PROSIDING
Seminar Nasional Fisika Makassar 2015
(SNF-MKS 2015)
Editor
Prof. Dr. H. Halmar Halide, M.Sc.
Dr. Bualkar Abdullah, M.Eng.Sc.
Dr. Nurlaela Rauf, M.Sc.
Prof. Dr. rer-nat Wira Bahari Nurdin
Prof. Dr. Dahlang Tahir, M.Sc.
Layout
Muh. Fachrul Latief
Nur Munjiah K.P.
Muh. Syahrul Padli
Sultan
Cover
Muhammad Fauzi Mustamin
KATA PENGANTAR
Puji syukur khadirat Allah SWT atas terselenggaranya Seminar Nasional Fisika Makassar 2015
(SNF-MKS 2015). Seminar Nasional ini dihadiri oleh para dosen dan peneliti dalam bidang
fisika dan bidang terkait untuk kemajuan dan kemandirian bangsa. Peserta berasal dari berbagai
perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Terdapat 47 makalah yang akan dipresentasikan (oral
presentation), mulai dari fisika teori dan komputasi, instrumentasi, material, biomedik,
pendidikan dan geofisika. Full paper kami sajikan dalam Buku Prosiding ini.
Berkenaan dengan penyelenggaraan SNF-MKS 2015, kami atas nama panitia menghaturkan
terima kasih kepada: Rektor Universitas Hasanuddin, Dekan FMIPA-UNHAS dan Ketua
Jurusan Fisika atas segala dukungan terhadap pelaksanaan seminar nasional ini. Terima kasih
yang tak terhingga kami tujukan kepada pemakalah utama: Dr. L.T. Handoko dari Deputi
Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Dr. Dede Djuhana dari Universitas Indonesia, dan Prof.
Dr. Dahlang Tahir dari Jurusan Fisika Universitas Hasanuddin. Apresiasi yang besar kami
tujukan kepada para peserta seminar yang berasal dari berbagai perguruan tinggi negeri dan
swasta serta lembaga departemen dan non-departemen di Indonesia. Kehadiran Bapak/Ibu
dalam seminar ini memberikan kontribusi dalam meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan
khususnya dibidang fisika.
Kepada seluruh peserta yang berpartisipasi dalam seminar nasional ini, jika sekiranya selama
kegiatan ini berlangsung terdapat sesuatu yang tidak berkenan dihati Bapak/Ibu, mohon
dimaafkan. Kami ucapkan Selamat mengikuti Seminar Nasional Fisika tahun 2015. Semoga
apa yang menjadi harapan dan cita-cita kita bersama dapat terwujud.
Wassalam,
Ketua Panitia SNF-MKS 2015
ii
Prosiding SNF-MKS 2015
Wassalam,
Ketua Jurusan Fisika
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Ketua Panitia ii
Kata Sambutan Ketua Jurusan Fisika iii
Daftar Isi iv
H15-NA01 Pengaruh Frekuensi Getar Gerak Memutar Terhadap Sifat 1
Transportasi Elektron DNA Poly(dA)-Poly(dT)
Kinanti Aldilla Rahmi, Efta Yudiarsa
H15-NA02 Pembangkit Microwave Dari Sumber Optikal Menggunakan 7
Metode Mixing
Wildan Panji Tresna, Nursidik Yuliyanto, Nurfina Yudasari
dan Iyon Titok Sugiarto
Sifat Transportasi Muatan Molekul DNA Aperiodik: Karakteristik
H15-NA03 I-V Bergantung Frekuensi Getar Gerak Memutar 11
Vandan Wiliyanti, Efta Yudiarsah
H15-NA05 Estimasi Kinerja Sistem Produksi Ekonomi Dengan Fungsi Produksi 18
Berbasis Entropi
D.A. Suriamihardja, Amiruddin
H15-NA07 Penelusuran Metrik Medan Gravitasi Simetri Sumbu dan Berotasi 25
Stasioner Melalui Persamaan Ernst
Bansawang BJ
H15-NA08 Solusi Persamaan Adveksi Difusi Koordinat Kartesius Tanpa Sumber 31
Menggunakan Metode Elemen Hingga Galerkin
Eko Juarlin
H15-NA09 Dinamika Lubang Hitam Reissner-Nordtsröm dalam Kosmologi 35
Frieedman-Robertson-Walker (FRW)
Muh. Fachrul Latief, Bansawang BJ, Wira Bahari Nurdin
H15-NA10 Aplikasi Metoda Wang-Landau pada Studi Perubahan Fase Model 41
Ising Dua Dimensi dengan Interaksi Ekstra
Aswin, Tasrief Surungan
H15-NA12 Pemodelan Dispersi CO Dari Cerobong Pabrik Semen Tonasa 45
Dengan Menggunakan Model Aermod
Alimuddin Hamzah Assegaf, Erwin Azizi Jayadipraja
H15-NA13 Simulasi Stimulasi Listrik pada Jantung 49
Wira Bahari Nurdin
H15-NA14 Konstruksi Matriks Global Bangun Segi Empat Dalam Metode 53
Elemen Hingga
Eko Juarlin, Irene Devi Damayanti
H15-NB01 Pemanfaatan Abu Sekam Padi Dan Kapur Banawa Untuk 55
Pembuatan Batu Bata Tanpa Pembakaran
Darmawati Darwis, Syahrul Ulum dan Gali Kurniawan
H15-NB02 Pengembangan LKPD Listrik Arus Searah Berbasis Keterampilan 60
Proses Sains
Herman
H15-NB04 Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel Titanium Oxide (TiO2) 67
Mengunakan Metode SOL-GEL
Idawati Supu, Akhiruddin Maddu
H15-NB05 Pengaruh Perendaman Larutan Teh Hitam Terhadap Keramik Gigi 73
Tiruan
Nurlaela Rauf , Sinarwati
iv
H15-NB06 Analisis Pengaruh Perubahan Suhu Terhadap Rugi Daya 76
Sensor Pergeseran Konfigurasi Lurus Berbasis Serat Optik Plastik
Arifin
H15-NB08 Impedansi Antena Mikostrip Model Dasi Kupu-Kupu 82
Dengan Konektor Terpusat
Bualkar Abdullah
H15-NB09 Sensor Serat Optik Plastik Berbasis Modulasi Intensitas Cahaya 85
untuk Pengukuran Massa
Yusran, Arifin
H15-NB11 Sensor Glukosa Berbasis Modulasi Intensitas Menggunakan Serat 91
Optik Polimer
Rosdia, Arifin
H15-NB14 Analisis Genangan Sungai Jene Berang Kabupaten Gowa 96
Anugrawati, Alimuddin Hamzah, Paharuddin
H15-NC01 Inversi Seismik Berbasiskan Model untuk Identifikasi Reservoir 104
Karbonat
Suprapto Bambang Harimei, Irnah Saluddin
H15-NC02 Karakterisasi Reservoar Karbonat Menggunakan Analisis Seismik 111
Atribut Dan Inversi Impedansi Akustik (AI)
Nur Najmiah Tullailah, Lantu , Sabrianto Aswad
H15-NC03 Different Weightings of Fuzzy Decision Analysis in Land 116
Suitability Evaluation
Samsu Arif, D. A. Suriamihardja, Sumbangan Baja, Hazairin
Zubair
H15-NC04 Identifikasi Lapisan Akuifer di Daerah Mawang Kecamatan Baruga 125
Kabupaten Bantaeng Menggunakan Geolistrik Tahanan Jenis
Makhrani, Sabrianto Aswad
H15-NC05 Prediksi Permeabilitas Menggunakan Metode Regresi untuk 130
Manajemen Reservoir yang Efektif
Harjumi, Makharani, Sabrianto Aswad
H15-NC06 Resistivitas Batuan Kampus UNHAS Tamalanrea 133
Muhammad Hamzah Syahruddin, Amiruddin, Sabrianto Aswad,
Syamsuddin
H15-NC07 Identifikasi Rembesan Air Limbah Pembangkit Listrik Tenaga Uap 138
(PLTU) Biringkassi PT. Semen Tonasa Menggunakan Metoda
Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Wenner Alpha
Aswar Syafnur, Muh. Altin Massinai, Syamsuddin
H15-NC08 Analisis Data Inversi 2-Dimensi dan 3-Dimensi untuk Karakterisasi 142
Nilai Resistivitas Bawah permukaan
Muh. Taufik Dwi Putra,Syamsuddin,Sabrianto Aswad
H15-NC09 Analisis Arah Kekar Parangloe Sulawesi Selatan Dengan 147
Menggunakan program Dips
Muh. Altin Massinai, Reski Ayu Magfira Alimuddin, Maria
H15-NC10 Analisis Pola Spasial dan Kwartal Angkutan Sedimen Sepanjang 151
Pantai Delta Muara Sungai Saddang Periode 1983-2013
N.R.Palilu,Haerany Sirajuddin, Sakka, dan D.A. Suriamihardja
H15-NC11 Analisis Pola Spasio-Temporal Arus Susur Pantai Periode Tahun 159
1983-2013 di Perairan Pantai Delta Muara Sungai Saddang
Rosyida Fatihah, Sakka, D.A. Suriamihardja
H15-NC12 Analisis Karakteristik Ombak Perairan Pantai Delta Muara Sungai 165
v
Saddang Periode 1983-2013
Alexander Kondo, Sakka, D.A. Suriamihardja
H15-NC13 Desain dan Konstruksi Sumber Getar Seismik Berbasis Fisika 172
Kimia untuk Eksplorasi Data Seismik
Bualkar Abdullah, Lantu, Wahid Wahab, Heryanto
H15-NC14 Penentuan Kedalaman Minimum Area Dumping di Laut Dengan 180
Mempertimbangkan Mobilitas Sedimen
Alimuddin Hamzah Assegaf, Wasir Samad
H15-ND01 Rancang Bangun Alat Ukur Curah Hujan, Temperatur, dan 184
Kelembaban Udara dengan Media Penyimpan Dalam SD Card
Elisa Sesa, Dedy Farhamsah, Randy Lasman
H15-ND02 Analisis Perubahan Bentuk Sudut Sudu Turbin Terhadap Efisiensi 189
Daya Mekanik yang Dihasilkan
Syahir Mahmud, Suendy Ciayadi Kwang
H15-ND03 Uji Nilai Kalor Briket dengan Komposisi Kayu Pohon Asam, Kotoran 194
Sapi dan Serbuk Gergaji Sebagai Pengganti Bahan Bakar Alternatif
Muh. Said L., Sri Wahyuna, Hernawati
H15-ND04 Penentuan Kualitas Batubara Berdasarkan Log Gamma Ray, Log 199
Densitas Dan Analisis Parameter Kimia
Yulia Afriani, Makhrani dan Syamsuddin
H15-ND05 Pemodelan Penyebaran Bising Pada PLTA Tangka Manipi 203
Hasliah Elastuti, Alimuddin Hamzah dan Paharuddin
H15-ND07 Pemetaan Arah Rembesan Air Lindi di TPA Tamangapa Makassar 212
Andi Nurul Aeni Daud, Muhammad Altin Massinai dan Syamsuddin
H15-ND08 Perancangan Sistem Penangkap Petir Pada Dangau Petani Di Daerah 215
Persawahan
Bidayatul Armynah, Syahir Mahmud dan Idwin Indra Bawana Tang
H15-ND09 Korelasi Periode Delapan Tahun Lontara’ Pananrang dengan Periode 224
Gerak Bulan dalam Pengarakterisasian Kondisi Cuaca di Sulawesi
Selatan
Nur Hasanah,, D.A. Suriamihardja1 dan Bannu Abdulsamad
H15-ND11 Penerapan Gaya Pada Perkiraan Waktu Kematian Dalam Tanatologi 228
Sri Suryani
H15-ND12 Pengaruh Konsentrasi Zinc Acetat Dehidrat Terhadap Sifat Optik 232
Lapisan Tipis Bilayer ZnO/TiO2
Nur Aeni, Musfitasari, Eko Juarlin, P.L. Gareso
H15-ND13 Pengaruh Pemanasan Terhadap Sifat Optik Lapisan Tipis Bilayer 235
ZnO/TiO2
Musfitasari, Nur Aeni, Eko Juarlin, P.L. Gareso
H15-ND14 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Untuk 238
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Topik Pengukuran
Mursalin
Index 242
vi
Kinanti Aldilla Rahmi, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
ABSTRAK
Pengaruh frekuensi getar gerak memutar terhadap sifat transportasi elektron di molekul DNA telah
dipelajari. Dalam studi ini, digunakan model untai ganda DNA Adenin-Timin dengan 32 pasangan
basa.Di tiap ujung basanya terdapat backbonegula-fosfat. Lalu, rantai DNA dikoneksi dengan
elektroda di setiap ujungnya. Molekul dimodelkan menggunakan Hamiltonian ikatan kuat (tight
binding) dan dikolaborasikan dengan teori Slater-Koster, di sini perubahan sudut antar pasangan
basa akibat gerak memutar diperhitungkan. Efek dari frekuensi getar gerak memutar dipelajari
dengan menghitung probabilitas transmisi electron menggunakan metode transfer matriks. Lalu
probabilitas transmisi digunakan untuk menghitung karakteristik I-V dengan formula Landauer-
Buttiker. Hasilnya menunjukan bahwa probabilitas transmisi electron dan arus meningkat seiring
meningkatnya frekuensi getar gerak memutar untaian DNA. Saat temperatur ditingkatkan,
probabilitas transmisi dan arusnya menurun dan tegangan ambang membesar di tiap variasi
frekuensi getar gerak memutarnya.
Kata Kunci: DNA, frekuensi getar gerak memutar, karakteristik I-V,probabilitas transmisi,
temperatur
1
Kinanti Aldilla Rahmi, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
bagian tiga. Di bagian terakhir, hasil akan backbone pada cabang ke 𝑖 dan arah 𝑞 elektron
disimpulkan. berpindah. Sedangkan ∅𝜏𝑖 merupakan efek dari
II. BAHAN DAN METODA gerak memutar DNA yang direpresentasikan oleh
persamaan [15].
Model DNA yang digunakan pada penelitian ini
adalah DNA untai ganda dengan pasangan basa
Adenin-Timin dan di tiap basanya terdapat gula-
pospat (backbone). DNA dihubungkan dengan
elektroda di kedua ujungnya. Panjang rantai
DNA yang digunakan berjumlah 32 pasang basa
(elektroda – 32 pasang basa DNA – elektroda). dengan,
Pada model ini, elektron dapat berpindah dari
satu basa ke basa lain dalam satu untai, dari satu ∆𝜏𝑖−1,𝑖 = 𝜑𝑒𝑞 − (𝜑𝑖−1
𝜏
− 𝜑𝑖𝜏 )
basa ke basa pasangannya dalam satu cabang,
dari satu basa ke basa lain antarcabang yang ∆𝜏𝑖,𝑖+1 = 𝜑𝑒𝑞 − (𝜑𝑖𝜏 − 𝜑𝑖+1
𝜏
)
terdekat dan dari basa ke backbone di satu cabang Efek ini yang mempengaruhi dan menggangu
atau sebaliknya. Tapi elektron tidak bisa pindah energi dalam satu basa. Di mana gangguan ini
dari backbone satu ke backbone lain. DNA ini direpresentasikan dengan konstanta kopling
dimodelkan menggunakan ikatan kuat (tight elektron-fonon 𝑏𝑖−1,𝑖𝜏 𝜏
dan 𝑏𝑖,𝑖+1 . Untuk
binding) Hamiltonian. menentukan konstanta kopling elektron-fonon
𝜏
𝑏𝑖,𝑖+1 , kita asumsikan bahwa semakin kecil jarak
antarbasa terdekat, interaksinya semakin kuat
sehingga nilai potensial dalam masing-masing
basa menjadi lebih besar, begitu juga sebaliknya.
Metode perhitungan konstanta kopling elektron-
fonon yang digunakan dijelaskan pada referensi
[15]. Sedangkan 𝜑 mewakili sudut antar pasangan
basa terdekat. Untuk 𝜑𝑒𝑞 dalam posisi equilibrium
𝜏
dipilih sebesar 36o [1-3,5,8]. Sementara 𝜑𝑖±1
adalah deviasi sudut putar dari equilibrium pada
𝜏
untai ke 𝜏 dan cabang ke 𝑖. 𝜑𝑖±1 didistribusikan
Gambar 1. Skema model DNA yang dipelajari.
Lingkaran hitam merepresentasikan basa DNA, berdasarkan distribusi Gaussian dengan rata-rata
lingkaran putih merepresentasikan backbone nol dan standar deviasi √𝑇/𝑓, di mana T adalah
DNA. Garis yang menghubungkan lingkaran temperatur dan f adalah frekuensi getar gerak
merepresentasikan jalur yang dapat dilalui memutar yang akan divariasikan di antaranya
elektron. 0.51meV, 0.77meV, 1.02meV, 2.00meV,
3.00meV, 4.00meV dan 5.12meV dan
Hamiltoniannya sebagai berikut, pengaruhnya akan dibahas pada bagian tiga.
𝜏,𝜎 𝑞
Terakhir, simbol 𝑡𝑖,𝑖+1 , 𝑡𝑖 dan 𝑡𝑖1,2 ,
merepresentasikan konstanta hopping elektron
antar basa di satu untai, antarbasa di untai dan
cabang terdekat, antarbasa-backbone pada satu
cabang, dan antarbasa di satu cabang.
Nilai energi dalam dari basa dan backbone yang
digunakan adalah 𝜀𝐴 = 8.22 eV, 𝜀𝑇 = 9.06 eV dan
𝑞
𝐵𝑖 = 9.6 eV [15]. Untuk nilai konstanta hopping
elektron antar basa menggunakan teori semi
empiris Slater-Koster yang dijelaskan pada
Pada gambar 1 dan persamaan 1, L merupakan referensi [3,17] dan telah diekspansi sehingga
panjang sistem, yang diset 32 pasangan basa. diperoleh:
Parameter 𝜀𝑖𝜏 adalah energi dalam basa pada untai
𝑞
ke 𝜏 dan cabang ke 𝑖 dan 𝐵𝑖 adalah energi dalam
2
Kinanti Aldilla Rahmi, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
konstanta hopping elektron antarbasa satu untai dibahas pada bagian ini yaitu ketika temperatur
lingkungan 4,2K dan 30K dengan gangguan
backbone yang sama yaitu 0,3eV. Kemudian
hasilnya dibandingkan di tiap variasi frekuensi
getar gerak memutar.
Tabel 1. Parameter konstanta loncatan elektron
antarbasa (tx,y) and kopling muatan dan gerak
konstanta hopping elektron antarbasa antar untai- memutar pasangan basa (bx,y) untuk Hamiltonian
ikatan kuat. [1-3].
cabang
Basa t xpa, y t xsl, y t xpp, y bx , y (eV)
(x,y)
(eV) (eV) (eV)
3
Kinanti Aldilla Rahmi, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
4
Kinanti Aldilla Rahmi, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
Pada suhu lebih tinggi yaitu 30K, probabilitas kecil, frekuensi getar yang rendah lebih dulu naik
transmisi lebih rendah. Hal ini dikarenakan pada arusnya.
suhu tinggi, efek gerak memutar DNA yaitu
simpangan sudutnya makin besar, menyebabkan Kami bandingkan dengan lingkungan dengan
struktur DNA menjadi tidak teratur sehingga temperatur yang lebih tinggi, hasilnya pada
mengganggu elektron untuk loncat/hopping. temperatur lebih tinggi, probabilitas transmisinya
Akibatnya probabilitas transmisi menurun. menurun, arus maksimumnya pun menurun dan
Sedangkan ketika frekuensi getar gerak memutar pada masing-masing variasi frekuensi getar
DNA meningkat, maka probabilitas trasmisinya arusnya juga menurun bahkan menurun
pun meningkat. Hal ini karena saat DNA bergetar signifikan pada frekuensi rendah. Dikarenakan
dengan frekuensi yang lebih besar, maka temperatur yang tinggi menyebabkan simpangan
gerakannya akan lebih sering dan simpangan sudut dari struktur DNA membesar, sehingga
sudut semakin kecil (menurut standar deviasi elektron sulit loncat.
pada distribusi Gaussian), sehingga struktur DNA UCAPAN TERIMA KASIH
lebih teratur dan elektron lebih mudah untuk
loncat. Dan kami menggunakan teori semi Penulis berterima kasih kepada Daniel K.
empiris Slater-Koster di mana jarak antarbasa Suhendro atas perhitungan parameter-parameter
mempengaruhi transmisi. Ketika antarbasa saling penting yang digunakan pada penelitian ini.
mendekat, transmisi meningkat sedangkan saat Terima kasih kepada UPP-IPD Universitas
saling menjauh transmisi menurun. Jika antarbasa Indonesia atas izin menggunakan fasilitas
sering mendekat maka probabilitas transmisinya laboratorium komputer. Trima kasih juga kepada
meningkat. DIKTI dan kepada tim peneliti program Hibah
Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PUPT)
Probabilitas transmisi menentukan besar kecilnya Tahun Anggaran 2015 Nomor:
arus yang mengalir pada rantai DNA. 0529/UN2.R12/HKP.05.00/2015. Spesial terima
Membandingkan rantai DNA poly GC dan poly kasih kepada Utami yang telah meminjamkan
AT tentang arus maksimum, Edirisinghe [6] laptop selama penelitian ini.
mendapatkan hasil bahwa arus maksimum pada
DNA poly GC lebih tinggi dari poly AT. Hasil REFERENSI
yang didapat J. Qi [21] pun demikian, ia
[1] Yudiarsah, E., Suhendro, D. K., Saleh, R.,
menambah pasangan basa AT secara bertahap di
2014, Twisting motion dependent charge
rantai DNA poly GC dan hasilnya transmisinya
transport properties of Poly(dG)-Poly(dC)
perlahan makin menurun. Diperkuat dengan hasil
DNA molecular wire, AIP Conference
Yudiarsah [12], dengan jelas terlihat bahwa arus
Proceeding 1617, page: 35-38.
maksimum pada DNA poly GC lebih tinggi dari
[2] Albuquerque, E. L., Fulco, U.L., Freire V. N.,
poly AT.
Caetano, E. W. S., Lyra, M. L., de Moura, F.
IV. KESIMPULAN A. B. F., 2014, DNA-based
nanobiostructured device: The role of
Dengan menggunakan rantai DNA poly (dA)-
quasiperiodicity and correlation effects,
Poly (dT) yang dimodelkan dengan ikatan kuat Physics Reports 535, page: 139-209.
(tight binding) Hamiltonian serta dengan metode [3] Endress, R. G., Cox, D. L., Singh, R. R. P.,
transfer matriks dan formula Landauer-Buttiker, 2004, Colloquium: The quest for high
probabilitas transmisi dan karakteristik I-V telah conductance DNA, Reviews of Modern
memberi hasil. Hasilnya antara lain bahwa Physics 76, page: 195-212.
pengaruh meningkatnya frekuensi getar gerak [4] Wei, J. H., Chan, K. S., 2007, Charge
memutar DNA menyebabkan probabilitas transport in polyguanine-polycytosine, IOP
transmisi elektron meningkat. Dikarenakan Journal Physics Condenssed Matter 19,
286101.
frekuensi getar yang tinggi menyebabkan
[5] Wang, X. F., Chakraborty, T., Berashevich,
simpangan sudut dari struktur DNAnya kecil, J., 2010, Quantum transport anomalies in
sehingga elektron lebih mudah loncat/hopping. DNA containing mispairs, IOP Publishing
Ketika frekuensi getar meningkat arusnya pun Nanotechnology 21, 485101.
meningkat, walaupun di tegangan yang sangat [6] Edirisinghe, N., Apalkov, V., Berashevich, J.,
Chakraborty, T., 2010, Electrical current
5
Kinanti Aldilla Rahmi, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
through DNA containing mismatched base [15]Suhendro, Daniel K., Yudiarsah, E., Saleh,
pairs, IOP Publishing Nanotechnology 21, R., 2010, Effect of phonon and backbone
245101. disorder on electronic transport in DNA,
[7] Kang, D., Jiang, H., Sun, Z., Qu, Z., Xie, S., Physica B: Condenssed Matter 405, page:
2011, Magnetic field tuned charge transport 4806-4811.
in a G4-DNA molecular device, IOP [16]Bowler, D.R., 2004, Atomic scale nanowires
Physics: Condenssed Matter 23, 055302. : Physical and electronic structure, IOP,
[8] Yamada, H., 2004, Electronic localization Jurnal Physics: Condenssed Mater 16, page:
properties of a double strand of DNA: A 721 – 754.
simple model with long-range correlated [17]Malakooti, S., Hedin, E., Joe, Y., 2013, Tight
hopping disorder, International Journal binding approach to strain dependent DNA
Modern Physics B 18, 1697. electronics, Applied Physics 114, 014701.
[9] Guo, A. M., Yang, Z., Zhu, H. J., Xiong, S. [18]Zhong, J. X., 2003, Effects of backbone
J., 2010, Influence of backbone on the charge disorder on electronic transport in DNA
transport properties of G4-DNA molecules: a molecules, Nanotechnology Conference
model-based calculation, IOP Physcs: Procciding Vol. 2, page: 102-108.
Condenssed Matter 22, 065102. [19]Taniyama, H. and Yoshii, A.,1996. Scattering
[10] Klotsa, D., Romer, Rudolf. A., Turner, matrix method for the tight binding model of
Matthew S., 2005, Electronic transport in heterostructure electronic state, Physical
DNA, Biophysical Journal 89, page: 2187- Review B 53, page: 9993-9999.
2198. [20]Macia, E., Triozon, F., Roche, S., 2005,
[11]Klotsa, K. D., 2004, Electronic Transport in Contact dependent effects and tunneling
DNA, M.Sc Thesis, University of Warwick, currents in DNA molecules, Physical Review
USA. B 71, 113106.
[12]Klotsa, K. D., 2004, Electronic Transport in [21] Qi, J., Edirisinghe, N., Rabbani, M. G.,
DNA, M.Sc Thesis, University of Warwick, Anantram, M. P., 2013, Unified model for
USA. conductance through DNA with the
[13]Maiti, S. K., 2009, Electron transport in a Landauer-Buttiker formalism, Physical
double quantum ring: Evidence of an AND Review B 87, 085404.
gate, Physics Letter A 373, 48, page: 4470-
4474.
[14]Roche, S., 2003, Sequence Dependent DNA-
Mediated Conduction, Physical Review
Letter 91, 108101.
6
Wildan Panji Tresna, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
ABSTRAK
Dunia komunikasi modern telah banyak memanfaatkan gelombang mikro sebagai penghartar, hal
tersebut lebih dikarenakan sifatnya yang lebih fleksibel karena tidak memerlukan media penghartar
yang rigid. Gelombang mikro biasanya dibangkitkan dari sebuah magnetron (oven microwave)
ataupun menggunakan piranti semikonduktor lainnya (alat kesehatan, reaktor nuklir ataupun radar).
Pembangkitan berbasis piranti semikonduktor biasanya memiliki berbagai kendala seperti frekuensi
maksimal yang dapat dibangkitkan tidak terlalu besar (orde GHz), penyempurnaan menggunakan
metode doubling frequency biasanya akan meningkatkan noise yang tidak diinginkan dalam dunia
komunikasi. Sumber optikal dipilih menjadi alternatif untuk membangkitkan gelombang mikro oleh
karena stabilitas yang tinggi serta kemurnian sinyal yang bagus. Pada pengukuran ini, menggunakan
metode mixing yaitu perpaduan dua sumber optikal agar menghasilkan beat signal (pelayangan).
Hasil pengukuran dengan metode mixing ini telah berhasil membangkitkan gelombang mikro 5 GHz
hingga 22 GHz. Kelebihan metode mixing dengan sumber optikal lainnya adalah tunable yang
artinya dengan satu piranti dapat menghasilkan banyak keluaran yang diinginkan.
Kata Kunci : Gelombang mikro, Sumber Optikal dan Beat Signal
7
Wildan Panji Tresna, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
Nilai optimal dicapai saat nilai amplitudo laser I Teknik heterodyne untuk pembangkitan
(A1) sama dengan amplitudo laser II (A2) gelombang mikro dilakukan dengan
sehingga Persamaan 2 menjadi : mengkondisikan salah satu laser sebagai referensi
y = 2A cos ½[(ω1 + ω2)t + (θ1 + θ2)t] yang memberi nilai frekuensi fix pada outputnya
cos ½[(ω1 - ω2)t + (θ1 - θ2)t] (3) dan laser lainnya dapat di-tune panjang
gelombangnya (frekuensi) melalui perubahan
θ(t) merupakan suatu konstanta maka elemen temperatur operasi laser. Beda frekuensi dari dua
tersebut dapat dieliminir dari Persamaan 1 dan 2. sumber yang identik tersebut harus lebih kecil
Tetapi pada kenyataannya θ(t) dari kedua laser dari maksimum frekuensi respon high speed
tersebut umumnya disebabkan oleh short noise photodetector agar dapat dikontrol dan dianalisa.
yang merupakan proses kuantum di dalam laser
diode tersebut, sehingga hal tersebut tidak dapat III. HASIL DAN DISKUSI
di-ignore dari persamaan superposisi karena short Hasil pengukuran pembangkitan microwave
noise tersebut dapat menyebabkan dengan metode mixing menunjukkan hasil yang
ketidakstabilan fasa dan frekuensi laser diode. signifikan sesuai teori dan perhitungan empiris.
θ(t) merupakan fungsi temperatur, fungsi waktu Pengukuran dilakukan dengan menggunakan dua
dan fungsi arus sehingga terdapat banyak laser dioda jenis Distributed Feedback (DFB) dan
keterkaitan antara temperatur, fasa, arus dan jenis External Cavity Laser Diode. Mekanisme
kestabilan laser. tuning panjang gelombang pada laser jenis DFB
Hasil dari superposisi merupakan produk dari dua dilakukan dengan mengubah temperatur
gelombang berjalan terlihat pada Persamaan 3, kerjanya. Beat signal yang diperoleh
satu bagian adalah gelombang sinus yang menggunakan dua laser DFB cenderung kurang
berosilasi dengan frekuensi rata-rata ½ (ω1 + ω2), smooth.
hal ini merupakan frekuensi yang dideteksi oleh
photodetector. Bagian lainnya merupakan
gelombang cosinus yang berosilasi dengan
perbedaan frekuensi ½ (ω1 - ω2).
Pembangkitan microwave dengan metoda mixing
dioda laser biasa disebut dengan teknik
heterodyne karena menggunakan dua sumber
yang identik. Untuk memperoleh kondisi optimal Gambar 2. Beat Signal hasil pelayangan dua DFB
set up pengukuran dikondisikan pada arah laser
polarisasi yang sama antara masing-masing laser Gambar 2 menunjukkan beat signal hasil
dengan menggunakan Polarizaton Maintenance pelayangan dua DFB laser pada panjang
Fiber (PMF). gelombang 1552,012 nm dan 1552,089 nm.
mekanisme tuning pada DFB laser kurang
smooth, hasil referensi pengukuran menunjukkan
resolusi 0,7 nm / oC yang artinya tuning satu
derajat temperatur kerja dapat menghasilkan
9GHz.
Pengujian lain menggunakan external cavity laser
diode (ECLD) memiliki nilai tuning yang lebih
smooth.
8
Wildan Panji Tresna, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
maka
2 1
| λ1 - λ2 | = c
1 2
4 3
dan | λ3 - λ4 | = c
3 4
walaupun | λ 3 - λ4 | = | λ1 - λ2 |
Gambar 4 menunjukkan hasil beat signal
maksimal sementara yang dapat dicapai dari tetapi
penelitian yang dilakukan di Pusat Penelitian
Fisika (PPF) LIPI. Yang membedakan beberapa 2 1 4 3
≠
sistem tuning dari laser dioda diantaranya adalah 1 2 3 4
resolusi. DFB laser sangat terpengaruh oleh
temperatur kerja, sedangankan tuning sistem karena µ3µ4 > µ1µ2
grating memerlukan perangkat yang lebih rumit.
9
Wildan Panji Tresna, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
10
Vandan Wiliyanti dan Efta Yudiarsah / Prosiding SNF-MKS 2015
ABSTRAK
Sifat transportasi muatan berupa karateristik I-V yang bergantung frekuensi pada molekul DNA
aperiodik telah dipelajari. Model DNA yang digunakan adalah DNA rantai ganda dengan urutan
basa GCTAGTACGTGACGTAGCTAGGATATGCCTGA pada satu rantai dan komplemennya
pada rantai lainnya. DNA tersebut dihubungkan dengan elektroda di kedua ujungnya. Sifat dasar
transport muatan dipelajari dengan meletakkan molekul DNA aperiodik di antara dua elektroda
metal. Molekul DNA dimodelkan dengan menggunakan pendekatan Hamiltonian Ikatan Kuat yang
melibatkan pengaruh gerak memutar pada energi basa dan konstanta loncatan elektron antarbasa.
Skema Slater-Koster digunakan pada konstanta loncatan elektron yang dipengaruhi gerak memutar
pasangan basa. Sifat transportasi elektron dipelajari dengan menghitung karakteristik I-V dari
probabilitas transmisi menggunakan formula Landauer-Büttiker. Probabilitas transmisi elektron
dihitung menggunakan teknik transfer matrik dan metode hamburan matrik secara bersamaan. Hasil
perhitungan menunjukan bahwa pada temperature 4,2 K dan 30 K pada nilai ketidakteraturan energi
backbone fosfat tertentu, arus mengalami kenaikan dengan variasi frekuensi gerak memutar. Selain
itu, tegangan ambang membesar dan arus turun ketika temperatur menurun.
Kata Kunci: Frekuensi Gerak Memutar,Karateristik I-V,Molekul DNA Aperiodik,Transport Elektron.
11
Vandan Wiliyanti dan Efta Yudiarsah / Prosiding SNF-MKS 2015
gerak memutar guna mengetahui karateristik I-V. tetapi site-site backbone tidak terhubung satu
Parameter yang diperhatikan pada penelitian sama lain. Artinya, elektron dapat berpindah dari
kami adalah konstanta kopling elektron-fonon basa ke backbone dan sebaliknya, namun tidak
antarbasa intrastrand, interstrand, temperatur dan dapat berpindah dari satu site backbone ke site
frekuensi osilasi basa-basa DNA. Selanjutnya , backbone yang lain.
untuk bahan dan metode yang akan digunakan
pada penelitian kami akan dijelaskan secara H= ∑𝐿𝑖=1[∑𝜏=1,2{(𝜀𝑖𝜏 + ∅𝜏𝑖 )|𝑖, 𝜏⟩⟨𝑖, 𝜏| +
teoritis dan terperinci. 𝜏,𝑘
∑𝑘=1,2 𝑡𝑖,𝑖+1 |𝑖, 𝜏⟩⟨𝑖 + 1, 𝜏|} +
II. BAHAN DAN METODA ∑𝑞=↑,↓{𝐵𝑖𝑞 |𝑖, 𝑞⟩⟨𝑖, 𝑞| + 𝑡𝑖,𝑖
𝑞
|𝑖, 𝜏⟩⟨𝑖, 𝑞|} +
1,2
Model DNA yang digunakan dalam penelitian 𝑡𝑖,𝑖 |𝑖, 1⟩⟨𝑖, 2|] + ℎ. 𝑐. (1)
kami adalah DNA rantai ganda dengan urutan
basa GCTAGTACGTGACGTAGCTAG GAT dengan
ATGCCA pada satu rantai dan komplemennya ∅𝜏𝑖 = 𝑏𝑖−1,𝑖
𝜏
(cos ∆𝜏𝑖−1,𝑖 − cos 𝜑𝑒𝑞 ) + 𝑏𝑖,𝑖+1
𝜏
pada rantai lainnya. DNA tersebut dihubungkan
dengan elektroda di kedua ujungnya. Sifat dasar (cos ∆𝜏𝑖,𝑖+1 − cos 𝜑𝑒𝑞 )
transport muatan dipelajari dengan meletakkan
molekul DNA aperiodik di antara dua elektroda ∆𝜏,𝑘 𝜏 𝑘
𝑖−1,𝑖 = 𝜑𝑒𝑞 − (𝜑𝑖−1 − 𝜑𝑖 )
metal seperti diperlihatkan pada gambar 1.
Panjang rantai DNA yang digunakan berjumlah ∆𝜏,𝑘 𝜏 𝑘
𝑖,𝑖+1 = 𝜑𝑒𝑞 − (𝜑𝑖 − 𝜑𝑖+1 ) (2)
32 pasangan basa (elektroda – 32 pasang basa
DNA – elektroda). Pada persamaan (2), L merupakan jumlah
pasangan basa yang digunakan dalam penelitian
kami adalah 32 pasangan basa; i menyatakan
𝐵𝑖↑ nomor site; 𝜏 merupakan urutan rantai basa; dan
q menyatakan urutan cabang backbone.
Parameter 𝜀𝑖𝜏 adalah energi onsite basa pada site 𝑖
𝑞
𝜺𝟏𝒊 dan rantai ke 𝜏 dan 𝐵𝑖 yaitu energi onsite
backbone pada site 𝑖 dan arah elektron pindah 𝑞.
𝜏 𝜏
Selanjutnya parameter𝑏𝑖−1,𝑖 dan 𝑏𝑖,𝑖+1 yaitu
𝜺𝟐𝒊 2,1
𝑡𝑖,𝑖+1 parameter yang menggambarkan pengaruh
vibrasi pada energi onsite basa-basa yang
berdekatan pada rantai 𝜏 untuk selanjutnya yang
𝐵𝑖↓ disebut konstanta kopling elektron-fonon.
Sedangkan ∅𝜏𝑖 merupakan efek dari gerak
Gambar 1. Skema diagram model molekul DNA memutar DNA yang mempengaruhi energi onsite
yang dipelajari site ganda yang diletakkan di satu basa akibat adanya gangguan fonon, Sudut
antara dua elektrode metal. Lingkaran hitam antar pasangan basa terdekat dalam posisi
menggambarkan site tulang belakang gula-fosat equilibrium (𝜑𝑒𝑞 ) dipilih sebesar 36o [1-3, 6, 8].
(backbone) DNA, lingkaran hitam putus-putus Sementara 𝜑𝑖𝜏 adalah deviasi sudut putar dari
menggambarkan keempat jenis basa di DNA. equilibrium pada untai ke 𝜏 dan cabang ke site 𝑖.
Garis yang menghubungkan dua site Sedangkan untuk 𝑡𝑖,𝑖+1 𝜏,𝑘
, 𝑡𝑖
𝑞
dan 𝑡𝑖1,2
menunjukkan jalur perpindahan elektron.
menggambarkan amplitudo hopping
Pada model ini, site-site basa pada rantai yang intrastrand 𝑑𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑡𝑟𝑎𝑛𝑑, amplitudo
sama juga terhubung satu sama lain. Hubungan hopping basa site rantai 𝜏 ke backbone site i
antarsite dalam rantai baik satu rantai maupun di cabang q, amplitudo hopping di pasangan basa
rantai yang berbeda menggambarkan jalur untuk Watson crick . Parameter b merupakan konstanta
perpindahan muatan (elektron) antarbasa. kopling muatan dengan gerak memutar pasangan
Kemungkinan elektron berpindah dari satu site ke basa.
site yang lain dinyatakan dengan konstanta
loncatan. Masing-masing site basa pada rantai Gerak memutar basa disebabkan oleh fluktuasi
pertama terhubung dengan site backbone atas (↑ termal [21 dan 24], sehingga nilai i j dimodelkan
), sedangkan masing-masing site pada rantai mengikuti distibusi Gaussian dengan nilai rerata
kedua terhubung dengan site backbone bawah (↓)
12
Vandan Wiliyanti dan Efta Yudiarsah / Prosiding SNF-MKS 2015
T,T - 0.15 - -
Konstanta Loncatan elektron inter-strand, A,T 0,29 - 0,38 0,0291
13
Vandan Wiliyanti dan Efta Yudiarsah / Prosiding SNF-MKS 2015
pada frekuensi 2,00 meV mempunyai nilai arus maka pengaruh ketidakteraturan dari faktor
yang membesar dengan kenaikan secara cepat frekuensi gerak memutar tidak terlalu signifikan.
dari frekuensi sebelumnya. Arus yang membesar
dengan variasi frekuensi mengalami kenaikan
yang teratur dan stabil. Hal ini, dikarenakan
onsite energi di W teratur. Sedangkan tegangan
membesar seiring dengan beragam frekuensi
gerak memutar.
Perubahan arus yang tidak terlalu membesar
diamati di daerah dengan tegangannya rendah
untuk T = 4,2 K adanya tengangan dimana arus
mulai membesar dengan cepat hingga mencapai
550 nA pada frekuensi 5,12 meV berbeda dengan
frekuensi rendah 0,51 meV mengalami penurunan
arus. Pada f = 3,00 meV dan 4,00 meV
mengalami kenaikan arus yang stabil mendekati
600 nA seperti frekuensi 5,12 meV. Selain itu, f =
1,02 meV dan 2,00 meV arus membesar dengan
kenaikan secara perlahan sebesar 150 dan 250 nA.
Dan terakhir pada frekuensi 0,77 meV. Gambar 2. Karateristik I-V DNA Aperiodik
Mengalami penurunan arus maksimum sekitar dengan T = 30 K dan W = 0
dua lipat pada suhu T = 4,2 K. Di wilayah
tegangan rendah, Perubahan arus mengalami
peningkatan seiring dengan beragamnya
frekuensi secara perlahan sampai di f = 5.12
MeV.
Dari kedua temperatur tersebut mempunyai
kesamaan dan perbedaan yang signifikan. Hal ini,
Kestabilan karateristik I-V molekul DNA
Aperiodik bergantung variasi frekuensi terutama
frekuensi tinggi kedua temperatur tersebut
memiliki arus yang membesar mencapai 600 nA.
Selain itu, untuk frekuensi 0,77 meV masing-
masing temperatur mengalami perbedaan
kenaikan arus. Dimana temperatur 4,2 K arus
membesar secara cepat dari frekuensi sebelumnya
arus tidak mengalami kenaikan yang cukup Gambar 3. Karateristik I-V DNA Aperiodik
signifikan. Hal ini disebabkan nilai dengan T = 4,2 K dan W = 0
ketidakteraturan energi backbone fosfat tertentu. Probabilitas transmisi elektron dihitung
Sedangkan temperatur 30 K, frekuensi 2,00 meV menggunakan teknik transfer matrik dan metode
arus membesar cukup signifikan dari frekuensi hamburan matrik secara bersamaan. Molekul
1,02 meV. Pada temperatur 30 K mempunyai arus DNA dimodelkan dengan menggunakan
maksimal lebih tinggi daripada temperatur 4,2 K. pendekatan Hamiltonian Ikatan Kuat yang
Hal tersebut disebabkan pada gambar 1 konstanta melibatkan pengaruh gerak memutar pada energi
loncatan elektron lebih besar daripada gambar 3 basa dan konstanta loncatan elektron antarbasa.
dengan onsite energi yang teratur. Karateristik I- Skema Slater-Koster digunakan pada konstanta
V meningkat secara tidak signifikan dengan loncatan elektron yang dipengaruhi gerak
menurunnya frekuensi gerak memutar pasangan memutar pasangan basa. Probabilitas transmisi
basa. Karena menurunnya frekuensi getar secara teoritis dihitung oleh Roche [26]
memutar menyebabkan simpangan sudut atau menunjukkan bahwa temperatur meningkat,
deviasi sudut meningkat, sehingga struktur DNA menurunnya probabilitas transmisi dan jumlah
menjadi lebih tidak teratur. DNA Aperiodik site dengan transmisi tinggi juga menurun.
mempunyai urutan DNA yang sudah tidak teratur, Namun, hasil kami memberikan indikasi bahwa
14
Vandan Wiliyanti dan Efta Yudiarsah / Prosiding SNF-MKS 2015
15
Vandan Wiliyanti dan Efta Yudiarsah / Prosiding SNF-MKS 2015
dengan kenaikan tempetarur sementara [11] Guo, A.-M., Xiong S.-J., Yang Z., dan Zhu
tergantung frekuensi yang digunakan arus H.-J., 2008, Enhancement of transport in
maksimum meningkat. DNA-like systems induced by backbone
disorder, Physical Review E, 78, 0619221–
UCAPAN TERIMA KASIH
0619225.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak- [12] Kasumov, A., Kociak M., Guéron S., Reulet
pihak yang sudah memberikan kontribusi banyak B., Volkov V.T., Klinov D.V., dan
dalam penelitian ini baik dukungan berupa moril Bouchiat H., 2001, Proximity-induced
maupun fasilitas seperti UPP-IPD Universitas superconductivity in DNA, Science, 291,
Indonesia atas izin menggunakan 280–282.
fasilitas Laboratorium komputer, Daniel [13] Eley, D. D. dan Spivey D.I., 1962,
K.Suhendro yang telah memberikan nilai Semiconductivity of organic substances,
parameter-parameter perhitungan dan penelitian Transactional Faraday Society, 58, 411
ini dibiayai oleh Hibah Penelitian Unggulan [14] P.Tran, B. Alavi, G. Gruner, Phys.Rev.
Perguruan Tinggi (PUPT) Tahun Anggaran 2015 Let.85 (2000) 1564
Nomor: 0529/UN2.R12/ HKP. 05.00/ 2015.
[15] Porath, D.,G. Cuniberti,R.Di felice,
REFERENSI Top.Cuff.Chem.237.183-227 (2004)
[1] J.Watson dan F.Crick, Nature ( London), 171 [16] Zhong, J.X., Nanotechnology Conference
(1953),737 and Trade Show San Fransisco California
(2003)
[2] Porath, D., Bezryadin A., de Vries S., dan
Dekker C., 2000, Direct measurement of [17] E. Yudiarsah, D. K. Suhendro, R. Saleh,
electrical transport through DNA molecules, Twisting Motion Dependent Charge
Nature, 403, 635–638. Transport Properties Of Poly(dG)-
Poly(dC) DNA Molecular Wire, AIP Con.
[3] Boon, E.M., Livingston A.L., Chmiel N.H.,
Proc. 1617, 35-38 (2014)
David S.S., dan Barton J.K., 2003, DNA-
[18] Kurnia Suhendro, D., Yudiarsah E.,dan
mediated charge transport for DNA repair,
Saleh R., 2010, Effect of phonons and
Proceedings of the National Academy of
backbone disorder on electronic transport in
Sciences of the United States of America, 100,
DNA, Physica B: Condensed Matter, 405,
12543–12547.
4806–4811.
[4] Braun, E., Eichen Y., Sivan U., dan Ben- [19] Kurnia Suhendro, D, 2014, Komunikasi
Yoseph G, 1998, DNA-templated assembly
pribadi.
and electrode attachment of a conducting
[20] Maciá, E., Triozon F., dan Roche S., 2005,
silver wire, Nature, 391, 775–778. Contact-dependent effects and tunneling
[5] Dandliker, P.J., Holmlin R.E., dan Barton currents in DNA molecules, Physical
J.K., 1997, Oxidative Thymine Dimer Repair Review B, 71, 1131062–1131065.
in the DNA Helix, Science, 275, 1465–1468. [21] Maciá, E. dan Roche S., 2006, Backbone-
[6] K.H.Yoo, D.H. Ha, J.O. Lee, J.W.park, J.J induced effects in the charge transport
Kim, H.Y. Lee, T.Kawai, H.Y.Choi, efficiency of synthetic DNA molecules,
Phys,Rev.lett. 87 (2001) 198102. Nanotechnology, 17, 3002–3007.
[7] H. Cohen, C. Nogues, R. Naaman, D.Porath, [22] Miller Jr, J.H., Villagrán M.Y.S, Maric S.,
Proc. Natl. Acad. Sci. USA 102 (2005) 11589 dan Briggs S.M., 2015, Normal and
[8] Braun, E., Eichen Y., Sivan U., dan Ben- Impaired charge transport in biological
Yoseph G, 1998, DNA-templated assembly system, Physica B, 460, 119-125.
and electrode attachment of a conducting [23] Muren, N.B., Olmon E.D., danBarton J.K.,
silver wire, Nature, 391, 775–778. 2012, Solution, surface, and single
[9] DePablo, P.J., dan Moreno-Herrero F., 2000, molecule platforms for the study of DNA-
Absence of dc-Conductivity in λ-DNA, mediated charge transport, Physical
Physical Review Letters, 85, 4992–4995 chemistry chemical physics, 14, 13754–
[10] Guo AM., Yang Z., Zhu H.-J.,dan Xiong S.- 13771.
J., 2010, Influence of backbone on the charge [24] Yu, Z. danSong X., 2001, Variable range
transport properties of G4-DNA molecules: a hopping and electrical conductivity along
model-based calculation, Journal of Physics: the DNA double helix, Physical Review
Condensed Matter, 22, 065102-065108 Letters,86, 6018-6021.
16
Vandan Wiliyanti dan Efta Yudiarsah / Prosiding SNF-MKS 2015
[25] Yakushevich, L.V., 2004, Nonlinear [27] Taniyama, H. dan Yoshii A., 1996,
physics of DNA. 2nd ed. Weinheim: Wiley- Scattering-matrix method for the tight-
VCH, pp. 174. binding model of heterostructure electronic
[26] Endress, R. G., Cox D. L., dan Singh R.R.P, states, Physical Review B, 53, 9993–9999.
2004, Colloqium: The quest for high- [28] Roche, S., 2003, Sequence Dependent
conductance DNA, Review of Modern DNA-Mediated Conduction, Physical
Physics, 76, 195-214. Review Letters, 91, 1081011–1081014.
17
D.A. Suriamihardja dan Amiruddin / Prosiding SNF-MKS 2015
18
D.A. Suriamihardja dan Amiruddin / Prosiding SNF-MKS 2015
potensial energi antara 𝐸𝑝 − 12∆𝐸𝑝 dan 𝐸𝑝 + sejak lama dikenal dalam bidang ekonomi.
1
∆𝐸𝑝 , yang ditulis serupa, seperti: Penulisan topik ini termotivasi karena begitu
2
gencar banyak fisikawan meneropong dan
∆ℱ =
exp( −𝐸𝑝 ⁄𝑘𝑇)
∆𝐸𝑝 (2) menghampiri masalah ekonomi melalui ‘jendela’
𝑘𝑇 entropi, kemudian gayung bersambut banyak
Huruf k menyatakan tetapan Boltzmann. ekonom yang juga menanti untuk disapa.
Makalah ini disusun dengan metode penulisan
Berdasar pada kesesuaian ini, kemudian Tishin yang berurutan secara logis agar dapat
dan Baklitskaya (2008) mengungkapkan juga melengkapi beragam pengertian dan pemahaman
bahwa ketika molekul-molekul bertumbukan, gagasan transdiciplinary study antara bidang
sejumlah energi mekaniknya beralih dari satu fisika dan bidang ekonomi. Pembahasan akan
berada di antara termodinamika (makro) dan
molekul ke molekul lainnya, tetapi secara total
termodinamika statistik (mikro), seperti halnya
energi mekanik tersebut tidak mengalami pada bidang ekonomi topik bahasan terbagi ke
perubahan. Aturan serupa dapat berlangsung pada dalam ekonomi mikro dan makro.
interaksi di antara pembeli dan penjual barang
II. TEORI DASAR
atau jasa. Setelah transaksi uang penjual
bertambah, sedangkan uang pembeli berkurang, Hukum-hukum Ekonomi Berbasis
tetapi jumlah uang secara total tidak berubah. Termodinamika
Sebagai gantinya pembeli mendapatkan jasa atau Suatu unit sistem produksi memproses materi dan
barang dari penjual. energi dari bentuk input menjadi bentuk output
Pasangan Chatterjee dan Cakraberti (2007) dan dalam suatu siklus metabolisme ekonomi dapat
juga pasangan Banerjee and Yakovenko (2009) dijelaskan dengan hukum pertama dan kedua
memberikan contoh pemahaman tentang termodinamika, dan kemudian Mimkes (2000,
keseimbangan uang di antara sejumlah agen yang 2002, 2003, 2006) mengembangkan kedua
bertransaksi dalam suatu sistem. Misalnya pada hukum itu menjadi hukum pertama dan kedua
saat tertentu, masing-nasing agen i memiliki uang bagi ekonomi. Suriamihardja (2014) telah
sejumlah mi. Agen-agen tersebut melakukan menggunakan kedua hukum ekonomi ini untuk
transaksi satu sama lain, sebagai hasilnya terdapat mendiskusikan makna keberlanjutan kuat (strong
Δ𝑚 uang yang beralih dari agen i ke agen j, yang sustainability) dan keberlanjutan lemah (weak
dinyatakan dengan persamaan berikut: sustainability) dari suatu metabolisme ekonomi.
Keberlanjutan kuat berlangsung apabila didukung
𝑚𝑖 (𝑡) → 𝑚́𝑖 (𝑡 + 1) = 𝑚𝑖 (𝑡) − ∆𝑚 oleh keberlimpahan sumberdaya alam, dan
} (3) keberlanjutan lemah apabila hanya didukung oleh
𝑚𝑗 (𝑡) → 𝑚́𝑗 (𝑡 + 1) = 𝑚𝑗 (𝑡) + ∆𝑚
perkembangan teknologi proses.
Jumlah uang yang beredar di antara dua agen i dan Mimkes (2003, 2006) menggunakan hukum
j, sebelum dan sesudah transaksi tidak berubah,
pertama termodinamika untuk mempelajari siklus
sehingga berlaku:
suatu unit produksi ekonomi, yaitu:
𝑚𝑖 (𝑡) + 𝑚𝑗 (𝑡) = 𝑚́𝑖 (𝑡 + 1) + 𝑚́𝑗 (𝑡 + 1) (4)
∮ 𝑑𝑄 = ∮ 𝑑𝐸 − ∮ 𝑑𝑊 (5)
Tujuan dan Metode Penulisan
dan karena energi dalam 𝑑𝐸 (modal dalam
Makalah ini bertujuan pada umumnya untuk ekonomi) adalah suatu differensial eksak, maka
menelesuri ulang berbagai pemahaman dan cara untuk satu siklus ∮ 𝑑𝐸 = 0. Sedangkan, ∮ 𝑑𝑄
pandang para penulis pionir dalam bidang
dan ∮ 𝑑𝑊 merupakan differensial tak eksak,
ekonofisika atau ekonotermodinamika yang telah
berkembang pesat terutama 10 tahun terakhir ini. maka dalam satu siklus tidak bernilai nol.
Secara khusus penulis akan menyoroti formulasi Berdasar nilai-nilai satu siklus pada persamaan
fungsi produksi yang diturunkan dari formulasi (5), maka surplus dari suatu metabolisme
entropi menurut Boltzmann-Gibbs-Maxwell ekonomi berbentuk:
dengan fungsi produksi dari Cobb-Douglas yang
19
D.A. Suriamihardja dan Amiruddin / Prosiding SNF-MKS 2015
𝐵 𝐴
− ∮ 𝑑𝑊 = ∆𝑄 = ∫𝐴 𝑑𝑄 − ∫𝐵 𝑑𝑄 > 0 (6) Surplus ekonomi dalam pengertian Saslow (1999)
diuraikan menjadi:
Nilai surplus bergantung pada kualitas lintasan
proses pengintegrasian, teknologi proses yang 𝑑Ψ = 𝑇𝑑𝑆 − 𝑀𝑑𝜆 − 𝑁𝑑𝑝 (7)
digunakan, managemen yang dikenakan, dan Pada ruas kiri 𝑑Ψ adalah surplus Marshallian,
bentuk aturan yang dipatuhi. Hukum pertama suku pertama 𝑇𝑑𝑆 pada ruas kanan adalah surplus
termodinamika dalam satu siklus ini menjadi Veblenian (Thorstein Veblen) berkaitan dengan
hukum pertama ekonomi, yaitu: ‘waktu senggang’ tenaga kerja karena
Suatu siklus produksi ekonomi penggunaan teknologi, suku kedua – 𝑀𝑑𝜆 disebut
memberikan suatu surplus (∆𝑄). surplus keuangan yang berkaitan dengan efisiensi
manajemen keuangan berkat upaya spesialisasi
Dengan memelihara surplus ∆𝑄 > 0 untuk
produksi, dan suku ketiga −𝑁𝑑𝑝 disebut surplus
jangka waktu yang lama akan membuat suatu
Smithian (Adam Smith) yang berkaitan dengan
sistem produksi ekonomi dapat memiliki
perubahan pola konsumsi barang-barang
keberlanjutan. Selain surplus harus bernilai
ekonomi. Dari perbandingan kedua pengertian
positif, agar suatu sistem produksi ekonomi
tentang surplus, maka surplus dalam pengertian
terjamin berkinerja baik, maka perlu
Mimkes (2003) menurut persamaan (6) adalah
pengendalian oleh nilai efisiensi ℰ yang besar
suku pertama dari pengertian surplus menurut
melalui hubungan ℰ = ∆𝑄⁄𝐸 . Saslow (1999) pada persamaan (7), yaitu
Noorman (1995) pengguna hukum kedua Veblenian surplus.
termodinamika dalam bidang ekonomi
Fungsi Produksi
menyatakan bahwa dalam suatu sistem tertutup
entropi cenderung menuju nilai maksimum (∆𝑆 > Untuk penyederhanaan pemahaman tentang
0), sedangkan entropi merupakan ukuran energi fungsi produksi digunakan formulasi dari Brown
yang tidak dapat digunakan, sehingga hukum ini (1968) yang menjelaskan dalam bukunya bahwa
akan membatasi efisiensi energi yang dapat menurut teori neoklasik output (Q) dari suatu unit
ditransformasikan. Karena semua proses ekonomi produksi dinyatakan dalam fungsi produksi
dan biologi tunduk pada hukum termodinamika, Cobb-Douglas dengan melibatkan dua faktor
maka struktur semesta akan berubah baik oleh produksi, N (ukuran jasa tenaga kerja) dan K
lesapan energi maupun transformasi materi. (ukuran jasa modal) dituliskan seperti berikut:
Mimkes (2003, 2006) berdasarkan telaahan 𝑄 = 𝐴𝑁 𝛼 𝐾𝛽 (8)
Mimkes, Fründ, dan Willis (2002) kemudian
merumuskan hukum kedua ekonomi berdasarkan Dalam persamaan itu, A, , , adalah tetapan yang
hukum kedua termodinamika seperti berikut: akan ditentukan secara empiris. Produksi marjinal
dari tenaga kerja dan modal, masing-masing
Fungsi produksi suatu siklus produksi dituliskan sebagai berikut:
ekonomi adalah ∆𝑆 = ∮(𝑑𝑄 ⁄𝑇) > 0.
𝜕𝑄 𝑄 𝜕𝑄 𝑄
=𝛼 dan = 𝛽 (9)
Secara matematik 𝑑𝑆 (fungsi produksi) adalah 𝜕𝑁 𝑁 𝜕𝐾 𝐾
diferensial eksak, dibentuk dari diferensial tak Persamaan (9) memberikan makna bagi dan ,
eksak 𝑑𝑄 dibagi dengan faktor intergrasi T. masing-masing sebagai elastisitas produksi
Saslow (1999) dan Mimkes (2003, 2006) parsial terhadap input jasa tenaga kerja dan input
menyebutkan bahwa T adalah ‘suhu ekonomi.’ jasa modal:
Dalam suatu masyarakat dengan sejumlah N 𝑁 𝜕𝑄 𝐾 𝜕𝑄
rumah tangga, maka T adalah modal rata rata per 𝛼= 𝑄 𝜕𝑁
dan 𝛽= 𝑄 𝜕𝐾
(10)
rumah tangga, atau standar hidup masyarakat
tersebut. Dalam suatu negara, T sepadan dengan Masing-masing tetapan pada persamaan (10)
GDP (Gross Domestic Product) percapita. dapat dibaca sebagai rasio persentase perubahan
pada input N dan input K terhadap pada
20
D.A. Suriamihardja dan Amiruddin / Prosiding SNF-MKS 2015
persentase perubahan pada output Q. Jika 1 maka output Q akan naik di atas 10%
keduanya digabung, maka (+ ) menjadi rasio (economies of scales). Pengertian ini menguatkan
total persentase perubahan input N dan K terhadap bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas mampu
memberikan spesifikasi terhadap derajat ‘returns
persentase perubahan pada output Q.
to scale.’
Kriteria neoklasik ke-1 mensyaratkan bahwa Yakovenko (2008) membahas fungsi produksi
kenaikan input harus memberikan kenaikan pula pada kondisi ‘constant returns to scale,’ yaitu
pada output, sehingga kedua produksi marjinal suatu agen (perusahaan) yang memproduksi
pada persamaan (8) harus bernilai positif. Selain barang sebanyak Q akan meminjam modal K
itu, parameter penting lainnya adalah elastisitas dari agen lain dan harus mengembalikannya
produksi secara parsial masing-masing dengan bunga hK, dan menyewa tenaga kerja
sebanyak N dengan upah w. Kemudian apabila
dinyatakan oleh:
produk sebanyak Q akan dijual ke sejumlah agen
𝜕2𝑄 𝜕 𝜕𝑄 𝛼(𝛼−1) 𝑄 dengan harga R, sehingga perusahaan akan
= ( )=
𝜕𝑁2 𝜕𝑁 𝜕𝑁 𝑁 𝑁 menerima laba sebesar 𝜋 (𝐾, 𝑁) = 𝑅𝑄(𝐾, 𝑁) −
} (11)
𝜕2 𝑄 𝜕 𝜕𝑄 𝛽(𝛽−1) 𝑄 𝑤𝑁 − ℎ𝐾. Agen-agen yang terlibat dalam
𝜕𝐾2
= ( )=
𝜕𝐶 𝜕𝐾 𝐾 𝐾 interaksi ini dipilih secara acak. Kurva
penawaran-permintaan secara agregat untuk
Kriteria neoklasik ke-2 mensyaratkan bahwa
produk ini diambil memiliki bentuk 𝑅(𝑄) =
kenaikan pada input (N dan K) akan membuat
𝑣 ⁄𝑄 𝜂 , dengan 𝑣 dan 𝜂 masing –masing adalah
penurunan pada masing-masing produksi
parameter. Secara tradisi perusahaan tersebut
marjinal (𝜕 2 𝑄⁄𝜕𝑁 2 ) dan (𝜕 2 𝑄⁄𝜕𝐾 2 ) atau
akan memaksimalkan laba dengan menggunakan
masing-masing pada persamaan (11) harus
fungsi produksi misalnya berbentuk 𝑄 =
bernilai negatif. Karena nilai dan lebih kecil
𝑁 𝛼 𝐾 1−𝛼 , dan 𝛼 adalah suatu parameter. Secara
dari satu, maka kriteria kedua terpenuhi bagi
prosedur laba 𝜋 dapat diperoleh dengan
fungsi produksi Cobb-Douglas.
dimaksimalkan terhadap nilai-nilai K dan N.
Kriteria neoklasik ke-3 mensyaratkan bahwa Untuk bentuk kanonik 𝑄 = 𝑥 𝛼 (1 − 𝑥)𝛽 dapat
fungsi produksi Cobb-Douglas harus mampu dilihat pada Gambar 1.
memberikan spesifikasi tentang derajat ‘returns 0.5
to scale.’ Untuk memenuhinya, terlebih dahulu
perlu mengecek apakah (𝛼+ 𝛽) merupakan derajat 0.4
homogenitas dari fungsi produksi Cobb-Douglas.
Kenyataan ini segera tampak dengan 0.3
menggunakan teorema Euler dengan r sebagai
sebagai derajat homogenitasnya, yaitu:
0.2
𝜕𝑄 𝜕𝑄
𝑁 𝜕𝑁 + 𝐾 𝜕𝐶 = 𝑟 𝑄(𝑁, 𝐾) (12)
0.1
Dari persamaan (9) dan (12) diperoleh derajat
homegenitas fungsi produksi Cobb-Douglas 𝑟 =
0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
(𝛼 + 𝛽). Nilai r tersebut akan dispesifikasi,
misalnya dengan kenaikan 10% pada input jasa Gambar 1. Kurva fungsi produksi Cobb-Douglas
N dan jasa C, maka fungsi produksi Q dinyatakan 𝑄 = 𝑥 𝛼 (1 − 𝑥)𝛽 , Q sumbu tegak, dan x sumbu
oleh: mendatar, untuk 𝛼 = 0.6, 𝛽 = 0.4 (miring ke kiri),
𝑄 = 𝐴 (1.1𝑁)𝛼 (1.1𝐾)𝛽 𝛼 = 𝛽= 0.5, (simetris), dan 𝛼 = 0.4, 𝛽 = 0.6
(miring ke kanan).
= 𝐴(1.1)𝛼+𝛽 𝑁 𝛼 𝐾𝛽 (13)
Pengembangan Distribusi Boltzman –
Dengan kenaikan 10% pada masing-masing
input, tampak bahwa produksi akan naik menjadi Gibbs – Maxwell
(1.1)𝛼+𝛽 . Sehingga dapat diambil pengertian Banerjee dan Yakovenko (2010) menyatakan
bahwa: jika (𝛼 + 𝛽) < 1, maka output X akan bahwa di antara sejumlah agen dalam suatu
naik di bawah 10% (diseconomies of scales); jika sistem tidak boleh ada produksi uang, para agen
(𝛼 + 𝛽) = 1, maka output akan naik 10% hanya boleh menerima dari dan mentransfernye
(constat returns of scales), dan jika (𝛼 + 𝛽) > ke agen lain. Sehingga sejumlah uang yang
21
D.A. Suriamihardja dan Amiruddin / Prosiding SNF-MKS 2015
diedarkan dalam suatu sistem yang tertutup Tampak bahwa pengali Lagrange 𝜆2 = 1/𝑇.
bersifat kekal dan dinyatakan oleh: Melalui pernyataan bahwa 𝑆 = ln Ω, dengan dua
𝑀 = ∑𝑘 𝑚𝑘 𝑁𝑘 (14) pengali Lagrange yang sudah ditemukan, fungsi-
fungsi termodinamika dapat diturunkan seperti:
Nk adalah jumlah agen yang memiliki uang
sebesar mk. Jumlah total agen adalah sebanyak N 𝑀 = 𝑁𝑇 2 𝑑 ln 𝑍⁄𝑑𝑇, 𝑆 = 𝑁 ln 𝑍 + 𝑀⁄𝑇 dan
yang ditulis seperti: 𝑁 = ∑𝑘 𝑁𝑘 . Dalam kasus 𝐹 = −𝑁 ln 𝑍.
terjadi pemilikan uang secara merata, maka
Pernyataan 𝑆 = ln Ω ≅ N ln 𝑁 − ∑𝑘 𝑁𝑘 ln 𝑁𝑘
masing-masing agen akan memiliki uang sebesar
𝑀/𝑁, dalam termodinamika kondisi seperti ini bersama dengan 𝑁 = ∑𝑘 𝑁𝑘 dan kebolehjadian
biasa dikenal dengan istilah ekipartisi, tetapi tentu ∑𝑘 𝑝𝑘 = 1 akan memberi jalan kepada penurunan
sulit tercapai, sehingga kepemilikan akan fungsi produksi dalam ekonomi:
memenuhi suatu pendistribusian dengan
pencapaian entropi secara maksimum. Dalam 𝑁 𝑁
𝑆 = − 𝑁1 ln ( 𝑁1 ) − 𝑁2 ln ( 𝑁2 )…… (21)
kondisi seperti ini, konfigurasi kepemilikan uang
mk oleh sejumlah agen Nk akan mengikuti Alternatif-1. Dengan langkah pengaturan dan
distribusi Boltzmann-Gibbs-Maxwell, seperti: dengan melibatkan kebolehjadian: 𝑝𝑘 = 𝑁𝑘 /𝑁,
𝑁! maka entropi menjadi:
Ω= 𝑁1 !𝑁2 !𝑁3 ! …………..𝑁𝑘 !
(15)
𝑁 𝑝1 𝑁 𝑝2 𝑁 𝑝3
Nilai entitas entropi adalah logaritma dari Ω yaitu: 𝑆 = −𝑁 ln [( 𝑁1 ) ( 𝑁2 ) ( 𝑁3 ) …] (22)
𝑆 = ln Ω ≅ N ln 𝑁 − ∑𝑘 𝑁𝑘 ln 𝑁𝑘 . Nilai entropi
Suku dalam kurung siku dapat dinyatakan sebagai
ini harus bernilai maksimum dengan kendala 𝑁 =
fungsi produksi:
∑𝑘 𝑁𝑘 dan 𝑀 = ∑𝑘 𝑁𝑘 𝑚𝑘 . Untuk mencapai
1 𝑝
maksud itu, maka digunakan pengali Lagrange 𝜆1 𝑄1 = 𝑁 ∏𝑘 𝑁𝑘 𝑘 (23)
dan 𝜆2 dalam fungsi Lagrange ℒ = 𝑆̃ seperti
Alternatif-2. Entropi pada persamaan (22)
berikut:
diubah menjadi:
ℒ = 𝑆̃ = 𝑁 ln 𝑁 − ∑ 𝑁𝑘 ln 𝑁𝑘 𝑁 −𝑝1 𝑁 −𝑝2 𝑁 −𝑝3
𝑘 𝑆 = 𝑁 ln [( 𝑁1 ) ( 𝑁2 ) ( 𝑁3 ) …] (24)
− 𝜆1 ∑𝑘 𝑁𝑘 + 𝜆2 ∑𝑘 𝑚𝑘 𝑁𝑘 (16)
Fungsi produksi berbentuk:
Syarat maksimum 𝜕ℒ ⁄𝜕𝑁𝑘 = 𝜕𝑆̃⁄𝜕𝑁𝑘 = 0, −𝑝𝑘
maka diperoleh: 𝑄2 = 𝑁 ∏𝑘 𝑁𝑘 (25)
𝜕 Alternatif-3. Sebagaimana diungkapkan oleh
[∑𝑘 𝑁𝑘 {ln 𝑁𝑘 − 𝜆1 + 𝜆2 𝑚𝑘 }] = 0 (17)
𝜕𝑁𝑘 Mimkes, Frund, dan Willis (2002) fungsi
Menggunakan 𝑁 = ∑𝑘 𝑁𝑘 dan 𝑀 = ∑𝑘 𝑁𝑘 𝑚𝑘 produksi mengambil bentuk persis sama dengan
dalam persamaan (17) diperoleh: entropi:
𝑁 𝑄3 = − ∑𝑘 𝑝𝑘 ln 𝑝𝑘 (26)
𝜆1 = ln 𝑍 dan 𝑍 = ∑𝑘 𝑒 −𝜆2 𝑚𝑘 (18)
Ketiga alternatif masih menyisakan masalah bila
Suhu ekonomi 𝑇 = 〈𝑚〉 diformulasi melalui diperiksa dengan teorema Euler sehubungan
proses perata-rataan seperti berikut: dengan homogenitasnya. Komparasi bentuk kura
1 kanonik fungsi produksi Cobb-Douglas dengan
〈𝑚〉 = ∑ 𝑚 𝑒 −𝜆2 𝑚𝑘 (19)
𝑍 𝑘 𝑘
tiga alternatif dimaksud dapat dilihat pada
Pengali Lagrange 𝜆2 dapat diperoleh dari turunan Gambar 2.
pertama entropi terhadap jumlah uang M (sepadan
dengan energi dalam):
𝜕𝑆̃ 𝜕𝑆̃ 1
𝜕𝑀
= 𝜆2 ← (𝜕𝐸 ) = 𝑇
(termodinamika) (20)
𝑣
22
D.A. Suriamihardja dan Amiruddin / Prosiding SNF-MKS 2015
1.0
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis berhutang budi kepada berbagai pihak
0.5 yang telah membantu terlaksananya telaahan ini,
terutama kepada kelompok diskusi ekonomi
0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 lingkungan, kelompok diskusi kebolehjadian dan
ketidakpastian proses alam, kelompok studi
Gambar 2. Kurva dengan Q sumbu tegak, dan x
analisis sistem dan pemodelan, dan kepada Dr
sumbu mendatar, untuk fungsi produksi Cobb-
Paharuddin yang telah membantu dalam
Douglas, 𝑄 = 𝑥 0.5 (1 − 𝑥)0.5 dan 𝑄3 = pekerjaan numerik.
−𝑥 ln 𝑥 − (1 − 𝑥) ln(1 − 𝑥) bersifat cembung
dan keduanya mencapai maksimum pada x = 0.5. REFERENSI
Sedangkan kura fungsi produksi 𝑄1 = 𝑥 𝑥 (1 − [1] Annila, A., Salthe, S., Economies Evolve by
𝑥)(1−𝑥) bersifat cekung dengan titik minimum Energy Dispersal, www.mdpi.com/journal/
pada x = 0.5, dan fungsi produksi 𝑄2 = entropy, Entropy, 11, 606-633; ISSN 1099-
4300, Open Access, 2009.
𝑥 −𝑥 (1 − 𝑥)−(1−𝑥) bersifat cembung dengan titik
[2] Banerjee, A., and Yakovenko, V.M.,
maksimum pada x = 0.5. Universal patterns of inequality, New
IV. KESIMPULAN Journal of Physics 12 (2010) 075032 (25pp),
Online at http://www.njp.org/, 2010.
Telah ditelusur ulang formulasi fungsi produksi [3] Brown, M., On the Theory and Measurement
yang merupakan output bagi suatu unit produksi of Technological Change, The Syndics of the
sebagai fungsi dari sejumlah faktor input seperti Cambridge University Press, pp. 31-
tenaga kerja, modal, teknologi, informasi dll. 37,1968.
[4] Chatterjee, A., and Chakraberti,B.K., Kinetic
Kurva kanonik yang paling mendekati fungsi
exchange models for income and wealth
produksi Cobb-Douglas adalah kurva entropi distributions, The European Physical Journal
yang dinyatakan oleh 𝑆 = − ∑𝑘 𝑝𝑘 ln 𝑝𝑝 , seperti B 60, 135–149, 2007.
yang telah dibahas oleh Mimkes, Frund, dan [5] Mimkes, J., Society as a Many Particle
Willis (2002). Tetapi masih memerlukan telaah System, Journal of Thermal Analysis and
lebih lanjut sehubungan dengan masalah Calorimetry, Volume 60, Issue 3, pp.1055-
1069, 2000.
homogenitas menurut teorema Euler dan
[6] Mimkes, J., Fründ, Th., and G. Willis,
spesifikasi derajat ‘returns to scales’ sebagai Lagrange statistics in systems/ markets with
kendali pada persentase kenaikan input terhadap price constraints: Analysis of property, car
kenaikan output. sales, marriage and job markets by
Boltzmann distribution and Cobb Douglas
Apabila fungsi produksi Q sudah diformulasi, function, Statistical Mechanics (cond-
maka produk sebanyak Q yang dijual ke mat.stat-mech); General Finance,
sejumlah agen dengan harga R akan memberi laba arXiv:cond-mat/0204234, 2002.
sebesar 𝜋 (𝐾, 𝑁) = 𝑅(𝑄) ∙ 𝑄(𝐾, 𝑁) − 𝑤𝑁 − [7] Mimkes, J., Concept of Thermodynamics in
ℎ𝐾. Jelas untuk memaksimumkan laba tersebut, Economic Systems, Physics Department,
University of Paderborn, Germany,
yaitu mencari selisih terbesar antar nilai jual unpublished, 2003.
(suku pertama ruas kanan) terhadap ongkos [8] Mimkes, J. A Thermodynamic Formulation
produksi (suku kedua dan ketiga pada ruas kanan) of Economics. Econophysics and
memerlukan bentuk fungsi 𝑅(𝑄) lewat survey Sociophysics: Trends and Perspectives.
permintaan pasar, dan 𝑄(𝐾, 𝑁) melalui telaah Bikas K. Chakrabarti, Anirban Chakraborti,
seperti yang telah dilakukan oleh C.W. Cobb dan Arnab Chatterjee (Eds.). WILEY-VCH
23
D.A. Suriamihardja dan Amiruddin / Prosiding SNF-MKS 2015
24
Bansawang / Prosiding SNF-MKS 2015
ABSTRAK
Dalam tulisan ini dipelajari solusi medan gravitasi simetri sumbu dan berotasi stasioner dalam
relativitas umum dengan menggunakan persamaan Ernst. Selanjutnya solusi yang telah diperoleh
ditransformasi dengan menggunakan koordinat Boyer-Lindquist untuk mereduksi menjadi solusi
standar yang telah diketahui yakni metrik Kerr.
Kata Kunci: Medan gravitasi, persamaan Ernst, rotasi stasioner
25
Bansawang / Prosiding SNF-MKS 2015
Dari hitungan tensor G akan tampak Metrik Kerr dalam koordinat Boyer-Linquist
adalah:
merupakan persamaan diferensial parsial yang
sangat tidak linear sehingga kadang-kadang a 2 sin 2 2
ds 2 dt 2a sin 2
diambil trace dari persamaan Einstein dengan
mengontraksikan sehingga: 2 a2 ( 2 a 2 ) 2
dtd [ (10)
1
R K [ T Tg ] (6) a sin
2 2
2 ] sin 2 d 2 d 2 d 2
III. ELEMEN GARIS SIMETRI SUMBU DAN dengan
BEROTASI STASIONER
2 2M a 2 , 2 a 2 cos2 (11)
Secara klasik simetri rotasi stasioner yang
diturunkan dari rapat Lagrangian yang tidak IV. PERSAMAAN ERNST
bergantung pada waktu t dan koordinat azimut Rapat Lagrangian yang diasosiakan oleh elemen
, berarti metrik yang diturunkan dari simetri garis dS simetri sumbu ruang waktu stasioner
sumbu adalah medan stasioner yang tidak yang dinyatakan dalam koordinat selinder
bergantung pada waktu t dan koordinat azimut , z, , t seperti yang dikemukakan oleh
. Elemen garis simetri sumbu stasioner yang Ernst, yakni:
paling umum berbentuk:
2
1 1
L f 2 f f 1 f 2
ds 2 Udt 2 2Wdtd e dx1 2 2 (12)
2
(7)
e dx 2 Vd 2 Variasi terhadap fungsi f dan ω dengan
menggunakan persamaan Euler-Lagrange:
dimana U , V, , dan W adalah fungsi dari
koordinat asimtotik rupa-ruang x1 dan x 2 . L L L
0 (13)
Selanjutnya Papapetrou mengungkap-kan fungsi f t f xi f
U , V, , dan W dalam bentuk dua potensial
Maka diperoleh dua persamaan medan yang
f dan yang baru, yakni: berkaitan dengan variasi terhadap fungsi f dan ω
U f masing-masing adalah:
V f 1 2 2 f (8)
f 3f f 1 f
W f ,
2
2
maka UV W sehingga elemen garis
xi
f 2 f 0 (14)
ds 2 f dt d 2 f 1[e 2
Menurut teori vektor bahwa persamaan (15) di
atas mempunyai implikasi akan adanya potensial
(d 2 dz 2 ) 2 d 2 ] (9) vektor A sedemikian sehingga:
dimana f , dan adalah hanya fungsi dari
z dan . 2 f 2 A (16)
26
Bansawang / Prosiding SNF-MKS 2015
1 A
A ˆ z
A
f 2 0 (23)
z
Selanjutnya dengan mensubstitusi persamaan
(18)
1 A A A A (21) ke dalam persamaan (14), maka:
zˆ ˆ z
z f 2 f f f (24)
Dari persamaan (23) dan (24) dapat dimasukkan
Dan karena persamaan (17) juga memberikan sebuah medan potensial kompleks, yaitu:
Az A
sangkutan A ˆ 0 maka E f i (25)
z
sehingga memberikan implikasi atas keberadaan Dengan menggunakan persamaan (23) , (24) dan
sebuah fungsi skalar K , z, sedemikian
(25) dapat ditunjukkan bahwa:
sehingga A
K
; Az
K
dan karena itu
Re E 2 E Ε E (26)
z Dalam medan potensial f dan , persamaan
persamaan (18) menjadi: (26) sama dengan persamaan (14) dan (15) yang
1
2 K A merupakan hasil reduksi persamaan medan
A ˆ gravitasi Einstein simetri sumbu yang diperoleh
z z
melalui rapat Lagrangian pada persamaan (12).
(19)
1 A
2K
Dengan melakukan transformasi potensial
1
zˆ kompleks yang didefenisikan sebagai E
1
, maka persamaan (26) dapat dinyatakan dalam
Dengan memperkenalkan potensial baru yang bentuk potensial kompleks yang dikenal
K
didefenisikan sebagai A , maka sebagai persamaan Ernst, yakni:
persamaaan (18) dapat ditulis menjadi: ~ 1 2
2
(27)
Berikutnya menyatakan fungsi metrik
A 1 ˆ zˆ 1nˆ (20) f , dan dalam bentuk potensial kompleks
z
yang baru dengan menggunakan persamaan
Dengan mensubstitusi persamaan (20) ke dalam (14), (15), (21) dan (25) sebagai berikut:
~
1
f Re E
persamaan (16) maka diperoleh:
f 2
nˆ (21)
1 ~ 1 (28)
f 2 1nˆ (22)
~ ~
~
z z (30)
Karena 1 nˆ 0 yang merupakan
1 2
vektor aksial, maka akhirnya diperoleh ~
persamaan: 2
Re
(31)
z ~ 1 2 z
27
Bansawang / Prosiding SNF-MKS 2015
Solusi medan massa berotasi yang dikemukakan Selanjutnya untuk menghitung digunakan
oleh Kerr dapat pula diperoleh dengan gradien dalam koordinat prolate spheroidal pada
mengunakan formulasi persamaan Ernst dengan
persamaan (29), (32) dan (36), maka:
meode analitik standar. Ernst telah berhasil
mereduksi persamaan medan gravitasi Einstein
2
Im 1 nˆ
~ 2
kedalam bentuk persamaan diferensial biasa
seperti pada persamaan (27) dengan potensial ~ 2
1
x
1 1 1
1 1 2 2k x 2 1 2 1 y 2 2
2
E f i ˆx
2 2
1
2 2
x y
2 2 2 x
1
m 2 2
x n 2 2
y 1
2
m x n y 1 2iny
mx 12 n 2 y 2
Im [m 2 x 2 n 2 y 2 2mx 1 in (1 mx)]
~ (37) 1
1
1 1 [i n (1 y ) ( x y ) xˆ ]
f Re E Re 2 2 2 2 2
(39)
~
1 1 1
m2 x2 n2 y 2 1 atau
mx 12 n 2 y 2
28
Bansawang / Prosiding SNF-MKS 2015
2kn( 1 y 2 )
x
(40)
[m 2 x 2 n 2 y 2 2mx 1] (45)
(m 2 x 2 n 2 y 2 1) 2
dimana suku imajiner dalam kurung siku pada
ruas kanan persamaan (39) telah diabaikan karena
yang ditinjau adalah bagian imajiner bagi
komponen .
Dengan menamakan U mx 1 dan misalkan
pula k m , maka diperoleh:
2 n (1 y 2 )
(U 2 2U n 2 y 2 ) 2 U 2 n 2 y 2 ) 2 dU
2 n 1 y 2 mx 1
m 2 2
x n2 y2 1 (41) Untuk menunjukkan bahwa persamaan (45)
ekivalen dengan solusi Kerr pada persamaan (10)
Berikutnya untuk fungsi medan dapat dilakukan dengan transformasi koordinat Boyer-
diperoleh melalui persamaan (34) dengan Lindsquit, yaitu:
potensial kompleks ( x, y ) pada persamaan (36),
r a
yakni: mx 1 , ny cos , , t t
M M
1 y2 dengan
1
(46)
x m 2 x 2 n 2 y 2 1 2 x 2 y 2 (42 ) m
k
, n
a
, k M2 a2 2
x x
M M
2
1 m2 x 1 y 2 n2
Dan hasil ini dapat dimasukkan ke dalam bentuk
kanonik Papapetrou persamaan (9) oleh
Dengan menamakan W m 2 x 2 n 2 y 2 1 dan transformasi koordinat persamaan (32), yakni:
mereduksi variabel x serta mengambil
r 2 a 2 2Mr 2 sin
1
29
Bansawang / Prosiding SNF-MKS 2015
REFERENSI
[1] F.J. Ernst, 1968; Physical Review, Vol. [4] T. Tsuchida, 1999; Progress of Theoritical
167, No. 6 Physics, Vol.101, No.1.
[2] M. Carmeli, 1982, “ Classical Field: [5] Charmousis, C, 2007; arXiv:0710.0472 v1
General Relativity and Gauge Theory, [gr-qc]
John Wiley & Sons Inc., New York [6] Frutos-Alfaro, F, Montero-Camacho, P,
[3] O.Tanimura, S. Hori, 1998; Progress of Araya-Arguedas, M, Bonatti-Gonzales, J,
Theoritical Physics, Vol.99, No.5. 2015; arXiv: 1405.1776v3 [astro-ph.CO]
30
Eko Juarlin / Prosiding SNF-MKS 2015
Persamaan adveksi difusi bisa digunakan untuk Q adalah suku sumber, U adalah kecepatan
mendeskripsikan dinamika massa zat terlarut [3]. konveksi dan D adalah difusivitas, C adalah
Selain itu, persamaan tersebut telah digunakan di konsentrasi. Ketika zat masih bergerak terhadap
masalah kimia dan teknik seperti polusi termal di waktu atau disebut keadaan transien. persamaan 1
sungai, aliran di media berpori, dispersi material termasuk suku waktu digunakan untuk
tak terlarut di danau dan sungai, sebaran polutan menentukan konsentrasi. Zat yang tidak bergerak
di sungai dan danau. terhadap waktu disebut keadaan tunak. Di
𝜕𝐶
Penelitian di makalah ini menggunakan koordinat keadaan tunak, suku 𝜕𝑡 di persamaan 1 tidak
Kartesius, tanpa sumber dan metode elemen digunakan.
hingga. Titik awal penelitian ini adalah
persamaan adveksi difusi dimensi satu untuk III. METODE ELEMEN HINGGA
keadaan tunak dan keadaan transien. Persamaan
Daerah asal dimensi satu dibagi menjadi N
adveksi difusi diselesaikan menggunakan metode
elemen. Di masing-masing elemen, untuk
elemen hingga untuk mendapatkan matriks lokal
keadaan transien dibuat fungsi aproksimasi:
elemen. Matriks lokal elemen dimasukkan ke
dalam matriks global sistem. Solusi matriks 𝑥𝑗 −𝑥 𝑥−𝑥𝑖
𝐶(𝑥, 𝑡) = 𝑇(𝑡) ( 𝐶𝑖 + 𝐶) (2)
global sistem dengan menggunakan substitusi 𝑥𝑗 −𝑥𝑖 𝑥𝑗 −𝑥𝑖 𝑗
balik untuk kondisi tunak dan metode invers
untuk kondisi transien. Khusus keadaan transien, Fungsi aproksimasi di persamaan 4
diskritisasi waktu menggunakan metode beda disubstitusikan ke persamaan 1, lalu
hingga. Semua satuan yang digunakan dalam riset mengalikannya dengan fungsi aproksimasi, lalu
ini adalah satuan internasional. mengintegrasikan sepanjang daerah asal, yang
menghasilkan persamaan matriks: [4]
31
Eko Juarlin / Prosiding SNF-MKS 2015
0.4
𝑙 2 1 0.2
C
6 1 2 -0.2
𝑈 −1 1
[
2 −1 1
] disebut matriks konveksi elemental. -0.4
-0.6
𝑙 1 −1 -1
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
𝑈 2 ∆𝑡 1 −1 X
𝑈 2 ∆𝑡 −1 1 0.9
Analitik
2𝑙 1 −1 0.8
𝐶𝑖 0.7
𝑗 0.5
C
matriks kolom konsentrasi. 0.4
0.3
0.2
Diskritisasi waktu menggunakan metode beda 0.1
𝐶 𝑛+1 |𝑖 −𝐶 𝑛 |𝑖 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
∆{𝐶} ∆𝑡 X
hingga sehingga ∆𝑡
= [𝐶 𝑛+1 | −𝐶 𝑛 | ]. Penerapan
𝑗
𝑗 Gambar 2. Hasil Simulasi untuk Bilangan Peclet
∆𝑡 =1
vektor turunan waktu menghasilkan besaran baru
θ. Dengan memasukkan variabel θ, persamaan 2 1
Hasil Simulasi Metode Elemen Hingga (Bil. Peclet = 2)
Analitik
berubah menjadi persamaan matriks: [4] 0.9
0.8
MEH
0.7
0.5
C
0.3
0.1
0
Ada dua parameter yang digunakan untuk 0 10 20 30 40 50
X
60 70 80 90 100
32
Eko Juarlin / Prosiding SNF-MKS 2015
0.4 0.63
0.2
0.62
Konsentrasi
0
0.61
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Elemen
0.6
Elemen 0.58
-1 -0.5 0 0.5 1
1−𝑒 𝐷 0.6
0.9
0.61
0.8
0.7
0.6
0.6
Konsentrasi
0.5 0.59
0.4
0.58
0.3 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
X
0.2
0.1
0
-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Gambar 8. Distribusi Konsentrasi pada T=1 dan
X
U=-1
Gambar 5. Distribusi Konsentrasi Keadaan Awal Ada fenomena menarik dari hasil riset ini, yaitu
kecepatan konveksi mempengaruhi kekekalan
Massa total keadaan awal 1,2731 sesuai dengan
jumlah massa dalam sistem. Ketidakkekalan
luas permukaan di bawah kurva. Setelah
massa dalam sistem fisis terjadi karena program
mengalami simulasi dengan kondisi kecepatan
tidak menambahkan faktor refleksi di kedua batas
konveksi sama dengan nol, massa total menjadi
kiri dan batas kanan sistem fisis. Selain itu juga
1,2731 pada waktu satu detik seperti digambarkan
ketidakkekalan massa dalam sistem terjadi karena
dalam gambar 6. Setelah mengalami iterasi waktu
nilai syarat batas Neumann tidak dimasukkan
sampai satu detik dengan kecepatan konveksi
sebagai masukan program. Arah kecepatan
sama dengan satu dan negatif satu, massa total di
konveksi searah dengan penumpukan konsentrasi
kedua kecepatan menjadi 1,1977 dan distribusi
larutan.
massa digambarkan dalam gambar 7 dan gambar
8. Massa total juga berubah karena perubahan
tebal elemen, yaitu pada h = 0,005, massa total
1,1977, pada h = 0,01 massa total 1,1977, pada
33
Eko Juarlin / Prosiding SNF-MKS 2015
1
Perbandingan Hasil Konsentrasi terhadap Iterasi W aktu dengan Variasi Beda W aktu
REFERENSI
Beda Waktu = 0,01
Beda Waktu = 0,1
0.9
Beda Waktu = 1 [1] G. Tchobanoglous, F. L. Burton. 1991.
0.8
Treatment, Disposal and Reuse. 3rd ed, Mc
0.7
Grow Hill, New York.
C
0.6
[2] Busayamas Pimpuchat, Winston L.
0.5 Sweatman. A Mathematical Model for
0.4 Pollution in A River and Its Remediation by
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Aeration. Applied Mathematical Letters
Iterasi W aktu
(2009) 22.
[3] B. J. Noye. 1990. Numerical Solutions of
Gambar 9. Perbandingan Konsentrasi di Titik
Partial Differential Equations, Lecture
Tengah terhadap Iterasi Waktu
Notes.
Pengaruh pemilihan beda waktu terhadap pola [4] Ronald W. Lewis, Perumal Nithiarasu,
distribusi konsentrasi terhadap waktu di suatu Kankanhally N. Seetahramu. 2004.
titik dalam sistem digambarkan dalam gambar 9. Fundamentals of the Finite Element Method
Pemilihan beda waktu hanya mempengaruhi for Heat and Fluid Flow. John Wiley & Sons
konsentrasi di keadaan awal simulasi. Dari ketiga Ltd.
beda waktu yang dipilih, tampak beda waktu yang [5] David V. Hutton. 2004. Fundamentals of
kecil memperlambat konvergensi hasil tetapi Finite Element Analysis. Mc Graw Hill.
beda waktu yang besar membuat sistem
mengalami sedikit osilasi di awal simulasi. Ketiga
pemilihan beda waktu tidak mengubah nilai
konsentrasi di iterasi waktu sangat besar.
VI. KESIMPULAN
Riset ini bisa memproduksi program simulasi
konsentrasi larutan menggunakan persamaan
diferensial adveksi difusi dengan sistem
koordinat Kartesius dimensi satu. Di keadaan
tunak, pemilihan jumlah elemen mempengaruhi
kesalahan hasil numerik terhadap hasil analitik.
Di keadaan transien, pemilihan beda ketebalan
mempengaruhi kekekalan konsentrasi dan
pemilihan beda waktu berpengaruh pada
distribusi konsentrasi di keadaan awal saja.
34
Muh. Fachrul Latief, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
ASBTRAK
Model lubang hitam bermuatan (Reissner-Nordstrӧm) yang berada dalam kosmologi Frieedman-
Robertson-Walker (FRW) untuk kasus 𝒌 = 𝟎. Parameter yang dicari adalah bentuk metrik Reissner-
Nordstrӧm dalam ksomologi FRW dan kesesuaian dengan teorema Birkhoff serta bentuk evolusi
semesta terhadap ukuran lubang hitam Reissner-Nordstrӧm. Selanjutnya akan ditinjau juga
dinamika lubang hitam Reissner-Nordstrӧm yang tertanam dalam kosmologi FRW dengan
menggunakan persamaan geodesik. Hasil penelusuran secara analitik memberikan bentuk
persamaan differensial orde dua non-linear yang menghubungkan antara perubahan 𝒖(𝒓) terhadap
𝝓 (sudut azimuth).
Kata Kunci : Persamaan Medan Einstein, Lubang Hitam Reissner-Nordstrӧm, kosmologi FRW,
geodesik
35
Muh. Fachrul Latief, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
II. PENURUNAN METRIK REISSNER- Di mana 𝑎(𝑣) adalah faktor skala dari semesta
NORDSTRӦM DALAM KOSMOLOGI dan k adalah kurva kelengkungan dari ruang dan
FRW waktu. Dengan mempertimbangkan persamaan
(3) dan (4), maka terlihat ada kesamaan dari
Bentuk dari metrik Reissne-Nordstrom diberikan kedua metrik tersebut. Selanjutnya, diatur agar
oleh persamaan metrik lubang hitam Reissner-Nordstrom
−1
2𝑀 𝑄2 2𝑀 𝑄2 tertanam di dalam semesta FRW dengan
𝑑𝑠 2 = − (1 − + 2 ) 𝑑𝑡 2 + (1 − + 2)
𝑟 𝑟 𝑟 𝑟
(1) mengambil konstanta yang berhubungan antara
kedua metrik tersebut. Misalkan elemen garis
𝑑𝑟 2 + 𝑟 2 (𝑑𝜃 2 + sin2 𝜃 𝑑𝜙 2 ) baru untuk lubang hitam Reissner-Nordstrom
yang tertanam dalam semesta FRW adalah[5]
Selanjutnya persamaan (1) ditulis ulang ke dalam 𝑑𝑙 2 = −𝐴2 (𝑣, 𝑥) 𝑑𝑣 2 + 𝐵2 (𝑣, 𝑥)
koordinat bola yang isotropik. Karena dalam (5)
kasus kosmologi, seluruh materi dianggap
[𝑑𝑥 2 + 𝑥 2 (𝑑𝜃 2 + sin2 𝜃 𝑑𝜙 2 )]
sebagai fluida yang kontinu, homogen dan
isotropik. Pernyataan ini membawa kepada
Hubungan koefisien antara 𝐴(𝑣, 𝑥) dengan
kesimpulan bahwa tidak ada pengamat galaksi
𝐵(𝑣, 𝑥) dapat diketahui dengan mencari tensor
yang dipandang istimewa di jagad raya ini,
medan Einsten untuk persamaan (1.5), yakni
termasuk galaksi bima sakti. Dengan kata lain,
𝐵̇
seluruh pengamat bergerak bersama galaksi dan 𝐺01 = 𝐴(𝑣, 𝑥) − 𝑓(𝑣) =0 (6)
2𝐵
melihat proses yang berskala besar dan sama
dalam evolusi jagad raya[10].
Sedangkan nilai 𝐵(𝑣, 𝑥) dapat diketahui dengan
Dengan diasumsikan 𝑥 0 = 𝑣 dan 𝑥 1 = 𝑥 maka membandingkan persamaan (3) dengan (5) yang
variabel transformasinya berdasarkan sistem bentuknya;
koordinat koordinat Schwarzchild adalah [5] 𝑞(𝑣)
2
𝑠(𝑣)
𝐵(𝑣, 𝑥) = [ 𝑤(𝑣, 𝑥) + ] − 2 (7)
𝑡̃ = 2𝑣 ; 𝑠̃ = 2𝑙 ; 𝑥 𝑥
(2)
𝑀 2 𝑄2 Dengan asumsi bahwasanya massa dan muatan
2𝑟̃ = 𝑥 (1 + ) − 2
𝑥 𝑥 terkonsentrasi dalam singularitas. Artinya tidak
terdapat ruang yang didistribusikan untuk massa
Sehingga persamaan (1) dapat dituliskan kembali dan muatan tersebut.
ke dalam koordinat bola isotropik, yakni Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (6),
2
(1 −
2𝑀 𝑄2
+ 2) 2 maka didapatkan nilai 𝐴(𝑣, 𝑥), yakni;
𝑟 𝑟 𝑀 2 𝑄2
𝑑𝑙2 = − 2
2 𝑑𝑣 + [(1 + ) − 2] 𝑤̇ 𝑓 (𝑤𝑞̇ + 𝑤̇𝑞)𝑞𝑓 𝑞𝑞̇ 𝑓 𝑠̇ 𝑓
𝑀 2 𝑄2 𝑥 𝑟 +
[(1 + ) − 2] 𝑤 𝑤 2𝑥 𝑤 2 𝑥 + 2𝑤 2 𝑥 2
𝑥 𝑟 𝐴(𝑣, 𝑥) =
𝑞 2 𝑠2
+
𝑞 2 𝑠2
(8)
(3) (1 + ) − 2 2 (1 + ) − 2 2
𝑤𝑥 𝑤 𝑥 𝑤𝑥 𝑤 𝑥
2
𝑀 2 𝑄2
[(1 + ) − 2 ] (𝑑𝑥 2 +𝑥 2 (𝑑𝜃 2 + sin2 𝜃 𝑑𝜙 2 ) Untuk kasus waktu dalam kondisi yang konstan
𝑥 𝑟
𝑣 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 dan kondisi untuk asimptotik yang
datar, maka 𝐴(𝑣 (𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛), 𝑥) bias direduksi ke
Selanjutnya, tinjau persamaan metrik Frieedman- dalam √– 𝑔00 untuk persamaan (3). Dengan
Robertson-Walker (FRW) sebagai semesta yang demikian, kasus untuk persamaan (8) juga bisa
dianggap stabil untuk dihuni sekarang. Metrik direduksi ke dalam kemudian
√– 𝑔00
FRW ini merupakan kuantitas fundamental di
membandingkannya dengan persamaan metrik
dalam kosmologi standar. Metrik FRW diberikan
FRW pada persamaan (4). Sehingga didapatkan
oleh persamaan berikut;
relasi di antara koefisien-koefisien tersebut,
𝑎2 (𝑣) yakni;
𝑑𝑙 2 = −𝑑𝑣 2 + (𝑑𝑥 2 +
𝑘𝑥 2 𝑤̇ 𝑓 (𝑤̇ 𝑞 + 𝑤𝑞̇ )𝑓
(1 + )
4 (4) = 1; =0 (9)
𝑤 𝑤2𝑥
𝑥 2 (𝑑𝜃 2 + sin2 𝜃 𝑑𝜙 2 ))
36
Muh. Fachrul Latief, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
37
Muh. Fachrul Latief, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
38
Muh. Fachrul Latief, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
1 𝑑𝑎 2𝑀 𝑄 2
di mana 𝐻 ≡ 𝑎 𝑑𝑇 yang merupakan parameter 2ℒ = (1 − + 2 − 𝐻 2 𝑟 2 ) 𝑡̇ 2
𝑟 𝑟
Hubble. Parameter Hubble mendeskripsikan
seberapa besarnya pengembangan semesta
tersebut. Di mana untuk keadaan 2𝑀 𝑄 2
−1
(25)
Sistem koordinat (𝑇, 𝑟, 𝜃, 𝜙) pada − (1 − + 2 − 𝐻2𝑟 2) 𝑟̇ 2
𝑟 𝑟
persamaan (1.22) adalah tidak orthogonal. Oleh
karena itu, koefisien (𝑑𝑇 𝑑𝑟) dapat dihilangkan
2𝑞𝑄
dengan mengganti sebuah koordinat waktu yang +𝑟 2 𝜃̇ 2 + 𝑟 2 sin2 𝜃 𝜙̇ 2 + 𝑡̇
𝑟
baru (𝑡). Pengaturan koordinat waktu yang baru
2𝑞𝑄
diberikan oleh transformasi berikut [5] di mana 𝑡̇ merupakan bentuk interaksi medan
𝑟
1
2𝑀 𝑄 2
−
2 elektromagnet.
𝑑𝑡 = 𝐹(𝑇, 𝑟)𝑑𝑇 + 𝐹(𝑇, 𝑟)𝐻𝑟 (1 − + 2)
𝑟 𝑟 Dengan menurunkan persamaan (1.25), maka
(23) akan didapatkan dinamika lubang hitam
−
1
−1
bermuatan dalam kosmologi FRW, yakni
2𝑀 𝑄2 2𝑀 𝑄2
(1 − + )
2
(1 − + − 𝐻2𝑟 2) 𝑑𝑟 𝑑2 𝑢 𝑀 𝑄2
𝑟 𝑟2 𝑟 𝑟2
2
+ 𝑢 = 2 − 2 (1 + 𝑞2 )𝑢 + 3𝑀𝑢2
𝑑𝜙 𝐿 𝐿
39
Muh. Fachrul Latief, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
VI. UCAPAN TERIMA KASIH [5] Gao, C. J. dan Zhang, S. N. 2004. Phys.
Lett. B Vol. 595 issue 1-4.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih
[6] Gautama, Sunkar Eka. 2014. Tinjauan
kepada Bapak Bansawang BJ, M.Si dan Prof.
Inflasi Alam Semesta Berdasarkan model
Dr.rer-nat Wira Bahari Nurdin telah bersedia
Lambda-Cold Dark Matter (ΛCDM).
meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan
membimbing saya sehingga penelitian ini bisa http://repository.unhas.ac.id/handle/123456
terselesaikan. Selain itu, ucapan terima kasih juga 789/10970 .
kepada teman-teman komunitas meja kotak yang [7] McVittie,G. C.. 1933. Mon. Not. R. Astron.
menjadi teman diskusi intensif sehingga terlahir Soc. D 47 5401.
ide-ide yang membangun penelitian ini. [8] Kastor, D. dan Traschen, J. 1993. Phys. Rev.
D 47 5401.
REFERENSI [9] Nayak, K. R., MacCallum M. A. H., dan
Vishveshara, C. V. 2000. Phys. Rev. D 63
[1] Anugraha, Rinto. 2011. Teori Relativitas dan 024020
Kosmologi. Fisika UGM; Yogyakarta [10] Purwanto, Agus. 2009. Pengantar
[2] BJ, Bansawang. 2006. Metrik Medan Kosmologi. ITS Press; Surabaya.
Gravitasi Benda bermuatan Listrik Simetri [11] Shiromizu, T. dan Gen, U. 2000. Class.
Bola. Quantum. Grav. 171361
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456 [12] S. Hanany, et al., Astrophys. J. 545 (2000)
789/8446. L5
[3] Carmeli, Moshe. 1982. Classical Field [13] Wald, R. M. 1984. General Relativity.
Theory. John Wiley & Sons; Israel University Of Chicago Press; London.
[4] Chandrasekhar, S. 1983. The Mathematical
Theory of Balck Holes.Oxford University
Press; New York.
40
Aswin dan Tasrief Surungan / Prosiding SNF-MKS 2015
Aplikasi Metoda Wang-Landau pada Studi Perubahan Fase Model Ising Dua Dimensi
dengan Interaksi Ekstra
Aswin* dan Tasrief Surungan
Laboratorium Fisika Teoretik dan Komputasi, JurusanFisika, FMIPA, UNHAS
*Email: aswien.sabba@gmail.com
ABSTRAK
Paper ini membahas metoda Monte Carlo (MC) algoritma Wang-Landau (WL) dalam studi
perubahan fase model Ising untuk kisi dua dimensi dengan interaksi ekstra yang ditambahkan secara
acak. Algoritma ini sangat ampuh dalam menganalisis model-model magnetic diskret seperti model
Ising dan model Jam (Clock model). Berbeda dengan algoritma Metropolis yang sudah sangat
lumrah, algoritma WL memungkinkan perolehan nilai besaran fisis pada temperature sembarang.
Model kisi yang ditinjau dalam makalah ini berbeda dengan yang biasa sebab jumlah interaksi
langsung masing-masing spin tidak seragam. Setiap spin dibolehkan memiliki interaksi tambahan
dengan salah satu dari tetangga diagonalnya yang paling dekat. Hasil perhitungan panas jenis
mengindikasikan peningkatan titik kritis; yang menunjukkan bahwa fase magnetic system ini lebih
stabil dibandingkan fase magnetic system kisi reguler.
Kata Kunci: Algoritma Wang-Landau, Model Kisi, Panas Jenis
41
Aswin dan Tasrief Surungan / Prosiding SNF-MKS 2015
42
Aswin dan Tasrief Surungan / Prosiding SNF-MKS 2015
(a) (b)
(a) (b)
Gambar 3: Grafik Cv vs T dengan variasi Gambar 6: Plot gabungan Cv vs T ; kisi reguler
perubahan temperatur, L;8. (b) dan kisi ekstra interaksi (a)
43
Aswin dan Tasrief Surungan / Prosiding SNF-MKS 2015
44
Alimuddin Hamzah Assegaf dan Erwin Azizi Jayadipraja / Prosiding SNF-MKS 2015
45
Alimuddin Hamzah Assegaf dan Erwin Azizi Jayadipraja / Prosiding SNF-MKS 2015
46
Alimuddin Hamzah Assegaf dan Erwin Azizi Jayadipraja / Prosiding SNF-MKS 2015
NORTH NORTH
menunjukkan bahwa tidak terdapat konsentrasi di
8%
10%
8%
10%
atas baku mutu. Nilai radius impact untuk
4%
6%
4%
6%
konsentrasi ½ dari bakumutu (5000 µg/m3) adalah
2% 2%
WEST EAST WEST EAST
sejauh 10 km.
WIND SPEED WIND SPEED
(m/s) (m/s)
>= 11,10 >= 11,10
Resultant Vector 8,80 - 11,10
Resultant Vector 8,80 - 11,10
59 deg - 15% SOUTH
5,70 - 8,80 53 deg - 16% SOUTH
5,70 - 8,80
3,60 - 5,70 3,60 - 5,70
2,10 - 3,60 2,10 - 3,60
0,50 - 2,10 0,50 - 2,10
Calm s: 4,25% Calm s: 2,77%
47
Alimuddin Hamzah Assegaf dan Erwin Azizi Jayadipraja / Prosiding SNF-MKS 2015
48
Wira Bahari Nurdin / Prosiding SNF-MKS 2015
49
Wira Bahari Nurdin / Prosiding SNF-MKS 2015
rangsangan sampai pada ambang, semua simpul McNeal mengasumsikan bahwa potensial pada
kecuali simpul pusat merespon cukup secara sisi ekstraseluler membran simpul adalah tetap
linear untuk membutuhkan representasi jaringan akibat bidang stimulasi. Karena hal yang terakhir
pasif. Hanya simpul pusat dijelaskan oleh ini adalah sumber titik yaitu, monopol, maka
ekspressi Frankenhauser dan Huxley (1964). medan potensial yang dieksitasi Φo adalah
II. ANALISIS (2)
Lintasan arus intraseluler aksial memperkenalkan
hambatan antar simpul ri, dengan
dimana Φo = medan potensial terapan [mV]
(3)
50
Wira Bahari Nurdin / Prosiding SNF-MKS 2015
= hambatan intra seluler per Solusi dari Persamaan 5 (untuk kondisi sub
ri ambang) atau Persamaan 5 dan 6 (untuk kondisi
panjang antar simpul
dekat-ambang) pada n = 0 membutuhkan
diskritisasi temporal dan solusi dari sistem yang
Suku kedua dari persamaan 3 memperlihhatkan dihasilkan dari persamaan dengan iterasi atau
perbedaan arus intraselular aksial yang memasuki dengan teknik matriks. Tanggapan mapan untuk
simpul ke n (yaitu (Vi,n-1 - Vi,n)/ri) dikurangi stimulus berkurang dengan cepat dengan
dengan arus yang meninggalkan simpul tersebut peningkatan nilai n sehingga hanya jumlah
(yaitu (Vi,n - Vi,n+1)/ri); maka perbedaan ini telah terbatas node (yaitu, persamaan) perlu
diatur sama dengan arus transmembran yang dipertimbangkan. Seseorang ingin menggunakan
berarah keluar dari simpul ke n (sisi kanan dari nomor terkecil; McNeal (1976) menyelidiki
persamaan 3) yang memenuhi persamaan penggunaan total 11, 21, dan 31 node dan
kekekalan arus. Kecuali pada n = 0 (yaitu simpul menemukan bahwa respon terhadap pulsa 1 ms
pusat yang diatur dengan persamaan adalah dalam akurasi 0,2% dengan hanya 11
Frankenhauser-Huxley) diasumsikan bahwa node.
kondisi ambang akan berpengaruh di suatu tempat III. HASIL DAN DISKUSI
dan arus ionik akan diberikan oleh
Respon terhadap sub ambang (pada semua
simpul) untuk tiap arus dievaluasi pada simpul
(4) pusat dan keempat tetangganya digambarkan
pada Gambar 3. Respon ini dihitung dari total 31
simpul dengan menggunakan parameter yang
Rm, = hambatan transmembran per sama seperti yang dipilih oleh McNeal (lihat
dimana
n satuan luas simpul (konstan) Tabel 1); hasil tampaknya identik dengan yang
diperoleh McNeal dengan 11 node.
Dengan mengguakan definisi tegangan
transmembran
(5)
dimana dalam Persamaan 4 telah disubtitusi untuk Gambar 3 Respon pada simpul pusat (n = 0) dan
Ii,n. Jika n = 0, maka diperoleh sebelah empat node untuk sumber titik yang
berjarak 1 mm dari serat dan tereksitasi dengan
(6) arus 0,1 mA. Keadaan yang dijelaskan dalam
Gambar 1. Adalah diameter serat 20 m, dan jarak
ruas 2 mm.
di mana ν adalah lebar simpul, dan arus ionik
yang ditemukan dari persamaan Frankenhauser- Karena stimulus monopol diasumsikan katodal,
Huxley. Potensial simpul ekstraseluler di arus meninggalkan simpul terdekat sementara,
Persamaan 5 dan 6 yang ditemukan dari untuk melestarikan saat ini, saat harus memasuki
Persamaan 2, dan merupakan fungsi memaksa. node lateral. Ini menyumbang hyperpolarization
Kami berasumsi bahwa saat ini merangsang node ± 2, ± 3, ± 4. . . dan depolarisasi dari simpul
diaktifkan pada t = 0 sehingga Vm, n = 0 untuk pusat. Perilaku simpul ± 1 perubahan sebagai
semua n pada t = 0; saat merangsang diasumsikan kapasitansi membran mengisi. Awalnya itu
tetap selama interval waktu tertentu. Untuk hyperpolarized, namun potensi mapan yang
stimuli yang subthreshold di semua node (respon terhadap pulsa durasi yang sangat lama)
(termasuk node pusat), Persamaan 5 saja sudah adalah sebuah depolarisasi. Jika stimulus yang
cukup untuk menggambarkan respon dan dapat anodal, maka tanda-tanda dari semua tanggapan
diterapkan juga di n = 0. pada Gambar 3 akan terbalik; awal depolarisasi
terbesar terjadi pada node ± 1, tapi setelah sekitar
51
Wira Bahari Nurdin / Prosiding SNF-MKS 2015
52
Eko Juarlin dan Irene Devi Damayanti / Prosiding SNF-MKS 2015
Konstruksi Matriks Global Bangun Segi Empat dalam Metode Elemen Hingga
Eko Juarlin1,* dan Irene Devi Damayanti2
1
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin, 2 PPS Matematika Universitas Hasanuddin
*Email: eko_juarlin@yahoo.co.id
ABSTRAK
Sebuah teknik untuk memindahkan matriks lokal elemen segi empat ke matriks global sistem
menggunakan elemen hingga diaplikasikan. Pemindahan di sini berarti pemindahan nomor lokal
elemen segi empat ke nomor global sebuah sistem. Teknik itu menggunakan pemetaan. Ada dua
langkah utama, yaitu: mencatat pola nomor lokal elemen 1, 2, 3 dan 4 mengisi nomor berapa saja di
nomor matriks global dan menjumlahkan antara matriks global elemen pertama, elemen kedua,
elemen ketiga sampai elemen terakhir.
Kata Kunci: Bangun Segi Empat, Matriks Global, Matriks Lokal, Metode Elemen Hingga.
M 11 M 12 M 13 M 14
M M 22 M 23 M 24
M 21 (1)
M 31 M 32 M 33 M 34
M 41 M 42 M 43 M 44 Gambar 2. Penomoran Global Sistem
4 3
Pengaturan peletakkan elemen adalah sebagai
berikut: elemen nomor satu diletakkan di pojok
kiri bawah sistem lalu nomor elemen bergerak ke
kanan. Setelah elemen tiba di pojok kanan bawah,
elemen berikutnya berada di sebelah kiri baris di
atasnya. Nomor elemen bergerak ke kanan di
1 2 baris tersebut hingga ke ujung kanan sistem.
Nomor elemen berikutnya berada di pojok kiri
baris di atasnya, lalu nomor elemen bergerak ke
Gambar 1. Sebuah Elemen dan Nomor Lokal kanan di baris tersebut, dan seterusnya.
dalam Elemen
53
Eko Juarlin dan Irene Devi Damayanti / Prosiding SNF-MKS 2015
54
Darmawati Darwis, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
Portland dalam campuran bahan pembuat batu bata. kadar air yang akan digunakan dalam pembuatan
Kuat tekan batu bata pada umur 14 hari yang batu bata. Kadar air optimum yang digunakan pada
didapatkan melalui penelitian ini berkisar antara 2 - pembuatan batu bata disesuaikan dengan batas
3,5 MPa (Dallacort dkk. dalam Junior dkk., 2003). plastis dari tanah liat.
Penelitian yang dilakukan oleh Junior di Brazil, Bahan pembuat batu bata tanpa pembakaran (tanah
menggunakan limbah berupa pecahan keramik dari liat, kapur dan abu sekam padi) dihancurkan dengan
industri pembuatan batu bata. Pada penelitian menggunakan blender. Setelah itu bahan disaring
tersebut digunakan dua jenis perekat yaitu semen dengan menggunakan saringan nomor 200 hingga
Portland dan campuran dari klinker Portland, didapatkan bahan berbentuk serbuk halus. Seluruh
gipsum, limestone filler dan bahan pozzolan. bahan pembuat batu bata yang telah disaring,
Campuran tersebut dibuat dalam tiga macam dicampurkan dengan sendok pengaduk hingga
komposisi dengan kecenderungan untuk campuran merata. Campuran batu bata dibagi lima
mengurangi penggunaan semen dan menambah jenis yaitu:
pecahan keramik dan campuran perekat. Pengujian
1) Campuran A (tanah liat 60%, kapur 0%, abu
kuat tekan dilakukan pada umur batu bata 34 hari
Sekam padi 30% dan semen 10%)
dan nilai kuat tekan yang diperoleh berkisar 2,19 -
2) Campuran B (tanah liat 60%, kapur 7,5%, abu
3,07 Mpa (Junior dkk, 2003).
sekam padi 22,5% dan semen 10%)
Isnandar melakukan penelitian mengenai batu bata 3) Campuran C (tanah liat 60%, kapur 15%, abu
tanpa pembakaran yang dinamakan batu bata cetak sekam padi 15% dan semen 10%)
pasir. Pada penelitian tersebut batu bata dibuat 4) Campuran D (tanah liat 60%, kapur 22,5%, abu
dengan mencampurkan kapur dan pasir. Pada Sekam padi 7,5% dan semen 10%)
penelitian tersebut batu bata dengan komposisi 5) Campuran E (tanah liat 60%, kapur 30%, abu
kapur dan pasirnya adalah 1 : 3, 1 : 4, dan 1 : 5. sekam padi 0% dan semen 10%)
Komposi kapur yang lebih banyak menghasilkan
Pada masing-masing campuran ditambakan air dan
batu bata dengan kuat tekan yang lebih baik
setelah itu adonan diremas sampai adonan menjadi
(Isnandar dkk dalam Sudarsana, 2011).
cukup liat. Adonan dicetak pada cetakan berbentuk
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah kubus dengan ukuran 5 x 5 x 5 cm. Pada bagian atas
dilakukan sebelumnya dan ketersediaan bahan cetakan diberi beban yang sama, agar tekanan pada
pembuat batu bata tanpa pembakaran, maka saat mencetak batu bata konstan untuk tiap
dilakukan penelitian mengenai pembuatan batu sampelnya. Batu bata dikeringkan pada suhu ruang
bata tanpa pembakaran. Penelitian dilakukan selama 28 hari. Pengeringan batu bata dilakukan
dengan menggunakan tanah liat yang dicampur selama 28 hari, karena diharapkan pada umur
dengan bahan perekat berupa campuran abu sekam tersebut batu bata telah mencapai kekuatan
padi, kapur Banawa, semen dan air, hingga maksimal (Sudarsana, 2011).
didapatkan batu bata yang memiliki sifat mekanis
Batu bata yang telah dikeringkan, ditimbang
yang sesuai persyaratan, baik kuat tekannya dan
massanya dan diukur panjang sisinya. Setelah
kadar resapan airnya, juga prosesnya yang dapat
pengukuran tersebut dilakukan pengujian kuat
mengurangi jumlah gas karbon monoksida yang
tekan dan kadar resapan air dari batu bata. Penguian
dihasilkan dari proses pembakaran dengan suhu
kuat tekan dilakukan dengan menggunakan alat
tinggi.
unconfined compression test di Laboratorium
II. METODE Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Universitas
Tadulako. Sampel diletakkan di antara pelat dasar
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material
dan pelat atas. Sampel ditekan dengan cara
dan Energi Fakultas MIPA dan Laboratorium
memutar tuas pemutar (engkol), penekanan terus
Mekanika Tanah Fakultas Teknik, Universitas
dilakukan sampai arloji penunjuk beban mencapai
Tadulako Palu. Pelaksanaannya berlangsung pada
dengan membagi beban terkoreksi dengan luas
bulan Agustus sampai September 2014. Tanah liat
sampel terkoresi.
yang digunakan adalah tanah liat yang dipakai oleh
pengrajin batu bata di Kecamatan Mantikulore Kota Pengujian kadar resapan air merupakan proses
Palu. Selanjutnya dilakukan pengujian batas pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
atterberg pada tanah liat tersebut. Pengujian batas persentase massa air yang terserap oleh batu bata.
atterberg dilakukan untuk mengetahui batas plastis, Batu bata dioven selama 24 jam dengan suhu
batas cair dan indeks plastisitas dari tanah liat. 110oC. Setelah itu, sampel yang telah dioven
Pengujian ini juga bertujuan untuk menentukan ditimbang dan mencatat massanya sebagai massa
56
Darmawati Darwis, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
sampel kering. Sampel dimasukkan ke dalam kapur dan abu sekam padi yaitu 22,5% : 7,5%.
baskom yang berisi air dan direndam selama 24 Untuk mempermudah menganilisa data, nilai kuat
jam. Sampel yang telah direndam diangkat dan tekan dari masing-masing campuran dapat disajikan
kemudian ditimbang massanya sebagai massa dalam bentuk grafik seperti tampak pada Gambar 1.
sampel basah. Grafik tersebut menunjukkan hubungan komposisi
kapur : abu sekam padi, dengan nilai kuat tekan dari
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
batu bata.
Hasil Pengujian Batas Atterberg Berdasarkan Gambar 1, hubungan nilai kuat tekan
Hasil pengujian batas atterberg dari tanah yang terhadap persentase kapur dan abu sekam padi
berasal dari Kecamatan Mantikulore Kota Palu menunjukkan bahwa nilai kuat tekan tertinggi
adalah batas plastis sebesar 22,36%, batas cair adalah sebesar 21,20 kg/cm2. Hal ini dipengaruhi
sebesar 33,71%, dan indeks plastis sebesar 11,35%. oleh komposisi abu sekam padi pada campuran
Berdasarkan Klasifikasi Tanah untuk Lapisan yang tepat, dimana pada penambahan abu sekam
Tanah Dasar Jalan Raya (Sistem AASHTO) untuk padi sebanyak 2,5% sampai dengan 10% dapat
tanah lempung dengan fraksi No. 40 indeks meningkatkan kuat tekan, karena abu sekam padi
plastisnya minimal 11%. Dari data di atas dapat sebagai bahan tambahan dapat digunakan sebagai
disimpulkan bahwa tanah yang digunakan pada perekat yang baik dengan mencampurkannya pada
penelitian ini adalah tanah lempung (liat) dan dapat semen atau kapur (Susanti, 2005).
digunakan untuk membuat batu bata.
Kuat Tekan
Tabel 1 Nilai kuat tekan untuk masing-masing
campuran.
Gambar 1 juga menunjukkan penambahan kapur hubungan komposisi kapur : abu sekam padi,
pada batu bata cenderung dapat meningkatkan dengan nilai kadar resapan air dari batu bata.
kekuatan, karena kapur mengandung banyak CaO Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa kadar
yang dapat bereaksi dengan silika (SiO2) pada tanah resapan air batu bata akan menurun seiring dengan
liat dan abu sekam padi sehingga membentuk ikatan berkurangnya persentase abu sekam padi. Hal
kimia yang netral berupa kalsium silika hidrat tersebut disebabkan oleh tingginya porositas dari
(CSH) apabila dicampurkan dengan air (Sudarsana, abu sekam padi yang dapat membentuk banyak
2011). Tetapi pada campuran E1 kuat tekan batu ruang kosong atau zona interfasial. Saat proses
bata yaitu 14,74 kg/cm2, cenderung menurun dari perendaman pada uji kadar resapan air, zona
kuat tekan campuran D1. Hal tersebut disebabkan interfasial ini akan terisi oleh air sehingga massa
oleh penambahan 30% kapur pada campuran batu bata dalam keadaan basah akan bertambah dan
mengakibatkan bertambahnya kalsium hidroksida nilai kadar resapan air semakin tinggi (Sudarsana,
(Ca(OH)2) yang dihasilkan saat kapur dan semen 2011).
bereaksi dengan air. Semakin banyak kaslium
hidroksida yang terbentuk, maka daya rekat dari
binder akan berkurang sehingga struktur di dalam
bata akan akan lemah dan menyebabkan kuat
tekannya rendah (Reni, 2009). Kuat tekan batu bata
sampel D31 yaitu sebesar 29,25 kg/cm2, telah
memenuhi Persyaratan Umum Bahan Bangunan
Indonesia (PUBI-1982), dimana kuat tekan
minimal dari batu bata adalah 25 kg/cm2.
Tabel 2 Nilai kadar resapan air untuk masing-
Gambar 2. Grafik hubungan nilai kadar resapan air
masing campuran
terhadap tiap persentase campuran kapur dan abu
Persentase Kadar sekam padi.
Kadar
Kapur : resapan
Sampel resapan Nilai kadar resapan air terendah pada penelitian ini
Abu Sekam air Rata-
air (%) adalah 32,39 %, dengan kadar kapur dan abu sekam
Padi (%) rata (%)
padi yaitu 30% : 0%. Untuk batu bata dengan kuat
A21 56,725 tekan rata-rata tertinggi yaitu campuran D1 (21,20
A22 0 : 30 54,579 56,06 kg/cm2), nilai kadar resapan airnya adalah 36,19%.
A23 56,883 Nilai kadar air resapan air tersebut belum
B21 47,772 memenuhi Persyaratan Umum Bahan Bangunan
Indonesia (PUBI¬-1982), dimana kadar resapan air
B22 7,5 : 22,5 42,017 47,77
maksimal untuk batu bata sebesar 20%. Akan tetapi
B23 53,526 nilai kadar resapan air yang diperoleh pada
C21 39,626 penelitian ini masih lebih baik dibandingkan
C22 15 : 15 40,326 40,28 dengan nilai kadar resapan air batu bata tanpa
pembakaran yang dibuat oleh Sudarsana dkk
C23 40,904
(2011), yaitu sebesar 61,08 % dengan kuat tekan
D21 36,862 22,90 kg/cm2.
D22 22,5 : 7,5 37,244 36,19
IV. KESIMPULAN
D23 34,489
E21 31,740 Berdasarkan hasil dari pembahasan serta tujuan
penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai
E22 30 : 0 34,592 32,39 berikut :
E23 30,836
1. Kuat tekan rata-rata terbesar batu bata tanpa
pembakaran yang diperoleh adalah 21,20
Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar resapan air
kg/cm2 dengan kadar resapan air rata sebesar
tertinggi diperoleh dari campuran A2. Untuk
36,19%, yang diperoleh pada campuran D1
mempermudah menganalisa data, nilai kadar air
dengan persentase kapur dan abu sekam padi
resapan dari masing-masing campuran dapat
yaitu 22,5% : 7,5%.
disajikan dalam bentuk grafik sebagaimana terlihat
2. Kadar air resapan air rata-rata batu bata tanpa
pada Gambar 2 Grafik tersebut menunjukan
pembakaran terendah adalah 32,39%., yang
diperoleh pada campuran E2 dengan
58
Darmawati Darwis, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
perbandingan persentase kapur dan abu sekam [8] Maya, L.W, Rauf, N. dan Tahir, D., 2012,
padi yaitu 30% : 0%. Pemanfaatan Biopozzolan Abu Sekam Padi
3. Setiap penambahan 7,5% abu sekam padi akan Sebagai Fly ash Dalam Pembuatan Semen
meningkatkan kadar resapan air batu bata Untuk Meningkatkan Kualitas Fisis Mortar,
tanpa pembakaran sebesar ± 5,89%. Universitas Hasanuddin, Makassar.
[9] Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, 2011,
REFERENSI
Potensi Sektor Pertambangan dan Energi
[1] Bakri, 2008, Komponen Kimia Dan Fisik Abu Sulawesi Tengah,
Sekam Padi Sebagai SCM Untuk Pembuatan (http://www.perwakilan.sultengprov.go.id/ta
Komposit Semen, Laboratorium Keteknikan mbang. php), diakses tanggal 5 oktober 2013.
dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan [10] Pohan, N., 2002, Pencemaran Udara dan
Universitas Hasanuddin, Makassar. Hujan Asam, Fakultas Teknik Universitas
[2] Bakri dan Baharudin, 2009, Absorbsi Air Sumatra Utara, Medan..
Komposit Semen Sekam Padi dengan [11] Reni, Y.C., Hastuti, R. dan Darmawan, A.,
Penambahan Pozzolan Abu Sekamm Padi dan 2009, Kajian pengaruh penambahan Kalsium
Kapur pada Matriks Semen, Laboratorium Oksida (CaO) Terhadap Suhu Reaksi dan Kuat
Pemanfaatan Hasil Hutan Fakultas kehutanan Tekan Semen Portland, Fakultas Mipa
Universitas Hasanuddin, Makassar. Universitas Diponegoro, Semarang.
[3] Della, V.P., Kuhn, I. and Hotza, D., 2002, Rice [12] Setyoko, P., 2011, Pemanfaatan Silika (SiO2)
Husk Ash as an Alternate Source for Active Dalam Ampas Tebu Pabrik Gula Dan Sekam
Silica Production, Materials Letters, vol.57 : Padi Sebagai Bahan Baku Pembuatan Batu
818–821, Elsevier. Bata Tanpa Pembakaran,
[4] Junior L., Humberto C., Fabio L., Willrich and (https://priyosetyoko.wordpress.com/2011/10/
Normando B.P., 2003, Structural Behavior of 05/batu-bata-tanpa-pembakaran/), diakses
Load Bearing Brick Walls of Soil- Cement with pada tanggal 6 oktober 2013.
the Addition of Ground Ceramic Waste, R. [13] Sudarsana, K., Budiwati, A. dan Angga W.Y.,
Bras. Eng. Agric. Ambiental, v.7, n.3, : 552- 2011, Karakteristik Batu bata Tanpa
558, Campina Grande. Pembakaran Berbahan Abu Sekam Padi dan
[5] Kusuma D., 2013, Rekayasa Tanah Liat Serbuk Batu Tabas, Fakultas Teknik
Menjadi Keramik, Universitas Udayana, Denpasar.
(http://dwikusumadpu.wordpress.com/2013/0 [14] Sudarwo, M., 2010, Studi Kelayakan Usaha
5/08/rekayasa-tanah-liat-menjadi- Batu bata Merah EV Pragi di Depok II Timur,
keramik/#more-681), diakses pada tanggal 4 Universitas Gunadarma, Depok.
oktober 2013. [15] Susanti, D. R., 2009, Pengujian Kuat Tekan
[6] Laboratorium Struktur dan Beton, 2010, Beton Normal dengan Bahan Abu Sekam Padi
Laporan Praktikum Uji Bahan Konstruksi. dan Penambahan Zat Plasticizier, FTSP
Fakultas Teknik Universitas tadulako, Palu. Institut Teknik Medan, Medan.
[7] Marzuki, P.F. dan Jogaswara, E., 2007, [16] Swastikawati, A., 2012, Standar Pengujian
Potensi Pembuatan Semen Alternatif Kualitas Bata pengganti, Balai Konservasi
Berbahan Kapur Padalarang dan Fly ash Peninggalan Burobudur, Yogyakarta.
Suralaya Untuk Konstruksi Rumah Sederhana,
FTSL ITB, Bandung.
59
Herman / Prosiding SNF-MKS 2015
pada tahap pengembangan. Hal ini dikarenakan Praktikum Fisika Sekolah Menengah Tahun 2015.
beberapa keterbatasan seperti biaya dan waktu Saran dan perbaikan dijadikan sebagai draf I.
pelaksanaan. Khusus pada tahap perancangan
III. HASIL DAN DISKUSI
dikembangkan kerangka LKPD berupa diagram
alur kerja. Hasil dari tahap perancangan diberikan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang
seperti pada Gambar 2. diterbitkan umumnya berisi pertanyaan yang untuk
menjawabnya hanya dibutuhkan kemampuan
Sederhana, menarik kognitif. Bentuk LKPD diberikan dalam Gambar 3.
Judul perhatian, baru, dll
Model LKPD ini, secara turun-temurun telah
digunakan meskipun disadari bahwa, ini belum
Gambar, pernyataan
Informasi Umum dan atau Ilustrasi, secara maksimal dapat membantu peserta didik
dalam menemukan konsep, hanya sebatas
Pertanyaan menerapkan konsep. Sejauh pengamatan penulis,
Penyelidikan belum ada LKPD yang digunakan Guru dalam
pembelajaran yang berisi tagihan kegiatan dalam
Pertanyaan Analisis
bentuk kegiatan ilmiah. Umumnya LKPD dibuat
dan pembahasan dalam bentuk kegiatan berupa manual/penuntun
Pertanyaan praktikum, yang bagi sebagian orang dan penulis
Produktif pandang sangat tidak efektif, karena/ibarat ”resep
Pertanyaan
Penyimpulan
kue”. Untuk itu diperlukan suatu model/kerangka
LKPD yang dapat melibatkan semua aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari peserta
Pertanyaan didik.
Penerapan Konsep
Berdasarkan hasil kajian literatur (Guilford, 1988;
Reif, 1995; McDermott, 2010; Santyasa, 2003;
LKPD Etkina, 2005; Popper, 2005; Wenning, 2006;
Berbasis Keterampilan Proses Sains Brewe, et al. 2009; Abrahams & Milar, 2008;
Danielson, 2011; Nivalainen, et al. 2013; Putra,
(Sumber:herman, 2015) 2013) diperoleh informasi karakteristik perangkat
Lembar Kerja Peserta Didik berbasis keterampilan
Gambar 2. Bagan model/kereangka LKPD Berbasis proses sains memuat kerangka yang terdiri dari: (1)
Keterampilan Proses Sains Identitas berisi Judul dengan karakteristik spesifik,
LKPD yang dikembangkan khusus untuk topik ringkas, jelas dan menarik perhatian (2) informasi
materi Listrik Arus Searah dengan judul LKPD umum berupa gambar dan atau narasi deskripsi; (3)
adalah rangkaian Seri dan Paralel Resistor. Profil pertanyaan produktif yang terdiri dari, pertanyaan
LKPD dideskripsikan melalui hasil validasi ahli penyelidikan, pertanyaan analisis dan pembahasan,
dan praktisi (untuk melihat tingkat validitas pertanyaan penyimpulan dan pertanyaan penerapan
perangkat yang dihasilkan), hasil ujicoba perangkat konsep seperti pada Gambar 2.
(melihat kepraktisan dan keefektifan perangkat). Pertanyaan produktif yang dimaksud yaitu rumusan
Data kepraktisan diperoleh dari hasil analisis pertanyaan di dalam LKPD yang hanya dapat
lembar observasi penggunaan perangkat oleh diselesaikan setelah dilakukan penyelidikan/
pengajar yang dilakukan oleh dua orang observer, pengamatan. Rumusan-rumusan pertanyaan
sedangkan data keefektifan perangkat diperoleh disajikan sesuai dengan urutan-urutan kegiatan
melalui hasil analisis angket respons peserta didik ilmiah. Bentuk kegiatan ilmiah yang dilakukan,
terhadap perangkat, lembar observasi merupakan tahap dan juga indikator keterampilan
keterlaksanaan perangkat oleh peserta didik, dan proses sains dengan merujuk pada buku Chiappetta,
nilai kinerja praktikum peserta didik. 2010.
Berdasarkan hasil revisi dan saran dari ahli dan
praktisi, dihasilkan draft awal perangkat, yang
selanjutnya dilakukan uji keterbacaan dan simulasi
pada mahasiswa semester VI Prodi Pendidikan
Fisika UNM yang memprogramkan mata kuliah
62
Herman / Prosiding SNF-MKS 2015
63
Herman / Prosiding SNF-MKS 2015
64
Herman / Prosiding SNF-MKS 2015
karena peserta didik belum terbiasa dan baru dengan wacana peserta didik yang didasarkan pada
kegiatan seperti ini. Hasil tersebut didukung oleh pelaksanaan praktikum dan analisis, berdasarkan
penjelasan Wenning (2006) yang mengungkapkan penalaran dan pengalaman mereka sendiri terhadap
bahwa penggunaan logika penemuan ilmiah seperti konsep-konsep dasar fisika dalam beraktivitas.
pemahaman konsep dasar secara operasional, harus Berdasarkan temuan-temuan tersebut, peneliti
dimaknai peserta didik untuk menyusun teknik menduga, secara umum peserta didik belum terbiasa
koleksi data, sebagai bagian dari kegiatan praktikum dengan model LKPD yang kegiatan-kegiatannya
fisika. Hal sejalan juga dikemukakan oleh Brewe et adalah cerminan dari keterampilan proses sains.
al. (2009) yang mengungkapkan bahwa metode
VII. KESIMPULAN
ilmiah yang biasanya digunakan mahasiswa dalam
menginterpretasikan hasil praktikum, sering menjadi a. Model/kerangka acuan dalam menulis LKPD
kesulitan cukup signifikan karena kurangnya basis keterampilan proses sains meliputi (1) judul,
ketelitian dalam mengidentifikasi sejumlah variabel (2) informasi umum (gambar, narasi), dan (3)
fisis. rumusan pertanyaan produktif yang terdiri dari;
pertanyaan penyelidikan, pertanyaan analisis,
Meskipun demikian terdapat beberapa mahasiswa
pertanyaan bahasan (pembahasan), pertanyaan
yang mencapai hasil kinerja yang sangat baik
kesimpulan).
khususnya pada isian penerapan konsep . Hal ini
b. Profil LKPD fisika berbasis keterampilan proses
dapat terjadi oleh karena kegiatan yang mereka
laksanakan mengantarkan mereka pada pencapaian sains yang dihasilkan telah memenuhi kriteria
pemahaman konsep. Pernyataan ini sejalan dengan valid, praktis dan efektif.
pandangan Santyasa (2003) yang menjelaskan bahwa UCAPAN TERIMA KASIH
pemahaman konsep fisika melalui praktikum dapat
terjadi ketika mereka mampu menjalankan proses Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
ilmiah sebagai pengetahuan tentang analisis Salahuddin, S.Pd selaku Laboran Fisika Dasar
kesalahan dan interpretasi data. Temuan yang sama FMIPA UNM, Usman Sambiri, Zainal, dan semua
dikemukakan juga oleh Popper (2005) yang Asisten Laboratorium Fisika Dasar yang telah
mengungkapkan bahwa peserta didik akan mampu membantu peneliti untuk melaksanakan penelitian
melakukan observasi dan interpretasi teori secara ini. Selain itu, peneliti mengucapkan terima kasih
optimal jika mereka menyadari tentang masalah kepada pemberi dana penelitian (dana DIPA UNM
tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tahun 2015).
kesiapan peserta didik dalam menganalisis hubungan REFERENSI
antara konsep-konsep fisika yang dapat
dipraktikumkan telah dijalani secara baik. [1] Abrahams, I & Millar, R. Does Practical Work
Really Work? A Study of The effectiveness of
Hasil analisis lain menunjukkan masih kelirunya practical Works as a Teaching and Learning
peserta didik dalam menyusun rancangan Method in School Science. International Journal
eksperimen, hal ini menunjukkan bahwa LKPD yang of Science Education. 2008. 30(14), p.1945-1969
ada mulai dapat melatih mereka dalam merancang [2] Brewe, E., Kramer, L., and O’Brien, G. Modeling
eksperimen/praktikum meskipun masih ada yang Instruction: Positive attitudinal Shifts in
keliru, sehingga kegiatan ilmiah masih perlu Introductory Physics Measured Alt Class. Physics
dilatihkan secara terus menerus. Tahap kegiatan Review Special Topics Physics Educational
eksperimen kearah berpikir tingkat tinggi menurut Resource. 20095(1). 013102.
Wenning (2006) sebagai pola pembelajaran di [3] Chiappetta, Eugene L dkk. Sceince Instructiron in
Laboratorium fisika yang telah di paparkan dalam The Middle and Secondary Schools: developing
bahan ajar, juga belum sepenuhnya diikuti peserta Fundamental knowledge and skils, seventh
didik. edition, Allyn & Bacon, (2010), p.217
Hasil pengamatan lain khususnya aktivitas peserta [4] Cockman, W.J (2008). Cookbook Vs. Inquiry.
didik belum terlaksana secara maksimal pada tahap TAP-L Discussion Group. (Online) (Tersedia:
diskusi kelompok, dan diskusi antara kelompok. Hal http://www.lists.nesu.edu/Cmg-bin/digest?list1,
ini mengindikasikan bahwa mereka berpotensi diakses 19/08/2015).
melakukan analisis berdasarkan penalaran mereka [5] Danielsson, A. T. Characterising The Practice of
sendiri dan tidak mengacu pada hasil pengamatan dan Physics as Enacted Ni University Student
analisis secara ilmiah. Hal ini sejalan dengan Laboratories Using ‘Discourse Models’ as an
pandangan Danielsson (2011) bahwa kegiatan Analytical Tool. Nordina Journals Faculty of
praktikum fisika akan berdampak pada model
65
Herman / Prosiding SNF-MKS 2015
Education, University of Cambridge, UK. (2011) [14] McDermott, C.L. A Perspective on Teacher
7(2). Prepararation in Physics and Other Sciences.
[6] E. Rahayu, H. & Susanto, D. Yulianti, American Journal of Physics. (1999). 58 (8).
Pembelajaran sains dengan pendekatan [15] Nivalainen, V., Asikainnen, M.A., and
keterampilan proses untuk meningkatkan hasil Hirvonen, P.E. Preservice Teachers Objectives
belajar dan kemampuan berpikir Kreatif siswa, and Their Experience of Practical Work.
Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, vol.7, Physical review Special topics-physics
2011, p. 33-37 Education Research. American Physics Society,
[7] Etkina, E., Muthy, S. And Lou, X. Using 2013. 10.1103 Phys-Rev-STPER.9.010102.
Introductory Labs to Engage Students in [16] Putra, S.R. 2013. Desain Belajar Mengajar
Experimental Design, American Journal Of Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta: Diva Press.
Physics,. 2006. 74, p. 979. [17] Popper, K. 2005. The Logic of Scientific
[8] Feynman, R. Goal of The introductory Physics Discovery. This Edotion Published. New York:
Laboratory. Association of Physics Teachers. The Taylor & Francis e-Library.
American Journals Physics. 1998. 6(6). [18] Reif, F.Millikan Lecture 1994. Understanding
[9] Guilford, J.P. Some Changes in The structure of an teaching Important Scientific Thought
intelect model. Educational and Psychological Processes. American Journal of Physics. 1995.
Measurement Journals, 1988. 48: 1-4. 63(1).
[10] Gunawan. Model Pembelajaran Berbasis MMI [19] Santyasa, I W.2003. Pembelajaran Fisika
untuk meningkatkan Penguasaan Konsep Calon berbasis Keterampilan Berpikir Sebagai
Guru pada Materi Elastisitas. Jurnal Penelitian Alternatif Implementasi KBK. Makalah.
Pendidikan IPA. 2(1), 2010, p. 11-21. Disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi
[11] Herman. 2015. Pengembangan LKPD Gerak Pembelajaran, 22-23 Agustus 2003.
Melingkar: hubungan kecepatan sudut ω dan Yogyakarta.
kecepatan linier v, Berbasis Keterampilan [20] Wattimena, H.S., Suhandi, A., Setiawan, A
Proses Sains. Prosiding. Seminar Nasional (2014). Profil Penyelenggaraan Praktikum
Lemlit UNM ‘Optimalisasi Hasil-hasil Fisika Sekolah sebagai Penyiapan
Penelitian dalam menunjang Pembangunan Mengembangkan Kreativitas Calon Guru.
Berkelanjutan. 13 Juni 2015. ISSN 2460-1322, Jurnal Pendidikan Dasar PGSD FKIP Unpati 2-
p.964-971. Makassar. 6.
[12] Hamper, Chris. Higher Level (plus standard [21] Wenning, C. J. A Framework for Teaching The
level options) Physics. London, Pearson Nature of Science. Journal Of Physics Teacher
Eductional Limited , 2009, p. 83-87. Education Online, 3(3), (2006) p. 3-10.
[13] Kurniawan, Wawan & Endah H, Diana: [22] Wiyanto, Pengembangan Kemampuan
Pembelajaran Fisika dengan Metode Inquiry Merancang Kegiatan Laboratorium Fisika
Terbimbing untuk mengembangkan Berbasis Inkuiri bagi mahasiswa Calon Guru.
Keterampilan Proses Sains, JP2F, 1(2), 2010, p. Jurnal Universitas Negeri Semarang-Jurusan
149-158. Fisika FMIPA. 2005-b.
66
Idawati Supu dan Akhiruddin Maddu / Prosiding SNF-MKS 2015
ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan film tipis TiO2 (titanium oxide) dengan variasi suhu kalsinasi dengan
metode sol-gel. Dari hasil XRD menunjukkan kristalinitas dan ukuran kristal yang makin meningkat
dengan penambahan suhu, serta terjadi transformasi fase dari anatase menjadi rutil pada suhu
kalsinasi di atas 8000C. Berdasarkan hasil SEM, peningkatan suhu kalsinasi dapat menambah ukuran
butir dan ukuran pori partikel TiO2. Ketebalan pelapisan film mempengaruhi sifat optik terutama
proses absorbsi material. Karakterisasi optik TiO2 menggunakan spektrofotometer UV-Vis
diketahui serapan berada pada daerah UV (306 nm-320 nm). Energi celah (transisi langsung)
semakin berkurang dengan penambahan suhu kalsinasi. Nilai energi celah pada kalsinasi 400oC,
600oC, 800oC masing-masing 3,79 eV, 3,58 eV dan 3,35 eV. Hal ini berkaitan dengan sifat optik,
yaitu koefisien absorbsi bahan.
Kata Kunci: energi gap, suhu kalsinasi, titanium oxide, hydrolisis, transisi langsung
67
Idawati Supu dan Akhiruddin Maddu / Prosiding SNF-MKS 2015
R (211)
R (220)
R (301)
R (112)
R (200)
R (210)
R (002)
R (310)
R (202)
A (103)
A (004)
A (112)
A (200)
A (105)
A (204)
A (116)
A (215)
A (220)
B
Penentuan karakteristik sifat optik film TiO2
A
menggunakan alat spektroskopi Ocean OpticTM
4000 untuk rentang frekuensi UV-Vis. Film TiO2 20 40 60 80
berbentuk transparan sehingga dapat terukur 2 (derajat)
dengan baik. Pengukuran absorbansi tersebut Gambar 1. Pola difraksi sinar-X pada TiO2 fase
dirangkai terlebih dulu dengan menghubungkan antase (A) dan rutil (R) untuk setiap kenaikan
spektrofotometer UV-Vis ke komputer yang telah suhu kalsinasi (A) 400oC, (B) 600oC, (C) 800oC
diinstal software SpectraSuite (Ocean Optics). dan (D) 1000oC
Selanjutnya, holder kuvet dihubungkan langsung
dengan spektrofotometer dan sumber cahaya.
68
Idawati Supu dan Akhiruddin Maddu / Prosiding SNF-MKS 2015
Ukuran kristal dihitung dengan persamaan permukaan yang hampir seragam dan rapat
Debye–Scherrer: sehingga permukaan film terlihat rata, sedangkan
pada suhu 1000oC terlihat batas antar butir secara
0,9 𝜆 jelas sehingga membentuk pori.
𝜎= (1)
𝛽 𝑐𝑜𝑠 𝜃
(b)
Morfologi TiO2
69
Idawati Supu dan Akhiruddin Maddu / Prosiding SNF-MKS 2015
2,5
2,0
Absorbansi (a.u)
1,5 400oC
600oC
800oC
1,0
(e) 0,5
(b), 600oC (c), 800oC (d), dan fase rutil 1000oC (e) Panjang gelombang (nm)
Gambar 3. Spektrum absorpsi film TiO2 anatase
Sifat Optik dan Energi Band Gap TiO2 pada suhu kalsinasi masing-masing 400oC, 600oC
dan 800oC.
Film TiO2 yang ditumbuhkan di atas substrat kaca
dikarakterisasi sifat optik untuk mengetahui Jenis transisi film TiO2 dapat ditentukan
spektrum serapan, dilanjutkan dengan penentuan berdasarkan nilai koefisien absorpsi. Jika nilai
energi celah pita optik. Spektrum serapan TiO2 koefisien lebih besar dari 104 termasuk transisi
anatase dikalsinasi pada suhu yang berbeda tidak langsung, sebaliknya jika koefisien absorpsi
ditunjukkan pada Gambar 3. Daerah absorpsi kurang dari 104 merupakan transisi langsung (16).
pada kisaran ultraviolet (UV) bergeser pada setiap Pada penelitian ini, hasil perhitungan koefisien
kenaikan suhu (306 nm-320 nm). Perbedaan nilai absorpsi rata-rata dari masing-masing suhu
tersebut menunjukkan adanya serapan optik pada kalsinasi 400oC, 600oC, 800oC berturut-turut
panjang gelombang UV. Tepi pita serapan adalah 8,160x102, 1,754x103, dan 4,015x102
bergeser ke wilayah panjang gelombang lebih lebih kecil dari 104 sehingga termasuk transisi
panjang atau frekuensi lebih kecil. Ketika TiO2 langsung. Koefisien absorpsi dapat ditentukan
menyerap energi foton yang lebih besar atau sama menggunakan persamaan:
dengan energi gap yang dimiliki, maka elektron
akan tereksitasi dari pita valensi menuju pita 2,303 𝐴
𝛼= (3)
konduksi, kemampuan absorpsi menjadi 𝑑
meningkat untuk panjang gelombang yang sesuai
dengan energi celah. A adalah absorbansi, α adalah koefisiens
absorpsi, dan d adalah ketebalan film TiO2.
Energi celah dapat ditentukan berdasarkan
koefisien absorpsi dalam persamaan Tauc (1972)
4e+8
yaitu:
𝑛
𝛼ℎ𝑣 = 𝐴(ℎ𝑣 − 𝐸𝑔 ) (2) 3e+8
2
hv) (cm . eV)
2e+8
koefisien absorpsi, hv adalah energi foton, Eg 8000C
2
70
Idawati Supu dan Akhiruddin Maddu / Prosiding SNF-MKS 2015
71
Idawati Supu dan Akhiruddin Maddu / Prosiding SNF-MKS 2015
[11] Cui L, Hui KN, Hui KS, Lee SK, Zhou W , [18] Ge L, Xu M, Fang H, Sun M. 2006.
Wan ZP, Thuc CH. 2012. Facile microwave- Preparation of TiO2 thin film from
assisted hydrothermal synthesis of TiO2 autoclaved sol containing needle-like
nanotubes. Mater Letters. 75: 175–178 anatase crystals. Appl Surf Sci. 253: 720-
[12] Kumar A, Anuj R. Madaria, Zhou C. 2010. 725.
Growth of aligned single-crystalline rutile [19] Karabay I, Yüksel SA, Ongül F, Öztürk S,
TiO2 nanowires on arbitrary substrates and Aslı M. 2012. Structural and Optical
their application in dye-sensitized solar cells. Characterization of TiO2 Thin Films
J Phys Chem C. 114: 7787–7792. Prepared by Sol–Gel Process. Acta Phys Pol
[13] Mills A, Hunte SL. 1997. An overview of A. 121(1): 265-267.
semiconductor photocatalysis. J Photochem [20] Gonz´alez AE, Santiago SG. 2007.
Photobiol A Chem. 108: 1-35. Structural and optoelectronic
[14] Ahmadi M, Ghasemi MR, Rafsanjani HH. characterization of TiO2 films prepared using
2011. Study of different parameters in TiO2 the sol–gel technique. Semicond Sci
nanoparticle formation. J Mat Sci Eng. 5: 87- Technol. 22: 709–716.
93.* [21] Li GH, Yang L, Jin YX, Zhang LD. 2000.
[15] Islam MA, Mir Julfiker Haither, Imran Structural and optical properties of TiO2 thin
Khan, Momtazul Islam. 2012. Optical and film and TiO2 + 2 wt.% ZnFe2O4 composite
structural characterization of TiO2 film prepared by r.f. sputtering. Thin Sol
nanoparticles. J Electric Electron Eng IOSR- Films. 368: 163-167.
JEEE. 3(2): 2278-1676 [22] Reddy KM, Manorama SV, Reddy AR.
[16] Tauc J. 1972. States in the gap. J non crystal 2002. Bandgap studies on anatase titanium
Sol. 8(10): 569-585. dioxide nanoparticles. Mater Chem Phys. 78:
[17] Gao Y, Masuda Y, Peng Z, Tetsu Yonezawa 239–245.
and Kunihito Koumoto. 2003. Room [23] Hasan M.M., Haseeb A. S. M. A., Saidur R,
temperature deposition of a TiO2 thin film Masjuki HH. 2008. Effects of annealing
from aqueous peroxotitanate solution. J treatment on optical properties of anatase
Mater Chem. 13: 608–613. TiO2 thin films. Int J Chem Biol Eng. 1(2):
92-96.
72
Nurlaela Rauf dan Sinarwati / Prosiding SNF-MKS 2015
dan bubuk cangkang telur. Semuanya dalam 2 39,60 52,25 6,52 0,539 - - -
bentuk bubuk ukuran diameter 0,05 mm. Sampel
dengan komposisi perbandingan bahan 1:1:1:1 3 41,64 49,19 7,61 0,428 0,35 - -
berbentuk kotak berukuran 10 mm x10 mm
4 40,75 48,48 9,16 0,406 0,34 - -
menggunakan cairan Vita Opaque Fluid sebagai
bahan perekat. Selanjutnya, sampel dimasukkan 5 42,93 48,93 7,27 0,498 - - -
ke dalam Muffle Furnace untuk proses
73
Nurlaela Rauf dan Sinarwati / Prosiding SNF-MKS 2015
Tabel menunjukkan bahwa sebelum perendaman Tabel 2 menunjukkan bahwa Nilai kekerasan
dalam larutan teh kandungan CaO dan SiO2 pada yang diperoleh setelah perendaman mengalami
sampel sangat tinggi yaitu 48,77%, dan 40,96 % penurunan secara signifikan seiring dengan lama
dan sangat baik digunakan dalam pembuatan gigi waktu perendaman yang diberikan. Pada
tiruan. Kandungan Al2O3 yang diperoleh cukup perendaman 1 jam sampai 5 jam nilai
banyak. Diharapkan dengan kandungan Al2O3 kekerasanyang diperoleh yaitu berturut-turut
cukup dapat digunakan sebagai bahan pengikat 20,80 kg/mm2, 18,20 kg/mm2, 17,51 kg/mm2,
pada bahan sampel gigi tiruan. Pengaruh 16,33 kg/mm2, dan 15,22 kg/mm2. Hal ini
perendaman larutan teh hitam tidak memberi dipengaruhi dari tingkat keasaman (pH) larutan
perubahan yang berarti pada komposisi oksida teh hitam yang bersifat asam (5,24) dan berada
dalam sampel. dibawah batas pH kritis. Kekerasan menurun
hingga 50% setelah perendaman larutan teh hitam
Kandungan Fe2O3 dan K2O yang diperoleh selama 5 jam. Hal yang serupa dilaporkan oleh
sangat rendah dan sesuai dengan yang diharapkan Edhie Arif Prasetyo dalam penelitiannya pada
yaitu kurang dari 1,00 %, dan juga tidak ada keasaman minuman ringan [6].
kandungan MgO dan SO3. Keempat senyawa
tersebut merupakan senyawa yang dapat Pengujian kuat tekan dilakukan dengan
memberikan pengaruh terhadap kualitas warna memberikan tekanan tertentu pada permukaan
pada sampel gigi tiruan. sampel untuk melihat kemampuan bahan
menahan tekanan yang menyebabkan benda atau
Pengujian tingkat kekerasan sampel dilakukan bahan tersebut mengalami kerusakan. Hasil
sebelum dan setelah perendaman larutan teh pengujian kuat tekan sampel gigi tiruan sebelum
hitam. Larutan teh hitam yang digunakan dan setelah perendaman dapat dilihat pada tabel
memiliki sifat asam dengan ph = 5,24 dan berada berikut ini.
dibawah batas pH kritis (5,5). Larutan yang Tabel 3 Hasil uji kuat tekan
memiliki pH dibawah 5,5 apabila berkontak Waktu Kuat tekan
langsung dengan email (lapisan terluar) gigi Sampel
(Jam) (kg/mm2)
manusia akan menyebabkan terjadinya proses
demineralisasi. Demineralisasi merupakan proses K0 0 15,57
perpindahan mineral dalam bentuk ion-ion K1 1 10,63
mineral dari email gigi atau dikenal dengan
kelarutan email [5]. Sehingga, nilai kekerasan K2 2 9,86
sampel gigi tiruan yang diperoleh menjadi K3 3 9,52
berkurang dari sebelum perendaman.
K4 4 9,37
Hasil pengujian memperlihatkan penurunan nilai
kekerasan dengan bertambahnya waktu K5 5 5,45
perendaman dalam larutan teh hitam. Sifat asam
dari larutan perendaman menyebabkan terjadinya Sama halnya dengan hasil pengujian kekerasan,
proses demineralisasi dan kerapuhan pada sampel nilai kuat tekan yang diperoleh juga mengalami
keramik untuk penggunaan sebagai gigi tiruan. penurunan setelah dilakukan perendaman bahkan
Tabel 2 Hasil uji kekerasan sampel hasil yang diperoleh lebih rendah dari pada nilai
kekerasannya baik sebelum perendaman maupun
Waktu Kekerasan setelah perendaman. Semakin lama waktu
Sampel
(Jam) (kg/mm2) perendaman sampel gigi tiruan dalam larutan
K0 0 31,67 yang bersifat asam (larutan teh hitam) maka akan
semakin banyak pula ion-ion mineral struktur
K1 1 20,80 penyusun dari gigi yang terlepas sehingga
K2 2 18,20
mempengaruhi kekuatan pada sampel gigi tiruan.
K3 3 17,51
Selain itu, hal tersebut juga dipengaruhi dari
kandungan zat tannin dan kafein yang terdapat
K4 4 16,33 dalam larutan teh hitam. Tannin dan kafein
merupakan senyawa yang dapat meningkatkan
K5 5 15,22
terjadinya perubahan warna pada gigi manusia
[7].
74
Nurlaela Rauf dan Sinarwati / Prosiding SNF-MKS 2015
75
Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
Kata Kunci: Pengaruh suhu, sensor pergeseran, dan serat optik plastik
76
Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
pengukuran yang sederhana. Prinsip kerja sensor selubung, dan inti masing-masing adalah 2,2
pergeseran konfigurasi lurus adalah terjadinya mm, 1 mm, dan 0,98 mm. Serat optik ini
perubahan rugi daya sensor akibat perubahan memiliki numerical aperture (NA) sebesar 0,5
panjang pada serat optik yang searah dan dengan temperatur operasional adalah -45°C
sebanding dengan perubahan pergeseran. sampai dengan +85°C. Material inti dan
selubung serat optik yang digunakan terbuat dari
Selanjutnya pada penelitian ini akan
bahan polymethyl metacrylate (PMMA) dan
menganalisa pengaruh perubahan suhu terhadap
fluorinated polymer. Indeks bias inti dan
perubahan rugi daya pada sensor pergeseran
selubung serat optik masing-masing adalah ninti
berbasis serat optik plastik. Pada penerapan
= 1,492 dan nselubung = 1,402.
sensor pergeseran berbasis serat optik plastik,
variabel suhu merupakan salah satu faktor yang Pada kedua ujung serat optik plastik
dapat mempengaruhi perubahan rugi daya pada dihubungkan dengan sumber cahaya LED infra
sensor. Oleh karena itu, pengukuran pengaruh merah dan detektor sebagai penerima cahaya.
suhu pada sensor pergeseran sangat dibutuhkan Sensor pergeseran terbuat dari serat optik plastik
untuk melakukan koreksi terhadap rugi daya dengan jaket dikupas pada bagian tengah
pada sensor. Sehingga rugi daya pada sensor sepanjang 12 cm. Bagian ini berfungsi sebagai
sebanding dengan pergeseran yang terjadi. Hasil sensor yang terdiri dari inti dan selubung. Pada
penelitian ini diharapkan dapat diperoleh hasil salah satu ujung sensor disambungkan dengan
pengukuran sensor pergeseran konfigurasi lurus LED infra merah (IF-E91A yang memancarkan
yang lebih akurat dan terkoreksi oleh perubahan cahaya dengan panjang gelombang 950 nm.
suhu lingkungan di sekitarnya. Ujung sensor lainnya disambungkan dengan
detektor cahaya tipe S120C dengan panjang
II. METODOLOGI PENELITIAN
gelombang 400 sampai dengan 1100 nm yang
Serat optik plastik yang digunakan pada dihubungkan dengan optical power meter jenis
penelitian ini adalah jenis serat moda-jamak Thorlabs PM100D. Skema sensor pergeseran
indeks tangga (multi-mode step index) dengan dan pengaruh suhu terhadap rugi daya pada
panjang 30 cm. Sensor berbasis serat optik sensor dengan konfigurasi lurus berbasis serat
plastik menggunakan serat Mitsubishi Rayon optik plastik seperti yang ditampilkan pada
SH-4001 dengan diameter lapisan jaket, Gambar 1.
Pemanas
Detektor
POF Cahaya
Sumber Optical
Catu Power
Cahaya
Daya Meter
LED
Cahaya dari LED infra merah ditransmisikan perubahan pergeseran atau suhu tersebut.
melalui serat optik plastik, kemudian diterima Perubahan deformasi dalam bentuk perubahan
oleh detektor cahaya dan diteruskan ke optical panjang, jari-jari, dan perubahan indeks bias
power meter. Ketika terjadi perubahan pada serat optik plastik yang dapat
pergeseran atau perubahan suhu pada sensor, menimbulkan perubahan intensitas cahaya
maka serat optik plastik mengalami gangguan yang diterima oleh detektor cahaya. Perubahan
berupa perubahan deformasi oleh akibat intensitas cahaya pada detektor akan
77
Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
3,5
3,4
3,3
Rugi Daya (dB)
3,2
3,1
3,0
2,9
2,8
0 2 4 6 8 10
Pergeseran (mm)
Gambar 2. Variasi rugi daya terhadap pergeseran pada sensor konfigurasi lurus
78
Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
Resolusi pengukuran adalah merupakan nilai koefisien muai panas yaitu ∝ = 70x10-6/°K dan
terkecil yang mampu dideteksi oleh alat ukur. koefisien termo-optik yaitu 𝛽 = -1,2x10-4/°K
Resolusi sensor pergeseran dapat dihitung [10]. Dengan menggunakan koefisien muai
dengan menggunakan persamaan berikut: panas dan koefisien termo-optik, maka
𝑁 perubahan panjang serat optik (𝛥𝐿), perubahan
𝑅= (6)
𝑆 jari-jari inti (𝛥𝑎), dan perubahan indeks bias
dimana N adalah skala terkecil yang dapat (𝛥𝑛) akibat dari perubahan suhu (∆𝑇) pada
dideteksi oleh optical power meter yaitu 0,001 sensor, dapat dinyatakan [9]:
dB, sehingga nilai resolusi dapat dihitung L L T (7)
berdasarkan data sensitivitas di atas.
a a T (8)
Data dari hasil pengukuran rugi daya terhadap
perubahan pergeseran pada sensor berbasis serat n n T (9)
optik plastik konfigurasi lurus dapat dianalisis dimana ∝ adalah koefisen muai panas dan 𝛽
menggunakan persamaan (4), (5), dan (6). Dari adalah koefisien termo-optik.
hasil perhitungan karakteristik sensor pergeseran
konfigurasi lurus berbasis serat optik plastik, Suhu pada sensor pergeseran dan suhu
maka diperoleh range rugi daya adalah 0,591 dB, lingkungan sekitarnya dipantau menggunakan
sensitivitas adalah 0,059 dB/mm dan resolusi termokopel. Pengaturan perubahan suhu melalui
adalah 0,017 mm. Perubahan rugi daya pemanas dengan penerapan isolasi termal dan
sebanding dengan perubahan pergeseran yang membatasi kecepatan pemanasan yaitu
diterapkan pada sensor. Semakin besar 1°C/menit. Terjadinya perubahan suhu pada
pergeseran yang diterapkan pada sensor, maka sensor mengakibatkan pemuaian baik panjang
semakin besar pula rugi daya yang terjadi pada maupun jari-jari, dan perubahan indeks bias pada
sensor. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian serat optik plastik yang menimbulkan terjadinya
sebelumnya bahwa perubahan pergeseran pada rugi-rugi daya sepanjang sensor. Dari hasil
sensor berbasis polymer fiber bragg grating pengukuran pengaruh suhu terhadap rugi daya
sebanding dengan perubahan pergeseran pada sensor pergeseran konfigurasi lurus
panjang gelombang [2]. berbasis serat optik plastik menunjukkan bahwa
rugi daya semakin meningkat seiring dengan
Pengujian selanjutnya adalah untuk kenaikan suhu.
menganalisis pengaruh suhu lingkungan
terhadap rugi daya pada sensor pergeseran Dari hasil analisis data pengaruh suhu terhadap
konfigurasi lurus berbasis serat optik plastik. Hal rugi daya pada sensor pergeseran konfigurasi
ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana lurus menunjukkan bahwa semakin tinggi
pengaruh suhu terhadap perubahan rugi daya pergeseran, maka semakin tinggi pula rugi daya
sensor pergeseran berbasis serat optik plastik. pada sensor. Nilai karakteristik pengaruh suhu
Hasil penelitian pengaruh suhu terhadap rugi terhadap rugi daya diperoleh range rugi daya
daya dapat digunakan untuk menentukan hasil adalah 0,028 dB, sensitivitas adalah 0,402
pengukuran pergeseran secara akurat. Hasil mdB/°C, dan sensitivitas suhu persatuan panjang
pengukuran pengaruh suhu terhadap rugi daya adalah 3,35 mdB/°C.m-1. Semakin tinggi suhu
pada sensor pergeseran konfigurasi lurus pada sensor, maka semakin besar rugi daya pada
berbasis serat optik plastik secara lengkap sensor. Sangat menarik dicatat bahwa sensor dari
ditampilkan seperti pada Gambar 3. serat optik plastik berbeda dengan serat optik
silika. Serat optik plastik memiliki koefisien
Terdapat dua parameter yang menjadi ciri termo-optik negatif, karena efek dominan dari
pengaruh suhu pada serat optik plastik yaitu perubahan kepadatan dengan suhu [9].
koefisien muai panas (Thermal Expansion
Coefficient = TEC) dan koefisien termo-optik Jika diasumsikan bahwa perubahan suhu
(Thermo-Optic Coefficient = TOC). Koefisien lingkungan yang dapat terjadi selama sehari
muai panas mencirikan pemuaian fisik atau pengukuran adalah 5°C, maka perubahan rugi
kontraksi volume material, sedangkan koefisien daya sensor pergeseran konfigurasi lurus
termo-optik mencirikan perubahan indeks bias berbasis serat optik plastik adalah ΔdB = 0,402
sebagai respon dari perubahan suhu. Pada serat mdB/°C x 5°C = 0,002 dB. Sedangkan
optik plastik PMMA yang digunakan memiliki sensitivitas sensor pergeseran konfigurasi lurus
79
Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
2,855
2,850
2,840
2,835
2,830
2,825
2,820
25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
Suhu (°C)
Gambar 3. Variasi rugi daya terhadap suhu pada sensor pergeseran konfigurasi lurus
berbasis serat optik plastik dengan panjang terhadap perubahan rugi daya pada sensor
sensor 12 cm yang diperoleh di atas adalah 0,059 pergeseran konfigurasi lurus berbasis serat optik
dB/mm dan resolusinya adalah 0,017 mm. Jika plastik.
perubahan rugi daya yang terjadi selama proses
REFERENSI
pengukuran dibagi dengan sensitivitas sensor
pergeseran, maka perubahan pergeseran yang [1] Fidanboylu, K., and Efendioglu, H. S.
dapat terjadi adalah Δx = 0,034 mm. Sehingga 2009. Fiber Optic Sensors and Their
persentase perubahan pergeseran yang dapat Applications. 5th International Advanced
terjadi selama sehari proses pengukuran pada Technologies Symposium (IATS), May
sensor pergeseran dengan rentang pergeseran 13-15, pp. 1-6.
dari 0 sampai dengan 10 mm adalah [2] Liu, H. B., Liu, H. Y., Peng, G. D. Peng,
0,034 𝑚𝑚 and Chu, P. L. 2003. Strain and
10 𝑚𝑚
𝑥100% = 0,34%. Nilai persentase
Temperature Sensor Using A
perubahan pergeseran ini sangat kecil dan dapat
Combination Of Polymer and Silica
dianggap bahwa pengaruh suhu lingkungan
Fibre Bragg Gratings, Optics
dalam sehari proses pengukuran tidak signifikan
Communications, vol. 219, pp. 139–142.
berpengaruh terhadap rugi daya pada sensor
[3] Liu, H. Y., Liu, H. B., and Peng, G. D.
pergeseran.
2005. Strain Sensing Characterization of
IV. KESIMPULAN Polymer Optical Fibre Bragg Gratings,
Proceedings of SPIE, vol. 5855, pp. 663-
Pada penelitian ini telah menghasilkan sensor
666.
pergeseran konfigurasi lurus berbasis serat
[4] Kiesel, S., Peters, K., Hassan T., and
optik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Kowalsky M. 2007. Behaviour of
semakin besar pergeseran yang diterapkan pada
Intrinsic Polymer Optical Fibre Sensor
sensor, maka semakin besar pula rugi daya yang
for Large-Strain Applications,
terjadi pada sensor. Nilai sensitivitas dan
Measurement Science and Technology,
resolusi sensor pergeseran konfigurasi lurus
vol. 18, pp. 3144-3154.
adalah 0,059 dB/mm dan resolusi adalah 0,017
[5] Yuan, W., Stefani, A., Andresen, S., and
mm. Hasil pengujian pengaruh suhu terhadap
Bang, O. 2010. Tensile Strain and
perubahan rugi daya pada sensor pergeseran
Temperature Characterization of FBGs in
menunjukkan bahwa sensitivitasnya adalah
Preannealed Polymer Optical Fibers, Opto
0,402 mdB/°C dan sensitivitas suhu persatuan
Electronics and Communications
panjang adalah 3,35 mdB/°C.m-1. Dari hasil
Conference (OECC) Technical Digest,
perhitungan diperoleh bahwa pengaruh
Sapporo Convention Center, Japan, pp.
perubahan suhu lingkungan (sekitar 5°C/hari)
810-811.
dalam proses pengukuran tidak signifikan
80
Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
[6] Liehr, S., Lenke, P., Wendt, M., Krebber, [8] Arifin. 2015. Pengembangan Sensor
K., Seeger, M., Thiele, E., Metschies, H., Regangan dan Pergeseran Berbasis Serat
Gebreselassie B., and Christian M. J. 2009. Optik, Disertasi Jurusan Fisika FMIPA ITS,
Polymer Optical Fiber Sensors for Surabaya.
Distributed Strain Measurement and [9] Hatta, A. M., Semenova, Y., Wu, Q., and
Application in Structural Health Farrell, G. (2010d), “Strain Sensor Based
Monitoring, IEEE Sensors Journal, vol. 9, on A Pair of Singlemode- Multimode-
no. 11, pp. 1330-1338. Singlemode Fiber Structures in A
[7] Perrone, G., and Vallan A. 2008. A Ratiometric Power Measurement Scheme”,
Displacement Measurement System Based Optical Society of America. Applied Optics,
on Polymer Optical Fibers, IEEE vol. 49, no. 3, pp. 536-541.
International Instrumentation and [10] Lopez, M. S., Fender, A., MacPherson, W.
Measurement Technology Conference, May N., Barton, J. S., and Jones, J. D. C. 2005.
12-15, Victoria, Vancouver Island, Canada, Strain and Temperature Sensitivity of A
pp. 1-5. Single-Mode Polymer Optical Fiber, Optics
Letters, vol. 30, no. 23, pp. 3129-3131.
81
Bualkar Abdullah / Prosiding SNF-MKS 2015
I. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi begitu 2q
2x
82
Bualkar Abdullah / Prosiding SNF-MKS 2015
1/ 4
1 1 ( s ) 2 Tabel 1 Pengaruh Perubahan Impedansi akibat
s 2w
Z0 = A ln 2 1/ 4
; perubahan sudut
1 1 ( s ) 2
s 2w
30
dengan, A = = 19,48, maka Tabel 2 Pengaruh Perubahan Impedansi BSA
eff akibat perubahan s
1/ 4
1 1 ( s ) 2
s 2w
Z0 = A ln 2 1/ 4 (1)
s 2 Data pada Tabel 1, menunjukkan bahwa makin
1 1 ( )
s 2w besar sudut putarnya semakin besar pula
impedansinya. Hal ini disebabkan oleh
Z0 = f(s,w)
mengecilnya kapasitansininya karena jarak
s = f(l) dan w = f(l)
semakin besar.
Z 0 Z 0 w Z 0 s Selanjutnya adalah menggeser kedua segitiga
A (width line Coplanar) tersebut kearah yang saling
l w l s l
mendekati sedemikian sehingga jarak antara
kedua width line tersebut sesuai dengan yang di
inginkan (Gambar 3), hasilnya diperoleh pada
Tabel 2. Pergeseran ini menyebabkan perubahan
(2) kapasitansi menjadi lebih besar sehingga
impedansinya semakin kecil. Penentuan jarak ini
Untuk mendapatkan elemen model dasi kupu- (disebut sebagai slot line atau slot width) akan
kupu dilakukan dua tahap, pertama adalah mempengaruhi impedansi masukan dari antena,
memutar segitiga tersebut dengan arah yang makin kecil lebar slot linenya semakin kecil
saling berlawanan masing-masing sebesar 900 impedansi masukan yang dihasilkan. Selain dari
dan yang kedua adalah menggeser kedua segitiga pada itu, kemampuan alat yang digunakan untuk
tersebut pada arah yang saling mendekat fabrikasi juga perlu diperhatikan dalam
sedemikian sehingga sesuai dengan jarak s yang menentukan lebar slot line untuk memudahkan
di inginkan. Perputaran segitiga mengakibatkan proses fabrikasi yang dilakukan.
inpedansinya semakin besar. Pergeseran elemen
segitiga yang saling mendekat mengakibatkan Pergeseran posisi kedua elemen yang saling
impedansinya semakin kecil. mendekat tersebut sampai dengan pada jarak yang
di inginkan tidak lagi melibatkan parameter lain
Perputaran segitiga tidak menyebabkan selain parameter s (slot width) itu sendiri,
perubahan pada parameter width line (w), tetapi sehingga impedansi masukan pada elemen
akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada tersebut dapat dihitung pada posisi akhir (elemen
slot line (s) sehingga impedansi masukan pada sudah berbentuk Bowtie), diperoleh impedansi
antena tersebut juga berubah8) ( Edward, T, 1995). masukan sebagai berikut:
Pada Gambar 2 segitiga di putar ke arah kanan
masing-;masing 18,520; 300, 450, 600 dan 71,080
terhadap sumbu y. Begitu juga dengan segitiga
lainnya diputar ke arah kiri pada sudut yang sama
besar terhadap sumbu y. Hasilnya diperoleh
seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
83
Bualkar Abdullah / Prosiding SNF-MKS 2015
84
Yusran dan Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
85
Yusran dan Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
digunakan untuk pengukuran massa kendaraan (IF-E91A) yang memancarkan cahaya dengan
yang sedang bergerak. Sensor massa berbasis panjang gelombang 950 nm dan fototransistor
serat optik plastik yang dibuat memiliki (IF-D92) sebagai detektor cahaya. Panjang
keunggulan yaitu, teknik pengukuran sederhana, sensor serat optik plastik yang digunakan adalah
fabrikasi mudah dan biaya murah. 1 meter dengan nilai celah numerik NA = 0.5.
Jenis serat optik plastik yang digunakan adalah
II. METODOLOGI PENELITIAN Mitsubishi Rayon SH-4001 dengan diameter
Skema penelitian sensor serat optik plastik lapisan jaket, selubung, dan inti masing-masing
berbasis modulasi itensitas cahaya untuk adalah 2,2 mm, 1 mm, dan 0,98 mm. Inti dan
pengukuran massa secara lengkap ditampilkan selubung dari serat optik plastik terbuat dari
seperti pada Gambar 1(a). Pada penelitian ini bahan polymethyl metacrylate (PMMA) dan
menggunakan sumber cahaya LED infra merah fluorinated polymer dengan indeks bias masing-
masing adalah nco = 1,492 dan ncl = 1,402.
(a)
(b) (c)
Gambar. 1. Sensor berbasis modulasi intensitas (a) Skema sensor pengukuran massa, (b) Sensor
sebelum terbebani, (c) Sensor setelah terbebani.
Serat optik yang digunakan sebagai sensor dari 1 loop, 2 loop, 3 loop, dan 4 loop dengan
dibuat dalam bentuk lilitan (loop) yang dipasang peubahan massa yang sama.
di antara dua buah plat dan di topang oleh empat
Kondisi sensor dalam keadaan tidak terbebani
buah pegas yang ditampilkan seperti pada
dan terbebani ditampilkan seperti pada Gambar
Gambar 1(b) dan 1(c). Pada kedua ujung serat
1(b) dan 1(c). Jika massa diletakkan di atas plat
optik dipasang LED sebagai sumber cahaya dan
penahan, maka massa akan menekan sensor serat
fototransistor sebagai detektor cahaya.
optik plastik ke bawah sehingga lekukan pada
Pengukuran daya keluaran pada sensor
loop semakin bertambah besar. Pertambahan
dilakukan pada setiap perubahan massa 100
lekukan pada serat optik mengakibatkan rugi
gram mulai dari 0 sampai dengan 4000 gram
daya semakin meningkat dan sebaliknya
yang ditempatkan di atas plat yang di topang
tegangan keluaran pada alat ukur semakin kecil.
oleh pegas. Proses pengambilan data dilakukan
Pengukuran tegangan keluaran pada sensor juga
secara berulang untuk setiap jumlah loop mulai
dilakukan dengan variasi ukuran diameter loop
dan variasi konstanta pegas yang dipasang pada
86
Yusran dan Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
sensor. Hal ini dilakukan untuk menentukan nilai yang berbeda dengan konstanta pegas masing-
range, sensitivitas dan resolusi yang terbaik dari masing adalah 1000 N/m, 500 N/m dan 11 N/m.
alat ukur massa tersebut. Pegas dengan elastisitas tinggi cenderung
memiliki tingkat respon yang lebih baik dan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
cocok untuk pengukuran dengan massa yang
Hasil penelitian sensor serat optik untuk kecil. Sedangkan pegas dengan elastisitas yang
pengukuran massa menunjukkan bahwa rendah dan memiliki respon yang kurang baik
perubahan massa terukur sebanding dengan dapat digunakan untuk pengukuran massa yang
perubahan tegangan keluaran yang dihasilkan. besar.
Data hasil pengukuran tegangan keluaran pada
Dari data hasil pengukuran dilakukan
sensor massa berbasis serat optik plastik untuk
pengolahan data untuk untuk menentukan range
jumlah loop yang bervariasi dan diameter loop
tegangan keluaran, sensitivitas dan resolusi
yang tetap yaitu 6 cm, seperti ditampilkan pada
sensor. Sensitivitas dapat di hitung dengan
Gambar 2. Pengukuran tegangan keluaran
menggunakan persamaan berikut.
dilakukan pada setiap perubahan massa 100
gram mulai dari 0 sampai dengan 4000 gram
untuk diameter loop yang tetap. Hasil VMax −VMin
S= (1)
pengukuran yang diperoleh nampak bahwa MMax −MMin
Selanjutnya pengukuran dilakukan untuk variasi Resolusi sensor massa berbasis serat optik
diameter loop dengan jumlah loop yang sama. plastik dapat dihitung dengan menggunakan
Pengukuran tegangan keluaran dilakukan untuk persamaan 2 berikut ini.
setiap perubahan massa yang sama. Hasil N
R= (2)
pengukuran daya keluaran pada sensor terhadap S
perubahan massa dengan variasi diameter loop dimana 𝑁 adalah skala terkecil yang dapat di
ditampilkan seperti pada Gambar 3. Dari grafik ukur oleh voltmeter yaitu 0,01 volt dan S adalah
data hasil pengukuran diperoleh bahwa semakin sensitivitas sensor. Dengan menggunakan
kecil diameter loop pada sensor massa, maka persamaan (1) dan (2) di atas, maka hasil
sensitivitas semakin tinggi dan resolusi semakin perhitungan dapat di lihat seperti pada Tabel 1.
kecil.
Penelitian dilanjutkan dengan variasi beberapa
jenis pegas dengan elastisitas yang berbeda.
Hasil yang diperoleh bahwa jika menggunakan
pegas yang berbeda, maka perubahan tegangan
keluaran yang dihasilkan juga berbeda. Grafik
hasil pengukuran daya keluaran terhadap
perubahan massa pada setiap jenis pegas yang
berbeda ditampilkan seperti pada Gambar 4.
Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis pegas
87
Yusran dan Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
Tegangan (Volt)
6
5.9
5.8
5.7 1 loop
2 loop
5.6
3 loop
5.5
0 1000 2000 3000 4000
Massa (Gram)
Gambar 2. Grafik hasil pengukuran sensor massa dengan variasi jumlah loop dengan diameter loop
6 cm
5
Variasi Diameter loop
4
Tegangan (V)
2 D1 = 5,5
cm
1 D2 = 4,5
cm
0
0 200 400 600 800 1000 1200
Massa (Gram)
Gambar 3. Hasil pengukuran sensor massa dengan variasi diameter loop yang berbeda.
Variasi Jenis Pegas
5
4
Tegangan (volt)
2 pegas 1
pegas 2
1
pegas 3
0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Massa (gram)
Gambar 4. Grafik hasil pengukuran sensor massa dengan jenis pegas yang berbeda.
88
Yusran dan Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
Tabel 1. Karakteristik Sensor Massa dengan dengan baik. Hal ini sesuai dengan hasil
Variasi Jumlah Loop penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh
Jumlah Range Sensitivitas Resolusi
Batenko dkk. yang menyatakan bahwa tegangan
Loop (Volt) (mV/Gram) (Gram) keluaran menurun seiring dengan meningkatnya
1 0,166 0,042 240,964 massa yang diberikan pada sensor [11].
2 0,277 0,057 176,210 IV. KESIMPULAN
3 0,31 0,077 129,032
Dari hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa
4 0,42 0,105 95,238
untuk mendapatkan sensor yang baik dapat
dilakukan dengan peningkatan range daya
Tabel 1. Menunjukkan bahwa hasil perhitungan keluaran dan sensitivitas sensor serta
range, sensitivitas dan resolusi sensor dengan memperkecil resolusi sensor. Hal ini dapat
variasi jumlah loop. Dapat dilihat bahwa range, dilakukan dengan memperbanyak jumlah loop
sensitivitas dan resolusi sensor semakin baik sensor, memperkecil diameter loop sensor dan
dengan peningkatan jumlah loop. memperkecil konstanta pegas yang digunakan
Data karakteristik hasil pengukuran sensor massa sebagai penopang. Penggunaan sensor massa
dengan variasi diameter loop dapat dilihat pada dapat diaplikasikan untuk berbagai tingkat
Tabel 2. pengukuran massa yang berbeda tergantung pada
elastisitas pegas yang digunakan. Besar kecilnya
Tabel 2. Karakteristik Sensor Massa dengan
massa yang akan diukur sangat bergantung
Variasi Diameter Loop
kepada kesesuaian konstanta pegas yang
Diameter Range Sensitivitas Resolusi digunakan.
(cm) (Volt) (mV/Gram) (Gram)
5,5 2,54 2,116 4,724 REFERENSI
4,5 3,11 2,592 3,858 [1] Arifin, A., Hatta, A. M., Muntini, M. S., dan
4 3,66 3,050 3,278 Rubiyanto, A. 2014, Bent of Plastic Optical
Fiber with Structural Imperfection for
Pada Tabel 2. Menunjukkan bahwa diameter loop Displacement Sensor, Indian Journal of
mempengaruhi karakteristik sensor. Semakin Pure & Applied Physics (IJPAP), NISCAIR
kecil diameter loop sensor, maka semakin tinggi Publication, Vol. 52, no 8, pp. 520-524.
range dan sensitivitas sensor serta resolusi [2] Remouche, M., Georges, F., dan Meyrueis,
semakin kecil. P. 2012, Flexible Optical Waveguide Bent
Hasil pengukuran karakteristik sensor dengan Loss Atenuation Effects Analysis and
variasi konstanta pegas ditampilkan seperti pada Modeling Aplication to an Intrinsic Optical
Tabel 3. Fiber Temperature Sensor, Optics and
Photonics Journal (OPJ), vol. 2, pp. 1-7.
Tabel 3. Karakteristik Sensor Massa dengan
Variasi Konstanta Pegas [3] Kuang, J. H., Chen, P. C., dan Chen, Y. C.
2010, Plastic Optical Fiber Displacement
Tetapan Sensor Based on Dual Cycling Bending,
Range Sensitivitas Resolusi
Pegas Sensors 2010, vol. 10.
(Volt) (Volt/Gram) (Gram)
(N/m)
1000 0,53 0,441 22,641 [4] Mejia-Aranda, A. R., Basurto-Pensado, M.
500 1,57 1,308 7,643 A., Antunez-Ceron, E. E., Castro-Gómez, L.
11 3,66 3,050 3,278 L., Urquiza-Beltran, G., Rodriguez, J. A.,
García, J. C., Sánchez-Mondragón, J. J.,
Ruiz-Pérez, V. I. 2013, Fiber Optic Pressure
Hasil pengukuran pada Tabel 3 menunjukkan
Sensor of 0-0.36 psi by Multimode
bahwa perubahan konstanta pegas mempengaruhi
Interference, Journal of Applied Research
range, sensitivitas dan resolusi sensor. Semakin
and Technology, vol. 11, pp. 695‐701.
kecil konstanta pegas yang digunakan, maka
semakin tinggi range tegangan keluaran dan [5] En, D., Zhou, C., dan Shi, X. 2013, Research
sensitivitas sensor, serta semakin kecil of Optic-Fiber Pressure Sensor Based On
resolusinya. MOEMS, International Journal of Digital
Content Technology and its Applications
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan (JDCTA), vol. 7, no. 7, pp. 627-634.
menunjukkan bahwa sensor yang dibuat bekerja
89
Yusran dan Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
[6] Tosi, D., Olivero, M., Vallan, A. and Highways, Sensors 2008, vol. 8, pp. 2551-
Perrone, G. 2010, Weigh In Motion Through 2568.
Fibre Bragg Grating Optical Sensor, [10] Červeňová, J., Iglarčík, M. 2013, Weight
Electronic Letters, 19th August 2010, vol. Measurements Using Microbending
46, no. 17, pp. Optical Fibre Sensor and OTDR,
[7] Uva, G., Porcoa, F., Fiore, A., Porco, G. Measurement 2013, Proceedings of the
2014, Structural Monitoring Using Fiber 9th International Conference, Smolenice,
Optic Sensor Of a Pre-Stressed Concret Slovakia, pp. 243-246.
Viaduct during Construction Phases, [11] Batenko, A., Grakovski, A., Kabashkin,
Elsevier Publication, vol. 2, pp. 27–37. I., Petersons, E. Dan Sikerzhicki, Y.
[8] Ishizuka, S., Itoh, N. dan Minemoto, H. 2011, Problems of fibre Optic Sensor
1997, Optical Fiber Current sensor using Aplication in Weight-In-Motion (WIM)
Garnet Crystal for Power Distribution Fields, Sistems”, Proceedings of the 11th
Optical Review, vol. 4, no. 1A, pp. 45-49. International Conference Reliability and
[9] Malla, R. B., Sen, A., dan Garrick, N. W. Statistics in Transportation and
2008, A Special Fiber Optic Sensor for Communication (Relstat’11), vol. 1019,
Measuring Wheel Loads of Vehicles on pp. 311-316.
90
Rosdia dan Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
91
Rosdia dan Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
dapat dihubungkan dengan perangkat sistem diameter lapisan jaket, selubung, dan inti
pengukuran yang lain. masing-masing adalah 2,2 mm, 1 mm, dan 0,98
mm. Serat optik polimer dengan indeks bias inti
II. METODOLOGI PENELITIAN
dan selubung masing-masing adalah ninti = 1,492
Serat optik polimer yang digunakan dalam dan nselubung = 1,402 dengan nilai celah numerik
penelitian ini adalah serat moda-jamak indeks NA = 0,5. Sumber cahaya LED jenis IF-E91A
tangga (multi-mode step index fiber) jenis dengan panjang gelombang maksimum 950 nm,
Mitsubishi Rayon SH-4001 yang terbuat dari dan fotodetektor menggunakan fototransistor
bahan polymethyl metacrylate (PMMA) dengan jenis IF-D92.
92
Rosdia dan Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
mengukur larutan glukosa, yaitu sensor serat jenis dan panjang sensor yang berbeda. Hasil
optik polimer dengan menggunakan selubung pengukuran tegangan keluaran sensor glukosa
dan tanpa selubung dengan variasi panjang berbasis serat optik polimer ditampilkan seperti
sensor 2 cm, 3 cm dan 4 cm. pada Gambar 2.
Pengukuran tegangan keluaran dilakukan pada
setiap perubahan konsentrasi glukosa dengan
4.25
4.2
4.15 2 cm
4.1
4.05
4 3 cm
3.95
3.9 4 cm
3.85
3.8
3.75
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
konsentrasi glukosa (%)
(a)
4
2 cm
3.95
3.9 3 cm
3.85 4 cm
3.8
3.75
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Konsentrasi Glukosa (%)
(b)
Gambar 2.Grafik perubahan tegangan keluaran terhadap konsentrasi glukosa (a) Sensor serat optik
dengan inti dan selubung, dan (b) Sensor serat optik dengan inti tanpa selubung.
93
Rosdia dan Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
Dari hasil pengukuran tegangan keluaran sensor dengan Kmax sebagai konsentrasi larutan glukosa
glukosa berbasis serat optik polimer maksimum dan Kmin sebagai konsentrasi larutan
menggunakan dua jenis sensor yaitu dengan glukosa minimum.
selubung dan tanpa selubung dengan variasi Kemudian untuk menghitung nilai resolusi sensor
panjang sensor. Dari data tersebut di atas dapat yaitu dengan menggunakan persamaan:
dihitung nilai range tegangan keluaran, 𝑁
sensitivitas dan resolusinya. Untuk menghitung 𝑅= 𝑆
(3)
nilai range tegangan keluaran, dapat digunakan dimana N adalah skala terkecil dari multimeter
persamaan: yaitu 0,01 Volt dan S adalah sensitivitas, sehingga
∆ = Vmax - Vmin (1) nilai resolusi dapat dihitung berdasarkan data dari
persamaan sebelumnya.
dengan Vmax sebagai tegangan keluaran Data dari hasil pengukuran di atas dapat dianalisis
maksimum dan Vmin sebagai tegangan keluaran dengan menggunakan rumus dari persamaan (1),
minimum. (2) dan (3). Hasil perhitungan yang diperoleh
Sensitivitas sensor glukosa dapat dihitung adalah karakteristik sensor glukosa berbasis serat
menggunakan persamaan: optik polimer berupa range daya keluaran,
𝑉 −𝑉 sensitivitas dan resolusi sensor, seperti
𝑆 = 𝐾𝑚𝑎𝑥 −𝐾𝑚𝑖𝑛 (2) ditampilkan pada Tabel 1.
𝑚𝑎𝑥 𝑚𝑖𝑛
Hasil analisa data pada Tabel 1 menunjukkan sensor serat optik polimer menggunakan inti
bahwa nilai range tegangan keluaran dan tanpa selubung adalah 1,724%. Rugi daya pada
sensitivitas sensor glukosa semakin kecil seiring sensor yang tidak menggunakan selubung lebih
dengan bertambahnya panjang sensor serat optik besar dibandingkan dengan rugi daya pada sensor
polimer yang digunakan. Nilai range tegangan yang menggunakan selubung. Begitupula dengan
keluaran dan sensitivitas terbaik yang diperoleh pengaruh panjang sensor yang digunakan akan
dari sensor serat optik polimer menggunakan inti mempengaruhi rugi daya pada sensor. Semakin
dan selubung adalah 0,46 Volt dan 0,0092 panjang sensor yang digunakan, maka rugi daya
Volt/%. Sedangkan nilai range tegangan keluaran semakin besar.
dan sensitivitas terbaik dari sensor serat optik
Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan
polimer menggunakan inti tanpa selubung adalah
hasil penelitian yang dilakukan oleh Imam
0,29 Volt dan 0,0058 Volt/%. Dari hasil
Khambali (2014) yang meneliti tentang rancang
perhitungan diperoleh bahwa resolusi sensor
bangun sensor serat optik polimer untuk
semakin kecil jika sensor yang digunakan
mendeteksi konsentrasi ion Ca2+ dalam air [9].
semakin pendek. Resolusi sensor terbaik
Begitupula dengan penelitian yang dilakukan
diperoleh pada panjang sensor 2 cm dengan
oleh Mardian Peslinof (2013) tentang analisis
sensor serat optik polimer menggunakan inti dan
pengaruh pembengkokan pada alat ukur tingkat
selubung yaitu 1,087%. Sedangkan resolusi
94
Rosdia dan Arifin / Prosiding SNF-MKS 2015
kekeruhan air menggunakan sistem sensor serat [4] Suana, W., Muntini, M. S., Hatta, A. M.
optik [10]. Kedua hasil penelitian tersebut 2012. Pengembangan Sensor Napas
diperoleh bahwa kenaikan konsentrasi larutan Berbasis Serat Optik dengan Cladding
berbanding terbalik dengan penurunan tegangan Terkelupas untuk Aplikasi di Bidang Medis.
keluaran sensor. Jurnal Fisika dan Aplikasinya, vol.8, no. 2,
pp. 1-5.
IV. KESIMPULAN
[5] Matiin, N., Hatta, A. M., Sekartedjo. 2012.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya Pengaruh Variasi Bending Sensor pH
pengaruh konsentrasi glukosa terhadap Berbasis Serat Optik Plastik Menggunakan
perubahan tegangan keluaran pada sensor Lapisan Silica Sol gel terhadap Sensitivitas.
berbasis serat optik polimer. Semakin tinggi Jurnal Teknik POMITS FTI ITS, vol. 1, no.
konsentrasi glukosa pada larutan aquades, maka 1, pp. 1-6.
menyebabkan tingginya rugi daya pada serat
optik polimer dan mengakibatkan tegangan [6] Maddu, A. 2007. Pengembangan Sensor
keluaran semakin kecil. Sensor glukosa dengan Serat Optik dengan Cladding Termodifikasi
menggunakan selubung memiliki tingkat Polianilin Nanostruktur untuk Mendeteksi
sensitivitas dan range yang lebih tinggi serta Beberapa Uap Kimia. Disertasi Program
resolusi yang lebih kecil dibandingkan dengan Studi Opto-Elektronika dan Aplikasi Laser,
sensor yang tidak memiliki selubung. Begitupula Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Teknik,
dengan sensor dengan ukuran panjang yang lebih Universitas Indonesia, Jakarta.
kecil memiliki sensitivitas dan range yang lebih [7] Nurul, A. F., Samian, Yasin, M. 2012.
baik. Dari hasil penelitian ini diperoleh dapat Deteksi Kadar Glukosa dalam Air Destilasi
disimpulkan bahwa sensor glukosa yang lebih Bebasis Sensor Pergeseran Menggunakan
peka terhadap konsentrasi glukosa adalah sensor Serat Coupler, Skripsi Fisika, FST
dengan panjang 2 cm dengan menggunakan Universitas Airlangga, Surabaya.
selubung. [8] Sari, N. W., Marzuki, A., Yunianto, M.
REFERENSI 2012. Sensor Serat Optik dari Bahan Serat
Optik Polimer Untuk Pengukuran Refractive
[1] Setiawan, I. 2009. Sensor dan Transduser, Index Larutan Gula, Indonesian Journal of
Diktat Program Studi Sistem Komputer, Applied Physics, vol. 2, no. 1, pp. 29-37.
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Semarang. [9] Khambali, I., Endarko. 2014. Rancang
Bangun Sensor Polimer Serat Optik Untuk
[2] Yin, S., Ruffin, P. B., Francis, T. S. Y. 2008. Pendeteksi Konsentrasi Ion Ca2+ dalam Air.
Serat Optic Sensors, Second Edition. Taylor Jurnal Materi Pembelajaran Fisika (JMPF).
& Francis. United States Amerika. vol.4, no. 2, pp. 32-37.
[3] Zyczkowski, M., Uzieblo, B., Dziuda, L. Z., [10] Peslinof, M., Harmadi, Wildian. 2013.
Rozanowski, K. 2012. Bio-Medical Sensing Analisis Pengaruh Pembengkokan pada Alat
Using Serat Optic Sensors. Acta Physica Ukur Tingkat Kekeruhan Air Menggunakan
Polonica A, vol. 122, no. 4, pp. 1-3. Sistem Sensor Serat Optik. Jurnal Ilmu
Fisika (JIF). Vol.5, no. 1, pp. 38-43.
95
Anugrawati, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
97
Anugrawati, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
Metode
Menyiapkan Data
Flowchart Penelitian
Data morfologi sungai diperoleh dari data SRTM 30
Mul yang dikonversi dalam bentuk DEM/TIN untuk
ai
memperoleh model elevasi kemudian dibuat set
geometri dengan menggunakan HEC-GeoRAS
Pengumpulan Data seperti stream center line, banks, overbank.
flowpath, cross section dan extract N Value.
Menghitung data debit maksimum Sungai
Peta RBI Data Peta Land Data debit Jeneberang menggunakan Log Pearson Tipe III
Tahun 2010 Raster Use Das maksimum untuk memperoleh data debit Sungai Jeneberang
Skala 1: Daerah Jeneberan sungai
50.00 Penelitian periode kala ulang.
g jeneberang
Pemilihan Skenario Aliran
Arcgis Menyelesaikan
Persamaan Log Terdapat 2 skenario aliran yang digunakan pada
Pearson Type Softwere HECRAS yaitu Aliran Steady dan aliran
Create TIN III Unsteady. Aliran Steady ialah suatu aliran fluida
yang tidak memiliki perubahan kecepatan terhadap
Debit puncak semua titik dalam aliran tersebut dan Aliran
Arcgis /HEC-GEORAS periode kala Unsteady ialah ketika dalam aliran tersebut terjadi
ulang
2,5,10,15,25,5 perubahan kecepatan terhadap waktu. Untuk kasus
Create RAS Layer
0,100 dan 200 analisis genengan Sungai Jeneberang skenario yang
Tahun digunakan ialah Aliran Steaady.
740.8576
1402.68
2873.233
Hulu Selatan
3941.58
4874.399
2757.856
1791 5568.296
6725.459
7417.039
8121.932
8634.632
10918.07
11300.93
11756.1
12668.52
14062.16
15167.6
15911.05
16363.98
Hulu
17308.4
18149.21
18990.53
na g
r
be
19472.65
ne
Je
20288.47
28691.09
s
27169.21
Da
21094.8
25756.27
22048.91
24280
23680.56
100
Anugrawati, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
60 Legend
WS PF 7
50
WS PF 6
WS PF 5
40 WS PF 4
Elevation (m)
WS PF 3
30 WS PF 2
WS PF 1
20 Ground
LOB
10 ROB
0
0 10000 20000 30000 40000 50000
Main Channel Distance (m)
16 Legend
14 WS PF 7
WS PF 6
12
WS PF 5
10 WS PF 4
Elevation (m)
8 WS PF 3
WS PF 2
6
WS PF 1
4 Ground
2 LOB
ROB
0
-2
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000
Main Channel Distance (m)
Gambar 7. Peta genangan debit maksimum kala ulang 200 Tahun Sungai Jenebrang.
101
Anugrawati, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
102
Anugrawati, dkk. / Prosiding SNF-MKS 2015
Mapping. Course exercise for CE 374K [9] Sudjarwadi. 1987. Teknik Sumberdaya Air.
Hydrology University of Texas:Austin. Universitas Gajah Mada-Press: Yogyakarta
[5] Lalu Makruf, Endang, T., 2001, Dasar-dasar [10] Wilson. E..M. 1993. Hidrologi Teknik.
Analisis Aliran di Sungai dan Muara, UII: Insitut Teknologi Bandung: Bandung.
Yogyakarta. [11] Analysis Techniques: Flood Frequency
[6] Massinai M.A, Sudrajat A, Hirnawan F, dan Analysis from Streamflow Evaluations for
Syafri I. 2013. Deformasi Pola Aliran Watershed Restoration Planning and Design,
Sungai Jeneberang Kabupaten Gowa http://water.oregonstate.edu/streamflow/,
Sulawesi Selatan. Prosiding Pertemuan Oregon State University, 2002-2005.
Ilmiah Tahunan Masyarakat Penginderaan [12] Ven Te Chow,1988, Applied
Jauh Nasional (PIT MAPIN): Semarang Hydrology,McGraw-Hill Series in Water
[7] Restiana N. 2004. Evaluasi Debit Aliran dan Resources and Environmental
Debit Sedimen Akibat Perubahan Engineering:Singapura
Penggunaan Lahan: studi kasus Daerah [13] William.A.Thomas.1975, Hydrolic
Tangkapan Air (DTA) Cikumutu, Sub DAS Engineering Methods For Water Resources
Cimanuk Hulu [skripsi]. Bogor: Fakultas Development, Institute For Water Resources
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hydrolic Engineering Center. Internasional
[8] Soemarto, C.D.1995.Hidrologi Teknik. Hydrological :609 Second Street Davis CA
Erlangga:Jakarta. 95616.
103
Bambang Harimei Suprapto dan Irnah Saluddin / Prosiding SNF-MKS-2015
104
Bambang Harimei Suprapto dan Irnah Saluddin / Prosiding SNF-MKS-2015
Gambar.1. Penampang seismik melewati Gambar.2. Penampang seismik melewati Gambar.3. Penampang seismik melewati
sumur SKW-1 sumur SKW-2 sumur SKW-3
105
Bambang Harimei Suprapto dan Irnah Saluddin / Prosiding SNF-MKS-2015
Gambar.1a. Data sumur SKW-1 Gambar.2a. Data sumur SKW-2 Gambar.3a. Data sumur SKW-3
Gambar1b. Hasil picking SKW-1 Gambar 2b. Hasil Picking SKW-2 Gambar 3b.Hasil Picking SKW-3
Diskusi
Pengikatan Data Sumur dengan Data wavelet yang dilakukan terhadap tiga sumur
Seismik (Well Seismic Tie) yaitu Sumur SKW-1, Sumur SKW-2, Sumur
SKW-3 diperoleh wavelet dengan
Well seismic tie dilakukan dengan ekstraksi
menggunakan informasi dari data sumur yang
wavelet dari data seismik untuk mengestimasi
ada. Well seismic tie yang dilakukan pada
bentuk wavelet gelombang sumber getar yang
Sumur SKW-1 diperoleh nilai korelasi sebesar
terkonvolusi kedalam trace seismik. Wavelet
0.788, Sumur SKW-2 dengan nilai korelasi
hasil ekstraksi di konvolusikan dengan
sebesar 0.809 dan Sumur SKW-3 sebesar
koefisien refleksi yang diperoleh dari sumur
0.605. Proses well seismic tie yang dilakukan
pengeboran sehinggga menghasilkan
pada ketiga sumur sehingga horizon pada data
seismogram sintetik. Wavelet yang digunakan
seismik dapat teridentifikasi dimana diperoleh
dipilih berdasarkan nilai korelasi terbaik antara
dua horizon yaitu Top Tuban Karbonat dan
data seismik dengan sintetik hasil konvolusi
Base Tuban Karbonat (Gambar 4, 5 dan 6).
reflektifitas sumur dan wavelet. Ekstraksi
106
Bambang Harimei Suprapto dan Irnah Saluddin / Prosiding SNF-MKS-2015
Gambar 4. Model Awal Geologi melewati Gambar 5. Model Awal Geologi melewati Gambar 6. Model Awal Geologi melewati
sumur SKW-1 inline 6379 sumur SKW-2 inline 6379 sumur SKW-3 inline 6379
Gambar 4a. Penampang akustik Gambar 5a.Penampang akustik Impedasi Gambar 6a.Penampang seismik melewati
Impedassumur SKW-1 inline 6379 sumur SKW-2inline 6379 sumur SKW-3inline 6379
Gambar 4b.Penampang porositas sumur Gambar 5b.Penampang porositas Suur Gambar 6b.Penampang porositas sumur
SKW-1 SKW2 SKW3
107
Bambang Harimei Suprapto dan Irnah Saluddin / Prosiding SNF-MKS-2015
daerah yang memiliki nilai Impedansi Akustik pada Utara-Selatan sumur SKW-3, Timur-Barat
rendah (17000-25000 ft.g/s.cc) sedangkan 1 sumur SKW-2 dan sebelah Barat sumur SKW-1.
sumur yaitu SKW-1 terletak pada daerah yang
nilai Impedansi Akustik tinggi (5000 ft.g/s.cc). Dari ketiga sumur yang ada dua diantaranya
(SKW-2 dan SKW-3) berada pada daerah yang
Analsis Porositas nilai porositasnya antara 16-17% (porositas
baik), sedangkan sumur SKW-1 berada pada
Penampang porositas yang dihasilkan
daerah yang nilai porositasnya antara 13.8-
memperlihatkan sebaran nilai porositas pada top
14.7% yang termasuk dalam skala cukup.
karbonat dengan nilai porositas antara 12-17 %.
Crossplot Antara Impedansi Akustik Dan
Gambar 8 menunjukkan daerah yang poros
Porositas
tepat berada di bawah Top karbonat dengan nilai
Hasil crossplot yang digunakan mencari
porositas antara 16-17% ditunjukkan dengan
hubungan kelinieran antara Impedansi Akustik
indeks warna ungu, bagian atas Top karbonat ini
dan porositas memperlihatkan bahwa nilai
juga memperlihatkan nilai porositas yang sama
Impedansi Akustik berbanding terbalik dengan
(16-17%) hal ini disebabkan karena lapisan yang
nilai porositas, semakin kecil nilai Impedansi
berada di atas batuan karbonat adalah batu pasir
Akustik maka nilai porositas semakin besar.
yang merupakan batuan reservoir tetapi analisa
dibatasi hanya pada reservoir karbonat.
Gambar 8 Time slice 10 ms dibawah 1635 ms
yang dilakukan pada penampang porositas
memperlihatkan daerah yangmemiliki nilai
porositas tinggi antara 16-17% (indeks warna
ungu). Dari hasil time slice dapat diketahui
bahwa daerah yang memiliki porositas tinggi
dengan nilai antara 16-17% (skala baik) berada
108
Bambang Harimei Suprapto dan Irnah Saluddin / Prosiding SNF-MKS-2015
109
Bambang Harimei Suprapto dan Irnah Saluddin / Prosiding SNF-MKS-2015
110
Nur Najmiah Tullailah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
111
Nur Najmiah Tullailah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
2. Untuk mengetahui karbonat yang memiliki III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
porositas yang baik (porous) dan karbonat
Data dan Perangkat yang digunakan
yang kompak (tight) pada reservoar.
3. Analisis penyebaran nilai impedansi akustik Data yang digunakan dalam penelitian
secara lateral untuk menentukan zona merupakan data sekunder yang terdiri dari Data
prospek pengembangan eksploitasi. seismik 3D Post_stack dan 4 buah sumur yang
masing-masing terdiri dari beberapa log namun
II. DASAR TEORI yang digunakan hanya log sonic, log densitas,
dan log neutron-porosity (NPHI). Data seismik
Impedansi Akustik
ini memiliki jumlah Inline 347 (103-450), Cross
Impedansi akustik atau Acoustic Impedance (AI) line 215 (130-345), dengan sampling rate 2 ms.
merupakan sifat yang khas pada batuan yang Data checkshot merupakan data kedalaman dan
merupakan hasil perkalian antar densitas (ρ) dan waktu tempuh (TWT) digunakan untuk
kecepatan gelombang seismik (v). Secara mengkonversi data sumur dalam domain
matematis persamaan AI adalah sebagai berikut: kedalaman ke domain waktu.
Adapun perangkat yang digunakan ialah
AI = ρv
Software Hampson Russell CE.8 dan Petrel
dengan :
2008.Tahap Pengolahan Data terbagi menjadi
AI = Impedansi Akustik (ft/s. g/cc)
dua bagian yaitu Analisis Seismik Atribut dan
ρ = densitas (g/cc)
Seismik Inversi.
v = kecepatan gelombang seismik (ft/s)
Perubahan nilai AI dapat menandakan perubahan Analisis Seismik Atribut
karakteristik batuan seperti litologi, porositas
Analisis seismik atribut dilakukan dengan
kekerasan, dan kandungan fluida. AI dapat
menggunakan software Petrel 2008.1.1 dengan
dianalogikan berbanding lurus terhadap
data seismik post-stack dan data horizon sebagai
kekerasan batuan dan berbanding terbalik
input. Pada tahap ini dilakukan analisis atribut
dengan porositas.
menggunakan metode surface atribut yang
Seismik Inversi sebelumnya telah dibentuk dari data horizon
seismik. Atribut yang digunakan ialah atribut
Inversi seismik didefinisikan sebagai teknik
Variance yang dilakukan untuk mengetahui
pemodelan geologi bawah permukaan
ketidakamenerusan lapisan yang terjadi pada
menggunakan data seismik sebagai input dan
horizon, yang terjadi akibat adanya
data sumur sebagai pengontrol menurut [10].
diskontuinitas yang menggambarkan adanya
Inversi akustik impedansi dilakukan untuk
patahan dan bodi reservoar dalam hal ini
memprediksi informasi sifat fisis bumi
reservoar karbonat reef.
berdasarkan informasi rekaman seismik yang
diperoleh. Impedansi akustik merupakan sifat Seismik Inversi
batuan yang dipengaruhi oleh jenis lithologi,
Proses seismik inversi dilakukan untuk
porositas, kedalaman, tekanan dan temperatur.
mengkonversi domain data sumur dari
Metode inversi berbasis model disebut juga
kedalaman menjadi domain waktu. Selanjutnya
metode blocky karena impedansi akustik
melakukan analisis croosplot antara log Neutron-
tersusun atas blok-blok kecil. Dengan
Porosity (NPHI) dan Log Impedansi Akustik
mengkonvolusIkan impedansi akustik dengan
(AI) untuk melihat hubungan antara nilai AI dan
wavelet diperoleh koefisieN refleksi yang
porositas. Proses berikutnya adalah pembuatan
kemudian menghasilkan seismogram sintetik
sintetik seismogram untuk memproses Well
pada tiap-tiap trace. Seismogram sintetik ini
Seismic Tie.Data sumur dan data seismik yang
kemudian dibandingkan dengan tras seismik
telah melalui proses well seismic tie dan telah
sebenarnya dan dihitung kesalahannya. Proses
terikat dengan baik dengan korelasi yang tinggi,
ini dilakukan secara iteratif dengan
selanjutnya membuat model awal impeadnsi
memodifikasi blok trace model hingga diperoleh
akustik dengan kontrol AI dari data sumur yang
hasil sintetik dengan kesalahan terkecil.
di ektrapolasi pada data seismik dengan kontrol
Impedansi akustik hasil modifikasi model awal
horizon. Tahap selanjutnya adalah analisis
inilah yang merupakan hasil akhir inversi [10].
seismik atibut menggunakan atribut variance
112
Nur Najmiah Tullailah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
untuk delineasi batas bodi karbonat reef dan menunjukkan bentuk dari bodi reservoar
melihat penyebaran nilai impedansi akustik (AI) karbonat reef yang ditandai dengan variance
berwarna hitam yang merupakan indikasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN terjadinya diskontuinitas dengan daerah
Analisis Seismik Atribut sekitarnya, hal itu ditunjukkan pada daerah yang
berwarna biru, sementara itu patahan juga
Berikut ini hasil analisa seismik atribut variance nampak jelas yang ditunjukkan oleh garis
pada lapangan”NNT” formasi Kais: berwarna merah. Dari gambar, dapat dilihat
bahwa terdapat karbonat reef di bagian timur
dari lapangan “NNT”, serta di bagian tengah dan
bagian utara. Patahan juga terlihat jelas di bagian
tengah berada di antara karbonat reef. Peta
tampilan atribut variance pada 10 ms, 20 ms, 30
ms,dan 40 ms below horizon menunjukkan hasil
atribut variance yang berbeda.
A. Analisis Crossplot
Analisis crossplot dilakukan antar log neutron-
porosity (NPHI) dan nilai impedansi akustik oleh
log p-impedansi yang didapatkan dari perkalian
antara log sonic (p_wave) dan log density, untuk
memisahkan zona yang memiliki porositas yang
baik (porous) dan zona yang kompak (tight)
pada reservoar karbonat.
Gambar di atas menunjukkan hasil analisis
seismik atribut variance yang diolah pada
software petrel 2008. Parameter yang
dimasukkan pada pengolahan atribut variance
ialah window inline = 3, xline = 3, dan vertical =
15 ms. Dari hasil atribut variance di atas
Gambar 4.2 menunjukkan hasil crossplot antara porosity yang tinggi hal ini dapat terlihat pada
log Neutron-porosity (NPHI) dan log Impedansi zona berwarna kuning yang merupakan zona
Akustik (AI) pada litologi karbonat untuk porous dengan nilai Impedansi Akustik rendah
membedakan karbonat yang bersifat porous dan berkisar 32500 – 40000 ((ft/s)*(g/cc)) = 99.125 x
karbonat yang tight. Sebagaimana diketahui 105 – 122 x 105 ((m/s)*(kg/m3)) dan neutron-
karbonat yang porous ditunjukkan dengan nilai porosity yang tinggi , sedangkan karbonat yang
impedansi yang relatif rendah dan neutron- bersifat tight ditunjukkan dengan nilai impedansi
113
Nur Najmiah Tullailah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
114
Nur Najmiah Tullailah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Gambar 4. 8 menunjukkan hasil inversi pada dibawah horizon Kais. Time 30 ms dan 40 ms di
inline 243 yang melalui sumur AR-1, dari hasil bawah horizon dipilih karena merupakan time
inversi dapat dilihat kemiripan antara nilai AI zona produksi dari sumur SA-1 dan AR-1,
secara vertikal pada sumur dengan nilai AI dengan demikian nilai AI disekitar sumur SA-1
secara lateral pada seismik. Hal ini menunjukkan dan AR-1 dapat menjadi acuan dalam melihat
bahwa hasil inversi cukup baik. Hasil inversi penyebaran nilai AI yang hampir sama dengan
juga menunjukkan persebaran nilai impedansi nilai AI disekitar sumur tersebut. Slicing juga
akustik (AI) pada reservoar karbonat. Hasil dilakukan pada time 5 ms, 10 ms, dan 20 ms
memperlihatkan karbonat pada Kais memiliki dibawah horizon.
nilai AI yang rendah berkisar 30000-40000
((ft/s)*(g/cc)) = 91.5x105 – 122x105 Dari hasil slice dapat dilihat penyebaran nilai
3
((m/s)*(kg/m )). Nilai AI yang rendah impedansi akustik dimana nilai AI yang rendah
ditunjukkan oleh warna hijau-merah berada pada terlihat di sekitar sumur AR-1 yang ditunjukkan
bagian atas formasi, indikasi zona porous oleh warna kuning-merah dengan nilai AI kurang
berdasarkan hasil analisis crossplot log sumur dari < 40000 ((ft/s)*(g/cc)) = 122 x 105
yang dilakukan sebelumnya, dimana AI rendah ((m/s)*(kg/m3)) juga tersebar ke arah utara dari
berasosiasi dengan porositas yang tinggi. Nilai sumur AR-1 dan daerah sekitar sumur NA-1
AI yang tinggi berkisar 41000- 47000 serta di bagian timur dari lapangan “NNT”
((ft/s)*(g/cc)) = 125.05x105 – 143.35x105 sekitar sumur KB-1.
((m/s)*(kg/m3)) (biru-ungu) berada pada bagian
bawah formasi indikasi zona tight. Hasil inversi Penyebaran nilai AI rendah ditandai pada
AI yang hampir sama juga terlihat pada inline lingkaran hitam yang juga merupakan daerah
yang melewati sumur AR-4, SA-1,dan KB-1. penyebaran dari bodi karbonat reef, seperti yang
Gambar 4.9 menunjukkan traverse line hasil terlihat pada peta hasil analisis seismik atribut
inversi yang melewati ke empat sumur produksi variance (Gambar 4.1). Karena AI tidak dapat
AR-1, AR-4, SA-1, dan KB-1. Hasil inversi mengidentifikasi fluida pengisi reservoar, maka
menunjukan zona porous dan zona tight dari asumsi AI yang rendah yang ditunjukkan oleh
karbonat yang berada disekitar sumur. Indikasi warna kuning-merah dengan nilai AI < 40000
adanya patahan antara sumur AR-1 dan SA-1 ((ft/s)*(g/cc)) berkisar 33651- 39894
juga terlihat dari hasil inversi di atas yang ((ft/s)*(g/cc)) = 102.64x105 – 121.68x105
ditunjukkan oleh garis berwarna hitam. ((m/s)*(kg/m3)) berasosiasi dengan porositas
yang tinggi dan mengacu pada hasil analisis
2. Analisis Hasil Slice
crossplot antara log AI dan log Neutron-Porosity
Untuk melihat penyebaran nilai Impedansi (NPHI), sehingga dapat diindikasikan sebagai
Akustik secara lateral pada lapangan, maka reservoar karbonat yang porous yang berpotensi
dilakukan slicing pada horizon. Gambar 4.10 sebagai zona prospek pengembangan eksploitasi.
menunjukkan penampang slice hasil inversi pada
horizon Kais dengan time 30 ms dan 40 ms
115
Nur Najmiah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
IV. KESIMPULAN DAN SARAN [4] Faisal, 2009, Prediksi Sebaran Porositas
Pada Lapisan Karbonat Dengan
A. Kesimpulan
Menggunakan Metode Inversi Berbasis
1. Analisis Atribut Variance dapat Model Pada Data Seismik 3D, Skripsi,
menunjukkan delineasi bentuk dari bodi Universitas Hasanuddin.
karbonat reef ditunjukkan dengan nilai [5] Hamilton, W., 1979, Tectonics of the
diskontinuitas yang tinggi berwarna hitam Indonesian region_United States Geological
dibanding dengan daerah sekitarnya dan Survey Professional Paper No. 1078, United
berada di bagian timur, tengah dan menyebar Stated Geological Survey, Denver.
hingga ke arah utara dari lapangan “NNT”. [6] Hampson, D. dan Russell, B., 2001, STRATA:
2. Hasil inversi impedansi akustik pada Seismic Inversion Workshop, Hampson-
reservoar karbonat dapat memisahkan antara Russel Software Services Ltd, Canada.
karbonat yang porous dan karbonat yang [7] Hanif, 2013, Karakterisasi Struktur Sesar
tight. Dimana karbonat yang porous Dan Rekahan Untuk Kompartementalisasi
memiliki nilai IA < 40000 ((ft/s)*(g/cc)) Reservoir Menggunakan Atribut Struktur
umumnya berada pada bagian atas dari 3D Di Lapangan ‘D’ Cekungan Sumatera
formasi Kais, sedangkan karbonat tight Tengah, Skripsi S-1 Program Studi Teknik
memiliki nilai IA > 40000 ((ft/s)*(g/cc)) Geofisika Fakultas Teknik Pertambangan
berada di bagian bawah dari formasi Kais. dan Perminyakan Institut Teknologi
3. Hasil slice pada horizon Kais dapat Bandung, Bandung.
menunjukkan penyebaran impedansi akustik [8] Satyana, A.H., 2003, Re-Evaluation of The
dimana impedansi akustik yang rendah < Sedimentology and Evolution of The Kais
40000 ((ft/s)*(g/cc)) pada kedalaman 30 ms Carbonate Platform, Salawati Basin,
dan 40 ms di bawah Kais berada disekitar Eastern Indonesia: Exploration
sumur AR-1, AR4 dan menyebar di bagian Significance, Proceeding IPA 27th Annual
utara dari lapangan “NNT” di sekitar sumur Convention (DVD Version).
NA-1, dan berpotensi sebagai reservoar yang [9] Situmeang, M., 2012, Karakteristik
baik dan menjadi daerah pengembangan Reservoar Karbonat Menggunakan Inversi
eksploitasi. Sparse Spike Di Lapangan “Panda”
B. Saran Formasi Kais Cekungan Salawati, Papua,
Skripsi, Universitas Pembangunan
1. Perlu dilakukan analisis lebih jauh terhadap Nasional.
beberapa atribut seismik yang dapat [10] Sukmono, S., dan Abdullah, A., 2002,
memperlihatkan bodi reservoar karbonat reef Karakterisasi Reservoar Seismik,
secara jelas seperti atribut coherence, Departemen Teknik Geofisika, Institut
similarity, dan curvature. Teknologi Bandung, Bandung.
2. Untuk mengetahui nilai porositas [11] Sukmono, S., 2007, Fundamentals of
keseluruhan pada data seismik, sebaiknya Seismic Interpretation, Geophysical
membuat penampang pseudo neutron- Engineering, Bandung Institute of
porosity menggunakan metode multi atribut Technology, Bandung.
dan Neural Network. [12] Sukmono, S., 2010, Advance seismic
REFERENSI methods for field exploration &
developments, Institute of technology
[1] Abdullah, A. Ensiklopedia Seismik Online. bandung, Indonesia.
2007, Juli, 1. Availbale from:
http://ensiklopediseismik.blogspot.com/200
7/07/.html.
[2] Bacon, M.,Simm, R., Redshaw,T. (2003). 3-
D Seismic Interpretation. United Kingdom:
Cambridge University Press.
[3] Brown, R.A, 2000, Interpretation of Three
Dimensional Seismic Data Fifth Edition,
AAPG Memoir 42
116
Samsu Arif, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
ABSTRAK
Model evaluasi lahan menggunakan metode Multi Criteria Decision Making (MCDM) -Fuzzy Set
dan Analytical Hierarchy Process (AHP)merupakan perangkat analitik yang handal. Integrasi data
yang menjadi kriteria dalam evaluasi kesesuaian lahan memiliki kontribusi yang berbeda dalam
menentukan nilai indeks kesesuaian lahan (IKL), sehingga perlu dilakukan pembobotan. Tujuan
dari penelitian ini adalah menghitung IKL dengan metode MCDM menggunakan fuzzy set dan
AHP dengan model pembobotan yang berbeda. Metode yang digunakan adalah, melakukan
pengelompokan karakteristik lahan berdasarkan kemudahan dalam pengelolaan dan hubungan erat
antar anggota. Pengelompokan pertama menghasilkan 4 kelompok, sedangkan pengelompokan
kedua menghasilkan 3 kelompok (tanah, topografi, dan iklim).Pembobotan dilakukan terhadap
kelompok pertama, terdiri dari 3 macam, yaitu: EQU (setiap kelompok diberi bobot sama), 2FD
(kelompok lebih tinggi 2 kali dari bobot kelompok di bawahnya), 3FD (kelompok lebih tinggi 3
kali dari bobot kelompok di bawahnya).Setiap karakteristik lahan memiliki bobot individu dari
hasil pembagian bobot kelompoknya, sehingga dengan memperkalikan antara bobot individu
dengan nilai keanggotaan fuzzy karakteristik lahan dapat digabungkan menjadi nilai atribut
keanggotaan kelompok (JMF). Perhitungan IKL dilakukan dengan memperkaliksan JMF dari
masing-masing kelompok. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa model pengelompokan dan
pembobotan yang dibuat memberikan nilai IKL yang hampir sama untuk ketiga jenis pembobotan
sehingga model ini dianggap sangat stabil. Hanya 19% wilayah yang mengalami perubahan akibat
pembobotan yang berbeda dengan jarak perubahan IKL yang kecil.
Kata Kunci: Fuzzy Set, Analytical Hierarchy Process, Indeks Kesesuaian Lahan
I. PENDAHULUAN fuzzy set dan AHP dalam evaluasi kesesuaian
lahan merupakan perangkat analitik yang handal
Sumber daya pertanian dianggap salah satu
dan akurasi yang lebih tinggi [15]. MCDM
sumber daya yang paling penting karena sangat
adalah alat yang tepat untukmemprediksi
dinamis dan terbarukan. Oleh karena itu,
interaksi antara ilmu pengetahuan dan
pertanian menjadi salah satu aspek yang paling
pemanfaatan lahan secara optimal [14]. Integrasi
popular dalam penerapan evaluasi lahan [4] [21]
data dari berbagai sumber seperti tanah,
[24]. Evaluasi lahan adalah suatu proses
topografi dan iklim dianggap sebagai kriteria
memperkirakan potensi lahan untuk beberapa
dalam metode MCDM. Namun semua kriteria
jenis penggunaan lahan alternatif [8]. Hasil akhir
tidak sama pentingnya; setiap kriteria
dari evaluasi lahan adalah suatu rancangan
berkontribusi terhadap kesesuaian dengan
keputusan yang menggambarkan pembagian
besaran yang berbeda [11]. Kepentingan relatif
lahan menjadi kelas atau indeks kesesuaian lahan
dari parameter ini harus dievaluasi dengan baik
dari unit lahan untuk jenis penggunaan tertentu.
untuk menentukan kesesuaian dengan metode
Jadi kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu
MCDM (Prakash, 2003). Untuk menghasilkan
jenis lahan untuk penggunaan tertentu [2].
nilai kriteria pada setiap unit evaluasi, setiap
Proses evaluasi kesesuaian lahan telah berubah
kriteria diberi bobot sesuai dengan signifikansi
melalui rentang waktu yang panjang dalam hal
kesesuaian lahan untukkomoditi tertentu [11].
ruang lingkup dan tujuan; dari basis luas
perencanaan penggunaan lahan untuk proyek- Dengan menggunakan AHP, bobot kriteria
proyek pembangunan sampai pada pemecahan kemudian dihitung berdasarkan strategi
masalah pengembangan lahan, seperti pertanian, perbandingan berpasangan. Bobot kriteria (λi)
teknik, lingkungan dan sosial ekonomi [10] [12] digunakan untuk menghitung fungsi
[22]. Pendekatan sistem informasi geografis keanggotaan bersama JMF(X) kelompok tanah,
(SIG), dengan metode MCDM menggunakan topografi dan iklim. Kemudian dihitung
117
Samsu Arif, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
118
Samsu Arif, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
119
Samsu Arif, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
nilai b1 dan b2 merupakan titik tengah interval Tabel 3 memperlihatkan bahwa pembagian
nilai karakteristik lahan kelas kesesuaian S3. kelompok menjadi penentu nilai pembobotan
yang dimiliki oleh setiap karakteristik.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sedangkan pengelompokan berdasarkan
Hasil Faktor Pembobotan hubungan antara karakteristik diperlukan untuk
Tujuan dari pembobotan kriteria adalah untuk mengklasifikasi jenis parameter yang saling
mengekspresikanpentingnya setiap kriteria berkompensasi dan yang tidak berkompensasi.
relatif terhadap kriteria lain. Kriteria yang lebih Hubungan ini berujung pada perhitungan JMF
penting akan memiliki bobot lebih besar dalam dan IKL. Meskipun kemiringan lereng
evaluasi lahan. Dengan menggunakan model mempengaruhi karakteristik lainnya seperti:
pengelompokan dan pembobotan seperti bahaya erosi, genangan, drainase; akan tetapi
ditunjukkan table 2, akan diperoleh nilai dikelompokkan tersendiri karena kemiringan
pembobotan untuk semua kriteria seperti lereng tidak dapat dikompensasi oleh
ditunjukkan pada table 3. karakteristik kelompok tanah lainnya.
MF MF MF
b1 Ip1 Ip2 b2 b1 Ip1 Ip2 b2
1.0 1.0 1.0
d1 d2
d1 d2
x x x
(a) Model-1 simetrik (b) Model-2 Asimetrik kiri (c) Model-3 Asimetrik kanan
Gambar 3. Kurva Model S dalam teori Fuzzy Set (Adaptasi dari [3] [1])
Tabel 3 Pembagian kelompok dan pembobotan 3FD
Kelompok Kelompok hubungan Bobot Bobot
No Karakteristik kemudahan erat antar anggota kelompok Individu
pengelolaan (KP) (KH)
1 KTK 0.0083
2 pH I 0.025
0.0083
3 C organik 0.0083
4 Drainase 0.0188
5 Genangan II 0.075 0.0188
6 Batuan permukaan 1 0.0188
7 Bahaya erosi 0.0188
8 Kedalaman efektif 0.0563
9 Salinitas III 0.225 0.0563
10 Tekstur 0.0563
11 Kemiringan lereng 2 0.0563
12 Curah hujan 0.2250
13 Temperatur IV 3 0.675 0.2250
14 Kelembaban 0.2250
tanah, kemiringan lereng, dan curah hujan)
Hasil Perhitungan IKL dengan 3 model dalam menghitung nilai indeks parameter
pembobotan optimal.
Sebelum menstandarisasi nilai karakteristik Tabel 4 Perhitungan indeks karakteritik lahan
lahan menggunakan fungsi keanggotaan fuzzy, pada nilai optimal S1 (FAO) menggunakan
diambil 3 jenis sebagai contoh (kedalaman fungsi keanggotaan fuzzy untuk tanaman
Kedelai. Pada nilai karakteristik lahan optimal
120
Samsu Arif, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
diperoleh indeks parameter (MF) sama dengan Penerapan 3 model pembobotan dalam
1.0, sehingga: JMFx = bobot x MFx = bobot x menghitung IKL menghasilkan sebaran indeks
1.0 = bobot, atau JMF = ∑𝑛𝑖=1 𝜆𝑖 pada masing- kesesuaian lahan yang hampir sama. Ini
masing kelompok (tanah, topografi dan iklim). menunjukkan bahwa model pengelompokan dan
Berdasarkan tabel 3 diperoleh: JMFOS = 0.269, pembobotan yang dilakukan memberikan hasil
JMFOT = 0.0563, dan JMFOC = 0.675. Dengan IKL yang cukup stabil. Gambar 2 menunjukkan
menggunakan persamaaan (2), maka IKL terdapat lokasi pada daerah dataran rendah
optimal diperoleh IKLO = JMFOS x JMFOT (lingkaran putus-putus) terjadi perubahan nilai
x JMFOC = 0.269 * 0.0563 * 0.675 = 0.010223. IKL. Pada daerah dataran tinggi juga terdapat
Nilai IKLO yang diperoleh jauh lebih kecil lokasi dengan IKL yang berubah (lingkaran
dibadingkan nilai indeks karakteristik lahan, solid). Perubahan IKL yang terjadi akibat nilai
sehingga perlu di konversi agar proporsional pembobotan yang berbeda dapat diamati dari
dengan variabel yang membangunnya. Idealnya tabel 5 kinerja indeks karakteristik lahan. Pada
jika seluruh indeks parameter optimal (1.0), daerah pantai faktor pembatasnya adalah tekstur
maka nilai IKL juga optimal (1.0). Faktor dan genangan, sedangkan pada daerah dataran
koreksi IKL untuk tanaman kedelai pada daerah tinggi faktor pembatasnya adalah KTK,
penelitian dapat dihitung menggunakan genangan, dan C Organik. Pada IKL yang
persamaan (6), yaitu: FK = 1/IKLO = bernilai rendah. tekstur, genangan, KTK dan C
1/0.010223 = 97.82. Dengan memperkalikan organic merupakan satu kelompok yang
seluruh IKL terhitung dengan faktor koreksi berhubungan, yaitu kelompok tanah. Model yang
97.82 , akan diperoleh IKL yang proporsional dibangun menjadikan karakteristik tersebut
dengan variabel asalnya (IKL* = 97.82 x IKL). saling berkompensasi, sehingga kekurangan
Untuk model pembobotan berbeda maka faktor masing-masing dapat saling menutupi.
koreksi yang terhitung juga akan berbeda.
Tabel 4. Perhitungan indeks karakteritik lahan pada nilai optimal S1 (FAO) menggunakan fungsi
keanggotaan fuzzy untuk tanaman Kedelai
Fungsi Indeks
Karanteristik Nilaioptimal Variabel fuzzy JMFx
keanggotaan parameter
Lahan (FAO)
fuzzy (MF)
Kedalaman > 75 (cm) Persamaan (4) b1=35, d1=40 1.0 0.0563
tanah
Kemiringan < 8 (%) Persamaan (5) b2=23, d2=15 1.0 0.0563
lereng
Curah hujan 350 – 1.100 Persamaan b1=215, 1.0 0.2250
(mm/thn) (3,4, dan 5) b2=1750,
d1=135,
d2=650
121
Samsu Arif, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Kestabilan model yang digunakan semakin jelas kumulatif (gambar 4.a) menunjukkan bahwa
terlihat pada gambar 4. Indeks kesesuaian lahan wilayah dengan IKL di bawah 0.825 sekitar
di bawah nilai 0.825 memiliki pola yang hampir 225.000 piksel dari total 275.000 piksel. Jika
sama (gambar 4.a). Di atas 0.825 terlihat bahwa dipersentasikan jumlah piksel yang tidak
pembobotan model 3FD memiliki nilai IKL mengalami perubahan akibat perubahan nilai
tertinggi dengan jumlah piksel di atas 14.000, pembobotan, maka diperoleh sebesar
kemudian disusul oleh model 2FD dan EQU (225.000/275.000)x100% = 81%, hanya ada
(gambar 4.b). Histogram 19% yang sensitif terhadap perubahan nilai
pembobotan.
(a) (b)
IV. KESIMPULAN
Metode evaluasi lahan dengan pendekatan karena karakteristik lahan yang berpengaruh
parametrik kuantitatif menggunakan Multi terhadap perubahan tersebut berada dalam satu
Criteria Decision Making – Fuzzy set dan kelompok kesamaan sifat sehingga dapat saling
AHPtelah menghasilkan suatu model evaluasi berkompensasi. Dengan demikian model ini
yang handal. Model dibangun berdasarkan cukup konsisten dan terpercaya untuk digunakan
pengelompokan kemudahan pengelolaan dan dalam proses perencanaan dan pengambilan
kesamaan sifat karakteristik lahan memberikan keputusan terhadap penggunaan lahan di
hasil kinerja yang stabil. Wilayah dengan indeks kabuapten Maros.
karakteristik relatif rendah tidak terpengaruh
UCAPAN TERIMA KASIH
dengan perubahan nilai pembobotan. Meskipun
terdapat lokasi yang berubah akibat pemberian Terima kasih kepada kepada Pascasarjana
bobot yang berbeda, namun perubahan yang Universitas Hasanuddin, DP2M DIKTI (melalui
terjadi tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan penelitian besar HIBAH KOMPETENSI),
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui
122
Samsu Arif, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi criteria method. Journal of Applied Science,
Sulawesi Selatan (melalui kerjasama 10, 1596–1602.
pengembangan SIMTARU), Pusat [11] Elsheikh, A. R., Rashid, A. B., Shariff, A.,
Pengembangan Regional dan Informasi Patel, N., (2015). Mango suitability
Spasial(WITARIS), Universitas Hasanuddin, evaluation based on GIS, multi criteria
dalam menyediakan data,dana, dan fasilitas lain weights and sensitivity analysis.
yang mendukung penelitian ini. International Journal of Advanced
Computer Research. ISSN (Print): 2249-
REFERENSI
7277 ISSN (Online): 2277-7970 Volume-5.
[1] Arif, S., Suriamihardja, D. A., Baja, S., [12] FAO, (2007). “Land evaluation towards a
Zubair, H. (2015). A Spatial Decision revised framework”, Food and Agriculture
Support System of Land Management in Organization of the United Nations, Rome,
Maros, The Journal of Information Italy.
Enggineering and Applications, IISTE, [13] Ghadikolaei, A. S., Esbouei, S.K.,
Vol.5, No.7: 45-51. Antucheviciene, J. (2014). Applying fuzzy
[2] Baja, S. (2012). Metode Analitik Evaluasi MCDM for financial performance
Sumber Daya Lahan - Aplikasi GIS, Fuzzy evaluation of Iranian companies,
Set, dan MCDM. Makassar: Identitas Technological and Economic Development
Universitas Hasanuddin. of Economy, vol. 20, no. 2, pp. 274–291.
[3] Baja, S., D. M. Chapman, and D. Dragovich. [14] Haghyghy, M., Ghamgosar, M., Sheykhi, R.
(2002). A conceptual model for defining (2015). Fuzzy Analytical Hierarchy Process
and assessing land management units using (FAHP) & Analytical Hierarchy Process
a fuzzy modelling approach in GIS (AHP) Approach for Evaluating Tourism
environment. Environmental Management, based on GIS. World appl. programming,
29: 647-661. Vol(5), No (8), August, 2015. pp. 113-119.
[4] Baniya, N, Land Suitability Evaluation Using [15] Hamzeh, S., Mokarram, M., Alavipanah, S.
GIS for Vegetable Crops in Kathmandu K. (2014). Combination of Fuzzy and AHP
Vally/Nepal, University of Berlin, (2008). methods to assess land suitabilityfor barley:
[5] Burrough, P.A. (1989). Fuzzy mathematical Case Study of semi arid lands in the
methods for soil survey and land evaluation. southwest of Iran. Desert 19-2 (2014) 173-
Journal of Soil Science, 40(3): 477- 492. 181.
[6] Burrough, P.A., MacMillan, R. A. and [16] Lai, T. (2011). Modelling spatial dynamics
Deursen, W. 1992. Fuzzy classification of landslides: integration of GIS-based
methods for determining land suitability cellular automataand multicriteria
from soil profile observations and evaluation methods. M.Sc. Thesis,
topography. Journal of Soil Science, 43: Department of Geography, Simon
193-210. FraserUniversity.
[7] Davidson, D. A., Theocharopoulos, S. P. and [17] Maddahi, Z., Jalalian, A., Zarkesh, M. k.,
Bloksma, R. J. (1994). A land evaluation Honarjo, N. (2014) Land suitability analysis
project in Greece using GIS and based on for rice cultivation using multi criteria
boolean and fuzzy set methodologies, evaluation approach and GIS. European
International Journal of Geographic Journal of Experimental Biology, 2014,
Information Systems, 8: 369-384. 4(3):639-648.
[8] Dent, D., and Young, A., (1981). Soil Survey [18] Mardani, A, Jusoh, A & Zavadskas, EK
and Land Evaluation. George Allen & 2015, Fuzzy multiple criteria decision-
Unwin, Boston. making techniques and applications - Two
[9] Elaalem, M. (2010). The Application of decades review from 1994 to 2014' Expert
Land Evaluation Techniques in Jeffara Systems with Applications, vol 42, no. 8, pp.
Plain in Libya using Fuzzy Methods. Thesis 4126-4148.
submitted for the degree of Doctor of [19] Mendas, A. (2015). Decision Support
Philosophy at the University of Leicester System Based On GIS and MCDM to
[10] Elsheikh, A. R., Ahmad, N., Shariff, A., Identify Land Suitability for Agriculture.
Balasundra, S., & Yahaya, S. (2010).An World Academy of Science, Engineering
agricultural investment map based on and Technology Geological and
geographic information system and multi- Environmental Engineering Vol:2, No:5.
123
Samsu Arif, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
[20] Meng, Y., Malczewski, J. (2015). A GIS- Planning Priority Setting, Resource
based multicriteria decision making Allocation. New York: McGraw-Hill.
approach for evaluating accessibility to [24] Safari, Y., Esfandiarpour-Boroujeni, I.,
public parks in Calgary, Alberta. Human Kamali, A., Salehi, M. H., & Bagheri-
Geographies – Journal of Studies and Bodaghabadi, M. (2013).Qualitative Land
Research in Human Geography Vol. 9, No. Suitability Evaluation for Main Irrigated
1 Crops in the Shahrekord Plain, Iran: A
[21] Nuwategeka, E., Ayine, R., & Ofoyuru, D. Geostatistical Approach Compared with
T. (2013).Land Suitability Evaluation for Conventional Method. Pedosphere, 23. 6,
Tea and Food Crops in Kabarole District, 767-778.
Western Uganda. Greener, Journal of [25] Wood, L.J., Dragicevic, S. (2007). GIS-
Agricultural Sciences, 3. 5, 355-362. based multicriteria evaluation and fuzzy
[22] Nwer, B. A. B. (2006). “The Application of sets to identifypriority sites for marine
Land Evaluation Technique in the North- protection. Biodiversity Conservation 16(9):
East of Libya”, Cranfield University, Silsoe. 2539–2558.
[23] Saaty, T. (1990). Multicriteria Decision
Making: The Analytic Hierarchy Process
124
Makharani dan Sabrianto Aswad / Prosiding SNF-MKS-2015
125
Makharani dan Sabrianto Aswad / Prosiding SNF-MKS-2015
126
Makharani dan Sabrianto Aswad / Prosiding SNF-MKS-2015
Besaran koreksi terhadap perbedaan letak titik Ada berbagai macam aturan yang dipakai untuk
pengamatan dinamakan faktor geometri. Faktor menempatkan keempat elektroda tersebut,
geometri dari beda potensial yang terjadi antara dalam istilah geofisika sering dinamai sebagai
elektroda potensial P1, P2 yang diakibatkan oleh konfigurasi elektroda [8,9]. Dalam penelitian ini
injeksi arus pada elektroda arus C1, C2 adalah : menggunakan konfigurasi Schlumberger.
Konfigurasi ini juga dapat digunakan untuk
V VP1 VP 2 (1) resistivity mapping maupun resistivity sounding.
Cara pelaksanaan pengukuran untuk resistivity
mapping jarak spasi elektroda dibuat tetap untuk
I 1 1 I 1 1 masing-masing titik amat (titik sounding).
(2)
2 r1 r2 2
Sedang untuk resistivity sounding, jarak spasi
r3 r4
elektroda diubah-ubah secara graduil untuk titik
amat. Untuk aturan elektroda Schlumberger,
I 1 1 1 1 spasi elektroda arus jauh lebih lebar dari spasi
(3) elektroda potensial seperti pada Gambar 5.
2 r1 r2 r3 r4
2 V
(4) A
1 1 1 1 I
V
r1 r2 r3 r4
A M N B
Dari besarnya arus dan beda potensial yang l
terukur maka nilai resistivitas dapat dihitung L
dengan menggunakan persamaan :
Titik
V Sounding
a K (5)
I Gambar 5 Susunan elektroda metoda Schlumberger
(Telford, 1990)
Dimana K adalah faktor geometri yang Dari persamaan (4) untuk metode schlumberger
tergantung oleh penempatan elektroda di dengan :
permukaan. Arus listrik lebih mudah mengalir r1 = jarak dari titik M ke sumber arus positif A;
melalui bahan yang konduktivitasnya lebih (L – l)
tinggi dan resistivitasnya lebih rendah. Listrik r2 = jarak dari titik M ke sumber arus negatif B;
lebih banyak dihantarkan oleh ion-ion dari fluida (L + l)
yang terdapat dalam pori-pori, rekahan dan r3 = jarak dari titik A ke sumber arus positif N;
retakan serta sepanjang batas butiran. Oleh (L + l)
karena itu faktor utama penentu resistivitas r4 = jarak dari titik N ke sumber arus negatif B;
batuan adalah porositas terhubung, (L – l)
permeabilitas, saturasi fluida dan resistivitas
fluida [3]. Hal ini menghasilkan faktor geometri K dan
resistivitas semu untuk metoda Schlumberger
Pada metoda geolistrik tahanan jenis, arus listrik adalah:
dialirkan ke dalam bumi melalui dua elektroda
arus. Kemudian, besarnya potensial yang timbul 𝜋(𝐿2 −𝑙 2 )
diukur di permukaan bumi melalui dua buah 𝐾= (6)
2𝑙
elektroda potensial. Besarnya beda potensial
diantara kedua elektroda potensial tersebut selain
𝜋(𝐿2 −𝑙 2 ) ∆𝑉
bergantung pada besarnya arus yang dialirkan ke 𝜌𝑎𝑆 = (7)
dalam bumi, juga bergantung pada letak kedua 2𝑙 𝐼
elektroda potensial tersebut terhadap letak kedua
elektroda arus yang dipakai [8]. Pada penyelidikan ini sounding menggunakan
konfigurasi Schlumberger dengan panjang
bentangan arus (AB/2) sejauh 300 meter dengan
127
Makharani dan Sabrianto Aswad / Prosiding SNF-MKS-2015
orientasi bentangan 1750 dari utara (NE). lapisan 4,1 meter. Lapisan ini merupakan
Dengan panjang bentangan arus ini diharapkan lapisan permukaan yang jenis tanahnya
penetrasi mencapai 100 meter di bawah merupakan lapisan mediteran bercampur
permukaan tanah. Adapun prosedur yang dengan batuan yang diduga konglomerat
dilakukan adalah sebagai berikut : dan lava produk dari vulkanik
Menentukan posisi atau lokasi penelitian 2. Lapisan 2 dengan interval nilai resistivitas
dengan menggunakan GPS (Global Position 4.34 – 13.7 Ωm pada kedalaman 4.1 – 18,3
Satelit) m dari permukaan dengan ketebalan lapisan
Menentukan dan menempatkan titik sounding 14,2 meter. Lapisan ini diduga di dominasi
Menentukan arah bentangan dengan oleh lava bercampur dengan tufa, breksi dan
menggunakan kompas bidik. konglomerat produk dari vulkanik
Menentukan posisi atau lokasi penelitian 3. Lapisan 3 dengan nilai resistivitas 158 Ωm
dengan menggunakan GPS (Global Position pada kedalaman 18,3 – 42,2 meter dari
Satelit) permukaan dengan ketebalan 23,9 meter.
Membuat bentangan elektroda arus potensial Lapisan ini sebagian besar merupakan
dan mengatur posisi elektroda arus dan lempung bercampur dengan tufa halus dan
elektroda potensial konglomerat produk dari vulkanik
Menentukan jarak lintasan AB/2 dan MN/2 4. Lapisan 4 dengan nilai resistivitas 77,2 Ωm
Menginjeksikan arus dan membaca potensial pada kedalaman 42,2 – 66,8 meter dari
pada jarak elektroda yang telah ditentukan permukaan dengan ketebalan 26,6 meter.
Data yang diperoleh dari pengukuran berupa Lapisan ini diduga didominasi oleh tufa
harga besar arus (I) dan beda potensial (∆V) kasar bercampur dengan tufa halus, dan
titik pengukuran. breksi vulkanik
Harga resistivitas semu dihitung dari faktor 5. Lapisan 5 dengan nilai resistivitas lebih
konfigurasi pengukuran dan perbandingan besar dari 299 Ωm pada kedalaman lebih
harga beda potensial (∆V) dan kuat arus (I) dari 66,8 meter. Lapisan ini diduga terdiri
pengukuran atas batuan vulkanik basaltik
Selain metode di atas untuk interpretasi Kesalahan RMS dengan nilai 26,3 %
penentuan kedalaman dan nilai resistivitasnya menunjukkan nilai selisih data perhitungan dan
menggunakan software IP2Win. kalkulasi yang relatif besar hal ini disebabkan
tingginya nilai SP (self potensial) dan kondisi
III. HASIL DAN DISKUSI geologi pada daerah ini yang kompleks. Beda
potensial dari pengukuran umumnya lebih kecil
Hasil pemodelan kedepan diperoleh hasil
dibandingkan dengan nilai SP-nya. Nilai SP
sebagai berikut :
memberikan perbandingkan signal terhadap
bising (signal to noise/SNR) yang kecil tetapi SP
juga memberikan indikator adanya deposit
mineral atau kontaminasi dari air tanah
(groundwater).
Berdasarkan peta geologi regional titik
pengukuran berada di batuan gunung api
Lompobattang yang terdiri atas konglomerat,
lava, breksi, endapan lahar dan tufa. Informasi
ini memberikan gambaran kemungkinan adaya
potensi air tanah yang mungkin berasosiasi
dengan batuan gunung api Lompobattang yaitu
Gambar 6. Hasil pemodelan kedepan data lapangan
tufa atau batuan vulkanik yang telah mengalami
Hasil pemodelan kedepan diperoleh 5 (lima) rekahan (fracture).
lapisan berdasarkan rentang nilai resistivias dan
Untuk identifikasi potensi air tanah digunakan
dihubungankan dengan interpretasi stratigrafi
nilai resistivas dengan interval 10 – 100 Ωm
yang dapat diuraikan sebagai berikut :
yang berkaitan dengan air tawar (fresh water).
1. Lapisan 1 dengan interval nilai resistivitas
Dengan demikian dari perlapisan yang diperoleh
2.17 – 120 Ωm pada kedalaman 0 – 4,1
dapat diidentifikasi lapisan akuifer pada lapisan
meter dari permukaan dengan ketebalan
128
Makharani dan Sabrianto Aswad / Prosiding SNF-MKS-2015
129
Harjumi, dkk / Prosiding SNF-MKS-2015
𝑌𝑖 = 𝑓 (𝑋𝑖 , 𝑦 + 𝜀)
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa Gambar 1. Kurva regresi (porositas core vs
data sekunder pada lapangan “R”. Data yang permeabilitas core) linear, power, logarithmic,
diolah berupa data core meliputi porositas core exponential
permeabilitas core, porositas dari data log.
Porositas serta permabilitas core diolah
menggunakan microsoft excel guna
menghasilkan beberapa kurva regresi meliputi
exponential, linear, logarithmic dan power. Dari
keempat regresi ini akan dipilih satu kurva
regresi dengan nilai korelasi tertinggi. Persamaan
yang dihasilkan oleh regresi dengan korelasi
paling tinggi selanjutnya akan digunakan untuk
memprediksi permeabilitas log.
131
Harjumi, dkk / Prosiding SNF-MKS-2015
132
Muhammad Hamzah Syahruddin, dkk / Prosiding SNF-MKS-2015
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana sifat kelistrikan lapisan batuan di Kampus
Unhas Tamalanrea menggunakan metoda geolistrik. Pengukuran geolistrik untuk menentukan
reistivitas batuan di Kampus Unhas Tamalanrea menggunakan resistivitas sounding. Pengukuran
dilakukan pada satu titik tetap (titik sounding) dengan spasi elektroda yang bervariasi. Data yang
diperoleh adalah data arus listrik dan beda potensial untuk mendapatkan reisitivitas semu. Data
resistivitas semu adalah resistivitas yang diperoleh sebagai fungsi dari spasi elektroda. Konfigurasi
elektroda yang digunakan dalam pengukuran geolistrik di Kampus Unhas Tamalanrea adalah
konfigurasi Schlumberger. Hasil pengukuran geolistrik vertikal sounding di Kampus Unhas
Tamalanrea menunjukkan bahwa dari semua titik sounding resistivitas semu cenderung naik
terhadap spasi elektroda arus. Kenaikan rersistivitas semu terhadap spasi elektroda arus
menunjukkan bahwa semakin dalam lapisan batuan maka resistivitas semu semakin tinggi. Nilai
resistivitas semu lapisan batuan di Kampus Unhas Tamalanrea paling tinggi mencapai 20.000,00
Ωm. Sedangkan resistivitas semu di Kampus Unhas Tamalanrea yang relatif kecil adalah 135 Ωm.
Kata Kunci: batuan; resistivitas; sounding; Unhas.
tahanan jenis medium di dalam bumi dengan Sedangkan elektroda potensialnya dibuat tetap.
mengalirkan arus 100 mA, melalui elektroda arus Selain itu, konfigurasi Schlumberger tidak
(sepasang elektroda) dan responnya diterima terganggu oleh heterogenitas dekat permukaan,
dipermukaan berupa beda potensial (sepasang karena spasi elektroda potensial yang kecil
elektroda potensial). Metoda resistivitas listrik (b=MN/2) (Telford et al, 1990. 536). Konfigurasi
dipergunakan untuk menentukan variasi resistivitas Sclumberger dapat dilihat pada Gambar 1.
dalam bumi secara lateral (mendatar) dan vertikal.
II. BAHAN DAN METODA
Metoda Geolistrik adalah salah satu metode
eksplorasi geofisika yang menitikberatkan kepada
medan potensial listrik di bawah permukaan. Medan
listrik di bawah permukaan bumi dapat terjadi
secara alamiah dan dapat pula terjadi tidak alami. Gambar 1. Geolistrik Konfigurasi Schlumberger
Medan listrik yang terjadi secara alamiah Lokasi penelitian konservasi airtanah adalah
menyebabkan beda potensial alami yang dapat Kampus Unhas Tanalanrea Makassar. Secara
diukur di permukaan. Eksplorasi geofisika keseluruhan luas kampus UNHAS Tamalanrea
menggunakan potensial alami dikenal dengan Makassar adalah 2.121.356 m2. Ketinggian
metoda passif seperti metoda selfpotential (SP). topografi kampus Unhas Tamalanrea berada diantara
Sedangkan medan listrik tidak alami karena 10 – 32 m diatas permukaan elipsoid bumi atau
ditimbulkan oleh arus listrik yang dialirkan ke berada kira-kira 5 – 25 meter diatas MSL
dalam bumi. Medan listrik ini menyebabkan beda (Syahruddin, 2011). Daerah penelitian tersebut
potensial yang secara teoritik dapat diukur di berada di pusat aktivitas tridarma Universitas
permukaan bumi. Medan listrik yang timbul karena Hasanuddin di kampus UNHAS Tamalanrea. Daerah
arus listrik dialirkan ke dalam bumi dikenal dengan pengukuran geolistrik di Kampus Unhas Tamalnrea
metoda aktif seperti metoda geolistrik resistivity, berada pada koordinat 119°29'34.2654''E -
Induksi polarisasi (IP), dan metoda elektromagnetik. 119°29'5.0561''E dan 5°7'39.4291''S -
Metoda geolistrik yang digunakan dalam penelitian 5°8'11.5991''S (www. wikimapia, 2015). Daerah
penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
ini adalah metoda geolistrik resistivity. Pengukuran
geolistrik dilakukan untuk menentukan lapisan
reistivitas batuan di Kampus Unhas Tamalanrea.
Untuk menentukan lapisan resistivitas secara
vertikal maka pengukuran geolistrik menggunakan
resistivitas sounding. Jadi resistivitas sounding
adalah pengukuran geolistrik untuk memperoleh
informasi mengenai variasi resistivitas secara
vertikal. Dalam resistivitas sounding pengukuran
dilakukan pada satu titik tetap (titik sounding)
dengan spasi elektroda yang bervariasi. Data yang
diperoleh adalah data arus dan beda potensial Gambar 2. Daerah penelitian resistivitas lapisan
sehingga dapat dihitung reisitivitas semu batuan di Kampus UNHAS Tamalanrea
berdasarkan konfigurasi elektroda yang digunakan. (wikimapia.org)
Data resistivitas semu adalah resistivitas yang Ukuran jarak antara titik-titik sounding geolistrik
diperoleh sebagai fungsi dari spasi elektroda. Kampus Unhas Tamalanrea bervariasi antara titik
Konfigurasi elektroda yang digunakan dalam sounding satu dengan titik sounding yang lainnya.
pengukuran geolistrik di Kampus Unhas Tamalanrea Variasi jarak antara titik sounding geolistrik ini
adalah konfigurasi Schlumberger. Namun pada karena bangunan gedung kampus yang tidak
prinsipnya semua konfigurasi elektroda dapat memungkinkan dibuat simetri dengan jarak yang
digunakan untuk pengukuran geolistrik sounding. sama. Jarak antara UH-TK1 dengan UH-TK 7
Tetapi dalam metoda geolistrik vertikal sounding adalah 630 meter. Sedangkan lebar jarak antara UH-
(vertical electrical sounding) umumnya TK1 dengan UH-TK3 adalah 292 meter. Ukuran
menggunakan konfigurasi Schlumberger. Alasannya jarak antara titik-titik sounding geolistrik Kampus
adalah konfigurasi Schlumberger lebih praktis, Unhas Tamalanrea selengkapnya dapat dilihat pada
karena hanya elektroda arus yang perlu dipindahkan Gambar 3.
untuk memperbesar spasi elektroda (a=AB/2).
134
Muhammad Hamzah Syahruddin, dkk / Prosiding SNF-MKS-2015
UH-TK1
135
Muhammad Hamzah Syahruddin, dkk / Prosiding SNF-MKS-2015
ρa rata-rata
1000
1000
100 100
10
10
1
1 10 100 1000 1
AB/2 1 10 100 1000
AB/2
UH-TK2
UH-TK6
Logaritmic Graphic
100000 Logaritmic Graphic
10000 10000.0000
ρa rata-rata
1000 1000.0000
ρa rata-rata
100
100.0000
10
10.0000
1
1 10 100 1000 1.0000
AB/2 1 10 100 1000
0.1000
AB/2
UH-TK3 UH-TK7
100 100
10 10
1 1
1 10 100 1000 1 10 100 1000
AB/2 AB/2
UH-TK4 UH-TK8
10000 10000
ρa rata-rata
ρa rata-rata
1000 1000
100 100
10 10
1 1
1 10 100 1000 1 10 100 1000
AB/2 AB/2
UH-TK5 UH-TK9
136
Muhammad Hamzah Syahruddin, dkk / Prosiding SNF-MKS-2015
Gambar 5 Hasil Pengukuran Geolistrik UH-TK1 UNHAS, Ketua jurusan dan ketua prodi
sampai UH-TK9 Sounding di Kampus Unhas geofisika,dan para anggota Tim Peneliti atas
Tamalanrea kerjasamanya dalam penelitian ini. Terima kasih
kepada semua pihak baik secara langsung maupun
Hasil pengukuran resistivitas UH-TK1 sampai UH-
tidak langsung memberi dukungannya sehingga
TK9 secara umum menunjukkan bahwa resistivitas
penelitian ini dapat diselesaikan.
semu (ρa) cenderung naik terhadap spasi elektroda
arus (AB/2). Resistivitas semu paling besar terjadi REFERENSI
pada titik UH-TK2 tingginya mencapai 20.000,00
Ωm. Sedangkan resistivitas semu relatif kecil terjadi [1] Syahruddin, M.H. Lantu, Syamsuddin, 2011.
pada titik UH-TK 4 dengan nilai tertinggi 750 Ωm. Penentuan Laju Perembesan Air dalam Media
Pada titik UH-TK1 nilai resistivitas terbentang dari Berpori Menggunakan Metoda Geolistrik
135 Ωm sampai 6000 Ωm. Pada titik UH-TK3 Daerah Resapan Air Kampus Unhas
resistivitas mulai 64 Ωm sampai 7000 Ωm. Nilai Tamalanrea Makassar, Laporan Penelitian
resistivitas UH-TK5 mulai dari 431 Ωm sampai Hibah Bersaing , Unhas.
5000 Ωm. Nilai resistivitas UH-TK6 8 Ωm sampai [2] Syahruddin, M.H. Aswad, S, Syamsuddin, 2012.
3000 Ωm. Nilai resistivitas UH-TK7 mulai dari 1 Monitoring Perubahan Muka Airtanah dan
Ωm sampai 1500 Ωm. Nilai resistivitas UH-TK8 Kualitasnya dengan Menggunakan Metoda
mulai dari 10 Ωm sampai 900 Ωm. Sedangkan nilai Gayaberat Mikro 4D (GM-4D) dan Metoda
resistivitas UH-TK9 mulai dari 32 Ωm sampai 3000 Geolistrik (R-SP) Studi Kasus: Daerah
Ωm. Cekungan Air Makassar (CAM), Laporan
Penelitian RUPT, Unhas
IV. KESIMPULAN
[3] Telford W.M, Geldart L.P, and Sheriff R.E,
1. Hasil pengukuran geolistrik vertikal sounding 1990. Applied Geophysics. Cambridge
di Kampus Unhas Tamalanrea menunjukkan University Press. P
bahwa dari semua titik sounding resistivitas [4] www. wikimapia, 2015. “Wikimapia - Let's
semu cenderung naik terhadap spasi elektroda describe the whole world!”. 10 Mei
arus (AB/2). Kenaikan rersistivitas semu
terhadap spasi elektroda arus menunjukkan
lapisan yang semakin dalam maka resistivitas
semakin tinggi.
2. Nilai resistivitas semu lapisan batuan di
Kampus Unhas Tamalanrea paling tinggi
mencapai 20.000,00 Ωm. Sedangkan
resistivitas semu di Kampus Unhas Tamalanrea
yang relatif kecil adalah 135 Ωm.
137
Aswar Syafnur, dkk./ Prosiding SNF-MKS-2015
ABSTRAK
Survei metoda geolistrik tahanan jenis 2D telah dilakukan di sekitar kolam netralisasi dan saluran
pembuangan limbah cair Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Biringkassi PT. Semen Tonasa.
Tujuan penelitian adalah untuk menggambarkan zona resistivitas rendah penampang 2D dan
menentukan posisi rembesan air limbah. Survei geolistrik tahanan jenis dilakukan dengan
menggunakan konfigurasi Wenner Alpha. Pengukuran geolistrik dilakukan pada dua lintasan dengan
spasi terkecil masing-masing 3 meter dan 5 meter. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
software Res2Dinv dan menghasilkan penampang resistivitas 2D. Nilai resistivitas dari limbah
tersebut dapat diketahui dengan melakukan uji laboratorium menggunakan penampang konduktor
yang dihubungkan dengan multimeter. Nilai resisitivitas air limbah pada daerah penelitian adalah
2,5-18 Ωm. Hasil penelitian menunjukkan adanya zona tahanan jenis bernilai 2,5-18 Ωm
diasumsikan sebagai rembesan air limbah pada setiap lintasan pada kedalaman rata-rata 1,25-12,4
meter. Ditemukan pula zona resistivitas <2,5 Ωm yang diasumsikan sebagai intrusi air laut.
Sedangkan untuk zona tahanan jenis >2,5-18 Ωm diasumsikan sebagai material timbunan yang
memiliki tahanan jenis tinggi karena daerah penelitian telah mengalami reklamasi.
Kata Kunci : resistivitas 2D, limbah, konfigurasi Wenner Alpha.
138
Aswar Syafnur, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
139
Aswar Syafnur, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
terkecil adalah 5 meter sedangkan untuk lintasan bagian barat daerah penelitian didominasi oleh
2 digunakan spasi terkecil adalah 3 meter. endapan aluvium, danau dan pantai auluvial,
Panjang bentangan lintasan 1 dan 2 masing swamp dan coastal deposits. Namun berdasarkan
masing adalah 75 meter dan 45 meter. informasi yang didapatkan bahwa daerah
penelitian adalah daerah yang telah mengalami
∆𝑉 reklamasi.
𝜌= 𝐾 (3.1)
𝐼
Untuk mempermudah pembacaan dari
𝐾 = 2𝜋𝑎 (3.2) penampang tahanan jenis semu maka hasil
Setelah hasil pengukuran di lapangan, maka inversi dari data pengukuran di lapangan akan
untuk mengetahui posisi rembesan air limbah disamakan interval nilai resisitivitasnya untuk
berdasarkan resisitivitas dari lintasan yang diukur setiap lintasan.
dilakukan pengolahan data menggunakan
Lintasan 1
program Res2Dinv Versi 3.54.44. Adapun
parameter-parameter yang diinput pada program Berdasarkan penampang resisitivitas sesuai pada
ini adalah resisitivitas semu, datum point, dan Gambar 4.4. diperoleh interpretasi bahwa untuk
spasi yang digunakan pada saat pengukuran di zona tahanan jenis rendah merupakan zona
lapangan. Hasil inversi dari program Res2Dinv tersaturasi oleh air limbah dimana uji
ini berupa profil penampang 2D. Gambar berikut laboratorium untuk pengukuran resisitivitas air
akan memperlihatkan hasil pemodelan tahanan limbah diperoleh nilai resistivitas berkisar 2,5-18
jenis pada daerah penelitian. Ωm. Sehingga dapat diasumsikan bahwa pada
daerah bawah permukaan tanah tersebut telah
(a) terjadi rembesan oleh air limbah PLTU
(b) Biringkassi PT. Semen Tonasa. Zona tahanan
jenis bernilai 2,5-18 Ωm ditemukan di beberapa
(c)
titik di antaranya pada kedalaman sekitar 1,25-
12,4 meter di bawah permukaan tanah di sekitar
posisi antara elektroda kedua dan elektroda
Gambar 3.1. Model tahanan jenis lokasi penelitian ketiga sampai antara elektroda enam dan tujuh
pada lintasan 1. a) Penampang tahanan jenis semu atau sekitar 7-29 meter dari posisi elektroda
(c) b) Penampang tahanan jenis semu terhitung;
terukur; pertama, zona tahan jenis bernilai 2,5-18 Ωm
dan c) Penampang tahanan jenis sebenarnya. pada lintasan 1 juga ditemukan pada kedalaman
1,25-12,4 meter di bawah permukaan tanah di
sekitar posisi antara elektroda tujuh dan delapan
(a)
sampai antara elektroda empatbelas dan
(b) limabelas atau sekitar 35-67 meter dari posisi
(c) elektroda pertama. Untuk zona bertahanan jenis
<2,5Ωm diasumsikan sebagai intrusi air laut
mengingat daerah penelitian berdekatan dengan
laut. Untuk zona tahanan jenis tinggi
Gambar 3.2. Model tahanan jenis lokasi diinterpretasikan sebagai material timbunan
penelitian pada lintasan 2. a) Penampang tahanan dengan nilai tahanan jenis tinggi karena daerah
(c)
jenis semu terukur; b) Penampang tahanan jenis penelitian merupakan daerah hasil reklamasi.
semu terhitung; dan c) Penampang tahanan jenis
sebenarnya.
140
Aswar Syafnur, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
141
Muh. Taufik Dwi Putra, dkk. SNF-MKS-2015
ABSTRAK
Batuan merupakan suatu jenis material yang memiliki sifat kelistrikan. Metode resistivitas adalah
salah satu metode geolistrik yang mempelajari sifat kelistrikan lapisan batuan bawah permukaan
bumi. Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang dimanfaatkan dalam
eksplorasi sumber daya alam bawah permukaan. Prinsip dari metode geolistrik adalah mempelajari
aliran listrik dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan.Selama ini pengukuran resistivitas
di lapangan biasanya mengambil data 1D dan 2D. Data 2D diinversi kemudian dibuat pseudo 3D.
Hasilnya sangat berbeda dengan data yang memang dirancang dalam 3D kemudian diinversi jadi
3D. Pada forward modeling, hasil inversi 2D yang dibuat pseudo 3D memperlihatkan anomali
yang relatif memanjang mengikuti arah porosnya. Sementara data 3D yang diinversi
memperlihatkan bentuk anomali yang tidak mengalami perpanjangan.Hasil dari ekstrapolasi data
memberi nilai hanya berdasarkan pada datum point terluar dan menggeneralisasi data sampai titik
terendah ataupun tertinggi. Sehingga dalam interpretasi dapat menimbulkan penafsiran yang
kurang tepat. Data 3D memiliki akurasi lebih tinggi daripada data 2D. Nilai resistivitas rendah
terdeteksi di bagian Timurlaut daerah penelitian dengan nilai di bawah 10 Ωm yang diduga sebagai
bagian dari sumber air panas.
Kata Kunci: Inversi 3D, Pseudo 3D, Resistivitas, Anomali, Mata Air Panas.
I. PENDAHULUAN
Forward Modeling yang dilakukan menggunakan
Batuan merupakan suatu jenis materi yang
konfigurasi tertentu sesuai dengan konfigurasi
memiliki sifat kelistrikan. Sifat kelistrikan batuan
yang akan dilakukan di lapangan. Untuk
adalah karakteristik dari batuan bila dialiri arus
membandingkan model 3D dari hasil inversi data
listrik kedalamnya. Arus listrik tersebut dapat
2D dengan model hasil inversi data 3D dilakukan
berasal dari alam sendiri akibat terjadinya
Forward Modeling dengan model anomali
ketidaksetimbangan maupun arus listrik yang
sederhana. Pada kesempatan ini dilakukan
sengaja disuntikkan ke dalam bumi. Pada bagian
penelitian tentang hal di atas dengan judul “
batuan atom-atom terikat secara ionik atau
Analisis Data Inversi 2D dan 3D untuk
kovalen sehingga menyebabkan batuan
Karakterisasi Nilai Resistivitas Bawah
mempunyai sifat hantaran arus listrik yang biasa
Permukaan” dengan menggunakan konfigurasi
disebut konduktivitas. Kebalikan sifat
Wenner.
konduktivitas adalah resistivitas yang berarti
hambatan jenis. Metode geolistrik didasari oleh hukum Ohm,
bertujuan untuk mengetahui jenis perlapisan
Metode resistivitas adalah salah satu metode
didasarkan pada distribusi nilai resistvitas pada
geolistrik yang mempelajari sifat resistivitas atau
setiap lapisan. Dengan menginjeksikan arus
konduktivitas listrik dari lapisan batuan di
melalui dua elektroda arus maka beda potensial
dalam bumi. Metode geolistrik merupakan salah
yang muncul dapat terukur di pasangan elektroda
satu metode geofisika yang dimanfaatkan dalam
potensial. Dari pasangan elektroda arus dan
eksplorasi sumber daya alam bawah permukaan.
elektroda potensial dapat dihiutng resistivitas
Prinsip kerja metode geolistrik adalah
semu batuan. Pada metode geolistrik resistivitas
mempelajari aliran listrik di dalam bumi dengan
diasumsikan bahwa bumi berlapis dan bersifat
cara mendeteksinya di permukaan bumi. Bumi
homogen isotropik. Nilai resistivitas yang
diasumsikan berlapis dan homogen isotropik.
terukur bukan harga resistivtas lapisan
Nilai resistivitas yang terukur di permukaan
sebenarnya akan tetapi merupakan nilai
merupakan resistivitas semu. Analisis data
resistivitas semu (apparent resistivity)
geolistrik dapat dilakukan dengan Pemodelan
(Krishnamurthy 2009).
(Forward Modeling) atau Inversi. Forward
Modeling dilakukan untuk memperkirakan target
Di permukaan bumi dalam eksplorasi dengan
anomali yang akan diteliti. Sementara inversi
geolistrik tahanan jenis digunakan dua pasang
dilakukan setelah ada data lapangan.
142
Muh. Taufik Dwi Putra, dkk. /Prosiding SNF-MKS-2015
elektroda ,masing-masing satu pasang elektroda dengan spasi 3 meter antara tiap
arus dan satu pasang elektroda potensial. Dalam elektroda,juga memperhatikan posisi
kedua pasang elektroda tersebut kemudian elektroda yang harus tertancap lurus dan
dikenal beberapa kongurasi. Dalam entimennya agak dalam serta menghindari tanah
arus disuntikkan kedalam bumi melalui dua timbunan, genangan air, atau tanah hasil
elektroda arus dan beda potensialnya diukur bongkaran. Hal tersebut dilakukan agar
melalui dua elektroda potensial. (Rustadi 2008) setiap elektroda mempunyai kontak yang
bagus dengan main modul sehingga arus
yang diinjeksi juga baik.
4. Menentukan titik koordinat dari setiap
elektroda yang telah tertancap menggunakan
GPS untuk memudahkan koreksi topografi
saat pengolahan data.
5. Membentangkan kabel sesuai panjang
lintasan dan menghubungkannya kesetiap
Gambar 1. bentuk umum konfigurasi elektroda elektroda yang telah tertancap ke tanah.
pada pengukuran geolistrik hambatan jenis 6. Pastikan semua elektroda terhubung dengan
terminal kabel dan kabel sudah terhubung
Beda potensial antara titik P1 dan titik P2 yang dengan main unit, dengan mengecek kontak
dipengaruhi oleh elektroda arus C1 dan C2 , resistensi masing-masing elektroda. Apabila
adalah : tidak terdapat masalah pengukuran dapat
segera di lakukan secara otomatis dengan
1 1 1 1
V VP1 VP 2 perintah komputer.
2 r1 r2 r3 r4 7. Melakukan pengecekan data yang diperoleh
dari pengukuran otomatis untuk memastikan
kualitas data yang diperoleh. Apabila ada
Sehingga resistivitas untuk setiap pasangan data yang hilang atau terlewatkan dapat
elektroda dapat ditulis sebagai: dilakukan pengambilan data secara manual
Δ𝑉 dengan perintah komputer.
𝜌=𝐾
𝐼 Setelah melakukan pengambilan data di
dengan: lapangan, dilakukan pengolahan data. Hal
1 1 1 1 −1 penting yang harus dilakukan terlebih dahulu
𝐾 = 2𝜋 {( − ) − ( − )}
𝑟1 𝑟2 𝑟3 𝑟4 adalah membuat dan mengolah data sintetik.
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
II. BAHAN DAN METODA
1. Membuat model geologi sintetik
Pengambilan data dilakukan secara langsung sedemikian rupa sehingga dapat
dengan menggunakan metode geolistrik membandingkan Line X dan Line Y.
hambatan jenis konfigurasi Wenner dengan 2. Menentukan dimensi dan posisi model
metode survei 3-Dimensi dengan 16 lintasan sintetik yang dibuat sehingga terletak pada
pada inline dan 16 lintasan pada Crossline. tengah-tengah titik pengukuran. Ukuran
dengan tahap pelaksanaan sebagai berikut: anomali diambil 9 m x 9 m x 2 m pada
kedalam 1 meter di bawah permukaan.
1. Menyiapkan peralatan yang digunakan untuk 3. Analisis data 3D menggunakan konfigurasi
pengukuran yaitu, satu main unit Wanner yang searah dengan sumbu X yang
resistivitymeter multichannel beserta kabel disebut Inline.
konektor, dua buah aki beserta kabel 4. Analisis Crossline yang searah dengan
konektornya, dan satu buah laptop beserta sumbu Y atau memotong sumbu X. Pada
kabel konektornya. kasus ini, akuisisi 3D menggunakan jarak
2. Membentangkan meteran untuk menetukan dan spasi yang sama baik dengan Line X.
panjang lintasan secara tepat dengan 5. Data dari Line X dan Line Y digabungkan
menggunakan 2 buah meteran masing- sehingga membentuk satu data yang akan
masing dibentangkan berlawanan diinversi sekaligus dalam Res3Dinv.
3. Menancapkan elektroda yang di gunakan
pada permukaan tanah dengan bantuan palu
143
Muh. Taufik Dwi Putra, dkk. /Prosiding SNF-MKS-2015
Data Lapangan
Pengambilan data menggunakan konfigurasi
Wanner dilakukan pada setiap line sehingga data
yang didapatkan langsung dari lapangan berupa
data 2D sehingga data juga bisa inversi dengan
Res2Dinv untuk menghasilkan penampang 2D.
Hasil inversi 2D ini dapat dibuat seolah olah 3D
yang biasa disebut pseudo 3D karena diperoleh
dari hasil inversi 2D dengan menggunakan data-
data di salah satu sumbunya, misalnya sumbu X
saja.
145
Muh. Taufik Dwi Putra, dkk. /Prosiding SNF-MKS-2015
REFERENSI
[1] Strong, D. R., Jr. 1980. Null hypothesis in
ecology. Synthese 43: 271-285.
[2] K. Basar, T. Sakuma and E. Kartini,
Frequency and Temperature Dependent of
Gambar 9. Tampilan 3 Dimensi Menggunakan Conductivity from Superionic Conducting
Voxler dari data Hasil Inversi 3 Dimensi Glass (AgI)x(AgPO3)1-x, Proceedings of the
International Conference on Mathematics
Tampilan penampang 3 Dimensi (Gambar 11) and Natural Science (2006) 881.
menunjukkan adanya aliran air bawah tanah yang [3] Eadie, W. R. 1954. Animal control in Þeld
diperkirakan mengalir dari perbukitan dan turun farm and forest. MacMillan Co., New York,
ke arah sumber air panas, aliran ini diidentifikasi New York, USA.
sebagai salah satu sumber air yang terpanaskan [4] Werner, P.A. 1979. Competition and
oleh sistem geothermal Kampala. coexistence of similar species. Pages 287-
310 in O.T. Solbrig,S. Jain, G. B. Johnson
IV. KESIMPULAN
and P. Raven, editors. Topics in plant
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari population biology. Columbia University
penelitian ini adalah : Press, New York, New York, USA.
1. Analisis data untuk inversi 3D memiliki [5] Davids, D. L. 1998. Recovery Effects in
akurasi yang lebih tinggi dibandingkan Binary Aluminum Alloys. Ph.D. Thesis,
dengan menggabungkan hasil inversi 2D ke Harvard University, USA.
bentuk pseudo 3D. [6] Hegner, M.B and K.L. Wendt. 1977. Method
2. Resistivitas rendah terdeteksi di bagian of Sorting Seeds, UK Patent 1470133.
Timurlaut daerah penelitian dengan nilai di [7] Heinselman, M. L. 1981. Fire intensity and
bawah 10 Ωm yang diduga sebagai bagian frequency as factors in the distribution and
dari sumber air panas. structure ofnorthern ecosystems. Pages 7-
57 in H. Mooney, I. M. Bonnicksen, N. L.
Setelah selesainya penelitian ini maka disarankan Christensen, J. E. Loten, and W. A.
kepada peneliti berikutnya antara lain: Reiners,editors. Fire regimes and
1 Perlu menggunakan panjang bentangan yang ecosystem properties. USDA Forest Service
lebih panjang dan/atau menggunakan General Technical Report WO-2
konfigurasi elektroda yang lain seperti
Gradient dan lain-lain.
146
Muh. Altin Massinai, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
daerah penelitian adalah bentuk kekar yang tidak Uji normalitas adalah apakah data empirik yang
teratur susunannya. didapatkan dari lapangan sesuai dengan
distribusi teoritik tertentu.Dalam kasus ini,
Genetiknya kekar ini terdiri atas kekar tarik dan
distribusi normal.Dengan kata lain, apakah data
kekar gerus. Kekar tarik bentuk berpasangan,
yang diperoleh berasal dari populasi yang
permukaannya kasar, berbentuk seperti kotak dan
berdistribusi normal.
jajar genjang, serta mempunyai bukaan kekar
Uji normalitas dapat dilakukan dengan
yang besar. Kekar gerus mempunyai ciri-ciri di
menggunakan uji Lilliefors. Uji Lilliefors adalah
lapangan adalah bentuk kekarnya yang
uji yang dilakukan dengan menggunakan
membentuk garis horisontal, mempunyai bukaan
koefisien T yang dihitung dengan rumus sebagai
kekar yang kecil, serta permukaan yang licin
berikut [5].
karena sering terjadi gerusan.
Kekar yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar T=|F(Zi)-S(Zi)| (1)
2, Gambar 3, dan Gambar 4 Keterangan :
T= Fungsi distribusi kumulatif normal standar
F= Fungsi distribusi kumulatif empirik
S(Zi)= Frekuensi kumulatif nyata
Langkah-langkah pengujian :
1. Menghitung rata-rata
∑𝑋
𝑋̅ = 𝑛 𝑖 (2)
Keterangan :
𝑥̅ = Rata-Rata
Gambar 2. Kenampakan kekar non systematic ∑ 𝑥𝑖 = Jumlah data
𝑛 = Banyaknya data
2. Menghitung standar deviasi
𝑛 ∑ 𝑥𝑖2 − (∑ 𝑥𝑖 )2
𝑠2 = 𝑛(𝑛−1)
(3)
Keterangan :
𝑠 = Standar Deviasi
𝑥 = data
𝑛 = banyaknya data
3. Menghitung Zi
Gambar 3. Kenampakan kekar tarik 𝑋 −𝑋̅
𝑍𝑖 = 𝑖𝑠 (4)
𝑍𝑖 = bilangan baku
𝑋̅ = Rata-Rata data
𝑋𝑖 = data 1,2,3,…n
𝑠 = standar Deviasi
4. Menghitung F*(Zi) , untuk tipe bilangan
baku digunakan daftar distribusi normal
baku, kemudian dihitung peluang
Gambar 4. Kenampakan kekar gerus F(Zi)= P (Z< Zi) (5)
Menghitung S(Zi)
Hasil Olah Data Uji Lilliefors pada 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎𝑧𝑖 ,𝑧2 …….. 𝑧𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔≤𝑧𝑖
Program Excel S(Zi)= 𝑛
(6)
Statistik (statistic) adalah ilmu yang terdiri dari Hitung selisih F(Zi)-S(Zi), kemudian
teori dan metoda yang merupakan cabang dari tentukan harga mutlaknya.
matematika terapan dan membicarakan tentang
bagaimana mengumpulkan data, bagaimana 5. Ambil harga yang paling besar diantara
menarik kesimpulan dari hasil analisis, harga-harga mutlak selisih tersebut Untuk
bagaimana menentukan keputusan dalam batas- mengetahui apakah data berdistribusi normal
batas resiko tertentu berdasarkan strategi yang atau tidak, harga mutlak terbesar (Thitung)
ada [4]. dibandingkan dengan nilai kritis/nilaiTtabel uji
Lilliefors (T) pada taraf nyata α yang dipilih.
148
Muh. Altin Massinai, dkk./ Prosiding SNF-MKS-2015
Kriterianya adalah : jika Thitung ≤ Ttabel maka Timur Laut-Barat Daya dan Barat Laut-Tenggara
data yang diperoleh berdistribusi normal, dengan tegasan utama mendominasi ke arah
jika Thitung>Ttabel maka data yang diperoleh Timur Laut-Barat Daya, sementara arah jurus
tidak berdistribusi normal. kekar di Bontojai mengarah ke Timur Laut-Barat
Daya.
Kriteria uji pada uji Lilliefors : jika Thitung ≤ T tabel,
Tegasan utama yang mengarah Timur Laut-Barat
maka data yang diperoleh berdistribusi normal,
Daya di Allu Keke hampir sama dengan tegasan
dan jika Thitung>T tabel maka data yang diperoleh
utama di Bontojai, hal ini disebabkan karena
tidak berdistribusi normal.
adanya Formasi yang sama yaitu Formasi
Dari data yang telah diolah didapatkan data Camba, serta adanya kenampakan kelurusan di
berdistribusi normal di Allu Keke kuadran I-IV, kedua daerah penelitian jika dilihat dari
Bontojai Kuadran I-III,Manimbahoi kuadran I- lapangan, sementara tegasan utama yang terjadi
IV, dan tidak berdistribusi normal pada kuadran di Manimbahoi sangat jauh berbeda beberapa
IV di Bontojai.Nilai Thitung yang diperoleh lebih derajat dengan kedua daerah penelitian yaitu Allu
besar dari nilai Ttabel. Hal tersebut disebabkan Keke, dan Bontojai, adanya perbedaan
karena adanya 2 jenis kekar yaitu kekar gerus diakibatkan karena perbedaan Formasi,dimana
dan kekar tarik dalam satu singkapan yang Formasi di Manimbahoi adalah Formasi Batuan
sehingga mempengaruhi nilai strike yang Gunungapi Lompobattang, Sementara Formasi di
diperoleh pada daerah penelitian.Nilai strike Allu Keke dan Bontojai adalah Formasi Camba.
antara kekar yang satu dengan nilai strike kekar Pengaruh lain selain Formasi dipengaruhi juga
yang lainnya jauh berbeda sehingga oleh tektonik yang berbeda. Pengaruh tektonik
menyebabkan standar deviasi besar yang yang berbeda di sebabkan Formasi Camba
mempengaruhi hasil pengolahan data. terbentuk pada kala Tersier sementara Formasi
Hasil Olah Program Dips Batuan Gunungapi Lompobattang terbentuk pada
kala Quarter.Tektonik aktif morfologinya akan
DIPS adalah program yang dirancang untuk berbentuk huruf V (geomorfik muda),
menganalisis struktur geologi. Program ini tegasannya terlihat banyak dan tidak teratur.
adalah suatu alat bantu yang dapat digunakan Sementara tektonik yang tidak aktif
dalam berbagai bidang dan dirancang untuk geomorfoloinya berbentuk huruf U (geomorfik
dapat digunakan mengaanalisis proyeksi tua) dengan arah tegasan yang cukup teratur.
stereograpik untuk data geologi. Geomorfologi daerah tersebut dapat dilihat pada
Gambar5 dan Gambar 6, serta arah tegasan yang
DIPS dirancang untuk analisis data yang di peroleh pada daerah penlitian dapat dilihat
berhubungan dengan analisa rancangan struktur pada Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9.
batuan, sehingga format yang dipakai DIPS data
file memungkinkan menganalisa segala bentuk
orientasi basis data. Penggunaan aplikasi DIPS
antara lain untuk geologi, tambang, dan teknik
sipil. Pengenalan aplikasi DIPS disini terbatas
pada pengguna DIPS untuk Penentuan arah
tegasan daerah penelitian dengan menggunakan
diagram Rosette.
REFERENSI
[1] Massinai, Muhammad Altin. 2015.
Geomorfologi Tektonik. Pustaka Ilmu.
Jogyakarta.
[2] Massinai, Muhammad Altin. 2013. The
Role of Morphotectonics in Controlling
Gambar 7. Diagram Rosette di Allu Keke the Geomorphology of Lengkese-Jenelata
Watershed, South Sulawesi. Indonesian
Journal of Applied Sciences. Vol.2
No.1,page:6-9.
[3] Billings, M.P., 1968, Structural Geology,
2nd Edition, Prentice-Hall of India Private
Limited, New Delhi.
[4] Riduwan. 2010. Dasar-Dasar Statistika.
Penerbit Alfabeta, Bandung.
Gambar 8 Diagram Rosette di Bontojai [5] Davis, John. 1986. Statistic and Data
Analysis in Geology. John Wiley & Sons.
Singapore
IV. KESIMPULAN
150
N. R. Palilu, dkk ./ Prosiding SNF-MKS-2015
Analisis Pola Spasial dan Kwartal Angkutan Sedimen Sepanjang Pantai Delta
Muara Sungai Saddang Periode 1983-2013
ABSTRAK
Angkutan sedimen sepanjang pantai delta muara Sungai Saddang diteliti menggunakan data angin
selama 31 tahun, dengan pengelompokan data tahunan per kwartal (010203, 040506, 070809, dan
101112). Penelitian ini bertujuan untuk: (i) menganalisis angkutan sedimen muatan dasar
(bedload) kwartalan dan spasial; dan (ii) memetakan besar dan arah angkutan sedimen muatan
dasar. Metode penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel sedimen pada 13 lokasi. Sedimen
dianalisis menggunakan ayakan dan timbangan untuk memperoleh diameter dan massa jenis
sedimen.Perhitungan angkutan sedimen menggunakan metode fluks energi dan arus susur pantai
dengan bantuan program bahasa FORTRAN. Input program berupa tinggi ombak pecah (Hb),
sudut datang ombak pecah (αb), kemiringan dasar pantai (tan β), dan karakteristik sedimen. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa: (1) angkutan sedimen terbesar terjadi pada kwartal ke-1 dan
kwartal ke-4; (2) Pola angkutan sedimen selama 31 tahun menunjukkan bahwa pada wilayah
Ujung Lero dominan ke selatan sekitar 3488 m3/hari,Lanrisang-Ujung Tape dominan ke selatan
sekitar 1406 m3/hari, Sibo dominan ke selatan sekitar 6227 m3/hari,Kappe-Data dominan ke utara
sekitar 1254 m3/hari, sedangkan padaMaroneng dominan ke selatan sekitar 2862 m3/hari.
Kata Kunci: angkutan sedimen muatan dasar, arus susur pantai, delta muara, pantai.
151
N. R. Palilu, dkk./Prosiding SNF-MKS-2015
(1983-2013) dengan menggunakan pola kombinasi dari angkutan sedimen akibat ombak
refraksi ombak datang dan arus susur pantai dan angkutan sedimen akibat arus.
di sepanjang pantai delta muara Sungai
Angkutan Sedimen Akibat Ombak
Saddang.
(Energy Flux Method)
2. Menganalisis pola spasial angkutan sedimen
muatan dasar di sepanjang pantai delta muara Potensi angkutan sedimen sejajar pantai
Sungai Saddang. tergantung pada kualitas material yang tersedia
3. Memetakan besar dan arah angkutan sedimen di pesisir, yang paling berhubungan dengan
muatan dasar sepanjang pantai delta muara angkutan sedimen sejajar pantai adalah
Sungai Saddang. komponen fluks energi ombak.
Menurut Grant (1943) dalam USACE (2003b) Sehingga angkutan sedimen total per hari
angkutan sedimen di pantai merupakan hasil (m3/hari) adalah angkutan sedimen akibat ombak
152
N. R. Palilu, dkk./Prosiding SNF-MKS-2015
153
N. R. Palilu, dkk./Prosiding SNF-MKS-2015
menggunakan GPS(Global Positioning System). dikeringkan dan ditimbang dengan berat tertentu
Sampel sedimen diambil pada 13 titik menggunakan timbangan digital. Berat sampel
lokasiyaitu: Ujung Lero, Tassiwalie, Suppa’, yang digunakan tiap sampel adalah sama.
Lanrisang, Jampue, Kampung Baru, Langnga Selanjutnya sampel dimasukkan pada ayakan
Kiri, Langnga Kanan, Ujung Tape, Sibo, Kappe’, yang telah diletakkan ke sieve shaker.Analisis
Data’, dan Maroneng. Sampel sedimen yang ayakandilakukan dalam jangka waktutertentu.
diambil, kemudian dianalisis di laboratorium Setelah itu dilakukan penimbangan berat pada
untuk memperoleh besar ukuran butir dan massa sampel yang tertinggalpada tiap bukaan ayakan.
jenis sedimen.
Selanjutnya, data hasil analisis laboratorium
Analisis Data kemudian diolah dengan menggunakan
softwareGradistat versi 8.0 untuk mendapatkan
1. Data Batimetri
nilai diameter sedimen dan parameter statistik
Data DEM yang diperoleh dari Data General
ukuran butir lainnya.
Bathymetric Chart of the Ocean (GEPCO)
2. Massa Jenis Sedimen
diexport ke excell dan diinterpolasi ke surfer,
sehingga diperoleh data batimetri dalam bentuk Sampel sedimen yang telah kering ditimbang
grid (matriks). Data ini akan digunakan untuk menggunakan timbangan digital dengan berat
mendapatkan nilai kemiringan pantai dengan yang sama. Massa jenis sedimen dihitung
asumsi bahwa batimetri yang diperoleh dianggap dengan cara memasukkan sampel sedimen
tidak mengalami perubahan yang berarti dari kedalam gelas volume yang telah berisi air,
tahun 1983-2013. kemudian dihitung dengan persamaan:
2. Data Arus 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛
= 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
III.2
Distribusi kecepatan arus dapat diprediksi
dengan menggunakan persamaan Longuet- Angkutan Sedimen
Higgins.Persamaan arus susur pantai adalah
Parameter ombak pecah dan parameter sedimen
(Horikawa, 1988):
1 yang telah diperoleh digunakan sebagai input
5𝜋 𝛾
𝑉𝐿 = (𝑔𝐻𝑏 )2 (tan 𝛽) 𝑠𝑖𝑛𝛼𝑏 III.1 untuk menghitung pola angkutan sedimen.
16 𝐶𝑓
Dimana: Angkutan sedimen diolah menggunakan
program bahasa Fortrandimana persamaaan yang
𝑉𝐿 = Kecepatan arus susur pantai (m/s)
digunakan adalah persamaan II.7 dan persamaan
𝛾 = Indeks ombak pecah
II.10, angkutan sedimen total dihitung dengan
𝐶𝑓 = Koefisien gesekan dasar pantai
persamaan II.11.
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
𝑘 = Karakteristik butiran sedimen (10-3) 1. Perhitungan Angkutan Sedimen
untuk pantai berpasir Kwartal
𝐻𝑏 = Tinggi ombak pecah (m) Angkutan sedimen setiap bulan yang diperoleh
ℎ𝑏 = kedalaman ombak pecah (m) dari program dikelompokkan dalam kwartalan
𝛼𝑏 = Sudut datang ombak pecah (º) atau pengelompokkan setiap tiga bulan yaitu
tan 𝛽 = Kelandaian pantai (º) Januari-Februari-Maret, April-Mei-Juni, Juli-
Agustus-September, dan Oktober-November-
Analisis Data Sedimen Desember. Menentukan nilai maksimum
1. Ukuran Butir Sedimen minimum, dan rata-rata angkutan sedimen yang
terjadi selama 31 tahun (1983-2013).
Data sedimen yang diperoleh dari lapangan
dianalisis di laboratorium. Pengukuran butiran 2. Perhitungan Angkutan Sedimen
sedimen dilakukan dengan metode sieve analyze Spasial
dengan menggunakan ayakan. Dasar dari metode Analisis angkutan sedimen spasial dilakukan
ayakan adalahbutiran dibagi atas selang-selang untuk mengetahui pola distribusi angkutan
kelas yang dibatasi oleh besarnya bukaan lubang sedimen di sepanjang pantai selama 31 tahun
ayakan. Bukaan ayakan yang dipakai dalam (1983-2013). Perhitungan angkutan sedimen
analisis ini adalah 2.36 mm, 1.18 mm, 0.6 mm, spasial dilakukan dengan membagi lokasi
0.425 mm, 0.3 mm, 0.15 mm, dan sisa dari penelitian menjadi 5 bagian (3 daerah di bagian
bukaan 0.15 mm (Pan). Sebelum melakukan selatan muara dan 2 daerah di bagian utara
pengayakan, sampel terlebih dahulu harus muara Sungai Saddang).
154
N. R. Palilu, dkk./Prosiding SNF-MKS-2015
155
N. R. Palilu, dkk./Prosiding SNF-MKS-2015
Agustus-September) arah angkutan sedimen ke selatan, sedangkan pada saat ombak datang
dominan ke utara. dari barat daya angkutan sedimen dominan ke
utara.
(b)
Gambar IV.4 (a) Rata-rata Angkutan Sedimen.(b)
Selisih Angkutan Sedimen Berdasarkan Arah Gambar IV.6 Rata-rata Angkutan Sedimen
Datang Ombak. Selama 31 Tahun pada Setiap Daerah Penelitian.
Pada profil arah (Gambar IV.5) tersebut Gambar IV.7 menunjukkan profil arah rata-rata
diperlihatkan bahwa pada daerah Ujung Lero, angkutan sedimen selama 31 tahun pada setiap
Lanrisang-Ujung Tape dan Sibo rata-rata daerah penelitian. Pada gambar tersebut
angkutan sedimen pada saat ombak datang dari diperlihatkan bahwa pada daerah Ujung Lero,
barat, barat daya dan barat laut dominan ke Lanrisang-Ujung Tape, Sibo dan Maroneng
selatan, sedangkan pada daerah Kappe-Data arah angkutan sedimen dominan ke selatan,
angkutan sedimen pada saat ombak datang dari sedangkan pada daerah Kappe-Data rata-rata
barat dan barat daya dominan ke utara angkutan sedimen dominan ke utara. Rata-rata
sedangkan pada saat ombak datang dari barat angkutan sedimen terbesar terjadi pada daerah
laut angkutan sedimen dominan ke selatan. Pada Sibo.
daerah Maroneng pada saat ombak datang dari
barat dan barat laut angkutan sedimen dominan
156
N. R. Palilu, dkk./Prosiding SNF-MKS-2015
157
N. R. Palilu, dkk./Prosiding SNF-MKS-2015
Makassar: Jurusan Fisika, Universitas [14] Rifardi. 2012. Edisi Revisi Ekologi Sedimen
Hasanuddin. Laut Modern. Pekanbaru: Universitas Riau
[6] Folk, R. L., 1974. Petrology of Sedimentary Press.
Rocks. Austin, Texas: Hemphill Publishing [15] Sakka dkk. 2011. Studi Perubahan Garis
Company. Pantai di Delta Sungai Jeneberang
[7] Horikawa, Kiyoshi. 1988. Nearshore Makassar. Jurnal Ilmu Teknologi Kelautan
Dynamics and Coastal Processes. Japan: Tropis, Vol. 3 No.2, Hal. 112-126
University of Tokyo Press. [16] Triatmodjo B. 1999. Teknik Pantai.
[8] Hutabarat, S., dan S. Evans. 1984. Pengantar Yogyakarta : Beta Offset.
Oseanografi. Jakarta: Universitas [17] Umar, Hasdinar et al. 2015. Identification of
Indonesia. Coastal Problem and Prediction of Coastal
[9] Nair, L. Sheela., V. Sundar, dan N. P. Erosion Sedimentation in South Sulawesi.
Kuriana, 2015. Longshore Sediment 8th International Conference on Asian and
Transport along the Coast of Kerala in Pacific Coasts (APAC) Department of
Southwest India. 8th International Ocean Engineering, IIT Madras, India. Vol.
Conference on Asian and Pacific Coasts 116, Hal. 125-133
(APAC) Department of Ocean Engineering, [18] USACE (US Army Corps of Engineers).
IIT Madras, India. Vol. 116, Hal. 40 – 46. 2003b. Coastal Sediment Processes. Part
[10] Kamiran dan Kurniyasari, Endah. 2010. III. Washington DC: Department of the
Pengangkutan Sedimen di Dekat Pantai. Army. US. Army Corp of Engineers.
Jurnal. Surabaya: Fakultas Matematika dan [19] Wibisono. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan.
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Jakarta: Grasindo.
Sepuluh Nopember. [20] Winter, C. 2007. On the Evaluation of
[11] Poerbondono, dan E. Djunansjah. 2005. Sediment Transport Models in Tidal
Survey Hidrografi. Bandung: Refika Environments. Journal Sedimentary
Aditama. Geology, Vol. 202, Hal. 562–571.
[12]Raudkivi. 1976. Loose Boundary
Hydraulics. England: Permagon Press.
[13] Restie dkk. 2013. Studi Perubahan Garis
Pantai Wulan Demak Jawa Tengah
Menggunakan Pendekatan Model Genesis
(Generalized Model for Simulating
Shoreline Change). J-OCE UNDIP, Vol. 2,
Hal. 395-405.
158
Rosyida Fathihah, dkk./Prosiding SNF-MKS-2015
beberapa jenis arus di pantai dan di laut seperti III. METODE PENELITIAN
dibawah ini (Wyrtki, 1961) :
Lokasi Penelitian
Arus yang ditimbulkan oleh angin
(wind driven currents). Penelitian ini dilaksanakan di sepanjang pantai
Arus pasang surut (tidal currents). delta muara Sungai Saddang dimulai dari
Arus susur pantai (longshore currents). Ujung Lero sampai di Maroneng, kabupaten
Arus yang ditimbulkan oleh perbedaan Pinrang. Panjang pantai ± 31 km dengan letak
kerapatan (density driven currents). geografis yaitu 3°33'23.14" S dan
119°13'33.62" E sampai 4°2'50.09" S dan
Arus Dekat Pantai 119°35'43.33" E. Lokasi Penelitian dapat
Gelombang yang menjalar menuju pantai dilihat pada Gambar 3.1.
membawa massa air dan momentum. Arah
penjalaran gelombang menguncup ke area
tanjung, dan menyebar di areal
teluk.Kerusakan ombak pecah di pantai
mentransfer energi dari ombak
kepembangkitan arus-arus pantai dan
mengangkat sedimen dari dasar pantai.
Selanjutnya, arus yang terbangkit akan
menyapu sedimen menjadi angkutan sedimen
suspensi.
Coastal current secara umum terdiri dari arus
pasang surut (tidal current), arus laut dan arus
yang dibangkitkan oleh angin. Sedangkan
nearshore current terdiri dari longshore
current yang ditimbulkan oleh gelombang
pecah dengan membentuk sudut terhadap garis
pantai, crosshore current ditimbulkan oleh
adanya gelombang yang mengarah secara
tegak lurus pantai, arus balik (rip current)
terjadi akibat perbedaan variasi tinggi
gelombang pecah sepanjang daerah dekat Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
garis pantai sehingga mengakibatkan
Metode Perolehan Data
timbulnya gradient.
1. Data Ombak Pecah
Pada Gambar 2.1. berikut adalah ilustrasi
pola arus di nearshore. Data arah dan kecepatan angin yang digunakan
dalam penelitian ini berasal dari
ECMWFberupa data angin harian setiap enam
jam selama tigapuluh tahun (1983-
2013).Setelah ombak di laut lepas terbentuk
oleh angin kemudian merambat dari laut
lepas menuju pantai maka kelancipan ombak
semakin meningkat karena pengaruh
perubahan kedalaman laut, ketika kelancipan
ombak telah mencapai nilai maksimum
maka ombak akan pecah sehingga data tinggi
ombak pecah (𝐻𝑏 ), sudut ombak pecah (𝛼𝑏 ),
dan kedalaman pada saat ombak pecah (ℎ𝑏 ).
Gambar 2.1 Sistem arus dekat pantai Parameter ombak pecah yang diperoleh akan
(Horikawa,1988) digunakan sebagai input dalam perhitungan
kecepatan arus.
160
Rosyida Fatihah, dkk. /Prosiding SNF-MKS-2015
selatan pantai di daerah Kappe-Data dan ketiga Arus berdasarkan arah datang
dengan kecepatan arus 0,260m/s ke arah utara gelombang
pantai di daerah Maroneng. Profil arah arus
Berdasarkan data angin yang diperoleh
maksimum pada setiap kwartal
menujukkan pola arus maksimum dan rata-rata
bulanditunjukkan pada Gambar 4.2.
berdasarkan arah datang gelombang yang
terbesar terjadi dari arah barat dengan
kecepatan arus maksimum 0,581 m/s dan rata-
rata arus 0,202 m/s. Kecepatan arus terendah
terjadi pada saat gelombang datang dari arah
barat daya dengan kecepatan arus maksimum
0,360 m/s dan kecepatan arus rata-rata yaitu
0,139 m/s yang ditunjukkan pada Gambar 4.8.
164
Alexander Kondo, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
3. Panjang Fetch
∑ 𝑋𝑖 cos 𝛼
𝐹𝑒𝑓𝑓 =
∑ cos 𝛼
166
Alexander Kondo, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
III. HASIL DAN PEMBAHASAN berasal dari utara, timur laut, timur, tenggara
dan selatan tidak diperhitungkan karena
Medan Angin
tidak membangkitkan ombak.
Karakteristik angin di perairan pantai Kabupaten
Tabel 1. Panjang Fetch Efektif
Pinrang disajikan pada gambar 2. Hasil analisis
data angin harian maksimum selama tigapuluh Barat Barat
Arah Barat
satu tahun (1983-2013) menunjukkan bahwa arah Daya Laut
angin dominan berasal dari arah Barat Laut Feff
200.000 200.000 176.000
menyusul dari Barat dan Tenggara. (m)
Persentase angin tertinggi sebesar 47,8% pada
Dari hasil analisis yang dilakukan, dapat
interval kecepatan angin 7-11 knot, diikuti oleh
disimpulkan bahwa tinggi ombak
28,0% pada interval kecepatan angin 11-17 knot.,
berkorelasi positif dengan periode ombak.
16,2% pada interval kecepatan angin 4-7 knot,
Jika tinggi ombak besar maka periode
6,5 pada interval kecepatan angin 1-4 knot, 1,3%
ombak juga ikut besar, begitupun
pada interval kecepatan angin 17-21 knot, dan
sebaliknya. Kecepatan angin dan panjang
0,2% pada interval keceoatan angin ≥ 22 knot.
fetch juga berkorekasi positif dengan tinggi
dan periode ombak.
3 7
2.5 6
2 5
4
Perioda (s)
Tinggi (m)
1.5
3
1 2
0.5 1
0 0
Janu…
Okt…
Des…
Nov…
Agu…
Sept…
Febr…
Maret
Juli
Juni
April
Mei
5
4
3
2
1
0
1987
1983
1985
1989
1991
1993
1995
1997
1999
2001
2003
2005
2007
2009
2011
2013
inilah dilakukan perhitungan untuk refraksi arah rambat ombak seperti tidak berbelok
ombak pada saat mendekati garis pantai.
Transformasi Ombak
Pola transformasi disesuaikan dengan kondisi
bentuk pantai dan arah angin yang dapat
membangkitkan ombak pada lokasi penelitian.
Pola transformasi ini dihasilkan dari model yang
dibuat dalam program Fortran yang
divisualisasikan dalam bentuk gambar dengan
program Microsoft Office Visio.
168
Alexander Kondo, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
H0 = 1.81 m
2
TInggi (m)
Sibo
1
6
5
0
4
0 10 20 30 40 50
Sudut (º) 3
4 Grafik Hubungan H dan Ø (BARAT) 2
1
3 0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34
Tinggi (m)
2
H0 = 0.59 m H0 = 1.01 m H0 = 1.81 m
1
Ujung Lero
0
0 2 Sudut (º)
4 6 6
Grafik Hubungan H dan Ø (BARAT DAYA)
5
3
4
3
2 2
Tinggi (m)
1
1 0
1 3 5 7 9 11131517192123252729313335
0 H0 = 0.59 m H0 = 1.01 m H0 = 1.81 m
0 10 20 Sudut (º)30 40 50
Gambar 10. Perubahan tinggi ombak dari
Gambar 9. Grafik Hubungan Tinggi dan Sudut laut lepas sampai pada saaat pecah
Ombak
Lokasi I pada Gambar 10 berada pada
Gambar 10 menunjukkan bahwa ombak yang bagian utara lokasi penelitian sekitar daerah
bergerak dari laut lepas menuju ke pantai Maroneng. Lokasi 2 berada pada bagian
mengalami perubahan tinggi karena adanya pertengahan lokasi penelitian sekitar daerah
perubahan kedalaman laut. Pada saat ombak Sibo. Lokasi ke 3 berada pada bagian
memasuki perairan dangkal, puncak ombak selatan lokasi penelitian sekitar daerah
menjadi semakin tajam hingga pada satu Ujung Lero. Ombak pada Lokasi 1
kedalaman tertentu puncak ombak menjadi mengalami pecah ombak pada saat berada
semakin tajam sehingga tidak stabil dan pecah. pada titik 5.7 m (H0 = 1.81 m), 2.7 m (H0 =
1.01 m) dan 1.4 m (H0 = 0.59 m). Pada
Lokasi 2 ombak mengalami pecah ombak
pada saat berada pada titik 5.3 m (H0 = 1.81
m), 2.5 m (H0 = 1.01 m) dan 1.3 m (H0 =
0.59 m). Sedangkan lokasi 3 ombak pecah
pada titik 5.7 m (H0 = 1.81 m), 2.7 m (H0 =
169
Alexander Kondo, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
1.01 m) dan 1.4 m (H0 = 0.59 m). Garis 0 pada Data tinggi ombak pecah dibagi berdasarkan
Gambar IV.13 menunjukkan bahwa ombak telah lokasi dengan 5 lokasi berbeda
mencapai bibir pantai. Hasil perhitungan tinggi menghasilkan histogram seperti pada
ombak pecah dan sudut ombak pecah gambar 13 dibawah ini,
diperlihatkan pada gambar 11 dan 12. Hasil
perhitungan tinggi dan sudut ombak pecah TINGGI OMBAK PECAH
dikelompokkan tiap bulan untuk melihat U.LERO LANRISANG-U.TAPE SIBO KAPPE-DATA MARONENG
perbedaan tinggi dan sudut ombak pecah tiap-tiap
bulan. Gambar 11 menunjukkan rata-rata 3
perbulan tinggi ombak pecah. Terlihat bahwa 2.5
tinggi ombak pecah mencapai puncaknya pada
TINGGI (M)
2
saat bulan Januari (2.69 m) lalu disusul pada
bulan Februari (2.61 m) dan bulan Desember 1.5
(2.45 m). Sedangkan tinggi ombak pecah 1
terendah terjadi pada bulan September (1.19 m)
lalu bulan Agustus (1.19 m) dan bulan Juli (1.22 0.5
m). 0
MAR
OKT
MEI
JUN
JUL
AGS
DES
JAN
FEB
SEP
NOV
APR
Tinggi Ombak Pecah
Gambar 13 Tinggi Ombak Pecah Pada
3 SetiapLokasi
2.5
Dari gambar 13 dapat disimpulkan bahwa
Tinggi (m)
MEI
OKT
DES
JUN
AGS
FEB
JUL
SEP
NOV
JAN
APR
0
MAR
OKT
MEI
AGS
DES
JUN
JUL
SEP
NOV
JAN
FEB
APR
20 -20
Sudut (º)
10 -30
0 -40
MAR
OKT
MEI
JUN
JUL
AGS
DES
JAN
FEB
SEP
NOV
APR
170
Alexander Kondo, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
OKT
MEI
AGU
DES
JUN
JUL
JAN
FEB
SEP
NOV
APR
Saran
Gambar 15 Kedalaman Air Dimana Ombak Pecah 1. Untuk mendapatkan hasil yang
Pada Setiap Lokasi maksimal dari penelitian ini disarankan
untuk menggunakan program pengolah
Gambar 15 memperlihatkan kedalaman ombak
data yang lain agar dapat memperkaya
disaat pecah tiap bulan di setiap lokasi.
hasil penelitian.
Kedalaman ombak pecah terbesar berada pada
daerah Lanrisang – Ujung Tape kemudian daerah 2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan
Sibo di setiap bulan. Kedalaman terendah berada menggunakan model dua dimensi.
pada daerah Maroneng dan Kappe – Data.
IV. PENUTUP REFERENSI
171
Bualkar Abdullah, dkk./ Prosiding SNF-MKS-2015
172
Bualkar Abdullah, dkk. /Prosiding SNF-MKS-2015
Ada dua jenis sumber getaran yakni sumber seismik refleksi ( seismik pantul). Seismik
pasif dan sumber aktif(Susilawati,2008); refraksi adalah pembahasan pada penulisan ini,
a. Sumber Pasif dalam metodenya waktu tempuh dari source ke
Salah satu jenis sumber pasif adalah gempa geophone adalah variabel yang diukur. Bentuk
bumi. Gempa bumi tidak lain adalah kurva waktu tempuh terhadap jarak dapat
manifestasi dari getaran lapisan batuan ditafsirkan sebagai kondisi batuan di daerah
yang energinya menjalar melalui badan dan
penelitian. Masalah utama dalam pekerjaan
permukaan bumi berupa gelombang
seismik. Sumber pasif juga sangat salah satu Metode Geofisika ini adalah membuat
berkaitan dengan metode pasif yang atau melakukan interpretasi hasil survei menjadi
memanfaatkan gejala alam seperti letusan data bawah permukaan yang akurat. Data-data
gunung berapi maupun gempa tektonik dan jarak dari kurva travel time diterjemahkan
b. Sumber Aktif menjadi satu penampang geofisika, dan
Jenis berikutnya untuk sumber getar adalah akhirnya dijadikan penampang geologi. Secara
sumber aktif yang merupakan asal getaran umum metode interpretasi seismik refraksi dapat
akibat dari gangguan bukan sebuah proses
dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama
alam. Contoh dari sumber aktif adalah
vibrator, palu, dinamit dan source buatan yaitu intercept time, delay time, dan wave front
lainnya. method (Tjetjep, 1995).
Sumber getar untuk metode seismik mempunyai
karakteristik untuk jenis berbeda khususnya
pada sumber aktif seperti vibrator, palu, dinamit
dan source buatan lainnya. Source buatan
mempunyai kelebihan yang banyak
dibandingkan sumber getar dari alam
dikarenakan source buatan dapat diaktifkan
sesuai kebutuhan. Tingkat keamanan bagi
Gambar 2.1. Sistem Dua Lapis Sederhana
manusia dan lingkungan pada source buatan
Dengan Bidang Batas Horizontal (Sismanto,
yang menggunakan bahan ledak sebagai
1999)
penambah daya selalu harus pada tingkat
keamanan yang tinggi sedangkan penggunaan
Waktu rambat gelombang pada gambar diatas,
palu sebagai sumber getar hanya mempunyai
dapat diperoleh dengan persamaan :
intensitas tekanan yang kecil tergantung pada 𝐴𝐵+𝐶𝐷 𝐵𝐶
personal dalam hal sumber daya manusia itu T= 𝑉1
+ 𝑉2
(2.1)
sendiri, inilah kelemahan palu pada saat T adalah waktu yang ditempuh gelombang
digunakan pada praktek lapangan mahasiswa seismik dari titik tembak (A) sampai geophone
geofisika bahkan pada kondisi tertentu (D), AB adalah jarak dari titik A ke B dan
digunakan pula pada pengambilan data tugas begitupula untuk CD dan BC, V1 dan V2 adalah
akhir tingkat s1. Solusi pembuatan alat yang kecepatan pada lapisan satu dan dua. Pada
terkuantisasi, terkontrol, aman dan mempunyai Persamaan ini dapat diperoleh persamaan
tekanan yang besar mesti dilakukan untuk berikut :
kebutuhan eksploitasi seismik refraksi dan TVV
seismik refleksi serta untuk kepentingan z1 1 1 2
(2.2)
kemajuan dunia pendidikan khususnya. 2 V2 2 V12
2.Kedalaman Lapisan Dan Kecepatan
Gelombang Pada Lapisan Bumi Waktu rambat gelombang pada gambar diatas,
dapat diperoleh dengan persamaan :
Metode Seismik dikategorikan kedalam dua 𝐴𝐵+𝐶𝐷 𝐵𝐶
T= + (2.3)
bagian yaitu seismik refraksi (seismik bias) dan 𝑉1 𝑉2
173
Bualkar Abdullah, dkk. /Prosiding SNF-MKS-2015
174
Bualkar Abdullah, dkk. /Prosiding SNF-MKS-2015
Tabel II.1 Intensitas dari taraf normal hingga organik yang sangat rentan terhadap gesekan,
taraf yang berbahaya. suhu dan tekanan namun tidak larut dalam air
No Level Intensitas Bunyi serta kestabilannya sangat dipengaruhi oleh
Bunyi W/m2 oligomer (Yusuf, 2012). Bahan peledak yang
dB umum digunakan dibagi ke dalam dua
1 0 10-12 Batas kelompok besar yaitu bahan peledak primer
pendengaran
dan bahan peledak sekunder. Bahan peledak
2 10 10-11 Geresik
3 20 10-10 Bisikan (jarak 1 primer tidak membutuhkan bahan peledak
meter) lain untuk peledakannya dan detonatornya
4 30 10 -9
Tenang cukup menggunakan nyala api atau aliran
5 40 10-8 Rata-Rata listrik. Contoh bahan peledak primer
Rumah diantaranya TATP (triasetone triperoxide),
6 50 10-7 Rata rata kantor PETN (pentaerythritol tetranitrate), dan turunan
-6
7 60 10 Percakapan nitrokubana. Bahan peledak sekunder
Normal
merupakan kelompok bahan peledak yang
8 70 10-5 Keributan
dalam kantor kurang sensitif namun memiliki kandungan
9 80 10 -4
Lalulintas sibuk energi tinggi contohnya TNT (2,4,6-
10 90 10-3 Mobil trinitrotoluene), HMX (octahydro-1,3,5,7-
11 100 10-2 Sepanjang tetranitro-1,3,5,7-tetrazocine), RDX
kereta api (hexahydro-1,3,5-trinitro-1,3,5-triazine), dan
-0
12 120 10 Toko mesin TNB (1,3,5-trinitrobenzene). Peledakan bahan
Tekanan sejauh peledak sekunder membutuhkan bahan
2 meter dan
13 140 102 peledak primer untuk menimbulkan 19
besar suara
pesawat jet gelombang kejut sehingga atom-atom pada
(sumber : Galuh K, 2012) bahan peledak sekunder mengalami reaksi
dekomposisi menjadi molekul-molekul yang
4. Triaseton Triperoksida lebih sederhana dengan membebaskan energi
(Mathieu, 2004).
Triaseton triperoksida (TATP) adalah salah satu
Proses oksidasi,reduksi dan dehidrasi terjadi
bahan peledak yang banyak digunakan dalam
dalam pembentukan kristal-kristal TATP berikut
dunia industri dan militer. Dalam bidang
proses-prosesnya :
industri pertambangan, bahan peledak
a) Tiga kali pelepasan atom H+
digunakan untuk pengeboran minyak,
b) Satu kali pelepasan senyawa HSO3
penghancuran batu-batuan di pegunungan, dan
c) Tiga kali pelepasan senyawa H2O
kebutuhan pertambangan lainnya. Dalam bidang
d) Tiga kali mengikat kation positif
militer, bahan peledak digunakan sebagai
e) Tiga kali mengikat O2
demolish, rocket,propellant, dan kebutuhan
f) Tiga kali mengikat atom H+
militer yang lain. Bahan peledak yang akan
Bentuk ikatan hasil sintesis triaceton
digunakan untuk kepentingan pertambangan dan
triperoksida
militer biasanya diproduksi secara berkala.
Bahan peledak juga seringkali digunakan secara
illegal oleh para teroris dan kriminal untuk
tindakan pemusnahan maupun pembunuhan
(Zaidar, 2003). Dalam eksplorasi data seismik
ini akan digunakan bahan peledak triaceton
Gambar 2.3 Ikatan Kimia Triaseton Triperoksida
triperokside. Penemu triaseton triperoksida
adalah Richard Wolffenstein pada tahun 1895.
triaseton triperoksida (TATP) adalah peroksida
175
Bualkar Abdullah, dkk. /Prosiding SNF-MKS-2015
0.14
std = 0.0054
5 jarak 2 m
0.12
2)
INTENSITAS(Watt/m
4
percobaan-ke
0.1
std = 0.0013
3 jarak 12 m
0.08
2
0.06
std = 0.005
1
jarak 24 m
0.04
0
Gambar 3.1 Tampilan alat buatan 50
2m 0.02
12 m
100
Keterangan : Daya (Watt) 150
24 m 0
1 2 3
jarak [ 2 m, 12 m dan 24 m ]
a). Central gear b).Gear pengunci
c). Tuas Control d). Mode kaki alat a b
Poin (a) adalah letak sentral gear yang
Gambar 3.2 Daya Dan Intensitas Terhadap Jarak
membantu dalam memampatkan pegas guna
Pengukuran Dari Alat DanTATP 212
menjadi dorongan alat ke plat agar
mengaktifkan TATP, jumlah gear pada sistem Keterangan :
ini menggunakan 3 buah gear dengan momen a) Hubungan daya terhadap jarak
inersia sebesar 2.7 x 10-4 kgm2 yang b) Hubungan intensitas rata-rata dengan
memudahkan pengguna saat memutar standar deviasi (std) terhadap jarak
pengangkat beban. Poin (b) adalahgear Diagram batang pengukuran besar daya dan
pengungkit yang disambungkan dengan intensitas alat + TATP tipe 212 pada jarak
pengunci berguna dalam menahan pegas. Gear 2meter, 12 meter dan 24 meter. Pada gambar
yang pada stir inilah yang menjadi control IV.5 (b) menunjukkan perubahan intensitas yang
seberapa mampatnya pegas sesuai dengan tidak terlalu besar ditiap shoot sesuai dengan
jumlah putaran yang pengguna berikan. Poin (c) nilai standar deviasinya.
adalah tuas kontrol yang berfungsi untuk
membuka dan menutup pengunci pegas. Tuas
kontrol membuat operator bisa mengambil jarak
yang aman sebelum melakukan shoot. Poin (d)
adalah mode lipatan kaki alat yang akan berguna
saat melakukan eksplorasi di area yang tidak
rata atau berlubang.
176
Bualkar Abdullah, dkk. /Prosiding SNF-MKS-2015
2)
INTENSITAS(Watt/m
4
percobaan-ke
3
0.1
std = 0.0013 sumber getar berupa palu dan source dengan
jarak 12 m
2
0.08
posisi terhadap geophone akan memberikan
0.06
1
std = 0.005
jarak 24 m
informasi mengenai tingkat kualitas kedua
0.04
0
sumber getar.
2m 0.02
50
12 m
100 trace seismic 1
24 m 0 trace seismic 1
Daya (Watt) 150 1 2 3
20 20
jarak [ 2 m, 12 m dan 24 m ]
a b 15 15
posisi geophone
posisi geophone
10
10
Gambar 3.3. Hubungan Daya Dan Intensitas 5
5
0.08
Keterangan : 0.06
0.06
0.04
a) Hubungan daya terhadap jarak 0.04
0.02
0.02
25
b) Hubungan intensitas rata-rata dengan time(s) 0
0 5
10
jarak(m)
15 20
time(s)
0
0 5 10 15 20 25
jarak(m)
4
disebabkan oleh sumber getar baru berupa
percobaan-ke
Daya (Watt) 20
24 m 0
1 2 3
perekaman dimulai dari geophone 1 ke
jarak [ 2m, 12 m, dan 24 m]
geophone 12.
a b GEOPHONE 6 SHOOT 6 ,Alat & Palu
0.07
0.04
time (s)
Keterangan : 0.03
0.01
standar deviasi (std) terhadap jarak GEOPHONE 1 SHOOT 1 ,Alat & Palu
0.07
Palu
Palu
0.06
0.03
[4] Galuh K,2012.Ketepatan Taraf Intensitas [5] Yusuf, Muhammad. 2013.Sintesis dan
Bunyi“Garengpung” (Dundubia Manifera) Karakterisasi IR 3,5 Dinitroasetofenon
Termanipulasi Pada Peak sebagai Starting Material dalam Sintesis
Frecuency(3,01±0,03)103Hz Terhadap Trimer 3,5 Dinitroaseton Peroksida.
Produktifitas Dan Pertumbuhan Tanaman Makassar. Unhas
Kentang (Solanum Tuberosum L) Pada [6] Mathieu, J., dan Stucki, H., 2004, Military
Lahan Kordinat Batas [(0.0,-0.7); (4.8,- High Explosive, Chimia, 58: 383-389
0.7); (4.8,-6.0); (0.0,-6.0)] Mdan Tanaman www.miltary.org (diakses pada 9 Maret
Tomat (Lycopersicum Esculentum M. 2015 pukul 09:27 pagi)
Yogyakarta. Universitas Negeri [7] Zaidar E., 2003, Bahan Peledak, USU
Yogyakarta. digital library, Sumatra Utara.
179
Alimuddin Hamzah Assegaf dan Wasir Samad. /Prosiding SNF-MKS-2015
r
0.194 Lokasi dumping ditetapkan sebagai uji kasus
f w exp 5.977 5.213 (6) untuk perairan Pattirolokka, Kabupaten Wajo
a0 dengan koordinat antara lain:
181
Alimuddin Hamzah Assegaf dan Wasir Samad. /Prosiding SNF-MKS-2015
182
Alimuddin Hamzah Assegaf dan Wasir Samad. /Prosiding SNF-MKS-2015
183
Elisa Sesa, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Rancang Bangun Alat Ukur Curah Hujan, Temperatur, dan Kelembaban Udara
dengan Media Penyimpan Dalam SD Card
Elisa Sesa*, Dedy Farhamsah dan Randy Lasman
Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Tadulako
*
Email : elisa.sesa@uon.edu.au
ABSTRAK
Data curah hujan, temperatur dan kelembaban udara begitu penting dalam kehidupan sehari-
hari. Data-data tersebut merupakan sarana informasi bagi keperluan instansi terkait, seperti
BMG, BMKG, dan bidang budidaya pertanian. Pada penelitian ini dibuat alat ukur curah hujan,
temperatur dan kelembaban udara dengan sistem media penyimpanan data SD CARD. Alat ukur
ini terdiri dari penampung air hujan, transduser optik, sensor DHT11, modul SD card dan
Mikrokontroler Arduino Uno. Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap yaitu perancangan dan
pembuatan sistem mekanik, perancangan dan pembuatan sistem elektronik, penggabungan
sistem mekanik, sistem elektronik dan PC/laptop, dan pembuatan program, pengujian alat,
pengambilan data. Alat ukur ini telah diuji dan bekerja dengan baik. Untuk curah hujan, alat
yang dibuat memiliki batas pengukuran terkecil sebesar 0.20 mm. Pada pengujian data curah
hujan simulasi diperoleh kesalahan relatif sebesar 0 % terhadap pengukuran dengan gelas ukur
standar. Pada pengukuran data curah hujan di lapangan diperoleh tingkat kesalahan relatif
berkisar 0-2.5% terhadap pengukuran dengan alat observasi (OBS). Untuk temperatur alat yang
dibuat dapat mengukur berkisar 0-50 ℃ dengan tingkat kesalahan relatif terhadap pengukuran
dengan AWS berkisar 0.0-3.0% dan untuk kelembaban dapat mengukur berkisar 20-90 % RH
(Relative Humidity), dengan tingkat kesalahan relatif pada AWS berkisar 30.9-38.8%.
Kata Kunci : Arduino Uno, Curah hujan, DHT11, Kelembaban Udara, Temperatur,
Transduser Optik.
184
Elisa Sesa, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
185
Elisa Sesa, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
(a) (b)
Gambar 6. Sistem mekanik alat: (a)
Penampung air hujan dan (b) sistem jungkat-
jungkit.
Pada Gambar 7 diperlihatkan sistem elektronik
dari alat ukur curah hujan, temperatur dan
kelembaban udara hasil rancangan dan
pembuatan sesuai dengan tahap kedua. Sistem
ini terdiri dari RTC 1307 (e), SD CARD Module
(f), Arduino Uno (g), dan LCD (h) yang akan
terhubung dengan transduser optik dan sensor
DHT11 yang terletak pada bagian sistem
mekanik.
Gambar 5. Diagram alir program pengendali
III. HASIL DAN DISKUSI
Pada Gambar 6 diperlihatkan sistem mekanik
dari alat ukur curah hujan, temperatur dan
kelembaban udara yang merupakan hasil
rancangan dan pembuatan sesuai dengan tahap
pertama. Sistem mekanik ini memiliki bahan,
bentuk dan ukuran berdasarkan kesepakatan
standar internasional. Bahan terbuat dari plastik
yang bersifat kedap air dan tahan panas maupun
Gambar 7. Sistem elektronik alat
dingin. Pada Gambar 6a, merupakan penampung
186
Elisa Sesa, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Secara keseluruhan alat yang dibuat seperti yang beroperasi di Bandara Sis Aljufri Mutiara Palu.
ditunjukkan pada Gambar 7. Alat ini terhubung Dengan demikian data curah hujan, temperatur,
oleh komputer untuk proses pemograman pada dan kelembaban yang diperoleh dengan alat
mikrokontroler pada board Arduino Uno. yang dibuat dalam penelitian dapat
Sebelum pengambilan data, terlebih dahulu dibandingkan dengan data-data yang sama dari
dilakukan kalibrasi alat khususnya bagian alat ukur yang sesuai milik BMKG tersebut.
pengukuran curah hujan. Untuk pengukuran Pada Tabel 2 diperlihatkan data curah hujan
temperatur dan kelembaban, sensor yang yang diperoleh pada tanggal 22 Juli 2015. Data
digunakan sudah terkalibrasi dari pabrik dan temperatur dan kelembaban udara seperti yang
sulit untuk mengkalibrasinya secara terpisah diperlihatkan pada Tabel 3.
karena desain yang menyatukan sensor
Tabel 2. Pengambilan data lapangan tanggal 22
temperatur dan kelembaban. Pada Tabe1 1
Juli 2015
ditunjukkan banyaknya cacahan dari volume air
yang dituang ke bagian penampung. Volume air
ini telah disesuaikan takarannya dengan
menggunakan gelas ukur standar curah hujan.
Hasil kalibrasi ini sangat linier sepetri yang
ditunjukkan pada Gambar 7.
Tabel 1. Kalibrasi curah hujan Catatan: OBS = Observasi adalah simbol alat BMKG
187
Elisa Sesa, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
dan langsung siap digunakan. Untuk alat ukur UCAPAN TERIMA KASIH
BMKG (AWS) telah dikalibrasi yang
Terima kasih kepada Universitas Tadulako
disesuaikan dengan standar BMKG.
melalui Jurusan Fisika, FMIPA dalam memberi
Sama halnya dengan pengukuran dan bantuan dana untuk publikasi penelitian ini.
pengambilan data temperatur, data pengukuran
REFERENSI
dan pengambilan data kelembaban udara yang
diperoleh dari Tabel 3 untuk data kelembaban [1] Antoro,A., 2011, Curah Hujan,
udara yang dilakukan mulai pukul 15.00-17.00 http://geospasial.blogspot.com/2011_08_0
WITA, memiliki tingkat kesalahan relatif yang 1_arch
cukup besar. Untuk tingkat kesalahan relatif [2] ive.html,diakses pada tanggal 30 Mei
pada AWS berkisar 30.9-38.8 %. Hal ini 2014.Tama, C., 2013, Mengenal Arti Curah
disebabkan oleh sensor yang tidak dapat Hujan Dan Cara Membacanya.
dikalibrasi secara manual dan telah terkalibrasi http://chandratama.wordpress.com/2013/0
langsung dari pabrik. 3/18/cara-membaca-angka-curah-
hujan/,diakses pada tanggal 30 Mei 2014
IV. KESIMPULAN
[3] Sundoro, T., 2006, Penakar Hujan Berbasis
Alat penentu curah hujan, dan temperatur dan Komputer: Skripsi, Jurusan Fisika FMIPA
kelembaban udara yang dibuat telah beroperasi UNTAD, Palu.
dengan baik dan data yang dihasilkan cukup [4] Fraden, J., 2004, Handbook of Modern
memuaskan. Pengukuran curah hujan (hujan Sensors Physics, Design, and Application.
sesungguhnya) dengan alat yang dibuat Third Edition, Springer, New York, USA.
memiliki batas pengukuran terkecil sebesar 0.20 [5] Evans, B., 2011, Beginning Arduino
mm (millimeter) air hujan. Dari hasil Programming. First Edition, San Francisco,
perhitungan, pengukuran dan pengolahan data California, USA.
curah hujan diperoleh tingkat kesalahan relatif [6] Arduino-Info-SD-Card, 2014, Module SD-
berkisar 0-2.5 %. Dari hasil perhitungan, Cards,http://arduino-
pengukuran dan pengolahan data untuk info.wikispaces.com/SD-Cards, diakses
temperatur dan kelembaban udara diperoleh pada tanggal 30 Mei 2014.
tingkat kesalahan yang dapat diterima. [7] Codehaus, Blogspot., 2012, I2C RTC
Kesalahan relatif pengukuran temperatur DS1307 AT24C32 Real Time Clock
dengan alat yang dibuat terhadap AWS berkisar Module,
0.0 -3.0 %. Untuk pengukuran kelembaban http://codehaus.blogspot.com/2012/02/i2c-
udara diperoleh kesalahan relatif besar yang rtc-ds1307-at24c32-real timeclock.html,
berkisar 30.9-38.8 %. Hal ini disebabkan sensor diakses pada tanggal 2 Maret 2014.
tidak dapat dikalibrasi secara manual karena [8] Fujitsu Inc., 2006, Fundamentals of Liquid
telah terkalibrasi langsung dari pabrik. Crystal Displays-How They Work and
What The, California, USA.
[9] Gerai Cerdas., 2014, Sensor Suhu dan
Kelembaban,
http://www.geraicerdas.com/dht-11-
sensor-suhu-dan-kelembaban, diakses pada
tanggal 30 Mei 2014.
188
Syahir Mahmud dan Suendy Ciayadi Kwang / Prosiding SNF-MKS-2015
189
Syahir Mahmud dan Suendy Ciayadi Kwang / Prosiding SNF-MKS-2015
memiliki keunggulan dibanding jenis turbin Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa angle of
HAWT (Horizontal Axis Wind Turbine) attack atau sudut serang (𝛼) merupakan sudut
diantaranya tidak terlalu memperhitungkan arah chord (c) dan kecepatan efektif aliran atau juga
aliran karena bentuknya yang simetri, tekanan biasa disebut kecepatan relatif aliran (w).
gravitasi tidak mampu balik pada bentuk Kecepatan relatif aliran (w) merupakan jumlah
sudunya, mampu beroperasi pada head dan dari vektor kecepatan aliran arus laut (v) dan
kecepatan yang rendah, untuk aplikasi skala vektor kecepatan sudu (u). Kecepatan relatif
kecil, biaya rendah, kebisingan rendah, desain aliran merupakan kecepatan yang berpengaruh
sudu sederhana sedangkan kelemahannya langsung terhadap gaya – gaya pada hydrofoil
adalah ketidak mampuan melakukan self- dimana kecepatan ini tegak lurus terhadap arah
starting, dan efisiensi yang rendah. gaya angkat (lift) dan sejajar terhadap arah gaya
hambat (drag). Nilai kecepatan relatif dapat
diperolehkan melalui rumus berikut:[7]
⃗v = u ⃗ +w⃗⃗
⃗⃗ = v
w ⃗ −u⃗
⃗⃗ = v
w ⃗ − (ω × r) (1)
Keterangan :
Gambar 1. Turbin Darrieus 𝑤
⃗⃗ = vektor kecepatan relatif
Prinsip kerja turbin Darrieus adalah akibat 𝑣 = vektor kecepatan aliran air laut
kecepatan aliran air maka menyebabkan sudu 𝑢
⃗ = vektor kecepatan sudu turbin
berputar dengan kecepatan putar tertentu, maka 𝑟 = jari-jari turbin (m)
resultan dari kecepatan tersebut akan B. Turbin Savonius
menghasilkan gaya hydrodinamis. Gaya angkat
(lift) dihasilkan karena bentuk airfoil dari sudu Turbin dengan konstruksi sederhana yang
turbin. Sudu-sudu ini memotong udara dengan ditemukan oleh sarjana Finlandia bernama
sudut serang yang mengakibatkan perbedaan Sigurd J. Savonius (1922). Turbin yang
tekanan. Hasil dari perbedaan tekanan inilah termasuk dalam kategori VAWT ini memiliki
yang mengakibatkan gaya angkat, yang mana rotor dengan bentuk dasar setengah silinder.
mendorong sudu bergerak ke depan. Untuk Turbin Savonius adalah jenis turbin tipe drag,
mendorong turbin, torsi yang disebabkan oleh dimana turbin ini menghasilkan daya dengan
gaya angkat harus lebih besar dibanding torsi memanfaatkan gaya drag yang di hasilkan dari
yang dihasilkan oleh gaya hambat (drag) tiap-tiap sudunya. Drag merupakan gaya yang
sehingga menghasilkan torsi netto. bekerja berlawanan dengan arah air yang
menumbuk sudu. Turbin ini terdiri atas dua
Besarnya energi yang dihasilkan oleh turbin hingga tiga sudu yang disusun sedemikian rupa
Darrieus merupakan energi poros yang sehingga jika dilihat dari atas akan terlihat
diperoleh turbin dari energi aliran air. Untuk seperti membentuk huruf S.[8]
mengetahui daya turbin Darrieus terlebih dahulu
harus diketahui vektor gaya dan kecepatan pada
hydrofoilnya, seperti yang ditunjukan pada
Gambar 2 dibawah ini.
190
Syahir Mahmud dan Suendy Ciayadi Kwang / Prosiding SNF-MKS-2015
𝑇=𝐹 × 𝑟 (4)
Keterangan :
𝑇= torsi (Nm)
Gambar 4. Turbin Darrieus-Savonius 𝐹 = gaya pada poros turbin (N)
𝑟 = jari – jari turbin (m)
D. Daya Aliran Air
F. Daya Mekanik Turbin
Daya yang dihasilkan oleh turbin arus laut jauh
lebih besar dari pada daya yang dihasilkan oleh Perhitungan daya pada gerak melingkar pada
turbin angin, karena massa jenis air laut lebih umumnya dapat dituliskan sebagai berikut :
besar dari massa jenis udara. Daya adalah energi
𝑃𝑡 = 𝑇 × 𝜔 (5)
per satuan waktu. Kapasitas daya yang
dihasilkan dapat dihitung dengan pendekatan Keterangan :
matematis yang memformulasikan daya yang 𝑇= torsi (Nm)
melewati suatu permukaan atau luasan, maka 𝜔= kecepatan anguler (rad/s)
rumus umum yang digunakan adalah formulasi
Fraenkel (1999) yaitu: Jika pada turbin air besarnya kecepatan anguler
1 atau kecepatan sudut (𝜔) dirumuskan sebagai[1]
𝑃𝑎 = 2
× 𝑚 × 𝑣2 (2)
2𝜋𝑛
𝜔= (6)
Massa yang digunakan adalah laju massa aliran 60
air, maka laju massa aliran air dapat dihitung Keterangan :
dengan menggunakan persamaan : 𝜔 = kecepatan anguler (rad/s)
𝑛 = putaran turbin (rpm)
𝑚̇ = 𝜌 × 𝑄 𝜋 = 3.14
Keterangan : G. Efisiensi Turbin
𝑚̇= laju aliran massa (kg/s)
𝜌 = massa jenis fluida (kg/m3) Untuk menyatakan performa suatu mesin
𝑄 = debit air (m3/s) biasanya dinyatakan dalam efisiensi yang
merupakan perbandingan antara daya yang
Maka daya air dapat dirumuskan menjadi : dihasilkan dengan daya yang diberikan.
1 Semakin besar efisiensi yang dihasilkan maka
𝑃𝑎 = × 𝜌 × 𝑄 × 𝑣2 semakin bagus mesin itu bekerja. Efisiensi dapat
2 dihitung dengan persamaan[1] :
Dengan menggunakan persamaan kontinuitas 𝑃
yaitu Volume air per satuan waktu (debit) yang 𝜂 = 𝑃𝑡 × 100% (7)
𝑎
bergerak dengan kecepatan 𝑣 dan melewati
Keterangan :
daerah seluas 𝐴 adalah[1] :
𝜂 = efisiensi daya mekanik (%)
𝑄 =𝐴×𝑣 𝑃𝑡 = daya mekanik turbin (Watt)
191
Syahir Mahmud dan Suendy Ciayadi Kwang / Prosiding SNF-MKS-2015
192
Syahir Mahmud dan Suendy Ciayadi Kwang / Prosiding SNF-MKS-2015
efisiensi maksimal pada saat gaya poros [6] Ridha Faturachmi, Indah Kartika, Dika
sebesar 17 N yaitu sebesar 66,76 %. Kustiani. 2015. Turbin Air. Jakarta Pusat.
4. Berdasarkan data – data hasil pengukuran [7] Sudargana dan R, Guruh Kis Yuniarso.
dan perhitungan yang diperoleh, turbin yang 2012. Analisa Perancangan Turbin
dapat bekerja dengan baik dan ideal adalah Darrieus Pada Hydrofoil Naca 0015 Dari
turbin Darrieus-Savonius. Karakteristik Cl Dan Cd Pada Variasi
5. Berdasarkan efisiensi yang dihasilkan, Sudut Serang Menggunakan Regresi Linier
pemasangan turbin paling baik pada saat Pada Matlab. Semarang. Program Studi
gaya poros sebesar 17 N. Teknik Mesin Universitas Diponegoro.
[8] Ruzita Sumiati. 2012. Pengujian Turbin
UCAPAN TERIMA KASIH
Angin Savonius Tipe U Tiga Sudu Di
Terima kasih kepada semua pihak yang telah Lokasi Pantai Air Tawar Padang. Padang.
membantu baik secara langsung maupun secara Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin
tidak langsung dalam proses pembuatan turbin Politeknik Negeri Padang.
hingga sampai pada proses pengukuran turbin [9] Marizka Lustia Dewi. 2010. Analisis
dan sampai pada selesainya pembuatan laporan Kinerja Turbin Angin Poros Vertikal
penelitian ini. Terima kasih juga kepada Dengan Modifikasi Rotor Savonius L
BKPMD, BKBP, dan PDAM kota Makassar Untuk Opltimasi Kinerja Turbin.Fakultas
yang telah memberikan izin untuk melakukan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
penelitian ini. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
REFERENSI [10] Syahir Mahmud, M.T., Ir., Viktus K.
Koten, M.T., ST., Stevy Thioritz, M.T., Ir.,
[1] Muhammad Irsyad. 2010. Kinerja Turbin 2014. Desain Dan Uji Karakteristik Turbin
Air Tipe Darrieus Dengan Sudu Hydrofoil Darrieus-Savonius Pada Proses
Standar NACA 6512. Lampung. Program Pemanfaatan Arus Laut Menjadi Energi
Studi Teknik Mesin Universitas Lampung. Mekanik. Makassar. Fakultas Teknik
[2] Andi Trimulyono, Berlian Arswendo A. Universitas Atma Jaya Makassar.
2012. Perancangan Turbin Arus Laut [11] Richard Pietersz, Rudy Soenoko, Slamet
Untuk Daerah Pesisir Pantai Tipe Kobold Wahyudi. 2013. Pengaruh Jumlah Sudu
Dengan Bilah HLIFT Dan NACA 0018 Terhadap Optimalisasi Kinerja Turbin
Yang Dimodifikasi Dengan Computational Kinetik Roda Tunggal. Malang. Program
Fluid Dynamic. Semarang. Fakultas Teknik Magister Teknik Mesin Universitas
Universitas Diponegoro. Brawijaya Malang
[3] Anonim. 2015. Laut Sumber Energi [12] Esti Anugraheni M, Huni Hindrati,
Raksasa Terbaharui http://www.alpensteel Suryatin Ardiningsih, M. Martha Ayuhans,
com/article/119-106-energi-laut-ombak Silvia Haryanti. 2014. Laporan Praktikum
gelombangarus/526-laut-sumber-energi- Fluida Archimedes Dan Massa Jenis.
raksasa-terbaharui) diakses 06 Maret 2015. Surabaya. Program Studi Pendidikan Sains
[4] Anonim. 2014. Arus Laut Sebagai Sumber Universitas Negeri Surabaya.
EnergiListrik,(http://www.getsttpln.com/20 [13] Sularso dan Kiyokatsu Suga. Dasar-dasar
14/03/arus-laut-sebagai-sumber-energi- Perencanaan Elemen Mesin. ITB. Bandung
listrik.html) diakses 06 Maret 2015 [14] E. R. G. Eckert dan R. M. Drake. Analysis
[5] Emil Mosonyi, Akademia Kiado, of Heat Mass Transfer. McGraw-Hill. New
Budapest. 2012. Water Power York
Development, Low-Head Power Plants.
Vol. 1.
193
Muh. Said, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Uji Nilai Kalor Briket dengan Komposisi Kayu Pohon Asam, Kotoran Sapi dan
Serbuk Gergaji Sebagai Pengganti Bahan Bakar Alternatif
Muh. Said L*, Sri Wahyuna dan Hernawati
Prodi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Kampus 2 Samata Gowa 92113
*
Email : muhmmadsaidlanto83@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar nilai kalor briket pada komposisi
bahan kayu pohon asam, kotoran sapi dan serbuk gergaji. Penelitian ini terdiri dari dua tahap
proses yaitu tahap pertama proses pembuatan briket dengan menggunakan komposisi bahan
bervariasi dan ukuran partikel bahan 25 mesh dan tahap kedua proses pengujian nilai kalor
menggunakan kalorimeter bomb. Pada proses pengujian beberapa parameter terukur yaitu suhu
sebelum dan sesudah pemanasan serta lama pemanasan bahan. Berdasarkan hasil penelitian
bahwa jenis briket yang memiliki nilai kalor yang tertinggi dengan komposisi bahan kayu pohon
asam : 50 gram, serbuk gergaji : 25 gram, kotoran sapi : 10 gram, bahan perekat : 15 gram,
diperoleh nilai kalor yang dihasilkan sebesar 4696,8990 kal/gram. Sedangkan jenis briket yang
memiliki nilai kalor terendah dengan komposisi bahan yang digunakan adalah kayu pohon asam
: 15 gram, serbuk gergaji : 15 gram, kotoran sapi : 35 gram, dan serbuk gergaji : 35 gram,
diperoleh nilai kalor yang dihasilkan adalah sebesar 3174, 7376 kal/gr. Hasil nilai kalor tertinggi
ini telah memenuhi nilai standar USA untuk kalor briket batu bara.
Kata Kunci: bahan bakar alternatif, briket, kalor, komposisi bahan, suhu.
194
Muh. Said, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Penelitian ini telah dilakukan untuk membuat 6.33 cm yang terbuat dari pipa, kemudian
briket sebagai bahan bakar alternatif dengan Mencatat nilai volume titran.
komposisi bahan yang bervariasi yaitu bahan g. Mengukur panjang kawat yang terbakar.
kayu pohon asam, serbuk gergaji dan kotoran h. Menghitung nilai kalor sampel dengan
sapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persamaan:
seberapa besar nilai kalor yang dihasilkan pada W.T C1 C2 C3
briket dengan komposisi bahan kayu pohon Hgross
m (1)
asam, campuran kotoran sapi dan serbuk gergaji.
dengan:
II. BAHAN DAN METODA T Tc Ta r1 b a r2 c b
Penelitian ini telah dilakukan di laboratorium (2)
Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN i. memadatkan dengan cara menekannya ke
Alauddin Makassar dan proses pengujian nilai bawah sampai rapat.
kalornya dilakukan di Laboratorium Kimia j. Mengeluarkan hasil cetakan briket setelah
Fisika Jurusan Kimia Fakultas Sains dan terbentuk, kemudian menjemur selama 2
Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin hari kembali di bawah sinar matahari.
Makassar, Samata-Gowa. Adapun alat dan k. Hasil cetakan briket dihasilkan berupa
bahan yang di gunakan pada penelitian ini terdiri briket bentuk silinder, yang kemudian
dari beberapa bagian yaitu alat pencetak briket, semua hasil cetakan ditimbang dengan
ayakan, blender, kalorimeter bomb, mistar, menggunakan neraca digital.
neraca analitik, oven, air, aluminium foil, 2. Uji Nilai Kalor
kotoran sapi, kayu pohon asam, serbuk gergaji, Pengujian nilai kalor dari masing-masing
tepung tapioka (kanji). komposisi briket dapat dilakukan sebagai
Dalam penelitian ini beberapa variabel berikut:
penelitian yaitu: a. Briket yang akan diuji sebelumnya
1. Variabel terikat yaitu nilai kalor bahan briket. ditumbuk menggunakan penumbuk
2. Variabel bebas yaitu bahan kulit pohon asam, kemudian hasil tumbukan tersebut
kotoran sapi, serbuk gergaji. ditimbang ± 1 gram sampel ke dalam
3. Variabel kontrol yaitu komposisi bahan yang cawan besi.
telah digunakan. b. Menyiapkan rangkaian alat kalorimeter
bomb, memasang cawan ke rangkaian
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap proses
bomb kalorimeter.
yaitu:
c. Menghubungkan rangkaian bom
1. Proses Pembuatan Briket Proses kerja yang
kalorimeter dengan cawan platina dan
dilakukan adalah:
berbentuk V dan mengupayakan kawat
a. Menyiapkan bahan-bahan yang
menyentuh sampel tidak menyentuh
digunakan.
wadah.
b. Mengeringkan masing-masing semua
d. Memasukan aquades sebanyak 1 mL
bahan yang ditelah buat selama 2 hari di
dalam bejana kalorimeter bomb, dan
bawah sinar matahari (keadaan cerah)
memasang rangkaian penutup pada
c. Bahan-bahan diarangkan menggunakan
wadahnya.
oven pada suhu 2000 C. Kemudian
e. Membuka aliran gas dengan memutar ke
menghaluskan bahan-bahan yang sudah
arah kanan dan mengisi gas pada wadah
dioven dengan menggunakan blender,
kalorimeter bomb dengan memberi
selanjutnya diayak dengan ukuran 25
tekanan 25-30 atm dengan ke arah kiri dan
mesh.
melepas tekanannya.
d. Menimbang bahan yang dicampurkan
f. Memasukan ± 2 L aquades pada jaket
sesuai dengan komposisi yang telah
kalorimeter bomb dan memasang wadah
ditentukan sehingga total massa bahan
kalorimeter bom pada jaketnya.
campuran menjadi 100 gram untuk setiap
Memastikan posisi dalam keadaan tepat.
briketnya.
g. Menutup wadah jaket dan memasang
e. Bahan yang sudah dicampur diaduk
karet di atas wadah penutup kalorimeter
hingga merata (homogen).
bom kemudian menjalankan karetnya
f. Memasukan adonan ke dalam alat
dengan memutar ke kanan dan secara
pencetak berupa pipa paralon berdiameter
195
Muh. Said, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
bersamaan menekan tombol ON *) massa total yang dibuat dalam satu jenis
termometer. briket adalah 100 gram.
h. Mencatat kenaikan suhu pada menit ke-5
III. HASIL DAN DISKUSI
sampai ke-10 dan menekan tombol di
bakar pada menit ke-10 kemudian Penelitian ini meliputi proses pembuatan briket,
mencatat suhu pada menit ke-18 sampai dan pengujian nilai kalor dengan menggunakan
sampai menit ke-24. alat kalorimeter bomb. Penelitian ini
i. Menekan tombol OFF pada termometer menggunakan bahan perekat dari tepung kanji
dan menghentikan perputaran karet dan air, tepung kanji dicampurkan dengan air
dengan memutar ke kanan . dan dimasak sehingga menjadi lem, alat cetakan
j. Membuka penutup dan mengambil wadah briket terbuat dari pipa paralon berukuran 6.33
dan membersihkan dari air dan membuka
cm. Pengujian nilai kalor sebanyak 9 briket,
aliran gasnya.
k. Membilas seluruh permukaan wadah dengan masing-masing briket memiliki
kalorimeter bomb dengan aquades komposisi yang bervariasi. Berikut hasil
kemudian menitrasi hasil pembakaran pembuatan briketnya yaitu:
dengan Na2CO3, 0,07 N dengan
menggunakan indikator MO.
Keterangan:
Hgross = nilai kalor yang dihasilkan bahan
briket (kal/gr)
W = kapasitas kalor kalorimeter bomb
(kal/0C)
T = perubahan suhu (0C)
Gambar 1. Hasil briket yang telah dibuat
C1 = faktor koreksi nitrat (2,5 mL)
C2 = faktor koreksi nitrat (13,9 kal) Untuk menguji nilai kalornya, terlebih dahulu
diuji satu persatu bahan briket dalam
C3 = faktor kawat terbakar (17,71 kal)
kalorimeter bomb selama 24 menit atau 1.440
m = massa bahan briket (gr) sekon dengan interval waktu yang ditentukan.
r1 = perubahan temperatur sebelum Berikut hasil pengukuran suhu ke sembilan
dipanaskan (0C) briket yang kemudian hasilnya dapat diplot
r1 = perubahan temperatur setelah dalam bentuk grafik hubungan antara waktu
pemanasan terhadap pengaruh suhu yaitu:
dipanaskan (0C)
Pada grafik 1. di atas terlihat tiga keadaan suhu
Komposisi bahan yang digunakan adalah
sebagai berikut : yaitu suhu awal pemanasan bahan, suhu
pemanasan bahan dan suhu konstan.
Tabel 1. Komposisi bahan yang bervariasi
Kayu
Serbuk Kotoran Bahan
Kode pohon
gergaji sapi pelekat
Sampel asam
(gram) (gram) (gram)
(gram)
A1 40 25 20 15
A2 40 15 25 20
A3 40 10 20 30
B1 50 25 10 15
B2 40 25 15 20 Gambar 1. Hubungan Waktu Pemanasan t
B3 30 25 20 25 (Sekon) terhadap suhu pemanasan bahan (0C)
C1 10 30 35 25
C2 15 15 35 35 Terlihat bahwa bahwa suhu briket B2 dengan
C3 25 10 35 30 komposisi 40 gr kayu pohon asam; 25 gr serbuk
gergaji; 15 gr kotoran sapi dan 20 gr bahan
196
Muh. Said, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
pelekat telah memiliki suhu yang paling tinggi, tinggi nilai kalor, lem bahan perekat juga
dan terjadi keadaan yang berbeda mempengaruhi tinggi nilai kalor karena
peningkatannya dengan suhu briket lainnya. Hal komposisi bahan perekat pada briket B1 15 gram
ini disebabkan oleh karena pada saat pengujian yang lebih sedikit dibandingkan dengan bahan
terjadi kesalahan pada penggunaan penambahan komposisi briket lainnya. Seperti pada
aquades yang tidak diganti. Penambahan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh
aquades serta penggantian bahan setiap (Muhammad Faizal, dkk, 2014) bahwa semakin
pengujian pemanasan bahan briket dapat rendah komposisi suatu bahan perekat maka
berpengaruh terhadap kenaikan suhu. nilai kalor yang dihasilkan semakin tinggi pula,
sebaliknya semakin tinggi komposisi bahan
Setelah diperoleh hasil pengukuran suhu,
perekat maka semakin rendah nilai kalor yang
selanjutnya dianalisis dan dihitung uji nilai
dihasilkan briket tersebut. Penambahan perekat
kalornya dengan persamaan (1) dan (2). Hasil
juga menyebabkan nilai kalor briket semakin
perhitungan adalah sebagai berikut:
berkurang karena bahan perekat memiliki sifat
Tabel 2. Hasil analisis nilai kalor setiap briket yang termoplastik artinya serta sulit terbakar dan
dihasilkan membawa lebih banyak air sehingga panas yang
Kode Jenis Nilai kalori dihasilkan terlebih dahulu digunakan
Briket (kal/gram) menguapkan air dalam briket. Nilai kalor yang
A1 3960,8747 dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi
A2 3620,9109 standar nilai kalor briket batu bara USA yaitu
A3 3964,4596 4000-65000 kal/gr (Sumber: Hendra, 1999
B1 4696,899 dalam Sunyata dan Wulur, 2008).
B2 4500,0231 Nilai briket yang paling rendah pada briket yang
B3 4064,6203 dibuat pada penelitian ini adalah jenis briket C2,
C1 3339,7197 dimana komposisi bahan yang digunakan adalah
C2 3174,7376 kayu pohon asam : 15 gram, serbuk gergaji : 15
C3 3213,6685 gram, kotoran sapi: 35 gram dan bahan perekat
35 gram. Pada briket C2 komposisi yang
digunakan untuk membuat briket lebih tinggi
komposisi lem (bahan perekatnya)
dibandingkan dengan komposisi bahan-bahan
yang lain seperti kayu pohon asam, serbuk
gergaji dan kotoran sapi. Nilai kalor briket yang
dihasilkan pada jenis briket C2 adalah
3174,7376 kal/gram.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,
briket B1 dapat digunakan sebagai bahan bakar
alternatif minyak tanah karena telah memenuhi
standar briket batu bara (USA). Standar nilai
Gambar 2. Hasil nilai kalor untuk semua jenis kalor briket batu bara kalor USA adalah 4000-
briket yang diuji. 6500 kal/gram, sedangkan nilai kalor yang
Berdasarkan pada grafik di atas bahwa yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 4696,899
memiliki nilai kalor briket yang lebih tinggi dari Kal/gram.
sembilan briket adalah briket jenis B1 dimana IV. KESIMPULAN DAN SARAN
komposisinya kayu pohon asam adalah 50 gram
: serbuk gergaji : 25 gram, kotoran sapi : 10 Berdasarkan hasil uji nilai kalor briket yang
gram, dan bahan perekatnya : 15 gram. Pada telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai
jenis briket B1 tersebut nilai kalor yang kalor briket pada komposisi bahan kayu pohon
dihasilkan pada penelitian ini adalah 4696,899 asam, kotoran sapi dan serbuk gergaji yang
kal/gram. Hal ini disebabkan karena memiliki nilai kalor tertinggi yaitu jenis briket
komposisinya kayu pohon asam lebih tinggi, B1 dengan komposisi bahan kayu pohon asam :
dimana pohon asam memiliki nilai kalor yang 50 gram, serbuk gergaji : 25 gram, kotoran sapi
lebih tinggi dibandingkan serbuk gergaji dan : 10 gram dan bahan perekat : 15 gram, dengan
kotoran sapi, selain bahan yang mempengaruhi nilai kalor yang dihasilkan sebesar 4696,8990
197
Muh. Said, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
198
Yulia Afriani, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Penentuan Kualitas Batubara Berdasarkan Log Gamma Ray, Log Densitas dan
Analisis Parameter Kimia
(Studi Kasus : Pit 2A Blok Selatan Lamin Project, PT. Mega Alam Sejahtera, Berau
Kalimantan Timur)
Yulia Afriani, Makhrani* dan Syamsuddin
Program studi Geofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin
*
Email : rani_anshar@yahoo.co.id
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui kualitas batubara pada tambang batubara pit 2A
Blok Selatan Lamin Project PT. Mega Alam Sejahtera Berau Kalimantan Timur. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah well logging yaitu log gamma ray dan log densitas untuk
mengetahui profil bawah permukaan dengan titik pengeboran sebanyak 13. Dari hasil analisis
dan interpretasi data diperoleh nilai densitas rata-rata 1.63 gram/cc, volume shale rata-rata 0.2%,
Ash conten rata-rata 6.46%, kalori rata-rata 5103.53 Kcal/kg, dan total moisture rata-rata 25%.
Dengan metode trendline scatterplot bivarian yang digunakan untuk mendapatkan hubungan
korelasi dari dua variable yaitu variabel X dan variabel Y, didapatkan korelasi kuat-sangat kuat.
Dari analisi hubungan densitas dengan Ash content memiliki nilai koefisien korelasi R 2 = 0.520
atau 52% (korelasi kuat), hubungan densitas dengan total moisture memiliki nilai koefisien
korelasi R2 = 0.828 atau 82.2 % (korelasi sangat kuat), hubungan densitas dengan kalori memiliki
nilai koefisien korelasi R2 = 0.582 atau 58.2% (korelasi kuat). Sedangkan hubungan volume
shale dengan ash content memiliki nilai koefisien korelasi R2 = 0.502 atau 50.2% (korelasi kuat),
hubungan volume shale dengan kalori memiliki nilai koefisien korelasi 0.593 ata 59.3% (korelasi
kuat). Dilihat dari hubungan korelasi tersebut kualitas batubara pada daerah penelitian memiliki
kualitas yang baik.
Kata kunci : well logging, log gamma ray, log densitas, Volume Shale, Ash Content, Kalori,
Total Moisture.
199
Yulia Afriani, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
200
Yulia Afriani, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
201
Yulia Afriani, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Hubungn volume shale terhadap kalori dan kalori akan semakin tinggi ini menyatakan
bahwa kualitas batubara akan baik. Sebaliknya
Dari hasil trendline observasi scatterplots
jika nilai densitas rendah maka nilai Ash
bivariant di dapatkan nilai koefisien korelasi R2 =
content akan tinggi, nilai total moisture
0.593 dengan nilai rata-rata volume shale 0.2 %
semakin tinggi dan kalori akan rendah. Ini
dan nilai kalori 5103.53 kcal/kg. Hubungan
menyatakan bahwa kualitas batubara kurang
volume shale terhadap kalori.
baik.
2. Hasil analisis yang didapatkan yaitu jika
volume shale tinggi maka nilai Ash conten
akan tinggi dan nilai kalori akan rendah ini
menyatakan bahwa kualitas batubara yg
kurang baik sebaliknya jika volume shale
rendah maka nilai Ash conten akan rendah dan
nilai kalori akan tinggi ini menyatakan
kualitas batubara yang baik.
REFERENSI
Gambar 8. Grafik Hubungn Volume shale [1] BPB manual, 1981, British Petoleum Book,
terhadap Kalori British company, United Kingdom.
[2] Desri Akbari, Sutrisno. 2012. Interpretasi
Hubungan Kalori terhadap Ash Conten
Data Geophysical Well Logging Dan
Hasil trendline observasi scatterplots bivariant di Analisis Hubungan Density Log Dengan
dapatkan nilai koefisien korelasi R2 = 0.906 Kualitas Batubara. Jakarta: Fakultas Mipa
dengan nilai rata-rata kalori 5103.53 kcal/kg dan
Fisika UIN JAKARTA.
nilai ash conten 6.45 %. Hubungan kalori
terhadap ash content. [3] Dwinna Taruna. 2012. Hubungan Antara
Long Spacing Density Log Dan Total
Moisture Serta Kalori Pada Lapisan
Batubara Daerah Siduung Dan Sekitarnya,
Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau,
Propinsi Kalimantan Timur. Yogyakarta:
UPN VETERAN.
[4] Firdaus, M., 2008, Interpretasi Petrofisika,
PT. ELNUSA GEOSAINS. Jakarta.
[5] Larionov , W.W., Nuclear Methods in
Borehole, Ed. Nedra, Moskow 1996 (in
Gambar 9. Grafik Hubungan Kalori terhadap Ash
Content Rusia).
[6] Sukandarrumidi, 1995, Batubara dan
IV. KESIMPULAN Gambut, Gajah Mada University Press,
Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian Yogyakarta.
yang telah dilakukan, maka didapatkan [7] Sulistiawati, 1992. Proses Pembentukan
kesimpulan sebagai berikut : Batubara, Analisa Penelitian dan
1. Hasil analisis yang didapatkan yaitu jika nilai Pengembangan Geologi ITB
densitas tinggi maka nilai Ash content semakin [8] Warren, J., 2002. Well Logging, google.com.
rendah, nilai total moisture semakin rendah,
202
Hasliah Elastuti, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
203
Hasliah Elastuti, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
204
Hasliah Elastuti, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
205
Hasliah Elastuti, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Tekanan penguapan jenuh (𝑝𝑠𝑎𝑡 ) dari penguapan III. BAHAN DAN METODA
air sepanjang permukan Bumi yang berbentuk
Daerah Penelitian
cairan adalah semata mata fungsi dari temperatur
(T ). Persamaan (3) dan (4) merupakan Secara geografis Kabupaten Sinjai terletak antara
perhitungan yang telah disusun oleh organisasi 502’56”S - 5021’16”S Lintang Selatan (LS) dan
meteorologi dunia pada tabel meteorologi antara 119056’30”E - 120025’33”E Bujur Timur
internasional untuk menghitunng tekanan (BT), yang berada di Pantai Timur bagian Selatan
penguapan jenuh (𝑝𝑠𝑎𝑡 ) (ISO 9613-1, 1993): Provinsi Sulawesi Selatan. Daerah yang menjadi
𝑝𝑠𝑎𝑡 lokasi penelitian meliputi wilayah PLTA Tangka
𝑝𝑟
= 10𝐶 (3) Manipi, Desa Tassililu, Kecamatan Sinjai Barat,
Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Berikut
Dengan eksponen 𝐶 diperoleh dari (ISO 9613-1, merupakan peta lokasi penelitian (Gambar 4).
1993):
𝐶 = -6,8346 (𝑇01 / 𝑇)1,261 + 4,6151 (4)
𝑇01 merupakan suhu udara yang direkomdasikan
oleh organisasi meteorologi dunia (273,16)
dalam kelvin (K) dan T merupakan suhu udara di
lingkungan (temperatur) = ⁰C + 273,15 K
(kelvin). Selanjutnya untuk mendapatkan nilai
konsentrasi molar (ℎ) dalam persen (%)
diberikan nilai temperatur (T), Tekanan atmosfer
(𝑝𝑎 ) dalam kilopascal (kPa) dan kelembaban
relatif spesifik (ℎ𝑟 ) dari udara yang menguap
dengan persamaan (ISO 9613-1, 1993):
𝑝𝑠𝑎𝑡 𝑝
ℎ = ℎ𝑟 ( )/( 𝑎) (5)
𝑝𝑟 𝑝𝑟
Pelemahan frekuensi karena penyerapan Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian (RBI, 2010).
atmosfer adalah fungsi dari frekuensi relaksasi
oksigen dan frekuensi relaksasi nitrogen (𝑓𝑟𝑂 dan Bahan
𝑓𝑟𝑁 ) dalam hertz (Hz) yang diperoleh dari (ISO Kebutuhan Data
9613-1, 1993):
1. Data hasil pengukuran di lapangan
𝑝𝑎 0,02+ℎ
𝑓𝑟𝑂 = (24 + 4,04 x 104 ℎ ) (6) 2. Data meteorologi
𝑝𝑟 0,391+ℎ
3. Data citra spot 6
𝑝 𝑇 −1/2 4. Data dem
𝑓𝑟𝑁 = 𝑝𝑎 [𝑇 ] 𝑥 (9 +
𝑟 𝑜
Kebutuhan Peralatan
𝑇 −1/3
280ℎ 𝑒𝑥𝑝 {−4,170 [[ ] − 1]}) (7)
𝑇 0 1. Sebuah laptop
Dalam persamaan (6), (7) dan (8) 𝑝𝑟 = 101.325 2. Beberapa perangkat lunak (software)
kPa, 𝑇0 = 293,15 K dan exp = 2,7182818284. pendukung seperti Pyhton, Zeus
Selanjutnya, untuk menentukan koefisien Lite/notepad++, Global Mapper 14, Arcgis
attenuasi (dB/m) pada penyerapan atmosfer 10.1 (Esri, 2012) dan SPreAD-GIS (Jennifer,
diperoleh dari (ISO 9613-1, 1993): 2010) yang digunakan untuk mengolah data
sekunder yang telah diperoleh dari
𝑃 −1 𝑇 1/2
𝛼 = 8,686𝑓 2 ([1,84 × 10−11 ( 𝑎 ) ( ) ]+ pengukuran langsung di lapangan.
𝑃𝑟 𝑇0
−1
𝑇 −5/2 −2239,1 𝑓2 Metode
( ) × {0,01275 [𝑒𝑥𝑝 ( )] [𝑓𝑟𝑂 + ( )] +
𝑇0 𝑇 𝑓𝑟𝑂
−3352,0 𝑓2
−1 Menghimpun Data Lapangan
0,1068 [𝑒𝑥𝑝 (
𝑇
)] [𝑓𝑟𝑁 + (
𝑓𝑟𝑁
)] }) (8)
1. Menghimpun Data Kebisingan
Data kebisingan dihimpun dari data pengukuran
langsung di lapangan oleh (Bustan, 2014) selama
empat hari di wilayah PLTA Tangka Manipi,
Desa Tassililu, Kecamatan Sinjai Barat,
206
Hasliah Elastuti, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan pada Hari 1. Mengidentifikasi titik kondisi sumber
Senin, 09 Juni 2014 sampai Kamis, 12 Juni 2014. bunyi
2. Menghimpun Data Meteorologi Menentukan posisi yang dianggap sebagai
sumber bunyi yang mewakili satu titik
Data arah angin (⁰) dan kecepatan angin
penggunaan lahan (𝑥1 𝑦1 ) dan menentukan posisi
(mil/jam) yang digunakan dalam penelitian ini
yang dianggap sebagai sumber bunyi yang
berasal dari ECMWF (European Center for
mewakili penggunaan lahan untuk tiga titik
Medium-Weather Forecasts) yang diunduh di
(𝑥1 𝑦1 , 𝑥2 𝑦2 , 𝑑𝑎𝑛 𝑥3 𝑦3 ) dengan mengacu pada
laman http://ecmwf.int/ pada tanggal 24 Agustus
titik pengukuran langsung di lapangan yang
2015 pukul 11.13 WITA dan merupakan data
ditunjukkan pada (Gambar 5).
angin harian setiap enam jam selama satu bulan (
Juni 2014). Sedangkan nilai kelembaban relatif
(%) dan temperatur (⁰F) diperoleh dari NOAA
(National Oceanic and Atmospheric
Administration) yang diunduh di laman
www.noaa.gov pada tanggal 29 Agustus 2015
pukul 09.32 WITA.
3. Menghimpun Data Pengggunaan
Lahan
Data citra spot 6 merupakan data yang digunakan
untuk mengklasifikasikan penggunaan lahan
pada daerah penelitian. Penggunaan lahan yang
digunakan harus disesuaikan dengan tipe
SPreAD-GIS, adapun penggunaan lahan sesuai
dengan tipe SPreAD-GIS dinyatakan pada (Tabel Gambar 5. Ilustrasi titik pengukuran (Bustan,
1). 2014).
Tabel 1. Klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan tipe 2. Membuat model extent
SPreAD-GIS (Jennifer, 2010).
Model extent adalah dataset yang mewakili luas
Tipe Tutupan Lahan Tipe SPreAD-GIS
kerenggangan yang diinginkan untuk model
Tanah tandus BAR analisis perambatan bunyi. Model extent bisa
berbagai ukuran dan bentuk, langkah yang harus
Hutan pinus CON
dilakukan untuk mendapatkan model extent
Padang rumput HEB adalah membuat empat bentangan garis hingga
membentuk persegi pada daerah yang dianggap
Kayu / hutan gugur HWD
sebagai batasan wilayah yang ingin dijadikan
Semak SHB model analisis penyebaran bising.
Pemukiman URB 3. Membuat data ketinggian
Air WAT Data extent dari ketinggian dataset harus sama
atau lebih besar dari model axtent, selain itu besar
cell dari ketinggian juga harus sama dengan
4. Menghimpun Data Topografi
besarnya cell srtm yang telah dikonversi kedalam
Data topografi (ketinggian) diperoleh dari UTM.
pengolahan data srtm Kabupaten Sinjai menjadi
data dem yang kemudian menghasilkan data 4. Mengelompokkan tipe tutupan lahan
ketinggian. (penggunaan lahan)
Menyiapkan tipe tutupan lahan untuk daerah
Pemodelan Penyebaran Bising
penelitian, kemudian mengkonversi file menjadi
Pemodelan penyebaran bising dilakukan dengan file pola scan dataset (nlcd) dimana besar cell
model SPreAD-GIS, adapun langkah-langkah nlcd harus sama dengan besarnya cell srtm yang
pemodelan sebagai berikut: telah dikonversi kedalam UTM. Selain itu, extent
tipe tutupan lahan dataset harus sama atau lebih
besar dari model extent. Setelah menyesuaikan
207
Hasliah Elastuti, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
besar cell dan extent perlu dilakukan klasifikasi 2. Analisis kebisingan pada daerah yang
ulang setiap tipe tutupan lahan yang disesuaikan memiliki penggunaan lahan beragam dan
dengan kategori tipe tutupan lahan pada (Tabel ketinggian seragam.
1). 3. Analisis kebisingan pada daerah yang
memiliki penggunaan lahan seragam dan
5. Mengimput data meteorologi
ketinggian beragam.
Mengimput data meteorologi yang telah 4. Analisis kebisingan pada daerah yang
dikumpulkan berupa arah angin, kecepatan memiliki penggunaan lahan beragam dan
angin, kelembaban relatif, suhu udara, dan ketinggian beragam.
kondisi musim yang disesuaikan dengan waktu
Flowchart Penelitian
penganbilan data kebisingan (09-12 juni 2014).
III.4. Analisis Data
Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum
menganalisis data kebisingan adalah terlebih
dahulu mengaktifkan SPreAD-GIS.
1. Membuat data dari kondisi suara
lingkungan
Langkah awal untuk membuat data dari kondisi
suara di lingkungan adalah menghitung
perambatan bising pada daerah penelitian dengan
memasukkan tingkat kebisingan pada lingkungan
tanah tandus, hutan pinus, padang rumput, kayu /
hutan gugur, semak, pemukiman dan air yang
disesuaikan dengan frekuensi yang digunakan
(400 Hz sampai 2 kHz), untuk menyesuaikan
data kebisingan sesuai dengan frekuensi dan
penggunaan lahan yang digunakan.
2. Membuat sebaran kebisingan
Sebaran kebisingan diperoleh dengan cara
memasukkan parameter: kondisi suara di
lingkungan, model extent, frekuensi (Hz),
intensitas kebisingan dari sumber (dB), data
ketinggian dalam bentuk dem, data penggunaan
lahan dalam bentuk nlcd dan data meteorologi
berupa arah angin (⁰) dan kecepatan angin
(mil/jam), kelembaban relatif (%), frekuensi (⁰F)
serta kondisi musim. Apabila input data berhasil,
maka keluaran yang dihasilkan berupa sebaran IV. HASIL DAN DISKUSI
bising yang mengacu pada persamaan (6), (7), Hasil
dan (8).
Analisis tingkat kebisingan ini dilakukan di
3. Menganalisis data kebisingan sekitar wilayah PLTA Tangka Manipi yang
Terdapat beberapa tipe sebaran kebisingan yang terdiri dari 23 titik pengukuran. Pengukuran
akan dianalisis, bergantung pada penggunaan tingkat kebisingan dilakukan pada Hari Senin, 09
lahan dan ketinggian daerah penelitian. Adapun Juni 2014 pukul 06.00 WITA sampai Kamis, 12
beberapa tipe sebaran bisisng yang akan Juni 2014 pukul 06.00 WITA. Pengukuran
dianalisis adalah: dilakukan 7 kali dalam 24 jam, pengukuran pada
siang hari dibagi sebanyak 4 kali pengukuran,
1. Analisis kebisingan pada daerah yang yaitu mulai pukul 06.00 WITA sampai dengan
memiliki penggunaan lahan seragam dan pukul 22.00 WITA, sedangkan pada malam hari
ketinggian seragam. dibagi sebanyak 3 kali pengukuran, yaitu mulai
pukul 22.00 WITA sampai dengan pukul 06.00
208
Hasliah Elastuti, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
WITA. Berdasarkan data kebisingan tersebut beragam (tanah tandus, hutan pinus, padang
dapat dilakukan perhitungan kebisingan selama rumput, kayu / hutan gugur, semak, pemukiman,
24 jam (𝐿𝑒𝑞 ) pada tiap-tiap titik pengukuran. air) dan ketinggian seragam (450 m diatas
Setelah nilai tingkat kebisingan selama 24 jam permukaan laut), intensitas kebisingan dari
(𝐿𝑒𝑞 ) diperoleh, maka untuk mengetahui sebaran sumber yang digunakan adalah 80 (dB), besar
kebisingan dilakukan pengolahan data cell yang digunakan untuk penggunaan lahan dan
menggunakan model SPreAD-GIS. Adapun ketinggian adalah 30.98765908 m yang
parameter-parameter yang diinput adalah nilai disesuaikan dengan besarnya cell srtm. Terdapat
tingkat kebisingan, arah angin, kecepatan angin, tiga titik pengukuran yang digunakan dengan
suhu udara, kelembaban relatif, penggunaan spasi jarak antara titik pengukuran sebasar 10 ft,
lahan dan ketinggian. Keluaran yang dihasilkan suhu udara 86 ⁰F, kelembaban relatif 55%, arah
dari model SPreAD-GIS ini berupa sebaran angin 278⁰, kecepatan angin 2 mil/jam dan
kebisingan, (Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8 dan kondisi musim yang digunakan adalah musim
Gambar 9) akan memperlihatkan sebaran panas disiang hari yang cerah. Sebaran
kebisingan pada daerah penelitian. kebisingan untuk tipe ini dapat dilihat pada
(Gambar 7).
Sebaran Kebisingan Tipe 1
Sebaran ini merupakan sebaran kebisingan pada
frekuensi 800 Hz dengan tipe penggunaan lahan
seragam (tanah tandus) dan ketinggian seragam
(450 m diatas permukaan laut), intensitas
kebisingan dari sumber yang digunakan adalah
80 (dB), besar cell yang digunakan untuk
penggunaan lahan dan ketinggian adalah
30.98765908 m yang disesuaikan dengan
besarnya cell srtm. Terdapat tiga titik pengukuran
yang digunakan dengan spasi jarak antara titik
pengukuran sebasar 10 ft, suhu udara 86 ⁰F,
kelembaban relatif 55%, arah angin 278⁰,
kecepatan angin 2 mil/jam dan kondisi musim
yang digunakan adalah musim panas disiang hari
Gambar 7. Kebisingan pada daerah yang
yang cerah. Sebaran kebisingan untuk tipe ini
memiliki penggunaan lahan beragam dan
dapat dilihat pada (Gambar 6).
ketinggian seragam (tipe 2).
Sebaran Kebisingan Tipe 3
Sebaran ini merupakan sebaran kebisingan pada
frekuensi 800 Hz dengan tipe penggunaan lahan
seragam (tanah tandus) dan ketinggian beragam
(ketinggian minimum = 300 m dan ketinggian
maksimum = 600 m) diatas permukaan laut,
intensitas kebisingan dari sumber yang
digunakan adalah 80 (dB), besar cell yang
digunakan untuk penggunaan lahan dan
ketinggian adalah 30.98765908 m yang
disesuaikan dengan besarnya cell srtm. Terdapat
tiga titik pengukuran yang digunakan dengan
spasi jarak antara titik pengukuran sebasar 10 ft,
Gambar 6. Kebisingan pada daerah yang suhu udara 86 ⁰F, kelembaban relatif 55%, arah
memiliki penggunaan lahan seragam dan angin 278⁰, kecepatan angin 2 mil/jam dan
ketinggian seragam (tipe 1). kondisi musim yang digunakan adalah musim
Sebaran Kebisingan Tipe 2 panas disiang hari yang cerah. Sebaran
kebisingan untuk tipe ini dapat dilihat pada
Sebaran ini merupakan sebaran kebisingan pada (Gambar 8).
frekuensi 800 Hz dengan tipe penggunaan lahn
209
Hasliah Elastuti, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Diskusi
Sebaran Kebisingan Tipe 1
Tipe pertama (sebaran kebisingan pada daerah
yang memiliki penggunaan lahan seragam dan
ketinggian seragam) menunjukan sebaran
kebising yang cenderung membentuk sebaran
yang melingkar, hal tersebut dikarenakan tidak
adanya pengaruh penggunaan lahan dan
pengaruh ketinggian pada daerah penelitian yang
disebabkan oleh penggunaan lahan yang
digunakan seragam dengan ketinggian yang
seragam pula. Tingkat kebisingan pada zona
putih menunjukkan penyebaran bising
Gambar 8. Kebisingan pada daerah yang maksimum (tinggi), sedangkan zona coklat
memiliki penggunaan lahan seragam dan menunjukkan penyebaran bising minimum
ketinggian beragam (tipe 3). (rendah) dengan rentang intensitas kebisingan
Sebaran Kebisingan Tipe 4 antara 26,2011 dB sampai dengan 50,3627 dB.
Tingkat kebisingan pada tipe ini merupakan
Sebaran ini merupakan sebaran kebisingan pada tingkat kebisingan tertinggi bila dibandingkan
frekuensi 800 Hz dengan tipe penggunaan lahn dengan ketiga tipe lainnya
beragam (tanah tandus, hutan pinus, padang
rumput, kayu / hutan gugur, semak, pemukiman, Sebaran Kebisingan Tipe 2
air) dan ketinggian beragam (ketinggian Tipe kedua (sebaran kebisingan pada daerah
minimum = 300 m dan ketinggian maksimum = yang memiliki penggunaan lahan beragam dan
600 m) diatas permukaan laut, intensitas ketinggian seragam) menunjukkan sebaran
kebisingan dari sumber yang digunakan adalah bising di sekitar titik pengukuran yang hampir
80 (dB), besar cell yang digunakan untuk membentuk sebaran kebisingan yang melingkar,
penggunaan lahan dan ketinggian adalah hal tersebut dikarenakan tidak adanya pengaruh
30.98765908 m yang disesuaikan dengan dari ketinggian pada daerah penelitian, akan
besarnya cell srtm. Terdapat tiga titik pengukuran tetapi pengaruh dari penggunaan lahan tetap ada,
yang digunakan dengan spasi jarak antara titik pengaruh dari penggunaan lahan disebabkan oleh
pengukuran sebasar 10 ft, suhu udara 86 ⁰F, penggunaan lahan yang digunakan merupakan
kelembaban relatif 55%, arah angin 278⁰, penggunaan lahan yang beragam, namun
kecepatan angin 2 mil/jam dan kondisi musim sempitnya wilayah pengukuran mengakibatkan
yang digunakan adalah musim panas disiang hari hasil dari penyebaran bising yang ditunjukkan
yang cerah. Sebaran kebisingan untuk tipe ini tidak begitu jelas. Tingkat kebisingan pada zona
dapat dilihat pada (Gambar 9). putih menunjukkan penyebaran bising
maksimum, sedangkan zona coklat menunjukkan
penyebaran bising minimum dengan rentang
intensitas kebisingan antara 26,2948 dB sampai
dengan 50,1887 dB.
Sebaran Kebisingan Tipe 3
Tipe ketiga (sebaran kebisingan pada daerah
yang memiliki penggunaan lahan seragam dan
ketinggian beragam) menunjukkan bahwa
penggunaan lahan memiliki pengaruh yang besar
dalam perambatan bising hal tersebut ditunjukan
pada (Gambar 8) karena memiliki penggunaan
lahan seragam mengakibatkan penyebaran bising
hanya mengikuti arah angin tanpa adanya
Gambar 9. Kebisingan pada daerah yang hambatan berupa tanaman ataupun pemukiman
memiliki penggunaan lahan beragam dan pada daerah tersebut. Tingkat kebisingan pada
ketinggian beragam (tipe 4). zona putih menunjukkan penyebaran bising
210
Hasliah Elastuti, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
211
Andi Nurul Aeni Daud, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
212
Andi Nurul Aeni Daud, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
213
Andi Nurul Aeni Daud, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
214
Bidayatul Armynah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
215
Bidayatul Armynah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
216
Bidayatul Armynah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
maka penggaris ini akan mampu menarik 200 m) dengan interval waktu antara setiap step
potongan kertas. Pada suatu saat awan ini akan kurang lebih 50 us. Dari waktu ke waktu, dalam
terkumpul di sebuah kawasan, saat inilah petir perambatannya ini step leader mengalami
dimungkinkan terjadi karena elektron-elektron percabangan sehingga terbentuk lidah petir yang
bebas ini saling menguatkan satu dengan lainnya. bercabang-cabang.
Sehingga memiliki cukup beda potensial untuk
Ketika leader bergerak mendekati bumi, akan ada
menyambar permukaan bumi.
beda potensial yang makin tinggi antara ujung
Mekanisme Terjadinya Petir step leader dengan bumi sehingga terbentuk
peluahan mula yang disebut upload steamer pada
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
permukaan bumi atau objek yang akan bergerak
atau pengumpulan muatan di awan begitu banyak
ke atas menuju ujung step leader. Apabila upward
dan tidak pasti. Tekanan atmosfer akan menurun
leader telah masuk dalam zona jarak sambaran
dengan makin bertambahnya ketinggian suatu
atau striking distance, terbentuk petir
tempat dari permukaan horizontal. Pergerakan
penghubung yang menghubungkan ujung step
udara ini akan membawa udara lembab ke atas,
leader dengan objek yang disambar. Setelah itu
kemudian udara lembab ini mengalami
akan timbul sambaran balik yang bercahaya
kondensasi menjadi uap air lalu berkumpul
sangat terang bergerak dari bumi atau objek
menjadi titik-titik air yang pada akhirnya
menuju awan dan melepas muatan di awan.
membentuk awan.
Jalan yang ditempuh oleh return stroke sama
Angin kencang yang meniup awan akan membuat
dengan jalan turunnya step leader, hanya arahnya
awan mengalami pergeseran secara horisintal
yang berbeda. Kemudian terjadi sambaran
maupun vertikal, ditambah dengan benturan
susulan dari awan menuju bumi atau objek
antara titik-titik air dalam awan tersebut dengan
tersebut. Sambaran susulan ini tidak memiliki
partikel-partikel udara yang dapat
percabangan dan biasa disebut sebagai lidah
memungkinkan terjadinya pemisahan muatan
panah atau dart leader. Pergerakan dari dart leader
listrik didalam awan tersebut. Butiran air yang
ini biasanya 10 kali lebih cepat dari leader yang
bermuatan positif biasanya berada di bagian atas
pertama.
dan yang bermuatan negatif di bagian bawah.
Dengan adanya awan yang bermuatan maka akan Pada umumnya hampir separuh dari peristiwa
timbul muatan induksi pada permukaan bumi kilat petir merupakan sambaran ganda dengan
sehingga menimbulkan medan listrik antara bumi jumlah sambaran sekitar 3 sampai 4 sambaran
dengan awan. tiap kilat.90 persen diantaranya tidak lebih dari 8
sambaran dan interval waktu setiap sambaran
Mengingat dimensinya, bumi dianggap rata
kurang lebih 50 ms.
terhadap awan sehingga bumi dengan awan dapat
dianggap sebagai dua plat sejajar membentuk Macam-Macam Petir
kapasitor. Jika medan listrik yang terjadi melebihi
medan tembus udara maka akan terjadi pelepasan Telah disebutkan sebelumnya bahwa faktor-
muatan. Terjadinya pelepasan muatan inilah yang faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
disebut sebagai petir. pengumpulan muatan di awan begitu banyak dan
tidak pasti. Dengan kondisi labilitas dalam
Setelah adanya peluahan di udara sekitar awan atmosfer, sehingga proses terjadinya sambaran
bermuatan yang medan listriknya cukup tinggi, petir biasa juga berbeda-beda. Muatan yang
terbentuk peluahan awal yang biasa disebut pilot terjadi tidak terpisah secara horizontal sehingga
leader. Pilot leader ini menentukan arah menimbulkan pelepasan diantara awan dengan
perambatan muatan dari awan ke udara diikuti awan atau dalam awan itu sendiri. Atau mungkin
dengan titik-titik cahaya. saja proses pemisahan muatannya terjadi secara
Setiap sambaran petir bermula dari suatu lidah sebaliknya, sehingga arah petir nya juga terbalik.
petir yang bergerak turun dari awan bermuatan Secara garis besar, jenis-jenis petir dapat
dan disebut downward leader. Downward leader dikategorikan dalam beberapa macam, yaitu
ini bergerak menuju bumi dalam bentuk langkah- sebagai berikut:
langkah yang disebut step leader. Pergerakan step
leader ini arahnya selalu berubah-ubah sehingga a. Berdasar polaritas muatan:
secara keseluruhan jalannya patah-patah. Panjang Muatan positif
step leader ini sekitar 50 m (dalam rentang 3 → Muatan negatif
217
Bidayatul Armynah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
218
Bidayatul Armynah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Shielding : konstruksi dinding dan lantai R = Tahanan pentanahan uantuk batang tunggal
secara khusus untuk menghilangkan (ohm)
induksi elektromagnetik ρ = Tahanan jenis tanah (ohm meter)
One point earthing system : pemasangan L = Panjang elektroda (meter)
potensial aqualization busbar yang A = Diameter elektroda (meter)
berfungsi sebagai terminal pembumian
Penggunaan kabel optic sebagai pengganti
Elektroda Pelat
kabel tembaga pada instalasi listrik. Kabel
optic tidak menyebabkan percikan antar Bentuk elektroda pelat biasanya segi empat atau
kabel dan tidak terinduksi elektromagnetik empat persegi panjang yang tebuat dari tembaga,
Penggunaan trafo isolasi untuk timah atau pelat baja yang ditanam didalam
mentransformasikan arus besar yang tanah.Cara penanaman biasanya secara vertikal,
terjadi akibat sambaran petir ke jala-jala sebab dengan menanam secara horizontal
menjadi arus yang sangat kecil Oleh karena hasilnya tidak berbeda jauh dengan
desain proteksi internal sangat bergantung vertikal.Penanaman secara vertikal lebih praktis
pada instalasi listrik / elektronika maka dan ekonomis.Gambar dibawah ini adalah
arsitektur dalam bangunan serta elektroda pelat.
perencanaan awal penggunaan bangunan
harus diperhatikan.
219
Bidayatul Armynah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
220
Bidayatul Armynah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Komponen-komponen atau peralatan yang akan Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar
dipakai dalam perancangan instalasi penangkap dapat di sosialsasikan kepada para petani karena
petir gedung ini adalah: pembuatan alat ini lebih murah dan lebih mudah.
221
Bidayatul Armynah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
222
Bidayatul Armynah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
223
Nur Hasanah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Korelasi Periode Delapan Tahun Lontara’ Pananrang dengan Periode Gerak Bulan
dalam Pengarakterisasian Kondisi Cuaca di Sulawesi Selatan
Nur Hasanah1*, D.A. Suriamihardja1 dan Bannu Abdulsamad2
1
Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar
2
Program Studi Fisika, Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar
*
Email: n.hasanah@unhas.ac.id
ABSTRAK
Kami telah melakukan perjalanan ke tiga daerah di Sulawesi Selatan (Barru, Sidrap, dan Bone)
untuk melakukan diskusi secara langsung tentang Lontara’ Pananrang dengan Palontara’ (ahli
Lontara’). Lontara’ Pananrang merupakan naskah yang ditulis pertama kali di atas daun lontar
dan kemudian ditulis di atas kertas membahas bagaimana masyarakat Bugis-Makassar
mengarakterisasikan kondisi cuaca di daerah masing-masing dalam periode delapan tahun
(Bugis-Makassar: sipariyama). Periode ini disesuaikan dengan kalender Hijriyah (penanggalan
Arab) yang mereka gunakan saat itu sampai sekarang. Karena kalender Hijriyah didasari oleh
pergerakan Bulan, maka kami memperkirakan terdapat pengaruh Bulan dalam pola cuaca di
daerah Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, kami lakukan penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui alasan saintifik mengapa Lontara’ Pananrang mengambil dasar kalender Hijriyah
dalam pengarakterisasian cuaca. Setelah melakukan beberapa penelusuran literatur, kami
dapatkan bahwa periode beberapa komponen atmosfer, seperti medan tekanan atmosfer dan
temperatur permukaan laut, memiliki korelasi yang baik dengan periode gerak Bulan. Namun
periode Bulan yang memiliki korelasi tersebut adalah periode sideris dan Saros Bulan yang
masing-masing besarnya 27,3 hari dan 18 tahun. Walaupun periodenya tidak bersesuaian dengan
periode Sipariyama, masih dapat kami simpulkan gerak Bulan memiliki pengaruh terhadap
fenomena yang terjadi di atmosfer. Butuh penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
mekanismanya.
Kata Kunci : bulan, kalender hijriyah, lontara’ pananrang, pasang surut atmosfer, periode bulan.
224
Nur Hasanah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Bulan terhadap iklim lokal karena periode Proses diskusi ini mengalami beberapa kendala,
Sipariyama menggunakan periode kalender terutama dalam hal bahasa. Dari tiga Palontara’
Hijriyah yang didasari oleh pergerakan Bulan. hanya satu orang yang mampu berbahasa
Oleh karena itu, kami mencoba untuk mencari Indonesia dengan baik. Sedangkan dua orang
penjelasan yang lebih saintifik mengenai hal yang lain lebih banyak menggunakan bahasa
tersebut. Untuk itu kami lakukan diskusi daerahnya masing-masing sehingga kami susah
langsung dengan Palontara’ (ahli Lontara’) dan
dalam memahani penjelasannya. Kendala lain
studi literatur mengenai pengaruh Bulan
yang kami temui adalah pengetahuan Palontara’
terhadap iklim.
yang terbatas. Mereka lebih banyak hanya
II. BAHAN DAN METODA mampu membaca Lontara’ tanpa mengetahui
Ketertarikan kami pada Lontara’ bermula dari secara rinci pengetahuan-pengetahuan yang
keberadaan tiga naskah Lontara’ (terjemahan) terkandung di dalam Lontara’ itu sendiri.
dari tiga daerah di Sulawesi Selatan, yaitu Kemungkinan hal ini disebabkan para
Barru, Sidrap, dan Bone. Ketiganya Palontara’ hanya berfungsi sebagai penasehat
menjelaskan upaya masyarakat Bugis-Makassar dan bukan orang yang secara langsung
dalam mengarakterisasi cuaca tahunan dan menyelesaikan permasalahan yang ada di
menghubungkannya dengan hasil pertanian dan masyarakat.
perdagangan. Karena di Lontara’ tidak
dijelaskan secara rinci proses dan alasan Dengan adanya beberapa kendala tersebut,
pengarakterisasian, maka kami melakukan kami hanya mampu mendapatkan sedikit
diskusi langsung dengan Palontara’ di ketiga informasi. Oleh karena itu, kami mencoba
daerah tersebut. mencari informasi dari literatur yang ada.
Tabel 1. Kondisi Meteorologis tiga daerah di Sulawesi Selatan menurut Lontara’ [3], [4], [5].
Barru Sidrap Bone
Tahun
No. Masa Curah Jenis Masa Curah Jenis Masa Curah Jenis
Lontara'
Hujan Hujan Tahun Hujan Hujan Tahun Hujan Hujan Tahun
1 Alepu Panjang Tinggi Basah Singkat Tinggi Kering Singkat normal Kering
3 Jim Panjang normal Basah Singkat rendah Kering Singkat Tinggi Kering
4 Zet Sedang normal Basah Panjang rendah Basah Panjang Tinggi Basah
Dalen
5 Sedang normal Kering Panjang normal Basah Panjang normal Basah
Riolo
7 Wawu Singkat rendah Kering Panjang Tinggi Basah Panjang Tinggi Basah
Dalen
8 Singkat normal Kering Singkat rendah Kering Singkat Tinggi Kering
Rimunri
225
Nur Hasanah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
tahun Wawu. Sedangkan jika sisa menggunakan periode rata-rata sinodis Bulan
pembagiannya nol, maka tahun tersebut adalah dalam perhitungannya untuk menentukan awal
tahun Dalen Rimunri. Dengan menggunakan bulan Hijriyah.
formula di atas maka tahun ini (1436 H)
Selain ingin mengetahui alasan penetapan
bertepatan dengan tahun Ha karena sisa
delapan tahun pada kalender Lontara’, kami juga
pembagiannya adalah dua. Berdasarkan Tabel 1,
mencoba mencari alasan saintifik hubungan
menurut Lontara’ tahun ini akan mengalami
periode delapan tahun tersebut dengan
hujan yang singkat dan tahun depan (1437 H)
pengarakterisasian kondisi cuaca lokal. Dari
akan diramalkan masih mengalami hujan yang
hasil literatur, kami dapatkan bahwa indeks
singkat. Kami cukup bertanya mengapa
pasang surut (tidal index) berkorelasi cukup baik
kalender Lontara’ memiliki periode delapan
dengan medan tekanan atmosfer [8]. Namun
tahun. Khazin [6] mengungkapkan bahwa siklus
korelasi ini hanya bersesuaian dengan periode
kalender Jawa Islam juga memiliki periode
sideris Bulan yang besarnya 27,3 hari. Di lain
delapan tahun. Penamaan tahun dan durasi hari
literatur, Wilson dan Sidorenkov [9]
ada sedikit perbedaan dengan kalender Lontara’,
menyebutkan bahwa pola yang terdapat pada
seperti terlihat pada Tabel 2. Berdasarkan
peta anomali mean sea level pressure (MSLP) di
Khazin [6], durasi satu tahun dalam kalender
daerah bumi belahan selatan berasosiasi dengan
Jawa Islam adalah 354,375 hari dan akan
pasang surut atmosfer (atmospheric tides)
menjadi genap setelah delapan tahun (2835
jangka panjang yang dibangkitkan oleh siklus
hari). Jika periode satu tahun tersebut kita bagi
Saros (18 tahun) atau siklus Draconic Bulan
12 bulan, maka akan didapatkan periode satu
(18,6 tahun). Hasil ini masih tidak sesuai dengan
bulan sebesar 29,53125 hari. Nilai periode ini
periode kalender Lontara’.
sedikit berbeda dengan periode rata-rata sinodis
Bulan menurut data astronomi, yaitu sebesar Namun dari kedua penelitian di atas dapat
29,53059 hari. Walau perbedaannya cukup kecil disimpulkan bahwa pasang surut atmosfer yang
akan tetapi pada penentuan awal bulan Hijriyah berperan penting dalam menggerakkan
berbasis hisab Urfi yang menggunakan periode fenomena-fenomena yang terjadi di atmosfer,
29,53059 hari disebutkan bahwa satu tahun termasuk El Nino dan La Nina, tidak hanya
berumur 354,376 hari sehingga siklus hisab Urfi dipengaruhi oleh radiasi Matahari, tetapi juga
akan genap setelah 30 tahun [7]. gaya gravitasi Bulan. Walau hingga kini masih
belum diketahui seberapa besar pengaruh Bulan
Tabel 2. Perbandingan Kalender Lontara’ dan
terhadap pasang surut atmosfer. Dengan
Jawa Islam. demikian pengarakterisasian kondisi cuaca lokal
Kalender Komariah Kalender Komariah
(Lontara Bugis-Makassar) (Jawa Islam)
oleh Lontara’ tidak hanya terjadi atas dasar
No kebetulan tetapi ada dasar saintifiknya,
Nama Huruf Jumlah Nama Huruf Jumlah
Tahun Jumali hari Tahun Jumali hari walaupun periode pengarakterisasiannya tidak
1 Alepu ا 354 Alip ا 354 sesuai dengan hasil penelitian modern. Oleh
2 Ha ها 355 Ehe ها 355 karena itu, kami ingin melakukan penelitian
3 Jim ج 354 Jim awal ج 354 lanjutan untuk membahas khusus periode
4 Ze ز 354 Ze ز 354
delapan tahun Lontara’.
Dalen
5 د 355 Dal د 355
riolo IV. KESIMPULAN
6 Ba ب 354 Be ب 354
7 Wawu و 355 Wawu و 354 Basis periode delapan tahun disandarkan hanya
Dalen pada alasan numerik, yaitu bahwa pada satu
8 ذ 354 Jim akhir ج 355
rimonri tahun kalender Komariah Jawa Islam berumur
Jumlah 2835 Jumlah 2835 354, 355 hari seperti telah diungkapkan oleh
Perbedaan ini dikarenakan adanya variasi dalam Khazin [6]. Sehingga untuk menjadi genap
periode gerak Bulan itu sendiri. Menurut diperlukan siklus delapan tahun yang berumur
astronomi, periode sinodis Bulan bervariasi 2835 hari. Alasan saintifik sampai pada tahap ini
hingga 0,29167 hari dari nilai rata-ratanya. diakui belum cukup memuaskan untuk
Dengan demikian periode gerak Bulan yang diungkapkan. Sedangkan kesesuaiannya dengan
digunakan oleh kalender Lontara’ masih masuk periode ENSO kuat yang diungkapkan oleh
dalam rentang variasi tersebut. Kemungkinan Prihatini [4] dan Jafar [5] menyisakan
masyarakat kuno Bugis-Makassar pada masanya pertanyaan lanjutan tentang bagaimana
mengamati periode gerak Bulan sebesar mekanisma gerakan peredaran bulan
29,53125 hari. Sedangkan hisab Urfi mengelilingi bumi dapat mempengarui cuaca.
226
Nur Hasanah, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
Pola kejadian tahun basah dan tahun kering pada Proyek Inventarisasi dan Pengembangan
Tabel-1 memberikan kesesuaian dengan curah Nilai-nilai Budaya, Jakarta.
hujan yang terekam dalam stasiun pengamatan [3] Yusmar, Syarifuddin. 2008. Penanggalan
cuaca [4] [5]. Kondisi curah hujan di wilayah Bugis-Makassar Dalam Penentuan Awal
pantai timur, Bone, (normal, rendah, tinggi, Bulan Kamariah Menurut Syari’ah dan
tinggi, normal, normal, tinggi, tinggi) bersifat Sains. Jurnal Hunafa Vol. 5 No. 3, 265-
komplementer dalam memproduksi hasil 286.
pertanian dibanding dengan curah hujan di [4] Prihatin, Lina. 2005. Interaksi ENSO (El
wilayah pantai barat, Barru, (tinggi, normal, Niño Southern Oscillation) dengan
normal, normal, normal, rendah, rendah, Monsun menurut Variabilitas Curah
normal). Hujan di Propinsi Sulawesi Selatan,
Skripsi Fisika, Jurusan Fisika, FMIPA,
Diduga bahwa terdapat kesesuaian periode
UNHAS, Makassar.
delapan tahun kalender Jawa Islam yang disebut
[5] Jafar, Ferawati. 2005. Interaksi Dipole
Windu dengan Kalender Lontara Bugis-
Mode dengan Monsun menurut
Makassar yang disebut sipariyama, karena
Variabilitas Curah Hujan di Propinsi
kepentingan yang sama untuk menentukan hari
Sulawesi Selatan, Skripsi Fisika, Jurusan
pada awal bulan hijriyah terutama awal bulan
Fisika, FMIPA, UNHAS, Makassar.
muharam, ramadhan, dan zulkaidah.
[6] Khazin, Muhyiddin. 2004. Ilmu Falak
UCAPAN TERIMA KASIH dalam Teori dan Praktik: Perhitungan
Diucapkan banyak terima kasih kepada pihak- Arah Kiblat, Waktu Shalat, Awal Bulan
pihak yang telah membantu terlaksananya dan Gerhana. Buana Pustaka. Yogyakarta,
penelitian ini, antara lain Pusat Penelitian Asia 119.
Tenggara (Center for Southeast Asian Studies), [7] Izzan, H. A., Saifullah, I. 2013. Studi Ilmu
Universitas Kyoto yang telah memberikan Falak: Cara Mudah Belajar Ilmu Falak.
kontribusi dalam perjalanan diskusi langsung Pustaka Aufa Media (PAM Press).
dengan Palontara’ di tiga daerah. Banten, 130-139.
[8] Li, G., Zong, H., Zhang, Q. 2011. 27.3-
REFERENSI day and Average 13.6-day Periodic
[1] Dadjoeni, N. dan Suyitno, A. 1986. Oscillations in the Earth’s Rotation Rate
Pedesaan, Lingkungan dan Pembangunan. and Atmospheric Pressure Fields Due to
Penerbit Alumni, Bandung. Celestial Gravitation Forcing. Advances
[2] Hamid, P., Mappasere, dan Batong, H. in Atmospheric Sciences Vol. 28 No. 1,
1990. Astronomi dan Meteorologi 45-58.
Tradisional di Daerah Propinsi Sulawesi [9] Wilson, I. R. G., and Sidorenkov, N. S.
Selatan. Departemen Pendidikan dan 2013. Long-Term Lunar Atmospheric
Kebudayaan, Dirjen Kebudayaan, Tides in the Southern Hemisphere. The
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Open Atmospheric Science Journal 7, 51–
76.
227
Sri Suryani / Prosiding SNF-MKS-2015
228
Sri Suryani / Prosiding SNF-MKS-2015
fungsi sirkulasi darah dan pernafasan, kemudian kematian, tetapi dapat hilang bila dilakukan
terhentinya aktivitas listrik di otak, dan tahap penekanan pada daerah lebam, dan menetap
terakhir adalah terhentinya aktivitas listrik di setelah 8 – 12 jam setelah kematian.
batang otak, sehingga mati disebut juga sebagai
2. Rigor mortis, atau dikenal sebagai kaku
kematian otak atau brain death [1].
mayat. Rigor mortis atau kaku mayat terjadi
Definisi lain dari kematian, adalah kematian karena ada perubahan kimia yang terjadi pada
seorang mengikuti dua tahap, yaitu tahap otot. Hal ini terjadi pada seluruh otot tubuh,
kematian somatik dan tahap kematian molekular. tetapi dapat terlihat pada mulanya di wajah,
Tahap kematian somatik ditandai dengan rahang, leher, badan, dan ekstremitas.
terhentinya fungsi beberapa organ tubuh, seperti
metabolisme, jantung, pernafasan, pencernaan,
dan aktivitas listrik, sedangkan tahap kematian
molekuler ditandai dengan adanya dekomposisi
jaringan tubuh [2].
b. Tanda-tanda Kematian
Setelah terjadi tahap kematian somatik, maka
pada tubuh akan terlihat tanda-tanda kematian,
yaitu:
1. Livor mortis, atau disebut sebagai lebam Gambar 2 : Rigor mortis [1]
mayat, yaitu terjadinya perubahan warna Seperti telah diketahui, kontraksi otot hanya
tubuh, bagian atas akan terlihat berwarna lebih dapat terjadi bila aktin dan miosin saling
pucat daripada bagian bawah. mengikat satu sama lain, setelah adanya
stimulus. Pada keadaan relaks atau otot dalam
keadaan istirahat aktin terikat pada troponin
dan tropomiosin. Bila ada rangsangan,
sarkomer yang menghubungkan filamen tebal
dan filamen tipis akan mengeluarkan Ca++
yang akan diikat oleh tropomiosin, dan
melepaskan aktin. Aktin yang bebas akan
berikatan dengan miosin yang akan
menghasilkan satu gerakan tarikan atau
kontraksi.
Gambar 1 : Livor mortis [1]
3. Algor mortis, yaitu penurunan suhu tubuh
Hal ini terjadi, karena terhentinya aliran darah hingga mencapai suhu yang sama dengan
pada pembuluh darah kapiler. Livor mortis lingkungan. Tubuh, seperti halnya benda yang
mulai terjadi saat terhentinya fungsi jantung lain selalu cenderung dalam keadaan
yang memompa darah sehingga darah pada setimbang, baik setimbang mekanik maupun
pembuluh darah kapiler tidak dapat mengalir, termal. Oleh karena suhu tubuh bagian dalam
yang mengakibatkan terjadinya penumpukan adalah 37ºC yang jauh lebih besar dari suhu
darah. lingkungan yaitu 28º C - 33ºC, maka sesuai
Livor mortis umumnya berwarna merah ungu dengan hukum termodinamika ke 0, yang
pada bagian tertentu, tetapi dapat juga mengatakan bahwa akan terjadi aliran panas
berwarna merah cerah bila mayat terkena dari benda yang mempunyai suhu tinggi ke
racun karbon monoksida, sianida, dan suhu benda yang mempunyai suhu rendah [4], maka
dingin. Berwarna coklat bila mayat terkena setelah kematian, panas akan mengalir ke
racun nitrat, berwarna merah gelap bila terjadi lingkungan yang menyebabkan suhu tubuh
kekurangan oksigen, dan berwarna biru bila turun. Keadaan ini berlangsung terus hingga
mayat terkena racun nitrit [1,2]. terjadi suhu yang sama dengan lingkungan.
Adanya livor mortis atau lebam mayat Laju penurunan suhu pada awal kematian
menunjukkan pastinya proses kematian, mulai hingga satu jam setelah kematian sangat
muncul 30 menit hingga 2 jam setelah rendah. Setelah satu jam setelah kematian laju
penurunan suhu mencapai 1,5º F per jam
229
Sri Suryani / Prosiding SNF-MKS-2015
hingga mencapai suhu yang sama dengan posisi mayat adalah berbaring, sehingga darah
lingkungan. Walaupun penurunan suhu ini akan terkumpul di daerah punggung (gambar 1).
juga dipengaruhi oleh usia, massa tubuh,
Seperti yang dijelaskan pada tinjauan pustaka,
penyakit, dan keadaan lingkungan (suhu,
setelah kematian, suhu tubuh mayat akan
pakaian, permukaan, dan aktivitas sebelum
menurun (keadaan algor mortis) sekitar 1,5º F
kematian terjadi) [2,3,5].
atau 0,85ºC per jam hingga mencapai suhu yang
4. Perubahan kornea mata. Diawali dengan sama dengan lingkungan. Di lain pihak, lemak
perubahan pada lapisan kornea. Korne mata tubuh berada dalam keadaan meleleh pada suhu
akan mengalami kekeringan, karena tidak ada 30ºC - 35ºC [6]. Keadaan lemak yang tidak terlalu
aliran darah, sehingga kornea terlihat keruh padat diperlukan tubuh untuk dapat melumasi
[2]. pembuluh darah, sehingga lebih elastis dan aliran
darah menjadi lancar. Oleh sebab itu suhu tubuh
5. Dekomposisi atau pembusukan. Proses
relatif konstan sekitar 36ºC - 37ºC.
pembusukan terjadi karena tubuh tidak
mendapatkan oksigen sejak fungsi jantung dan Keadaan livor mortis akan menetap setelah 8 – 12
aliran darah berhenti. Akibatnya pH tubuh jam setelah kematian. Kalau diasumsikan tidak
berubah dan proses menjadi anaerobik. Sel ada yang mempengaruhi laju penurunan suhu
akan rusak karena ketiadaan oksigen. tubuh, maka setelah waktu tersebut suhu tubuh
Terjadinya proses anaerobik merangsang adalah sekitar 29,2º C – 30,2º C (untuk 8 jam) dan
bakteri yang berada di lambung dan paru-paru 25,2ºC – 26,8ºC (untuk 12 jam). Pada suhu
untuk bekerja [1,5]. tersebut lemak tubuh sudah memadat, sehingga
darah tidak dapat bergerak. Itulah sebabnya
II. HASIL DAN DISKUSI
keadaan livor mortis menjadi menetap.
Mati umumnya ditandai dengan terhentinya
Penentuan waktu kematian melalui livor mortis
pernafasan dan sirkulasi darah, tetapi hal ini
sedikit kurang baik, karena bila mayat berada di
merupakan tanda kematian yang tidak pasti,
ruang yang perbedaan suhunya besar (di ruang
karena dengan bantuan peralatan teknologi,
berpendingin ruangan, mayat dalam keadan
sistem pernafasan dan sirkulasi darah dapat pulih
demam sebelum terjadi kematian), maka laju
kembali. Oleh sebab itu, kematian yang pasti
penurunan suhu akan besar. Demikian pula
ditandai dengan tidak berfungsinya aktivitas
dengan peletakan mayat, permukaan tempat
listrik pada batang otak. Bila hal ini terjadi, maka
mayat yang suhunya rendah akan mempercepat
semua alat bantu kehidupan dapat dicabut.
proses livor mortis.
Berhentinya pemompaan darah oleh jantung akan
Tubuh untuk menjaga keseimbangan sistem yang
menurunkan kadar oksigen di dalam tubuh. Di
ada di dalamnya, seperti bergerak, menjga suhu
lain pihak, tubuh manusia sangat bergantung pada
tubuh, dan lain sebagainya, memerlukan energi,
oksigen. Metabolisme merupakan proses oksidasi
yang dalam hal ini dalam bentuk Adenosin Tri
yang menggunakan oksigen. Akibatnya proses
Phosphat (ATP). ATP adalah energi siap pakai
metabolisme terhenti, dan tubuh tidak
yang ada di tubuh. ATP di produksi melalui tiga
mendapatkan energi, yang diantaranya untuk
cara yaitu resintesis creatinine phosphate (CP)
menjaga suhu tubuh agar tetap berada antara 36º
yang ada di otot rangka, aktivitas aerobik, dan
C - 37º C, memproduksi adenosin trifosfat (ATP)
glikolisa (oksidasi glukosa) [7]. Cara pertama dan
untuk kontraksi otot, dan menjaga agar tetap
kedua terjadi pada saat seseorang melakukan
terjadi reaksi aerobik.
aktivitas yang besar, sehingga kebutuhan ATP
Terhentinya aliran darah pada awal kematian, sangat besar. Pada keadaan normal kebutuhan
akan menyebabkan terkumpulnya aliran darah ke akan ATP dilakukan melalui glikolisis. Bila
bagian bawah, sesuai dengan hukum Fisika, kebutuhan oksigen tidak terpenuhi (pada saat
bahwa setiap benda akan mengalami gaya tarik ke terjadi kematian), proses glikolisis tidak terjadi,
bawah oleh gaya grafitasi bumi [3,4]. Selain itu, sebaliknya akan dihasilkan ion-ion hidrogen dan
darah tidak dapat kembali ke jantung, karena metabolit (ADP, P, ion Na). Keadaan ini akan
tidak ada pemompaan darah ke otak. Akibatnya, menurunkan pH di otot, yang mengakibatkan
bila posisi mayat dalam keadaan berdiri, maka adanya enzim yang merangsang produksi Ca++,
darah akan terkumpul pada bagian kaki (seperti sehingga terjadi kontraksi atau gaya tarik otot [7].
terjadi pembengkakan, dan bila ditekan dan Kontraksi yang terjadi tidak dapat kembali ke
dilepas akan kembali seperti semula). Umumnya posisi relaks, karena tidak adanya ATP.
230
Sri Suryani / Prosiding SNF-MKS-2015
Kaku mayat atau rigor mortis muncul setelah 20 Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran -
– 2 jam setelah kematian. Hal ini sesuai dengan Universitas Hasanuddin – Makassar, atas
proses terjadinya gangguan pada glikolisis karena presentasinya pada saat Micro Teaching pada
ketiadaan oksigen adalah sekitar 15 menit [7]. Pelatihan PEKERTI tahun 2009 di PKPAI –
LKPP – UNHAS. Presentasi yang diberikan
Tanda kematian lainnya seperti pengeruhan
memberikan ide pada penulis untuk meneliti lebih
kornea dan dekomposisi tidak akan dibahas di
lanjut.
makalah ini. Dari pembahasan di atas, dapat
diketahui peran ilmu Fisika dalam hal ini REFERENSI
mekanika (gaya grafitasi dan gaya otot) dalam
[1] Ulfa C. Indiasari, 2009, Tanatologi, Ilmu
memprediksi waktu kematian, selain ilmu kimia
Kedokteran Forensik dan Medikolegal,
dan biokimia.
Fakultas Kedokteran - Universitas
III. KESIMPULAN Hasanuddin – Makassar.
[2] Anonim, Post Mortem Interval, [Internet]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
available from
grafitasi berperan dalam menimbulkan lebam
http://library.thinkquest.org/04oct/00206/te
mayat. Pendapat di masyarakat yang mengatakan
xt_index.htm, diakses pada tanggal 9
bahwa setelah kematian, tubuh akan kehilangan
September 2015.
darah (mayat akan tampak pucat) tidak dapat
[3] Sherwood, L. 1996, Fisiologi Manusia :
dibenarkan. Tubuh bagian atas akan tampak
Dari Sel ke Sistem, edisi 2, terjemahan oleh
pucat, karena darah terkumpul pada bagian
dr. Brahm U.Pendit, Sp.KK., EGC Penerbit
bawah. Hal ini terjadi karena tidak ada gaya lain
Buku Kedokteran
untuk melawan gaya grafitasi.
[4] Ackerman E., Lynda B.M. Ellis, dan
Otot yang kaku, karena ada gaya tarik otot / Lawrence E. Williams, (1988), Biophysics,
kontraksi otot tidak dapat kembali ke bentuk Prentice-Hall Inc., New Jersey.
semula, karena menurunnya konsentrasi oksigen [5] Anonim, Post Mortem Guide, [Internet],
di tubuh yang mengakibatkan gangguan produksi available from
ATP. http://aguidetodeduction.tumblr.com,
Untuk perkiraan yang tidak terlalu akurat (sesaat), diakses pada tanggal 9 September 2015.
sebelum dilakukan otopsi (setelah otopsi akan [6] Knut Schmidt – Nielsen, 2008, Melting
diperoleh perkiraan waktu dan sebab kematian Points of Human Fats as Related To Their
dengan tepat), maka mekanika dapat Location In The Body, Acta Physiologica,
dimanfaatkan. volume 12, issue 2 – 3.
[7] Karp, J., 2009, The Three Metabolic Energy
UCAPAN TERIMA KASIH Systems,[Internet], available from http://
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. http://www.ideafit.com/fitness-library/the-
Ulfa C. Indiasari dari bagian Ilmu Kedokteran three-metabolic-energy-systems, diakses
pada tanggal 1 November 2015.
231
Nur Aeni, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
232
Nur Aeni, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
233
Nur Aeni, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
seng asetat dehidrat 0,5 M, 1 M, dan 1,5 M. Nilai Effect of the TiO2 shell thickness on the dye-
transmitansi mengalami penurunan yang cukup sensitized solar cells with ZnO-TiO2 core-
besar akibat adanya absorpsi yang terjadi pada shell nanorod electrodes,
panjang gelombang tertentu dan memiliki nilai ElectrochimicaActar : Elsevier.
celah pita energi kristal ZnO/TiO2 berturut turut [5] Park, K., Zhang, Q., Garcia, B.B., and Cao,
adalah 3,056 eV , 3,147 eV, dan 3,163 eV. G., 2011, Effect of Annealing Temperature
On TiO2-ZnO Core-Shell Aggregate
REFERENSI
Phtoelectrodes of Dye-Sensitized Solar
[1] Sopyan, I, 1998, Pengaruh Kristal TiO2 Cells, The Journal Of Physical Chemistry :
dalam degradasi Fotokatalitik Amonia dan University of Washington United States.
Hidrogen Sulfida, Indonesian Journal Of [6] Gu, Y.Z., Lu, H.L., Geng, Y., Ye, Z.Y.,
Materials Science, Volume 3 No.3, Juni Zhang, Y.,Sun, Q.Q., Ding, S.J, and Zhang,
2002,hal : 39-43. D.W., 2013, Optical and Microstruktural
[2] Linsebigler, A.L, Guangquan Lu, and John Properties of ZnO/TiO2 Nanolaminates
T.Yates,Jr, 1995, Photocatysis on TiO2 Prepared by Atomic Layer Deposition,
Surfaces : Principles, Mechanisms, and Nanoscale Research Letter 8:107.
Selected Results, Chem.Rev, 95, 735-758. [7] Parno, 2002, Pendahuluan Fisika Zat
[3] Deng, J., Yu Bo, Lou, Z., Wang, L.,Wang, Padat, Malang: FMIPA Universitas Negeri
R.,Zhang,T.,2013, Facile Synthesis and Malang.
Enhanced Ethanol Sensing Properties of [8] Aditya, H.Y., Sutanto, H., 2014, Analisis
The Bush-Like ZnO-TiO2 Heterojunctions Sifat Optik Lapisan Tipis Bilayer ZnO/TiO2
Nanofibers, Sensors and Actuators B yang Dideposisikan Menggunakan Metode
vol.184 hal. 21-26. Sol-Gel Spray Coating dan Aplikasinya
[4] Irajanned A, TanH. Huang, C.K. Lim, P.Y. Sebagai Fotodegradasi Zat Warna,
Tan.X, Fang, C.S. Chua, S. Maleksaeedic, Youngster Physics Journal Vol 3, No. 3,
Hejazid, Shahjamali, Ghaffarib, 2011, Juli 2014, Hal 223-230.
234
Musfitasari, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
ABSTRAK
Lapisan tipis ZnO/TiO2 telah dideposisikan diatas substrat kaca dengan memvariasikan suhu
pemanasan menggunakan metode sol-gel spin coating. Pembuatan larutan ZnO dilakukan
dengan melarutkan seng asetat dehidrat kedalam larutan ethanol lalu ditambahkan
triethanolamin. Sedangkan pembuatan larutan TiO2 dilakukan dengan melarutkan titanium
tetraisiproxide kedalam ethanol lalu ditambahkan asam asetat. Larutan ZnO sebagai lapisan
pertama dideposisikan terlebih dahulu diatas substrat kaca kemudian dilanjutkan larutan TiO 2.
Suhu pemanasan yang digunakan adalah 3000 C, 4000 C, dan 5000 C selama 60 menit.
karakteristik sifat optik ZnO/TiO2 menggunakan spektrofotometer Uv-Vis. Hasil pengujian
menunjukan bahwa pemanasan suhu mempengaruhi sifat optik lapisan tipis ZnO/TiO 2. Nilai
celah pita energi yang diperoleh masing-masing sebesar 3,2 eV, 3,17 eV, dan 3,12 eV.
Kata kunci : celah pita energi, lapisan tipis ZnO/TiO2, spin coating.
235
Musfitasari, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
236
Musfitasari, dkk. / Prosiding SNF-MKS-2015
237
Mursalin / Prosiding SNF-MKS-2015
ABSTRAK
Penelitian pre-experiment ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada topik
pengukuran. Penelitian ini menggunakan rancangan one group pretest posttest design dengan
melibatkan sampel sebanyak 32 siswa kelas X di salah SMA di Gorontalo. Data dikumpulkan
melalui tes pilihan ganda. Hasil penelitian menunjukkan rerata gain ternormalisasi sebesar 0.62
pada pertemuan pertama, 0.78 pada pertemuan kedua, dan 0.83 pada pertemuan ketiga, dengan
rata-rata peningkatan hasil belajar siswa untuk ranah kognitif sebesar 0.74 pada kriteria baik.
Selain itu, persentase siswa pada aspek keterampilan membaca hasil pengukuran juga meningkat,
yakni 62,5% pada pertemuan pertama, 75% pada pertemuan kedua, dan 87,5% pada pertemuan
ketiga. Hasil menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran jigsaw pada topik pengukuran
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif dan keterampilan siswa dalam
membaca hasil pengukuran.
Kata Kunci: Pembelajaran Jigsaw, Hasil Belajar Kognetif, Pengukuran.
238
Mursalin / Prosiding SNF-MKS-2015
62.5
3. <g> < 0,3 =
Rendah
1 2 3
Pertemuan
Penerapan model pembelajaran kooperatif
jigsaw dalam penelitian ini diawali dengan
pretest kemudian diikuti posttest pasca Gambar 1. Persentase siswa yang terampil
treatment. Hasil pretest-posttest dimaksudkan membaca dan menuliskan hasil pengukuran
untuk menentukan peningkatan hasil belajar
239
Mursalin / Prosiding SNF-MKS-2015
Persentase
sorong lebih rumit dibandingkan dengan alat
ukur lainnya, dan alat ukur jangka sorong yang
digunakan memiliki 3 (tiga) macam banyaknya
skala nonius dengan ketelitian yang berbeda.
Berikut, data dalam Tabel 4 menunjukkan rerata 1 2 3
persentase tanggapan siswa terhadap penerapan Pertemuan
model pembelajaran jigsaw meningkat dari
pertemuan 1 hingga pertemuan 3.
Gambar 2. Rerata persentase tanggapan siswa
Tabel 4. Persentase tanggapan siswa yang setuju
terhadap pertanyaan-pertanyaan angket. Rerata persentase tanggapan siswa terhadap
penerapan model pembelajaran kooperatif
jigsaw disajikan pada Gambar 2 menunjukkan
No Pernyataan Angket Pertemuan ke
peningkatan dari pertemuan 1 hingga pertemuan
1 2 3
3.
1. Pembelajaran jigsaw 62 75 81
merupakan model
pembelajaran 75 83
65
Persentase
menyenangkan
2. Dalam pembelajaran 75 78 84
jigsaw, membuat
saya lebih tertarik
dan termotivasi 1 2 3
untuk belajar
Pertemuan
3. Penerapan model 62 75 88
pembelajaran jigsaw,
kemampuan saya IV. KESIMPULAN
membaca dan
menuliskan hasil Hasil dan pembahasan menunjukkan hasil
pengukuran belajar siswa pada ranah kognitif meningkat
meningkat untuk topik pengukuran pasca penerapan model
4. Melalui 59 69 72 pembelajaran kooperatif jigsaw. Penerapan
pembelajaran jigsaw, model pembelajaran tersebut juga dapat
kemampuan saya meningkatkan keterampilan siswa dalam
menjawab soal-soal membaca dan menuliskan hasil pengukuran.
latihan meningkat
5. Melalui 66 78 88 REFERENSI
pembelajaran jigsaw,
rasa ingin tahu dan [1] Giancoli, D.C. (2001). Fisika, Edisi Kelima.
partisipasi saya dalan Jakarta: Erlangga
berdiskusi [2] Hake, R.R. (1998). Interactive Engagement
meningkat Versus Tradisional Methods: A Six
Thousand Student Survey of Mechanics
240
Mursalin / Prosiding SNF-MKS-2015
Test Data For Introductory Physics Course, [5] Sugiyono. (2006). Metode Penelitian
Am. J. Phys. 66 (1) 64 – 74. Pnedidikan; Pendekatan Kuantitatif,
[3] Isjoni. (2009). Cooperative Learning. Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar [6] Sunarno, W. (1998). Model Remediasi
[4] Liliasari. (2007). Scientific Concepts and Miskonsepsi Dinamika Menggunakan
Gereric Science Skills Relationship in the Animasi Simulasi Dengan Komputer.
21st Century Science Education. Makalah Disertasi Doktor (tidak dipublikasikan).
Seminar International Pendidikan IPA. Bandung: Program Pascasarjana IKIP
Bandung, 27 Oktober 2007. Bandung.
[7] Trianto. (2007). Model-model
Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
241
INDEKS
Anugrawati, 96 (H15-NB14)
Aswin, 41(H15-NA10)
Fitrah, 76 (H15-NB12)
242
Harjumi, 130 (H15-NC05)
Herman, 60 (H15-NB02)
243
Nurlaela Rauf, 73 (H15-NB05)
Rosdia, 91 (H15-NB11)
Sinarwati, 73 (H15-NB05)
Randy Lasman,
244
Rosdia, 91 (H15-NB11)
Yusran, 85 (H15-NB09)
245