T3 (mc ginn white pattern)
- Echokardiografi  bila ada peningkatan volume ventrikel kanan tanpa penyebab yang
jelas.
- Perfusion lung scan
- USG tungkai  bila hasil lung scan non high probability lung scan + gejala klinis (+).
- Angiografi pulmoner (gold std)
- Penilaian klinis  skor Geneva dan skor wells.
- Tx :
- Supportif :
- O2
- Infus cairan
- Dobutamin drip (bila hipotensi atau tanda ggl jantung)
- Vasopressor (sesuai indikasi)
- Anti aritmia (sesuai indikasi)
- Analgetik
- Emboli akut :
- UFH/Unfraction heparin :
- Inisial  Bolus 80 IU/KgBB (5000 IU) lanjut drip18 IU/kgBB/jam
- Pantau APTT/6jam : target < 1.2 kali control.
- Perubahan dosis Heparin berdasarkan APTT :
- < 35 detik (<1.2 kali control)  bolus 80 IU/KgBB,  4U/kgbb/jam.
- < 35-45 detik (1.2-1.5 kali control)  Bolus 40 IU/KgBB,  3U/KgBB/jam
- < 46-70 detik ( 1.5-2.3 kali control)  tak berubah
- <71-90 detik (2.3-3.0 kali control)   2U/KgBB/Jam
- > 90 detik ( >3.0 control)  stop infus selama 1 jam, selanjutnya 
3U/KgBB/jam
- Low Molecular Weight heparin (LWMH) : berikan SC per 12 jam
- Enoxaparin  1 mg/kgbb/SC
- Dalteparin  200 IU.kgbb/SC
- Nadroparin  0,1 ml/kgbb
- Tinzaparin  175 U/kgbb/hari
- Fondaparinux/hari  < 50 kg (5mg), 50-100 kg ( 7,5 mg), > 100 kg (10
mg)
- Emboli paru :
- Trombolitik  emboli paru massif, tanpa ggn hemodinamik, beresiko tinggi
untuk sub massif. Kurangi obstruksi dan perbaiki hemodinamik.
- Sterptokinase  loading 250.000 IU dalam NaCl 0.9%/ D5% per IV (
30 menit). Dilanjutkan 100.000 IU/jam (selama 24-72 jam), evaluasi
per 24 jam.
- Urokinase  4400 U/KgBB 12-24 jam. Evaluasi per 12 jam.
- rTPA  100 mg dalam 2 jam atau 0.6 mg/kgBB dalam 15 menit. Max 50
mg.

- Kontraindikasi
- Relatif  TIA dalam 6 bulan, konsumsi antikoagulan oral,
kehamilan-1 mgg pasca melahirkan, hipertensi refrakter (sistol > 180
mmhg), penyakit hati, endocarditis lanjut, ulkus peptic aktif,
traumatic resuscitation.
- Absolut  Stroke, rusak ssp, keganasan ssp, riw operasi kepala, row.
Trauma kepala, perdarahn saluran cerna (1 bulan), perdarahan.
- Percutaneus catheter embolectomy and fragmentation :
- Tujuan : untuk hilangkan obstruksi arteri pulmonal,
- Indikasi : dilakukan bila ada kontraindikasi dan bila bypass pulmonal tak
bisa dilakukan
- Trombektomi
- IVC filter
- Terapi preventif :
- Resiko rendah (<10%)  operasi minor + pasien bisa gerak  gerak secara dini
- Resiko sedang (10-20%)  Operasi umum + pasien bed rest  UFH 5000 U
SC
- Resiko Tinggi (40-80%)  Operasi Ortopedik, trauma susunan saraf belakang
 Fondaparinux, warfarin.
- Terapi jangka panjang :
- warfarin  berikan saat awal pemberian heparin, dosis awal (5 mg/hari)
- Pantau INR setiap 1-3 hari  target 2-3  bila < 2 naikan ½ tab, bila > 3
turunkan, bila 2-3 INR dipertahankan.

TB PARU
- Gejala :
- batuk> 2 minggu
- gejala pernafasan (nyeri dada, sesak, hemoptisis)
- gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, BB, keringat malam)
- Klasifikasi :
- Kasus baru  belum berobat/ berobat < 1 bulan
- Gagal  akhir fase lanjutan, BTA (+) 0,2,5, bulan BTA (+).
- Putus obat  berobat > 1 bulan dan berhenti
- Relaps  berobat 6 bulan  sembuh  kambuh.
- MDR  Resisten R & H
- Monoresisten  resisten 1 obat lini pertama
- XDR  Resisten R&H + 1 lini obat kedua (flurokuinolon, kanamisin,
kapseimisin, amikasin).
- Poli TB resisten  resisten 1 obat lini pertama dan 1 obat tambahan.
- Pemeriksaan :
- Lab  BTA 0,2,5-6 bulan
- SPS : 1x (+) ulangi
2x (+) terapi
3x (-) radiologi (+) TB kat.3
Kultur TB  Lowerstein jansen, bactec. Pewarnaan : Ziehl neilsen (ZN)
- Rad  Foto thorax  TB aktif  kavitas
TB Lama  Kalsifikasi + garis fibrosis
TB milier  infiltrat seluruh lapang paru

- DD :
- Abses paru  kavitas + batuk bau  klindamisin 600 mg IV/8 jam atau Oral, bisa
diganti metronidazole.
- Ca Paru  batuk berdahak + coin lesion (foto thorax)  biopsy.
- Tx :
Indikasi :
- Kat. 1  Kasus baru + BTA (+), putus obat, TB ekstra paru
- Kat. 2  Gagal, relaps, putus obat > 2 bulan
- Kat. 3  BTA (-) tapi Rad (+), MDR
- Kat. 4  MDR
Obat :
- Kat.1 & Kat.3  2 RHZE + 4 RH3
- Kat.2  2 RHEZES + RHZE + 5 (R3H3E3)  8bulan
- TB ekstra paru  Kat.1 9-12 bulan  2RHZE + 7 RH3
- TB berat  tambah kortikosteroid
- TB + HIV  toleransi Obat TB 2-8 minggu setelah itu lanjut ARV.
- Ibu hamil kontra dengan Sterptomisin. Ibu menyusui bisa.
- Anak-anak kontra dengan etambutol.
- DOSIS KDT Streptomisin
- < 37 kg  2 tab 4 FDC  500 mg
- 37- 55 kg  3 tab 4 FDC  750 mg
- 55-70 kg  4 tab 4 FDC  1000 mg
- > 70 kg  5 tab 4 FDC  1000 mg
- Efek samping :
- R : kencing merah, efektifitas turun bila diminum bersama obat kejang, KB,
OAD, flu like syndrome
- H : keram, gatal, neuritis perifer  Vit B6 50-100 mg/hari
- Z : Hepatotoksik, GA
- E : Ggn penglihatan  Hambat kuman
- S : ototoksik, nefrotoksik
- Komplikasi pengobatan :
- Hepatitis imbas obat :
- TB ringan  hentikan semua obat, TB berat  hentikan 3 obat (R3H3Z)
- Jika RHZ  Kuning  SE 18-24 bulan
- Jika RZ  Kuning  2 HES + 10 HE
- Jika H  kuning  6-9 RZE

PNEUMOKONIOSIS (Pneumonia akibat kerja)  hentikan rokok


- Asbestosis  riw kerja di galangan kapal, insulator, pabrik, atap, insulaton.
- Rad  ground glass app
- Dapat sebabkan kanker mesothelioma.
- Oksigen, simptomatik
- Silikosis  Sand Blaster, Mine, keramik
- Rad  Egg shell app, snow storm

- Tx  suportif, rehabilitative, oksigen

FLU BURUNG (H5N1)


- Gejala :
- Demam, batuk, radang tenggorokan, nyeri kepala, menggigil, myalgia, malaise,
- Diare, riw. Kontak unggas dalam 7 hari terakhir
- Klasifikasi :
- Observasi  demam 38OC + salah satu (nyeri tenggorokan, pilek, sesak napas
(pneumonia, riw kontak belum jelas)
- Possible/Suspek  batuk + demam + sesak (pneumonia) + riw. Kontak unggas/ada
unggas mati mendadak, leukopenia < 3000/uL, Titer antibody H5
- Probable  Suspek + foto thorax (pneuomoniae) + titer antibody H5 (+)
- Confirmed  Gold std H5N1 (+) kultur virus H5N1 (+), PCR influenza A (+),
IFA test (+)
- Indikasi Ranap :
- Suspek + sesak napas berat (R > 30x/m; N > 100x/m), ggn kesadaran, KU lemah
- Leukopenia, rad  pneumonia
- Probable dan konfirmasi flu burung.
- Tx : simptomatik + Oseltamivir (tamiflu) 75 mg 5 hari
- Profilaksis  Oseltamivir (tamiflu) 75 mg (1x1) 1-6 minggu
GAGAL NAPAS
- Kondisi gagal system pernapasan dalam pertukaran oksigen. PaCO2 > 45 mmhg (6.0
kPa) dana tau PaO2 < 60 mmhg (8.0 kPa).
- Gagal napas :
- Kegagalan paru  hipokesemia  perfusi tak seimbang
- Kegagalan pompa  Hiperkapnia  tidak mampu eliminasi CO2
- Penunjang :
- DR, analisa gas darah, foto thoraks
- Tx :
- Obati penyakit dasar
- Oksigen
- Ventilasi mekanik ( bila ARDS)
- Bronkodilator  terbutaline, albuterol, antikolirnergik
- AB, kortikosteroid, ekspektoran
- Fisioterapi dada.

PPOK
- Faktor resiko : perokok aktif/pasif, tinggal dilingkup berpolusi, def. a1 antitripsin.
- Gejala  Sesak (diperberat latihan), batuk kronis, produktif, faktor resiko (+),
Respi meningkat, retraksi costal, Barrel chest (+), diafragma letak rendah, suara napas
melemah, ronchi (+) dan wheezing (+), suara jantung melemah.
- Gejala eksaserbasi  sesak napas bertambah, wheezing, bertambahnya batuk dan
sputum, spirometry menurun
- PPOK berat  ggl jantung kanan, cor pulmonal : bunyi jantung II meningkat, distensi
vena jugular, kongesti hati, edema mata kaki.
- Barrel chest  meningkat diameter anteroposterior (hiperinflasi)
- Penunjang :
- Spirometri (gold std)  VEP < 70&
- Foto Thorax  Hiperinflasi paru, diafragma mendatar.
- Analisa gas darah.
PPOK
- Tx :
- PPOK Stabil :
- Non farmako :
- Stop merokok
- Latihan fisik, latihan pernapasan
- Terapi Oksigen jangka panjang (>15 jam/hari)
- Nutrisi
- Pembedahan : bullectomy, tranplantasi paru, lung volume reduction surgery
- Farmako : (dianjurkan kombinasi daripada meningkatkan dosis)
- Bronkodilator/antikolinergik + Steroid + Mukolitik/antioksidan
- Bronkodilator : salbutamol 4 mg, terbutaline
- Antikolinergik : Ipratropium bromide (combivent) (4x sehari)
- Metilxantin
- Steroid : utama pada eksaserbasi.
- Mukolitik, antioksidan (asetilsitein).
- PPOK Eksaserbasi :
- Terapi oksigen
- Bronkodilator (dosis dan frek ditingkatkan) + antilonergik + aminofilin (0,5
mg/kgbb/jam)
- Steroid : prednisone (5 mg) 30-40 mg PO (10-14 hari)
- Antibiotic
- Ventilasi mekanik  bila gagal napas atau PaCO2 > 45 mmHg

PENYAKIT PLEURA
- EFUSI PLEURA
- Akumulasi cairan berlebih dalam rongga pleura.
- Etiologi :
-  tek. Hidrostatik dalam sirkulasi mikrovaskular (ggl jantung)
-  tek. onkotik dalam sirkulasi mikrovaskular (hipoalbumin berat)
-  tek. dalam rongga pleura (kolaps paru)
-  permeabilitas sirkulasi mikrovaskular (pneumonia)
- Gangguan drainase limfatik dari rongga pleura (efusi maligna)
- Perpindahan cairan dari rongga peritoneal (Ascites)
- Gejala :
- Nyeri unilateral, tajam, bertambah parah saat batuk dan inspirasi, dapat
menjalar ke bahu leher abdomen.
- Sesak.
- Riw. Trauma dada.
- Riw penyakit komorbid (CHF, sirosis, sindrom nefrotik, TB, emboli paru,
tumor mediastinum).
- Riw penggunaan obat (bromokriptin, amiodarone).
- Px :
- pergerakan dinding dada restriksi ipsilateral,
- Fremitus taktil menghilang,
- perkusi redup,
- bunyi napas menurun,
- splinting (pada paru yang kena)
- Penunjang :
- Radiologis :
- foto thorax PA: sudut kostofrenikus tumpul dan bergeser kemedial
-  hemidiafragma atau perluasan bayangan lambung akibat terisi gas.
- Batas paru kiri bawah  curiga efusi subpulmonal
- Efusi > 300 cc  terlihat pada foto thorax
- Efusi 150-300 cc  terlihat pada foto thorax lateral decubitus

- USG dan CT-scan.


- Thoracocentesis (pungsi pleura).+ analisa cairan pleura
- Biopsi pleura
- Thoracoscopy  bila susp. keganasan.
- Tx :
- Efusi karena gagal jantung :
- Turunkan afterload  diuretic (furosemide 20 mg amp/40 mg tab,
hidroklortiazid 25 mg, spironolakton 25 mg) dan inotropic (digoxin 0,25 mg,
dobutamin 250 mg/5 cc) sesuai indikasi.
- Torakosintesis diagnostic, indikasi :
- Efusi menetap dengan pemberian diuretic
- Efusi unilateral
- Efusi bilateral, ketinggian cairan bermakan
- Efusi + febris
- Efusi + nyeri dada pleuritic.
- Efusi parapneuomonia/EMpiema
- Torakosintesis  drainase
- Antibiotik sesuai indikasi
- Efusi pleura karena pleuritis tuberculosis
- OAT (min. 9 bulan) + kortikosteroid dosis 0.75 mg/ 1mg/kgbb/hari selama
2-3 minggu  ada respon, turunkan bertahap + torakosintesis bila sesak atau
efusi lebih tinggi dari sela iga III
- Efusi pleura karena keganasan  konsul pulmo
- Chylothorax  thoracostomy/chest tube sementara kemudian pasan
pleuroperitoneal shunt.
- Hemothorax  thoracostomy/chest, bila darah > 200 cc/jam  Torakotomi.
- Efusi karena penyebab lain  atasi penyakit primer.

- PNEUMOTHORAX
- Akumulasi udara pada rongga pleura.
- Etiologi :
- Perforasi pleura visceral dan gas masuk kedalam paru.
- Penetrasi dinding dada, diafragma, mediastinum, esophagus.
- Produksi gas oleh bakteri pada empyema.
- Jenis Pneumothorax :
- Spontan Pneumothorax :
- Primer ® terjadi tanpa ada penyakit komorbid
- Sekunder ® terjadi ada penyakit komorbid.
- Traumatik Pneumothorax® terjadi akibat jejas didada dengan/tanpa
penetrasi.
- Tension Pneumothorax ® terjadi tekanan positif pada rongga pleura selama
respirasi.
- Gejala ® Sesak, onset mendadak, sulit bernapas, nyeri dada terlokalisir. Riw trauma
thorax. Riw penyakit paru komorbid.
- Px ® Takipnea, gerak dada tertinggal pada daerah yang kena, fremitus taktil
menghilang, bunyi napas menghilang.
- Tension Pneumothorax :
- KU : sakit berat
- N >140x/m
- Hipotensi
- Takipneu, pernapasan berat
- Sianosis
- Diaforesis
- Deviasi trakea kesisi kontralateral
- Deviasi vena leher
- Penunjang :
- Foto thorax PA ® tepi luar pleura visceral terpisah dari pleura parietal oleh
ruang lusen

- USG ® cepat, bisa langsung diagnosis.


- CT scan ® bedakan pneumothorax terlokulasi dari kista atau bullae.
- Analisa gas darah ® hipoksemia
- Tx :
- Oksigenasi
- Aspirasi ® pakai kanul 16-18 G
SINDROM VENA CAVA SUPERIOR
- Kumpulan gejala akibat obstruksi dinding vena kava superior tipis, sehingga terjadi
penurunan venous return, dari kepala, leher, dan ekstremitas atas.
- Etiologi :
- Keganasan ® Ca. Paru (small cell dan squamous cell pada 85% kasus), limfoma
(pada usia muda), dan tumor metastasis.
- Non-Keganasan ® Aneurisma aorta, thyromegaly, thrombosis, mediastinitis
fibrosing akibat radiasi, histoplasmosis, sindroma behcet, alat intravascular.
- Gejala ® sesak, batuk berdarah, suara serak, sakit kepala, hidung tersumbat, epistaksis
kesulitan menelan, sinkop dengan onset tak diketahui. Keluhan diperberat dalam posisi
membungkuk atau tidur terlentang.
- Px ® letargi, bengkak pada tangan, wajah daerah mata (sering), kadang pada leher dan
laring, distensi vena jugular, phletora, sianosis, sumbatan pada hidung. Edema cerebri ®
jarang tp tanda prognosis buruk, kejang.
- Penunjang :
- Foto thorax PA : Pelebaran mediastinum superior, terutama pada sisi kanan.

- Ct-scan, venografi (cari sumber obstruksi)


- Tx :
- Elevasi kepala. Jaga patensi napas, bed rest, diet rendah garam, Infus
- O2
- Furosemide 40 mg/IV,
- Deksametason 16-20 mg/IV atau metilprednisolon 125 mg per hari
- Antikoagulan
- Kemoterapi, radioterapi,pemasangan stent, operasi.
CA PARU
- Klasifikasi :
- Epitelial tumor ® benign preinvasive lesion, maligna
- Soft tissue tumor ® mesothelial tumours, Miscellaneous Tumours,
Lumphoproliferative disease.
- Secondary tumour
- Unclassified tumours
- Tumour like lesion
- Faktor resiko :
- Merokok
- Polusi lingkungan kerja : udara, radiasi
- Gejala ® Asimptomatis, batuk, hemoptysis, nyeri dada, dyspnea. Kalau metastasis ®
nyeri tulang, sakit kepala, suara serak, sulit menelan, sesak napas.
- Px ® wheezing, stridor, abses, atelectasis. Bisa aritmia, SVKS, pembesaran KGB.
- Penunjang :
- tumor marker :
- CEA (carcinoma embryonic antigen),
- NSE ( neuron spesifik enolase),
- Cyfra 21-2 (cytokeratin fragments 19)
- Foto thorax, ct-scan, MRI

- Bone Scanning ® bila ada metastasis


- Sitologi sputum
- Histopatologi
- Staging ® TNM
- Tx ® Kemoterapi kombinasi dan radioterapi
SLEEP APNEA/SLEEP DISORDER BREATHING
- Kelainan napas saat tidur : Kondisi hilang napas secara parsial atau seluruhnya, terjadi
beberapa kali sepanjang malam ® bahaya kematian.
- Gejala ® tidur ngorok, ada jeda napas dan tidur terganggu, mengantuk berlebihan saat
siang hari dan mengganggu kewaspadaan, mengganggu keseharian (hubungan
interpersonal, sulit konsentrasi.
- Px ® Hipertensi, obesitas, kelainan saluran napas (kongesti nasal, rhinitis, sinusitis),
Kelainan craniofacial ( mikrognatia, retrognatia), Tanda hipotiroidisme/akromegali.
- Penunjang :
- Polisomnografi, EEG. EKG
- Tx :
- Posisi tidur lateral decubitus
- Turunkan BB
- Oksigenasi, VTP
- Operasi : trakeostomi, uvulapalatofaringoplasti
SSRI : Fluoxetine 20 mg (4-6 minggu).

CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)


- Virus RNA strain tunggal positif berkapsul tak bersegmen.
- Terdapat protein S/spike protein permukaan kapsulnya, berfungsi untuk penempelan dan
masuknya virus kedalam sel host. (interaksi protein S dengan reseptor di sel inang)

- Corona virus sensitif pada :


- panas
- dapat diinaktifkan disinfektan klorin,
- pelarut lipid dengan suhu 56OC selama 30 menit,
- eter,
- alcohol,
- asam perioksiasetat,
- detergen non ionic,
- formalin,
- oxidizing agent dan kloroform.
- Corona bisa hidup > 5 hari disuhu 22-25OC dan kelembapan relative 40-45% dan bisa
inaktif karena sinar UV, Kondisi basa (pH > 12) atau kondisi asam (pH < 3)
- Infeksi corona virus biasa terjadi pada musim dingin atau musim semi. Virus ini
menyukai suhu dingin dan kelembaban yang tak terlalu tinggi.
- Infeksi virus ini sangat progresif pada orang tua, ibu hamil, immunocompromised.
- Patogenesis :
Virus masuk ke saluran napas atas  bereplikasi di sel epitel sakulran napas atas 
menyebar kesaluran napas bawah. Infeksi akut  terjadi shedding virus dari saluran
napas dan virus dapat di GI tract  respon imun innate dan spesifik.
Virus ke sel host diperantarai Protein S (ada dipermukaan virus)  protein S berikatan
dengan enzim ACE-2/angiotensin converting enzyme 2 (reseptor disel host)  translasi
replikasi gen dari RNA genom virus  replikasi dan transkripsi.
Virus masuk  induksi sitokin dalam jumlah tinggi (IL1B, IFNy, IP10, MCP 1, Th1) 
konsentrasi tinggi?  Cytokine strom  berkaitan dengan derajat keparahan.
- Masa inkubasi sampai gejala muncul : 3-7 hari.

- Perjalanan penyakit : tidak berkomplikasi  pneumonia ringan  Pneumonia berat 


ARDS  Sepsis  Syok Septik  Kematian
- Tidak berkomplikasi  Gejala utama tanpa komplikasi ( dehidrasi, sepsis, napas
pendek)
- Pneumonia ringan : pada anak  takipnea + tak ada tanda pneumonia berat.
- Definisi takipnea pada anak:
- < 2 bulan : ≥ 60x/menit
- 2-11 bulan : ≥ 50x/menit
- 1-5 tahun : ≥ 40x/menit.
- Pneumonia berat :
- Dewasa  demam, takipnea (R > 30x/m), distress napas berat, saturasi O2
<90% udara luar.
- Anak  Batuk, sesak, demam + salah satu gejala berikut :
- Sianosis Central atau SpO <90%
- Distress napas berat (retraksi dada berat)
- Tak mau menyusu atau minum, letargi atau penurunan kesadaran,
kejang.
- ARDS  Hipokesemia : PaO2 dibagi FIO2 < 300 mmHg.
- Sepsis Infeksi + disfungsi organ (perubahan status mental, susah bernapas,
respirasi cepat, saturasi O2 rendah, keluaran urin berkurang, nadi meningkat,
trombositopenia, asidosis, tinggi laktat, hiperbilirubinema)  Skor SOFA.
- Syok Septik

- Gejala  demam (>38OC), batuk, pilek,sesak, rasa tak nyaman dileher, onset 10
hari terakhir, riw. Berpergian dari daerah wabah. hidung berair, nyeri kepala, hidung
tersumbat. Fatigue, myalgia, diare
Biar tak ada demam  tetap rawat.
- PDP :
- Gejala Utama/ + Pneumonia ringan/berat/ + Radiologis (+) groun glass opacities
+ riw. Perjalanan dari daerah wabah (14 hari terakhir)/riw. Terpapar ISPA tanpa
diketahui riwayatnya.
- ISPA ringan-berat + riw. Kontak pada pasien covid-10 (probable/tekonfirmasi)
atau Riw. Kontak hewan penular atau riw dari tempat terinfeksi atau wilayah
infeksi.
- ODP :
- Gejala utama ada/tanpa pneumonia + riw berpergian kedaerah wabah + 1 riw
paparan atau lebih seperti kontak dengan pasien covid-19/ mengunjungi tempat
atau wilayah wabah/ riw. Kontak hewan penular.
- Probable : PDP dengan hasil pemeriksaan COVID-19 inkonklusif atau positif pan
coronavirus atau beta coronavirus.
- Kasus Terkonfirmasi : (+) PCR
- Pemfis :
- Respirasi , Nadi , Suhu , Saturasi O2 bisa menurun,
- retraksi otot pernapasan,
- Thorax : inspeksi bisa asimetris dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada
daerah konsolidasi, suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki
- Penunjang :
- Serologi  Rapid test
- DR : leukosit normal atau menurun, limfosit , LED & CRP 
- Radiologi : Foto thorax, ct-scan thorax, atau USG thorax
- Ground glass app, opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, kolaps paru.
- Swab nasofaring dan orofaring (saluran napas atas)
- RT-PCR SARS-CoV-2 atau Serologi  2-4 hari, minimal 2x negative serta klinis
membaik min. 24 jam
- Sputum, bilasan bronkus, BAL (saluran napas bawah)  pada pasien intubasi
- Bronkoskopi, pungsi pleura
- Analisa gas darah, Fx hpar, Fx Ginjal, GDS, Elektrolit, PT/APTT, d-dimer
(meningkat pada kasus berat), prokalsitonin, pem. Feses dan urin.
- Tx :
- Hand Hygiene,penggunaan APD, disinfesksi
- Isolasi, bed rest, serial foto thorax
- Suplementasi oksigen  5 lpm target SpO2 >90% , pada pasien hamil 92-95%.
- Resusitas cairan (RL) :
- Dewasa 30 cc/kgbb dalam 3 jam pertama (dewasa), selanjutnya 250-1000 cc
tergantung pernaikan perfusi dan keadaan klinis
- target perfusi :
- MAP >65 mmhg, sesuaikan usia,
- output urin > 0,5 cc/kgbb/jam,
- CRT, kesadaran, laktat
- Anak 20 cc/kgbb/bolus cepat, lanjut 40-60 cc/kgbb/jam, bila tambahan  20-20
cc/kgbb
- Antibiotik, vit. C 200 mg 1x1
- Simptomatik

- ODP
- Isolasi mandiri 14 hari
- Edukasi
- Vit. C 3x1
- PDP
- Isolasi mandiri 14 hari
- Edukasi
- Obat simptomatik + Vit. C 3x1

CORONA VIRUS DISEASE-19 (FKUI)


- Bisa kena semua, tapi lebih banyak pada balita dan lanjut usia (diperberat penyakit
penyerta)
- Coronavirus  virus RNA, bersirkulasi diunta, kucing, kelelawar.
- Tingkat kematian  2-4% (9 maret 2020)
- Virus sensitive terhadap pemanasan 56OC sealama 30 menit, alcohol 75%, Chlorine,
hydrogen peroxide disinfectan, chloroform, pelarut lipid (sabun).
- Corona bisa hidup > 5 hari disuhu 22-25OC dan kelembapan relative 40-45% dan bisa
inaktif karena sinar UV, Kondisi basa (pH > 12) atau kondisi asam (pH < 3)
- SARS-COV stabil pada suhu dan kelembapan rendah.
- Patogenesis  Virus masuk ke saluran napas atas  bereplikasi di sel epitel sakulran
napas atas  menyebar kesaluran napas bawah. Infeksi akut  terjadi shedding virus
dari saluran napas dan virus dapat di GI tract  respon imun innate dan spesifik.
Virus ke sel host diperantarai Protein S (ada dipermukaan virus)  protein S
berikatan dengan enzim ACE-2/angiotensin converting enzyme 2 (reseptor disel host) 
translasi replikasi gen dari RNA genom virus  replikasi dan transkripsi.
Virus masuk  induksi sitokin dalam jumlah tinggi (IL1B, IFNy, IP10, MCP 1, Th1) 
konsentrasi tinggi?  Cytokine strom  berkaitan dengan derajat keparahan.
- Penularan  droplet (batuk, bersin), Kontak penderita (sentuhan), kontak benda yang
terdapat virus, kontaminasi feses.
- Gejala :
- Demam > 38OC, hidung berair, batuk/rasa tak nyaman dileher, nyeri kepala, sulit
bernapas, onset 10 hari terakhir. Biar tak ada demam  tetap rawat
- Klasifikasi :
- Orang dalam pemantauan
- Demam/demam tanpa pneumonia, riw ke china atau negara wilayah terjangkit.
- Tidak memiliki satu atau lebih riw. Paparan
- Bekerja atau mengunjungi faskes yang berhubungan dengan covid-19 dichina
atau wilayah terjangkit
- Riw. Kontak dengan hewan penular (dichina atau diwilayah terjangkit).
- Pasien dalam pengawasan 1
- Demam >38OC/Riw demam
- Batuk, pilek, nyeri tenggorokan
- Pneumonia ringan-berat berdasarkan gejala klinis dan/atau gambaran radiologi
(gound glass Opacity)
- Waspada pada pasien immunocompromised (gejala dan tanda tidak jelas)
- Dan minimal satu dari berikut :
- Riw. Kechina atau daerah terjangkit dalam 14 hari sebelum timbul gejala,
atau
- Nakes yang sakit dengan gejala yang sama setelah merawat pasien ISPA
berat yang tidak diketahui penyebabnya, atau
- Pasien dalam pengawasan 2
- Alami ispa ringan-berat dalam waktu 14 hari sebelum sakit, dan memiliki salah
satu paparan berikut :
- Riw. Kontak erat kasus,
- Bekerja atau mengunjungi faskes yang berhubungan dengan kasus di
china atau wilayah terjangkit.
- Riw. Ke Wuhan dan demam > 38OC atau ada riw. Demam
- Kasus terkonfirmasi
- LAB  Swab tenggorok  PCR (2-4 hari)  bila (-), ulangi sampai 2x serta secara
klinis dalam 24 jam membaik.
Bisa SEROLOGI bila tdk ada PCR
Foto thorax/ct scan thorax
Kultur darah
 Probable  Susp. Tapi inkonklusif atau (+) pan corona virus atau beta corona virus
 Konfirmasi  Gejala + Lab (+)
Leukosit dominan normal (45%), Neutropenia, D-dimer meningkat, procalsitonin
normal, laktat meningkat.
Kasus terkonfirmasi :
- Primer  (+) covid-19 onset muncul paling awal (< 24 jam) diberbagai tempat
seperti rumah, sekolah, RS.
- Sekunder  Kontak yang jadi kasus, onset 24 jam atau lebih setelah onset terakhir
kasus primer/co-primer.
- Kasus yang didapat  kasus dengan riw.perjalanan dari daerah yang terdampak,
dalam 14 hari sebelum onset.
- Tx
- Isolasi
- APD
- Serial foto thoraks
- Suplementasi O2  tidak hamil :  90%; Hamil :  92-95%; anak dgn kegawatan 
94%; anak :  90%
- AB Empiris
- Simptomaik  antipiretik, mukolitik
- Terapi cairan
- Ventilasi mekanik  bila gagal napas
- Observasi
- Choloroquine 500 mg (5-10 hari), oseltamivir 150 mg (5 hari), obat anti HIV
- Kortikosteroid bila perlu
INFEKSI

INFEKSI CACING : Nemathelmintes


- Nematoda  Cacing usus (Nemus)
- Cestoda  cacing pita (C-Pit)
- Tremaroda  cacing hati (Tremati)

- Nematoda : Fase infektif  telur termakan


- Enterobius Vermicularis/oxyuris vermicularis  Cacing kremi, seperti parutan
kelapa (15-40 mm)
- Gejala  Gatal pada anus dimalam hari
- Px  Adhesive Scotch type (isolasi temple dianus, kemudin cabut, ada telur)
- Tx : Pirantel Pamoat : anak 10 mg/kgbb/hari, dewasa : 500 mg SD

- Trichuris Trichuria  Fase infeksi : telur bentuk tempayan dengan dua ujung
runcing, mucoid plak.
- Gejala  Prolaps rectum (benjolan melingkar dari anus seperti sosis)
- Tx  Mebendazole 100 mg 2x1 (3 hari) atau SD 500 mg

- Ascaris Lumbricoides  Fase infeksi telur dinding 3 lapis (albuminoid, hyaline,


vitelin)
- Gejala  anemia + anak gangguan belajar
- Tx  Albendazole 400 mg per hari SD (bunuh semua std cacing)
- Komplikasi  Lofler syndrome = muntah cacing, obstruksi usus
- Hook Worm/ Cacing tambang  Fase infektif, larva filiform menembus kulit.
- Etiologi :
- Diusus : ancylostoma duodenale, necator americanus
- Dikaki : cutaneous larva migrans  lesi serpiginosa  ancylostoma
brazilensis/ancylostoma caninum
- Tx Albendazole 400 mg SD/hari; Brazilensis  3 hari + etil spray,
cryoterapi.

- Cestoda :
- Jenis :
- Taenia Solium  Babi
- Taenia Saginata  Sapi
- Fase infektif  Sistiserkus (Cacing dewasa)  Sistiserkosis
Ada diotak dan hati berbentuk bulat-bulat
- Makan daging sapi/babi yang mengandung cacing pita  Taeniasis
- Fase Proglotid: T. Solium : 5-10 segmen uterus; T.Saginata = 15-30 segmen uterus.

- Tx  Praziquantel 10 mg/KgBB Single dose (membuat edema tubuh cacing dan


pecah)

- Trematoda/cacing hati :
- Gejala : pasien dari danau lindu, bengkak kaki atau perut, anemia
- Fase Infeksi : Masuk tubuh siput  telur  serkaria  dimakan manusia  cacing
dewasa
- Fasciolopsos buski
- Schistosoma Japonicum
- Diphyllobothrium latum  makan ikan setengah masak
- Fasciola Hepatica
- Telur Schistosoma  ada tanduk/knob/operculum ditelurnya
- Japonicum  danau lindu
- Mansoni  afrika
- Japonicum & mansomi timbulkan BAB berdarah
- Hematobium  Kencing darah

- Tx : Japonicum : 3x20 mg/hari; mansoni dan haemotobium 2x20 mg/hari

- Cacing lain
- Filiariasis/Kaki gajah
- Gejala : Kaki bengkak + unilateral + kencing putih (seperti nanah)
- Filiaria tinggal di saluran limfe  limfedem sekunder
- Wucherieria bancrofti = anopheles
- Brugia malayi = culex
- Brugia timori = culex
- Px  Pewarnaan Giemsa  dilakukan pukul 22.00-02.00
- Fase infeksius  Larva 3  manusia  tinggal dilimfe
- Tx  Dietilcarbamazin (DEC)  6 mg/KgBB  3x6 mg/hri/12 hari
- Ivermectin 150 mcg SD + Albendazol 400 mg SD
MALARIA
- Etiologi : Plasmodium (falsiparum, vivax, ovale, malariae, knowlesi)
- Ditularkan nyamuk anopheles betina  plasmodium hidup berkembang dieritrosit.
- Gejala  Trias malaria (demam, menggigil, keringat) + riw. Berpergian daerah
endemis + sakit kepala, mual, muntah diare, nyeri otot, gangguan kesadaran
- Kriteria diagnosis menurut WHO (2010)
- Resiko rendah (malaria inkomplikata)  riw demam 3 hari terakhir tanpa ada
penyakit akut lain + riw. Berpergian daerah endemis.
- Resiko tinggi  demam 24 jam terakhir dan/atau anemia (telapak tangan pucat
pada anak)
- Tertiana  demam hari ke-3 (ovale,vivax)
- Kuartana  demam hari ke-4 (malariae)
- Tropicana  pola demam bebas (falciparum)
- Px  Demam > 37.5OC, Konjunctiva anemis, tangan pucat, sklera ikterik,
hepatosplenomegali.
- Jenis malaria :
- Falciparum
- gametosit bentuk pisang, banana shape
- Tropozoit : ring form + titik achole (bentuk headphone), khas titik mauer
- Komplikasi : malaria cerebral
- Tidak kambuhan, suka sama eritrosit tua.
- Vivax & Ovale
- Suka eritrosit muda, kambuhan karena ada hipnozoit dihepar (dorman
dihepar).
- Vivax  eritrosit membesar, edema, titik schuffner, membesar 2x
- Ovale  eritrosit tidak membesar, titik schuffner
- Malariae
- Gametosit : Band form/basket form, khas titik zieman
- Penunjang :
- Sediaan darah tebal atau tipis (+) plasmodium
- darah tebal untuk ketahui adanya plasmodium
- darah tipis untuk bedakan jenis plasmodium
- serologi malaria (+)
- Tx :
- Malaria tanpa komplikasi : ACT (Dihidroartemisin-primakuin (DHP))/ Artesunat-
amodiakuin + primakuin
- Falsiparum : ACT 1x1 (3 hari) + Primakuin 0,75 mg/KgBB (hari pertama
saja)
- ACT :
- < 5 Kg atau 0-1 bulan = ¼ tab
- 6-10 kg atau 2-11 bulan = ½ tab
- 11-17 Kg atau 1-4 tahun = 1 tab
- 18-30 Kg atau > 5 tahun = 1 ½ tab
- 31-40 Kg atau > 10 tahun = 2 tab
- 41-49 Kg atau > 15 tahun = 3 tab
- > 50 Kg = 4 tab
- Primakuin :
- 11-17 Kg atau 1-4 tahun = ¾ tab
- 18-30 Kg atau 5-9 tahun = 1 ½ tab
- 31-59 Kg atau 10-14 tahun = 2 tab
- > 60 Kg atau > 15 tahun = 3 Tab
-
- Vivax : ACT 1x/hari selama 3 hari + primakuin 0.25 mg/kgbb (14 hari)
- DHP + Primakuin
- DHP :
- < 5 Kg atau 0-1 bulan = ¼ tab
- 6-10 kg atau 2-11 bulan = ½ tab
- 11-17 Kg atau 1-4 tahun = 1 tab
- 18-30 Kg atau > 5 tahun = 1 ½ tab
- 31-40 Kg atau > 10 tahun = 2 tab
- 41-59 Kg atau > 15 tahun = 3 tab
- > 60 Kg = 4 tab

- PRIMAKUIN :
- 11-17 Kg atau 1-4 tahun = ¼ tab
- 18-30 Kg atau 5-9 tahun = ½ tab
- 31-40 Kg atau 10-14 tahun = ¾ tab
- > 41 Kg = 1 Tab

ATAU BISA GUNAKAN

- ACT + PRIMAKUIN
- ACT :
- < 5 Kg atau 0-1 bulan = ¼ tab
- 6-10 kg atau 2-11 bulan = ½ tab
- 11-17 Kg atau 1-4 tahun = 1 tab
- 18-30 Kg atau > 5 tahun = 1 ½ tab
- 31-40 Kg atau > 10 tahun = 2 tab
- 41-49 Kg atau > 15 tahun = 3 tab
- > 50 Kg = 4 tab
- PRIMAKUIN :
- 11-17 Kg atau 1-4 tahun = ¼ tab
- 18-30 Kg atau 5-9 tahun = ½ tab
- 31-40 Kg atau 10-14 tahun = ¾ tab
- > 41 Kg = 1 Tab
- Vivax Relaps (Kambuh)
- Indikasi : sudah diberikan primakuin 0.25 mg/KgBB/Hari selama 14 hari namun
pasien sakit kembali, parasit (+) dalam 3 minggu-3bulan setelah pengobatan.
- Tx : ACT 1x/hari (3 hari) + Primakuin 0.5 mg/KgBB

- Ovale
- ACT (dosis sama dengan vivax) (1x/hari (3hari))
- ACT :
- < 5 Kg atau 0-1 bulan = ¼ tab
- 6-10 kg atau 2-11 bulan = ½ tab
- 11-17 Kg atau 1-4 tahun = 1 tab
- 18-30 Kg atau > 5 tahun = 1 ½ tab
- 31-40 Kg atau > 10 tahun = 2 tab
- 41-49 Kg atau > 15 tahun = 3 tab
- > 50 Kg = 4 tab

- Malariae
- ACT 1x/hari (3hari) tanpa primakuin

- Infeksi campur : P.faciparum + vivax/ovale


- ACT 1x/hari (3hari) + Primakun 0.25 mg/KgBB (14 hari)
- DHP + Primakuin
- DHP :
- < 5 Kg atau 0-1 bulan = ¼ tab
- 6-10 kg atau 2-11 bulan = ½ tab
- 11-17 Kg atau 1-4 tahun = 1 tab
- 18-30 Kg atau > 5 tahun = 1 ½ tab
- 31-40 Kg atau > 10 tahun = 2 tab
- 41-59 Kg atau > 15 tahun = 3 tab
- > 60 Kg = 4 tab
- PRIMAKUIN :
- 11-17 Kg atau 1-4 tahun = ¼ tab
- 18-30 Kg atau 5-9 tahun = ½ tab
- 31-40 Kg atau 10-14 tahun = ¾ tab
- > 41 Kg = 1 Tab

ATAU BISA GUNAKAN

- ACT + PRIMAKUIN
- ACT :
- < 5 Kg atau 0-1 bulan = ¼ tab
- 6-10 kg atau 2-11 bulan = ½ tab
- 11-17 Kg atau 1-4 tahun = 1 tab
- 18-30 Kg atau > 5 tahun = 1 ½ tab
- 31-40 Kg atau > 10 tahun = 2 tab
- 41-49 Kg atau > 15 tahun = 3 tab
- > 50 Kg = 4 tab
- PRIMAKUIN :
- 11-17 Kg atau 1-4 tahun = ¼ tab
- 18-30 Kg atau 5-9 tahun = ½ tab
- 31-40 Kg atau 10-14 tahun = ¾ tab
- > 41 Kg = 1 Tab

- Note :
- (Artesunat 4 mg/kgbb; amodiakuin basa : 10 mg/Kgbb)
- Utamakan dosis berdasarkan BB
- Bila obes, sesuaikan dosis dengan bb ideal

- MALARIA PADA IBU HAMIL


- Pemberian obat disesuaikan usia kehamilan
- ACT tidak boleh trimester 1; Primakuin tidak boleh sama sekali
- Falciparum :
USIA KEHAMILAN PENGOBATAN
Trimester 1 (0-3 bulan) Kina 3x2 tab + Klindamisin 2x300mg (7hari)
Trimester 2 (4-6 bulan) ACT 1x1 (3 hari)
Trimester 3 (7-9 bulan) ACT 1x1 (3 hari)
- Vivax :
USIA KEHAMILAN PENGOBATAN
Trimester 1 (0-3 bulan) Kina 3x2 tab (7hari)
Trimester 2 (4-6 bulan) ACT 1x1 (3 hari)
Trimester 3 (7-9 bulan) ACT 1x1 (3 hari)

- MALARIA BERAT
- Non perawatan :
- Artemeter/IM 3.2 mg/KgBB
- Rujuk kefaskes ranap
- Perawatan :
- Artemeter/IV 2.4 mg/KgBB (3x jam 0,12,24), lanjut dosis yang sama per
24 jam sampai penderita mampu minum obat.
- Bila penderita mampu minum obat : ACT 3 hari + primakuin (sesuai
jenis plasmodiumnya
- Kemasan dan cara pemberian :
- Artesunat parenteral (vial 60 mg serbuk kering) + pelarut
na.bikarbonat 5%.
- Campur, jadi 1 cc larutan na.artesunat
- 1 cc larutan na.artesunat encerkan dengan D5% atau NaCl
0.9% sebanyak 5 cc didapatkan konsentrasi 60mg/6ml (10mg/ml),
bolus pelan
- Alternatif :
- Artemeter
- Artemeter IM 3.2 mg/KgBB dihari pertama, lanjut 1.6
mg/KgBB per hari sampai penderita mampu minum obat.
- Bila sdh minum obat, sesuaikan dosis ACT dan Primakuin
sesuai plasmodiumnya.
- Kina drip
- Dewasa :
- 4 jam pertama = Loading : 20 mg/KgBB Kina dilarutkan
dalam 500 cc D5%/NaCl 0.9%.
- 4 jam kedua = hanya D5%/NaCL 0.9%
- 4 jam ketiga = Kina 10 mg/KgBB dalam 500 cc
D5%/NaCl 0.9%
- 4 jam keempat : hanya D5%/NaCl 0.9%
- Selanjutnya Kina 10 mg/KgBB dalam 500 cc D5%/NaCl
0.9% sampai bisa minum obat.
- Bila sdh bisa minum obat = berikan
- Kina tab PO 10mg/KgBB/Kali per 8 jam
- Berikan bersama doksisiklin/tetrasiklin pada dewasa;
Klindamisin pada Ibu Hamil
- Dosis total kina terhitung sejak pertama kali infus.
- Anak :
- Kina HCL 25%/IV 10 mg/KgBB (< 2 bulan = 6-8
mg/KgBB) encerkan 5-10 cc D5%/NaCl 0.9% berikan
selama 4 jam. Dapat diulangi per 8 jam sampai bisa minum
obat.
- Kemasan : ampul kina dihidroklorida 25% (500 mg/2
ml).

- Note :
- Kina tak boleh bolus  berefek pada jantung dan
menimbulkan kematian.
- Dosis Max Dewasa kina : 2000 mg/hari.

- MALARIA BERAT PADA IBU HAMIL


- Trimester 1 = Kina HCL drip/IV
- Trimester 2 dan 3 = Artemeter injeksi

- PEMANTAUAN PENGOBATAN
- Hitung parasite minimal per 24 jam : target pada H1 50% H0 dan H3 < 25%
H0.
- Pemeriksaan diulangi 3x berturut, sampai taka da ditemukan parasit.

- PENCEGAHAN (WHO) Metode ABCD


- Awarness (Pengetahuan)
- Resiko malaria, habitat anopheles, gejala utama dan masa inkubasi.
- Bite Prevention
- Hindari gigitan nyamuk menjelang senja hingga fajar, dengan cara :
- Membatasi aktivitas pada waktu tersebut
- Memakai pakaian menutup sebagian besar tubuh
- Tutup jendela dan pintu, gunakan kelambu, gunakan insektisida
- Gunakan spray atau lotion anti nyamuk yang mengandung
diethytoluamide.
- Bersihkan daerah yang memungkinkan jadi sarang nyamuk
- Tutup rapat bak tampungan air
- Kuras bak mandi dan membuang genangan-genangan secara rutin
- Mengubur kaleng bekas atau wadah kosong kedalam tanah.
- Kemoprofilaksis
- Doksisiklin :
- diberikan 1-2 hari sebelum keberangkatan kedaerah pandemic
malaria, minum waktu yang sama tiap harinya, sampai 4 minggu
setelah meninggalkan daerah tersebut.
- Tak boleh diberikan pada anak < 8 tahun dn ibu hamil.
- Dosis dewasa : 1x100 mg
- Dosis anak : 2 mg/kgbb/hari (max.100 mg)
- Primakuin :
- untuk daerah pandemic vivax
- Tidak boleh diberikan pada pasien def. G6PD, ibu hamil dan
menyusui (kecuali ada bukti G6PD normal).
- Dosis dewasa : 1 x 30 mg
- Dosis anak : primakuin basa 0.5 mg/kgbb/hari (max.30 mg/hari),
saat makan.
- Bisa sbg anti-relaps vivax dan ovale = diberikan 14 hari setelah
meninggalkan daerah endemis.

LEPTOSPIROSIS
- Gejala  Demam, riw. Banjir, tidak pakai sandal
- Ringan  hematom subkonjunctiva + nyeri tekan gastrocnemius
- Berat (weils disease)  Oligouri + Acute Kidney Injury + Ikterus + perdarahan
(paru) + syok refrakter
- Etiologi  Leptospira  Kencing tikus. Menginfeksi melalui mukosa atau abrasi kulit
- Patof  leptospira tumbuh dalam epitel tubulus ginjal, terus menerus mengalir dalam
filtrate urin. Masa inkubasi 2-26 hari (rata-rata 10 hari)
- Pemeriksaan :
- Mikroscopic Agglutination Therapy (MAT) (gold std),
- DR  Leukositosis atau Leukopenia (ada gambaran neutrophil), LED meninggi,
anemia hemolitik, trombositopeni
- Urinalisis  proteinuria, leukosituria.
- Mikroskopik lap. Gelap,
- Kultur darah, setelah 2 minggu  kultur urin
- Weils disease   blood urea nitrogen, kreatinin serum
- Tx :
- Ringan  Doksisiklin 2x100 mg (7 hari)
- Amoxicilin 4 x 500 mg (7 hari)
- Ampisilin 4x500 mg (7 hari)
- Azitromisin 1x1 gram hari pertama, selanjutnya 1x500 mg (hari 2-3)
- Berat  Penisilin G IV 1.5 juta IU (5 hari)
- Ceftriaxone 1 gram/24 jam (7 hari)
- Doksisiklin IV 100 mg/12 jam (7hari)
- Cefotaxime 1 gram/6 jam (7hari)
- DD :
- Yersinia pestis  demam + pembesaran kel. inguinal

DEMAM TIFOID
- Gejala  Demam > 1 minggu (mulai demam sore-malam hari) + lidah kotor + ggn.
Sal. Cerna (anak diare, dewasa konstipasi) + apatis, napas bau
- Pemfis  Bradikardi relative ( 1OC tidak diikuti  nadi 8x/m) , Rose spot,
hepatosplenomegali, napas bau (foetor ex Ore)
- Penunjang :
- Gold std :
- Kultur empedu (mahal dan susah)
- Kultur darah (mgg 1), kultur feses (mgg 2), kultur Urin (mgg 3)
- Bila semua kultur negative tapi gejala (+) tifoid  periksa biopsy specimen
sum-sum tulang
- Widal  setelah 1 mgg
- Serologi : tubex  sebelum 1 mgg (+) bila > 6 (4-6 tanda infeksi, 3 borderline 
ulangi beberapa hari kemudian, <2 negatif)
- (bisa dilakukan hari 4-5 untuk infeksi primer, hari 2-3 bila infeksi
sekunder)
- Uji typhidot, ELISA
- DR  leukopenia, anemia, trombositopenia
- Tx :
- Dewasa  Quinolon  Ciprofloxacin 500 mg 2x1 (7 hari)
- bisa juga kloramfenikol 4x500 mg (7 hari),
- cotrimoxazole 2x960 mg ( 2 mgg)
- Ceftri, cefoperazone, cefotaxim
- Ibu hamil  Amoxicilin, Ceftriaxone
- Anak  Kloramfenikol (7 hari) (sediaan 250 mg, syr 125 mg/5 ml)  Efek
samping : depresi sum-sum tulang, pada bumil : gray baby syndrome
- Komplikasi :
- Meningitis tifosa,
- perforasi usus  nyeri defans muscular : minggu 2-3  tx : kortikosteroid
- Toksik tifoid  Demam tifoid + ggn kesadaran , biasa ada ggn neurologis
- Tx Toksik tifoid
- Kloramfenikol 4x500mg + Ampisilin 4x1 gram + prednisone 20-40 mg SD
(selama 3 hari pertama)
- Bila delirium, koma, syok  injeksi dexa 3 mg/kgbb (awal), lanjutkan 1
mg/kgbb/ 6 jam selama 2 hari
- Tifoid Karier  feses mengandung s.typhi setelah 1 tahun demam tifoid tanpa gejala
klinik
- Tanpa kolelitiasis  Cotrimoxazole 2x2 tab/ hari (3 bulan)
- Kolelitiasis  Ciprofloxacin 2x750 mg (28 hari)

DBD
- Etiologi  aedes aegypty dan aedes albopictus
- Patof  infeksi sekunder dengan serotype berbeda
- Demam dengue  tidak ada gangguan permeabilitas
- DBD  ada ggn permeabilitas  Edem/efusi, Hct  > 20%
- Gejala umum :
- demam, nyeri otot, nyeri sendi, injekasi konjunctiva, mual muntah, nyeri
belakang mata
Derajat Gejala Terapi
1 Rumple leed (+) 3-5 cc/kgbb
2 Perdarahan spontan (epistaksis, perdarahan 6-7 cc/kgbb
gusi)
3 Gejala syok, TD < 20, nadi , akral dingin 10-20 cc/kgbb (30 menit)
4 DSS (dengue shock syndrome) 20-30 cc/Kgbb
, TD tidak terukur, akral dingin
Volume cairan kristaloid yang dibutuhkan  1500 + 20 X (BBkg-20)
- Pemfis :
- Hepatomegali
- Tanda perdarahan : Ptekie, purpura, ekimosis
- Tanda kebocoran plasma : efusi pleura, ascites, edema
- Penunjang :
- DR  Trombositopenia (< 100.000) ranap!!!  transfusi tromobosit bila <
50.000, HCT > 20% (banding standar normal sesuai umur & jenis kelamin)
- Hari 1-3  NS 1
Hari 4-5  IgM-IgG Antigen (serologi)

- Terapi
- Protokol Tx DBD :
- Protokol 1  Probable DBD dewasa tanpa syok
- Protokol 2  tx cairan susp. DBD diperawatan
- Protokol 3  Tx DBD dengan Hct > 20%
- Protokol 4  Tx DBD dewasa dengan perdarahan spontan
- Protokol 5  DSS

- Protokol 1 (Probable DBD dewasa tanpa syok)


- Rawat jalan
- Hb, Hct, plt normal  rawat jalan, obs DR/24 jam
- Hb Hct normal, Plt 100.00-150.000  rawat jalan, obs DR/24 jam
- Ranap
- Hb, Hct Normal, Plt < 100.000  Rawat  protocol 2
- Hb, Hct meningkat, Plt normal/turun  rawat  protocol 2

- Protokol 2 (DBD diperawatan)


- Trombo < 100.000  infus kristaloid per 24 jam
- Trombo < 100.000 + Hct 10-20 %  Infus kristaloid per 12 jam
- Trombo < 100.000 + Hct > 20%  Protokol 3
- Setelah cairan diberikan  periksa DR per 24 jam
- Hb,Ht  10-20%, plt < 100.000  jumlah pemberian cairan sesuai rumus, per
12 jam
- Hb, Ht  > 20%, plt < 100.000   jumlah cairan diberikan sesuai protocol

- Protokol 3 (DBD dengan Hct > 20%)


- Awal 6-7 cc/kgbb/jam  evaluasi per 3-4 jam  ada perbaikan atau tidak?
- Perbaikan  (hct, Nadi turun, TD membaik, produksi urin meningkat) 
kurangi infus 5 cc/kgbb/jam  kurangi infus 3 cc/kgbb/jam  hentikan
setelah 24-48 jam (selalu kurangi bila ada perbaikan!)
- Tidak membaik  (hct dan nandi meningkat, TD menurun < 20, produksi urin
menurun)  infus RL 10 cc/kgbb/jam  tidak membaik  ulangi
10cc/kgbb/jam  tidak membaik  tx syok

- Protokol 4 (DBD dewasa dengan perdarahan spontan)


- Tx DBD perdarahan spontan : Terapi cairan + Transfusi PRC (Hb < 10) +
Transfusi trombosit (< 50.000-100.000)

- Protokol 5 ( DSS) :
- Awal :
- Patensi jalan napas : O2 1-2 lpm dgn nasal kateter atau sungkup wajah
- Infus kristaloid 10-20 cc/kgbb secepatnya (< 10 menit)
- Perhatikan respon pemberian cairan  hipovolemi, hypervolemia, overload
- Perbaikan  7cc/kgbb/jam (evaluasai 1 jam)  5 cc/kgbb/jam stop infus
- Tidak membaik  guyur 30 cc/kgbb/jam (20-30 menit)  Ht naik, syok, atau
turun?
- Ht Naik  koloid 10-20 cc/kgbb/jam (10-15 menit)  syok?  koloid 30
cc/kgbb/jam  Syok?  Kateter vena sentral
(bila dosis max, koloid bisa diulang sampai 30 menit : sasaran tek benasentral
15-18 smH2O)
- Hipovolemik  Kristaloid 10-15 menit  syok  normovolemik
- Normovolemik  koreski ggn asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia,
KID, infeksi sekunder  Inotropok, vasopressor, vasodilator  perbaikan?
 kombinasi kristaloid dan koloid  perbaikan
- HT turun  transfuse darah 10cc/kgbb, dapat diulang sesuai kebutuhan

CHIKUNGUNYA
- Gejala:
- gejala berlangsung (3-10 hari),
- Demam (39-40OC) (sampai 1 minggu),
- nyeri sendi berat, nyeri otot, nyeri kepala,
- mual muntah, konjuncitvitis.
- bintik merah muncul 2-3 hari setelah demam,
- Penunjang :
- DR  Trombositopenia, leukopenia
- Fx Hati  meningkat
- LED dan CRP  meningkat
- IgM Chikungunya
- Kriteria diagnose
- Suspek : demam akut (>38.5OC), atralgia berat, riw. Berkunjung ke daerah endemis
(2 mgg terakhir), tanpa ada pemeriksaan konfirmasi.
- Konfirmasi : Gejala + salah satu hasil pemeriksaan spesfik CHIKV positif
- Isolasi virus
- Deteksi virus RNA dan RT-PCR
- IgM Chikungunya  positif  diambil pada fase akut
- Tatalaksana  simptomatik

FEVER OF UNKNOWN ORGIN (FUO)


- demam yang belum diketahui penyebab pastinya
- Terapi  Simptomatik

INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT
- Hambat asetilkolinesterase  sebabkan akumulasi asetilkolin pada sinaps kolinergik 
asetilkolin berlebihan menyebabkan stimulasi berlebih disistem saraf pusat, otot, dan
neuromuscular junction.
- Gejala :
- Gejala muskarinik :
- Riw. Minum racun rumput/racun serangga + diare + banyak berkemih,
miosis, bradikardia, bronchorrhoea, bronkokonstriksi, emesis, lakrimasi,
salivasi, hipotensi, aritmia
- Gejala Nikotinik :
- Fasikulasi, tremor, kelemahan otot, gagal napas, hipertensi, takikardi,
berkeringat, midriasis
- Gejala SSP :
- Ggn kesadaran, kejang
- Penunjang  EKG : bradikardi, pemanjangan QT, torsado de pointes ventricular
takikardi, ventricular fibrilasi.
- Tx
- Non-Farmaka
- Bebaskan jalan napas
- Lepas pakaian
- Cuci kulit dengan air sabun
- Tempatkan pasien posisi lateral decubitus kiri
- Farmaka
- Resusitasi  O2 + NaCl 0.9%
- Bilas Lambung  gunakan air atau NaCl
- Gejala muskarinik  Antagonis muskarinik  Atropin 1-3 mg bolus  5
menit setelahnya periksa ttv pupil, keringat, auskultasi dada
- tak ada perubahan?  ulang dosis awal!  pantaun per 5 menit  tak
ada perubahan  gandakan dosis awal
- Ada perubahan?  gunakan dosis awal atau lebih kecil
Atropin diberikan sampai N >80x/m dan TD > 80 mmhg, lapang paru
bersih
Pasien stabil?  infus tarpon 10-20% dari dosis yang dibutuhkan per jam
- Gejala nikotinik  trimedoxime/metithoxime/ pralidoxime  2 gr/IV (20-30
menit) lanjut 0.5 – 1 gr dalam NaCl 0.9%
Diberikan sampai atropine tidak digunakan selama 12-24 jam
- Kejang  diazepam 2-10 mg, max 30 mg
- Charcoal 50 mg  PO/cangkir/sedotan/NGT
- Ventilasi mekanik  bila gagal napas

INTOKSIKASI OPIAT
- Opiat  morfin, petidin, heroin, pentazokain, kodein, loperamid, dekstrometorfan.
- Patof  Opiat berikatan dengan reseptor opiate di SSP  terjadi inhibisi jalur ascending
 sebabkan perubahan persepsi dan respon terhadap stimulus nyeri.
Opiat juga bekerja di neurotransmitter lain seperti dopamine, GABA, dan glutamate.
- Gejala
- riw konsumsi morfin, heroin, kodein, loperamide + ada bekas tusukan jarum +
kesadaran menurun + miosis pupil + hipotensi + sinus bradikardia + kelemahan
otot + bising usus menurun + apneu + depresi napas + koma + kejang
- Penunjang
- Opiat urin/darah, analisa gas darah, elektrolit, gula darah, ro thorax
- Tx :
- Resusitasi ABC
- Glukosa (D5W + tiamin (vit B1) 100 mg + nalokson 2 mg  diberikan pada
pasien perubahan kesadaran atau keracunan makanan
- Tanpa hipoventilasi  nalokson 0.4 mg (= 1 cc) bolus pelan (bisa
diencerkan)
- Hipoventilasi  nalokson 1-2 mg bolus pelan
- Tak ada respon  nalokson 1-2 mg bolus pelan ulang per 5-10 menit hingga
respon membaik atau capai dosis max 10 mg  kalau tidak ada respon
kemungkinan bukan intoksikasi opiate.
- Pantau TTV, kesadaran dan perubahan pupil dalam 24 jam  cegah
overdosis, efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit.
- Pencegahan  drips nalokson 1 amp dalam NaCl 0.5% atau D5% diberikan 4-
6 jam
- Pasang pipa endotracheal  bila napas tdk adekuat setelah pemberian
nalokson
- Puasakan 6 jam  cegah spasme pilorik
- Pasang NGT  cegah aspirasi atau bilas lambung
- Choracoal  30 gram dalam 240 cc cairan  bisa sampe 100 gram
- Kejang  diazepam iv 5-10 mg, dapat diulang bila perlu.

ENVENOMASI/GIGITAN ULAR
- Gejala
- Riw. Gigitan ular
- Gejala local  edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (30 menit-24 jam)
- Gejala sistemik  hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, menggigil, mual,
hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, pandangan kabur
- Penunjang  DR, CT(> 10 menit  koagulopati, BT, D-Dimer, APTT, fx hepar,
fibrinogen, urea, Pem. Urin (hematuria, glikosuria, proteinuria), EKG, Foto Thorax
- Tx 
- Istirahat posisi horizontal terhadap luka gigitan
- Jangan memanipulasi area gigitan
- Jangan berjalan dan minum alcohol
- Gejala berlangsung cepat dan antibisa tidak ada  ikat area proksimal
gigitan (harus < 30 menit setelah terjadi gigitan)  tahan aliran limfe
- Resusitasi ABC
- Luka gigitan diverban ketat, luas diatas luka.
- Serum Anti Bisa Ular (SABU) polivalen 1 ml
- Indikasi : edema dan gejal venerasi sistemik.
- Cara pemberian 2 vial (@ 5cc) dalam 500 cc NaCl 0.5% atau D5% 40-
80 tpm  max 100 cc ( 20 vial)  tdk boleh diberikan infiltrasi pada
luka.

NEFROLOGI (GINJAL)

ISK (Infeksi Saluran Kemih)


- Etiologi  E.Coli (sering)
- Jenis :
- ISK Atas  Pielonefritis : Nyeri CVA + Demam
- ISK Bawah  Cystitis : Nyeri Suprapubik, nyeri saat BAK, sering kencing
- Px  Kultur urin (gols std)  midstream > 105 (100.000 per ml urin segar) , Pungsi
supra pubik 103
- Tx :
- ISK ATAS  Pielonefritis  Ceftriaxone/IV
- ISK BAWAH  Sistitis  Ciprofloxacin 3 x 500 mg, anak : cotrimoxazole 3 x
240 mg, Bumil  Amoxicilin 3 x 500 mg
- Klasifikasi :
- ISK Komplikata  Riw. Hamil, pake kateter, batu. Tx  10-14 hari
- ISK Unkomplikata  Tidak ada riwayat apa apa. Tx  3-5 hari
- ISK pada pria  prostatitis : nyeri saat kencing  RT : prostat membesar
- Sistitis Interstitiel  Nyeri suprapubic, gejala ISK > 6 mgg, Urin = tak ada
bakteri
- ISK pada wanita hamil
- Gejala  wanita tua, paritas tinggi, riw. Isk sebelumnya.
- Penunjang  Kultur urin : > 105 atau 103/ml bakteri + gejala ISK
- Tx  Amoxicilin, ceftriaxone, cefaperazone
- ISK akibat Infeksi Jamur
- Etiologi  candida
- Jenis
- Infeksi simple : kultur urin >105/ml
- Infeksi complex : ISK atas + kultur darah (+)
- Gejala  riw. Immunosupressan, diabetes, pengguna
antibiotic/kortikosteroid jangka panjang, pengguna kateter lama
- Pemfis  sama seperti isk
- Penunjang  kultur urin, urinalisis, CT-Scan dan IVP ada fungal ball
- Tx :
- Infeksi simple  stop AB, lepas kateter  tidak berhasil?  irigasi
saluran kemih dengan amfoterisin B (50 mg/L sebanyak 4 ml/jam)
- Infeksi Kompleks  amfoterisin B/IV

SINDROM NEFROTIK
- Gejala  Proteinuria masif (>3,5 gram/hari), Hipoalbuminemia (3.5 g/L),
Lipid/kolesterol meningkat, Edema anasarka (bawah keatas)
- Px  Biopsi Ginjal/PA (Gold std), Proterin urin : kualitatif : urinalisis +1+2+3+4,
Kuantitatif : Esbach, Profil lipid, albumin
- Tx :
- Istirahat
- Diet protein, kolesterol, berhenti merokok, diet rendah garam
- Diuretik loop  Furosemide 40 mg (1x1) (max 80 mg)  untuk edema
- Statin  simvastatin 10mg/20mg (1x1(
- Ace-I atau ARB  hipertensi
- Kortikosteroid
- Fase Continous Day  prednisone 60 mg (4 minggu)  akhir bulan cek
protein, urin 3x(3hari)  (-) alternating dose; (+) resisten steroid
- Fase Alternating  ditappering
- Klasifikasi :
- Relaps jarang  kambuh <2x dalam 6 bulan atau <4x dalam 1 tahun
- Relaps sering  Kambuh >2x dalam 6 bulan atau < 4x dalam 1 tahun
- Idiopatik  SN saja
- Resisten steroid  protein (+) setelah terapi prednisone 60 mg (4 mgg)
- Dependen Steroid  fase continuous (-) fase alternating (+) butuh steroid
- Resolusi  Spontan 3x protein urin (-), Partial ada yang (+)
- Komplikasi  CKD
- Penghentian steroid tiba-tiba  Insufiensi adrenal

SINDROMA NEFROTIK = Proteinuria, Edema Anasarka


SINDROMA NEFRITIK = Hematuria, Hipertensi

GAGAL GINJAL AKUT (AKI)


- Acute Kidney Injury (AKI)
- Gejala :
- Riw. Konsumsi diuretic, NSAID, ACE-I, ARB,
- Penurunan fx ginjal dalam 48 jam, tidak anemia, reversible (kembali normal),
- kolik pinggang menjalar ke area genital, nocturia,
- riw. Prostat, batu ginjal, atau keganasan pelvic
- Etiologi :
- Pre-Renal : Dehidrasi, syok hipovolemik/hemoragik
- Renal : Akut Tubular nekrosis, vasculitis
- Post Renal : Batu  obstruksi
- Pemfis :
- Hipotensi ortostatik, takikardia, tek. vena jugular menurun, turgor menurun,
membrane mukosa kering.
Perut kembung, nyeri suprapubic  pembesaran kandung kemih
- Urin Normal = 0.5 cc-1 cc/KgBB/Jam, Oligouri = < 0.5 cc/jam
- KLASIFIKASI RIFLE :
- Risk : Oligouri 6 jam   25% dari Normal
- Injury : Oligouri 12 jam   50% dari Normal
- Failure : Oligouri 24 jam, anuri 12 jam   75% dari Normal
- Loss : Loss of function > 1 bulan
- CKD : Lost of Function > 3 bulan
- Penunjang :
- DR, urinalisis (ur, cr), sedimen urin
- Rad : usg ginjal dan traktus urinarius, CT-Scan, Pielografi antegrad atau
retrograde, MRI
- Biopsi ginjal
- Tx : sesuai penyebab  50% dari Normal reversible
- HD/Hemodialisis Cito : uremic syndrome, Ur=200, Cr=5
- Uremic syndrome menyebabkan :
- Ensefalopati Uremicum : Tidak sadar
- Uremic lung : sesak
- Gastropati uremicum : mual, muntah
- Indikasi HD Cito : AIUEO (asisdosis metabolic, ingestion, Uremia, Elektrolit,
Overload).

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


- Etiologi : DM, HT, Asam Urat, Sindrom nefrotik
- Riw. Penyakit ginjal +  fx ginjal + tanda kerusakan ginjal dalam > 3 bulan terakhir
- KLASIFIKASI GFR :
- Stage 1  > 90  Tatalaksana komorbid
- Stage 2  60-89  Atasi Komplikasi
- Stage 3a  45-59  Atasi komplikasi
- Stage 3b  30-44  Atasi Komplikasi
- Stage 4  15-29  Siapkan HD
- Stage 5  < 15  HD
- AKI  Harian, Reversible, Anemia (-)
- CKD  > 3 bulan, Irreversible, Anemia (+) (Karena Defisiensi Eritrpoetin)
- Penunjang :
- DR, Ur, Cr
- Foto polos abdomen, BNO IVP, Biopsi ginjal.
- Glomerular filtration rate ( GFR ) yaitu laju rata-rata penyaringan darah yang terjadi
di glomerulus yaitu sekitar 25% dari total curah jantung per menit,± 1,300 ml .
- Rumus :
- Pria  ((140-umur)xBB) / (72 x Serum Cr)
- Wanita  Hasil pria x 0.85
- Nilai normal GFR
- Usia 20-29, nilai LFG rata-rata 116.
- Usia 30-39, nilai LFG rata-rata 107
- USia 40-49, nilai LFG rata-rata 99
- Usia 50-59, nilai LFG rata-rata 85.
- Usia diatas 70 tahun, nilai LFG rata-rata 75.
- Tx :
- Kontrol tekanan darah
- Hindari obat dm
- Koreksi anemia  > 10
- Koreski asidosis metabolic, target HCO3 20-22 mEq/l
- Koreksi Hiperkalemia
- Koreksi dislipdemia  LDL < 100 mg/dl

PENYAKIT GLOMERULAR
- Peradangan glomerulus  primer, sekunder
a. GLOMERULONEFRITIS POST STREPTOCOCCUS (GNAPS)
- Gejala :
- anak (2-14 thn) bisa org tua, riw. Faringitis streptococcus, riw. Impetigo
- nyeri kepala, malaise, anoreksia, nyeri pinggang
- Lab :
- Urin : kultur streptococcus (+)
- Titer ASO , anti dna-se atau antibody antihyaluronidase, biopsy ginjal
(jarang)
- Tx : kontrol hipertensi, edema, antibiotik, dialysis bila perlu.

b. NEFRITIS LUPUS
- Gejala :
- Ruam kulit, fotosensitif
- Lab :
- anti dna-se atau antibody hipoklopomentemia.
- Tx :
- Steroid

KARDIOLOGI

- Fisiologi Aktivitas Elektrik Jantung


Untuk memahami dan mampu menginterpretasikan gambaran elektrokardiografi (EKG)
dengan baik, kita harus memahami lebih dulu bagaimana fisiologi elektrik yang terjadi
dalam jantung. Berikut akan dipaparkan secara perlahan.

Jantung memiliki sistem konduksi mulai dari SA node sampai serat Purkinje. Dapat
dilihat pada gambar seperti berikut:

- Sinoatrial (SA) node: merupakan pacemaker dominan, terletak pada atrium kanan,
dengan laju intrinsik 60–100 denyut per menit. Ini yang dijadikan panduan detak
jantung normal.

- Internodal Pathway: impuls langsung antara SA node dan AV node dan menyebar
di sekitar otot-otot atrium.

- Atrioventrikular (AV) node: bagian dari jaringan AV junction, yaitu sebagian


jaringan sekitarnya, dan terhubung dengan Bundle of His. Di AV node ini konduksi
berjalan lambat karena terdapat delay electrical impuls menuju ventrikel. Laju
intriksi di AV node ini mencapai 40–60 denyut per menit.

- Bundle of His: terletak di atas septum interventrikel. Serat saraf ini terentang dari
AV node ke percabangan bundle tersebut.

- Left Bundle Branch: mengkonduksi impuls elektrik ke ventrikel kiri

- Right Bundle Branch: mengkonduksi impuls elektrik ke ventrikel kanan

- Sistem Purkinje: Di berkas cabang ini impuls akan disebarkan ke dinding ventrikel.
Kecepatan intrinsik mencapai 20–40 denyut per menit.

Selain itu terdapat 2 aktivitas utama elektrik jantung, yaitu depolarisasi dan repolarisasi.
Untuk lebih mudah memahaminya, dapat dilihat pada gambar berikut:

Terdapat 1 sel yang mengalami depolarisasi


Sel tersebut menimbulkan gelombang depolarisasi ke sel sebelahnya

Ketika semua sel terdepolarisasi, gelombang akan berhenti

Repolarisasi akan merestorasi polaritas dari tiap sel

Namun dalam tampilan makro, proses depolarisasi dan repolarisasi akan berlangsung
progresif dan simultan seperti gambar dibawah:
Elektrokardiograf (EKG) bekerja dengan mendeteksi aktivitas elektrik pada permukaan kulit.
Aktivitas elektrik jantung dapat diketahui dengan mengukur perbedaan voltase antar
elektroda lalu diamplifikasi dan ditampilkan dalam monitor.

Satu elektrode mewakili satu sudut pandang (arah) aktivitas jantung, sehingga beberapa
elektrode dapat menggambarkan aktivitas jantung secara menyeluruh. Namun kesalahan
dalam meletakkan elektrode juga dapat menimbulkan kesalahan dalam interpretasi.
Pembacaan EKG
Untuk membaca EKG perlu kita ketahui standar dalam pembacaan. Kecepatan perekaman
standar yaitu 25 mm/detik.

Interpretasi EKG dapat mudah dilakukan secara sistematis dengan menyebutkan komponen-
komponen sebagai berikut:
- Ritme
- Laju
- Morfologi gelombang P
- Interval PR
- Kompleks QRS
- Segmen ST
- Gelombang T
- Interval Qt
- Kelainan yang ada: misal infark, LVH, RVH, RBBB, LBBB, dll.
Ritme: liat Lead II panjang
reguler dan ireguler, lihat interval P-P atau R-R, bila sama berarti reguler.
Gunakan kertas kosong untuk menandai interval P-P atau R-R.
reguler: interval konsisten
regularly irreguler: terdapat pola iregular yang berulang
ireguler: tidak ada pola sama sekali

Laju: liat Lead II panjang. Ada 3 metode:


300 dibagi jumlah kotak besar R-R
1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R-R
Hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik (1 detik ada 5 kotak besar),
kemudian dikalikan 10 (metode ini untuk sinus aritmia saja). Atau jika
memungkinkan hitung R-R dalam 60 detik.
rate normal 60–100 denyut per menit
bradikardia itu <60 denyut per menit
takikardia itu >100 denyut per menit

Morfologi Gelombang P: liat Lead II panjang, gelombang P selalu positif (menghadap atas)
normal /\
berlekuk /\/\ = dilatasi atrium kiri
runcing tinggi /\ = dilatasi atrium kanan
inversi \/ = dilatasi atrium kiri
jika tidak ada gelombang P, artinya irama junctional atau ventrikular

Interval PR: liat Lead II


normal: 0,12–0,20 detik (3–5 kotak kecil) dan konstan

Kompleks QRS: liat Lead I, aVF, dan Lead II


Axis: liat Lead I dan lead aVF, tentukan resultan “arah gaya”-nya, normal
bila -300 sampai +1100 namun bila sudah Lead I dan aVF positif sudah pasti normo
axis
Durasi: liat Lead II
kurang dari 0,10 detik (kecuali bila ada gangguan konduksi intraventrikel)

Interval QT: Jarak dari awal QRS ke akhir gelombang T. Jika ada maka liat aja dari
bacaan analisis EKG, normalnya 0.3–0.44 detik, atau kurang dari setengah interval R-R. QTc
interval yaitu QT/akar dari R-R interval.
KELAINAN PADA EKG

Infark: liat segment ST, gelombang Q, dan gelombang T

Segmen ST: liat lead yang berdekatan


Elevasi bermakna bila:
elevasi ≥ 1 kotak kecil pada sadapan ekstremitas
elevasi ≥ 2 kotak kecil pada sadapan prekordial di dua atau lebih sadapan yang
menghadap daerah anatomi jantung yang sama
Lokasi Infark, ada beberapa yaitu:
Anterior = V3, V4
Anteroseptal = V1, V2, V3, V4
Anterior ekstensif = I, aVL, V2-V6
Anterolateral = I, aVL, V3, V4, V5, V6
Inferior = II, III, aVF
Lateral = I, aVL, V5, V6
Septum = V1, V2
Posterior = V7, V8, V9
Ventrikel Kanan = V3R, V4R

Gelombang Q patologis: menunjukkan adanya infark lama


gelombang Q berdurasi 0.04 detik
dalamnya minimal 1/3 tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang sama

Gelombang T: normalnya <5 mm pada lead ekstremitas atau <10 mm pada lead prekordial.
Curigai adanya infark akut bila ada tall-T (infark fase hiperakut) atau T wave inverted (infark
fase akut lanjutan).

Pembesaran Atrium:
Pembesaran Atrium Kiri:
durasi P > 11 detik
gelombang P berlekuk/notched di lead I, II, aVL, disebut P mitral
gelombang P bifasik di lead V1 dengan inversi lebih dominan
Pembesaran Atrium Kanan:
gelombang P tinggi > 2.5 mm di lead II, III, aVF, disebut P pulmonal
gelombang P bifasik di lead V1 dan dominan defleksi positif

Hipertrofi Ventrikel
Hipertrofi Ventrikel Kiri: tinggi gelombang R di aVL ≥ 11 mm, atau tinggi
gelombang R di V5 atau V6 > 27 mm, atau dalamnya gelombang S di V1 + tinggi
gelombang R di V5 atau V6 > 35 mm
Hipertrofi Ventrikel Kanan: deviasi aksis ke kanan, gelombang R tinggi
disertai depresi segment ST dan T terbalik di lead II, III, aVF, atau gelombang R
tinggi di lead V1, rasio R/S > 1 atau durasi R > 0.03 detik

Blok Berkas Cabang


Right Bundle Branch Block (RBBB): pola rSR’ di lead aVR dan V1 = kuping
kelinci, gelombang S lebar (durasi ≥ 0.04 detik) dan tumpul (slurred) di lead I, aVL,
V5, dan V6, durasi kompleks QRS > 0.12 detik (blok komplit) atau antara 0.10–0.12
detik (blok tidak komplit)
Left Bundle Branch Block (LBBB): kompleks QRS lebar dan bertakik
(berbentuk huruf M) di lead I, aVL, V5, dan V6, tidak dijumpai gelombang Q di lead
I, V5, dan V6, kadang disertai depresi segment ST dan gelombang T inversi di
sadapan I, aVL, V5, dan V6, durasi kompleks QRS > 0.12 detik (blok komplit) atau
antara 0.10–0.12 detik (blok tidak komplit

Sindrom Long/Short QT:


Long QT: interval Qtc (corrected QT) >0.44 dianggap abnormal
Short QT: interval Qtc (corrected QT) ≤ 0.30 dianggap abnormal

Ventricular Extra Systole (VES) atau Premature Ventricular Complex (PVC):


Uniformis atau multiformis
R on T: gelombang R dari PVC jatuh pada gelombang T denyutan sebelumnya
Berpasangan (couplet)
Bigeminal: 1 PVC di antara 2 kompleks QRS
Trigeminal: 1 PVC di antara 3 kompleks QRS
Quadrigeminal: 1 PVC di antara 4 kompleks QRS

Blok AV (kuncinya lihat interval PR)


Derajat 1: interval PR >0.20 detik namun konstan/tetap
Derajat 2:
Tipe 1: interval PR semakin lama makin panjang sampai suatu saat ada P yang
tidak diikuti QRS. Pada tipe ini blok terjadi di nodus AV
Tipe 2: interval PR konstan namun tidak diikuti QRS. Pada tipe ini blok terjadi
pada berkas cabang
Derajat 3: interval P-P konstan namun QRS jalan sendiri. Pada tipe ini tidak
ada hantaran sama sekali dari atrium ke ventrikel
Gambaran EKG pada Kondisi Lain

Pacu jantung: adanya spike. Bila ada 1 berarti terpasang di salah satu chamber [atrium kanan
(akan terlihat spike diikuti gelombang P) atau ventrikel kanan (spike diikuti QRS)]. Bisa
terdapat 2 spike bila terpasang di 2 chamber dan berjalan secara simultan menyerupai
fisiologis jantung normal.

Efek Obat Digitalis: adanya depresi segmen ST asimetris berbentuk sekop, pemendekan
interval QT, pemanjangan PR, gelombang T datar atau inverted

Hiperkalemia: gelombang T tinggi, kalau kalium >8 bisa asistol

Hipokalemia: depresi segmen ST, pemanjangan interval QT, flat-T, serta muncul gelombang
U

Hipokalsemia: pemanjangan interval QT, segmen ST mendatar dan bertambah lebar

Hiperkalsemia: pemendekan interval QT dan segmen ST memendek

Perikarditis: sinus takikardia dengan elevasi segmen ST difus hampir di semua sadapan, dan
ada depresi segmen PR di lead II

Emboli paru akut: adanya hipertrofi ventrikel kanan, adanya pola S1Q3T3 (S lebar di lead I,
adanya gelombang Q dan T inverted di lead III. Sinus takikardia, mungkin ada RAD, RBBB.

Kelainan SSP: kelainan berupa stroke non-hemoragik atau perdarahan subarachnoid, yakni
terdapat sinus bradikardia, inversi gelombang T difus yang dalam dan lebar, gelombang U
menonjol

PPOK: dilatasi atrium kanan dan hipertrofi ventrikel kanan, deviasi aksis ke kanan, kompleks
dengan amplitudo rendah

Kesimpulan: EKG merupakan alat yang sangat baik untuk mendeteksi kelainan jantung.
Kesalahan dalam posisi elektrode dapat menyebabkan kesalahan interpretasi. EKG normal
tidak dapat mengeksklusi penyakit jantung. Tatalaksana penyakit jantung tidak semata
melihat EKG namun lebih melihat kepada tanda dan gejala klinis pasien yang kita hadapi.
KELAINAN JANTUNG

ARITMIA : bedakan dengan melihat gel. R

SVT (SupraVentricular Tachycardia)


- Cuma ada 1 gel diantara R
- Gejala  Sering pingsan (ggn nodus AV)  paling sering AVRT/AVRNT
- EKG  Reguler, HR>150 (takikardia), 1 gel P diantara R, gel P. tertutup T

- Tx :
- Lini 1 : Manuver Vagal 10-15 menit (pijat karotis)
Indikasi MV : SVT
Kontraindikasi MV : TIA atau Stroke, ipsilateral caroid stenosis, ipsilateral carotid
bruit.

- Lini 2 : ADENOSIN 6mg/iv  tak respon  12 mg/IV
Atau  CCB : Verapamil 80-120 mg (3x1) atau Diltiazem 10 mg (3 menit)
Atau  BB

- Lini 3 : bila tidak stabil, ada syok, atau ada nyeri dada, narrow regular 
lakukan KARDIOVERSI 50-100 Joule

Manuver vagal (NEJM)


- Posisikan supinasi dan kepala ekstensi kepala pasien
- Auskultasi karotis  cegah adanya ipsilateral carotid bruit
- Pasang EKG
- Identifikasi cartilage thyroidea pakai jari telunjuk dan tengah, arahkan kemedial,
palpasi pulsasi di arteri karotis.
- Pijat karotis jangan seirama sinus
- Lakukan pijatan sambal memonitor ekg
- Jangan lebih dari 5 detik saat pijat karotis
- Normal bila penururnan irama sinus secara transien, perlambatan konduksi AV
node, penurun amplitude gel P, hipotensi ringan

Note :
Sediaan : diltiazem 30 mg, verapamil 40-80 mg
ADA 2 GEL. DIANTARA R

SINUS BRADIKARDIA
- Ada 2 gel. diantara R
- Tanda  reguler, jarak antar R > 5 kotak sedang, HR < 60x/m

-
- Tx :
- ATROPIN SULFAT 0,5 mg/IV (diulang 3-5 menit), max: 3 mg

- Atropine tak berhasil  Transcutan packing/infus dopamine/infus epinfrine
-
- Note :
- PEA : (pulseless Electrical Activity) tanpa nadi  RJP + Epinferine
- Sediaan : atropine sulfat 0.25 mg/ml (@1ml)

SINUS TAKIKARDIA
- Ada 2 gel. diantara R.
- Tanda  R-R < 3 kotak sedang, HR > 100x/m

- Tx :
- AMIODARONE 300 mg/IV (10-20 mnit)

- Maintenance : 150mg/iv/Inj II dengan dosis 4 mg/kgbb/8 jam
- Note :
- amiodarone menyebabkan fibrosis paru
- Sediaan : Amiodarone 50 mg/ml (@3ml)
ADA > 3 gel diantara R

ATRIAL FLUTTER
- Tanda  Reguler, Saw Tooth, atrial rate 250-350 bpm

- Tx :
- Lini 1 (stabil)  Bisoprolol 1x5-10 mg (BB Selektif)
Atau Verapamil : 2x40 mg / 1x240 mg
Diltiazem : 3x30 mg/ 1x200 mg
- Lini 2 (tak stabil)  Kardioversi 50-100 Joule
- Note :
- AF + CHF : DIGOXIN 1 x 0,5 mg
- Digoxin  obat aritmia

ATRIAL FIBRILASI
- Tanda  IRREGULER, Gel. P dan T tak terlihat, atrial rate > 350 BPM,
Pulsus deficit : pulsasi Nadi < pulsasi jantung
- Komplikasi : NHS, Strike emboli

- Tx  Warfarin, Kardioversi 120 Joule


Tidak ada gel. diantara R

- Sama lebar, sama tinggi, reguler

- Ventrikel Takikardi/ VT Monomorfik  1 jenis gel.

- VT Polimorfik  QRS Kompleks bervariasi (>1 jenis)

- Irreguler
- Torsado de pointes

- Tx :
- Definitif : AMIODARON 300 mg/ Prokianamid 20-50 mg
- Stabil/reguler/ada nadi  VT monomorfik & polimorfik  Kardioversi 100 J
- Tak stabil/irregular/tak ada nadi  Torsado de pointes  Defibrilasi

- Tidak sama gel


- Ventrikel Fibrilasi (VF)
- Tanda  gel tak teratur dan kecil (seperti rumput)

- Tx :
- DEFIBRILASI  bifasik : 200 joule; Monofasik : 360 Joule
VENTRIKEL EKSTRASISTOL (VES)/PVC
- Akibat ggn elektrolit  ada gel ekg abnormal muncul diekg normal, banyak jenis.

- VES Uniform (1 jenis gel. abnormal)

- VES Multiform (>1 jenis gel.abnormal)

- VES Bigemini (gel. abnormal muncul digel. Normal kedua)

- VES Trigemini (gel. abnormal muncul digel. Normal ketiga)

- Tx :
- Lini 1 (stabil)  Bisoprolol 1x5-10 mg (BB Selektif)
- Lini 2 : Verapamil : 2x40 mg / 1x240 mg; Diltiazem : 3x30 mg/ 1x200 mg
- tak stabil  Kardioversi 50-100 Joule

- MULTIFOCAL ATRIAL TACHYCARDIA (MAT)


- Tanda  Irreguler + gel. P
Jenis Shock
- Kardioversi : dilakukan kejutan saat ada nadi (untuk perbaiki irama),
o gunakan joule paling rendah
- Defibrilasi : saat tidak ada nadi, untuk hentikan irama jantung dan digantikan
arus listrik baru
o bifasik : 200 joule
o Monofasik : 360 Joule

VT/VES : Shock > RJP 1 siklus > Monitor ekg 2 menit > VT + Shock > RJP >
epinferine > amiodarone
ADULT CARDIAC ARREST ALGORTIHM 2018 AHA
GANGGUAN KONDUKSI (Gejala : Shock)

A. INTERVAL PR
- Ggn SA node ke AV node
- Normal Interval PR : 0.12-0.20

a. SINDROM WPW (wolf-parkinson-white)


- Tanda  Interval PR pendek + Delta Wave
- Jalan pintas AV node-SA node

b. AV BLOK
- AV BLOK 1
- Ggn dinodus AV (akibat digoxin, ccb, bb)
- Tanda :
- Interval PR panjang (>5 kotak kecil/>0.02 m/s),
- Jarak PR sama panjang antar gel.
- Ada gel. lain diantara PR

- Tx : Observasi

- AV BLOK 2
- Tanda  Drop beat (QRS tiba-tiba hilang)
- Kelainan diserabut purkinje (akibat digoxin, ccb, bb, iskemik, iskemik
LCA)
- Jenis AV BLOK 2 :
- Mobitz 1 (PR memanjang + drop beat)
Tx : OBSERVASI

- Mobitz 2 ( PR sama panjang + drop beat)

Tx : Observasi + Pacemaker

- AV BLOK 3
- Blok total AV-Ventrikel akibat iskemik LCA
- Tanda  AV dislocation, PR jalan masing-masing, tidak berpola

- Tx  PACEMAKER
INTERVAL QRS
- Block Bundle Branch (BBB), QRS melebar
- (ada telinga kelinci, slurred S)

- lihat di (V1-V2 & V5-V6)


- RBBB  klinis : Pulmonari Emboli
- V1/V2 rs’R (R aksen); V5/V6 (Deep S)
- LBBB  Klinis : STEMI (kriteria Sgarbossa)
- V1/V2 Deep S; V5/V6 rs’R (R aksen)

GELOMBANG T  untuk lihat kalium


- Kadar kalium : normal 3.5-5.5
- EKG
- Hiperkalemia : T-tall

- Tx :
- Ca Glukonas 10 % 20 cc/IV (life saving)
- Insulin regular 10 IU dalam 50 cc D40% + Lanjut infus D5%

- Hipokalemia : T melandai dengan gel. U


Tx : KCL 20cc mEq/IV

INTERVAL QT  untuk lihat Kalsium


- Kalsium normal  8.5-10.5 mg/dl
- EKG :
- Hipokalsemia  QT memendek
- Hiperkalsemia  QT memanjang

- Tx :
- Hiperkalsemia :
- Rehidrasi  Normal Saline 2-4 L/IV
- Furosemide 20-40 mg/IV/Hari
- Hidrokortisone 200 mg 3x1
- Calcitonin 4-8 IU/Kgbb/3x Sehari
- Hipokalsemia :
- Ca Glukonas 10% 20 cc/iv selama 10 menit
MORFOLOGI JANTUNG
- ATRIUM  Lihat GEL P di lead II
- Hipertrofi Atrium Kanan  P pulmonal  P Tinggi
- Klinis  Stenosis tricuspid, Cor Pulmonal kronik

- Hipertrofi Atrium Kiri  P mitral  P lebar


- Rontgen  Double Contour, pinggang jantung menghilang,
- Klinis  stenosis mitral
- VENTRIKEL
- Hipertrofi Ventrikel Kanan  Edema
- Radiologi  Apex terangkat
- EKG :
- Lihat gel. R atau S di V1 dan Lead 1  V1 > tinggi dari lead 1
- Gel. S persisten di V5 & V6

- Hipertrofi Ventrikel Kiri  Riw. Hipertensi


- Radiologi  Apex tertanam
- EKG :
- Gel. S di V1 + gel. R di V5/V6  > 35 kotak kecil (sokolow lyon), atau
- Gel. S di V3 dan gel R di aVL  Pria > 2.8 mV; wanita > 2.0 mV
COR PULMONAL
- AKUT  sesak tiba-tiba  emboli paru, riw. Dvt, fraktur terbuka
- RO : westermark sign + Palla sign
- EKG : RBBB + T-Inverted  S1Q3T3 Pattern
- Tx  Antikoagulan : HEPARIN

- KRONIK  kaki bengkak, riw. Merokok lama  PPOK, Pembesaran jantung kanan
- EKG  P Pulmonal (P tinggi)
GANGGUAN KATUP
- Stenosis katup atas  Aorta (ICS 2 kanan) dan pulmonal ( ICS 2 kiri)  SISTOL
- Stenosis katup bawah  Trikuspid (ICS 4 parasternal kiri) dan Mitral ICS 5/6
(midclavicular)  DIASTOL.
- Selain dari itu, regurgitasi
- Note :
- Stenosis : tak membuka
- Regurgitasi : tak menutup
- Efek menilai kelianan katup dari EKG
- Stenosis : membesar kebelakang,
- Mitral Stenosis : Atrium kiri, ventrikel kanan
- Regurgitasi : membesar kedepan
- Regurgutasi tricuspid : Atrium kanan, dan ventrikel kanan

- Gold std : Echocardiography


SINDROM KORONER AKUT/ACUTE CORONARY SYNDROME

- Angina pectoris  (TRIAS) Nyeri dada < 20 menit (retrosternal), membaik saat
istirahat, membaik diberi nitrat
- Lab ; EKG, DR, Enzim jantung, profil lipid.
- APS  Trias (+)  Penunjang : treadmill
- UAP  1 atau 2 gejala dari TRIAS + Enzim jantung normal  Penunjang :
EKG
- Angina Prinzmetal  nyeri saat vasospasme pembuluh darah coroner

ACS Gejala Enzim jantung EKG


UAP + Normal ST DEPRESI
NSTEMI (sumbatan parsial) +  ST DEPRESI
STEMI (Sumbatan total) +  ST ELEVASI

ENZIM JANTUNG Muncul (jam) Puncak (jam) Hilang


Mioglobin (<170 ng/ml) <3 6-7 12-24 jam
CK-MB ( <10 ng/ml) 3-6 12-24 3 hari
TROPONIN-I ( <0.05) 6 24 1 minggu
Troponin-T (0.01)  disemua otot

VASKULARISASI JANTUNG
- Untuk liat posisi infark  Tanda infark yaitu ST-Elevasi dan ST-Depresi

II, III, aVF : INFERIOR (RCA)


- STEMI INFERIOR  syok kardiogenik  tak boleh beri NITRAT

V1-V2 : Septal (LCA)


V3-V4 : Anterior (LCA)
V5-V6 : Lateral (LCA)
V1-V6 : Anterior ekstensif ( Left main)

I, aVL, V5-V6 : High Lateral (LCX)


- EKG :

- Tatalaksana Angina Pectoris :


- UMUM  OANM
- O2  4 lpm nasal canul bila sat. <90%
- Aspirin  160-320 mg, bisa pakai clopidogrel 75 mg
- Nitrat  5-10 mg (max diulang 3x)  tak membaik  kasih nitrogliserin/IV
- Morfin  Inj. 2-4 mg atau Oral 5-10 mg
- Definitif :
- STEMI  reperfusi
- Bila < 90-120 menit  PCI (percutaneous Coronary Intervention) (gold
std)
- Bila < 12 jam  Streptokinase 1.5 jt unit selama 30-60 menit, kalau alergi
 alteplase 15 mg/bolus/IV (KI : Stroke, perdarahan)
- Bila > 12 jam  Antikoagulan
- NSTEMI  Anti Koagulan (Anti Koagulan)  Fondaparinux 2.5 mg SC;
Enoxaparin 1 mg/kg 2x1

EDEMA PARU  Sesak + Rhonchi


- Radiologi  batwing app/butterfly app, garis kerley

- Tatalaksana Edema paru  ONFM


- O2 + Intubasi bila perlu
- Nitrat sublingual/nitrogliserin IV
- Furosemide 0.5-1mg/KgBB/IV (40 mg/hari)
- Morfin/IV 2-4 mg
GAGAL JANTUNG KONGESTI (CHF/CHRONIC HEART FAILURE)
- KRITERIA FIRMINGHAM

- Diagnosa CHF  min. 2 mayor + 1 minor; atau 1 mayor + 2 minor


- Gagal jantung kanan  EDEM;
- Gagal jantung kiri  Sesak (akut);
- CHF  keduanya

- Gagal jantung akut/ADHF


- Riw. Gagal jantung sebelumnya, sekarang memberat
- Gejala  Sesak dan edem
KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG
NYHA 1 : tak sesak AHA (A) : tanpa gejala, tidak ada
kelainan structural, ada faktor resiko
NYHA 2 : sesak saat aktivitas berat AHA (B) : tak sesak, ada kelainan
(naik tangga, jalan > 100 m) structural, ada faktor resiko
NYHA 3 : sesak saat aktivitas ringan AHA (C) : gejala, sesak
( mau ke wc, jalan < 100 m)
NYHA 4 : sesak saat istirahat AHA (D) : Gejala berat
- Penunjang :
- EKG,

- Foto Thorax PA  kardiomegali, edema paru


- Lab : NT Pro-BNP (Barium Natrium peptide),
- Radiologi : Echocardiografi (Ejeksi fraksi <35%), Normal > 45%
- Tx  turunkan NYHA  ABSD
- Furosemide untuk sesak dan oedem : bila kongesti hilang, stop
- Ace-I/ARB + BB + Spironolakton
- Digoxin (stop semua obat dan ganti dengan digoxin)  inotropic kuat
- CHF + AF  Digoxin
- Spironolakton : Tab 25 mg, 100 mg (2x1)
- Intoksikasi digitalis  AV blok, downslopping, ST depresi (Salvador dal), QT
memendek, T bifasik/datar/inverted. Tx  Charcoal, antiaritmia, kolestiramin.

HIPERTENSI
- HT Primer  tak ada penyebab spesifik. 95% kasus HT
- HT Sekunder  ada penyebab komorbid lain seperti ggn ginjal, ggn obat, stress
akut, kerusakan vascular.
- JNC 7 (lihat diastole) :
- Normal : 90-110/60-79
- Pre : 120-139/80-89
- Gr. 1 : 140-159/90-99
- Gr. 2 : >160/>100
- HT refrakta : TD tetap tidak turun setelah minum obat > 3 jenis.
- JNC 8 (untuk target terapi)
- < 60 thn/DM atau CKD : <140/90
- > 60 thn : <150/90
- Tx Hipertensi :
- HCT/Hidrochlorthiazide  (12,50 mg)  (max.2x1)  (dosis:1-1.5 mg/Kgbb)
Kontraindikasi  Nyeri sendi/gout

- ACE-I (pril) :
- Captopril (12.5 mg, 25 mg) (max. 2x1)
- Lisinopril 10-40 mg
Kontraindikasi : Ibu hamil; Efek samping  batuk (bradykinin )

- ARB (sartan) :
- Valsartan 80-320 mg pagi; Candesartan 8-32 mg
- Indikasi : untuk orang KI ACE-I, Ibu hamil
- Kontraindikasi : ggn jantung dan pembuluh darah

- Beta Blocker:
- selektif : Bisoprolol 5 mg (1x1 pagi); Non selektif : Propanolol (10-40 mg)
- Indikasi : HT + AF/Aritmia
- Kontraindikasi : Asma
- Efek Samping : Hipoglikemia, bronkokonstriksi

- CCB
- Dihidro : Amlodipine 5-10 mg (1x1 malam); Nifeidipine (30-90
mg/hari)
- Non-dihidro : Verapamil 240-480 mg, Diltiazem 240-360 mg
- Indikasi : Ibu Hamil, Krisis Hipertensi, orang tua tanpa penyakit
- KI : CKD, gagal jantung

- KRISIS HIPERTENSI
- Urgensi (180/120) tanpa organ damage, mual, muntah, nyeri kepala
- Tx  Captopril SL
- Emergensi  ada organ damage
- Tx 
- Nicardipine 0.5-0.6 mcg/KgBB/Menit/IV
- Diltiazem 5-15 mcg/KgBB/Menit
- Tak boleh diturunkan > 25% MAP
INFEKSI KARDIO
- PERIKARDITIS
- Gejala  Nyeri dada, memberat saat supinasi
- EKG  ST ELEVASI semua lead + Pleural friction (nyeri saat Tarik napas)
- MYOCARDITIS
- Gejala  Nyeri dada, gejala CHF, mati tiba-tiba pada remaja akibat infeksi
cornibacterium
- EKG  ST ELEVASI semua lead
- ENDOKARDITIS
- Demam rematik  bila ASTO (+) = Steptococcus grup A (rx hipersenstivitas tipe
3)
- Kriteria Jones  ASTO (+) + 2 mayor atau 1 mayor 2 minor
- Tanpa karditis : demam rematik;
- Karditis : bising jantung (+) penyakit jantung rematik
- Endocarditis Bakterial  ASTO (-) = Stafilokokus, riw penggunaan jarum suntik,
infeksi kulit (duke’s criteria)
- Tx :
- Penisilin 2 x 250 mg/hari atau Eritromisin 2x250 mg/hari
- Profilaksis :
- Tanpa karditis : Penisilin 1x/bulan ( 5 tahun)
- Karditis : 10 tahun
- Persisten valvular heart disease

PENYAKIT PEMBULUH DARAH

ARTERI
- Gold Std  Angiografi
- Sederhana  Ankle brachial index. TD tangan/Kaki

- Acute limb ischemic/sindrom kompartemen


- Pain, Pulseless, Pallor, Paresthesia, Paralysis, Poikilothermic

- Tromboangitis obliterans/Buerger Disease


- Jari-jari hitam + Riw. Merokok (radang arterivena)

- Peripheral arteri disease


- Riw. DM/Dislipidemia, ada plak atherosclerosis
- Klasifikasi fontaine :
- 1 : Asimptomatik
- 2 : Claudicatio Intermittent  nyeri saat aktivitas, hilang saat istirahat
- 3 : Nyeri malam hari
- 4 : Nekrosis/gangrene

- Raynaud disease
- Kaki tangan sianosis  karena vasospasme pembuluh darah pada cuaa dingin dan
ketinggian
- Arteritis Takayasu  Beda tensi kanan dan kiri

- Koartisio Aorta  Beda tensi atas dan bawah

VENA
- Chronic Vena Insufiensi
- Gejala  Riw. Berdiri lama, nyeri neuropati,hiperpigmentasi kulit, vena kako
menonjol (varises)

- Pemfis
- PERTHEST : Varises tidak ada, kemudian ada
- BRODIE TREDELENBURG : Varises ada, kemudian ada makin jelas
- Tx :
- Awal  Stocking compression atau injeksi sclerotherapy
- Definitif  Striping Vena

- Deep Vein Thrombosis (DVT)


- Gejala  Riw. Duduk lama, imobilisasi lama, ibu hamil, riw. Minum KB, obesitas
- Pemfis  HOMAN SIGN (+) : Nyeri kaki saat dorsoflexi
- Penunjang  USG DOPPLER (Gold std), CT meningkat, D-Dimer, Wells Score >
7 : DVT
- Tx  Anti koagulan : Heparin

- Ulkus Varicosum
- Gejala  CVI + DVT + ada luka/ulkus
- Jenis :
- Arteria Ulcer : Riw. PAD, tidak nyeri, nadi lemah, eksudat sedikit,
deep/punchout margn
- Venous Ulcer : Riw. DVT/CVI, nyeri, eksudat banyak margins flat, deposit
hemosiderin
- Trophycum Ulcer : Trauma, infeksi bakteri, vesikel pecah jadi ulkus

- Thrombophlebitis
- Gejala  Riw.pasang infus + ada bekuan darah karena inflamasi
- Tx  Simptomatik : NSAID, Compression stocking, antikoagulan

- Tamponade Jantung/Efusi Perikard


- Gejala  TRIAS BECK (Muffle heart sound (suara jantung menjauh), Syok (TD
menurun), JVP meningkat) + Nadi : pulseless alternans
- EKG  Low voltage
- Tx  Pericardiosintesis (guide dgn EKG atau USG)  bila tak berhasil 
Thoracotomy

- Kardiomiopati
- Hipertrofi Jantung (jantung membesar)
- Dilatasi  disfungsi sistol
- Restriksi

HEMATOLOGI

Morfologi RBC
- UKURAN RBC  MCV: 80-96 fl : Makrositik, Normositik, Mikrositik
- WARNA RBC  MCH : 27-32 pg, MCHC : 32-36 % : Normokrom, hipokrom

ANEMIA  penurunan kadar sel darah merah dalam darah


- laki-laki 13.5 g/dl; perempuan < 12 g/dl
- Px  Cepat lelah, pucat, angina pectoris, takikardia
- Penunjang  Apusan darah tepi
- MCV : Hct x 10/hitung rbc
- MCH : Hb x 10/hitung rbc
- MCHC : hb/hct x 100%

ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM


- Perdarahan, Aplastik, Hemolitik
- PERDARAHAN
- Gejala  KU pucat + semua profil darah ↓
- Tx  Tranfusi RBC
- Transfusi = (Hb seharusnya-Hb saat ini) x 3 x BB

- ANEMIA HEMOLITIK
- Gejala  Anemia + Ikterus + Hepatosplenomegali + Retikulosit ↑
- Jenis AH :
- Anemia Hemolitik Auto Imun (AHAI)  COOMB TEST (+)
- Sferosit (+) : IgM (Cold AHAI)
- Sferosit (-) : IgG (Hot AHAI)
- Anemia Hemolitik Non Imun (AHNI)  COOMB TEST (-)
- Contoh penyakit AHNI :
- Thalasemia, malaria,
- Anemia Def G6PD  HEINZ BODY/BITE CELL  Akibat
penggunaan primakuin, kotrimoksazol
- Tx  Kortikosteroid IV + Transfusi Washed red cell (bila hb < 4)  Splenektomi

- ANEMIA APLASTIK (Demam + pansitopenia)


- Gejala  anemia+perdarahan+demam+pansitopenia ( WBC,  HB,  PLT)
- Penunjang  Bone Marrow Puncture Aseluler/agranulositosis
- Tx  Konservatif : immunosupresif (kortikosteroid),
Definitif : Transplantasi sum-sum tulang (gold std)

ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK


- Def. Besi, Thalasemia
- ANEMIA DEFISIENSI BESI  fe diabsrobsi dalam bentul FE2+ (Ferro) diduodenum
- hb gagal dibentuk akibat kekurangan zat besi  berperan membentuk heme 
kadar O2 ↓  RBC jadi kecil dan pucat (Mikrositik Hipokrom)
- Gejala  Anemia + atrofi lidah + kolinikia (kuku sendok) + stomatitis angularis

- Px  Analisa darah tepi : Sel Pensil (+) (Gold std); DR ( MCV ↓. MCHC ↓),
Serum iron ↓, Fe2+ ↓, TIBC ↑ (Total Iron Binding Capacity)

- Tx :
- Edukasi  Hindari Susu, Teh, Antasida
- Hb>8 : Obat saja
- Pilihan Obat : Sulfat Ferous 20% 325 mg (3x1) (65 mg besi) + VIT C
2x1
- Diminum 2-3 bulan setelah HB normal (kembalikan cadangan besi)
- Hb 7-8 :
- Tanpa gejala : Obat saja
- Ada gejala : Obat + Transfusi
- Hb < 7 : TRANSFUSI

- THALASEMIA  ggn rantai globin autosomal


- Gejala  Anemia + facies coley + ikterus + organomegali
- Facies coley terjadi akibat banyak zat besi (tulang pipi menonjol, hidung masuk,
hemosiderosis (kulit coklat)).

- Penunjang :
- Apusan darah tepi (MCV dan MCH menurun, Sel target dan sel tear)
- Elektroforesis HB  Gold std
- Tx  Transfusi PRC Seumur Hidup (berkala); Deferoxamin (buang agen zat
besi dari tubuh)

ANEMIA MAKOSITIK/ANEMIA MEGALOBASTIK


- ANEMIA DEFISIENSI VIT B12
- Gejala  Riw. Op Lambung, Riw. Vegetarian
- Penunjang  Schilling test (+), MCV ↑, Hb ↓ (anemia), Apusan darah tepi
(eritrosit membesar, neutrofil bersegmentasi)
- Tx  Vit B 12 80 mcg + transfusi bila perlu

- ANEMIA DEFISIENSI ASAM FOLAT


- Gejala  Riw def. Asam folat, Kehamilan, MCV ↑
- Def. Asam folat sebabkan resiko neural tube defect  anensephal/ spina bifida
-
- Tx  Tab. Asam folat 400mcg (0,4 mg) atau 1 mg (1x1)
- Bila Riw.NTD (+)  asam folat 4000 mcg atau 4 mg/hari
- Bila Riw. NTD (-)  asam folat 400 mcg atau 0.4 mg

ANEMIA DENGAN KEGANASAN


- LEUKEMIA
- Gejala  gejala Bisitopenia, organomegaly, Hb ↓, Wb ↑, PLT ↓ (akut), PLT ↑
(kronik)
- Penunjang  PA : Palisade hypercelular
- Klafisikasi :
- ANAK  Limfosit:
- Akut/blastik / Sel blast >20%
- ALL: Acute Lymphoblastic Leukemia (sembuh sempurna) 
biasa pada anak

- Kronik/ sistik / Sel Blast < 20%


- CLL: Chronic Lymphositic Leukemia  (cell of smudge)

- DEWASA  Mieloid
- Akut : AML (acute mieloid leukemia)  Auer rods/auer body (+)
- Kronik : Chronic myeloid leukemia (CML)  Chromosome of
pihladelphia

- Praleukemia/sindroma displesia  Pansitopenia + Thrombosis +


organomegali

POLISTEMIA VERA
- Peningkatan komponen sel darah akibat ploriferasi multipotent dari stem cell
- Gejala  Badan/wajah merah (plethora), becak hiperpigmentasi
- Penunjang  Darah rutin (semua komponen darah meningkat)
- Tx  awal : phlebotomi (target hct < 47% pria, < 42% wanita)
- Hidrostatik  hidroksilurea
- Interferon alfa
- Aspirin 1x80 mg

GANGGUAN PERDARAHAN

a. Gangguan Vaskuler (Henoch Schchenoch Purpura/HSP)


- Gejala  riw. Infeksi (batuk, flu), bintik merah meniggi, nyeri sendi, nyeri perut

- Penunjang  CT, BT, PT, aPTT normal


- Tx  Supportif + NSAID kalau nyeri badan

b. Gangguan trombosit (Idiopatihc Trombosit purpura/ITP)


- Gejala  Riw, Infeksi (batuk, flu), kemerehan ditubuh

- Penunjang  Trombositopenia (< 150rb) + BT ↑, lainnya normal, coomb test (+)


- Tx  Kortikosteroid dosis tinggi, transfusi trombosit bila perlu
c. Gangguan Koagulan
- Gejala  ekimosis (lebam-lebam) biasa ukurannya > 4 mm
- Lab  PT (ekstrinsik) dan aPTT (intrinsik) memanjang
- Ekstrinsik (PT) : faktor 2 aktifkan faktor 7  calcium  faktor 10,5 dan
faktor 3  fibrinogen  fibrin
- Intrinsik (aPTT) : 12-12a  11-11a  9-9a  8-8a  calcium  faktor
10.5 dan faktor 3  fibrinogen  fibrin

- Jenis penyakit gangguan koagulan :

- Hemofilia : x-linked resesif, akibat gangguan faktor 8 dan gangguan faktor 9


(hemophilia B), sering pada laki-laki
- Klasifikasi :
- Hemofilia ringan  faktor 8/9 : < 1%
- Hemofilia sedang  faktor 8/9 : 1-5%
- Hemofilia berat  faktor 8/9 : 5-25%

- Hemophilia A/klasik : ggn faktor 8


- Hemophilia B /Chrismas : ggn Faktor 9
- Hemofilia C : ggn faktor 11
- Px  riw. Perdarahan yang tak sembuh (epistaksis, hemarthrosis)
- Lab  aPTT saja memanjang, lainnya normal (CT, BT, PT)
- Tx  Transfusi faktor 8/ cryopresipitat/Frost Frozen Plasma

- Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN)/Acquired Prothrombin


Complex Deficiency (APCD)
- Etiologi  Defisiensi Vit. K (faktor 2,7,9,10)
- Px  Sering pada bayi baru lahir
- Lab  PT dan aPTT memanjang, CT dan BT normal
- Tx  Injeksi Vit.K

- Dissaminated Intravascular Coagulation (DIC)


- Terjadi hiperkoagulalitas darah karena berbagai keadaan penyakit 
terjadi penggumpalan darah dalam kapiler dan faktor pembekuan berkurang
- Etiologi  Riw. Infeksi (DBD), riw. Penyakit perdarahan, keganasan
- Px  riw perdarahan masif dalam onset cepat
- Lab  PT, aPTT, BT, CT memanjang; PLT ↓; FDP dan D-Dimer ↑

- Von Wilderbrand Disease


- Faktor von wilderbrand (protein berperan dalam proses aglutinasi
trombosit), tidak bekerja secara normal atau jumlahnya terlalu sedikit
- Lab  aPTT dan BT memanjang
LIMFE

1. LIMFOMA  Keganasan sistem limfe


- Px  Kelenjar membesar + BB menurun
- Dx  FNAB untuk tentukan tipe
- Hodgkin  Red Stenberg Cell (+)/Owl Cell

- Non Hodgkin (Burkitt Lymphoma)  Red sternberg cll (-)/Starry


Sky/Granuloma menyebar

2. LIMFADENOPATI  kelainan ukuran, jumlah dan kepadatan


- Px  kelenjar membesar
- Faktor resiko  HIV

3. LIMFANGITIS  infeksi saluran limfe


- Etiologi  Streptococcus Grup A
- Gejala  Kelenjar membesar dan ada luka disekitarnya
4. LIMFADENITIS  infeksi kelenjar limfe
- Gejala  Kelenjar membesar dan ada penyakit dasar infeksi, bila kelenjar pecah
mengeluarkan produk inflamasi kaseosa (keju)  skofuloderma

5. LIMFEDEMA  pembengkakan akibat sumbatan aliran getah bening. Berupa


pitting (early onset) dan non pitting (late onset)
- Klasifikasi :
- Primer  Kongenital
- Sekunder  ada penyakit penyerta infeksi
OBSTETRI & GINEKOLOGI

OBSTETRI

A. PERDARAHAN PADA KEHAMLIAN MUDA (Abortus, KET, Molahidatidosa)

a. ABORTUS
- ancaman/pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan (< 20 mgg atau berat janin < 500 gram)

- Jenis Abortus
- Abortus spontan  abortus berlangsung tanpa tindakan/intervensi
- Abortus provokatus  abortus dilakukan sengaja dengan adanya tindakan
- Abortus provokatus medisinalis  berdasarkan pertimbangan
dokter atas dasar keselamatan ibu. Pertimbangan dilakukan minimal 3
orang dokter (interna, obgyn, Jiwa, dan bila perlu tokoh agama
terkait).
- Abortus provokatus Kriminalis  sengaja mengugurkan
kandungan  pembunuhan  tindakan kriminal
- Abortus Habitualis  terjadi berulang 3x berturut-turut.

- Jenis berdasarkan proses patologinya


1. Abortus Iminens (ancaman terjadinya abortus)
- Gejala  PPV UK < 20 mgg, OUI tertutup, hasil konsepsi masih
baik dalam kandungan
- Px  TTV, KU, DJJ, ANC
- Penunjang  HCG, USG transabdomial atau transvaginal (tahan
kencing dulu agar bisa liat acoustic window)

- Tx :
- Observasi perdarahan
- Tirah baring  kurangi aktivitas selama kehamilan
- Obat spasmolitik 
- SPASMINAL (Metamizole Na 500 mg, belladonna extr
10 mg, papaverine HCl 25 mg) 3x1;
- PAPAVERIN HCL 40 mg (3x1)
- Tablet progesteron 100 mg (1x1) (max. 2x1)
- Dipulangkan bila perdarahan berhenti dan tidak boleh
berhubungan seksual selama 2 minggu
2. Abortus insipiens (abortus yang sedang mengancam)
- Tanda  PPV, OUI membuka, serviks mendatar, hasil konsepsi
masih didalam cavum uteri dalam proses pengeluaran

- Px  Hcg (+), Tinggi fundus sesuai kehamilan


- Penunjang  DR (anemia),USG Kehamlan
- Tx 
- Identifikasi KU dan gangguan Hemodinamik (ABC + Transfusi
bila perlu)
- Kuretase (bila perdarahan banyak) + Uterotonik (oksitosin)
- Post kuret  KU, Uterotonika, Antibiotik profilaksis
(ceftriaxone)
- Atau :
- UK < 16 minggu  AVM. Jika tidak bisa segera AVM  beri
ergometrin 0,2 mg/im (bisa diulang per 15 menit bula
perlu)/oksitosin  rencakan kuretase segera.
- UK > 16 minggu  tunggu hasil konsepsi keluar spontan dan
evakuasi sisa hasil konsepsi didalam uterus. Bila perlu berikan
infus oksitosin 20 IU dalam 500 cc RL/NaCl 0.9% 40 tpm
NB :
- OKSITOSIN (uterotonik) (@1ml- 10 IU/ml)
- Oksitosin merangsang otot polos uterus untuk berkontraksi lebih kuat pada
akhir kehamilan, saat persalinan, dan pada masa nifas (reseptor oksitosin di
miometrium meningkat).
- Indikasi : induksi partus aterm, partus lama, partus tak maju, kontrol
perdarahan post partum
- Kontraindikasi : uterus abnormal,kala 1 dan 2, plasenta previa,disporposi
kepala panggul
- DAPAT DIBERIKAN SAAT JALAN LAHIR SUDAH TERBUKA
- Tidak sensitive pada kehamilan muda. Tidak dapat digunakan sebagai
abortivum
- Waktu paruh cepat ( 1 sampai beberapa menit)
- Dosis : untuk induksi persalinan 10 mU/ml (10 U dalam 1 L dextrose 5%)
- CARA PEMBERIAN :
- Diberikan per infuse secara bertahap,
- 2 mU/mnt (0,2 ml/mnt = 3-4 tts/mnt)
- evaluasi kontraksi uterusnya dan DJJ
- setiap 15 mnt tetesan ditambah 3-4 tetes sampai maksimal 2 ml/mnt
- CARA PEMBERIAN LAIN : (
- 2.5-5 IU Oksitosin dalam
- Total dosis maksimal 6.00 mU – 12.000 mU, rata-rata 4.000 mU
3. Abortus Inkomplit
- Tanda  PPV, sebagian hasil konsepsi sudah diluar cavum uteri,
sebagannya lagi masih tertinggal didalam, ada riw. Keluar jaringan,
OUI membuka.

- Px  VT teraba jaringan, serviks menonjol.


- Penunjang  USG Kehamilan
- Tx
- Awasi KU  Syok  Amanakan ABC + Transfusi bila perlu
- Rencana Kuretase
- Post kuret  Uterotonik (oksitosin) + antibiotik (ceftriaxone)
- Atau :
- Perdarahan ringan uk < 16 mgg  keluarkan hasil konsepsi
dengan forsep cincin/jari
- Perdarahan berat uk > 16 mgg  AVM  bila tidak segera
dilakukan  beri ERGOMETRIN 0.2 mg/IM
- UK > 16 mgg  oksitosin 20 IU dalam 500 cc RL/NaCl 0.9%
kec. 40 tpm
- Evaluasi ttv per 30 menit selama 2 jam pasca tindakan
- Yang dievaluasi : TTV, PPV, tanda akut abdomen, produksi
urin per 6 jam selama 24 jam.
- Cek kadar hb setelah 24 jam, > 8 g.dl  boleh plg

4. Abortus Komplit
- Tanda  Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari cavum uteri (uk <
20 mgg atau BJ < 500 gram), OUI menutup, uterus mengecil
- Px  Bcg : tetap (+) sampi 7-10 hari post abortus, USG
- Tx 
- Observasi keadaan ibu (KU, TTV, perdarahan, perburukan),
- tawarkan pemasangan kontrasepsi,
- bila anemia  beri tablet SF 600 mg (1x1) selama 2 minggu,
anemia berat  transfusi.
- Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu
5. Missed Abortion
- Tanda  embrio/fetus meninggal di uk < 20 mgg dan fetus tertahan
didalam kandungan. Tidak ada keluhan, pertumbuhan kehamilan
tidak sesuai uk. Di uk 14-20 mgg dirasakan rahim justru semakin
mengecil
- Px  Hcg (-) setelah 1 mgg abortus
- NB
- kalau > 20 minggu  IUFD
- biasa diawali abortus iminens  tp pertumbuhan janin terhambat
- bila missed abortion berlangsung > 4 mgg  hati hati ada
hipofibrinogenemia  cek koagulasi sebelum tindakan evakuasi
dan kuretase
- Tx :
- UK < 12 mgg, serviks memungkinkan  Kuretase/AVM
- UK > 12 mgg-20 mgg, serviks kaku  induksi (oksitosin 10
IU dalam 500 cc cairan kec. 20 tpm, dapat diulangi sampai 50
IU (5 ampul))  bila tak berhasil, coba istirahatkan sehari dan
induksi kembali  bisa dilakukan berulang sampai 3x  bila
berhasil  bersihkan dengan kuretase
- Bisa jadi pilihan  protstaglandin sintesis  Mesoprostol SL
400 mg,bisa diulang 2x jarak 6 jam  kuretase.
- Transfusi bila perlu  hipofibrinogenemia
- Post kuret  oksitosin dan Antibiotik (ceftriaxone)

- Klasifikasi abortus lainnya


1. Abortus Habitualis
- Abortus spontan terjadi 3x berturut
- reaksi antigen limfosit trofoblast cross reaktif  reaksi rendah 
terjadi abortus  tx : transfusi leukosit atau heparin
- Inkompetensi serviks  tidak bisa menahan beban biasa akibat
trauma diserviks  pasang cincin pesarium diusia 12-14 mgg  saat
kehamilan aterm, cincin dibuka  persalinan

2. Abortus septik
- Abortus disertai infeksi (biasa digenitalia dan peritoneum)
- Gejala  demam tinggi, lelah, menggigil, ppv berbau, nyeri tekan, TD
menurun
- Lab  DR (leukositosis)
- Tx  antibiotik, kuretase (+ oksitosin) setelah 6 jam pemberian
antibiotik
- Antibiotik (diberikan sampai 2 hari bebas demam, bila tak ada
perubahan, ganti AB)
- Penisilin 4 x 1.2 juta unit atau
- Ampisilin 4x1 gram + gentamisin 2 x 80 mg
- Metronidazol 2 x 1 gram
- Setelah itu diberikan AB sesuai hasil kultur
- Bila curiga tetanus, injeksi ATS
- Biila perburukan  pertimbangkan histerektomi
3. Blighted ovum/ kehamilan amebrionik
- Kehamilan tanpa mudigah, tapi kantong gestasi terbentuk, biasa di uk7-
8 mgg
- Kehamilan akan berkembang terus walau tak ada mudigah, di uk 14-16
mgg akan abortus spontan
- Penunjang  USG Kehamilan (gold std)

- Tx  Kuretase

b. KEHAMILAN EKTOPIK
- Kehamilan dimana pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel
didinding endometrium cavum uteri.
- Paling sering di tuba fallopi (95%)
- Bila tempat nidasi tidak bisa menyesuaikan diri dengan besarnya buah
kehamilan  terjadi ruptur  KET
- Lokasi terjadinya KE :
- Tuba (95%)  Pars Ampullaris (55%), Pars Ismika (25%), Pars Fimbriae
(17%), Pars Interstitial (2%).
- Tempat lain  Serviks, ovarium, Abdominal (awalnya kehamilan tuba 
abortus  meluncur keabdomen lewat ostium tuba pars abdomimal 
reimplantasi dicavum abdomen  biasa dimesenterium, mesovarium,
omentum)
- Intraligamenter  sedikit
- Heterotopik  1 janin dicavum uteri, 1 janin lainnya Kehamilan ektopik
- KE bilateral
- Etiologi  hambatan nidasi embrio ke endometrium
- Faktor tuba  radang tuba
- Faktor abnormalitas zigot  zigot tumbuh terlalu cepat sehingga ukuran
besar  terhenti dituba  tumbuh disaluran tuba
- Faktor ovarium
- Faktor hormonal  progesteron membuat gerakan tuba melambat.
- Faktor lain  pemasangan IUD, usia, perokok
- Gejala :
- KE  tidak khas, gejala hamil muda, sedikit nyeri perut bagian bawah
yang tidak seberapa, biasanya tidak dihiraukan
- KET  TRIAS KET (Amenorea (haid memanjang), PPV, nyeri perut
mendadak)
- Abortus tuba  gejala dirasakan tidak begitu berat, nyeri perut, PPV,
biasa sering dikira abortus biasa
- Ruptur tuba  Membahayakan jiwa (perdarahan masif), tanda akut
abdomen seperti nyeri tekan hebat (defans muscular), muntah, gelisah,
pucat, anemis, syok
- Pemfis  Nyeri goyang serviks (slinger pain), cavum douglas menonjol
(akibat terisi darah), nyeri tekan adnexa
- Penunjang  DR ( Hb turun, leukositosis), plano test, USG
abdomen/transvaginal, kalau tidak ada usg, gunakan teknik Kuldosintesis
- Kuldosentesis/pungsi cavum douglas cara pemeriksaan untuk
mengetahui apakah terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat
berguna untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
- Teknik kuldosentesis :
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Disinfeksi Vulva dan vagina
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan
tenakulum,
- kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior
ditampakkan
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan
dengan semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
- Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai
hitam yang tidak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.
- Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa:
- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan
peritoneum normal atau kista ovarium yang pecah.
- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis
atau radang appendiks yang pecah (nanah harus dikultur).
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit
akan membeku, darah ini berasal dari rteria tau vena yang
tertusuk.
- Tx : Laparotomi, bisa salpingektomi atau salpingostomi
- Tx Awal :
- Liat KU, Syok tidak  Infus RL, bila perlu transfusi
- Cek DR  anemia berat langsung transfusi, leukositosis kasih
antibiotik. Cek HCG. USG/Kuldosintesis
- Beri analgerik, anti perdarahan
- Konsul  cito

c. MOLAHIDATIDOSA
- Kehamilan yang berkembang tidak wajar, Tinggi Fundus uteri > UK, vili
korialis berubah menjadi degenrasi hidropik.
- Gelembung putih, berisi cairan jernih, ukuran bervariasi 1-2 mm
- Gambaran histopatologi  edema stroma, profilerasi sel-sel trofoblast
- Tanda  Amenorea, PPV, uterus > UK, tidak ada teraba janin, djj (-),
biasa pada trimester kedua.
- Penunjang  Hcg darau atau urin (+), USG kehamilan  snow flake
pattern/honey comb app.
- Tx :
- Mola harus dirujuk ke faskes lanjutan!!!
- Perbaiki KU  ABC, Infus cairan cegah syok, transfusi bila perlu, terapi
simptomatik (as. Tranexamat, ondacetron, analgetik)
- Keluarkan jaringan mola :
- Vakum kuretase  dilakukan tanpa pembiusan + uterotonik
(oksitosin)  lanjutkan kuretase sendok tumpul  dilakukan sampai
bersih (saat kuret perlu sediakan persiapan darah)
- Histerektomi  dilakukan bila cukup umur dan cukup mempunyai
anak. Usia tua menyebabkan keganasan ( 35 tahun dan anak 3) 
cegah koriokarsinoma
- AVM (aspirasi vakum manual) + oksitosin 10 IU dalam 500 cc
RL/NaCl 0.9% kec. 40-60 tpm
- Setelah dilakukan semua tindakan  observasi perdarahan 
pulang
- Lakukan observasi HCG 2 minggu kemudian
- Bila hasil hcg tetap atau meningkat/ HCG urin menetap selama 8
mgg  rujuk ke RS tersier  kemoterapi

B. PERDARAHAN PADA KEHAMILAN LANJUT DAN PERSALINAN


- Plasenta pervia,Vasa previa, solutio plasenta, Ruptur uteri

a. PLASENTA PREVIA  plasenta menutupi OUI


- Plasenta berimplantasi disegmen bawah rahim sehingga menutup seluruh
atau sebagian OUI
- Jenis Plasenta Previa :
a) Totalis/komplit  menutupi seluruh OUI
b) Parsial  menutupi sebagian OUI
c) Marginalis  tepi plasenta berada ditepi OUI
d) Letak rendah  plasenta berada dibawah < 2 cm OUI (3-4 cm),
tanda  perdarahan saat mulai persalinan.

- Faktor predisposisi  kehamilan usia lanjut, multiparitas, riw. SC, riw.


Merokok (hipoksemia buat plasenta hipertrofi).
- Tanda  PPV tanpa nyeri (trimiester 2 keatas), darah segar, biasa PPV
berulang
- Pemfis  palpasi abdomen : bagian terbawah janin masih tinggi diatas
simfisis pubis, letak janin tidak memanjang. VT
- Penunjang  USG abdomen

- Tatalaksana umum :
- Infus RL dan NaCl, AB, asam tranexamat, deksa (terminasi),
transfusi/SF + Vit C
- Bila perdarahan banyak  terminasi dan sc cito tanpa memandang UK
- Bila perdarahan sedikit  observasi, boleh plg, terapi ekpektatif
- Syarat terapi ekspektatif :
- Kehamilan pre-term, perdarahan sedikit dan berhenti dengan atau
tanpa pengobatan tokolitik
- Belum ada tanda inpartu
- Keadaan umum ibu cukup baik (Hb normal)
- Janis masih hidup dan kondisi baik
- Tatalaksana khusus :
- Konservatif :
- Rawat inap, tirah baring, AB profilaksis
- USG  periksa letak plasenta
- Bila ada kontraksi  berikan tokolitik :
- MgO4 4 g IV (awal)  lanjut 4 gram/6jam atau,
- Nifedipine 3x20 mg/hari
- (+ deksametason 6 mg/IV)
- SF 60 mg selama 1 bulan, bila anemia berat  transfusi
- Vit C, asam tranexamat
- Bila perdarahan berhenti dan waktu 37 minggu masih lama  boleh
dipulangkan namun bila ada perdarahan segera kembali
- Khusus :
- Terminasi kehamilan  syarat harus cukup bulan, perdarahan aktif.
- SC cito/persalinan

b. VASA PERVIA
- Pembuluh darah janin berada didalam selaput ketuban dan melewati OUI
 bahaya perdarahan saat pembukaan serviks  perdarahan akut yang banyak.

- Faktor resiko  plasenta letak rendah, plasenta sukseturiata.


- Tx  Atasi KU, Infus, Trasnfusi, SC Cito

c. SOLUSIO PLASENTA  lebih berbahaya daripada Plasenta previa (plasenta lepas)


- Terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari desidua
endometrium sebelum waktu anak lahir. (Plasenta terlepas sebagian atau
semuanya dari desidua endometrium).
- Klasifikasi solusio plasenta :
- Ruptur sinus marginalis  terlepas hanya bagian pinggirnya saja
- Parsial  terlepas sebagian
- Totalis  terlepas keseluruhan.
- Faktor resiko :
- usia muda, primipara, solusio plasenta rekuren,
- trauma tumpul abdomen (KDRT, Kecelakaan),
- kelainan rahim (miom submukosum dibelakang plasenta, uterus berseptum.
- Tekanan darah tinggi, kelainan pembekuan darah
- Iatrogenik  riw. Merokok dan kokain
- Gambaran klinis :  Warna PPV relatif kehitaman/merah tua
- Solusio plasenta ringan  perdarahan < 250 cc
- Solusio plasenta sedang  perdarahan >250-<1000 cc
- (nyeri perut, terus menerus, djj cepat, hipotensi, takikardia)
- Solusi plasenta berat  perdarahan > 1000 cc
- (KU buruk, syok, fetal death) Komplikasi koagulopati dan gagal
ginjal  ditandai oliguri ( urin kurang (< 1cc/kgbb/jam)
- Penunjang  DR, USG abdomen, Hcg, alfa feto protein serum

- Komplikasi  anemia, syok hipovolemik, gagal ginjal, sindrom seehan,


kematian janin, prematur, kematian perinatal.
- Tx :
- Tak boleh ditatalaksana difaskes primer  RUJUK !!!
- ABC, KU, INFUS RL/NaCL 0.9 % atau transfusi
- Bila perdarahan ringan-sedang/ belum ada tanda syok  periksa DJJ
- DJJ normal  terminasi kehamilan + SC
- DJJ tidak ada, tapi TD Ibu normal  pertimbangkan Persalinan per
vaginam
- DJJ tidak ada, TD ibu bermasalah (syok)  pecahkan ketuban
dengan kocher
- Kontraksi jelek  oksitosin
- Serviks menutup, tebal, kenyal  terminasi kehamilan + SC
- DJJ abnormal (< 100x/>160x)  Persalinan Per Vaginam segera atau
SC kalau tidak memungkinkan
- Bila perdarahan hebat/syok 
- Pembukaan lengkap  persalinan ekstraksi vakum
- Pembukaan belum lengkap  terminasi kehamilan (deksa)  SC

d. RUPTUR UTERI
- Robekan pada rahim dimana terjadi hubungan langsung antara rongga amnion
dan rongga peritoneum
- Tanda  anemia, perburukan KU, syok, nyeri abdomen, djj (-)/gawat janin,
kekuatan his menurun

- Penunjang  USG
- Tx :
- Perbaki KU, Infus RL/NaCl 0.9% untuk atasi syok, transfusi bila perlu,
analgetik, antibiotik.
- Histerektomi cito

C. PERDARAHAN PASCA PERSALINAN (PPP)


- Atonia uteri, robekan jalan lahir, Retensio plasenta, Inversi uterus, Rest
palsenta
- PPP Primer  < 24 jam; PPP Sekunder  > 24 jam

a. ATONIA UTERI
- Keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim sehingga uterus tak mampu
menutup perdarahan yang terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir.
- Pencegahan :
- manajemen kala III,
- pemberian misoprostol PP 2-3 tab (400-600 ug) segera setelah bayi lahir
- Faktor resiko :
- Regangan rahim berlebih  karena gemeli, polihidroamnion, anak besar,
grande multipara
- Kelelahan ibu  akibat persalinan lama persalinan kasep (macet, > 18 jam)
- KU jelek, anemis, riw. Penyakit kronik
- Mioma uteri
- Infeksi intra uterin  (korioamnionitis)
- Riw. Atonia sebelumnya
- Diagnosis :
- perdarahan aktif dan banyak segera setelah bayi dan plasenta lahir
(500-1000 cc)
- palpasi fundus masih tinggi dan kontraksi uterus lunak
- Tx :
1. Sikap tradelenburg, IV line, O2
2. Pijat uterus/masase uterus  pastikan plasenta lahir lengkap
3. Beri Infus oksitosin 20 IU dalam 1000 cc RL/NaCl 0.9 % Kec. 60 tpm
(dan 10 unit IM)  lanjut 20 IU dalam 1000 cc kec. 40 tpm.
- Kalau oksitosin tdk ada  beri ergometrin 0.2 mg/IM atau IV lambat
 dapat diulangi 15 menit kemudian dan per 4 jam bila diperlukan
(jangan > dari 5 dosis/1mg!!!!)
4. Bila perdarahan berlanjut  Asam tranexamat 1gram ( 2 ampul)/IV
bolus selama 1 menit  bisa diulang per 30 menit
5. Lakukan pemasangan kondom kateter/KBI selama 5 menit
6. RUJUK atau SIAPKAN OP CITO  Laparatomi
7. Saat merujuk  beri infus Oksitosin 20 IU dalam 500 cc RL /jam
8. Selama diperjalanan  kompresi aorta abdominal/KBI
9. Ligasi arteri uterina/hipogastrika atau B-Lynch Method  bila masih
perdarahan  Histerektomi

- NB :
- Kontraksi uterus bisa menyebabkan penghentian perdarahan  karena
struktut miometrum membentuk anyaman  bila kontraksi  pembuluh
darah akan terjepit dan perdarahan terhenti.

b. ROBEKAN JALAN LAHIR (RUPTUR PERINEUM)


- Robekan pada jalan lahir akibat persalinan yang menimbulkan trauma
- Etiologi  pertolongan persalinan yang tidak adekuat, episiotomi, vakum
- Klasifikasi derajat ruptur perineum terdiri dari :
- Derajat 1 : Laserasi hanya pada mukosa vagina dan kulit perineum
- Derajat 2 : Laserasi melibatkan otot-otot perineum
- Derajat 3A : laserasi pada <50% otot sfingter anal eksterna
- Derajat 3B : laserasi pada >50% otot sfingter anal eksterna
- Derajat 3C : laserasi pada otot sfingter anal eksterna dan interna
- Derajat 4 : laserasi mencapai jaringan epitel anus, robekan menembus
dari epitel vagina hingga epitel anus
-

- Tx :
- Identifikasi KU, Cairan, sumber perdarahan
- Disinfeksi luka
- Hecting luka
- Berikan asam tranexamat 1 gr/IV bolus selama 1 menit  dapat diulang per
30 menit  rujuk bila derajat 3 dan 4

c. RETENSIO PLASENTA
- Plasenta tidak lahir sampai 30 menit setelah anak lahir
- Etiologi  adhesi kuat antara plasenta-uterus
- Klasifikasi RETENSIO PLASENTA :
- Akreta  implantasi menembus desidua basali dan Nitabuch Layer
- Inkreta  implantasi menembus miometrium
- Perkreta  vili korialis menembus perimetrium
- Inkaserata  Plasenta sudah lepas, tapi belum lahir karena tertahan
disegmen bawah rahim
- Adhesiva  plasenta masih melekat didinding rahim karena kontraksi
kurang kuat

- Tx :
- Oksitosin 10 IU dalam 500 cc RL/NaCl 0.9% kec. 60 tpm + 10 IU/IM
- Lanjutkan  10 IU dalam 500 cc RL/NaCl 0.9% kec. 40 tpm 
sampai perdarahan berhenti
- Lakukan tarik pusat terkendali  tak berhasil?  Manual plasenta
- Antibiotik profilaksis dosis tunggal  ampisilin 2 gr/IV dan Metronidazole
500 mg/IV; Ceftriaxone
- Infeksi atau perdarahan hebat?  Rujuk

- MANUAL PLASENTA :

- Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal


- Pasang kateter
- Jepit tali pusat dengan kocher, regangkan tali pusat dengan tangan kiri
- Tangan kanan masuk kevagina menulusuri tali pusat hingga serviks
- Tangan kiri menahan fundus, tali pusat dipegang assisten
- Tangan kanan teruskan temukan tempat implantasi plasenta
- Sisipkan ujung jari diantara plasenta dan dinding uterus
- Gerakan tangan kanan dan kiri secara perlahan, seluruh plasenta
dilepaskan dengan menggunakan ujung jari tangan dalam
- Gunakan tangan luar atau assiten menarik tali pusat untuk keluarkan
plasenta  sementara tangan didalam  pastikan tak ada sisa plasenta
- Periksa kontraksi uterus dan kemungkinan perdarahan.

d. INVERSIO UTERI
- Keadaan dimana lapisan endometrium turun dan keluar melalui OUE  bisa
komplit/inkomplit
- Faktor resiko  atonia uteri, tali pusat ditarik, tekanan intra abdomnal
- Tanda  syok, perdarahan menggumpal, divulva tampak jaringan permukaan
kasar (seperti kaos kaki) berwarna merah
- Harus cepat ditangani  bisa nekrosis jaringan uterus dan infeksi
- Tx :
- Infus, identifikasi KU
- Berikan tokolitik/MgSO4  relaksan otot uterus  Manual Reposisi
- Berikan Antibiotik, Transfusi bila perlu
- Manual reposisi tidak bisa dilakukan karena jepitan serviks  laparotomi
untuk reposisi; bila nekrosis atau infeksi  Histerektomi
e. REST PLASENTA
- Keadaan tersisa bagian plasenta dalam uterus sesaat setelah plasenta lahir.
- Tx :
- Oksitosin 10 IU dalam 500 cc RL/NaCl kec. 60 tpm dilanjut kec. 40 tpm
sampai perdarahan berhenti.
- Bila serviks terbuka  eksplorasi digital dan keluarkan darah dan jaringan.
Bila serviks sempit  AVM atau dilatasi dan kuretase
- Antibiotik profilaksis (Ceftriaxone/Ampisilin 2 gr/IV dan metronidazole
500 mg)
- Perdarahan berlanjut?  tatalaksana seperti atonia uteri

D. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN


- HDK  TD minimal 140/90 pada 2x pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita
yang sebelumnya riw. Normotensi.
-
- Klasifikasi HDK :
a. Hipertensi Kronik :
- ht timbul sebelum (<) UK 20 mgg atau
- ht yang didiagnosa pertamakali setelah UK 20 minggu dan menetap
sampai 12 minggu pasca persalinan
b. Pre-eklampsia  ht timbul setelah (>) 20 mgg + proteinuria
c. Eklampsia  pre-eklamsia + kejang dan/atau koma ( ↓ kesadaran)
d. HT kronik dengan superimposed pre-eklamsia  HT kronik + tanda pre-
eklamsia atau HT kronik + Proteinuria
e. Hipertensi gestational  Ht timbul saat kehamilan, tanpa proteinuria,
menghilang 3 bulan setelah kehamilan

- NB :
- HT  TD ≥ 140/90, diukur min. 2x per 4 jam
- Proteinuria  urin tampung : 300 mg protein dalam urin/24 jam/ ≥ 1+
dipstick

- Faktor Resiko :
- Primigravida, primipaternitas
- Hiperplasentosis (mola, kehamilan multipel, DM, hidrops fetalis, bayi besar)
- Usia tua
- Riw. Keluarga preeklampsia/eklampsia
- Penyakit ginjal/riw hipetensi kronik
- Obesitas

- Pre-Eklampsia :
a. Pre-Eklamsia Ringan (HT ≥ 140/90 + UK >20 mgg + proteinuria) 
sindrom kehamilan terjadi penurunan perfusi organ sebabkan vasospasme
pembuluh darah dan aktivasi endotel
- Pemfis  TTV ibu, KU, Antenatal care, DJJ
- Penunjang  USG
- Tx :
- Rawat jalan  tirah baring, minim aktivitas, baring miring, one
day care, tak perlu diet garam, tak perlu obat anti hipertensi.

- Rawat Inap 
- Tak ada perbaikan TD dan Kadar proteinurin selama 2 minggu
- 1/lebih gejala pre-eklamsia berat

b. Pre-eklamsia berat (TD ≥ 160/110, UK > 20 mgg, proteinuria 5 g/24 jam)


- Gejala tambahan  Ggn visus, nyeri epigastrik (abdomen), ggn fungsi
hepar)
- Pembagian pre-eklampsia berat :
- Tanpa impending
- Dengan impending eclamsia  preeklamsia berat + gejala
subjektif (nyteri kepala hebat, ggn visus, muntah-muntah, nyeri
episgastrium, kenaikan progresif tekanan darah)
- Pemfis  TTV ibu, KU, Antenatal care, DJJ
- Tx 
- tirah baring, minim aktivitas, baring miring, tak perlu diet garam,
tak perlu obat anti hipertensi
- Infus RL
- MgSO4 :
- Loading/intial dose : 4 gr/IV (40% dlm 10 cc)  drip dengan
RL 500 cc (habis dalam 15 menit)
- Maintanance : 6 gr dalam RL/ 6 jam,
- atau 4-5 gr/IM dilanjutkan 4gr/IM/4-6 jam
- Syarat pemberian MgSO4 :
- Sedia Ca Glukonas 10% : 1 gr/IV/3menit (10% dalam 10 cc)
- Refleks patella (+)
- R : > 16x/m, tidak ada distress napas
- Hentikan MgSO4 bila :
- Ada tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pascapersalinan atau setelah 24 jam dari
kejang terakhir
- Efek samping : efek flushes  rasa panas
- ANTI HIPERTENSI
- lini pertama  nifedipine 10-20 mg PO, dapat diulang per 30
menit sampai max.120 mg dalam 24 jam
- lini kedua 
- sodium nitroprusside 0.25 ug iv/kg/menit, ditingkatkan
0.25 ug/iv/kg/5 menit
- Diazokside 30-60 mg iv/5 menit atau infus 10 mg/menit
dititrasi
- Nicardipine 5 mg/jam, dapat dititrasi 2.5 mg/jam per 5
menit hingga 10 mg/jam
- Metildopa 2x250-500 mg (max 2gr/hari)
- Diuretik bila edema anasarka, edema paru, CHF.
- Eklamsia  preeklampsia + ggn kesadaran/koma, terapi sama kayak eklamsia
berat, pertimbangkan masuk ICU  ABC + MgSO4 + Nifedipin.
- SINDROM HELLP
-

Anda mungkin juga menyukai