Prosiding
Seminar Kontribusi Fisika 2013
Bandung, 2 dan 3 Desember 2013
Editor
Dr. Jusak Sali Kosasih
Dr. Syeilendra Pramuditya
Dede Enan, S.Ap.
ISBN : 978-602-19655-5-9
ii
Dewan Pengarah
Prof. Dr. Umar Fauzi
Dr. Euis Sustini
Dr. Siti Nurul Khotimah
Dr. Khairul Basar
Panitia Penyelenggara
Ketua
Sekertaris
Bendahara
Acara
Logistik
Konsumsi
Prosiding
Dokumentasi
Penyelenggara :
Program Studi Magister Pengajaran Fisika FMIPA - ITB
Didukung oleh :
Himpunan Fisika Indonesia (HFI)
Program Magister Pengajaran MIPA ITB
iii
Foto Kegiatan
iv
Kata Pengantar
Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) telah dilaksanakan pada tanggal 2 dan 3
Desember 2013 bertempat di Aula Barat InstitutTeknologi Bandung. Seminar ini dapat
terlaksana dengan sukses berkat dukungan dari Program Studi Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, InstitutTeknologi Bandung, dan Himpunan
Fisika Indonesia (HFI) Jawa Barat.
Seminar Kontribusi Fisika merupakan sarana pertukaran pikiran dan ide tentang peran
penting fisika dalam kehidupan. Sebagai salah satu ilmu dasar, fisika selalu hadir
dalam semua aspek kehidupan manusia dan menjadi pilar dari perkembangan jaman
modern yang didukung oleh teknologi modern saat ini.
Seminar ini diikuti oleh lebih dari 100 peserta yang berasal dari 14 institusi di Indonesia.
Peserta terdiri dari 5 orang pembicara utama, 76 presenter yang terbagi dalam 4
kelompok presentasi paralel, dan partisipan dari berbagai kalangan. Topik yang
disampaikan dalam sesi panel cukup beragam, mulai dari konsep pendidikan fisika, sel
surya, energi dan panasbumi, hingga teori relativitas khusus Einstein, dan pola
pendidikan di Amerika Serikat. Keragaman bidang aplikasi dari fisika juga tercermin
dari topik dan hasil penelitian yang disampaikan para presenter sesi paralel, di mana
sebagian dari topik-topik tersebut merupakan hasil karya mahasiswa Program Studi
Magister Pengajaran Fisika FMIPA ITB dan Program Studi Sains Komputasi FMIPA
ITB. Prosiding seminar ini diterbitkan sebagai salah satu upaya mempublikasikan
hasil-hasil karya tersebut.
Kami berupaya untuk menyelesaikan proses penyuntingan Prosiding SKF 2013 ini
sebaik mungkin agar dapat diterbitkan tepat waktu. Tentu hal ini hanya dapat
dilakukan dengan dukungan rekan-rekan penyunting serta kerjasama para
peserta/pemakalah dalam melakukan perbaikan. Walau demikian kami sadar bahwa
masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan prosiding ini. Kritik dan
saran kami harapkan guna perbaikan pada penerbitan yang akan datang.
Akhirnya, kami selaku panitia SKF 2013 mengucapkan terimakasih kepada seluruh
pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara SKF 2013 dan terselesaikannya
penyuntingan dan penerbitan Prosiding ini. Semoga SKF 2013 dan Prosiding ini dapat
membawa manfaat bagi kita semua.
Sampai jumpa di seminar SKF berikutnya.
Jadwal Seminar
vi
vii
Room A
Parallel Session 1 Room A (Hari Pertama)
Analisa Sifat Optik Lapisan Tipis TiO2:Co Menggunakan Spectroscopic
Ellipsometry
Ginna Permata Anggraeni, Resti Marlina, Resti Fauziah, Andrivo Rusydi dan Yudi
Darma
PENGGUNAAN NANAS (ANANAS COMOSUS LINNAEUS MERRI) UNTUK
MENGATASI TINGGINYA KADAR KOLESTEROL DARAH PADA PRIA DEWASA
PRODUKTIF
Vuie Vuie Lewa
Analisa Sinyal EEG Saat Menggerakkan Kedua Kaki Sebagai Switch Control FES
Pada Proses Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke
Muhammad Hilman Fatoni, Eka Wiantara, Achmad Arifin
Implementasi Android Sebagai Sistem Akuisisi Konsentrasi Karbon Monoksida
Lingkungan Berbasis Mikrokontroller PIC24F
Ahmad Fauzi
viii
Room B
Parallel Session 1 Room B (Hari Pertama)
Simulasi Carbon Nanotube (10,0) dengan atom Pengganti Galium, Arsenic dan
Nitrogen dengan Menggunakan PHASE Software.
Nurul Ikhsan, Ely Aprilia, Acep Purqon, dan Suprijadi
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK TERONG GALATIK HIJAU(Solanum
melonge) DENGAN METODE DPPH (1,1 DIFENIL-2- PIKRILHIDRAZIL)
Helen Yanti
Pengaruh kuat Tekan Komposit Sekam Padi Terhadap Pemberian MgOH
Ida Sriyanti, Khairurijal dan Leni Marlina
Sebaran Resistivitas Daerah Sesar Sumatera berdasarkan Hasil Pemodelan 1D
Metode Magnetotellurik
Rahman Nurhakim, Rudi Prihantoro, Nurhasan, Nazli Ismail
ix
Room C
Parallel Session 1 Room C (Hari Pertama)
Predict-Observe-Explain-Write Model: Bagaimana Model Pembelajaran Tersebut
Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Motivasi Siswa Terhadap Materi Fisika?
DEWI JUITA, DINA RAHMI DARMAN, YUSMANILA, TRISNA KURNIAWAN
xi
xii
Room D
Parallel Session 1 Room D (Hari Pertama)
ANALISA METODE TAHANAN JENIS UNTUK MENENTUKAN SUMBER DAYA
ALAM INDONESIA
Gilang Ramadhan dan Wahyu Srigutomo
Miniaturisasi Curcumin dan Penggunaannya untuk Menurunkan Kadar SGOT pada
Tikus Wistar Terinduksi Aloksan
Yuki Setiono
KOMPARASI AKURASI EKSTRAKSI FISIS KELEMBABAN TANAH DENGAN
OPTIS DAN RADAR
Wiweka
Aktivitas Antimikrobial Nanopartikel Zinc Oxide (ZnO) pada Strain Staphylococcus
Aureus
Kapas Fernando Pasaribu, Donn Richard Ricky dan Horasdia Saragih
xiii
xiv
xv
Room A
Parallel Session 5 Room A (Hari Kedua)
Pemodelan Ke-Depan Anomali Gravitasi 2D untuk Densitas yang Bervariasi
Secara Polinomial Terhadap Kedalaman
Sesri Santurima, Hairil Anwar, Cahyo Aji Hapsoro, dan Wahyu Srigutomo
Uji Penggunaan Prebiotik Fructo Oligosacarida untuk Menghasilkan Pertumbuhan
Bakteri Probiotik Streptococcus Lactis dan Lacktobacillus Bulgaricus pada
Pembuatan Keju
Nusri Edo
Pengaruh Ketebalan HfO2 dan Orientasi Substrat Terhadap Nilai Transmittansi
Elektron pada Kapasitor MOS bermassa Isotropik dengan Menggunakan
Pendekatan Fungsi Gelombang Airy
Khairiah, Fatimah A. Noor, Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal
STANDARDISASI TEKNIK SAMPLING UNTUK KLASIFIKASI TERAWASI DATA
PENGINDERAAN JAUH RESOLUSI MENENGAH
Wiweka
Pemodelan Jejak Gelombang untuk Menentukan Lokasi Episenter
Arief Rachman Pribadi dan Wahyu Srigutomo
xvi
Room B
Parallel Session 5 Room B (Hari Kedua)
Pengaruh Variasi Ketinggian Reservoir Dan Susunan Klep Terhadap Efisiensi
Pompa Hidram
Claudia Mariska Mardikawati Maing, Widya Arisya, Cristi Ascika Sekeon, Enjang
Jaenal Mustopa
Pembelajaran Fisika berbasis Wolfram Mathematica 8.0
Christian Fredy Naa
UJI PENGGUNAAN DAUN SALAM (SYZYGIUM POLYANTHUM) MENURUNKAN
KADAR KOLESTEROL PADA LAKI-LAKI USIA PRODUKTIF 50-65 TAHUN
Ester Marselina Pangaribuan
Pemodelan Distribusi Panas Pada Oven Konvensional
Muhammad Rifqi Abidin, Gilang Ramadhan, Novitrian, dan Habibi Abdillah
Studi Sifat Optik dari Film Tipis Disperse Red 1 dengan Spektrofluorometer
Naily Ulya, I.B.G. Narayana Wijaya, Herman
xvii
Room C
Parallel Session 5 Room C (Hari Kedua)
Pengembangan Metode Quantum Learning untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis
Tri Sabatina
xviii
A Simple Viscometer for High School and First Years Undergraduate Program
Students: Theory and Experiment
Sparisoma Viridi, Sidik Permana, Wahyu Srigutomo, Angggie Susilawati
Room D
Parallel Session 5 Room D (Hari Kedua)
Analisis Pulsa Magnet Pc3 dengan Medan Magnet Antar Planet Pada Saat Badai
Magnet Tahun 2000
Setyanto Cahyo Pranoto dan Wahyu Srigutomo
Rancang Bangun Dan Uji Eksperimental Pengaruh Variasi Tinggi Katup Limbah
Dan Jarak Antara Katup Terhadap Efisiensi Pompa Hidram
Dzikri Rahmat Romahdon, Marjan Fuadi, Sari Sami Novita, Enjang Jaenal
Mustopa
Pengaruh Jumlah Lapisan Absorber pada Daya Absorbsi Gelombang Akustik
Dianita Nanda Persia, Indra Pratama Adiputro, Acep Purqon
UJI EFISIENSI POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI VOLUME TABUNG UDARA
Dinar Maftukh Fajar, Hari Anggit Cahyo Wibowo, Latifah Nurul
Qomariyatuzzamzami, Enjang Jaenal Mustopa
xix
Daftar Isi
Susunan Kepanitiaan
iii
Foto Kegiatan
iv
Kata Pengantar
Jadwal Seminar
vi
Daftar Isi
xx
P1
P7
P14
Studi Mengenai Energi Ikat Pada Kluster Karbon dengan Perangkat Lunak
Amsterdam Density Function
Afnar Delivery, Wahyu Srigutomo, Freddy Haryanto
13
18
25
Aplikasi Metode Gaya Berat dalam Memperkirakan Lokasi Panas Bumi Daerah
DNG
Ayunda Zidafrian dan Wahyu Srigutomo
32
xx
39
46
54
61
67
74
82
89
94
101
108
115
xxi
Pengaruh Variasi Tinggi Katup Limbah dan Jarak Antar Katup Terhadap
Efisiensi Pompa Hidram
Dzikri Rahmat R, Marjan Fuadi, Sari Sami N, dan Enjang Jaenal Mustopa
121
130
137
Pengaruh Kadar Gula dalam Larutan terhadap Daya Serap Super Absorbent
Polymer
Enggar Alfianto, Faiz Jazuli Nor, dan Suprijadi
144
150
158
164
170
175
181
187
xxii
193
201
207
215
222
228
235
241
Simulasi Carbon Nanotube (10,0) dengan atom Pengganti Galium, Arsenik dan
Nitrogen dengan Menggunakan Perangkat Lunak PHASE.
Nurul Ikhsan, Ely Aprilia, Acep Purqon, dan Suprijadi
248
255
Teori Moneter Gas Ideal dan Akar Masalah Kesenjangan Distribusi Kekayaan
Rachmad Resmiyanto
263
xxiii
269
Macro Visual Basic PowerPoint sebagai Media Belajar Virtual Lab AVO Meter
Analog
Ratna Puspitasari, Siti Nurul Khotimah, dan Wahyu Hidayat
276
283
288
295
Analisis Pulsa Magnet Pc3 dengan Medan Magnet Antar Planet Pada Saat
Badai Magnet Tahun 2000
Setyanto Cahyo Pranoto dan Wahyu Srigutomo
301
308
A Simple Viscometer for High School and First Years Undergraduate Program
Students: Theory and Experiment
Sparisoma Viridi, Sidik Permana, Wahyu Srigutomo, Anggie Susilawati, and
Acep Purqon
315
322
329
335
343
xxiv
350
358
363
370
Analisa spektroskopi Raman pada film tipis karbon diatas lapisan -Al2O3
Angga Virdian, Rachmat Maulana, Adha Sukma Aji, dan Yudi Darma
377
xxv
Energi merupakan kebutuhan dasar manusia. Selama ini, salah satu sumber energi
yang telah banyak digunakan adalah energi hidrokarbon (minyak bumi dan gas alam).
Kebutuhan bahan bakar untuk transportasi, industri, komersial, rumah tangga dan
lainnya dari tahun diperkirakan naik secara signifikan. Diperkirakan pada tahun 2025,
kebutuhan energi diperkirakan setara dengan 5.000 juta SBM. Tenaga listrik saat ini
banyak mengandalkan energi solar (PLTD) sebagai sumber energinya. Dalam
pemakaian energi hidrokarbon tersebuti, pemerintah masih memberikan subsidi yang
cukup besar kepada rakyat. Konsumsi listrik di Indonesia secara rata-rata di atas 350
kWh/kapita. Meski angka ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan konsumsi
rata-rata dunia, namun angka ini menunjukkan besanya pasokan energi yang harus
tersedia. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, maka energi panasbumi
merupakan salah satu sumber energi alternatif.
Kata-kata kunci: energi, hidrokarbvon, format manuscript, PLTD, panasbumi, energi
alternatif
Pendahuluan
Manusia tidak mungkin hidup tanpa energi, karena itu energi merupakan
kebutuhan dasar. Salah satu sumber energi yang telah banyak selama ini adalah
energi hidrokarbon (minyak bumi dan gas alam) untuk kebutuhan bahan bakar,
transportasi, industri, rumah tangga dan lain-lain. Kebutuhan energi semakin lama
semakin meningkat, namun di sisi lain cadangan energi konnvensional terbatas. Isu
cadangan hidrokarbon yang semakin lama semakin menipis dan harga yang
cenderung meningkat menjadi kendala besar dalam pengembangan industri dan
investasi.
Sehubungan dengan itu perlu dipikirkan elternatif untuk memanfaatkan dan
mengembangkan energi lain sebagai energi alternatif untuk mensubstitusi pamakaian
energi fosil hidrokarbon. Masalah lain yang berkaitan adalah dampak sisa pembakaran
bahan bakar hidrokarbon yang dianggap sebagai salah satu pemicu isu pemanasan
global yang dapat mengancam kehidupan manusia serta makhluk lain di muka bumi.
Inilah masalah yang harus dihadapi segera. Pola hidup yang bergantung kepada
hidrokarbon sdmestin ya dapat diubah. Pemenuhan ketergantungan manusia terhadap
energi fosil tidak dapat dipertahankan untuk jangka panjang. Perlu diupayakan sumber
energi lain sebagai sumber energi alternatif terutama untuk energi listrik sebagai salah
satu kebutuhan utama manusia. Perlu digalang usaha bersama dalam mencari sumber
energi alternatif.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P1
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P2
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P3
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P4
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P5
Masyarakat perlu diingatkan agar dapat mengubah gaya hidup yang boros
terhadap energi
Dengan penghematan diperhitungkan dapat menghemat energi setara 2.900 juta
SBM per tahun. Dengan demikian, krisis energi yang menjadi isu penting saat ini
dapat diantisipasi dan diatasi.
Kesimpulan
Kebutuhan akan energi cenderung semakin tinggi. Indonesia sangat beruntung
karena kaya akan potensi panasbumi yang masih banyak tersembunyi untuk
diungkapkan dan dimanfaatkan serta dikembangkan bagi kesejahteraan umat manusia,
khususnya bangsa Indonesia. Langkah yang perlu dilakukan adalah menggalang
usaha bersama untuk mengaplikasikan potensi energi panasbumi di Indonesia di masa
depan.
Para ahli yang terkait dalam bidang panasbumi perlu mendapat dukungan agar
mereka dapat lebih fokus menekuninya dalam riset dan aplikasi potensi panasbumi.
Lembaga Pemerintah yang terkait dengan pemanfaatan panasbumi dan Lembaga
Penelitian serta pihak Universitas dapat bekerjasama untuk pengembangan dan
aplikasi potensi panasbumi di Indonesia.
Daftar Pustaka
[1] Singarimbun, A., Pemanfaatan Energi Panasbumi Sebagai Salah Satu Sumber
Energi Alternatif di Indonesia, Workshop on Renewable Energy Technology
Applications to Support E 3i Village, Jakarta, 2008.
[2] Singarimbun, A., Ehara, S., and Fujimitsu, Y., (1994). Estimation of magmatic
water disappearance from a magma chamber, 1994 Annual Meeting of the
Geothermal Research Society of Japan, Tsukuba, Japan, Nov. 1994.
[3] Singarimbun, A., Ehara, S. and Fujimitsu, Y., (1995). A Model of Magmatic
Hydrothermal System and Its Application to Kuju Volcano, 1995 Annual Meeting
of the Geothermal Research Society of Japan, Akita, Japan, Oct. 1995.
Alamta Singarimbun
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
e-mail: alamta@fi.itb.ac.id
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P6
Pendahuluan
Penyadaran telah menjadi fokus perhatian penulis sejak beberapa tahun terakhir
ini [1]. Penyadaran ini adalah tentang makna dan peran sains, dan penyadaran
tentang cara ilmiah yang ikut menjadi pembuka jalan menuju pemahaman jagad raya
ini. Dengan makin membanjirnya informasi yang tersedia di World Wide Web, yang
juga menimbulkan makin cepat beralihnya perhatian generasi muda dari topik ke topik
(shortening span of attention), penyadaran menjadi makin penting bagi penulis dalam
membelajarkan fisika. Kalau mahasiswa dapat dibuat sadar akan apa yang sedang
diperhatikannya, maka upaya memahaminya lebih mudah dapat tumbuh, dan dengan
tumbuhnya pemahaman, semoga dapat tumbuh pulalah motivasi untuk lebih
mendalaminya agar dapat digunakan memecahkan beberapa masalah.
Setelah beberapa tahun memanfaatkan sebagian seri buku Thomas A Moore [2]
yang terdapat di Perpustakaan Fisika ITB (juga ada di Perpustakaan Unpar), atas
pemberitahuan oleh profesor Satria Bijaksana, tampaknya cara grafis bagi
pembelajaran Teori Relativitas Khusus bermanfaat untuk menyadarkan mahasiswa
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P7
akan dasar-dasar Teori itu. Maka diajukanlah makalah ini untuk berbagi tentang
perkembangan itu.
Kerangka
makalah
ini
tersusun
sebagai
berikut:
Mula-mula diajukan transformasi Galileo-Newton sebagai titik tolak. Untuk
pedagoginya, dipilih gerak 1 dimensi saja. Berdasarkan suatu prinsip korespondensi,
ini lalu dikembangkan menjadi transformasi Lorentz. Maknanya adalah sebagai
pengaitan koordinat posisi dan saat terjadinya suatu peristiwa (event) atau benda
menurut dua pengamat yang saling bergerak. Dari transformasi Lorentz, langsung
dapat diperoleh persamaan metrik
t 2 x 2 = t 2 x 2
(1)
dan dari situ dapat dibahas sifat-sifat diagram posisi-waktu bagi berbagai pengamat
yang saling bergerak. Transformasi Lorentz telah ditulis dengan memilih c sebagai
satuan bagi kecepatan. Istilah fisikanya: menggunakan satuan natural/alamiah. Pilihan
yang juga digunakan oleh Moore ini (disebutnya satuan relativitas, SR) cukup
strategis, karena memperjelas keterkaitan konsep posisi dan waktu, karena ditulis
dengan satuan yang sama. Misalnya nanodetik sebagai jarak, adalah 0,3 meter dalam
satuan S.I. (Sistem Internasional). Selain itu, lintasan-dunia sinar cahaya menjadi
terstandarkan berkemiringan 45o terhadap sumbu x dan sumbu t. Hal ini membantu
intuisi dalam menganalisis Teori ini.
Berbedanya skala jarak dan waktu bagi pengamat yang berbeda geraknya lalu
dapat ditampilkan dengan meninjau pengamat O yang menggunakan sebuah
pengukur jarak (batang meter) dan pengukur waktu (jam) yang diam terhadap dirinya.
Dari persamaan metrik (1) diperoleh bahwa posisi skala 1, 2, 3, bagi jarak atau
waktu, bagi berbagai pengamat yang bergerak terhadap pengamat O , membentuk
kurva-kurva hiperbola. Dampak konsep mengukur jarak dan mengukur waktu lalu
adalah kontraksi jarak dan dilasi waktu.
Setelah meninjau beberapa dampak kinematis tadi, lalu dikembangkan dinamika
gerak melalui peluasan konsep momentum, bertitik tolak dari transformasi Lorentz.
Diperolehlah analog persamaan metrik berbentuk
E 2 p2 = E 2 p2
(2)
E = m dan p = mv = Ev
(3)
=1
(4)
dengan
(1 v 2 ) .
Kalau kemudian ditinjau diagram p E , akan dapat disimpulkan bahwa seperti pada
diagram x t , skala bagi massa m akan berupa hiperbola pula. Kalau kemudian
ditinjau contoh soal berupa dua benda dengan massa dan kecepatan tertentu, akan
dapat diperoleh berbagai hasil, tergantung dari kecepatan salah satu benda setelah
tumbukan. Berbagai hasil itu menggambarkan situasi elastik sampai ke non-elastik,
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P8
dan akan tampak kesetaraan energi dengan massa, karena kesetaraan energi kinetik
dan massa dengan jelas akan terlihat.
Akhirnya dapat digarisbawahi pola cara ilmiah dan suatu pola yang dapat
diinterpretasikan pada ilmu, yaitu bahwa sepertinya dari bentuk-bentuk yang terlihat
dan terukur, dapat dikembangkan konsep-konsep abstrak yang efektif untuk
menggapai pemahaman yang lebih mendalam, yang ternyata tetap konsisten dengan
perilaku alam yang nyata. Wawasan ini dapat pula dikaitkan dengan adanya
keterbatasan cara ilmiah, karena adanya konsep-konsep yang tak terukur seperti
kebaikan, keramahan, religiositas, dsb.
Diagram posisi vs waktu
Pembahasan sebaiknya dimulai dengan transformasi Galileo-Newton, yang
menghu-bungkan koordinat x dan t menurut pengamat O bagi suatu peristiwa P ,
dengan koordinat x dan t bagi P menurut pengamat O yang sedang bergerak lurus
beraturan terhadap O dengan kecepatan v > 0 ke arah sumbu x > 0 yang searah
dengan sumbu x .
Dengan asumsi bahwa pada saat titik asal koordinat O dan O tepat berimpit,
t dan t dipilih = 0, dapat disimpulkan bahwa kedua koordinat P itu berkaitan sbb:
x = x + vt dan t = t
(5)
x = x vt
dan
t = t .
(6)
x = ( x + vt )
dan t = (t + vx) .
(7)
Lihat Gambar x t di bawah ini. Sumbu t (garis ODL) dan sumbu x (garis OFGCB)
bagi pengamat O digambarkan saling tegak lurus. Karena O bergerak dengan laju
v ke kanan, lintasan-dunianya OK, berkemiringan 1 / v . Di sini dipilih v = 0,6 (satuan
natural, SR). Lintasan-dunia ini tentu menjadi sumbu t bagi O . Dari simetrinya
terhadap lintasan-dunia cahaya yang merambat ke kanan dari O , sumbu x (OA) bagi
pengamat O akan berkemiringan v terhadap sumbu x . Skala sumbu t , x, t , x dipilih
sama-sama nanodetik. Dengan demikian lintasan-dunia cahaya menjadi bersudut 45o
terhadap sumbu t dan x . Akibat persamaan metrik (1), skala t = 1 ns bagi berbagai
pengamat O yang berkecepatan macam-macam terhadap O , akan terletak pada
hiperbola t = x + 1 . Jadi misalnya skala t = 1 merupakan titik potong hiperbola itu
dengan sumbu t (disebut K dalam Gambar). Secara serupa, titik A pada Gambar itu
menunjukkan skala 1 pada sumbu x . Maka simetri waktu dan posisi tampak dengan
jelas di Gambar itu.
2
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P9
Maka peristiwa dilatasi waktu dapat tampak dari peristiwa O dan K. O akan
mengamatinya sebagai berjarak-waktu 1 nanodetik di lokasi x = 0, tetapi O
mengamati jarak-waktu itu sebesar OL, yang jelas > 1 ns.
Peristiwa kontraksi jarak tampak pada peristiwa O dan A, yang panjangnya 1 ns
menurut O , yang mengukurnya pada saat t = 0. Demikian pula O akan
mengukurnya pada t yang harus sama (sesuai dengan konsep mengukur suatu jarak),
misalnya pada t = 0 , yaitu jarak OC yang juga jelas < 1 ns. Dapat dicatat bahwa
pengukuran tersebut berbeda dengan saat melihat peristiwa pengukuran itu. O akan
melihat ujung kiri pada saat t = 0 , tetapi ujung kanan saat t = 0 baru akan dilihatnya
pada t = t D yang 0. Berbeda pula hasilnya, jika pengukuran posisi kedua ujung
panjang itu mau dilihat sama-sama pada t = 0 : Posisi H akan berjarak OG bagi O =
0,5 ns, lebih pendek lagi daripada OC. Jadi definisi pengukuran perlu dirinci agar
jelas.
Diagram momentum vs energi
Jika kemudian ditinjau interaksi antara dua peristiwa atau benda, misalnya kalau
dua benda yang semula bergerak bebas lalu bertumbukan dan kemudian bergerak
bebas lagi, diagram energi vs momentum dapat menjadi sarana visual yang berguna.
Pada diagram ini, satuan momentum p dan energi E juga didasarkan pada
satuan natural tersebut di atas, sehingga satuan momentum dan energi sama-sama
kilogram. Dari transformasi Lorentz (persamaan 7) dapat diperoleh bentuk
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P10
p = ( p + vE ) dan E = ( E + vp) ,
(8)
dengan p dan E bermakna seperti tertulis pada persamaan (3), yang langsung
menunjukkan hubungan p = vE dan persamaan (2). Dengan kemudian meninjau
E 2 p 2 = m2 .
(9)
= 1 kg dan berlaju v =
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P11
sehingga energi total dan massa totalnya sama-sama 3 kg. Tampak bahwa secara
klasik, terjadi pertambahan massa 1 kg. Akan tetapi kalau ditinjau besarnya energi
kinetik yang semula ada, yaitu masing-masing benda sebesar 0,5 kg, dapat
disimpulkan bahwa sebenarnya massa total dan p-4 sistem dua benda ini konstan saja
dan kesetaraan hakekat energi dan massa tergarisbawahi.
Hasil dan diskusi
Dari uraian di atas, kiranya tampak betapa secara grafis dapat ditampilkan
kesetaraan waktu dan ruang, dan kesetaraan energi dan massa. Konstannya bentuk
persamaan (1) dan (2) mengkuantitatifkan hal ini.
Di samping uraian tersebut, kemudian juga dapat digarisbawahi suatu pola cara
ilmiah dan pola ilmu yang tersirat. Pola cara ilmiah tampak dari siklus pengamatan ke
pemikiran-refleksi logis ke penyimpulan suatu hipotesis, yang kemudian diuji
kesesuaiannya dengan hasil pengukuran. Misalnya tampak betapa hasil pengukuran
oleh Coulomb, Ampere, dsb dapat melandasi karya Gauss dan Maxwell yang
menyimpulkan bentuk persamaan yang simetris, dan menghasilkan konsekuensi
bahwa laju rambat cahaya dalam vakum hanya terkait pada sifat listrik-magnet
keadaan vakum. Hasil terakhir ini kemudian diambil oleh Einstein sebagai hipotesis
awal, yang lalu menuntun ke kesetaraan ruang-waktu, dan energi-massa. Semua ini
akhirnya diwasiti oleh kesesuaian ramalan kuantitatif pengukuran dengan realita.
Pola ilmu yang juga tampak tersirat adalah, bahwa melalui pengukuran realita,
dapat dikembangkan konsep dan kesimpulan logis yang sepertinya bertahap, dari
yang sederhana sampai yang canggih, seolah ada upaya penuntunan dan pendidikan
oleh Sang Penciptanya.
Sudah tentu juga perlu digarisbawahi sikap yang adil, yaitu pengakuan bahwa
hipotesis Sang Pencipta memang hipotesis yang sulit atau tampaknya tak mungkin
dibuktikan dengan pengukuran apa pun. Hal ini lalu membuka pintu untuk menyadari
keterbatasan kawasan ilmu, akibat pembatasannya pada yang dapat diukur dan diuji.
Daripada lalu bertindak tidak adil dengan mengatakan bahwa Sang Pencipta pasti
ada, atau sebaliknya, lebih tepat untuk menyadarkan diri bahwa menurut latar
belakang masing-masing manusia, keyakinan atau hipotesis tentang asal muasal
jagad ini hanya dapat menjadi pilihan masing-masing pribadi, karena membuktikannya
dengan pengukuran tampaknya tidak mungkin.
Semoga dengan menyadari wawasan lebih luas dari ilmu, dan terbatasnya
kawasan ilmu, sikap sebagai manusia yang lebih utuh dapat ikut diupayakan.
Kesimpulan
Telah diuraikan dasar-dasar Teori Relativitas Khusus melalui dua buah diagram,
dengan hasil yang tampaknya memahamkan kepada mahasiswa bahwa Teori Einstein
ini dapat dinalarkan dan didiagramkan. Di samping itu, penyadaran beberapa konsep
Teori Relativitas Khusus ini dapat digunakan untuk menyadari adanya pola dalam cara
ilmiah dan pola dalam ilmu, yang dapat diinterpretasikan sebagai mengindikasikan
adanya pengaturan oleh Sang Pencipta jagad. Dengan demikian mahasiswa dapat
diharapkan menjadi lebih sadar tentang kaitan kawasan ilmu dan kawasan non-ilmu,
dan keutuhannya sebagai seorang manusia.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P12
Aloysius Rusli
Jurusan Fisika
Fakultas Teknologi Informasi dan Sains
Universitas Katolik Parahyangan Bandung
arusli@unpar.ac.id, aloysius.rusli@gmail.com
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P13
Basic Structure:
A typical American child will begin schooling around age 4 with pre-school and
kindergarden. These years are primarily unstructured with a lot of play time. Teachers
tend to try to build up basic communication skills.
The first year of formal education required by law occurs around 6 years old with
first grade, and the first year of primary education (also called elementary school).
Elementary school is grades 1 through 5. During this time the student generally has
one primary teacher who covers topics generally. The students stay in one class
throughout their entire school day.
Middle school is grades 6th through 8th. The school day is split in to periods, but
generally there is a long period (often called home room) where students have a
teacher, meant to be their primary adviser. During middle school, subjects become
more specialized and the students move around the school to different classrooms
throughout the day. Class sizes are approximately 20 to 35 students. Classes begin at
approximately 8am and end around 4pm. Often, students participate in schoolsponsored sports.
High school is grades 9th through 12th. The day is often split in to approximately
six or seven periods, and classes are specialized (example: Calculus AB or European
history). If a student is preparing for university, and they have the required
prerequisites, they can take Advanced Placement (AP) classes, if they are offered at
their school. AP courses are meant to be college-level and have a nation-wide exam at
the end of the year. If the student achieves a certain score, their AP class can often be
counted for college credit.
Schooling Options:
There are many options and variations for schooling in the US. The most
general are public, private, charter, or home school. Public school is primarily funded
by the US federal and state governments through income tax. If attending public school,
one is required to go to the school in their zone closest to their house. Public schooling
is the most common option in the US. (Note that in public schools, civic and religious
education is very strictly limited and must follow very exacting restrictions based on
laws.)
Private schools vary in their government funding, but are primarily funded
through student tuition. As you can gather from that, it is often very expensive to attend
private school, however in some (but not all) areas of the US, it is the best option.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P14
Private schools generally have much more leeway in what they can teach their
students due to the fact that they do not accept much, if any, government funding.
Charter schools are a new phenomenon in the US and are relatively
controversial. Charter schools are subsidized by the government, but not completely.
They have the name charter because the school will form from a specific written
charter to have a certain type of education. Often, charter schools follow a specific
educational philosophy, like Montessori or Waldorf.
If a family wants to provide their own education for their child, called home
schooling, then they must register that they are doing so through the government. I
know that there are restrictions, however I am not completely sure what they are.
Influences:
There are myriad influences on the education system in the US. It is a
controversial and hotly-contested topic that is full of politics. Some, of the many, things
that affect the education system are: the Parent-Teacher Association, the teachers'
union, textbook companies, income taxes and zoning, and many others.
A. Stevie Bergman
Theoretical High Energy Physics and Instrumentation Research Division
Institut Teknologi Bandung
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P15
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 1
(1)
Salah satu solusi untuk memecahkan persamaan Hamiltonian ini adalah DFT[6].
Hohenberg dan Kohn menunjukan bahwa energi dasar dari suatu sistem M-elektron
(banyak elektron), hanya berupa fungsi kerapatan dari elektron tersebut, namun hal
tersebut hanya akan terjadi apabila kerapatan elektron tersebut benar-benar fungsi
kerapatan elektron dari energi dasar tersebut[6,7]. Persamaan energi dasar dan
persamaan energi berdasarkan kerapatan elektron ditampilkan pada persamaan (2),
dan persamaan (3).
E 0 min E
(2)
E i E n r
(3)
1 2
Veff (r ) i (r ) i i (r )
2
(4)
n( r ) n ( r )
n( r )
V ext ( r ) V ee ( r ) V XC ( r )
(5)
Persamaan (5) memiliki kendala pada Vxc, yaitu energi potensial korelasipertukaran (exchange-correlation potential), Vxc sendiri didefinisikan sebagai suatu
energi yang memuat semua interaksi-interaksi partikel yang terjadi[6,7]. Salah satu
solusi untuk memecahkan masalah ini adalah metode Local Density Approximation
(LDA)[6]. LDA adalah suatu metode pendekatan yang mengasumsikan rapat-jenis
semua elektron bernilai sama[6]. Persamaan dari pendekatan LDA untuk memecahkan
persoalan Vxc dijabarkan pada persamaan (6).
EXC[n] [ XC(n(r))n(r)]
XC(n(r))
(6)
VXC[n]
XC(n(r)) n(r)
n(r)
n(r)
n(r)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 2
Selain dengan metode pendekatan LDA, salah satu metode yang umum
digunakan adalah Generalized Gradient Approximation (GGA). Perbedaan utama
metode GGA dengan LDA adalah pada metode GGA rapat-jenis dari semua elektron
tidak dianggap homogen, namun gradien pada rapat-jenis elektron dianggap pada
koordinat yang sama.
MetodologiPenelitian
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 3
Gambar 3. Perbandingan energi ikat pada frozen core small,medium, dan large.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 4
Hasil dari penelitian ketiga, mengenai perhitungan energi ikat dari kluster karbon
yang bertambah sesuai dengan referensi[2] ditampilkan pada gambar 4 dan 5.
Gambar 5. Perbandingan energi ikat pada frozen core small, medium, dan large.
Kesimpulan
Pada penambahan kluster menyamping, dengan parameter frozen core none,
dapat disimpulkan semakin banyak jumlah kluster maka energi ikat akan semakin
besar, namun pada parameter frozen core small, medium, dan large, kecenderungan
energi ikat belum dapat diketahui dengan pasti. Pada penambahan kluster yang
mengikuti referensi, dengan parameter frozen core none, small, medium, ataupun
large, dapat disimpulkan bahwa pada kondisi ini semakin banyak jumlah kluster, maka
energi ikat akan semakin besar. Dari hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
penambahan kluster karbon memiliki aturan tertentu, penambahan kluster karbon tidak
dapat dilakukan tanpa memenuhi aturan ini, karena akan memberikan nilai energi ikat
yang tidak dapat dipastikan kecenderungannya.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 5
Referensi
[1] http://www.graphene.manchester.ac.uk/.
[2] Kheirabadi and Shafiekhani, Storages States of Li ions Graphene Cluster for
Functional
Theory-slide
Afnar Delivery
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks,
Institut Teknologi Bandung
e-mail: afnardelivery@gmail.com
Wahyu Srigutomo
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks,
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id
Freddy Haryanto
Kelompok Keilmuan Nuklir dan Biofisika,
Institut Teknologi Bandung
e-mail: freddy@fi.itb.ac.id
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 6
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 7
yang terkandung dalam kacang hijau. Kacang hijau juga lebih mudah dicerna dalam
tubuh dibandingkan dengan kacang-kacangan lainya [6]. Kacang hijau merupakan
sumber pektin yang merupakan serat larut air yang yang dapat menurunkan kolesterol
dalam darah [1]. Serat yang mempunyai kemampuan untuk melekat, mampu
mengurangi kolesterol total sebanyak 3-7% pada manusia dengan cara membentuk
gel yang mengikat kolesterol [7]. Selain serat, protein yang dipecah menjadi asam
amino lisin dapat menurunkan kolesterol. Protein diperlukan tubuh untuk metabolisme.
Asam amino essensial seperti lisin tidak diproduksi dalam tubuh sehingga harus
didapati dari sumber lain. Asam amino lisin dalam kacang hijau dapat menurunkan
sintesis molekul pada very low desnsity lipoprotein (VLDL) karena jumlah lisin yang
lebih dari pada arginine yang digunakan untuk mensintesis VLDL. Kacang hijau
merupakan sumber asam amino lisin tinggi sebesar 5.85-8.24 gm/100gm protein [8].
Mengkonsumsi lisin dalam jumlah yang tinggi dapat meningkatkan L-carnitine
yang disintesis oleh lisin. L-Carnitine merupakan produk akhir dari metabolism sebagai
perantara pembentukan lemak menjadi energi di mitrokondria. L-Carnitine bersama
dengan asam pantothenic (Vit B5) menjadi aktif sehingga memaksimalkan pemecahan
asam lemak dan mencegah sintesa kolesterol [9].
Berdasarkan uraian di atas, kacang hijau mempunyai potensi untuk menurunkan
kolesterol dalam darah. Kandungan serat dalam kacang hijau yang dipadu dengan
komposisi gizi lainya seperti magnesium, vitamin dapat menurunkan kolesterol [5].
Kacang hijau sangat menguntungkan karena pengolahnnya yang sederhana dan
bahannya yang murah dan mudah ditemukan. Kacang hijau juga merupakan menu
yang sering dikonsumsi masyarakat. Penggunaan kacang hijau untuk menurunkan
kolesterol dengan mengkonsumsi dalam bentuk makanan maupun minuman
berpengaruh terhadap penyerapan kolesterol dalam usus halus. Hal ini sangat
menguntunkan bagi penderita hiperkolsterolemia.
Teori
Kacang hijau (phaseolus radiatus linn) adalah salah satu jenis tanaman yang
mudah ditanam oleh petani kecil. Umumnya kacang hijau dapat tumbuh dalam bulan
apapun dalam setiap tahun. Namun musim panas merupakan waktu yang tepat untuk
menanam kacang hijau karena kandungan nitrogen dalam tanah menjadi lebih
menguntungkan untuk pertumbuhan kacang hijau. Pertumbuhan kacang hijau
termasuk singkat karena hanya mencapai 55-77 hari. Kacang hijau tumbuh subur pada
6 juta hektar diseluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil
kacang hijau yang besar. Terdapat beberapa jenis kacang hijau diseluruh dunia.
Namun Indonesia umunya lebih menyukai kacang hijau jenis phaseolus radiatus linn
yang mempunyai tekstur hijau dan mengkilat [6].
Dalam 100 gram kacang hijau terdapat 62,12% karbohidrat [10], 1-1,5% lemak,
3.5-4.5% serat serta terkandung beberapa vitamin yang diperkaya oleh beberapa
mineral [6]. Protein tinggi sejumlah 25-30% terdapat dalam kacang hijau [11]. Kacang
hijau telah diteliti kandungan gizinya dan mempunyai banyak keuntungan seperti,
meningkatkan status gizi, memenuhi kekurangan zat besi, dan menurunkan angka
mal-nutrisi pada anak dan wanita diseluruh dunia. Keuntungan dari kacang hijau selain
merupakan sumber protein, kacang hijau juga merupakan bahan pokok yang termasuk
murah harganya. Kacang hijau diolah seperti dalam berbagai macam seperti direbus,
diolah menjadi bubur, bahkan pengolahan dijadikan tepung dan bahan pembuatan mie
instant [6].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 8
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 9
Analisis statistik
Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis agar dapat dipergunakan
untuk menjelaskan data secara keseluruhan. Langkah awal tersebut ialah dengan
mengolah penyebaran data secara statistik lalu kemudian dianalisis berdasarakan data
yang didapatkan. Kemudian dari analisis tersebut dapat diperoleh kesimpulan.
Tabel 1. Uji normalitas data.
GROUP
Kol_SEBELUM
Kol_SESUDAH
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
Df
0.120
15
0.109
15
Sig.
0.200
0.200
Pada tabel 2 Keseluruhan data diananlisis untuk melihat perbedaan pretest dan
posttest. Kemudian data diolah untuk mendapatkan hasil perbedaan rata-rata
kolesterol total sebelum dan sesudah perlakuan (Tabel 2).
Tabel 2. Deskripsi Statistik Nilai Kolesterol Total Sebelum dan Sesudah Pemberian
Kacang hijau.
DATA
Mean
Median
Std.Error of Mean
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Minimum
Maximum
Kolesterol Sebelum
219.20
217.00
2.900
11.233
126.171
0.338
0.580
203
239
Kolesterol Sesudah
210.73
208.00
3.957
15.327
234.924
-0.115
0.580
184
236
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 10
Nilai kemiringan (skewness) dari nilai data kolesterol sebelum pemberian kacang hijau
bernilai positif yaitu 0.338 ( = 0.05). Distribusi data tersebut menjelaskan tinggi nilai
kolesterol total sebelum pemberian kacang hijau. Variance (keragaman data) sebelum
pemberian kacang hijau bernilai 126.171 ( = 0.05), nilai tergolong tinggi yang
menyatakan data beragam dengan nilai minimum 203 dan maximum 239.
Sesudah pemberian kacang hijau didapati mean bernilai 210.73 ( = 0.05)
dengan nilai tengah (median) senilai 208.00 ( = 0.05) dengan nilai kemiringan
(skewness) -0.115 ( = 0.05). Nilai data kolesterol yang diperoleh setelah pemberian
kacang hijau bernilai negatif yang menyatakan kemiringan ke arah kiri. Keragaman
data sesudah pemberian kacang hijau bertambah besar yaitu 234.924 ( = 0.05),
dengan nilai minimum 184 dan nilai maximum 236.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengkonsumsi kacang hijau sebanyak
100 gram dalam sehari selama 2 minggu mampu menurunkan nilai kolesterol total
dalam darah.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian. Kepada Universitas
Advent Indonesia atas bantuan berupa dana untuk mengikuti Seminar Kontribusi
Fisikia (SKF) 2013 sehingga karya tulis ilmiah ini dapat dipublikasikan dan kepada
dosen pembimbing atas krirtik dan saran.
Referensi
[1] Bazzano L.A, Effects of soluble dietary fiber on low-density lipoprotein
cholesterol and coronary heart disease risk, Curent Atherosclerosis Reports
10(10), 473-477(2008)
[2] Monroe C dan Virmani R, Current trends in the classification of sudden cardiac
death based on autopsy derived data: A review of investigation into the etiology of
sudden cardiac death, Revista Espaola de Cardiologa 64(1), 10-2(2011)
[3] Talati R., Baker W.L., Pabilonia M.S., White C.M., Coleman C, The Effects of
barley-derived soluble fiber on serum lipid, Annals of Family Medicine 7(2), 157163(2009)
[4] Maki K.C., Beiseigel J.M., Jonnalagadda S.S., Gugger C.K., Reeves M.S.,
Farmer M.V., Kaden V.N & Rains T.M, Whole grain ready-to-eat Oat Cereal, as
part of dietary program for weight loss, reduces low-density lipoprotein cholesterol
in adults with overweight and obesity more than a dietary program including lowfiber controls foods, American Dietetic Association 110(2), 205-14(2010)
[5] Anderson J.W., Braid P., Davis R.H., Ferreri S., Knudtson M., Koraym A., Waters
V., Williams C.L, Health benefit of dietary fiber, Nutrition Reviews 64(4), 188205(2009)
[6] Nair R.M., Yang R.Y., Easdown w.j., Thavarajah D., Thavarajah P., Hughes J.A.
& Keatinge D., Biofortification of mungbean (Vigna radita) as a whole food to
enhance human health, Journal of the Sience of Food and Agriculture 93(8),
1805-1813(2013)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 11
[7] Brouns F., Hemery Y., Price R. & Anson N.M, Wheat aleurone: separation,
composisition, heath aspects, and potential food use Critical Reviews in food
science and nutrition 52(6), 553-586(2012)
[8] Pal S., Ellis V. & Dahliwal S, Effecs of whey protein isolate in body composition,
lipids, insulin in overweight and obese individual, British Journal of Nutrition 104,
716-723(2010)
[9] Fischer M., Hirche F., Kluge H. & Eder K, A moderate excess of dietary lysine
lowers plasma and tissue carnitine concertration in pigs, British Journal of
Nutrition 101, 190-196(2008)
[10] Susilowati A., Aspiyanto., Moerniati S. & Maryati Y, Potency of amino acids as
savory fraction from begetable broth of mung beans (Phaseolus radiates linn)
though brine fermentation by rhizopus-C1, Research Centre for Chemistry 9(2),
339-346(2009)
[11] Bourtoom T, Factors affecting the properties of edible film prepared from mung
bean proteins, International Food Reaserch Journal 15(2),167-180(2008)
[12] Zhao C. & Wright K.D, Liver X receptor in cholesterol metabolism, Journal of
Endocrinology 204, 233-240(2010)
[13] Rayner K.J., Suarez Y., Davalos A., Parathath S., Fitzgerald M.L., Tamehiro N.,
Fisher E.A., Moore K.J. & Hernando C.F, Mir-33 Contributes to the regulation of
cholesterol homeostatis, Science 328(5985),1570-1573(2010)
[14] Jo Y. & Boyd R.A.D, Control of cholesterol synthesis through regulated ERassociated degradation of HMG CoA reductase, Critical Reviews in Biochemistry
and Molecular Biology 45(3) ,185-198(2010)
[15] Schober S.E., Makuc D.M., Zhang C., Kennedy S.J. & Burt V, Health insurance
affects diagnosis and control oh hypercholesterolemia and hypertension among
adults aged 20-64 United States, 2005-2008 National Center for Biotechnology
Information Vol 57 hal,1-8 (2011)
[16] He, M., Dam, R.M., Rimm E., Hu, F.B., Qi, L, Whole-grain, cereal fiber, bran, and
germ intake and the risk of all-cause and cardiovascular disease-specific mortality
among women with type II diabetes mellitus Circvulation 121, 2162-1268(2010)
Agnes Tjakrapawira*
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
agnestjakra@gmail.com
Palupy Triwahyuni
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
triwahyunipalupi@yahoo.com
Florida Hondo
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
floridahondo@yahoo.com
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 12
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 13
(1)
Persamaan (1) merupakan fungsi transfer antara data yang terbaca oleh
mikrokontroler terhadap suhu yang terukur dalam satuan celcius.
Pemanasnya sendiri hanya merupakan lilitan kawat biasa yang menahan daya
besar dan merubahnya kedalam bentuk energi panas. Untuk pemanas yang
menggunakan listrik AC maka digunakan rangkaian triac dan optokopler seperti
gambar berikut :
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 14
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 15
Dari grafik 3 dapat dilihat pemanas memiliki distribusi yang sempit pada
ujungnya, sedangkan pada sisi silindernya memilikidistribusi yang lebih luas. Sehingga
di ambil sampling yaitu untuk ujung pemanas, dan sisi silinder pemanas, sehingga
dilakukan curve fitting dari posisi tersebut dan didapat grafik berikut :
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 16
2010.
[3] F.B. Steven, Arduino Microcontroller : Processing for everyone! Second Edition,
[7] RMS
Alfian Yuanata
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
InstitutTeknologi Bandung
alfianyuanata@gmail.com
Hendro
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi Energi Tinggi dan Instrumentasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
InstitutTeknologi Bandung
hendro@fi.itb.ac.id
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 17
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 18
Eksperimen
ZnO nanopartikel telah berhasil di sintesis menggunakan metoda sol gel
bersuhu rendah (150oC). Metode yang digunakan merupakan adaptasi dengan sedikit
memodifikasi percobaan yang telah dilakukan oleh Meunlenkap dan Spanhel [7,8].
Bahan yang digunakan adalah prekursor Zinc acetat dihidrat (Zn(CH3COOH)2.2H2O)
dengan konsentrasi sebesar 5 mmol produksi Merck Jerman, dengan katalis berupa
NaOH (7,2 mmol), pelarut alkohol yang digunakan adalah metanol. Sedangkan untuk
proses pencucian, senyawa heksana dipilih untuk menghilangkan supernatant, seperti
gugus asam, ion Na+, dan air. Proses pembentukan ZnO sol dilakukan dengan
menggunakan teknik refluks. Zn asetat dihidrat dilarutkan oleh metanol menggunakan
pengaduk magnetik dengan pemanasan pada suhu 64C. NaOH yang sebelumnya
telah dilarutkan oleh metanol di tambahkan setetes demi setetes menggunakan buret.
Pengadukan dilakukan selama 1 jam hingga didapatkan larutan yang bening
sempurna. Selanjutnya adalah tahap pengendapan, larutan dibiarkan selama kurang
lebih 2-3 hari agar didapatkan endapan putih. Selanjutnya endapan tersebut dilarutkan
oleh metanol dan heksana dengan perbandingan 1:1. Selanjutnya adalah pemisahan
menggunakan perangkat sentrifugasi. Pencucian dilakukan berulang yang dilanjutkan
pada pemanasan dalam kondisi udara terbuka dan vakum. Untuk pembuatan lapisan
tipis komposit antara P3HT dan ZnO, setelah dilakukan pencucian, kemudian endapan
tersebut dilarutkan menggunakan kloroform ditambah dengan metanol sebanyak 3 %
volume, selanjutnya dapat dicampur dengan P3HT yang sebelumnya telah dilarutkan
di kloroform.
Untuk mengetahui ukuran dari ZnO nanopartikel yang dihasilkan, dilakukan
karakterisasi TEM (transmission electron microscopy). Sedangkan karakterisasi
difraksi sinar-X (X-ray diffraction XRD) dilakukan untuk mengetahui struktur kristal
ZnO dalam fasa padat (serbuk). Pengukuran spektrum emisi pada lapisan komposit
antara P3HT dan ZnO, dilakukan sebagai tahap awal untuk mengetahui ada atau
tidaknya proses transfer muatan antar keduanya.
Hasil dan diskusi
Pada tahap eksperimen telah dijelaskan bahwa Zinc acetate dihidrat
digunakan sebagai prekusor, dan metanol sebagai pelarutnya, sedangkan
penambahan NaOH berperan sebagai katalis ketika pembentukan ZnO. Setelah
mengalami proses pencucian dengan heksana dan metanol, ZnO gel dapat larut
(terdispersi) di kloroform dengan penambahan metanol. Pada sintesis ini tidak
menggunakan stabilizer, dengan tujuan agar partikel yang terbentuk masih berada
pada area kuantum confinement, yaitu kurang dari 10 nm [9]. Pada dasarnya
penambahan stabilizer berfungsi untuk memperlambat pertumbuhan partikel, tetapi
dikarenakan dapat meningkatkan PH larutan prekursor, maka ukuran partikel yang
dihasilkan menjadi lebih besar (>15 nm) [7]. Proses pencucian ZnO sol dengan
heksana berfungsi untuk membuang supernatant yang terbentuk ketika proses reaksi
pembentukan ZnO berlangsung, yaitu kandungan asetat dan ion-ion. Pertumbuhan
partikel ZnO sebenarnya dapat diatur dengan waktu penuaan prekursor, dan dapat
diperlambat dengan kondisi temperatur yang rendah <5C, selain itu kandungan asetat
dan air sangat mempengaruhi ukuran ZnO dan mempercepat pertumbuhan partikel,
selain itu kandungan asetat dan air yang berlebih dapat mereduksi kuantitas/jumlah
ZnO yang dihasilkan. Selanjutnya ZnO sol yang telah mengalami proses pencucian,
dapat dengan mudah membentuk kristal ZnO hanya dengan suhu pemanasan 150C,
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 19
hasil ini telah diklarifikasi dengan hasil XRD dan dibandingkan dengan ZnO larutan
prekursor (tanpa dilakukan pencucian).
(1)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 20
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 21
Gambar 3. Hasil karakterisasi TEM, ZnO nanopartikel struktur Kristal wurtzite telah
terbentuk.
Gambar 4. Penurunan intensitas emisi pada lapisan tipis P3HT:ZnO dengan variasi
konsentrasi ZnO yang terdispersi.
Salah satu cara untuk mengetahui apakah lapisan komposit antara P3HT dan
ZnO telah terbentuk dengan baik, adalah dengan mengamati penurunan intensitas
emisi dari lapisan komposit tersebut. Gambar 4 merupakan spektrum emisi dari
lapisan komposit P3HT:ZnO, dan terlihat adanya penurunan intensitas emisi seiring
dengan peningkatan konsentrasi ZnO. Pada aplikasi sel surya, pengamatan spektrum
emisi tersebut berkaitan dengan terjadinya proses rekombinasi eksiton dan dapat
berkontribusi pada arus foto yang dihasilkan oleh divais [2].
Kesimpulan
Proses pencucian dan pemanasan ZnO sol memegang peranan penting dalam
menghasilkan ZnO nanopartikel yang dapat terlarut pada pelarut organik. Dengan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 22
pencucian lengkap dan pemanasan dalam kondisi vakum maka dapat dipastikan
senyawa organik dapat dihilangkan walaupun pemanasan dilakukan pada suhu relatif
rendah (150C). Hal ini dapat terlihat dari hasil pengukuran difraksi sinar-x.
Penggunaan ZnO nanopartikel pada sel surya hibrid dimungkinkan dapat dilakukan,
berdasarkan hasil pengukuran emisi terjadi penurunan intensitas emisi. Penurunan
intensitas ini berasal dari adanya proses transfer muatan antara P3HT dengan ZnO
nanopartikel.
Ucapan terima kasih
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada DIPA BLU Unpad Nomor kontrak
1139/UN6.R/PL/2012, tanggal 17 April 2012 atas sumber dana penelitian hibah
kompetitif. Selain itu ucapan terimakasih tertuju kepada Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat (LPPM Unpad) sebagai fasilitator dalam penyediaan dana
penelitian.
Referensi
[1] W. J. E. Beek, M. M. Wienk, M. Kemerink, X. Yang, and R. A. J. Janssen, Hybrid
Zinc Oxide Conjugated Polymer Bulk Heterojunction Solar Cells, J. Phys. Chem.
B, 109, 9505-9516, 2005
[2] W.J.E. Beek, M.M. Wienk, and R.A.J. Janssen, Hybrid solar cells from
regioregular polythiophene and ZnO nanoparticle, Adv. Func. Mater., 16.11121116, 2006
[3] I. Tikhonov, A study of nanoparticles size effect in P3HT-ZnO bulk heterojunction
solar cells, papers ADP/TSF-P3HT-ZnO, 2008.
[4] Gnes, H. Neugebauer, and N. S. Sariciftci, Conjugated polymer-based organic
solar cells, Chem. Rev., 107 (4), pp 1324-1338, 2007.
[5] Trinh Tung Ngo, Duc Nghia Nguyen and Van Tuyen Nguyen, Glass transition of
PCBM, P3HT, and their blends in quenched state, Adv. Nat. Sci.: Nanosci.
Nanotechnol. 3, 045001 (4pp), 2012.
[6] . zgr, Ya. I. Alivov, C. Liu, A. Teke, M. A. Reshchikov, S. Doan, V. Avrutin,
S.-J. Cho and H. Morko, A comprehensive review of ZnO materials and
devices, Journal of applied physics 98, 041301, 2005.
[7] A. Eric Meuleunkamp., Synthesis and Growth of ZnO Nanoparticles, J.
Phys.Chem. B, 102, 5566-5572, 1998.
[8] L. Spanhel, Semiconductor cluster in Sol-Gel Process: Quantuzes Agregation.
Gelation, and Crystal Growth in concentrated ZnO colloids, J. A,. Chem. Soc.
113, 2826-2833, 1991.
[9] N. S. Pesika, K. J. Stebe, and P. C. Searson, Relationship between absorbance
spectra and particle size distribution for Quantum-sized Nanocrystals, J. Phys.
Chem. B, 107, 10412-10415, 2003.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 23
Annisa Aprilia*
Laboratorium Material Maju dan Energi Terbarukan
Program Studi Fisika, FMIPA
Universitas Padjadjaran
a.aprilia@phys.unpad.ac.id
Lusi Safriani
Laboratorium Material Maju dan Energi Terbarukan
Program Studi Fisika, FMIPA
Universitas Padjadjaran
l.safriani@phys.unpad.ac.id
Trisa Apriani
Laboratorium Material Maju dan Energi Terbarukan
Program Studi Fisika, FMIPA
Universitas Padjadjaran
trisaapriani@gmail.com
Tuti Susilawati
Laboratorium Material Maju dan Energi Terbarukan
Program Studi Fisika, FMIPA
Universitas Padjadjaran
t.susilawati@phys.unpad.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 24
d
.
dt
(1)
dari persamaan di atas terlihat bahwa semakin besar perubahan fluks magnetik, maka
GGL induksi yang dihasilkan juga akan semakin besar.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 25
B dA
(2)
BdA cos
(3)
dengan adalah sudut antara B dengan normal bidang. Jika B homogen pada sebuah
luas A, maka persamaan (3) menjadi
BA cos
Karena sudut
(4)
t , maka
BA cos t
(5)
d
BA sin t
dt
(6)
d
NBA sin t
dt
(7)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa GGL Induksi dipengaruhi oleh jumlah
kumparan, perubahan medan magnet, perubahan luas dan perubahan sudut antara B
dan A. Nilai GGL Induksi berubah secara sinusoidal terhadap waktu, yang kita amati
disini adalah nilai GGL maksimumnya hingga persamaan (7) menjadi
maks NBA
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 26
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 27
Sedangkan dua kumparan lainnya memiliki luas penampang berbeda, yakni 0,0031 m2,
0,0045 m2 dan 0,0081 m2 dengan jumlah lilitan masing-masing 2000 lilitan.
Untuk mengamati pengaruh jumlah lilitan terhadap GGL induksi digunakan 3
kumparan yang memiliki diameter sama namun jumlah lilitan berbeda. Kumparan
diletakkan pada dudukan dengan jarak 1 cm dari magnet. Ketika magnet diputar nilai
GGL Induksi yang timbul pada kumparan akan terlihat melalui osiloskop. Untuk
mengamati pengaruh jarak terhadap GGL induksi, jarak antara magnet dengan
kumparan divariasikan antara 1 hingga 35 cm. Jarak terjauh yang diukur adalah 35 cm,
karena pada jarak lebih dari 35 cm GGL induksi pada kumparan sulit teramati pada
osiloskop.
Untuk mengamati pengaruh jumlah luas penampang terhadap GGL Induksi,
digunakan 3 buah kumparan yang memiliki jumlah lilitan sama dengan luas
penampang berbeda. Pada percobaan ini, dilakukan prosedur yang sama seperti
percobaan pertama untuk masing-masing kumparan yang telah tersedia.
Hasil dan Diskusi
Hasil percobaan pengaruh jumlah lilitan terhadap besar GGL Induksi dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Hasil percobaan pengamatan pengaruh jumlah lilitan terhadap besarnya GGL
induksi
dengan N1, N2, dan N3 adalah kumparan dengan jumlah lilitan masing-masing 1000
lilitan, 2000 lilitan dan 3000 lilitan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 28
Dari tabel di atas, terlihat bahwa semakin besar jarak antara kumparan dari
magnet maka semakin kecil GGL Induksi yang timbul di kumparan. Hal ini terjadi
karena semakin jauh kumparan dari magnet maka fluks magnetik yang menembus
penampang kumparan juga semakin sedikit, sehingga GGL Induksi yang timbul juga
semakin kecil. Selain itu, semakin banyak jumlah lilitan maka GGL Induksi yang timbul
pada kumparan semakin besar. Hal ini terjadi karena semakin banyak jumlah lilitan,
maka tebal kumparan juga semakin besar, akibatnya material kawat yang dipengaruhi
oleh fluks magnetik semakin banyak, sehingga GGL induksi yang dihasilkan akan
semakin besar.
Untuk hasil percobaan pengamatan pengaruh luas penampang lilitan terhadap
besar GGL Induksi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Hasil percobaan pengamatan pengaruh luas penampang kumparan terhadap
besarnya GGL induksi
A1, A2, dan A3 adalah kumparan dengan luas penampang masing-masing 0,0031 m2,
0,0045 m2 dan 0,0081 m2.
Dari tabel di atas, terlihat bahwa semakin besar luas penampang kumparan
maka GGL Induksi yang timbul semakin besar. Hal ini terjadi karena semakin besar
luas penampang kumparan maka jumlah fluks magnetik yang menembus penampang
kumparan semakin banyak, akibatnya GGL Induksi yang timbul pada kumparan
semakin besar.
Dari hasil percobaan ini, terlihat kecenderungan perubahan GGL Induksi
terhadap jumlah lilitan dan luas penampang kumparan mengikuti hubungan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 29
maks NBA .
kumparan yang diyakini hingga saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa rancangan alat
percobaan ini dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu media pembelajaran yang
dapat membantu siswa memahami konsep GGL induksi pada kumparan.
Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas, diketahui bahwa untuk memperbesar nilai GGL
Induksi pada suatu kumparan dapat digunakan 3 cara, yakni memperbanyak jumlah
lilitan pada kumparan, memperbesar luas penampang kumparan dan memperkecil
jarak antara kumparan dan sumber fluks magnetik. Desain alat di atas dapat
digunakan guru untuk membantu siswa memahami konsep GGL Induksi Magnetik
pada kumparan.
Meldawati
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
Melda03nasri@yahoo.com
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 30
Alamta Singarimbun
KK Fisika Bumi dan Sistem Komplek
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
alamta@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 31
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 32
gt g s t
(1)
Koreksi Apungan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 33
Dn
g akh g o
(tn to )
takh to
(2)
Koreksi Lintang
g g o (1 0.0053024sin 2 2 )
(3)
g FA 0.3086h
(4)
Koreksi Bouguer
g B 0.04193 h
(5)
Koreksi Medan
TC (r2 r1 r12 z 2 r22 z 2 )
(6)
(7)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 34
Untuk analisa secara kedalaman, dilakukan metode analisa spektrum pada nilai
Anomali Bouguer Lengkap dengan menggunakan perangkat lunak Oasis Montaj.
Hasil dan diskusi
Dari hasil perhitungan Anomali Bouguer Lengkap, didapatkan hasil transformasi
dalam bentuk peta kontur sebagai berikut.
Gambar 5. Peta kontur anomali bouguer lengkap di atas peta topografi daerah DNG
3D.
Gambar 5 menunjukkan persebaran massa jenis bawah permukaan
daerah DNG. Seperti yang terlihat pada skala warna, warna merah mengindikasikan
anomali massa jenis yang tinggi dan warna biru menunjukkan anomali massa jenis
yang rendah. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa anomali tinggi mendominasi
daerah utara menuju tengah daerah penelitian. Anomali gaya berat yang tinggi ini
berasosiasi dengan keberadaan gunung api yang terdapat pada daerah penelitian, dan
anomali rendah berhubungan dengan lapisan sisa aktivitas gunung api seperti tuf dan
breksi. Pada kasus panas bumi, anomali tinggi ini dapat mengindikasikan adanya
struktur sistem panas bumi pada bawah permukaan, terkait dengan keberadaan
gunung api dan manifestasi panas bumi pada daerah anomali tinggi.
Gambar 6. Peta kontur anomali regional di atas peta topografi daerah DNG 3D.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 35
Metode gaya berat ini mampu mendapatkan nilai gaya berat pada suatu titik,
dari permukaan hingga kedalaman yang sangat dalam pada bawah permukaan. Untuk
memudahkan interpretasi data, pemisahan anomali regional dan residual diperlukan.
Anomali regional pada Gambar 6 menunjukkan persebaran massa jenis pada sumber
yang sangat dalam, yang biasanya adalah batuan dasar. Seperti terlihat pada Gambar
6, anomali massa jenis yang tinggi mendominasi bagian tengah daerah pengukuran,
dan mengecil di sisi-sisi luarnya.
Gambar 7. Peta kontur anomali residual di atas peta topografi daerah DNG 3D.
Peta kontur residual menunjukkan persebaran massa jenis pada kedalaman
yang dangkal, sekitar 2-4 km di bawah permukaan. Pada eksplorasi panas bumi,
daerah residual ini menjadi fokus utama. Hal ini dikarenakan batuan impermeabel
(caprock) yang berkaitan erat dengan keberadaan sistem panas bumi, berada pada
daerah ini. Seperti yang terlihat pada Gambar 7, anomali massa jenis tinggi pada
daerah residual juga mendominasi bagian tengah daerah pengukuran.
Dari hasil ketiga peta kontur, dapat dilihat adanya hubungan antara elevasi dan
anomali massa jenis yang tinggi yang mengindikasikan terdapatnya sumber panas
pada bawah permukaan. Di Indonesia, keberadaan sumber panas bumi berkaitan
dengan gunung berapi. Asumsi adanya sumber panas diperkuat dengan kehadiran
daerah vulkanik seperti yang ditunjukkan pada ketinggian di peta kontur. Peta kontur
regional dan residual menunjukkan bahwa anomali massa jenis yang tinggi berada
pada bagian tengah daerah pengukuran. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
prospek panas bumi pada daerah ini berada pada bagian tengah daerah penelitian.
Untuk penelitian yang lebih jauh, dapat dilakukan pemodelan bawah permukaan pada
data anomali residual.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 36
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 37
Ayunda Zidafrian*
Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Institut Teknologi Bandung
ayundazidafrian@yahoo.com
Wahyu Srigutomo
Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 38
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 39
porositas tulang atau gigi perlu diketahui untuk membedakan tulang yang keropos dan
yang masih kuat, karena terdapat perbedaan nilai porositas pada kedua keadaan
tulang tersebut dengan rentang nilai porositas tertentu, sehingga ketika kita mengukur
porositas tulang dengan menggunakan alat yang disebut CT dan diperoleh hasilnya,
maka kita akan dapat mengetahui keadaan tulang kita apakah keropos atau masih
baik. Contoh lain adalah jika kita ingin mengetahui pengaruh susu (dalam hal ini
kalsium) pada gigi dapat dilakukan dengan menentukan nilai porositas sebelum dan
sesudah gigi diberikan susu.
Dalam bidang lain seperti fisika, pengukuran porositas ini digunakan untuk
mengetahui struktur elemen-elemen dari sebuah materi seperti babatuan sehingga kita
bisa mengetahui siftat bebatuan tersebut. Selain itu kita pun dapat mengetahui
kerusakan-kesusakan yang terjadi pada alat-alat elektronik atau mesin seperti mobil
dan motor, dengan pengukuran porositas maka akan diketahui keadaan komponen
dari mobil/motor tersebut, misalkan terdapat sesuatu di dalamnya yang menyebabkan
mobil rusak yang dapat diketahui dari perbedaan nilai porositasnya yang dapat
ditunjukkan oleh CT.
Pengukuran porositas sebuah benda dapat dilakukan dengan berbagai cara di
antaranya, dengan melakukan perhitungan secara manual berdasarkan geometri
bentuk benda dan elemen-elemen penyusunnya yang menggunakan anggapananggapan tertentu pada benda dan elemen-elemen penyusunnya. Selain itu dengan
cara membuat sebuah wadah berbentuk balok yang kemudian diisi bola-bola kecil
dengan berbagai macam susunan yang kemudian balok tersebut diisi air yang akan
mengisi celah-celah kosong pada balok sehingga dapat diukur volume air dan
porositas balok tersebut dapat ditentukan, serta bisa juga dengan menggunakan alat
untuk mengukur porositas seperti CT.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji tingkat presisi metode watering
dengan metode MikroCT .
Metode penelitian
Dalam pembahasan ini dilakukan dua cara untuk menentukan nilai porositas
sebuah benda, yakni:
a. Penentuan porositas dengan perhitungan manual.
Perhitungan secara manual berdasarkan geometri bentuk benda dan elemenelemen penyusunnya dapat dilakukan dengan melakukan anggapan-anggapan
tertentu pada benda dan elemen-elemen penyusunnya, misalnya kita mengukur
porositas benda berbentuk balok dengan mengasumsikan elemen-elemen
penyusunnya berupa bola, maka nilai porositasnya adalah:
Vbola
Vbalok
(1)
Jika bentuknya sembarang, secara umum nilai porositasnya dapat diperoleh dari
hubungan:
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 40
Velemen
Vbenda
(2)
V pori
Vbenda
(3)
Dengan: Vpori = volume pori-pori benda (cm3), Vbenda volume total benda (cm3)
c.
Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui pencitraan benda bagian
dalam dan menghasilkan gambar dalam 3D (dimensi) adalah CT (Computed
Tomography) Scan. CT Scan yang memiliki kemampuan menggambarkan objek pada
rentang pengukuran orde mikro (10-6) dinamakan Mikro CT Scan. Kondisi fisik
mikroCT digambarkan seperti berikut :
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 41
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 42
4
Vbola R3
3
(4)
(5)
Vbola 17 43 R 3
(6)
17 43 R 3
Vbola
68
1
1
1
1 0, 41
3
Vbalok
521, 47
36(2 2 2) R
0, 59
b.
Porositas balok berisi bola-bola kecil dengan cara mengisi celah kosong pada
balok berisi bola dengan air yang kemudian diukur volume airnya.
Vbalok 3, 45 cm 2, 95 cm 35,11cm 3
dan volume pori-pori balok:
V pori 19 cm3
Sehingga porositas balok adalah:
V pori
Vbalok
19cm3
0,54
35,11cm3
% kesalahan
hitung air
0,59 0,54
100%
100% 8, 47%
0,59
hitung
Hal ini bisa disebabkan karena bentuk bola yang tidak benar-benar simetris
sehingga volumenya bukanlah 4/3R3, hal ini akan berdampak terjadinya perbedaan
antara hasil perhitungan secara manual dan dengan cara memasukkan air ke dalam
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 43
balok. Selain itu perbedaan hasil bisa juga disebabkan oleh ketidakpasan antara bolabola yang di susun dalam balok, artinya panjang dan lebar balok bukanlah 6R (yang
sebenarnya harus 6R) karena terdiri dari 3 bola ke samping, melainkan panjang balok
mungkin lebih dari dari 6R meskipun hanya terdapat sedikit perbedaan. Faktor yang
terakhir bias juga karena kesalahan paralaks dalam pengukuran volume air dan
volume balok atau bisa juga karena ketelitian dari alat ukur yang masih kurang.
c.
Hasil dari penembakan dan pencitraan sinar X yang ditembakan pada objek
menghasilkan gambar yang menginterpretasikan objek yang diamati sampai ke bagian
dalam dari objek. Hasil pemotretan dalam eksperimen ini sebagai berikut, dimana
warna putih merupakan bagian yang dianggap benda, dan warna hitam merupakan
bagian yang dianggap kosong.
% kesalahan
hitung CT
0,59 0,36
100%
,59 100% 38,98%
0
hitung
Hal ini bisa disebabkan karena susunan bola saat disusun tidak benar-benar
simetris di dalam balok, sehingga saat di crop hasil gambarnya tidak membentuk
volume wadah yang sesungguhnya, akibatnya berdampak saat penentuan
porositasnya dengan ukuran volume wadah yang berbeda dari seharusnya.
Noise
Gambar 5. Noise foto scanning CT.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 44
Pencitraan yang didapat akibat dari tidak simetrisnya susunan bola bisa dilihat
dari ukuran bola yang menjadi tidak sama dilihat dari foto hasil scaning mikroCT.
Penghitungan nilai porositas ditentukan dari jumlah pixel foto yang berwarna merah.
Gambar foto kami memberikan gambar seperti di atas, ketika di-trashold ingin
menghilangkan noise di pinggir muncul noise di dalam bulatan, dan sebaliknya.
Sehingga kami mendapatkan ukuran bulatan merah sempurna yang ukuran
bulatannya tidak identik.
Nilai porositas pada penelitian kami, nilai yang diperoleh melalui CT cukup jauh
dari nilai perhitungan manual matematis dan metode watering. Perbedaan nilai metode
watering dan hitungan matematis manual bisa disebabkan karena pengaruh adanya
rem perekat pada ruang antar bola, sehingga mengurangi jumlah air yang masuk ke
ruang, serta ukuran bola yang tidak identik. Perbedaan nilai metode scaning mikroCT
dengan metode watering dan hitung matematis manual bisa disebabkan karena
susunan bola yang tidak tepat simetris, sehingga ukuran crop di aplikasi Fiji tidak
sesuai dengan ukuran ruang yang sebenarnya, serta adanya noise yang mengganggu
penentuan pori pada ruang yang diamati.
Kesimpulan
Nilai porositas dengan metode matematis manual adalah 0,59, sedangkan
metode watering 0,54, dan scaning dengan CT mendapatkan porositas 0,61. Dan
eror metode watering sebesar 8,47% dan metode scan CT memiliki error 38,98%.
Ucapan terima kasih
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya laporan ini yaitu, Tim Zulfikar dan Tim Trise.
Referensi
[1] Nurwidiyanto. (2005). Estimasi Hubungan Porositas Dan Permeabilitas Pada
Batupasir. Undip.Semarang.
*Corresponding author
Bambang Achdiat
Deden Anugerah
Rimela Diaz
Fourier Dzar Eljabbar Latief*
Program Studi Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
Email: fourier@fi.itb.ac.id
*) Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 45
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 46
pada pipa. Oleh karena itu, dalam paper ini dikembangkan perangkat lunak untuk
menghitung kehilangan tekanan berdasarkan metode Beggs-Brill, Harrison-Freeston,
dan Zhao-Freeston yang kemudian dilakukan uji validitas terhadap ketiga metode
tersebut pada salah satu rangkaian pipa lapangan Wayang Windu.
Teori
Kehilangan tekanan yang terjadi pada pipa alir fluida dapat diakibatkan karena
pengaruh gravitasi sekitar 80-95%, pengaruh gesekan sekitar 5-20%, dan pengaruh
akselerasi yang pada umumnya diabaikan karena bernilai sangat kecil. Persamaan
dasar untuk perhitungan kehilangan tekanan total ditunjukkan oleh persamaan 1
berikut ini:
dp
dp
dp
dp
dz total dz gravitasi dz friksi dz akselerasi
(1)
N FR
v
m
gd in
(2)
N LV
VSL w
g w
ISBN 978-602-19655-5-9
0.25
(3)
Hal. 47
Untuk penentuan peta pola aliran digunakan korelasi berdasarkan grafik liquid
content terhadap bilangan Froude seperti ditunjukkan pada Gambar 1
tp w H L v H g
ISBN 978-602-19655-5-9
(4)
Hal. 48
dL
gravitasi g c
(5)
Sedangkan gradien tekanan akibat gesekan dipengaruhi oleh faktor friksi (ftp),
densitas non-slip (n), kecepatan campuran (vm), dan diameter (d) seperti yang
diperlihatkan pada persamaan 6.
ftp n vm 2
dp
yy
dz
2 gc d
friksi
(6)
1
1 (1 x) / x
vm
0.8
vw / vv
0.515
W (1 x )
(1 ) Aw
(7)
(8)
4 w
dp
dL d (1 AC )
in
(9)
Untuk nilai suku percepatan ditentukan berdasarkan nilai tekanan pada titik
tertentu (P) yang diperlihatkan pada persamaan 10.
AC
W 2 x 2 vv
PA2
(10)
Model perhitungan kehilangan tekanan pada metode Zhao hampir sama dengan
metode Harrison, perbedaan terletak pada penentuan pendekatan nilai void fraction,
dimana Zhao menemukan formula baru menentukan void fraction dengan
menggunakan Seventh Power law yang ditunjukkan pada persamaan 11.
1
7/8
1 g
1
x f
ISBN 978-602-19655-5-9
7/8
(11)
Hal. 49
Nilai
Satuan
12.7
bar-a
2745
kJ/kg
9.6
Kg/s
Ek(m)
d in (inch)
d out (inch)
Inklinasi
17.625
18
90
14
17.625
18
90
17.625
18
17.625
18
1.5
17.625
18
45
17.625
18
1.97
17.625
18
45
17.625
18
8.47
17.625
18
16
17.625
18
18.07
17.625
18
28
774
17.625
18
14
17.625
18
31
64
17.625
18
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 50
Gambar 3 adalah form input dan output kehilangan tekanan total jika objek button
hitung dikenakan event click, dimana sebelumnya input layout pipa yang berupa data
array (Tabel 2) yang tersimpan dalam file ASCII di load menggunakan button Browsing
File.
Gambar 3. Tampilan form input dan output kehilangan tekanan dengan metode BeggsBrill.
Apabila objek lihat lengkap dikenakan event click maka muncul input dan output
lengkap yaitu tekanan akibat gravitasi, friksi, akselerasi dan total pressure drop seperti
yang terlihat pada Gambar 4. Objek Button simpan data adalah sebagai data store
untuk menyimpan dan mencetak output ke dalam file ASCII.
Gambar 4. Tampilan form output lengkap kehilangan tekanan dengan metode BeggsBrill
Berdasarkan output pressure drop dari ketiga metode tersebut, dapat dilihat kurva
perbandingan tekanan keluar dari setiap segmen dengan metode Beggs-Brill,
Harrison-Freeston, dan Zhao-Freeston yang ditunjukkan pada Gambar 5.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 51
12.58
12.5
0.64
Beggs-Brill
12.51
12.5
0.066
Harrison
12.57
12.5
0.56
Dari hasil validasi Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa baik metode Harrison-Freeston,
Zhao-Freeston dan Beggs-Brill memberikan hasil perkiraan kehilangan tekanan yang
cukup baik terhadap hasil pengukuran karena memiliki nilai error kurang dari 1%. Akan
tetapi secara keseluruhan hasil dari metode Beggs-Brill lebih presisi untuk data
lapangan WWQ 3 ini
Kesimpulan
Perbandingan hasil perhitungan pemodelan dengan data desain memenuhi
minimum error yang diharapkan yaitu 5 % dimana keseluruhan error pemodelan
memiliki rata-rata error di bawah 1 % sehingga pemodelan dianggap valid untuk
digunakan dalam simulasi menentukan kehilangan tekanan. Di antara ketiga metode
kehilangan tekanan yang ada pada simulator, hasil perhitungan kehilangan tekanan
dengan menggunakan Metode Beggs-Brill memberikan hasil yang paling mendekati
jika dibandingkan dengan hasil pengukuran.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih atas Kepala Prodi Teknik Panas Bumi dan
Direktur Politeknik Piksi Ganesha Bandung atas dukunganya pada penelitian ini.
Referensi
[1]
Beggs, H.D., dan J.P. Brill, A Study of Two-Phase Flow in Inclined Pipes, SPE
Reprint Series No. 13 Vol. II, Dallas (1977)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 52
[2]
[3]
Abdurrachim
Departement of Mechanical Engineering
Institut Teknologi Bandung
halimppy@yahoo.com
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 53
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 54
informasi yang relevan bagi pembelajaran. Hal ini tentu menguras sumber daya dan
waktu yang cukup banyak.
Makalah ini menguraikan secara komprehensif perangkat lunak Wolfram
Mathematica sebagai opsi media pembelajaran untuk menjawab tantangan seperti
yang telah diuraikan di atas. Mathematica dapat digunakan untuk membuat media
pembelajaran yang menarik namun dengan tetap memberikan perhitungan yang
akurat. Perangkat lunak ini pun mampu memberikan informasi terbaru ketika
terhubung dengan internet. Selain itu, perangkat lunak ini dapat membantu hampir
semua pekerjaan guru sehingga memberi keuntungan secara praktis dan
kompatibilitas.
Sekilas tentang Wolfram Mathematica
Wolfram Mathematica merupakan sistem yang terintegrasi untuk melakukan
teknik komputasi. Dikembangkan sejak 1960, Mathematica sering disebut sebagai
permulaan dari teknik komputasi modern. Konsep dari Mathematica adalah
menciptakan sebuah sistem yang mengintegrasikan beragam aspek tentang teknik
komputasi dalam satu kesatuan secara koheren [1]. Saat ini Mathematica telah
menyatukan komputasi berbasis simbolik, mesin pencari berbasis komputasi, editing,
visualisasi, presentasi hingga baru-baru ini memasuki aplikasi mobile. Konsep ini
menjadikan Mathematica sebagai one for all tools untuk kepentingan komputasi.
Demokratisasi komputasi merupakan jargon dari Mathematica [2], dimana
Mathematica mempermudah bagi siapa saja untuk bisa melakukan komputasi bahkan
bagi mereka yang tidak fasih dalam pemrograman.
Mathematica digunakan secara luas untuk menunjang penelitian di berbagai
bidang seperti matematika, sains dan teknik [1]. Mathematica juga digunakan di sektor
keuangan karena kemampuannya dalam hal pemodelan ekonomi [3]. Selain untuk
kepentingan-kepentingan profesional tersebut, Mathematica juga digunakan di sektor
pendidikan. Mathematica telah digunakan sebagai sarana untuk membuat bahan
pelajaran/kuliah [4]. Mathematica juga mengembangkan demonstrasi interaktif untuk
kepentingan pendidikan yang bisa diunduh dengan gratis [5] dan baru-baru ini
Mathematica mengembangkan portal edukasi [6] yang diproyeksikan menjadi media
pembelajaran yang sistematik dan gratis.
Mathematica merupakan inisiator dari kampanye Computer Based Math
(Matematika berbasis komputer) [7]. Kampanye ini ditujukan untuk memperbaiki sistem
pendidikan di dunia yang selama ini secara tidak sadar menyamakan matematika dan
berhitung. Model pendidikan seperti ini dikhawatirkan akan menjadikan siswa menjadi
sekedar mesin hitung tanpa mengerti arti dari matematika itu sendiri. Konsep dibalik
inovasi pendidikan ini adalah menyerahkan perhitungan mekanik kepada komputer
sehingga siswa bisa lebih memikirkan esensi dari matematika itu sendiri.
Uraian di atas menyimpulkan bahwa pendidik dapat memanfaatkan keunggulan
Mathematica untuk membuat media pembelajaran. Keunggulan ini terdapat dalam
fitur-fitur terintegrasi yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Fitur Wolfram Mathematica
Notebook merupakan antar muka dasar dari Mathematica. Di antar muka ini,
perhitungan numerik serta visualisasi interaktif dapat dilakukan. Antar muka ini juga
mendukung masukan teks. Dengan kata lain, Mathematica Notebook menggabungkan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 55
pemrograman dan proses teks dalam sebuah antar muka. Integrasi ini memungkinkan
pendidik untuk membuat perhitungan numerik, visualisasi dan teks dengan sebuah
perangkat lunak. Mathematica juga menyediakan fitur untuk mengubah Notebook
menjadi presentasi. Hal ini mempermudah pengguna karena tidak perlu bekerja dua
kali untuk membuat catatan pembelajaran dan presentasi. Contoh tampilan antar muka
dari Mathematica Notebook dan presentasi dapat dilihat pada Gambar 1.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 56
Wolfram Alpha meru pakan mesin pencari berbasis komputasi. Wolfram Alpha
berbeda dengan mesin pencari lainnya karena Wolfram Alpha memberi informasi yang
terkomputasi, jika diperlukan dapat disertai dengan data aktual yang terdapat di
internet. Gambar 2 menunjukan hasil pencarian difraksi menggunakan Wolfram
Alpha. Jika dibandingkan dengan situs Wikipedia, Wolfram Alpha memberikan
informasi yang lebih lengkap, disertai dengan kalkulasi dan visualisasi parameter yang
relevan. Dengan kemampuan ini, siswa/pengajar dapat memperoleh informasi secara
efisien dan akurat.
Situs Demonstration Mathematica merupakan situs yang mengumpulkan
kontribusi dari para pengguna Mathematica yang membuat bahan pembelajaran. Dari
situs ini, pengajar tidak perlu membuat bahan pembelajaran dari awal, cukup mencari
dengan kata kunci yang terkait. File dapat diunduh dalam bentuk notebook
Mathematica yang dapat dimodifikasi dengan program Mathematica. Selain itu, bahan
pembelajaran dapat diunduh dalam versi CDF. CDF merupakan aplikasi untuk
menampilkan dokumen/halaman web interaktif dari produk yang dihasilkan dari
Mathematica. Bisa dikatakan CDF merupakan versi interaktif dari PDF. CDF dapat
diperoleh secara gratis, sehingga pengguna yang tidak memilki program Mathematica
bisa mendapatkan akses untuk menggunakan berbagai bahan pembelajaran yang
tersedia di Demonstration Wolfram Mathematica.
Contoh Bahan Pembelajaran
Pipa organa terbuka/tertutup merupakan sebuah kolom udara dengan ujung
yang terbuka/tertutup. Kolom udara tersebut dapat beresonansi untuk menghasilkan
bunyi pada frekuensi tertentu (frekuensi alamiah) serta kelipatannya. Visualisasi pipa
organa terbuka/tertutup dengan Mathematica ditujukan oleh Gambar 3. Visualisasi ini
diperoleh dari situs Demonstrasi Mathematica [8] lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia. Dengan memilih ujung terbuka/tertutup (open ends) serta mode harmonik
(n) yang menghasilkan perubahan secara simultan, siswa dapat memiliki gambaran
mengenai bentuk gelombang pada pipa organa. Selain itu, pengajar dapat lebih
mudah menjelaskan mengenai topik ini karena tidak perlu menggambar di papan tulis
untuk mode dan ujung pipa yang berbeda.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 57
frekuensi sumber bunyi. Ketika simulasi ini dijalankan, siswa/pengajar dapat melihat
bentuk gelombang, grafik frekuensi yang teramati serta mendengar perubahan
frekuensi ketika sumber bunyi bergerak.
Gambar 5 menunjukan simulasi pola difraksi dengan m asukan berupa jumlah
kisi, lebar dan jarak antar kisi. Dengan simulasi ini, siswa dapat memperoleh
pengertian mengenai perbedaan pola difraksi antara konfigurasi kisi yang satu dengan
yang lainnya.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 58
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 59
Agus Suroso
Program Studi Fisika
Institut Teknologi Bandung
agussuroso@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 60
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 61
dirasa tidak memberi dampak yang signifikan. Oleh karena itu diperlukan solusi murah
yang mampu mengakomodasi siswa sekolah untuk menguasai bukan hanya
pemrograman dasar perangkat lunak namun juga perangkat keras. Pemrograman
yang terintegrasi seperti ini dapat memberikan keluaran yang nyata dan praktis serta
lebih menarik minat siswa untuk belajar.
Makalah ini memperkenalkan Raspberry Pi sebagai solusi murah untuk
pendidikan dasar-dasar pemrograman. Raspberry Pi diciptakan oleh Eben Upton untuk
mengakomodasi generasi muda untuk mempelajari level dasar pemrograman dengan
biaya murah [3]. Sejak diproduksi masal pada tahun 2011, Raspberry Pi telah
digunakan untuk kepentingan pendidikan di beberapa sekolah di dunia [4]. Makalah ini
terdiri dari pengenalan modul Raspberry Pi serta aplikasinya untuk pendidikan dasardasar pemrograman perangkat lunak dan keras.
Tentang Raspberry Pi
Raspberry Pi merupakan komputer mini berukuran kartu kredit yang
dikembangkan oleh Yayasan Raspberry Pi dengan tujuan untuk menstimulasi
pembelajaran dasar-dasar pemrograman/komputer di sekolah. Seiring dengan
perkembangannya, Raspberry Pi kini bukan hanya digunakan untuk pendidikan namun
juga digunakan secara luas dalam alat-alat elektronik buatan sendiri lainnya seperti
otomatisasi [5], web server [6] dan cluster komputer [7].
Raspberry Pi memiliki sistem yang mirip dengan telepon genggam, yakni system
on chip (SoC). System on Chip ini terdiri dari prosesor ARM1176JZF0-S dengan clock
speed 700 MHz, 256 MB RAM dan prosesor grafis (GPU) Video Core IV. Raspberry
Pi memiliki konektor yang biasa ditemui pada komputer secara umum, seperti 2 port
USB, keluaran video (komposit dan HDMI), keluaran audio serta masukan ethernet
(LAN) untuk koneksi jaringan dan internet. Untuk hard drive, Raspberry Pi
menggunakan 4GB SD Card dengan sistem operasi LINUX . Rapberry Pi
membutuhkan tenaga DC sebesar 5V melalui masukan micro USB. Raspberry Pi
memiliki 2x13 pin GPIO (General Purpose Input Output) untuk terhubung dengan
komponen elektronik lainnya. Gambar 1 menunjukan board dari Raspberry Pi serta
keterangan dari komponen-komponennya. Board Raspberry Pi sendiri dijual seharga
kurang lebih Rp. 500.000,- harga ini tentu sangat murah jika dibandingkan dengan
komputer/laptop pada umumnya
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 62
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 63
memberi kebebasan kepada siswa untuk berkreasi, untuk mencari informasi dan
menyelesaikan proyek yang didesain sesuai dengan kemampuan siswa.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 64
Gambar 5. Skematik dari contoh proyek sistem sederhana rumah cerdas berbasis
Raspberry Pi.
Kesimpulan
Raspberry Pi diperkenalkan sebagai solusi untuk pembelajaran dasar-dasar
pemrograman, elektronika dasar dan sistem kontrol di sekolah menengah. Raspberry
Pi memiliki keunggulan dari segi harga, aksesibilitas dan fleksibilitas.
Referensi
[1] Konsumen Indonesia ketagihan smartphone, Koran Sindo url: http://koransindo.com/node/321184 [diakses 26 Oktober 2013]
[2] Cheap smartphones change RI internet behaviour: Survey. The Jakarta Post url:
http://www.thejakartapost.com/news/2011/05/31/cheap-smartphones-change-riinternet-behavior-survey.html [diakses: 26 Oktober 2013]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 65
[3] Raspberry Pis Eben Upton: we need to create a generation of producers not
consumers,
Wired.co.uk
url:
http://www.wired.co.uk/news/archive/201310/18/eben-upton-raspberry-pi [diakses: 26 Oktober 2013]
[4] Raspberry Pi Education Project, url:
[5] http://www.raspberrypi.org/ archives/tag/education [diakses: 26 Oktober 2013]
[6] Steven Goodwin, Smart Home Automation with Linux and Raspberry Pi, Apress,
2013
[7] Raspberry Web Server url: http://raspberrywebserver.com [diakses: 26 Oktober
2013]
[8] Simon J. Cox et al. Iridis-pi: a low-cost, compact demonstration cluster, Cluster
Computing, Springer US, 2013
[9] Michale M Grant, Getting a Grip on Project-based Learning: Theory, Cases and
Recomendation, Meridian: A Middle School Computer Technologies Journal, Vol
5, Number 1, p83 2002.
[10] Webiopi, Internet of Things framework, url: https://code.google.com/p/webiopi/
[diakses :26 Oktober 2013]
Sparisoma Viridi
Nuclear Physics and Biophysis Research Division
Institut Teknologi Bandung
dudung@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 66
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 67
mampu beroperasi seperti itu yakni hidraulic ram pump atau yang lebih dikenal dengan
pompa hidram[2].
Dalam penelitian ini, dilakukan eksperimen untuk melihat efisiensi dari pompa
hidram. Dalam pengoperasiannya, efisiensi pompa dipengaruhi oleh beberapa
parameter, antara lain: panjang pipa penghantar (inlet), klep limbah, tabung udara,
diameter pipa serta ketinggian reservoir[3]. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan
untuk melihat bagaimanakah pengaruh ketinggian reservoir terhadap efisiensi pompa
hidram. Setelah memperoleh data dari parameter-parameter di atas, maka efisiensi
pompa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan DAubuisson dengan terlebih
dahulu menghitung debit limbah dan debit hasil dari pompa.
Teori
Pompa hidram merupakan pompa yang tidak memerlukan listrik dalam
pengoperasiannya. Secara singkat prinsip kerja pompa hidram adalah dengan
memanfaatkan energi aliran air dengan mekanisme penutupan klep limbah yang
cepat sehingga timbul energi hentakan balik (palu air), inilah yang kemudian
dimanfaatkan sebagai energi untuk menaikkan air ke tempat yang lebih tinggi.
Palu air adalah peristiwa benturan yang sangat keras atau hantaman yang
terjadi di dalam pipa akibat aliran air yang tiba-tiba dihentikan. Hal ini terjadi karena
adanya perbedaan tekanan yang diakibatkan oleh penutupan klep limbah yang cepat.
Saat air masuk ke pipa penghantar sebagian air masuk ke tabung udara dan sebagian
lainnya menuju klep limbah. Setiap penambahan air dalam tabung udara akan
menekan udara dalam tabung sehingga klep hisap akan tertutup. Pada kondisi ini
tekanan dalam tabung udara lebih besar daripada tekanan pada pipa penghantar.
Adanya perbedaan tekanan ini yang menyebabkan klep limbah terbuka dan sebagian
air keluar, sesaat kemudian klep limbah akan tertutup kembali dan terjadi palu air,
peristiwa ini yang menyebabkan klep hisap terbuka sebagian air masuk ke tabung
udara dan sebagiannya akan masuk ke pipa masukan dan dihantarkan menuju bak
penampung. Peristiwa ini akan terjadi membentuk siklus, yang diakibatkan karena
adanya perbedaan tekanan antara tekanan pada tabung udara dengan tekanan pada
pipa penghantar dan klep limbah.
Pada pompa hidram berlaku Hukum Bernoulli untuk 2 keadaan, yaitu keadaan
saat klep limbah terbuka dan keadaan saat klep limbah tertutup.
Berikut persamaan Bernoulli untuk keadaan klep limbah terbuka :
P1
1
1
v12 gh1 P2 v2 2 gh2 ,
2
2
karena P1 dan P2 sama yaitu tekanan udara luar, maka persamaan di atas menjadi
gh1
1
v2 2
2
v2 2 gh1
(1)
sedangkan persamaan Bernoulli untuk keadaan klep limbah tertutup seperti berikut
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 68
P1
1
1
v12 gh1 P2 v2 2 gh2 ,
2
2
P1 gh1 P2
(2)
(3)
volume hasil
t
(4)
qh
(5)
Q q H
Di mana volume limbah ditetapkan sebesar 1500 cm3, t waktu yang dibutuhkan
hingga dihasilkan volume limbah 1500 cm3, H ketinggian reservoir dari permukaan
tanah (cm), h ketinggian bak penampung dari permukaan tanah (cm), Q debit limbah
(cm3/s), q debit hasil (cm3/s), dan A efisiensi pompa hidram menurut DAubuisson (%).
Metodologi Penelitian
a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilakukan di Basic Science Centre A Institut Teknologi Bandung pada
bulan November 2013 selama + 3 minggu dengan menggunakan metode eksperimen.
Penelitian ini meliputi perancangan, pembuatan dan pengambilan data dengan
memvariasikan ketinggian reservoir.
b. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian pembuatan pompa hidram dilakukan dengan menyusun
peralatan seperti gambar berikut :
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 69
Dengan [A] sumber air (reservoir); [B] pipa penghantar; [C] klep hisap, [D] klep
limbah, [E] tabung udara (air chamber), [F] stop kran, [G] pipa masukan (inlet), [I] bak
penampung, [H] ketinggian reservoir dari permukaan tanah (cm), [h] ketinggian bak
penampung dari permukaan tanah (cm).
Reservoir
Merupakan sumber air yang nantinya akan menglairkannya ke pompa.
Pipa penghantar
Merupakan pipa yang mengalirkan air dari reservoir menuju ke pompa.
Klep hisap
Merupakan klep yang menghantarkan air dari pipa penghantar menuju ke tabung
udara dan menjaga agar air yang ada di tabung udara tidak turun kembali ke pipa
penghantar.
Klep limbah
Merupakan klep tempat keluarnya air yang berasal dari reservoir. Pada bagian
inilah peristiwa palu air terjadi.
Tabung udara (air chamber)
Merupakan bagian pada pompa hidram yang berfungsi untuk menjaga tekanan
pada pompa.
Stop kran
Merupakan bagian pada pompa hidram yang berfungsi untuk membuka atau
menutup aliran air yang menuju pipa masukkan
Pipa masukan
Merupakan pipa yang berfungsi untuk menghantarkan air menuju bak penampung
Bak penampung
Merupakan bak tempat menampung air yang keluar dari pipa masukan.
Secara umum prinsip kerja pompa hidram dapat dilihat pada skema berikut :
Air pada reservoir
Air mengalir melalui pipa
penghantar (inlet)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 70
Berikut data debit hasil, debit limbah, dan efisiensi yang diperoleh untuk 4
variasi ketinggian reservoir
Tabel 1. Data efisiensi terhadap ketinggian
H (cm)
h
(cm)
134,2
333,5
157,4
333,5
203,4
333,5
249,9
333,5
t (s)
Q (cm3/s)
q (cm3/s)
(%)
50,86
48,30
43,18
34,40
35,71
35,71
41,19
44,80
42,30
25,46
24,43
24,96
29,49
31,06
34,74
43,60
42,01
42,01
36,41
33,48
35,46
58,92
61,39
60,09
1,44
1,61
1,87
2,36
2,54
2,71
1,59
1,67
1,85
1,35
1,41
1,50
11,53
12,28
12,73
13,6
14,07
14,95
6,86
7,79
8,13
2,98
2,99
3,25
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 71
Parulian Siahaan dan Tekad Sitepu, Rancang Bangun dan Uji Eksperimental
Pengaruh Variasi Panjang Driven Pipe dan Diameter Air Chamber Terhadap
Efisiensi Pompa Hidram, Jurnal Dinamis,Volume II, No.12, Januari 2013
Daniel Ortega Panjaitan dan Tekad Sitepu, Rancang Bangun Pompa Hidram dan
Pengujian Pengaruh Variasi Tinggi Tabung Udara dan Panjang Pipa Pemasukan
Terhadap Unjuk Kerja Pompa Hidram, Jurnal e-Dinamis,Volume II, No.2
September 2012
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 72
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
Yeni Herawati, Kuswartomo, dan Gurawan Wibowo, Panjang Pipa Inlet terhadap
Efisiensi Pompa Hidram, Jurnal Dinamika Teknik Sipil, Akreditasi BAN DIKTI
No://DIKTI/Kep/2009
Ahmad Nur Arianta, Pengaruh Variasi Ukuran Tabung Udara Terhadap Unjuk
Kerja Sebuah Pompa Hidram, Skripsi Sarjana, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, 2010
Eko P., Pompa Hidram, URL http://mastekop.blogspot.com/2010/09/pompahidram.html [diakses 23-11-2013]
Mulyato, Membuat Pompa Hidram (Hidraulic Ram Pump), update 7-8-2010, URL
http://mulyantogoblog.wordpress.com/2010/07/27/membuat-pompa-hydramhidraulic-ram-pump [diakses 15-11-2013]
Serway A dan Jewett J., Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi 6, Salemba
Teknika, Jakarta, 2009
Suroso, Dwi P, dan Yordan K., Pembuatan dan Karakterisasi Pompa Hidrolik
Pada Ketinggian Sumber 1,6 meter, Seminar Nasional VIII SDM Teknologi Nuklir,
Yogyakarta, 31Oktober 2012
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 73
Pendahuluan
Pendidikan sains memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era globalisasi
dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu
bangsa. Jika pendidikan merupakan salah satu instrumen utama pengembangan
sumber daya manusia, tenaga kependidikan dalam hal ini guru sebagai salah satu
unsur yang berperan penting di dalamnya, memiliki tanggung jawab untuk
mengembangkan tugas dan mengatasi segala permasalahan yang muncul. Guru
merupakan komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi
pembelajaran. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan
tergantung pada guru dalam menggunakan metode, teknik dan strategi pembelajaran.
Keterampilan proses yang mencakup ranah kognitif dan psikomotor juga akan
mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam
proses kegiatan belajar mengajar harus senantiasa melatih keterampilan proses sains
tersebut. Menurut Moffit (Ratnaningsih, 2003[1}) Salah satu model pembelajaran yang
dapat melatih keterampilan proses sains tersebut adalah Model Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM). Hal ini karena siswa dapat memahami konsep dari suatu
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 74
materi melalui bekerja dan belajar pada situasi atau masalah yang diberikan. Siswa
melakukan investigasi, eksplorasi, membuat kesimpulan sebelum melakukan
pemecahan masalah, mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang
telah dimilikinya, dan mengkonstruksi pemahamannya sendiri.
Moffit (Ratnaningsih, 2003) menyatakan bahwa belajar berbasis masalah
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif secara optimal,
memungkinkan siswa melakukan investigasi pemecahan masalah yang
mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagi konten area. Pendekatan ini
meliputi menyimpulkan informasi sekitar masalah, melakukan sintesis dan
mempresentasikan apa yang didapat kepada yang lain.
Selain itu, agar konsep-konsep dalam pokok bahasan fisika dapat menjadi lebih
konkret, model PBM dapat menjadi salah satu alternatif untuk diterapkan dalam
pembelajaran fisika sebagai contoh pokok bahasan fluida statis. Hal itu disebabkan
karena dalam model PBM lebih menekankan pada interaksi dan komunikasi dalam
pembelajaran serta menekankan pada proses pembentukan pengetahuan secara aktif
oleh siswa. Selain itu model PBM juga lebih mengungkapkan masalah-masalah yang
biasa dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat membiasakan siswa dalam
menyelesaikan masalah yang ditemukan dengan metode ilmiah dan diskusi.
Era globalisasi dan modernisasi tidak dapat dipungkiri telah berdampak pada
perkembangan teknologi dan informasi, khususnya teknologi komunikasi berbasis
komputer yang mengalami perkembangan cukup pesat. Seiring dengan berjalannya
waktu, teknologi informasi menawarkan cara alternatif untuk melaksanakan kegiatan
pembelajaran, seperti pembelajaran berbasis website, pengajaran dengan power
point, pembelajaran interaktif online dan offline dan masih banyak cara-cara yang lain.
Pemanfaatan komputer sebagai salah satu media pembelajaran diharapkan
dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, sehingga proses belajar mengajar
dapat berjalan secara efektif dan efisien. Komputer merupakan alat yang bisa
dimanfaatkan sebagai media utama dalam pembelajaran karena berbagai macam
kemampuan yang dimilikinya, diantaranya memiliki respon yang cepat secara virtual
(tampilan) terhadap masukan yang diberikan siswa (user), mempunyai kapasitas untuk
menyimpan dan memanipulasi informasi, serta dapat digunakan secara luas sebagai
alat dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Hamalik (2005[2]) Komputer adalah suatu
medium yang interaktif, dimana siswa memiliki kesempatan untuk berinteraksi dalam
bentuk mempengaruhi atau mengubah urutan yang disajikan. Menurut Hamalik
(1986) ada beberapa keunggulan penggunaan media komputer jika dibandingkan
media lainnya, diantaranya dapat menunjukan banyak hal dan banyak segi yang
beraneka ragam, dan dapat menciptakan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dilihat
mata.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan bantuan komputer, siswa secara
langsung beinteraksi dengan komputer yang telah dilengkapi dengan software
pembelajaran yang berisi simulasi atau praktikum virtual materi ajar tertentu yang akan
dibuat berbasis website. Melalui simulasi atau praktikum virtual tersebut siswa
dibimbing untuk menemukan kesimpulan akan materi yang sedang dipelajari.
Di sisi lain, penggunaan media pembelajaran juga sangat berpengaruh terhadap
pencapaian tujuan pembelajaran. Kemp dan Dayton (Ikhsan, 2006) menjelaskan
bahwa peran yang dapat diperoleh dari penggunaan media pembelajaran adalah: (1)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 75
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 76
Desain ini menggunakan satu kelompok kontrol dan satu kelompok eksperimen.
Kelompok eksperimen akan mendapatkan perlakuan berupa model pembelajaran
berbasis masalah dengan bantuan website interaktif. Selain itu sebelum dan sesudah
perlakuan dilakukan tes. Tes sebelum perlakuan dikenal sebagai pretest. Sedangkan
tes setelah perlakuan disebut posttest. Pada Tabel 1 disajikan randomized control
group pretest-posttest design
Tabel 1 Desain penelitian randomized control group pretest-posttest design
Kelas
Perlakuan Posttest
Pretest
Eksperimen O
X1
O
Kontrol
O
X2
O
Keterangan :
O = Tes
X1 = Model pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan
website interaktif
X2 = Model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah tanpa website interaktif.
Pengembangan keterampilan proses sains dihitung dengan skor N-Gain (Hake,
2004), dan digunakan rumus:
N Gain
skorpostes skorpretes
skormaksimum skorpretes
Kriteria peningkatan
peningkatan rendah
peningkatan sedang
peningkatan tinggi
(hake, 2004[4])
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pogram SPSS for windows
versi 16.00. Pengujian normalitas distribusi data dalam penelitian ini dilakukan dengan
Kolmogorov-Smirnov. Untuk melihat perbedaan perkembangan berpikir kritis dilakukan
pengujian dengan menggunakan uji t.
Hasil dan Pembahasan
Pembahasan terhadap Hasil Penelitian berikut dilakukan berdasarkan analisis
data dan temuan di lapangan :
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 77
Gambar 3. Peningkatan keterampilan proses sains pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
Peningkatan keterampilan proses sains dapat dikelompokkan untuk setiap tipe
keterampilan yaitu, keterampilan mengamati, interpretasi, klasifikasi, prediksi, aplikasi
konsep, merencanakan percobaan dan mengkomunikasikan. Nilai rata-rata gain yang
dinormalisasi untuk setiap tipe keterampilan proses sains untuk kelas eksperimen dan
kelas kontrol diperlihatkan oleh Gambar 4.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 78
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 79
Gambar 6. Praktikum Virtual Fluida statis yang diintegrasikan dengan website interaktif
Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan tentang
model PBM berbantuan website interaktif pada pembelajaran fluida statis untuk
meningkatkan keterampilan proses sains siswa dapat disimpulkan bahwa:
1. Model PBM
berbantuan website interaktif secara signifikan dapat lebih
meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan model
pembelajaran konvensional.
2. Siswa memberikan tanggapan positif terhadap model PBM berbantuan website
interaktif pada konsep fluida statis setelah memperoleh pembelajaran.
Daftar Rujukan
[1] Ratnaningsih, Nani. (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 80
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 81
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 82
atau satu cycle dimulai dari awal menyentuhnya heel terhadap lantai / inital contact
(IC) sampai dengan IC berikutnya[1]. Satu siklus gaya berjalan yang terdiri dari dua
phase, yaitu stance phase dan swing phase. Dan pada Stance phase dan swing
phase terdiri dari enam gerakan dasar yang dimulai dari posisi initial contact (IC) yaitu
ketika tumit kaki kanan pertama kali menyentuh tanah. Dilanjutkan dengan posisi foot
flat (FF), yaitu ketika heel dan toe pada posisi sejajar dengan tanah dan kaki lainnya
akan meninggalkan tanah. Kemudian posisi mid stance dimana ketika telapak kaki
tepat diatas tanah dengan kaki lainnya mengayun dan berada pada posisi tegak lurus
tubuh. Heel off (HO) adalah posisi ketika tumit pertama kali naik dan toe off (TO)
adalah posisi ketika ujung jari akan meninggalkan tanah untuk masuk ke fase single
support (swing phase). Posisi gait cycle ini diilustrasikan pada Gambar1.
Penulis melakukan pengukuran sudut persendian kaki dan level berjalan untuk
mendapatkan karakterisasi pola berjalan, yang menitik beratkan pada gaya berjalan
kaki sebelah kanan seperti penulis sebelumnya. Pada penelitian kali ini penulis
menggunakan Optotrak Certus3020 dari Northern Digital Inc dengan penanda khusus
yang memungkinkan melakukan pengukuran pada gerakan ektrim dan mempunyai
keakuratan tinggi. Hasil dari pengukuran diekstrak dan dilakukan karakterisasi pola
gaya berjalan pada subjek normal dan subjek cacat akibat kecelakaan. Pola berjalan
digambarkan dengan ploting antara sudut dan kecepatan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 83
yang dialami subjek, tidak penah mengalami kecelakan lower limb atau prematur
waktu lahir. Dapat diamati juga secara langsung bahwa subjek tidak mempunyai
kelainan saat berjalan. Sedangkan untuk subjek abnormal adalah subjek pernah
mengalami kecelakan sehingga mempunyai kelaian gaya bejalannya dibanding
dengan subjek yang normal.
Principle Component Analysis(PCA) merupakan analisa multivarian yang
bertujuan untuk mereduksi variabelnya. Dengan menghilangkan korelasi diantara
variabel untuk mendapatkan variabel baru yang tidak berkorelasi sehingga
mencerminkan varibel asli yang disebut principal component. Dalam pembentukan
analisa komponen utama melalui analisis komponen utama ada dua cara. Pertama,
pembentukan komponen utama berdasarkan matrik kovariasi. Kedua, pembentukan
komponen utama berdasarkan matrik korelasi.
Matrik kovarian yang dibentuk dari matrik ciri dimulai variabel asal x nxp , akan dicari
matriks varian kovarian dengan persamaan berikut
S jk
1 p
( xij x j )( x jk xk )
n 1 i 1
(1)
ISBN 978-602-19655-5-9
S i I 0
i ei i
dengan i = 1,2,,
Hal. 84
i=1,2... p
(2)
Sementara itu , proporsi total variansi yang dapat dijelaskan oleh komponen ke
k berdasarkan variabel bebas yang telah dibakukan didefenisiskan sebagai utama kek adalah
(3)
Dengan k =adalah eigen dari , dan k = 1,2,, p , Hasil eigen yang kami
dapat kami tampilkan dalan Scree plot yang mana adalah grafik yang menunjukkan
relasi antara faktor dengan nilai Eigennya.
Langkah-langkah dalam memperoleh Principle Component :
1. Mengumpulkan data tiap n dimensi disini kami menggunakan tiga dimensi untuk
dianalisis yaitu X,Y dan Z mencerminkan dimensi pada hip,knee dan ankle .
2. Dari masing-masing dimensi dicari rata-rata yang dapat dicari dengan persamaan
(4).
X i 1 Xi
n
(4)
3. Setelah hasil persamaan (4) diperoleh selanjutnya membentuk data baru dari hasil
pengurangan tiap-tiap sampel dengan rata-rata. Dimana setiap variabel ke-n
dikurangi dengan rata-rata dimensi.
4. Selanjutnya membentuk matrik var-kovar dari mesing-masing dimensi dengan
persamaan berikut
Cov ( X , Y )
n
i 1
( Xi X )(Yi Y )
n 1
(5)
(6)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 85
dengan menggunakan tiga buah marker. Setelah pengukuran pada jarak dan sudut
mampu terukur maka dilakukan pengukuran pada subjek. Pengukuran terhadap subjek
dimana dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Pengukuran lansung dengan subjek dengan posisi berdiri tegap untuk kaliberasi.
Dimana pengukuran yang telah dilakukan didapatkan hasil dari masing-masing joint
angle adalah nol, baik sudut hip, knee ataupun ankle.
b) Setelah melakukan kalibrasi, selanjutnya dilakukan pengukuran lansung pada
subjek berjalan. Pengukuran dilakukan pada tempat yang sudah dipersiapkan.
Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali percobaan.
(7)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 86
Kesimpulan
Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan, hasil pengukuran trajektori subjek
normal dengan Optotrack Cetrus3020 mempunyai kemiripan pola berjalan seperti
yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 87
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil PCA yang didapatkan pada subjek
abnormal mempunyai kemiripan pada PC ke-3 sebesar 33,11%, PC ke-2 sebesar
78,01% dan PC ke-1 sebesar 99,22% terhadap karakter normal. Sehingga PCA dapat
digunakan untuk klasifikasi sebagai verifikasi pola berjalan.!
Ucapan terima kasih
Penelitian ini merupakan program penelitian master ITS. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada pasca sarjana elektro medik ITS atas dukungan serta fasilitas
motion cature Optotrak Certus3020 dari Northern Digital Inc.
Referensi
[1] Achmad Arifin., Chapter 2. Mathematical Model and Control System Design,
Doctoral Thesis.
[2] I.T. Jolliffe Principal Component Analysis, Second Edition , 2002
[3] Elva Susianti Pengembangan Motion capture Sistem untuk Trajektori Planing
Tesis TE092099 ,2012
[4] Qiang Huang, Kazuhito Yokoi, Shuuji Kajita, Kenji Kaneko, Hirohiko Arai, Noriho
Koyachi, Kazuo Tanie, Planning Walking Patterns for a Biped Robot, IEEE
Transactions On Robotics And Automation, Vol. 17, No. 3, June 2001.
[5] Aggarwal J.K., Q. Cai, Human Motion Analysis: A Review, Computer and vision,
Research Center Department of Electrical and Computer Engineering., The
University of Texas at Austin
[6] Michael W. Whittle Gait anlalysisn Introduction, 4th Edition Elsevier, 2007.
[7] Sandro Mihradi Pengembangan Sistem Optik Pengamat Gerak Berjalan 2D dari
Dua Sisi Bidang Sagittal, Proceeding Seminar Nasional Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012
[8] http://www.ndigital.com/lifesciences/certus-motioncapturesystem.php [accessed
14 June 2012]
[9] Jamrud Aminuddin Dasar-Dasar Fisika Komputasi dengan Matlab Gava Media,
2008
[10] Bedictus Indrajaya Pengembangan Wireless Wearable Sensor Untuk
Pengukuran Lower limb Joint Angle s Dan Gait Phases Tesis ,2012
Dedi Nurcipto*
Teknik Elektronika
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
Nurcipto11@mhs.ee.its.ac.id
Achmad Arifin
Teknik Elektronika
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
arifin@ee.its.ac.id
Djoko Purwanto
Teknik Elektronika
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
djoko@ee.its.ac.id
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 88
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 89
melalui kegiatan eksperimen. Pada fase explain, siswa menjelaskan di depan kelas
mengenai ketidaksesuaian antara prediksi dan hasil temuan atau memperkuat prediksi
yang telah disampaikannya. Pada fase write, siswa menuliskan kesimpulan yang telah
diperolehnya selama proses pembelajaran berlangsung [5].
Pemahaman konsep adalah ukuran kemampuan siswa dalam memaknai dan
memahami suatu konsep yang diberikan [6]. Pemahaman konsep yang diteliti dalam
penelitian ini mencakup kemampuan menafsirkan, mengklasifikasikan, menyimpulkan,
membandingkan, dan menjelaskan. Pemahaman konsep siswa diukur dengan
menggunakan tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda.
Motivasi belajar dapat diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri
seseorang secara disadari ataupun tidak disadari serta usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok tertentu untuk bergerak melakukan sesuatu
karena ingin mencapai tujuan yang diharapkan [7]. Motivasi belajar sisw diukur dengan
angket motivasi siswa.
Hasil dan diskusi
Pelaksanaan kegiatan penelitian dimulai dengan kegiatan memprediksi. Pada
kegiatan prediksi, guru memberikan pertanyaan terkait dengan materi tekanan pada
benda padat. Pertanyaan yang diberikan kepada siswa adalah manakah yang lebih
sakit diinjak dengan sepatu high hill dari pada sepatu pantofel?. Siswa mulai
memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh guru tersebut. Jawaban
siswa bervariasi. Guru memberikan kebebasan atas jawaban siswa, karena tiap siswa
berhak untuk menampilkan pendapat mereka masing-masing. Selain pertanyaan
tersebut, guru juga memberikan pertanyaan tambahan berupa faktor-faktor apa
sajakah menurutmu yang dapat mempengaruhi tekanan pada benda padat?. Siswa
akan memulai berpikir lebih tajam.
Setelah siswa mencoba untuk menjawab persoalan tersebut, langkah selanjutnya
adalah siswa dibentuk dalam 5 kelompok yang berisikan 6 7 orang siswa. Siswa
melakukan kegiatan observasi. Siswa bersama teman sekelompoknya melakukan
penyelidikan atas kebenaran prediksi yang telah mereka sampaikan tersebut. Siswa
melakukan eksperimen dengan menggunakan 2 balok logam yang bermassa beda.
Permukaan balok logam terdiri dari 2 bentuk permukaan yakni persegi dan persegi
panjang. Siswa dapat menyelidiki apakah faktor gaya dan luas permukaan dapat
mempengaruhi besarnya tekanan pada zat padat. Siswa dipandu dengan LKS yang
dibuat oleh peneliti yang bertujuan untuk memandu siswa dalam menemukan dan
membangun konsep tekanan pada benda padat.
Langkah selanjutnya adalah siswa melakukan kegiatan eksplanasi. Salah satu
kelompok mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas yang dilengkapi data
hasil percobaan yang telah mereka peroleh dalam kegiatan observasi. Ketika salah
seorang siswa menjelaskan, semua perhatian siswa tertuju pada penjelasan yang
diberikan oleh temannya di depan kelas.
Langkah terakhir yang dilakukan siswa dalam model POEW ini adalah kegiatan
menulis. Siswa menuliskan kesimpulan pelajarannya hari ini. Siswa dapat menuliskan
hasil diskusinya secara ringkas kepada guru.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 90
Rata-rata Skor
Pretest
Postest
0,12
0,47
0,31
0,62
0,4
0,72
0,16
0,56
0,31
0,66
0,26
0,6
Kategori
0,39
0,45
0,53
0,48
0,5
0,45
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Hasil postes tiap kemampuan pemahaman konsep siswa dapat dilihat pada Gambar 1
dan hasil angket motivasi siswa dapat dilihat pada Gambar 2.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 91
Aspek menafsirkan dapat dicapai oleh 15 siswa dari 32 siswa (47%). Ini
merupakan aspek terendah yang mampu dicapai oleh siswa. Setelah peneliti
melakukan penyelidikan melalui kegiatan wawancara dan observasi dari 3 orang
observer, diperoleh bahwa terdapat beberapa penyebab siswa tidak mampu mencapai
aspek menafsirkan dengan baik. Penyebab tersebut adalah guru jarang melatih siswa
untuk membaca grafik. Guru menjelaskan hubungan konsep fisika melalui sebuah
rumusan matematis seperti P ~ F dan P ~ 1/A. Peneliti yang mengajarkan POEW pun
tidak mengajak siswa untuk menggambarkan hubungan konsep fisika melalui grafik,
melainkan hanya menggunakan lisan. Padahal, ketika ditanyakan kepada siswa
megenai hubungan tersebut, siswa mampu menjawab dengan baik. Namun, ketika
hubungan tersebut dipindahkan ke dalam sebuah grafik, siswa tidak mampu lagi
menjawabnya. Kelemahan yang dimiliki oleh siswa dalam kemampuan menafsirkan
dapat menjadi bahan penelitian selanjutnnya.
Aspek mengklasifikasikan dapat dicapai oleh 20 siswa dari 32 siswa (63%).
Aspek menyimpulkan dapat dicapai oleh 23 siswa dari 32 siswa (72%). Aspek ini
memperoleh persentase tertinggi yang mampu dicapai oleh siswa karena peranan dari
kegiatan menulis diakhir pembelajaran yang membuat siswa dapat memperoleh
kesimpulan yang benar. Aspek membandingkan dapat dicapai oleh 18 siswa dari 32
siswa (56%). Aspek ini berada pada aspek terendah urutan kedua. hal ini disebabkan
karena siswa jarang diajak oleh guru fisikanya untuk melakukan kegiatan percobaan
sehingga siswa kurang terlatih dalam aspek membandingkan. Aspek yang terakhir
adalah aspek menjelaskan yang mampu dicapai oleh 21 siswa dari 32 siswa (66%).
Motivasi siswa terlihat meningkat dalam melaksanakan pembelajaran fisika. Ini
terlihat pada Gambar 2 yang menjelaskan bahwa nilai aspek motivasi siswa berada
pada 76% sampai 94%. Siswa merasa semakin percaya diri dalam menyampaikan
pendapat dan berdiri ke depan. Siswa percaya diri terhadap hasil data percobaan
yang telah diperolehnya. Perhatian siswa terpusat pada kegiatan pembelajaran. Posisi
siswa dalam model POEW ini sebagai subjek belajar, bukan sebagai objek belajar.
Siswa mampu mengaitkan hubungan konsep-konsep fisika. Siswa mampu
memgaitkan hubungan gaya terhadap tekanan dan hubungan luas permukaan benda
padat terhadap tekanan. Siswa menemukan sendiri hubungan antar konsep tersebut.
Siswa juga merasa puas terhadap proses pembelajaran fisika. Siswa merasa
dilibatkan dalam proses pembelajaran.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan yang telah dipaparkan, maka model POEW (predictobserve- explain- write) dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan
memotivasi siswa dalam belajar fisika. Tahapan dalam model POEW ini berupa (1)
predict, siswa membuat dugaan atau prediksi; (2) observe, siswa melakukan
observasi; (3) explain, siswa menjelaskan ketidaksesuaian antara prediksi dan
pengamatan; (4) write, siswa menuliskan hasil diskusinya. Pemahaman konsep siswa
meningkat yang diketahui dari nilai N-Gain sebesar 0,45 yang berada dalam kategori
sedang. Aspek pemahaman konsep yang belum mampu dicapai oleh siswa dengan
baik adalah kemampuan menafsirkan dan membandingkan. Siswa termotivasi dalam
pembelajaran fisika. Siswa memiliki rasa percaya diri, perhatian, relevansi, dan
kepuasan yang tinggi saat menggunakan model POEW dalam pembelajaran fisika.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 92
Trisna Kurniawan
Pascasarjana Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia
Yusmanila
Pascasarjana Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia
yusmanila@ymail.com
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 93
Cp
T
C p u T k T Q
t
(1)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 94
r ( )
(2)
dengan variasi putaran N=1, 4, 7, dan 10. Bahan yang digunakan adalah alumunium
termasuk sumber panasnya. Parameter yang konstan pada geometri adalah diameter
wajan (2 m) dan sumber panas bentuk kotak (10kW).
Gambar 1. Bentuk wajan cembung (A) dan alas datar (B) dengan mesh elemen
hingga.
Gambar 2. Wajan beralas datar dengan sumber panasnya yang ditinjau, variasi
parameter putaran N=1, 4 , 7, dan 10.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 95
Hal yang ditinjau adalah hasil pemodelan mengenai bentuk fisis kemerataan
panas wajan dan waktu yang dibutuhkan untuk meratakan panas. Untuk menentukan
waktu yang dibutuhkan ini, diambil suatu titik waktu dan dibandingkan pada semua
geometri suhu rata-rata pada permukaan atasnya.
Hasil dan diskusi
Melalui simulasi diperoleh distribusi panas pada wajan model A (cembung) dan
wajan model B (alas datar) seperti pada gambar 3.
(a)
(b)
Gambar 3. Distribusi panas pada wajan pada waktu 3000s pada (a) wajan cembung,
(b) wajan beralas datar.
Kemudian dihitung temperatur rata-rata dari permukaan atas (alas) wajan model
A dan B dengan diameter pengukuran yang sama. Kurva temperatur permukaan ratarata wajan model A dan B disajikan pada gambar 4.
Gambar 4. Temperatur permukaan atas rata-rata dari wajan model A dan model B.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 96
Wajan model B memiliki perambatan panas yang lebih cepat dibanding wajan
model A. Hal ini karena geometri cembung pada wajan A memiliki luas permukaan
yang lebih besar sehingga perambatan panas membutuhkan waktu yang lebih lama.
Penambahan geometri spiral pada wajan model B memberikan hasil distribusi
panas yang berbeda. Perbedaan distribusi panas dan cepat perambatannya dapat
dilihat dari gambar 5.
a)
b)
c)
d)
Gambar 5. Distribusi panas pada wajan pada waktu 3000s pada wajan tipe B dengan
variasi putaran spiral (a) 1 putaran, (b) 4 putaran, (c) 7 putaran, (d) 10 putaran.
Kurva temperatur rata-rata untuk wajan model B dengan variasi jumlah putaran
spiral terlihat pada gambar 6.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 97
Pada gambar 5 dan gambar 6 terlihat bahwa wajan model B dengan alas tanpa
spiral memiliki kenaikan panas yang lebih cepat dibandingkan wajan dengan
penambahan geometri spiral. Wajan dengan penambahan spiral pada alasnya
membuat sumber panas tidak langsung menempel pada permukaan alas utama wajan.
Panas dari sumber panas harus merambat dulu melalui spiral sebelum sampai pada
permukaan alas wajan. Dengan demikian wajan dengan penambahan spiral
membutuhkan waktu pemanasan yang relatif lebih lama.
Pada gambar 6, gradien kurva berubah signifikan setelah waktu mencapai 90s,
kemudian setelah waktu lebih dari 90s, kenaikan panas pada wajan relatif konstan.
Pada simulasi yang dilakukan, sumber panas mengikuti keliling geometri persegi
sehingga panas merambat pada dua daerah ; daerah bagian dalam sumber panas dan
bagian luar sumber panas.
Pada awal pemanasan, daerah dalam dan luar sumber panas memiliki suhu
yang sama sehingga panas merambat dengan besar sama pada dua daerah tersebut.
Suhu pada daerah dalam akan lebih cepat naik dikarenakan luasnya yang lebih kecil
dibandingkan daerah luar. Kemudian ketika mencapai waktu 90s, suhu pada daerah
dalam mencapai titik jenuh sehingga panas cenderung lebih banyak merambat ke arah
daerah luar. Hal ini menyebabkan kenaikan suhu daerah luar lebih cepat dari
sebelumnya sehingga gradien kurva temperatur permukaan rata-rata akan naik.
Penambahan spiral pada wajan model B memungkinkan distribusi panas pada
wajan lebih merata. Panas dari sumber panas merambat pada geometri spiral sebelum
akhirnya mencapai permukaan alas wajan. Temperatur dari spiral akan lebih tinggi
dibanding alas wajan sehingga spiral dapat dipandang sebagai sumber panas lain.
Dengan demikian jika putaran lebih banyak maka distribusi panas pada wajan semakin
merata.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 98
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 99
Donny Dwiputra*
Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi
Institut Teknologi Bandung
donny.dwiputra@s.itb.ac.id
Sparisoma Viridi*
Fisika Nuklir dan Biofisika
Institut Teknologi Bandung
dudung@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 100
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 101
(1)
x 100%
Keterangan :
n = jumlah skor siswa
N = jumlah skor maksimal
P = tingkat presentasi yang dicapai.
Kriteria penafsiran variabel penelitian ini ditentukan berdasarkan tabel 1 berikut.
Tabel 1. Kriteria penafsiran variabel penelitian.
ISBN 978-602-19655-5-9
Presentase (%)
81 - 100
61 80
41 - 60
Kriteria
Sangat Baik
Baik
Cukup
21 40
0 - 20
Kurang
Tidak Baik
Hal. 102
pandang
guru
1. Waktu yang digunakan lebih efisein sehingga target materi dapat tercapai.
2. Konsep-konsep fisika yang rumit bagi siswa dapat lebih mudah disampaikan
dalam bentuk final, dibandingkan harus membangunnya dari dasar.
3 Dengan banyaknya mengerjakan soal-soal latihan, siswa menjadi lebih terbiasa
menggunakan rumus dan melakukan perhitungan matematis.
4 Tidak dapat dilaksanakannya praktkum dan demostrasi dapat disiasati dengan
menunjukan data hasil praktikum secara langsung untuk kemudian diberikan
penjelasan.
Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa kelebihan dari penggunaan metode
ekspositori pada pembelajaran fisika sejalan dengan tujuan utama penggunaan
metode tersebut yakni, memaksimalkan waktu belajar, menciptakan kemandirian siswa
dan berfokus pada hasil akademik [1][2]. Kelebihan lainnya adalah guru dapat
memaparkan secara langsung kepada siswa data hasil praktikum yang telah dilakukan
(baik oleh guru maupun orang lain) ketika kegiatan praktikum tidak dapat dilaksanakan
(karena terkendala sarana). Hal tersebut penting dilakukan untuk memberikan
pemahaman pada siswa bahwa hukum-hukum yang dipelajari di dalam fisika diperoleh
melalui serangkaian proses eksperimen dan percobaan.
Adapun Kelebihan penggunaan metode eskpositori dari sudut pandang siswa
sebagaimana terungkap dari pengisian angket ditunjukan pada tabel 3.
Tabel 3. Respon siswa terhadap penggunaan metode ekspositori dalam pembelajaran
fisika.
No
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 103
Pada tabel tersebut tampak bahwa sebagian besar siswa merasa bahwa
pembelajaran dengan metode ekspositori yang dilakukan oleh guru cukup baik dalam
memfasilitasi mereka untuk memahami materi, membiasakan perhitungan matematis
dan menciptakan suasana belajar yang rileks. Respon positif tersebut merupakan
modal yang penting dalam pembelajaran, karena dengan begitu siswa tidak lagi
merasa takut dan tertekan ketika mengikuti pelajaran fisika .
Selain memiliki kelebihan, penggunaan metode ekspositori dalam pembelajaran
fisika juga memiliki kelemahan. Adapun kelemahan dari sudut pandang guru
sebagaimana terungkap dari hasil wawancara disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Kelemahan metode ekspositori berdasakan sudut pandang guru.
No
1. Guru perlu menyiapkan bahan ajar yang lengkap dan betul-betul dikuasai
2. Proses pembelajaran terasa sangat melelahkan dan membutuhkan suara yang
prima
3 Mendapatkan respon negatif dari siswa manakala soal evaluasi berbeda dengan
contoh soal yang diberikan didalam pembelajaran.
Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa sebagian besar kelemahan yang
terjadi berasal dari hal-hal yang bersifat teknis. Kunci utama pembelajaran ekspositori
adalah pada pemberian bahan ajar secara langsung dari guru dengan penyampaian
verbal, sehingga secara otomatis guru perlu mempersiapkan bahan ajar yang lengkap
dan dituntut untuk memiliki stamina yang baik untuk menunjang kegiatan pembelajaran.
Selain itu, guru juga dituntut untuk membuat soal evaluasi yang sesuai dengan apa
yang diberikan pada proses pembelajaran. Karena pada pembelajaran ekspositori
guru tidak memfasilitasi siswa untuk mengembangkan pengetahuan sendiri, maka
ketika guru memberikan soal yang tidak sesuai dengan pembelajaran akan mendapat
respon negatif dari siswa.
Adapun Kelemahan penggunaan metode eskpositori dari sudut pandang siswa
ditunjukan pada tabel 5. Pada tabel tersebut terlihat bahwa siswa merasa materi yang
sudah dipahami cepat terlupa kembali, hal tersebut cukup wajar terjadi karena hampir
seluruh proses pembelajaran yang dilakukan mengandalkan daya ingat siswa tanpa
adanya aktivitas penguatan, baik melalui demonstrasi maupun eksperimen.
Kelemahan lain yang terungkap adalah kesulitan siswa dalam
mengkomunikasikan pemahaman yang mereka miliki, hal tersebut diakibatkan karena
didalam proses pembelajaran siswa tidak dilatihkan untuk berkomunikasi, baik secara
lisan maupun tulisan. Implikasi lainnya yang timbul dari pembelajaan fisika yang
dilakukan dengan metode ekspositori adalah pola pikir negatif yang timbul pada diri
siswa dimana sebagian besar siswa menyatakan bahwa fisika merupakan mata
pelajaran yang yang harus dihafal.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 104
90,90
77.27
69.70
71.27
87.88
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 105
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 106
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 107
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 108
Dasar Teori
Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari
medium. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar.
Briggs [1] menyatakan bahwa media merupakan alat untuk memberikan rangsangan
bagi siswa supaya terjadi proses belajar. Sedangkan menurut Gagne [1] media
merupakan berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang
siswa untuk belajar. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa media
pembelajaran merupakan wadah dari pesan.
Menurut Prabu dan Markus [2], penggunaan media visual dalam proses
pembelajaran fisika dapat menjembatani materi yang bersifat abstrak menjadi konkrit.
Sehingga siswa dapat menyaksikan langsung fenomena yang sedang dipelajari.
Disamping itu menurut Usman dan Asnawir [3] dengan adanya media pembelajaran
dengan penggunaan yang kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi siswa untuk
belajar lebih banyak, lebih baik dalam memahami pelajaran, dan dapat meningkatkan
keterampilan siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Media pembelajaran merupakan bagian integral dalam keseluruhan proses
pembelajaran. Adapun kegunaan media antara lain: (1) memperjelas pesan agar tidak
terlalu verbalistis, (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indera,
(3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber
belajar, (4) memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan
visual, auditori dan kinestetik, dan (5) memberi rangsangan yang sama,
mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama [1]
Metode
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI Keperawatan 2 SMK Bhakti
Kencana Majalaya, dengan jumlah siswa sebanyak 33 orang. Langkah-langkah yang
dilakukan pada penelitain ini adalah mulai dari tahap analisis kurikulum, pembuatan
RPP, perancangan alat peraga dan implementasi alat peraga di sekolah. Adapun
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan
rumus deskriptif persentase [4] sebagai berikut:
P
x 100%
(1)
Keterangan :
n = jumlah skor siswa
N = jumlah skor maksimal
P = tingkat presentasi yang dicapai.
Kriteria penafsiran variabel penelitian ini ditentukan berdasarkan tabel 1 berikut.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 109
Kriteria
Sangat Baik
Baik
Cukup
21 40
0 - 20
Kurang
Tidak Baik
Aspek Penilaian
I
II
III
IV
4
4
2
2
4
2
4
2
4
4
4
2
2
3
3
2
2
2
2
3
Rata-rata
Skor
Total
12
12
8
11
14
75
75
50
68
87
11.4
95
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 110
1) Ketika siswa menyelidiki cara kerja periskop, posisi cermin pada periskop dapat
teramati dengan jelas oleh siswa sehingga dengan didukung oleh pemahaman
konsep pemantulan pada cermin datar, siswa dengan mudah dapat menjelaskan
cara kerja periskop.
2) Ketika siswa menyelidiki cara kerja teropong, posisi lensa pada teropong kurang
dapat teramati dengan jelas. Selain itu pemahaman dasar siswa mengenai
pembiasan juga terlihat lemah, sehingga mengakibatkan siswa tidak dapat
menyelidiki cara kerja teropong dengan baik.
Setelah siswa mengkonsultasikan kepada guru hasil pengisian lembar kerja,
siswa mulai membuat sendiri periskop dan teropong sederhana dengan alat dan
bahan yang telah dipersiapkan.
Berdasarkan analisis terhadap produk yang dibuat siswa diperoleh rata-rata
prensentase sebesar 82 % (kategori sangat baik). Hasil penilaian produk siswa secara
lengkap dilihat dari beberapa aspek penilaian disajikan dalam tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Hasil penilaian produk siswa.
Kelompok
1
2
3
4
5
Aspek Penilaian
I
II
II
4
2
2
4
4
4
3
2
2
3
4
4
3
4
4
Rata-rata
Skor
Total
8
12
7
11
11
66
100
58
92
92
9.8
82
Aspek Penilaian
I
II
II
3
3
3
4
4
4
3
3
3
3
4
3
3
4
3
Rata-rata
ISBN 978-602-19655-5-9
Skor
Total
9
12
9
11
11
75
100
75
92
92
10.4
87
Hal. 111
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 112
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 113
[2] Prabu, A. dan Markus, I.M.. Efektifitas Penggunaan Software Pesona Fisika
dalam Pembelajaran Fisika di SMA Santa Ursula BSD, 2006
[3] Arif Rahman Aththibby, Dan Ishafit.. Perancangan Media Pembelajaran Fisika
Berbasis Animasi Komputer Untuk Sekolah Menengah Atas Pokok Bahasan
Hukum Newton Tentang Gerak. Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta,
14 Mei 2011.
[4] Riduan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula,
Penerbit Alfabeta, Bandung, 2014.
Muhtar Amin*
Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
muhtar.amin@student.upi.edu
Diki Rukmana
Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
diki.rukmana@student.upi.edu
Lailatul Nuraini
Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
lailatul.nuraini@student.upi.edu
Sheila Fitriana
Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
sheila.fitriana@student.upi.edu
Widya Yuni
Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
widya.yuni@student.upi.edu
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 114
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013)
2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 115
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013)
2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 116
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013)
2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
q.h
.100%
(Q. q ).H
(1)
Kecepatan air pada badan pompa dan tekanan saat katup buang tertutup dapat
dianalisis menggunakan persamaan Bernoulli [6] sebagai berikut.
p1
v12
p v2
z1 2 2 z2
2g
2g
(2)
Dimana
p
v
g
: tekanan (Pa)
: kecepatan (m/s)
: percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
: berat jenis air (9800 kg/m2s2)
z : ketinggian (m)
Indeks 1 menyatakan posisi pada ketinggian sumber air, indeks 2 menyatakan posisi
pompa hidram. Karena z diukur dari ketinggian pompa, maka z 2 sama dengan nol.
Hasil dan Diskusi
Pompa hidram hasil rancang bangun memiliki diameter pipa penghantar PVC
ukuran inch, katup buang dan katup hisap menggunakan kleptabok dengan ukuran
inch, kedua klep dipasang berlawanan arah.
Berdasarkan analisis Persamaan (2) dengan mengatur head masuk (H) 143 cm
dan panjang pipa penghantar (L) 3 m, maka didapatkan tinggi maksimum head keluar
(h) sebesar 11,73 m dan tekanan pada badan pompa sebesar 1,15x105 Pa. Namun
pada penelitian ini digunakan head keluar (h) sebesar 335,5 cm agar diperoleh
pengukuran debit keluar yang lebih efektif.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 117
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013)
2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
Penelitian ini dilakukan dengan variasi volume tabung udara 330 ml, 600 ml,
1000 ml, 1500 ml, dan 2000 ml, masing-masing volume dilakukan pengujian sebanyak
tiga kali. Hasil eksperimen ditunjukkan pada Tabel 1.
Perbandingan efisiensi pompa hidram dengan variasi volume udara ditunjukkan
pada Gambar 3. Efisiensi pompa hidram mulai naik pada volume 600 mL, kemudian
turun pada volume 2000 mL. Pada volume 1000 mL, penurunan efisiensi maksimum
sebesar 2,46%. Nilai ini lebih kecil dibandingkan perubahan efisiensi dari volume 600
mL ke 1000 mL dan dari volume 1500 mL ke 2000 mL. Hasil ini menunjukkan bahwa
variasi volume tertentu tidak memberikan perubahan efisiensi yang signifikan.
Berdasarkan data olahan pada Tabel 1, efisiensi terbesar diperoleh pada sistem
pompa hidram dengan volume tabung udara 1500 mL (Gambar 3) yaitu 17,21%. Dari
debit hasil (q) yang diperoleh, volume keluaran yang dihasilkan dalam satu hari
mencapai 281,66 L. Hal ini setara dengan kebutuhan air 2 orang dengan asumsi setiap
orang memerlukan air 150 liter per hari [7].
Tabel 1. Hasil Eksperimen Pompa Hidram dengan Variasi Volume Tabung Udara.
No
VTU
(mL)
330
600
1000
1500
2000
Q (mL/s)
q (mL/s)
T (s)
39,47
39,79
40,02
43,19
43,02
43,43
32,70
30,28
28,47
39,70
40,26
41,15
30,00
32,12
29,64
2,96
2,49
2,42
3,06
3,05
3,35
2,22
2,03
1,93
3,06
3,02
3,26
1,88
1,78
1,54
1,73
1,79
1,70
1,65
1,66
1,65
1,43
1,38
1,42
1,72
1,69
1,74
1,39
1,42
1,45
16,37%
13,80%
13,37%
15,52%
15,52%
16,64%
14,90%
14,75%
14,89%
16,79%
16,37%
17,21%
13,84%
12,30%
11,60%
Keterangan:
VTU
Q
q
T
: Efisiensi DAubuisson
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 118
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013)
2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 119
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013)
2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
Referensi
[1] Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan
Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 2002. Petunjuk Teknis
Pemanfaatan Pompa Hidram dalam Penyediaan Air Bersih.Bandung: Indonesia
[2] Didin S. Fane, Rudy Sutanto, I Made Mara. 2012. Pengaruh Konfigurasi Tabung
Kompresor terhadap Unjuk Kerja Pompa Hidram. ISSN: 2088-088X Vol. 2 No. 2
Juli 2012.
[3] Made Suarda dan IKG Wirawan. 2008. Kajian Eksperimental Pengaruh Tabung
Udara terhadap Tekanan Pompa Hidram. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CAKRAM
Vol. 2 No.1, Juni 2008 (10-14).
[4] Agus Budiman dkk. 2010. Pelatihan Pembuatan Hidram (Pompa Tenaga Air)
sebagai Alternatif Penghematan Tenaga Listrik dan Pemenuhan Kebutuhan Air
pada Musim Kemarau. Laporan Kegiatan PPM Program Reguler Lembaga
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Negeri Yogyakarta.
[5] Anonim. 2010. Hydram. Diunduh dari uww.somaiya.edu/projdcts/hydram.pdf
[6] Sri Utami Handayani. 2010. Bahan Ajar Pompa dan Kompresor. Diunduh dari
utami.community.undip.ac.id/files/2010/07/BAB-1-Pendahuluan1.pdf.
[7] Ifah Latifah. -. Rancangan Sistem Suplai Air Bersih di Desa Cipeuteuy. Diunduh
dari
http://www.academia.edu/1990977/Rancangan_Sistem_Suplai_Air_Bersih_di_De
sa_Cipeuteuy
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 120
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 121
pompa hidram, begitu pula interaksi antar kedua faktor tersebut. [2] Kajian
eksperimental pengaruh tabung udara pada head tekanan pompa hidram dan
menyimpulkan bahwa dengan pemakaian tabung udara, terjadi penurunan perubahan
tinggi tekanan dalam pipa penghantar pada instalasi pompa hidram. [3]
Tekanan input dan tekanan output pada pompa hidram juga mempengaruhi
efisiensi pompa. Tekanan input merupakan tinggi jatuh air dari sumbernya ke pompa
hidram. Sedangkan tinggi output merupakan tinggi dari pompa hidram ke lokasi
pengiriman tertinggi. Penelitian tersebut juga diturunkan suatu persamaan empiris
dengan berdasarkan data-data laboratorium, persamaan bernoully dan water hammer.
[4]
Teori
Pompa hidram merupakan alat untuk menaikkan air ke tempat yang lebih tinggi
yang energi penggeraknya tidak menggunakan bahan bakar minyak ataupun tenaga
listrik, melainkan menggunakan tenaga hantaman air yang masuk ke dalam pompa
atau disebut juga dengan water hammer.
Air mengalir dari suatu sumber ataupun suatu reservoir ke dalam pompa hidram
melalui pipa pemasukan dengan posisi pompa lebih rendah dari sumber air ataupun
reservoir tersebut. Di dalam pompa air, air keluar melalui katup limbah dangan cukup
cepat, maka tekanan dinamik yang bergerak ke atas tersebut akan mendorong katup
limbah sehingga katup limbah akan tertutup secara tiba-tiba dan katup limbah tersebut
menghentikan aliran air dalam pipa pemasukan. Air yang terhenti akibat katup limbah
tersebut mengakibatkan tekanan tinggi yang terjadi secara tiba-tiba di dalam pompa
hidram.
Tekanan air yang besar atau water hammer dalam ram sebagian direduksi
oleh lolosnya air ke dalam tabung udara yang berfungsi meratakan perubahan tekanan
yang drastis dalam hydraulic ram melalui katup penghantar dan denyut tekanan di
dalam tabung yang kembali lagi ke pompa akan menyebabkan hisapan dan
tertutupnya katup penghantar yang merupakan katup searah yang menghalangi
kembalinya air ke dalam pompa, sehingga air dalam tabung tersebut akan tertekan
keluar melalui pipa penghantar (outlet) yang mengalirkan air ke atas dengan
ketinggian tertentu.
Pengaturan ukuran panjang pipa inlet dari reservoir ke kolom limbah dan berat
dari katup limbah diharapkan pompa hidram dapat memompa air yang optimal.
Momentum Aliran Pipa
Zat cair yang bergerak dapat menimbulkan gaya yang dapat menggerakkan
katup pada pompa hidram. Demikian juga zat cair yang mengalir pada belokan pipa
juga bisa menimbulkan gaya yang bekerja pada belokan tersebut.
Gaya pada aliran pipa dapat dijelaskan dengan persamaan momentum yang
didefinisikan sebagai perkalian antara massa (m) dan kecepatan (v).
Momentum = m.v
(1)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 122
gaya tambahan pada gaya tekanan hidrostatis. Dalam menentukan laju perubahan
momentum di dalam aliran zat cair, dipandang tabung arus dengan tampang dA.
Dalam hal ini dianggap bahwa aliran melalui tabung arus adalah mantap. Momentum
melalui tabung aliran dalam satu satuan waktu adalah :
Momentum = dm .v = . v . dA . v = .v2.dA (2)
dengan:
= rapat massa zat cair
v = kecepatan aliran
A = tampang aliran
t = waktu
dm = perubahan momentum
dA = perubahan tampang
Integrasi persamaan di atas diperoleh:
Momentum =
dA dA Av 2
(3)
atau
Momentum = Q v
(4)
dengan
v = Kecepatan rerata pada tampang
Q = Debit.
Apabila dt adalah waktu yang diperlukan elemen zat cair untuk melintasi tabung
arus, maka massa zat cair yang yang melewati tabung arus adalah :
dM = d Q dt = v dA
(5)
(6)
Apabila kecepatan merata maka dan aliran pada seluruh tampang maka:
F = v dv
dA = v A dv
(7)
atau:
F=Qd
(8)
Apabila ditinjau tabung pipa terdiri dari sejumlah tabung dan dibatasi oleh
tampang 1 dan 2, maka :
F = Q v2 Q v1
ISBN 978-602-19655-5-9
(9)
Hal. 123
P1
1
1
v1 2 gh1 P2 v 2 2 gh2
2
2
Karena reservoar dan katup limbah dalam keadaan kontak dengan udara maka P1 dan
P2 sama, maka dapat diketahui berapa besar kecepatan aliran di katup limbah.
gh1
1
v 2 2
2
v 2 2gh1
(13)
Sedangkan persamaan Bernoulli untuk keadaan katup limbah tertutup sebagai berikut:
P1
1
1
v1 2 gh1 P2 v 2 2 gh2
2
2
P1 gh1 P2
(14)
Q
q
(15)
volume hasil
t
(16)
qh
Q q H
(17)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 124
Volume air limbah ditentukan sebesar 1500 cm3, t adalah waktu yang
dibutuhkan hingga volum limbah sebesar 1500 cm3, T adalah perioda ketukan. H
adalah ketinggian reservoir dari permukaan tanah (cm), h ketinggian bak penampung
dari permukaan tanah (cm), Q debit limbah (mL/s), q debit hasil (mL/s), dan A efisiensi
pompa hidram menurut DAubuisson (%).
Metodologi Penelitian
a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilakukan di Basic Science Centre A Institut Teknologi Bandung pada
bulan November 2013 selama + 3 minggu dengan menggunakan metode eksperimen.
Penelitian ini meliputi perancangan, pembuatan dan pengambilan data dengan
memvariasikan ketinggian katup limbah dan jarak antar katup.
b. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian pembuatan pompa hidram dilakukan dengan menyusun
peralatan seperti gambar berikut :
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 125
dalam pipa masukan kontinyu; 6) Stop kran merupakan bagian pada pompa hidram
yang berfungsi untuk membuka atau menutup aliran air yang menuju pipa masukkan;
7) Pipa penghantar merupakan pipa yang berfungsi untuk menghantarkan air menuju
bak penampung; dan 8) Bak penampung merupakan bak tempat menampung air yang
keluar dari pipa masukan.
Secara umum prinsip kerja pompa hidram dapat dilihat pada poin-poin berikut:
1) Siklus I yakni air mengalir dari reservoar melalui pipa masukan menuju pompa
hidram. Seiring bertambahnya volume air yang masuk ke dalam pompa hidram katup
limbah tertutup secara mendadak dan menciptakan tekanan balik dalam pipa
masukan; 2) Siklus II yakni saat tekanan pada pipa masukan diteruskan ke segala
arah dan menyebabkan katup penghantar terbuka dan air terdorong dari pipa masukan
masuk ke dalam tabung udara (air chamber); 3) Siklus III yakni pada saat udara
tertekan oleh air yang masuk dari pipa masukan sehingga volumenya terkompres
mengecil. Tekanan udara dalam tabung udara meningkat. Pada saat tekanan dalam
tabung udara lebih tinggi dari tekanan udara luar, udara mulai menekan balik air
sehingga katup penghantar tertutup dan air dalam tabung udara naik melalui pipa
penghantar ke dalam bak penampung; dan 4) Siklus IV yakni saat tekanan udara pada
pipa masukan mengecil dan menyebabkan katup limbah kembali terbuka. Kemudian
siklus periodik pompa hidram berulang kembali dari siklus pertama.
Hasil dan Diskusi
Dari penelitian ini diperoleh nilai efisiensi yang berbeda untuk masing-masing
ketinggian katup limbah dan jarak antar katup. Adapun dalam penelitian yang
dilakukan, instalasi dari pompa hidram terdiri dari :
1. Pipa masukan dengan diameter inch dan panjang 3 meter.
2. Pipa penghantar dengan diameter 0,5 cm dan panjang 5 meter.
3. Katup penghantar dan katup limbah dengan diameter inch.
4. Ketinggian reservoir 143 cm.
5. Ketinggian bak penampung 335.5 cm.
6. Tabung udara dengan volume 1300 cm3.
7. Stop kran dengan diameter inch.
8. Ketinggian katup penghantar 16,7 cm.
Berikut data debit hasil, debit limbah, dan efisiensi yang diperoleh untuk 3
variasi ketinggian katup limbah.
Table 1. Data efisiensi terhadap ketinggian katup limbah
hKL
(cm)
7.7
10.6
16.7
18.5
20.4
ISBN 978-602-19655-5-9
dAK
(cm)
9
9
9
9
9
q
(mL/s)
3.269
2.746
2.352
1.722
1.232
Q
(mL/s)
42.578
53.173
41.785
62.070
61.393
T
(s)
2.16
1.87
1.66
2.28
2.54
A
(%)
10.1
11.5
12.5
6.3
2.3
Hal. 126
dAK
(cm)
q
(mL/s)
Q
(mL/s)
T
(s)
A
(%)
16.7
16.7
16.7
16.7
16.7
5
7
9
12
15
1.848
2.085
2.352
1.531
1.154
56.858
52.791
41.785
58.096
60.343
2.12
1.90
1.66
2.25
2.46
6.7
8.9
12.5
6.0
3.2
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 127
dengan jarak antar katup 9 cm. Saat ketinggian katup limbah dibuat lebih rendah dari
katup penghantar, diperlukan pancingan manual sebanyak kurang lebih 20 kali sampai
akhirnya pompa hidram berfungsi dan menghasilkan siklus lengkap. Saat ketinggian
katup limbah sejajar dengan katup penghantar, pompa dapat beroperasi tanpa
pancingan manual. Begitu juga ketika katup limbah lebih tinggi dari katup penghantar,
pompa beroperasi tanpa pancingan awal. Dari kedua table, dapat dilihat suatu pola,
jika frekuensi ketukan pompa semakin besar periode ketukan, semakin kecil efisiensi
pompa hidram.
Kesimpulan
Pompa hidram merupakan alat alternatif yang dapat digunakan untuk
menaikkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi. Keunggulan pompa ini
adalah tidak memerlukan listrik dan bahan bakar dalam pengoperasiannya.
Dari hasil eksperimen diperoleh beberapa kesimpulan mengenai hubungan
ketinggian katup limbah dan jarak antar katup terhadap efisiensi pompa hidram,
diantaranya tidak ditemukan hubungan linier antara ketinggian katup limbah dan jarak
antar katup terhadap efisiensi pompa hidram. Didapatkan pola periode ketukan, jika
periode ketukan membesar maka nilai efiensi pompa menurun, akibat dari jumlah air
yang terbuang pada saat katup limbah bertambah banyak karena waktu buka katup
semakin lama. Terdapat nilai optimum untuk ketinggian katup limbah serta jarak antar
katup. Didapatkan efisiensi maksimum terjadi saat tinggi katup limbah 16,7 cm dan
jarak antar katup 9 cm. Pada saat nilai tinggi katup limbah dan jarak antar katup
optimum, efisiensinya yaitu 12,5%.
Referensi
[1] [1] Cahyanta, Y. A. dan Indrawan. (1996). Studi Terhadap Prestasi Pompa
Hydraulic Ram Dengan Variasi Beban Katup Limbah. Jurnal Ilmiah Teknik
Mesin, Cakram.
[2] [2] Shu San, G. dan Santoso, G. (2002). Studi Karakteristik Tabung Udara dan
Beban Katub Limbah Terhadap Efisiensi Pompa Hydraulic Ram. Jurnal Teknik
Mesin, Universitas Kristen Petra, Surabaya.
[3] [3] Suarda, M. dan Wirawan, IGK. (2008). Kajian Eksperimental Pengaruh
Tabung Udara Pada Head Tekanan Pompa Hydram. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin,
Universitas Udayana, Bali.
[4] [4] Wahyudi, S. I. dan Fachrudin, F. (2008). Korelasi Tekanan dan Debit Air
Pompa Hidram Sebagai Teknologi Pompa Tanpa Bahan Bakar Minyak. Jurnal
Ilmiah Teknik Sipil, Universitas Sultan Agung, Semarang.
[5] [7] Serway A dan Jewett J., Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi 6, Salemba
Teknika, Jakarta, 2009
[6] [8] Suroso, Dwi P dan Yordan K, Pembuatan dan Karakterisasi Pompa Hidrolik
Pada Ketinggian Sumber 1,6 meter Seminar Nasional VIII SDM Teknologi Nuklir,
Yogyakarta, 31 Oktober 2012
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 128
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 129
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 130
lingkungan formal, dalam hal ini sekolah maka gurulah yang harus memberikan
stimulus kepada siswa untuk belajar memecahkan berbagai persoalan sederhana
melalui proses pembelajaran yang bermakna. Guru sendiri harus memiliki kemampuan
dan pangalaman yang memadai untuk dapat melakukan proses pembelajaran yang
diharapkan. Ini berarti proses pendidikan bagi calon guru juga berperan penting dalam
melatihkan keterampilan pemecahan masalah.
Istilah keterampilan dalam konteks keterampilan berpikir reflektif memiliki makna
suatu kecakapan yang dapat ditularkan melalui proses berlatih. Artinya keterampilan
ini berpeluang untuk dapat dilatihkan kepada siapa saja sesuai dengan tingkat berpikir
mereka. Selama ini pola pemecahan masalah terutama soal-soal matematika dan
sains dilakukan dengan tahapan 2D-J yaitu diketahui, ditanyakan, dan jawab dan telah
menjadi suatu pola umum yang digunakan. Keterampilan pemecahan masalah dengan
pola ini telah dilatihkan oleh guru selama bertahun-tahun mulai dari bangku sekolah
dasar hingga sekolah menengah, sehingga wajar jika pola ini begitu melekat pada diri
siswa. Namun pada kenyataannya, dengan pola ini siswa masih sangat jarang
melakukan evaluasi terhadap hasil pemecahan masalahnya, mereka sudah cukup
puas dengan hasil kerjanya tanpa melakukan konfirmasi ulang terhadap perolehannya
[3,4].
Rodgers [5] telah mengupas dengan sangat dalam pemikiran Dewey tentang
keterampilan berpikir reflektif. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa berpikir reflektif
harus memenuhi empat kriteria yaitu bahwa (1) Refleksi merupakan proses yang
bermakna yang membawa seseorang berpindah dari satu pengalaman ke pengalaman
lain dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan satu pengalaman
kepada pengalaman berikutnya; (2) Refleksi merupakan proses berpikir yang
sistematik, teliti, dan disiplin yang berakar pada inkuiri ilmiah; (3) Refleksi harus terjadi
dalam suatu komunitas dengan cara berinteraksi dengan orang lain; dan (4) Refleksi
mensyaratkan sikap menghargai perkembangan personal dan intelektual diri dan
orang lain. Nampak bahwa apabila nilai-nilai positif yang tercermin dari keterampilan
berpikir reflektif ini diterapkan dalam pendidikan calon guru maka secara bertahap
akan membentuk sikap positif seperti di atas yang akan berimbas pada siswa yang
kelak diampunya.
Wulan [6] menyatakan bahwa keterampilan berpikir reflektif sejatinya
merupakan irisan dari keterampilan berpikir kritis dan kreatif dan masuk pada tataran
keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi dalam ranah
berpikir Bloom. Kenyataannya, para guru masih mengalami kendala untuk dapat
menerapkan ranah berpikir tingkat tinggi di sekolah mereka [7,8,9,10]. Di lain sisi jika
keterampilan berpikir reflektif ini diimplementasikan dalam program perkuliahan maka
tiga keterampilan berikir yaitu keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan keterampilan
berpikir tingkat tinggi dapat sekaligus dilatihkan. Ini berarti ada pekerjaan rumah yang
harus diselesaikan di perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan calon guru untuk
mengatasinya. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lanjut tentang pada tataran
mana sesungguhnya level keterampilan berpikir reflektif ini sudah dilatihkan di dalam
perkuliahan sehingga dapat dirumuskan pola pembelajaran yang sesuai untuk
melatihkan keterampilan berpikir reflektif ini kepada calon guru.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 131
Metode
Data penelitian ini diperoleh dengan melakukan analisis deskriptif terhadap hasil
ujian akhir semester mata kuliah fisika matematika 1 dari 40 mahasiswa pendidikan
fisika semester 2 pada suatu perguruan tinggi negeri di Semarang. Pemilihan mata
kuliah ini didasarkan pada pemikiran bahwa mata kuliah ini sarat dengan peluang
dilaksanakannya latihan pemecahan masalah sehingga dapat dilakukan identifikasi
level keterampilan berpikir reflektif mereka pada kemampuan memecahkan masalah.
Analisis yang dilakukan meliputi ketuntasan pemecahan soal, prioritas penyelesaikan
masalah, kebenaran solusi, dan pola pemecahan masalah. Dengan menggunakan
perhitungan statistik product moment coefficient correlation diperoleh gambaran
tentang level keterampilan berpikir reflektif mahasiswa calon guru fisika dalam
pemecahan masalah fisika matematika I.
Hasil dan diskusi
1. Analisis keterampilan mahasiswa dalam mengenali masalah
Materi yang diujikan pada ujian akhir semester fisika matematika 1 meliputi:
deret tak hingga, matrik dan vektor, persamaan parametrik dan non parametrik
(PPNP), persamaan bidang, integral lipat, deret Fourier, dan persamaan diferensial
biasa (PDB). Urutan materi yang diujikan sama dengan urutan nomor soal, soal nomor
1 materi yang diujikan adalah deret tak hingga, soal nomor 2 tentang matrik dan
vektor, dan seterusnya. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh
informasi yang tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1.
prioritas.
Materi yang
diujikan
deret tak hingga
0,35
26
0,55
PPNP
24
0,62
persamaan bidang
22
0,38
integral lipat
21
0,25
deret Fourier
21
0,06
PDB
25
0,18
IK
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 132
Rerata skor soal nomor 1 sampai nomor 4 adalah 2,18 dari skala 4 dan rerata skor
soal nomor 5 sampai nomor 7 adalah 0,49 dari skala 3. Dari analisis ini dapat
disimpulkan bahwa mahasiswa sudah mengenali dengan cukup baik masalah yang
terepresentasi dari masing-masing jenis soal terlihat dari perolehan skor yang cukup
baik pada soal mudah yang dikerjakan sebagai prioriras utama penyelesaian soal.
Namun masih perlu penguatan pada soal kategori sukar karena skornya masih cukup
jauh dari skor maksimal.
95
90
88
88
83
80
68
70
65
% merumuskan masalah
60
50
40
30
25
30
20
10
10 8
10
5 8
3
10
3
= tidak selesai
Dari ketujuh soal tersebut, soal nomor 6 yaitu materi deret Fourier merupakan
soal yang paling banyak tidak selesai dikerjakan. Soal nomor 6 ini dikerjakan oleh
mahasiswa dengan lebih detail, namun tidak sesuai yang diharapkan. Jadi perlu ada
penguatan kembali tentang prosedur pemecahan masalah deret Fourier yang lebih
sederhana. Adapun soal nomor 7 merupakan soal yang paling banyak tidak dikerjakan
oleh mahasiswa karena mahasiswa sudah menghabiskan waktu untuk menyelesaikan
soal nomor 6.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 133
Skorratarata
jawaban
Pola penyelesaian masalah yang muncul bersadarkan enam pola yang telah
ditemukan adalah seperti pada Gambar 2 berikut.
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2,5
2,125
1
PolaA
PolaC
PolaD
PolaE
Polapemecahanmasalah
Gambar 2. Pola penyelesaian masalah berdasarkan temuan penelitian sebelumnya
[11].
Pola A, C, dan D yang menganut 2D-J ternyata masih ada sampai tingkat
perguruan tinggi. Adapun pola E sudah terbebas dari 2D-J memperoleh skor tertinggi,
sedang pola penyelesaian dengan konfirmasi (pola B dan pola F) belum muncul.
Terdapat hubungan dengan korelasi yang sangat kuat [12] yaitu r = 0,939 antara pola
pemecahan soal dengan rata-rata perolehan skor (skor maksimum 7). Saat ini, pola E
terbukti merupakan pola yang paling cocok untuk menyelesaikan soal-soal tersebut,
namun perlu digali korelasi ini untuk pola B dan pola F.
4. Analisis keterampilan mengembangkan ide untuk memecahkan masalah
Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh dosen diperoleh informasi
bahwa persentase terbesar mahasiswa memberikan jawaban yang benar adalah pada
soal nomor 3 yaitu sebesar 63%. Pada soal ketiga ini terdapat empat macam alternatif
pemecahan jawaban seperti Gambar 3. Gambar 3 b), c), dan d) adalah alternatif
jawaban dari jawaban yang standar a) yang terdapat pada buku pegangan mahasiswa.
Jawaban a) dikerjakan oleh 21 orang mahasiswa, jawaban c) dikerjakan oleh 2 orang
mahasiswa, sedang jawaban b) dan d) dikerjakan masing-masing oleh 1 orang
mahasiswa. Nampak bahwa mahasiswa mulai berpikir secara divergen dalam
pemecahan masalah. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa sudah
mampu mengembangkan ide (berpikir divergen) dalam menyelesaikan masalah,
meskipun persentasenya masih relatif kecil.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 134
(a)
(b)
(c)
(d)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 135
[6] Wulan, A.R. Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif. Disampaikan dalam
perkuliahan Evaluasi Pembelajaran IPA di Sekolah Pasca Sarjana UPI tanggal 12
April 2013.
[7] Choy, S.C., Oo, P.S. Reflective Thinking and Teaching Practice: A Precursor for
Incorporating Critical Thinking into the Classroom. International Journal of
Instruction: 2002. 5 (1); 167:182.
[8] [8] Planinic, M. at.al. Comparison of Student Understanding of Line Graph Slope
in Physics and Mathematics. IJSE: 2012.
[9] Arslan, A. S., Arslan S. Mathematical models in physics: A study with prospective
physics teacher. Scientific Research and Essays: 2010. 5 (7); 634:640.
[10] Taar, M. F. What part of the concept of acceleration is difficult to understand: the
mathematics, the physics, or both? ZDM Math. Educ.: 2010. 42; 469:482.
[11] Ellianawati, Rusdiana, D., Sabandar, J. Reflective Thinking Skills in Prospective
Physics Teachers. Diseminarkan dalam forum MSCEIS 2013 tanggal 19 Oktober
2013 di UPI Bandung.
[12] Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta; 2012.
[13] Tyre M.J., Eppinger S.D., Csizinszky, E.M.H. Systematic versus Intuitive Problem
Solving on the Shop Floor: Does it Matter? Massachusetts Institute of Technology
Sloan School of Management Working Paper No. 3716, November, 1995.
Tersedia
di
http://web.mit.edu/eppinger/www/pdf/Tyre_SloanWP3716_Nov1995.pdf. (Diakses
tanggal 09 Desember 2013).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 136
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 137
tekanan darah tinggi dapat menjadi penyebab penyakit jantung koroner, tingginya
kadar kolesterol trigliserida, serum total kolesterol dan LDL yang memungkinkan
teserang penyakit jantung koroner (PJK) dan aterosklerosis [2]
Salah satu tanaman obat yang memiliki pontensi sebagai pengobatan dalam
menurunkan kadar kolesterol dalam darah, yaitu: daun salam (Syzygium polyanthum).
Kusuma et al., (2011) melaporkan bahwa didalam ekstrak daun salam memiliki
kandungan seperti: senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, steroid, triterpenoid, dan
saponin yang memiliki fungsi untuk menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh [3].
Selain itu, daun salam memiliki beberapa kandungan vitamin, diantaranya: vitamin A,
vitamin C, dan vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan [4]. Daun salam adalah
tanaman herbal yang tersebar luas di Asia Tenggara salah satu yang banyak dijumpai
dengan mudah adalah Indonesia. Daun salam juga digunakan sebagai tanaman herbal
dan farmakologi dalam mengobati beberapa penyakit seperti kolesterol tinggi, diare,
diabetes mellitus, menurunkan kadar kolesterol LDL, dan meningkatkan kadar
kolesterol HDL [5]. Flavonoid adalah senyawa antioksidan polifenol alami, yang
termasuk dalam kandungan flavonoid adalah flavonoid kuersetin [6]. Flavonoid
bekerja menurunkan kadar kolesterol dari dalam darah dengan menghambat kerja
enzim 3-hidroksi 3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase) [7].
Metode Penelitian
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah laki-laki usia 45-60 tahun yang memiliki
kadar kolesterol total diatas 200 mg/dL. Jumlah sampel yang menjadi koresponden
dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang menderita hiperkolesterolemia. Sampel
ini dibuat dengan teknik purposive sampling yaitu sampel ditentukan sesuai dengan
tujuan penelitian.
Eksperimen
Pertama, dalam mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian.
Penelti mencari sampel yang sesuia dengan kriteria penelitian, yaitu: laki-laki usia 4560 tahun yang kadar kolesterol total di atas 200 mg/dL. Peneliti terlebih dahulu
mengecek kadar kolesterol total sampel dengan menggunakan alat Easy Touch GCU.
Setelah mengetahui hasil kadar kolesterol total sampel diatas 200 mg/dL, sampel
ditimbang berat badan kemudian menandatangani surat persetujuan (informed
consent) yang isi didalamnya menjelaskan tentang informasi penelitian, efek samping
yang mungkin dapat terjadi selama mengonsumsi air rebusan daun salam. Seluruh
sampel ditempatkan didalam satu rumah dan pola makan untuk sampel di sama
ratakan.
Air Rebusan Daun Salam
Material yang digunakan dalam penelitian ini daun salam (Syzygium
polyanthum). Daun salam (Syzygium polyanthum) dipilih hanya daun segar yang muda
dan hijau. Dicuci bersih di air mengalir sesudah itu, daun salam dihitung dan ditimbang
sesuai dosis daun salam yaitu: 0,36 g/KgBB. Dosis ini didapat dari penelitian
sebelumnya dengan hasil konversi dosis dari tikus jantan Galuh Wistar ke manusia.
Kemudian masukkan air dalam panci yang pertama untuk direbus hingga mendidih.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 138
Setelah itu, masukkan panci yang kedua lalu ditambah dengan air
1000 liter,
panaskan hingga mencapai titik didih 90 derajat celcius. Setelal air dalam panci yang
kedua mendidih, masukkan daun salam yang sudah ditimbang ke dalam panci yang
kedua. Direbus selama 15 menit dengan titik didih 90 derajat celcius. Kemudian air
rebusan daun salam dinginkan. Setelah itu, diukur dengan menggunakan gelas ukur
sesuai dengan takaran dosis masing-masing yang sudah dihitung sebelumnya.
Kemudian air rebusan daun salam ditambah dengan air bersih hingga mencapai 100
cc sehingga setiap sampel mengonsumsi air rebusan daun salam 100 cc setiap pagi
selama 14 hari.
Terapi Air rebusan Daun Salam
Seluruh sampel dalam penelitian ini ditempatkan di dalam satu rumah dan pola
makan yang sama selama tujuh hari. Selama tujuh hari, sampel akan diberi air
rebusan daun salam setiap hari satu kali sehari diminum di pagi hari oleh sampel.
Pada hari keempat belas pengukuran kembali kadar kolesterol total darah setelah
berpuasa selama 9 jam.
Senyawa flavonoid yang terdapat didalam daun salam memiliki kandungan yang
dapat menghambat enzim HMG-CoA reduktase sehingga pada sintesis kolesterol
menjadi menurun sehingga mengakibatkan kadar kolesterol darah menurun (Chen et
al., 2001) [11]. Saponin (triterpenoid) dapat membentuk ikatan kompleks yang tidak
larut dengan kolesterol yang berasal dari makanan dan berikatan dengan asam
empedu membentuk micelles, meningkatkan pengikatan kolesterol oleh serat sehingga
kolesterol tidak dapat diserap oleh usus. Kandungan niasin dapat memperbaiki kadar
kolesterol dalam tubuh. Adam (2004) melaporkan bahwa serat dalam terkandung
dalam daun salam bermanfaat untuk menghambat absorbsi kolesterol di usus
sehingga memiliki potensi menurunkan kadar kolesterol total dalam tubuh [13].
Pengukuran Kadar Kolesterol
Pengukuran kadar kolesterol dilakukan dengan menggunakan alat Easy Touch
GCU. Pengukuran dilakukan diujung jari manis tangan kiri sampel. Dengan cara
mempersiapkan alat cek kolesterol, yaitu: menghidupkan alat kolesterol sampai
muncul gambar tetesan darah didalam alat, dan menyambungkan strip kolesterol pada
alat kolesterol yang sudah menyala, disamping itu, menyiapkan jarum yang sudah di
pasangkan di alat pencil. Kemudian jari manis sampel dibersihkan dengan
menggunakan alcohol swab dengan cara membersihkan melingkar dari arah dalam ke
luar. Setelah dibersihkan, jari manis sampel di tusuk, sampai mengeluarkan darah.
Darah sampel kemudian di masukkan ke dalam strip kolesterol. Lalu ditutup kembali
dengan menggunakan alcohol swab diluka jari manis tangan kiri sampel. Tunggu
selama 150 detik hingga hasil kolesterol total darah sampel muncul. Sehingga hasil
kadar kolesterol total darah sampel diketahui, kemudian dicatat sesuai dengan kriteria
penelitian.
Analisis Statistik
Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data rata-rata kolesterol
sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu dilakukan uji normalitas dari
data kadar kolesterol total darah sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Dari hasil
uji normalitas data berdistribusi tidak normal. Setelah uji normalitas perhitungan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 139
Kadar_Kolesterol_Total_S
esudah_Perlakuan
10
0
219.20
5.756
18.201
331.289
2.282
10
0
168.50
6.412
20.277
411.167
-.482
.687
.687
Kurtosis
6.378
-.863
1334
1.334
Minimum
200
135
Maximum
267
197
Deskripsi Statistik
N
Valid
Missing
Mean
Std. Error of Mean
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of
Skewness
Kemudian dari data tersebut diuji normalitas. Dengan bentuk hipotesis jika Sig.
maka data berdistribusi normal [10]. Berdasarkan tabel 2 uji normalitas sebelum
perlakuan sig.=.002 artinya Sig. < sehingga data dinyatakan berdistribusi tidak
normal. Karena data berdistribusi tidak normal, maka uji yang digunakan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan daun salam (syzygium polyanthum)
untuk menurunkan kadar kolesterol total adalah uji Wilxocon Signed Rank. Bentuk
hipotesis untuk uji Wilxocon Signed Rank adalah Ho: penggunaan daun salam
(syzygium polyanthum) memberikan pengaruh yang baik dalam menurunkan kadar
kolesterol total darah
Tabel 2. Uji Normalitas Data Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
Test Of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
Df
Sig.
Kadar_Kolesterol_Total_
.339
10
.002
Sebelum_Perlakuan
Kadar_Kolesterol_Total_
.210
10
.200*
Sesudah_Perlakuan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 140
Tabel 3. Uji Pengaruh Nilai Rata-Rata Kolesterol Total Sebelum Dan Sesudah
Perlakuan.
Rank
Kadar_Kolesterol_Total_
Sebelum_Perlakuan
Negative Rank
Positive Rank
Kadar_Kolesterol_Total_
Sesudah_Perlakuan
Ties
Total
N
10a
0b
Mean Rank
5.50
.00
Sum Of Rank
55.00
.00
0c
10
1. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan<Kadar_Kolesterol_Total_Sebelu
m_Perlakuan
2. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan>
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan
3. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan=
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan
Tabel 4. Hasil uji Wilxocon Signed Rank.
Test Statisticsb
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan
-2.803a
.005
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 141
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 142
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 143
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 144
Namun bagaimana pengaruh penyerapan dari Super Absorbent Polymer jika urin
mengandung glukosa belum diketahui.
Tujuan penelitian kali ini adalah untuk mengatahui pengaruh dari penyerapan
Super Absorbent Polymer terhadap urin yang mengandung glukosa. Sehingga dapat
dijadikan acuan deteksi dini terhadap terjadinya penyakit diabetes militus. Dengan
mengetahui diabetes militus lebih dini maka dapat dilakukan pengabotan dini yang
penting untuk mengurangi terjadinya gagal ginjal berat yang memerlukan dialisis, serta
menunda end stage renal disease dan dengan ini memperpanjang umur penderita [3].
Teori
Polimer yang digunakan untuk menyerap air memiliki sejarah yang panjang.
Penemuan polimer untuk menyerap cairan dapat dibedakan berdasarkan atas
kemampuan polimer dalam menyerap air. Mula-mula polimer pertama di buat dengan
bahan kertas (Whatman no 3 filter paper) memiliki kemampuan penyerapan sebesar
180% dari berat awal [4].
Kemampuan penyerapan kemudian meningkat ketika ditemukan tissue wajah,
dalam penelitian Zohuriaan-Mehr[4]. Disebutkan bahwa kemampuan tissue wajah
dalam menyerap cairan adalah sebesar 400% dari berat awal. Perkembangan
selanjutnya adalah polimer yang terbuat dari wood pulp fluff, dengan kemampuan
1200% dari masa awal. Kemudian di susul oleh bola kapas yang memiliki kemampuan
1890%. Kemampuan penyerapan terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat hingga ditemukan Super Absorbent Plymer.
Super Absorbent Polymer merupakan bahan polymer yang dapat menyerap air.
Senyawa polymer tersebut terdiri dari COO-, Na+ dan COOH. Kemudian bebereapa
molekul tersebut membentuk suatu senyawa Polymer [5]. Polymer yang terdiri dari
bebereapa senyawa tersebut memiliki kemampuan menyerap air dengan mematuhi
aturan Osmosis.
Proses penyerapan dikarenakan adanya kadar Natrium di dalam Polymer.
Sehingga sesuai dengan aturan Osmosis yaitu air yang memiliki kadar garam lebih
kecil dibanding kadar garam di dalam Polymer menyerap kedalam membran
permeable COOH [6].
Setelah cairan diserap kedalam Polymer, lapisan permeabel berubah menjadi
membran hydrophilic sehingga air yang telah beara didalam membran terkunci
didalam membran [5]. Proses tersebut berlanjut hingga kapasitas penyerapan
mencapai maksimum, sehingga air tak lagi dapat diserap oleh polymer. Gambar 1
menunjukkan susunan kimia dari Super Absorbent Polymer.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 145
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 146
Larutan yang diserap oleh Super Absorbent Polymer akan berbentuk gel.
Langkah selanjut-nya adalah memisahkan gel yang telah terbentuk dengan air sisa
yang tidak terserap. Kemudian gel yang terbentuk ditimbang untuk mengetahui berat
maksimum dari cairan yang dapat diserap. Selain itu untuk dilakukan pula pengukuran
terhadap volume larutan yang tidak terserap.
Dua macam pengukuran tersebut dilakukan untuk mengetahui kemampuan
penyerapan cairan oleh Super Absorbent Polymer, Penimbangan dimaksudkan untuk
memperoleh nilai perubahan masa Super Absorbent Polymer stelah menyerap larutan.
Sedangkan pengukuran volume bertujuan untuk mengetahui sisa cairan. Pengukuran
sisa cairan diperlukan karena masing-masing larutan memiliki kerapatan gula yang
berbeda. Sehingga sisa larutan seharusnya dapat digunakan untuk mengamati
persentase larutan yang tak terserap.
Kadar gula yang digunakan kemudian dibandingkan dengan kondisi kadar gula
dalam cairan urin untuk beberapa macam pasien diabetes.
Hasil perbandingan digunakan untuk justifikasi apakah Super Absorbent
Polymer dapat digunakan sebagai kandidat peringatan dini untuk deteksi penderita
diabetes. Jika mungkin, maka teknis yang digunakan adalah dengan membandingkan
berat awal dari popok dengan berat akhir ketika popok sudah tak dapat menyerap
cairan.
Hasil dan diskusi
Batasan waktu penyerapan diberikan agar didapatkan hasil yang relevan. Setiap
sample diberikan waktu penyerapan selama 1 menit. Perhitungan waktu dimulai sejak
dicampur-kannya larutan dengan Super Absorbent Polymer dan pada saat waktu
menunjukkan satu menit larutan dipisahkan.
Setalah percobaan dilakukan maka dida-patkan hasil pengukuran yang
menunjukkan perubahan berat gel. Perubahan ini diakibatkan adanya perbedaaan
kadar gula didalam larutan. Data percobaan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data hasil pengukuran penyerapan larutan terhadap Super Absorbent
Polymer.
Berat
Polymer (gr)
1
1
1
1
1
1
Kadar Gula
(%)
0
10
20
30
40
50
Berat Gel
(gr)
70
67.5
49.9
47.8
41
39.6
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 147
tersendiri, karena bahan ini diperoleh dari popok yang ada di pasaran. Dan tidak ada
data mengenai bahan serta type polymer yang digunakan.
Dari data yang didapat, diketahui bahwa jika air murni dengan kadar gula 0%
yang diserap, kapasitas penyerapan adalah 70 kali dari massa awal. Nilai ini dijadikan
patokan sebagai pembanding untuk larutan dengan kadar gula yang lebih besar.
Peningkatan kadar gula dalam larutan mengakibatkan volume larutan yang
diserap pun berubah. Semakin besar kadar gula ternyata volume larutan yang terserap
dan berubah menjadi gel lebih sedikit. Sisa volume dari hasil penyerapan larutan
berdasarkan kadar gulanya dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2, Sisa volume dari larutan yang telah terserap oleh Super Absorbent Polymer.
Dari data-data tersebut, menunjukkan bahwa jika kadar gula di tambah,
kapasitas penyerapan cairan pun berkurang. Semakin besar kadar gula dalam larutan
volume larutan setelah penyerapan pun lebih banyak. Peru-bahan daya serap ini dapat
dijadikan acuan untuk mengetahui tingkat kadar gula dalam larutan. Semakin banyak
kadar gula dalam cairan, maka kemampuan penyerapan Super Absorbent Polymer
semakin berkurang.
Pengurangan kapasitas penyerapan ini diperngaruhi penambahan gula dalam
larutan. Penambahan gula menjadikan air lebih pekat. Karena cara kerja penyerapan
oleh Super Absorbent Polymer sama seperti cara kerja osmosis, jadi sangat wajar jika
pengurangan daya serap terjadi. Proses osmosis dapat terjadi bila selisih dari
kepekatan cairan tinggi. Semakin encer cairan, maka semakin cepat pula cairan
terserap dalam selaput semi permeabel.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa semakin besar kadar gula dalam
larutan maka kapasitas penyerapan dari Super Absorbent Polymer menjadi berkurang.
Peru-bahan tingkat penyerapan berbanding terbalik terhadap kadar gula dalam larutan.
Sehingga dengan mengetahui perubahan penyerapan dari popok terhadap urin, maka
dapat dijadikan sebagai deteksi dini terhadap gejala diabetes bagi balita.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 148
Referensi
[1] Report of WHO Consultation, Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus and its Complications, Geneva. World Health Organization, 1999, p. 4
[2] Indra Kurniawan, Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut, Majalah Kedokteran
Indonesia Volume 60, Ikatan Dokter Indonesia, 2010, p. 584
[3] Heriyannis Homenta, Diabetes Militus Tipe I, Program Pasca Sarjana Ilmu
Biomedik, 2012.
[4] Iranian Polymer Journal 17(6), 2008, 451-477
[5] Super Absorbent Polymer, The Water CAMPWS Center for Advance Materials for
purification of Water with Systems, University of Illionis.
[6] Nonwovens Containing Immobilized Superabsorbent Polymer Particles, 2003,
Darryl L. Whitmore, BASF Corp., Portsmouth, Virginia.
[7] Materials 2009, 2, 353373; doi: 10.3390/ma 2020353
[8] Kontributor Biomedika, Pemerikasaan Kimi Klinik, Biomedika, URL
http://biomedika. co.id/v2/services/laboratorium/33/pemeriksaan-kimia-klinik.html
[diakses 2 Februari 2013]
Enggar Alfianto
Program Studi Sains Komputasi FMIPA ITB
Email: aenggar@students.itb.ac.id
Faiz Jazuli Nor
Program Studi Sains Komputasi FMIPA ITB
faiz@cphys.fi.itb.ac.id
Suprijadi
Kelompok Keilmuan Fisika Teori Energi Tinggi dan Instrumentasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
e-mail : supri@fi.itb.ac.id
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 149
Pendahuluan
Pada penelitian ini dilakukan kajian data anomali medan gaya berat Bouguer
dengan menggunakan analisis filter, spektrum, dan gradien yang bertujuan untuk
memperkirakan kedalaman area residual (dangkal) dan regional (dalam) serta
melakukan interpretasi dasar daerah panas bumi PH. Menurut penelitian sebelumnya,
telah dilakukan identifikasi prospek panas bumi dengan menggunakan metode fault
and fracture density untuk daerah PH [1].
Penelitian ini melakukan pendekatan metode yang berbeda yaitu dengan
metode anomali gaya berat untuk mengetahui bagaimana persebaran densitas di
bawah permukaan. Manfaat dari metode ini dapat menggambarkan dan
menginterpretasikan persebaran densitas sehingga memberikan informasi yang baru
untuk penyelidikan daerah panas bumi PH. Selain itu, dengan menggunakan metode
analisis spektrum dan filtering, bisa diperkirakan kedalaman daerah anomali dalam
(regional) dan dangkal (residual) yang menjadi acuan penting untuk penyelidikan
panas bumi yang biasanya terletak pada daerah dangkal (residual).
Teori
Analisis spektrum dilakukan untuk mengestimasi kedalaman sumber anomali,
baik yang bersifat dangkal (residual) maupun yang bersifat dalam (regional). Analisis
spektrum menggunakan prinsip transformasi Fourier dimana nilai CBA pada suatu
lintasan tertentu yang berdomain ruang ditransformasikan kedalam domain bilangan
gelombang.
Spektrum diturunkan dari potensial gaya berat yang teramati pada suatu bidang
horizontal dengan persamaan transformasi Fouriernya adalah
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 150
1
F U F ,
r
k z0 z '
e
1
F 2
k
r
(1)
(2)
Persamaan (2) dan (3) menyatakan bahwa (U) merupakan potensial gaya berat,
merupakan konstanta gaya berat, merupakan rapat massa anomali, dan r
merupakan jarak (meter) sehingga dari kedua persamaan diatas didapatkan
persamaan
F U 2
k zo z '
(3)
F g z 2 e
k z0 z '
(4)
(5)
A Ce
k zo z '
(6)
(7)
Nilai k yang didapatkan dari hasil perpotongan garis regional dan residual
disebut sebagai kcutoff. Nilai ini diambil sebagai penentu lebar jendela (n) yang berguna
untuk memisahkan anomali regional dan residual. Hubungan panjang gelombang ()
dengan bilangan gelombang (k) diperoleh dari persamaan
n.x .
ISBN 978-602-19655-5-9
(8)
(9)
Hal. 151
Lebar jendela (n) yang telah didapatkan akan digunakan dalam tahap
selanjutnya yaitu filter dengan metode moving average. Teknik ini pada dasarnya
merupakan perata-rataan data anomali gaya berat yang ada. Hasil pemfilteran
merupakan harga anomali regional sedangkan anomali residualnya didapat dengan
melakukan pengurangan nilai pengukuran dengan anomali regionalnya. Secara
matematis persamaan moving average untuk 1 dimensi adalah
Treg(i)
N mn ,
(10)
(11)
g g
HGg .
x y
2
(12)
VG g
g
.
z
(13)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 152
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 153
Dari grafik pada Gambar 2 dan Gambar 3 diatas, dapat dicari lebar jendela
(window) dan kedalaman bidang dangkal (residual) dan dalam (regional) dengan
menggunakan metode perata-rataan (moving average).
Tabel 1. Lebar jendela yang didapatkan dengan menggunakan metode moving
average.
Lintasan
kcutoff
interval
Window
0.006365
50
19.74194
0.006102
50
20.59259
Rata-rata
0.008225
16.87622
Gambar 4. Peta kontur regional hasil filtering dengan metode moving average.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 154
Gambar 5. Peta kontur residual hasil filtering dengan metode moving average.
Tabel 2. Nilai anomali gaya berat disetiap peta kontur.
Peta kontur
CBA
45 - 135
Regional
45 135
Residual
-6 5.5
Dari tabel 2, nilai anomali tinggi pada kontur CBA kemungkinan disebabkan oleh
pengaruh keberadaan batuan dasar di permukaan yang mempunyai kontras rapat
massa lebih tinggi dibandingkan dengan rapat massa batuan di sekitarnya. Hasil
gambaran pola CBA belum dapat menunjukkan pola kelurusan geologi secara jelas.
Untuk dapat melihat pola cekungan perlu dipisahkan menjadi anomali regional dan
anomali residual.
Peta anomali regional dapat dilihat pada Gambar 4. Nilai anomali rendah pada
kontur regional diperkirakan merefleksikan adanya batuan sedimen terlapukan atau
terubahkan dikedalaman dan anomali tinggi berada dibagian barat daya daerah PH
merefleksikan adanya batuan yang mempunyai densitas tinggi yang merupakan
batuan intrusi vulkanik ataupun plutonik yang tidak tersingkap kepermukaan.
Peta anomali residual dapat dilihat pada Gambar 5. Nilai anomali rendah pada
kontur residual memperlihatkan adanya batuan dengan kontras rapat massa yang
lebih rendah (batuan sedimen) yang kemungkinan sebagai cekungan sedimen dan
menempati daerah. Anomali tinggi kemungkinan disebabkan adanya intrusi batuan
yang bersifat masif di dekat permukaan.
Peta kontur gradien horizontal (Gambar 6) yang cenderung rendah
mengindikasikan bahwa tidak terdapat perubahan rapat massa dalam arah x dan y
sementara yang bernilai sedang menunjukkan adanya perubahan massa yang
mungkin disebabkan oleh adanya sesar/patahan atau struktur.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 155
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 156
Wahyu Srigutomo
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 157
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 158
matematika anak SMP hanya 1% [6], [7]. Sebuah penelitian melaporkan bahwa 1%
siswa yang akan belajar matematika, 29% siswa yang akan menggunakan matematika
dalam kehidupan mendatang, dan 70% siswa yang tidak akan pernah membutuhkan
matematika [8].
Model pembelajaran dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan
untuk menyelesaikan masalah dan menolong siswa menjadi lebih efektif dan kreatif
dalam belajar [6]. Itu sebabnya dibutuhkan suatu model pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis untuk siswa. Dalam
penelitian model yang diterapkan adalah model pembelajaran connecting, oraganizing,
reflecting, and extending (CORE) [11].
Teori
Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu proses
pemahaman dan resolusi masalah sehingga menghasilkan suatu hasil pembelajaran
yang baik [9]. Peningkatan akan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
dianggap sebagai salah satu solusi yang tepat untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa, mengembangkan keterampilan siswa, dan proses berpikir [8]. Terdapat empat
langkah pemecahan masalah: 1) Memahami masalah. Siswa dilatih memahami kondisi
soal atau masalah. 2) Merencanakan penyelesaian. Membuat rencana penyelesaian
masalah. 3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana. Melakukan perhitungan. 4)
Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah-langkah yang sudah
dilakukan [10].
Pembelajaran dengan model CORE terdiri dari empat tahap yang berkaitan
yang membuat siswa menjadi lebih aktif, kreatif, kritis, dan membangun ide sendiri
[11]. Tahap pertama adalah connecting dimana siswa akan menghubungkan
pengetahuan yang sudah pernah dipelajari dengan pengetahuan yang akan dipelajari.
Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa bukan hanya diperoleh dari guru saja, dapat
diperoleh dari diskusi dengan teman, membaca buku, dan mendengar [12]. Tahap
kedua adalah organizing yaitu siswa mengorganisir pengetahuan tersebut sehingga
membuat keterkaitan yang berguna untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan
pada kelompok diskusi [13]. Tahap yang ketiga adalah reflecting untuk meningkatkan
proses berpikir siswa yang dilakukan dengan cara menarik kesimpulan dan
mengerjakan soal berkelompok [14]. Dan tahap yang keempat adalah extending yaitu
melatih kemampuan berpikir siswa akan materi yang dipelajari dengan cara
memberikan soal-soal yang tingkat kesukarannya lebih tinggi dibanding soal-soal
sebelumnya secara individu sehingga memberi sebuah kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan apa yang telah dipelajari [15].
Desain eksperimen
Sampel penelitan adalah siswa SMP Negeri 1 Parongpong Bandung, 36 orang
adalah kelompok eksperimen dan 37 orang kelompok kontrol, pembagian sampel ini
dilakukan dengan teknik purposive sampling. Materi pembelajaran yang dipilih adalah
sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Instrumen yang digunakan untuk
mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa terdiri dari lima soal yang sudah
diuji kevaliditasnya. Soal-soal yang dibuat disesuaikan dengan standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis.
Instrumen tersebut diberikan kepada siswa sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 159
Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen
Mean
Pretest
7.931
Posttest
23.5862
Pretest
14.4138
Posttest
35.1034
0.54802
1.36233
0.79642
1.94654
Std. Deviation
2.95116
8.709
7.33639
53.823
4.28883
18.394
10.48245
109.882
Skewness
-0.366
-0.266
-0.359
0.93
0.434
-0.136
0.434
-0.42
0.434
-0.954
0.434
0.901
Minimum
0.845
2
0.845
10
0.845
6
0.845
16
Maximum
14
38
20
62
Variance
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
Dari data pretest dan posttest, dicari gain ternormalisasi untuk dapat menguji
normalitas distribusi data. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata gain ternormalisasi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 160
pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok konrtol. Jaraknya adalah
0.0715, gain ternormalisasi pada penelitian ini masih tergolong rendah.
Tabel 2. Deskriptif statistik gain ternormalisasi kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen.
Mean
Gain Ternormalisasi
Kel.
Kel.
Kontrol
Eksperimen
0.1704
0.2419
0.01324
0.02194
Std. Deviation
0.07132
0.11815
Variance
0.005
0.014
Skewness
-0.33
0.716
0.434
-0.22
0.434
0.161
0.845
0.845
Minimum
0.02
0.07
Maximum
0.31
0.54
Descriptive Statistics
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 161
df.
46.015
Gain
Sig. (2 Tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
0.008
-0.071563
0.02563
Kesimpulan
Mengacu pada data hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa model pembelajaran
connecting, organizing, reflecting, and extending (CORE) memberikan pengaruh yang
lebih baik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
SMP.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana yang diberikan untuk melaksanakan
penelitian ini dan kepada Universitas Advent Indonesia atas bantuan dana yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti seminar kontribusi fisika (SKF) 2013 sebagai
pembicara.
Referensi
[1] N. Sockalingam, J. Rotgans, and H. Schmidt, Assessing the Quality of Problems
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 162
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 163
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 164
digunakan sebagai anoda [5]. Pembuatan SnO2 dapat menggunakan teknik deposisi
yaitu sputtering, evaporasi termal, dan spray pyrolysis [6].
Dalam eksperimen ini dilakukan deposisi lapisan SnO2 dengan menggunakan
substrat silikon. Material Sn di tumbuhkan diatas silikon dengan proses evaporasi
termal dalam keadaan teroksidasi dengan suhu tertentu. Kemudian dilakukan
penumbuhan karbon dengan menggunakan DC Unbalanced magnetron sputtering
diatas lapisan SnO2 dengan variasi tertentu. Setelah itu, dikarakterisasi menggunakan
optical microskopi, XRD, Raman, dan FTIR spektra untuk mengetahui bentuk dan
keberadaan material yang telah ditumbuhkan.
Metode eksperimen
Pada mulanya, material Sn dimetalisasi dengan menggunakan evaporator
termal di atas substrat silikon dengan energy filamen sebesar 40 A dalam waktu 60
detik. Target yang digunakan untuk penumbuhan lapisan Sn memiliki impuritas
99.999% (tin wire). Setelah itu, lapisan Sn dioksidasi kering dalam keadaan suhu 225
0
C, dimana suhu tersebut adalah sekitar suhu titik leleh Sn. Oksigen dialirkan menuju
sampel selama 10 menit untuk membentuk lapisan tipis SnO2. Selanjutnya,
penumbuhan karbon diatas lapisan SnO2 dengan menggunakan sputtering. target
yang digunakan dalam proses ini ialah pelet yang terdiri dari 95% grafit dan 5% serbuk
besi. Proses sputtering dilakukan dengan variasi waktu 1 sampai 4 jam. Parameter
yang digunakan dalam proses sputtering yaitu aliran gas argon 100 sccm, suhu 300 0C,
tegangan 450 V, dan tekanan 4.6 x 10-1 Torr. Beberapa sampel dilakukan proses
annealing pada suhu 700 0C untuk stabilitas termal pada lapisan penyangga.
Hasil dan diskusi
Gambar 1. Citra hasil karakterisasi dengan menggunakan optical mikroskop C/SnO2 fungsi
dari waktu deposisi. (a) 1 jam, (b) 2 jam, (c) 3 jam, (d) 4 jam. SnO2 diannealing pada suhu
7000C
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 165
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 166
atau graphene [17]. Secara umum, ikatan D menunjukkan pinggiran dari struktur
graphene atau grafit. Intensitas yang lemah dari ikatan D bisa diinterpretasikan
sebagai pinggiran horizonta berbentuk zig-zag dari struktur graphene atau grafit.
Selain itu keberadaan ikatan D juga bisa diindikasikan kerusakan pada ujung material.
Kerusakan ini disebabkan oleh interaksi elektron atau ar+ dengan kisi material.
Interaksi ini biasa terjadi pada proses sputtering.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 167
(a)
(b)
(C)
Gambar 4. Citra dari hasil karakterisasi Fourier Transform InfraRed pada lapisan
C/SnO2 (a)1700-1750 cm-1, (b) 2300-2400 cm-1, dan (c) 2400-2500 cm-1.
Begitu juga dengan ikatan O-C-O dan O=C=O yang terletak pada nomor
gelombang 2360 dan 2408 cm-1. Kedua puncak ini juga meningkat seiring
bertambahnya waktu deposisi. Hasil dari FTIR ini juga mendukung dari hasil spektra
Raman akan keberadaan lapisan karbon yang telah ditumbuhkan.
Kesimpulan
Telah dideposisi lapisan karbon dengan lapisan SnO2 sebagai lapisan
penyangga dengan menggunakan DC unbalanced magnetron sputtering. Dari hasil
pengukuran, intensitas phonon yang melibatkan atom karbon meningkat dengan
penambahan waktu sputtering. Hal ini mengindikasikan bahwa ketebalan lapisan
karbon meningkat dengan meningkatnya waktu deposisi. Kami juga memperkirakan
lapisan yang tumbuh terdiri dari struktur grafit atau graphene dari hasil spektra Raman.
Diperkirakan kualitas lapisan karbon semakin baik seperti yang ditunjukkan hasil
pengukuran XRD dan FTIR. Struktur ini diharapkan dapat menjadi awal dalam
pembuatan devais elektronik berbasis lapisan karbon.
Ucapan terima kasih
Kami mengucapkan terima kasih kepada A. M. Ayu dan Dania Nurissa atas
bantuannya. Ekperimen ini didanai oleh pemerintah Indonesia melalui dana riset DIKTI.
Referensi
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 168
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
Heldi Alfiadi
Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
heldi.alfiadi@s.itb.ac.id
Mukhlis Achmad Zaelani
Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
mukhliszaelani@gmail.com
Yudi Darma*
Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
yudi@fi.itb.ac.id
* Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 169
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 170
pengganti kayu dapat dijadikan solusi alternatif dalam mengurangi kesenjangan yang
terjadi.Pengolahan TKKS menjadi material komposit pengganti kayu mulai diteliti.
Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki pengaruh penambahan nanopartikel
silika terhadap kuat tekan komposit dari limbah TKKS. Pembuatan komposit material
pengganti kayu biasanya dilakukan dengan mencampurkan polimer jenis tertentu dan
filler pada material mentah (dalam hal ini TKKS). Polimer secara umum mengacu
pada gabungan beberapa isomer. Isomer sendiri merupakan rangkaian ikatan kimiawi
dari beberapa unsur kimia yang memiliki formula sama [4]. Dalam penelitian ini,
polimer yang digunakan adalah polivinil asetat (PVAc). Secara fisis, campuran polimer
dan material mentah memiliki kekuatan tekan yang rendah. Peningkatan kekuatan
tekan dilakukan dengan menambahkan material lain sebagai filler [5]. Dalam penelitian
ini, filler yang akan diteliti adalah nanopartikel silika.
Penambahan nanopartikel silika sebagai filler telah dilakukan pada beberapa
penelitian sebelumnya. Masturi [6] menggunakan nanopartikel silika pada material
komposit dari limbah rumah tangga. Kumagai dan Sasaki [7] menggunakan
nanopartikel silika pada material komposit yang terbuat dari sekam padi. Penambahan
nanopartikel silika pada pembuatan komposit berbahan baku clay juga pernah
dilakukan [8], [9], [10].
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan metode hot-pressing
dan simple-mixing. Sampel TKKS diambil dari perkebunan kelapa sawit di daerah
Tanjung Siapi-api. Polimer PVAc komersial (FOXTM) digunakan sebagai bahan perekat
(adhesif) dan nanopartikel silika (dibeli dari Bratachem) digunakan sebagai filler.
TKKS dipotong sehingga berukuran sekitar 1 mm dan dihancurkan dengan
menggunakan mechanical blender. PVAc dengan massa spesifik dicampurkan dengan
15 mL air dan diaduk selama 20 menit dengan menggunakan magnetic stirrer. TKKS
kemudian dicampurkan dengan PVAc dan air dan campuran ini dikeringkan dalam
oven selama 20 menit. Campuran ini kemudian diletakkan dalam cetakan silinder.
Proses hot-pressing dilakukan dengan temperatur dan tekanan yang bervariasi.
Sampel yang telah dibuat memiliki ukuran diameter 25 mm dan tinggi 16 18 mm.
Fraksi massa optimum dari campuran TKKS dan PVAc digunakan untuk penambahan
nanopartikel silika.
Karakterisasi yang dilakukan meliputi pengujian kuat tekan komposit, SEM, dan
XRD. SEM digunakan untuk mengetahui ukuran nanopartikel silika. XRD digunakan
untuk mengetahui kristalinitas material yang digunakan.
Hasil dan Pembahasan
Pengujian Kuat Tekan Komposit Serta Variasi Temperatur dan Tekanan
Kuat tekan komposit berkaitan dengan celah yang ada pada rantai polimer dan
mobilitas partikel. PVAc memiliki rantai polimer fleksibel yang memiliki banyak celah
sebelum penambahan TKKS. Tanpa adanya penambahan apa pun, celah pada rantai
polimer memungkinkan partikel lebih mudah bergerak (mobile). TKKS yang
ditambahkan pada PVAc berikatan dengan rantai polimer sehingga mobilitas partikel
berkurang dan rantai polimer menjadi lebih padat. Hal ini menyebabkan kuat tekan
komposit meningkat.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 171
Fraksi massa optimum yang didapat dari pencampuran PVAc dan TKKS
kemudian digunakan pada penambahan nanopartikel silika. Fraksi massa optimum
dari campuran TKKS/PVAc/nanopartikel silika adalah 13 : 2 : 0,05 seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2. Kuat tekan sebesar 100,39 MPa didapatkan ketika
komposit mencapai fraksi massa optimum.
80,00
KekuatnTekan (Ma)
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
0,014
Gambar 1. Fraksi Massa Optimum dari Pencampuran TKKS, PVAc, dan Nanopartikel
Silika.
Penambahan nanopartikel silika mempengaruhi kuat tekan komposit. Polimer
memiliki kuat tekan yang lebih rendah daripada kuat tekan kayu, logam, dan keramik.
Salah satu cara untuk meningkatkan kuat tekan komposit yang menggunakan polimer
adalah dengan cara menambahkan filler [5]. Nanopartikel silika memiliki luas
permukaan yang sangat besar sehingga dapat berikatan dengan rantai polimer dan
menyusup dalam celah rantai polimer dalam skala nanometer [8]. Ikatan nanopartikel
silika dengan PVAc meningkatkan kuat tekan komposit karena rantai polimer menjadi
lebih padat dan mobilitas partikel lebih sedikit.
Ikatan antara PVAc dan nanopartikel silika diperkuat dengan cara
memvariasikan tekanan saat proses hot-pressing. Penambahan tekanan akan
mendorong nanopartikel silika sehingga ikatan yang dihasilkan akan lebih banyak.
Kuat tekan pada kondisi fraksi massa optimum dan tekanan sebesar 100 MPa
didapatkan sebesar 115,35 MPa seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Kuat tekan
ini lebih besar daripada kuat tekan yang didapatkan oleh Masturi [6] sebesar 84,37
MPa serta lebih besar dari komposit yang dibuat oleh Kumagai dan Sasaki [7] sebesar
55,7 MPa.
Karakterisasi SEM dan XRD
Karakterisasi SEM digunakan untuk mengetahui ukuran nanopartikel silika.
Berdasarkan Gambar 4, diketahui bahwa nanopartikel silika yang digunakan memiliki
ukuran sekitar 100 nm. Ukuran ini memungkinkan nanopartikel silika untuk
meningkatkan kuat tekan komposit.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 172
2013.
Potensi
Kelapa
Sawit
di
Sumatera
Selatan.
www.regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodityarea.php?ia=16&ic=2.
Diakses tanggal 25 Oktober 2013.
[2] Igwe, J. C., dan C. C. Onyegbado. (2007). A Review of Palm Oil Mill Effluent
p. 838 839.
[5] S.Y. Fu, X. Q. Feng, B. Lauke, Y. W. Mai. (2008). Effects of Particle Size,
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 173
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 174
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 175
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 176
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Parongpong, Bandung Barat dengan cara
eksperimental yang melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas VII D (sebagai
kelompok eksperimen) dan kelas VII E (sebagai kelompok kontrol). Jumlah siswa pada
kelas VII D adalah 34 orang dengan 16 orang laki-laki dan 18 perempuan, sedangkan
jumlah siswa pada kelas VII E adalah 37 orang dengan 19 orang laki-laki dan 18 orang
perempuan.
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
instrumen penelitian, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), LKS (Lembar Kerja
Siswa) dan materi ajar yaitu persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel.
Instrumen dibuat untuk mengevaluasi hasil belajar siswa dengan tujuan mengukur
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Instrumen yang digunakan
terdiri dari lima soal uraian yang sudah diuji kevaliditasannya terlebih dahulu kepada
siswa yang bukan merupakan sampel penelitian, sebelum instrumen tersebut diberikan
kepada seluruh sampel penelitian.
Kedua kelompok sampel diberikan tes sebelum pembelajaran dimulai yang
disebut pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa, dalam hal ini kemampuan
yang dimaksud ialah kemampuan komunikasi matematis. Kemudian kedua kelompok
sampel diberi perlakuan, di mana kelompok eksperimen diberi perlakuan model
pembelajaran AIR dan kelompok kontrol diberi perlakuan pembelajaran biasa. Pada
pembelajaran terakhir, diberikan tes akhir yang disebut posttest kepada kedua
kelompok sampel. Terhadap semua hasil yang diperoleh, maka dilakukan perhitungan
statistik.
Model Pembelajaran AIR
Pada kelompok sampel yang diberi perlakuan model pembelajaran AIR, siswa
diberikan penjelasan mengenai materi ajar terlebih dahulu. Selama pembelajaran
berlangsung, siswa diberi kesempatan untuk aktif dalam mendengarkan, berargumen,
bertanya maupun memberikan pendapat. Setelah itu, siswa dibagi kepada beberapa
kelompok yang kemudian diberikan masalah untuk diselesaikan. Siswa diberikan
kesempatan untuk berpikir dan mengkonstruk penyelesaian masalah. Kemudian untuk
melatih pemahaman, siswa diberikan kesempatan untuk mengkomunikasikannya
kepada teman satu kelompok ataupun di depan kelas. Dan pada akhir pembelajaran
siswa diberikan pengulangan berupa kuis atau tugas untuk mengingatkan kembali
akan pembelajaran yang telah dilakukan.
Analisis Statistik
Seluruh informasi data yang diperoleh, diolah dan dianalisisi. Dari data pretest
dan posttest diperoleh gain ternormalisasi dari kedua kelompok untuk mengetahui
peningkatan nilai masing-masing kelompok sampel terhadap kemampuan komunikasi
matematis siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Setelah itu dilakukan uji
normalitas dan uji homogenitas untuk mengetahui data terdistribusi normal dan
memiliki varians yang homogen. Kemudian dilakukan uji yang terakhir yaitu uji-t pada
tingkat signifikansi = 0.05 untuk melihat perbedaan dua rata-rata signifikan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 177
Kelompok Kontrol
Gain
Pre
Post
Ternormali
test
test
sai
Mean
11.1
49.89
0.4385
0.9
5.7
32.35
0.5
0.4
-0.9
0.8
2
22
3.07
18.6
347.8
0.35
0.39
-0.4
0.76
22
94
0.0329
0.1998
0.040
0.527
0.388
-0.263
0.759
0.17
0.93
Kelompok Eksperimen
Gain
Pre
Post
Ternor
test
test
malisasi
0.58424
10.4
61.76
1
1.2
4.04
0.04184
7.1
23.6
0.24398
50.8
555.6
0.060
1.3
0.06
0.168
0.4
0.40
0.403
1.8
-1.37
-1.399
0.8
0.79
0.788
0
22
0.22
32
98
0.98
Gambar 1. Perbedaan nilai siswa sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen.
Data gain ternormalisasi tersebut digunakan untuk mengetahui apakah data
terdistribusi normal atau tidak dan apakah data memiliki varians yang homogen atau
tidak dengan uji normalitas dan homogenitas. Hipotesis pada uji normalitas adalah H0 :
data berdistribusi normal, akan ditolak apabila sig = 0.05. Sedangkan hipotesis
pada uji homogenitas adalah H0 : data memiliki varians yang homogen, akan ditolak
apabila sig. = 0.05. Tabel 2 menunjukkan hasil dari uji normalitas dan homogenitas.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 178
Tabel 2. Uji normalitas dan uji homogenitas data kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen.
KolmogorovSmirnov
df
Sig.
37
0.173
34
0.118
Kelompok
Kontrol
Eksperimen
0.078
Signifikansi data yang diperoleh dari kedua kelompok sampel pada uji
normalitas dan homogenitas adalah besar dari = 0.05, sehingga H0 dari uji
normalitas dan uji homogenitas diterima. Dengan kata lain, data berdistribusi normal
dan memiliki varians yang homogen.
Untuk mengetahui apakah model pembelajaran AIR memberikan pengaruh
terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah dengan
menggunakan uji-t. Hal ini dilakukan karena data yang diperoleh berdistribusi normal
dan homogen. Hipotesis pada uji-t yaitu H0 : model pembelajaran AIR tidak
memberikan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik dari
pada model pembelajaran biasa. H0 akan ditolak apabila sig. = 0.05. Hasil uji-t pada
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil t-test
t-test for Equality of Means
Gain
T
df.
Sig. (2 Tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
Signifikansi yang diperoleh adalah kecil dari = 0.05, sehingga H0 dari hasil uji-t
tersebut ditolak.
Kesimpulan
Mengacu pada hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa model pembelajaran
auditory intellectually repetition (AIR) memberikan pengaruh yang lebih baik untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP.
Referensi
[1] C. Greenes dan L. Schulman, Communication Processes in Mathematical
Explorations and Investigation. Dalam Elliott, P. C. dan Kenney, M. J.,
Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Virginia: NCTM (1996)
[2] D. B. Forrest, Communication Theory Offers Insight into Mathematics Teachers
Talk, The Mathematics Educator 18(2), 23-32(2008)
[3] E. Zakaria, T. Solfitri, Y. Daud, dan Z. Z. Abidin, Effect of Cooperative Learning
on Secondary School Students Mathematics Achievement, Journal of Creative
Education 4(2), 98-100(2013)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 179
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 180
kooperatif,
Jigsaw,Kemampuan
Pemecahan
Pendahuluan
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dewasa ini masih sangat
rendah [1]. Di Indonesia rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis ini
terlihat dari hasil ujian nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah dimana
hasilnya masih di bawah rata-rata yang diharapkan [2]. Bukan saja di Indonesia, hal
serupa juga terjadi di Filipina. Dari tahun 1995 sampai 2011, IEA (Asosiasi
Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan) telah melakukan TIMMS (Trends in
Mathematics and Science Study) dan melaporkan hasilnya bahwa pencapaian
matematis siswa di Filipina adalah 29% lebih rendah dari rata-rata. Hal ini dikarenakan
masih rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dinegara
tersebut [3].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 181
Kelompok
A1A2A3
A1B1C1
ISBN 978-602-19655-5-9
B1B2B3
A2B2C2
C1C2C3
A3B3C3
Hal. 182
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 183
memiliki tingkat kemampuan yang sama. Di kelompok asal diberikan soal yang
berbeda-beda dan setiap kelompok diberikan tanggung jawab untuk menjadi anggota
kelompok ahli.
Hasil dan Diskusi
Tabel 1. Deskritif statistik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Descriptive Statistics
Mean
Std. Error of Mean
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
Minimum
Maximum
Pretest
18.9677
Posttest
50.0645
Kelompok
Eksperimen
Pretest
Posttest
17.4194
62.5161
1.44838
8.06426
65.032
0.518
2.52724
14.07109
197.996
-0.062
1.596221
8.88735
78.985
0.893
1.46344
8.14809
66.391
0.594
0.421
-0.428
0.421
0.596
0.421
-0.448
0.421
0.806
0.821
8.00
38.00
0.821
16.00
84.00
0.821
10.00
38.00
0.821
48.00
86.00
Kelompok Kontrol
ISBN 978-602-19655-5-9
Gain Ternormalisasi
Kel.
Kel.
Kontrol
Eksperimen
0.3848
0.5462
0.02838
0.01605
0.15803
0.8938
0.025
0.008
0.286
0.309
0.421
0.143
0.821
0.05
0.78
0.821
1.386
0.821
0.35
0.80
Hal. 184
Tabel 3. Uji normalitas distribusi data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dan
uji homogenitas
Kolmogorov-Smirnov
Kelompok
Kontrol
Eksperimen
Df
31
31
Sig.
0.112
0.113
0.200
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 185
[5] Ozdemir, S., & Reis, A. Z., (2013). The effect of Dynamic and Interactive
Mathematics
Learning
Environments
(DIMLE),
supporting
multiple
representations, on perceptions of elementary mathematics pre-service teachers
in problem solving process. Mevlana International Journal of Education (MIJE)
Vol. 3(3), Special Issue: Dynamic and Interactive Mathematics Learning
Environment pp.85-94, 01 July, 2013
[6] Mbacho, W. N., & Changeiywo, M. J., (2013). Effects of Jigsaw Cooperative
Learning Strategy on Students Achievement by Gender Differences in Secondary
School Mathematics in Laikipia East District, Kenya. Journal of Education and
Practice, Vol.4, No.16, 2013.
[7] Goodell, S. L., Cooke, K. N., & Ash, L. S., (2013). Cooperative Learning Through
In-Class Team Work: An Approach to Classroom Instruction in a Life Cycle
Nutrition Course. NACTA Journal June 2012.
[8] Gocer, A., (2010). A comparative research on the effectivity of cooperative
learning method and jigsaw technique on teaching literary genres. Journal oF
Educational Research and Reviews Vol. 5(8), pp. 439-445.
[9] Tran, V. D., & Lewis, R. R., (2012). The Effects of Jigsaw Learning on Students
Attitudes in a Vietnamese Higher Education Classroom. International Journal of
Higher Education Vol. 1, No. 2; 2012.
[10] Fini, S. A. A., Zainalipour, H., & Jamri, M., (2012). An Investigation into the Effect
of Cooperative Learning with Focus on Jigsaw Technique on the Academic
achievement of 2nd-Grade Middle School Students. Journal of Life Science and
Biomedicine, J. Life Sci. Biomed. 2(2): 21-24, 2012.
[11] Senguil, S., & Katranci, Y., (2012). Teaching the Subject Sets with the
Dissociation and Re-Association (Jigsaw). International Online Journal of
Educational Sciences, 2012, 4(1), 1-18.
[12] Meng, J., (2010). Jigsaw Cooperative Learning in English Reading. Journal of
Language Teaching and Research, Vol. 1, No. 4, pp. 501-504, July 2010
[13] Taale, D., K., (2011). Improving physics problem solving skills of students of
Somanya Senior High Secondary Technical School in the Yilo Krobo District of
Eastern Region of Ghana. Journal of Education and Practice, Vol 2, No 6, 2011.
[14] Windsor, W., (2011). How problem solving can develop an algebraic perspective
of mathematics. APMC 16 (4) 2011.
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 186
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 187
Dari gambar 3D ini diambil lima buah segmentasi 2D yang dianggap mewakili
struktur secara keseluruhan dari bagian bawah hingga bagian atas secara berturutturut (L1 - L5). Masing-masing gambar 2D ini memiliki ukuran 220 x 220 pixel (Gambar
2). Kumpulan gambar 2D inilah yang kemudian akan dianalisis menggunakan metode
fraktal.
log N
.
D lim
0
1
log
(1)
dimana :
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 188
N : jumlah kotak yang memiliki panjang sisi yang menutupi daerah sisi fraktal
D : Dimensi fraktal yang dihitung dengan metode Minkowski-Bouligand
Hasil dan diskusi
Hasil pengolahan citra masukan menjadi gambar binner diperlihatkan pada
Gambar 2.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 189
1.64
1,76
1,79
1,74
1.90
Pada analisis ini, tekstur yang didapatkan dari pengolahan citra menggunakan
Metode Cany merupakan tekstur gabungan antara batas tepi pori dan batas tepi matrik
yang berlainan tingkat kepadatannya. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 1 dan Gambar
2. Pada penelitian yang akan datang, akan ditinjau secara khusus tekstur pori dari
tanah gambut tersebut.
Gonzales-Barron dan Butler [16] menyatakan bahwa nilai dimensi fraktal suatu
tekstur yang semakin rendah menunjukan bahwa tektur tersebut semakin heterogen
bentuknya. Sebaliknya, nilai dimensi fraktal suatu tekstur yang semakin tinggi
menunjukan semakin homogen bentuk tekstur tersebut. Dari Tabel 1 dapat diketahui
bahwa permukaan yang paling beraturan dimiliki oleh L5 dimana nilai dimensinya
paling besar (D=1,9), sedangkan permukaan paling tidak beraturan adalah L1 karena
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 190
segmen ini memiliki dimensi terkecil (D=1,64). Segmen 2, 3, dan 4 memiliki distribusi
tekstur yang hampir sama. Hal ini ditunjukan dengan nilai dimensi fraktal yang
berdekatan (1,76, 1,79, dan 1,74).
Dari seluruh segmen tanah gambut yang ditinjau, masing-masing segmen
memiliki tekstur yang bervariasi. Tingkat keteraturan pola tekstur seluruh segmen
tanah gambut dari yang paling teratur hingga yang paling tidak teratur secara berturutturut adalah L5, L3, L2, L4 dan L1.
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seluruh tekstur segmen tanah
gambut yang ditinjau berkelakuan sebagai fraktal. Nilai dimensi fraktal seluruh segmen
bervariasi antara 1.64 hingga 1,90. Rentang nilai dimensi ini menunjukan bahwa
tingkat keteraturan tekstur segmen tanah gambut seluruh sampel bervariasi. Tingkat
keteraturan pola tekstur seluruh segmen tanah gambut dari yang paling teratur hingga
yang paling tidak teratur secara berturut-turut adalah L5, L3, L2, L4 dan L1.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terimakasih atas dana yang diberikan oleh Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui DIPA Universitas Tanjungpura:
DIPA-023.04.2.415134/2013, tanggal 1 Mei 2013, Sesuai SPK Nomor
6246/UN22.13/LK/2013, tanggal 10 Mei 2013.
Referensi
[1] Evertsz, C.J.G., and B.B. Mandelbrot. 1992. Multifractal measures. p. 921953. In
H.-O. Peitgen et al. (ed.). Chaos and Fractals. New Frontiers of Science.
Springer-Verlag, New York.
[2] Cheng, Q., and F.P. Agterberg. 1996. Multifractal modeling and spatial statistics.
Math. Geol. 28:116
[3] Meneveau, C., and K.R. Sreenivisan. 1991. The multifractal nature of turbulent
energy dissipation. J. Fluid Mech. 224:429484
[4] Muller, J., and J.L. McCauley. 1992. Implication of fractal geometry for fluid flow
properties of sedimentary rocks. Transp. Porous Media 8:133147
[5] Cheng, Q., and F.P. Agterberg. 1996. Multifractal modeling and spatial statistics.
Math. Geol. 28:116
[6] Caniego, F.J., M.A. Martn, and F. San Jos. 2001. Singularity features of poresize soil distribution: Singularity strength analysis and entropy spectrum. Fractals
9:305316
[7] Posadas, A., D. Gimnez, M. Bittelli, C.M.P. Vaz, and M. Flury. 2001. Multifractal
characterization of soil particle-size distributions. Soil Sci. Soc. Am. J. 65:1361
1367
[8] Martn, M.A., and E. Montero. 2002. Laser diffraction and multifractal analysis for
the characterization of dry soil volume-size distribution. Soil Tillage Res. 64:113
123
[9] Zhou, H., E. Perfect, Y. Z. Lu, B. G. Li And X. H. Peng, 2011, Multifractal
Analyses Of Grayscale And Binary Soil Thin Section Images, Fractals, Vol. 19,
No. 3.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 191
[10] Tarquis, A.M., K.J. McInnes, J.R. Key, A. Saa, M.R. Garca, M.C. Daz,
Multiscaling analysis in a structured clay soil using 2D images, Journal of
Hydrology 322 (2006) 236246.
[11] Dathe, A., Ana M. Tarquis, Edith Perrier, Multifractal analysis of the pore- and
solid-phases in binary two-dimensional images of natural porous structures,
Geoderma 134 (2006) 318326
[12] Folorunso, O.A., C.E. Puente, D.E. Rolston, and J.E. Pinzon. 1994. Statistical and
fractal evaluation of the spatial characteristics of soil surface strength. Soil Sci.
Soc. Am. J. 58:284294
[13] Kravchenko, A., C.W. Boast, and D.G. Bullock. 1999. Multifractal analysis of soil
spatial variability. Agron. J. 91:10331041
[14] Posadas, A., Daniel Gimnez, Roberto Quiroz, and Richard Protz, Multifractal
Characterization Of Soil Pore Systems, Soil Sci. Soc. Am. J., Vol. 67, Sept.Oct.
2003
[15] Canny, John, "A Computational Approach to Edge Detection," IEEE Transactions
on Pattern Analysis and Machine Intelligence,Vol. PAMI-8, No. 6, 1986, pp. 679698.
[16] Gonzales-Barron, U., Butler, F., Fractal texture analysis of bread crumb digital
images, Eur Food Res Technol (2008) 226:72172
Joko Sampurno*)
Jurusan Fisika
FMIPA Universitas Tanjungpura
e-mail : jokosampurno@mipa.untan.ac.id
Azrul Azwar
FMIPA Universitas Tanjungpura
e-mail : jokosampurno@mipa.untan.ac.id
Fourier Dzar Eljabbar Latief
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
e-mail : fourier@fi.itb.ac.id
Wahyu Srigutomo
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
e-mail : wahyu@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 192
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 193
T
C pu T (kT ) Q
t
tot
(1)
(2)
n ( kT ) h (Text T ) ,
(3)
sebagai proses convective cooling dan heat insulation. Rumus 1,2 dan, 3 diubah
menjadi numerik oleh COMSOL sendiri secara otomatis.
Pada sub-modul dipilih heat source yang menentukan daya yang akan dikenai
kerja pada bentuk geometri GPU dengan material silikon yang akan menghasilkan
temperature tinggi. Kemudian sub-modul convective cooling dipilih untuk
menyesuaikan kondisi ruangan ber-AC yaitu 17oC dengan koefisen heat transfernya 5
W/(m2.K) yang menjadi penyesuaian dari model terhadap udara ruangan secara
konveksi. Proses penyebaran ditunjukan pada Gambar 2.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 194
Gambar 3. Hasil pemodelan heat transfer semua material yang diuji. Dari kiri atas
kekanan emas, berlian Alloy 1050, Alloy 6031, Alloy 6063, Berlian, Emas, dan kiri
bawah ke kanan Polycarbonate, Stainless steel, Tembaga, Titanium.
Pada pemodelan heatsink dengan material polycarbonate terlihat heat transfer
yang tidak merata dan juga plot data penyebaran panasnya dari bawah ke atas secara
vertikal dengan koordinat sumbu y maksimum 650oC di bagian yang menempel GPU
dan dan 17oC pada bagian teratas heatsink (Gambar 4).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 195
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 196
Gambar 7. grafik plot persebaran panas secara vertikal arc length vs temperatur
berlian.
Bila dibandingkan harga material, berlian jauh lebih mahal dari material-material
lain [4] (harga berubah sesuai dengan nilai mata uang dunia).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 197
Karena umumnya GPU menggunakan heatsink Alloy 1050. Hasil Pemodelan ini
(Gambar 8) dilakukan seperti pemodelan pada polycarbonate dan berlian berikut
dengan stasioner.
Gambar 9. grafik persebaran panas secara vertikal arc length vs temperatur Alloy 1050.
Pada Gambar 10, persebaran panas yang digambarkan dengan grafik waktu vs
temperatur. Terdapat pita-pita yang berjajar membentuk grafik persebaran panas yang
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 198
menunjukan bagian bawah suatu pita merupakan bagian heatsink yang bersentuhan
dengan GPU dan bagian atas pita yang merupakan bagian atas heatsink. Yang
memanas membentuk grafik peningkatan suhu digambarkan dengan plot temperatur
vs waktu (time dependent) selama 10 detik dan suhu maksimum pada koordinat
sumbu y 48oC
Gambar 10. Pemodelan dengan heatsink bermaterial Alloy 1050 beserta grafik
persebaran panas secara vertikal arc length vs temperatur dan grafik waktu vs
temperatur.
Material lain memiliki suhu akhir lebih tinggi bila dibandingkan dengan Alloy
1050.
Kesimpulan
Alloy 1050 merupakan material dengan heat transfer yang baik dan harga yang
cukup terjangkau [4] dibandingkan dengan material uji yang lain.
Ucapan terima kasih
Terima kasih banyak untuk Habibi S.Si dan Yangki Sulaeman yang telah
mengajari penggunaan COMSOL. Serta Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013
yang memberi kesempatan mempresentasikan hasil studi ini.
Referensi
[1] Kontributor Wikipedia, "Heat Transfer", Wikipedia, Ensiklopedi Bebas, 5
Desember 2013, 00:26 UTC [diakses 10 Desember 2013]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 199
[2] COMSOL 4.3, Introduction to Heat Transfer Module, update Mei 2012, URL
http://www.comsol.com/model/download/142935/IntroductionToHeatTransferMod
ule.pdf [accessed 10 December 2013]
[3] Alumatter, Alu select Physical and Elastic Properties, update 2012, URL
http://aluminium.matter.org.uk/aluselect/03_physical_browse.asp [accessed 10
December 2013]
[4] TIIMarketEYE, update 2013, URL http://www.ttiinc.com/page/ME_Materials
[accessed 10 December 2013]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 200
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 201
positif yang menghasilkan cytotoxin dan resisten terhadap penicillin. S. aureus juga
memiliki sifat hemolytic yang mampu menghancurkan sel darah merah hospes. Sifat
resistensi S. aureus dapat menghambat proses regenerasi sel di dalam tubuh hingga
kematian pada hospes.
Sifat hemolytic dan tingginya resistensi terhadap penicillin mikroorganisme S.
aureus sebagaimana diterangkan di atas menyebabkan sulitnya ragam penyakit yang
muncul untuk diatasi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu zat yang memiliki sifat
antibakteria, sehingga dapat menghambat aktivitas S. aureus dengan efektif. Ukuran
partikel ZnO yang direkayasa dalam orde nanometer dengan menggunakan metode
mikroreaktor berpotensi besar dalam menghambat pertumbuhan S. aureus.
Eksperimen
Zinc chloride (ZnCl2), sodium hydroxide (NaOH) dan aquadest (H2O) digunakan
sebagai prekursor yang dilarutkan ke dalam Etanol. Polyvinylpyrrolidone (PVP)
digunakan sebagai material pengkapsulasi untuk meminiaturisasi material ZnO ke orde
nanometer. Seluruh bahan-bahan tersebut diperoleh dari Merck dan digunakan
langsung tanpa purifikasi. Nanopartikel ZnO difabrikasi menggunakan metode bottomup menggunakan reaktor mikro berbentuk tabung. ZnCl2 (10 mM), NaOH (16 mM),
dan H2O (1000 mM) dilarutkan masing-masing ke dalam 200 mL ethanol. Ukuran
nanopartikel ZnO divariasi dengan menggunakan larutan polimer PVP pada
konsentrasi yang berbeda (1g; 3g; 5g yang dilarutkan ke dalam 100 mL larutan
ethanol). Larutan ZnCl2, NaOH, H2O dan PVP dialirkan secara bersamaan ke dalam
reaktor mikro (Gambar 1).
Pola alir molekul cair dalam tabung reaktor mikro dimanfaatkan pada proses
pencampuran dan reaksi, sehingga menghasilkan material hasil reaksi yang homogen.
Proses pemanasan dibantu dengan menggunakan lampu pemanas pada temperatur
40C, hal ini diperlukan sehingga proses pemutusan ikatan Zn(OH)2 menjadi ZnO dan
H2O dapat terjadi. Nanokoloid ZnO berpelarut etanol yang dihasilkan oleh reaktor
mikro kemudian dievaporasi menggunakan evaporator. Reaksi kimia dalam proses
fabrikasi ZnO secara sederhana adalah sebagai berikut:
nZnCl2 + 2nNaOH + lH2O Zn2+n (OH-)m (H2O)lCl-k + (2n-k)Cl+ (2n-m)OH- + 2nNa+ nZnO + (l+n)H2O + 2nNaCl.
Zn(OH)2ZnO + H2O
Gambar 1. Skema tabung reaktor mikro yang digunakan pada fabrikasi nanopartikel
ZnO.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 202
10240, 72
p nm
(1)
2483, 2
6,3829
p nm
1 gr-PVP
3 gr-PVP
5 gr-PVP
max
296 nm
1.043
1.285
2.57
260 nm
1.301
1.045
2.09
253 nm
0.843
1.01
2.02
Intensitas (a.u.)
r (nm)
d=2r(nm)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 203
pengukuran zona inhibisi pada hasil eksperimen. Hasil pengukuran zona inhibisi
menunjukkan adanya perbedaan daya inhibisi bakteri dari ketiga jenis ukuran
nanopartikel ZnO. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa nanopartikel ZnO dengan
diameter rata-rata d1=2,02 nm memiliki aktivitas inhibisi yang paling kuat dibanding
nanopartikel ZnO dengan diameter rata-rata d2=2,09 nm dan d3=2,57 nm (Gambar 2),
sedangkan nanopartikel ZnO pada ukuran 2,02 nm memiliki zona inhibisi yang lebih
besar dari ukuran 2,09 nm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran
nanopartikel ZnO, maka semakin besar sifat antibakterinya.
Tabel 2. Hasil uji zona inhibisi nanopartikel ZnO pada strain S. aureus.
d1=2,58
nm
d2=2,0
8 nm
d3=2,02
nm
11
13
14
Gambar 2. Zona inhibisi antibakteri nanopartikel ZnO pada strain S. aureus. (A) zona
inhibisi antibakteri nanopartikel ZnO berdiameter rata-rata d1=2,57nm; (B) zona inhibisi
antibakteri nanopartikel ZnO berdiameter rata-rata d2=2,08 nm; (C) zona inhibisi
antibakteri nanopartikel ZnO berdiameter rata-rata d3=2,02 nm.
Aktivitas antibakteria nanopartikel ZnO melibatkan reaksi fotokatalis yang dapat
menghasilkan OH*, O2-* dan H2O2 (Gambar 3). Reaksi fotokatalis nanopartikel ZnO
dalam menghasilkan oksidan bebas melibatkan bantuan sinar ultraviolet (UV) dan
sinar tampak sehingga menghasilkan pasangan elektron dan hole. Fotoeksitasi pada
nanopartikel ZnO menghasilkan lompatan elektron dari pita valensi ke pita konduksi.
Oksidasi molekul H2O oleh hole menghasilkan gas hidrogen dan radikal hidroksil (OH*).
Sedangkan elektron yang tereksitasi akan mereduksi molekul O2 membentuk anion
superoksida (O2*). Jumlah oksidan bebas (OH*, O2-* dan H2O2) yang dihasilkan sangat
besar apabila ukuran partikel ZnO berada pada orde nanometer oleh karena jumlah
atom permukaan sangat besar. Davoudi et al. [13] melaporkan bahwa H2O2 mampu
menginaktivasi sel bakteria, sehingga dapat menghambat pertumbuhan S. aureus.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 204
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 205
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
Horasdia Saragih
Dosen Fakultas Sains Hayati
Universitas Advent Indonesia
horas@unai.edu
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 206
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 207
utama dalam penggunaan material high-k pada divais MOS karena dapat
mempengaruhi kinerja divais.
Pada makalah ini menggunakan HfO2 sebagai material high-k. sehingga
strukturnya menjadi n+Poly-Si/HfO2/Trap/SiO2/Si, dengan menvariasikan ketebalan dari
HfO2 maka akan dilihat pengaruhnya terhadap nilai transmittansinya. Selain
mevariasikan ketebalan dari HfO2 pada makalah ini juga dibahas perbandingan nilai
substrat yang divariasikan antara lain Si(100), Si (110, dan Si (111) terhadap nilai
transmittansi.
Teori
Pada kasus ini penggantian gerbang terobosan diperbolehkan asalkan tetap menjaga
karakter elektriknya, yaitu kapasitansinya tetap sama besar. Gambar 1 adalah
pemodelan kapasitor susunan seri dari HfO2 , Trap dan SiO2. Secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut
1
1
1
1
Ctotal Ca Cb Ct
(1.1)
Dimana
C
A 0
d
(1.2)
C = kapasitansi kapasitor
0 = permitivitas ruang hampa
= konstansta dielektrik tinggi
d = ketebalan
dari persamaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penggantian material
dibolehkan asal dapat menjaga nilai kapasitansinya. Dengan menggunakan material
yang berkonstata dielektrik lebih besar maka ketebalan oksida terobosan dapat dibuat
lebih kecil sehingga menyebabkan proses fabrikasi menjadi lebih mudah dan murah
dan nilai kapasitansi besar. Dimana nilai konstanta dielektrik HfO2 adalah 25. [4]
HfO2
Trap
SiO2
n+ Poly-Si
p-Si
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 208
di mana,
z 0
0 z d1
d1 z d2
d2 z d3
z d3.
eVox
d1 t b d 2 d1 a b d3 d 2 a b
(1.3)
SiO2
n+Poly- Si
Reg 4
HfO2
z
trap
p-Si
Reg 5
Reg 1
Reg 2
Reg 3
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 209
V(z)
SiO2
n+Poly- Si
HfO2
Reg 4
trap
z
p-Si
Reg 5
Reg 1
Reg 2
Reg 3
(1.4)
L2
L3
1,02
0
0
5,26
0
0
5,26
0
0
Si (100)
0
5,26
0
0
1,02
0
0
5,26
0
ISBN 978-602-19655-5-9
0
0
5,26
0
0
5,26
0
0
1,02
Hal. 210
L2
L3
5,26
0
0
5,26
0
0
1,09
0
0
Si (110)
0
3,14
2,12
0
3,14
-2,12
0
5,26
0
0
2,12
3,14
0
-2,12
3,14
0
0
5,26
L2
L3
4,57
1,21
0,98
4,57
-1,21
0,98
2,46
0
-1,97
Si (111)
1,21
0,98
3,14
-1,70
-1,70
3,87
-1,21
0,98
3,14
1,70
1,70
3,87
0
-1,97
5,26
0
0
7,74
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 211
Gambar 5. Hubungan antara Transmittansi dengan energi Elektron untuk variasi nilai
orientasi substrat.
Kesimpulan
Dalam paper ini telah dikembangkan pemodelan transmittansi elektron dalam
struktur n+Poly-Si/HfO2/trap/SiO2/Si(100) bermassa isotropik dengan memvariasikan
ketebalan dari HfO2 dan memvariasikan orientasi substrat. Diperoleh bahwa
transmittansi cenderung membesar seiring dengan berkurangnya ketebalan HfO2 dan
orientasi substrat tidak berpengaruh pada nilai transmittansi tersebut
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 212
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 213
Khairiah
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
e-mail: khairiah.1214@gmail.com
Fatimah A. Noor*
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
e-mail: fatimah@fi.itb.ac.id
Mikrajuddin Abdullah
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
e-mail: din@fi.itb.ac.id
Khairurrijal
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
e-mail: krijal@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 214
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 215
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 216
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 217
Analisis Statistik
Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data gain ternormalisasi dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui peningkatan nilai
masing-masing siswa sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu
dilakukan uji normalitas dari hasil gain ternormalisasi untuk mengetahui apakah
sebaran normal atau tidak. Kemudian menghitung homogenitas kedua kelompok untuk
mengetahui apakah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki variansi
yang sama (homogen). Dan yang terakhir ialah melakukan uji-t pada tingkat
signifikansi = 0.05 untuk melihat perbedaan rata-rata signifikan antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Perhitungan statistik juga dilakukan dengan
applikasi SPSS (versi 17.00).
Hasil dan diskusi
Tabel 1. Deskritif statistik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
DescriptiveStatistics
Mean
Std. Error mean
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error Skewness
Kurtosis
Std. Error Kurtosis
Minimum
Maximum
kelompokkontrol
pretest
Posttest
12.7027
20.5405
0.53534
0.43253
3.25632
2.63095
10.604
6.922
-0.25
-0.126
0.388
0.388
-1.053
-0.152
0.759
0.759
7
14
17
26
kelompokEksperimen
pretest
Posttest
11.4865
21.8378
0.70564
0.4955
4.29225
3.01398
18.423
9.084
0.236
0.789
0.388
0.388
-1.713
-0.233
0.759
0.759
7
17
17
28
GainTernormalisasi
kelompokkontrol
0.4988417
kelompokEksperimen
0.6150892
0.02989178
0.03551161
0.18426532
0.034
0.197
0.383
-0.722
0.21600867
0.047
-0.056
0.388
-0.388
0.75
0.759
0.18182
0.18182
Maximum
0.85714
Dari Tabel 1 menunjukan data pretest dan posttest, dicari gain ternormalisasi
untuk dapat menguji normalitas distribusi data. Tabel 2 akan menunjukkan tambahan
penjelasan bahwa rata-rata gain ternormalisasi berdasarkan tabel-tabel di atas telah
menjelaskan bahwa rata-rata Kemampuan komunikasi matematis awal siswa pada
kedua kelas hampir sama, namun setelah diberlakukan metode IMPROVE pada
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 218
pembelajaran dalam kelas maka rata-rata kedua kelas tidak sama, melainkan rata-rata
kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat perlakuan (metode
IMPROVE) lebih tinggi daripada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.
Data gain ternormalisasi yang digunakan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak. Hipotesisnya adalah H0: data berdistribusi normal akan
diterima jika sig. = 0.05. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen adalah berdistribus normal (H0 diterima). Selanjutnya adalah uji
homogenitas dengan bentuk hipotesisnya adalah H0: varians kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen sama akan diterima jika sig. = 0.05. Dengan menggunakan
test levene didapati bahwa varians kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tidak
sama besar (H0 ditolak).
Aspek
kemampuan
Gain
Ternormalis
asi
Kelas
menggunak
an metode
pembelajar
an
konvesional
menggunak
an metode
IMPROVE
Kolmogoro
a
v-Smirnov
0.104
0.108
Sig.
.200
Kesimp
ulan
keterang
an
.200
*
Ho
diterim
a
Ho
diterim
a
Normal
Normal
Tabel 3. Uji normalitas distribusi data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dan
uji homogenitas.
Kerena data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berdistribusi normal,
maka uji yang digunakan untuk mengetahui apakah ada pembelajarn dengan metode
IMPROVE memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan komunikasi
matematis adalah uji-t. Bentuk hipotesis untuk uji-t ini adalah H0: pembelajaran dengan
metode IMPROVE tidak memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan
komunikasi matematis. H0 akan diterima jika sig. 0.05. Berdasarkan hasil uji-t pada
Tabel 4, menunjukkan bahwa nilai sig. = 0.00 artinya H0 ditolak. Ternyata walaupun
gain ternormalisasinya tergolong rendah, namun pembelajaran dengan metode
IMPROVE memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa.
Tabel 4. Hasil t-test dengan varians yang tidak sama.
Gain
Equal
variances
assumed
t
-2.51
df
73
Sig.(2ta
iled)
0.014
Mean
Difference
-0.116
Std. Error
Difference
0.046
Lower
-0.209
Upper
-0.024
Kesimpulan
Mengacu pada data hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa metode
pembelajaran introducing the new concepts, metacognitive questioning, practicing,
reviewing and reducing difficulries, Obraining mastery, Verification and Enrichment
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 219
Lidya Wea*
Education Faculty of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
lidyaweaola@yahoo.com
Louise M. Saija
Education Faculty of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
louise_saija@yahoo.com
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 220
Kartini Hutagaol
Education Faculty of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
kartinih_smant@yahoo.com
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 221
Pendahuluan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa pada tahun
2007 penduduk Indonesia terserang penyakit hipertensi sebanyak 31,7%. Persentasi
ini diperkirakan akan meningkat dari tahun ke tahun karena oleh berbagai faktor,
terutama oleh pola hidup yang tidak baik. Hipertensi dapat mengakibatkan serangan
jantung, gangguan ginjal, stroke, dan bahkan dapat berakibat pada kematian [1].
Untuk mencegah terjadinya hipertensi beberapa tindakan sering dilakukan
seperti melakukan terapi. Tekanan darah normal pada orang sehat adalah berada
pada kisaran sistol 120 mmHg/ diastole 80 mmHg yang lazim ditulis sebagai 120/80
mmHg. Jika tekanan darah lebih besar dari nilai-nilai tersebut maka seseorang
dinyatakan terkategori penderita hipertensi [2].
Teori
Penyakit hipertensi dapat berujung pada terjadinya stroke dan kanker darah [5].
Hipertensi pada usia di atas umur 71 sangat beresiko tinggi pada kematian karena
sangat susah untuk diobati. Hipertensi juga dapat menyebabkan berbagai penyakit
krosnis lainnya, salah satu yang paling ditakuti adalah komplikasi terhadap serangan
jantung [6]. Kekurangan yang paling mendasar pada kasus ini adalah kesadaran
penderita hipertensi yang rendah dalam pengecekan kesehatan mereka secara rutin
dan tepat waktu [7]. Terkadang para penderita hipertensi juga sering mengalami
gangguan mental karena sering cemas atau takut akan penyakit yang dialaminya [8].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 222
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 223
Sistol Pre
160
2.9
15,2
232
1.3
0.4
3.3
0.8
141
210
Sistol Post
25
153,
3.0
15,4
239
1.5
0.4
3.8
0.8
135.
205.
Diastol Pre
97.3
1.9
9.6
93
.97
0.4
-0.3
0.8
86
115.
Diastol Post
92.
1.5
7.7
60
0.7
0.4
0.4
0.8
79
110.
Distribusi data yang menceng kanan ini menjelaskan bahwa jumlah anggota
sampel yang memiliki nilai sistol maupun diastole yang relatif rendah lebih besar
dibandingkan dengan yang memiliki nilai sistol maupun diastole yang relatif tinggi.
Atau dengan kata lain, jumlah anggota sampel yang memiliki tekanan darah yang
relatif rendah diukur dari tekanan darah rata-rata, lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah anggota sampel yang memiliki tekanan darah yang relatif tinggi.
Keragaman (variance) tekanan darah anggota sampel, baik sistol maupun
diastole sebelum dan sesudah pemberian aroma kayu manis, yang adalah kuadrat dari
simpangan baku (standard deviation), menunjukkan nilai yang relatif besar yaitu
232,685 (sistol sebelum pemberian aroma kayu manis); 239,305 (sistol sesudah
pemberian aroma kayu manis); 93,915 (diastol sebelum pemberian aroma kayu
manis); dan 60,640 (diastol sesudah pemberian aroma kayu manis). Artinya, tekanan
darah anggota sampel (sistol maupun diastole, sebelum maupun sesudah pemberian
aroma kayu manis), sangat beragam. Besarnya keragaman ini dapat difahami sebagai
akibat dari besarnya rentang sebaran nilai yang dimiliki oleh masing-masing variabel,
sehingga membangun ruang yang lebar terhadap simpangan data diukur dari nilai
rata-rata.
Tabel 2. menunjukkan hasil uji normalitas distribusi nilai tekanan darah (sistolik
dan diastolik) sebelum dan sesudah pemberian aroma kayu manis. Hasil uji
menggunakan statistic Kolmogorov-Smirnov diperoleh bahwa data sistolik sebelum
dan sesudah pemberian aroma kayu manis, dan juga data diastolic sebelum dan
sesudah pemberian aroma kayu manis, semuanya berdistribusi normal. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai sig. yang diperoleh dari hasil perhitungan dimana adalah lebih
besar dari nilai .
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 224
Tabel 2. Tekanan Darah Sistol dan Diastol Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
Sistol_Sebelum_Perlakuan
Sistol_Sesudah_Perlakuan
Diastol_Sebelum_Perlakuan
Diastol_Sesudah_Perlakuan
Statistic
0.147
0.148
0.212
0.154
Df
25
25
25
25
Sig.
0.153
0.145
0.052
0.116
Tabel 3 menunjukkan hasil uji beda dua nilai rata-rata, yaitu rata-rata nilai sistol
sebelum pemberian aroma kayu manis dengan rata-rata nilai sistol sesudah
pemberian aroma kayu manis dengan menggunakan uji-t berpasangan. Dari hasil uji
beda dua nilai rata-rata ini diperoleh bahwa nilai sig. lebih kecil dari nilai . Nilai sig.
yang diperoleh adalah 0,000 sementara nilai adalah 0,05. Artinya, terjadi perbedaan
yang signifikan secara statistik antara nilai rata-rata sistol sebelum pemberian aroma
kayu manis dengan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma kayu manis. Nilai
rata-rata perbedaannya adalah 7,041,04. Sebagaimana telah diterangkan di atas
dimana nilai rata-rata sistol sebelum pemberian kayu manis adalah 160,272,99
sedangkan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma kayu manis selama 30
menit adalah 153,233,03. Mengacu kepada nilai-nilai ini dan mengacu kepada hasil
uji beda yang ditunjukkan pada tabel 3, maka dinyatakan bahwa terjadi penurunan
tekanan darah (sistol) pada anggota sampel setelah menghirup aroma kayu manis
selama 30 menit, yaitu dari 160,272,99 ke 153,233,03.
Tabel 3. Uji Beda Dua Nilai Rata-rata Sistol dengan Uji-t Berpasangan.
Paired Samples Test
Paired Differences
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
Mean
Sistolik_Sebelum_Perlakuan
Sistolik_Sesudah_Perlakuan
7.03846
5.31022
1.04142
Sig. (2tailed)
df
6.759
25
0.000
Tabel 4. Uji Beda Dua Nilai Rata-rata Diastol dengan Uji-t Berpasangan.
Paired Samples Test
Paired Differences
Std.
Std. Error
Mean Deviation
Mean
Diastolik_Sebelum_Perlakuan
Diastolik_Sesudah_Perlakuan
ISBN 978-602-19655-5-9
5.346
5.614
1.101
t
4.856
df
25
Sig. (2tailed)
0.000
Hal. 225
Diharapkan Tabel 4 menunjukkan hasil uji beda dua nilai rata-rata diastole
sebelum pemberian aroma kayu manis dan rata-rata nilai diastol sesudah pemberian
aroma kayu manis dengan menggunakan uji-t berpasangan. Dari hasil uji beda dua
nilai rata-rata ini diperoleh juga bahwa nilai sig. lebih kecil dari nilai . Nilai sig. yang
diperoleh adalah 0,000 sementara nilai adalah 0,05. Artinya, juga terjadi perbedaan
yang signifikan secara statistik antara nilai rata-rata diastol sebelum pemberian aroma
kayu manis dengan nilai rata-rata diastol sesudah pemberian aroma kayu manis. Nilai
rata-rata perbedaannya adalah 5.3461.101. Sebagaimana juga telah diterangkan di
atas dimana nilai rata-rata diastol sebelum pemberian kayu manis adalah 97,341,90
dan nilai rata-rata diastole sesudah pemberian kayu manis adalah 92,001,52.
Mengacu kepada nilai-nilai ini dan mengacu kepada hasil uji beda yang ditunjukkan
pada tabel 4, maka dinyatakan bahwa terjadi penurunan tekanan darah (diastol) pada
anggota sampel setelah menghirup aroma kayu manis selama 30 menit, yaitu dari
97,341,90 ke 92,001,52.
Mengacu kepada beberapa referensi yang ada bahwa penurunan tekanan darah
yang terjadi terkait dengan penghirupan aroma kayu manis ini dapat diterangkan
berikut ini. Bahwa linalool yang merupakan salah satu zat memiliki sifat menenangkan
masuk ke sistem persarafan dan akan diikat oleh reseptor GABA. Linalool yang diikat
oleh reseptor GABA akan menghambat glutamate yang dilepaskan dari neuron lain di
synapsis sehingga informasi yang masuk ke neuron tidak banyak sehingga otak
mendefenisikan suasana dalam keadaan tenang. Akhirnya jantung tidak dipacu secara
cepat. Selanjutnya sebagai hasilnya tekanan darah menjadi menurun. Frekuensi
denyut jantung ditentukan oleh otak, karena salah satu fungsi otak adalah sebagai
pengendali organ, salah satunya adalah jantung [14].
Kesimpulan
Dari hasil analisis data tekanan darah, baik sistol maupun diastol, dengan
menggunakan uji beda dua nilai rata-rata diperoleh bahwa ditemukan perbedaan yang
signifikan secara statistik antara nilai rata-rata sistol dan diastol sebelum pemberian
aroma kayu manis dengan nilai rata-rata sistol dan diastole sesudah pemberian aroma
kayu manis. Perbedaan yang terjadi adalah disebabkan oleh terjadinya penurunan
tekanan darah (sistol dan diastol) pada anggota sampel setelah menghirup aroma
kayu manis selama 30 menit. Mengacu kepada hasil yang diperoleh ini
menginformasikan bahwa aroma kayu manis dapat digunakan untuk menurunkan
tekanan darah (sistol dan diastol) pada penderita hipertensi.
Referensi
[1] Mc Grane M.M., 2011. Dairy comsumption blood pressure and risk of
hipertension: An evidence-based review of recent literature. Curr. Cardiovasc.
Risk Rep. Salud Publica De Mexico Vol. 55 No. 5 hal. 493.
[2] Salehnejad G., Aliranmaei N. dan Naderi A., 2013. Study of Relationship Between
High Blood Pressure and Clinical Markers and Individual Cerebro Vascular
Accident in Clients that Referred to Towhid Hospital in Sanandaj (Kurdistan of
Iran) in 2010. Life Science Journal Vol.10 hal. 441-450.
[3] Fava C., Sjogren M. dan Melander O., 2013. Prediction of Blood Pressure
Changes Over Time and Incidence of Hypertension by a Genetic Risk Score in
Swedes. Hypertension Vol. 61 No. 2 hal. 319-26.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 226
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 227
Pendahuluan
Pendidikan formal merupakan slaah satu alternatif paling rasional bagi
keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup dan juga menjadi sarana yang sangat
penting dalam menghasilkan sumberdaya manusia yang dapat melaksanakan prinsip
pembangunan berkelanjutan (6,8,9). Setelah 22 tahun materi lingkungan hidup
menyusup dalam kurikulum di sekolah seharusnya telah menghasilkan wujud nyata
berupa terbentuknya sikap dan perilaku sadar lingkungan pada masyarakat (1).
Namun berdasarkan hasil penelitian Universitas Adelaide (2), Indonesia masuk dalam
empat negara besar yang paling berkonstribusi terhadap kerusakkan lingkungan
setelah Brazil, Amerika Serikat dan China. Fakta di atas merupakan indikasi nahwa
tujuan dari pendidikan lingkungan hidup belum sepenuhnya tercapai.
Belum tercapainnya tujuan pendidikan lingkungan hidup karena aplikasi
pendidikan lingkungan hidup pada semua jenjang pendidikan lebih menekankan
subtansi materi ekologi walau pun telah ada yang mengajarkan dalam bentuk analisis
masalah tapi permasalahan yang dimunculkan bukan permasalahan lokal atau
permasalahan yang benar-benar terjadi maksudnya hanya berupa prediksi padahal
siswa terutama SMP (Sekolah Menengah Pertama) kebawah masih mengalami
perkembangan metakognitif yang rendah sehingga tidak bisa meletakkan hal berbeda
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 228
dalam 1 kemungkinan yang sama. Menurut penelitian ketika informasi kogniti yang
disampaikan pada siswa lepas dari lingkungan sosial siswa dan tidak menyentuh
aspek mental secara aktif maka tidak akan mengubah sikap siswa (5,10) dan salah
satu lingkungan yang paling berpengaruh terhadap kehidupan siswa adalah kearifan
lokal, untuk itulah penelitian ini dilakukan.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif pada tiga kabupaten/kota di
sumatera selatan. Ketiga kabupaten kota itu adalah Muara Enim mewakili daerah
pegunungan, Ogan Ilir mewakili daerah rawa dan Palembang mewakili daerah Urban.
Penelitian dilakukan untuk mendata kearifan lokal yang berpotensi untuk
dikembangkan dalam materi ajar topik global warming di SMP yang dilakukan
dengan cara observasi lapangan, wawancara dan studi dokumentasi.
Pengambilan data lapangan dilakukan secara sistemik melalui kuesioner
(kuantitatif) dan wawancara mendalam, Selain itu riset ini disertai dengan diskusi
kelompok fokus (Focus Group Discussion) dan pengamatan lapang untuk lebih
memahami kondisi nyata yang terjadi. Sumber data ada dua yaitu data primer,
diperoleh dari masyarakat dan pemerintah pada level kampung/desa hingga
kabupaten. Data primer yang dikumpulkan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur yang saling terkait dengan wilayah
riset. Data kearifan lokal yang didapat kemudian direduksi dan di perdalam hanya
pada data yang berpotensi untuk di kembangkan dalam materi ajar di SMP
berdasarkan kurikulum 2013.
Kearifan lokal menurut undang-undang no. 23 tahun 2009 adalah nilai-nilai luhur
yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk melindungi dan mengelola
lingkungan secara lestari (7), kearifan lokal juga dapat dipandang sebagai usaha
manusia dengan menggunakan akalnya dalam bertindak atau bersikap terhadap
sesuatu, obyek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (7).
Hasil dan diskusi
Beberapa kearifan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan dalam topik
global warming (pemanasan global) untuk pembelajaran sains di SMP adalah sebagai
berikut.
Tabel 1. Potensi Kearifan Lokal Sumatera Selatan.
No
1
2
3
4
5
6
7
Kearifan Lokal
Rumah apung
Rumah panggung
Gataran
Tunggu Tubang
Lebak Lebung
Shifting Cultivation
Lubuk Larangan
ISBN 978-602-19655-5-9
Asal Wilayah
Palembang
Sumsel
Ogan Ilir
M. Enim
Ogan Ilir
M. Enim
M. Enim
Hal. 229
Rumah Apung merupakan sejenis rumah rakit yang terletak di bantaran sungai
musi. Rumah ini berpondasi beberapa lapis bambu sehingga bisa mengapung di atas
permukaan sungai sesuai ketinggian air.
Rumah panggung merupakan rumah yang umum terdapat di daerah Sumatera
selatan hal ini dimungkinkan karena berada di daerah hutan bela tara sehingga banyak
binatang-binatang liar yang masuk ke kampung dan membahayakan kehidupan
manusia. Namun seiring perkembangan zaman dan pertambahan jumlah penduduk,
rumah panggung yang biasanya dulu hanya di huni di bagian atasnya sedang bagian
bawah hanya tempat meletakan kayu bakar atau memelihara hewan ternak sekarang
bagian bawah dibangun dengan bentuk yang lebih modern dan terkadang disewakan
ke keluarga yang lainnya. kearifan lokal ini berpotensi untuk dikembangkan dalam
topik pembelajaran sains di SMP terutama bahasan hubungan tentang aktivitas
manusia dan kaitannya dengan global warming.
Gataran merupakan istilah yang dipakai penduduk Ogan Ilir untuk menamai
lantai tambahan rumah berupa tambahan papan yang diletakkan di atas lantai dasar
atau awal. Gataran ini akan dibuat penduduk yang bertempat tinggal di daerah pasang
surut untuk menghadapi air yang pasang hingga melebihi lantai dasar. Rumah
panggung di daerah pasang surut biasanya setinggi maksimal naiknya permukaan air
rawa/sungai. Pengaruh perubahan cuaca dan effeck global warming pada tahun 2013
awal tinggi air pasang melebihi dari biasanya. Masyarakat menyikapi banjir pasang ini
tidak dengan mengungsi atau meninggikan permukaan tanah tempat mereka tinggal
tetapi memasang gataran di lantai rumah mereka dan melepaskannya kembali ketika
air telah kembali surut. Ketika beberapa rumah terbakar pada pertengahan juni 2013
yang penduduk lakukan hanyalah membangun kembali rumah mereka dengan
meninggikan tiang rumahnya di tempat awal (hasil wawancara). Kearifan lokal ini
menjaga alih fungsi rawa dan menjaga daerah resap air sehingga ketika terjadi
perubahan cuaca ekstrim sebagai dampak global warming daerah resap air dan
sumber karbon di rawa tetap terjaga. Perubahan tinggi tiang rumah dan sisa gataran
dapat di lihat pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Rumah panggung yang baru di bangun yang tingginya lebih dari tetangga
lainnya.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 230
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 231
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 232
ajar akan mengikuti model pengembangan materi ajar educational reconstruction yang
dikembangkan oleh Duit (1995).
[2]
[3]
[4]
[5]
pengalaman dan belajar dari alam. Makalah penelitian di unduh dari direktori
Dosen UPI. www.UPI.edu/directori/dosen/Mipa/Pdf. tanggal 2 maret 2013
Corey J.A. Bradshaw, Giam X., Navjot .S. Sodhi. 2010. Evaluating the relative
enviroment Impact of Countries. Jurnal PloS ONE (5)5-e-104040
Colfer, C.J.P. 1997. Beyond Slash and Burn, Building on Indigenous
Managementof Borneos Tropical Rain Forest. The New York Botanical Garden.
NewYork
Fox, J.M., 2000. How Blaming Slash and Burn Farmers is Deforestating
Mainland Southeast Asia. Analysis from The East-West Center 47. pp:1-7
Leksono, S.M., Rustaman, N. 2012.Ujicoba Pengembangan Model Pembelajaran
Koservasi Biodiversity Berbasis Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Literacy
Biodiversity bagi Calon Guru Biologi. Prosiding seminar nasional cakrawala
pembelajaran berkualitas di Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 233
Challenges and Trends. Jurnal of Clean Techn Environ Policy Vol 8: 3137
[7] Ridwan, Nurma Ali. 2009. Landasan Keilmuan kearifan lokal. Ibda 5(1): 27-38
[8] Rowe D. 2002. Enviroment literacy and Sustainability as core Requirements
Succes Story and Models. Journal of Teaching Sustainability at Universtie (5) 3945
[9] Trevors, J.T. & Saier, M.H.,(2010). Education for Humanity. Jurnal Water Air Soil
Pollution 206:12
[10] Yusuf. Y., Rhoma D.W., (2007). Transformasi Masyarakat Melalui Pendidikan
Lingkungan Hidup (Kajian Perilaku Masyarakat Kampus Dan Kurikulum
Pendidikan Lingkungan di Perguruan Tinggi Yogyakarta). Jurnal Penelitian
Bappeda Kota Yokyakarta Volume 2. 2007
Meilinda*
Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNSRI
Meilinda.unsri@gmail.ac.id
Khoiron Nazip
Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNSRI
Nazip_khoironnnazip@yahoo.co.id
Ermayanti
Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNSRI
Ema_antik@yahoo.co.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 234
Pendahuluan
Saat ini tekanan darah tinggi merupakan, salah satu risiko utama yang dapat
mengakibatkan. Jumlah tingkat kematian tiap tahun dan terdapat kecacatan, kematian
dan tujuh persen kecacatan disesuaikan hidup tahun. Hipertensi meningkat dengan
cepat yang dialami berjuta orang tidak mengenal usia yang mempengaruhi lebih dari
satu dari tiga orang dewasa 25 tahun keatas sekitar satu milliar orang di dunia,
berpenghasilan rendah, dan menengah memiliki biaya sosial, perkembangan dan
ekonomi yang besar. Hipertensi banyak dijumpai di Indonesia terutama di kota-kota
besar dan merupakan faktor terjadinya infark miocard. Peningkatan tekanan darah
yang terjadi terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan
komplikasi [1] Peningkatan darah yang sangat tinggi jika sistolik diatas 180 mmHg dan
diastolik sama dengan110 mmHg disebut krisis hipertensi yang sering memilki
kompilkasi yang fatal fakor resiko utama adalah: stroke, gagal ginjal, gagal jantung,
yang dapat memberi harapan hidup pendek dan sering disebut sillent killer. Perubahan
gaya hidup dan pola makan dapat memperbaiki kontrol tekanan darah dan mengurangi
resiko terkait kompliasi [2]. Untuk mencegah tinggi tekanan darah pada penderita
tekanan darah tinggi terapi aroma merupakan suatu, penyembuhan yang mengunakan
bunga-bunga, tumbuh-tumbuhan memiliki aroma yang harum dan menyenangkan
untuk meningkatkan, kesehatan yang dapat membuat rileks, meningkatkan kebugaran
tubuh, mengurangi stres, diperkirakan bahwa aroma minyak esensial yang diinhalasi
akan memberikan reaksi dan mengirimkan pesan-pesan keotak dan aromanya tidak
memiliki efek berbahaya bagi kesehatan. Saat ini aromaterapi sangat berkembang
dengan pesat merupakan terapi alami yang telah digunakan dibeberapa hotel, spa,
pemijatan dan sebagai tambahan untuk campuran lulur, parfurm, sabun. Pengharum
yang dapat digunakan di rumah tangga, oleh karena itu selain digunakan sebagai
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 235
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 236
ISBN 978-602-19655-5-9
Sistol Sebelum
Perlakuan
Sistol
Sesudah
Perlakuan
Diastol
Sebelum
Perlakuan
Diastol
Sesudah
Perlakuan
26
1.6092
2.77124
1.41306
199.674
.652
.456
.597
.887
140.00
198.00
1.5469
2.53939
1.29484
167.662
.386
.456
.082
.887
132.00
184.00
1.0646
3.28129
1.67314
279.938
.042
.456
-.775
.887
79.00
139.00
94.2308
1.94881
9.93703
98.745
-.112
.456
-.447
887
75.00
111.00
Hal. 237
Df
Sig.
Sistol_Sebelum_Perlakuan
145
26
172
Sistol_Sesudah_Perlakuan
130
26
200
Diastol_Sebelum_Perlakuan
117
26
200
Diastol_Sesudah_Perlakuan
121
26
200
Tabel 3 menunjukkan hasil uji beda dua nilai rata-rata, yaitu rata-rata nilai sistol
sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar dengan rata-rata nilai sistol
sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar dengan menggunakan uji-t
berpasangan. Dari hasil uji beda dua nilai rata-rata ini diperoleh bahwa nilai sig lebih
kecil dari nilai . Nilai sig. yang diperoleh bahwa 16092 2,99 sedangkan nilai rata-rata
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 238
sistol sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar selama 35 menit adalah
15469. Mengacu kepada nilai-nilai ini dan mengacu kepada hasil uji beda yang
ditunjukkan pada tabel 3, maka dinyatakan bahwa terjadi penurunan tekanan darah
(sistol) pada anggota sampel setelah menghirup aroma minyak essensial mawar
selama 35 menit, yaitu dari 16092 ke 15469 adalah, 0000 sementara nilai adalah
0,05. Artinya, terjadi perbedaan yang signifikan secara statistik antara nilai rata-rata
sistol sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar dengan nilai rata-rata sistol
sesudah pemberian minyak essensial mawar. Nilai rata-rata perbedaannya adalah
6,235,43 Sebagaimana telah diterangkan di atas dimana nilai rata-rata sistol sebelum
pemberian aroma minyak essensial mawar adalah
Tabel 3. Uji Beda Dua Nilai Rata-rata Sistol dengan Uji-t Berpasangan.
Paired Samples Test
Paired Differences
Sistolik_Sebelum_Perlakuan
Sistolik_Sesudah_Perlakuan
Mean
Std.
Deviation
6,23077
270271
Std. Error
Mean
53004 11.755
df
Sig. (2-tailed)
25
0.00
Tabel 4. Uji beda dua nilai rata-rata diastol dengan uji-t berpasangan.
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
Diastolik_Sebelum_Perlakuan
Diastolik_Sesudah_Perlakuan
122308
Std.
Deviation
12.58351
Std. Error
Mean
2.46783
T
4.956
df
Sig. (2-tailed)
25
0.00
Tabel 4 menunjukkan hasil uji beda dua nilai rata-rata diastole sebelum
pemberian aroma minyak essensial mawar dan rata-rata nilai diastol sesudah
pemberian aroma minyak essensial mawar dengan menggunakan uji-t berpasangan.
Dari hasil uji beda dua nilai rata-rata ini diperoleh juga bahwa nilai sig. lebih kecil dari
nilai . Nilai sig. yang diperoleh adalah 0,00 sementara nilai adalah 0,05. Artinya,
terjadi perbedaan yang signifikan 1223082.46783 Sebagaimana juga telah
diterangkan di atas dimana nilai rata-rata diastol sebelum pemberian aroma minyak
essensial mawar adalah 106461,52 dan nilai rata-rata diastole sesudah pemberian
aroma minyak essensial mawar adalah 9423081,90. Mengacu kepada nilai-nilai ini
dan mengacu kepada hasil uji beda yang ditunjukkan pada tabel 4, maka dinyatakan
bahwa terjadi penurunan tekanan darah (diastol) pada anggota sampel setelah
menghirup aroma minyak essensial mawar selama 35 menit, yaitu dari 106461,90ke
9423081,52.
Dari hasil analisis statistik ditunjukkan bahwa penurunan tekanan darah yang
terjadi terkait dengan penghirupan aroma esensial mawar dapat diterangkan berikut ini.
Bahwa mekanisme kerja inhalasi mawar ini yang paling utama ialah indra penciuman.
Pada saat inhalasi mawar maka semua molekul akan masuk ke dalam tubuh terutama
paru-paru. Kemudian terjadi pertukaran gas di dalam alveoli yang mana molekul-
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 239
molekul dari inhalasi mawar akan dibawa oleh sirkulasi darah dari paru-paru menuju
seluruh tubuh terutama pada sistem persarafan [9]. Salah satu molekul yang
mempengaruhi sistem persarafan adalah linalool , yang mana linalool ini memilki sifat
yang menenangkan. Apabila linalool masuk ke sistem persarafan maka akan langsung
diikat oleh reseptor GABA yang mana reseptor GABA ini akan mengikat sifat yang
menenangkan. Apabila linalool ini diikat oleh resptor GABA maka glutamate terhambat
sehingga informasi yang masuk ke neuron tidak banyak, sehingga dapat
mempengaruhi neuron lain sampai informasinya terbawa ke otak sehingga otak
merasa tenang karena informasi yang dikirim tidak banyak. Sehingga dapat
mempengaruhi kerja jantung, dimana cepat lambatnya jantung berdetak dipengaruhi
oleh otak sehingga tekanan darah bisa terkontrol.
Daftar Pustaka
[1] Radhi, Ansa dan Muhamad. 2010. Pencegahan dan pengendalian-hipertensi.
Hypertension crisis ,Blood Press. Vol. 19 No. 6 hal. 32836.
[2] Asokan GV et al. 2011. Osteoarthritis among women in Bahrain: a public health
audit. Oman Medical Journal, Vol. 26 No. 6, hal. 426430.
[3] Vries, DPD, LAM Dubois. 2004. Early selection in hybird Tea-rose seedlings for
cut stem length. Euphyt Vol. 26 No.3 hal. 761-767.
[4] Mulyana Yanti, Warya Sohadi, Fika dan Inayah. 2011. Efek aromaterapi minyak
esensial mawar (rose domacena mill) terhadap jumlah bakteri udara ruangan
berpendingin. Jurnal stikes Vol. 6 No.1 hal. 84-98.
[5] McLain DE. Chronic Health Effects Assessment of Spike Lavender Oil. Walker
Doney and Associates, Inc 2009; 1-18
[6] Taufiq T. 2007. Menyuling Minyak Atsiri. PT. Citra Pramana: Yogyakarta
[7] Brambilla P, Peres J, Barale F, Schettini dan Soares JC. 2003. GABAergic
dysfinction in mood disorders. Nature Publishing Group Vol. 8 hal. 721-73
Melani Tambunan*,
Laboratorium Sains Terapan,
Universitas Advent Indonesia
Jln. Kolonel Masturi No. 288 Parongpong, Bandung Barat
email: melanitam@rocketmail.com
Sapti Widiarti
Laboratorium Sains Terapan,
Universitas Advent Indonesia
Jln. Kolonel Masturi No. 288 Parongpong, Bandung Barat
Palupi Triwahyuni
Laboratorium Sains Terapan,
Universitas Advent Indonesia
Jln. Kolonel Masturi No. 288 Parongpong, Bandung Barat
*) Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 240
Pendahuluan
Permasalahan utama dalam pembelajaran pendidikan formal saat ini adalah
rendahnya daya serap peserta didik [1]. Hal ini terjadi karena pembelajaran di sekolah
saat ini cenderung berpusat pada guru (teacher centered) sehingga siswa tidak
mendapat akses untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses
berpikirnya. Menurut Bobi DePorteer kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20%
dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat
dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan
kita lakukan [2].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 241
Hal ini terbukti ketika peneliti memperoleh informasi dari guru bidang studi IPA
fisika
di salah satu SMP negri di Kabupaten Kampar Provinsi Riau, rata-rata hasil
belajar kognitif IPA fisika siswa kelas VII pada tahun ajaran 2010/2011 adalah 63
sedangkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk tahun ajaran 2011/2012 adalah 65.
Sehingga hasil belajar kognitif siswa belum tercapai seperti yang diinginkan.
Menurut UUSPN No.20 tahun 2003 pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Salah satu tujuan pembelajaran IPA fisika di SMP adalah memberikan pengalaman
kepada siswa dalam merencanakan dan melakukan kerja ilmiah untuk membentuk
sikap ilmiah oleh karena itu seharusnya dalam pembelajaran fisika siswa berinteraksi
dengan guru dengan cara siswa dibimbing oleh guru dalam menemukan konsep fisika
melalui sumber belajar yang ada sehingga siswa secara aktif dapat mengetahui
bagaimana proses menemukan sebuah konsep fisika.
Dalam rangka melakukan perbaikan kualitas pembelajaran yang selama ini
dilakukan agar sesuai dengan tujuan pembelajaran fisika di SMP maka guru bisa
melakukan perubahan metode pembelajaran yang biasa dilakukan dengan metode
baru yang bisa mengajarkan bagaimana siswa belajar menemukan sebuah konsep
melalui kerja ilmiah sehingga bisa meningkatkan motivasi dalam diri siswa untuk giat
dalam belajar dan hasil belajar kognitif siswa juga bisa mengalami peningkatan karena
motivasi belajar berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Seorang siswa yang memiliki intelegensia cukup tinggi, bisa jadi gagal karena
kekurangan motivasi. Hasil belajar akan optimal jika ada motivasi yang tepat [3]
Teori kontruktivisme merupakan teori yang tepat untuk menumbuhkan motivasi
dan meningkatkan hasil belajar siswa. Teori kontruktivisme menyatakan bahwa siswa
harus membangun sendiri pengetahuanya dan guru memberikan anak tangga yang
membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi [4]
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model yang mengacu pada teori
kontruktivis. Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah saling ketergantungan
positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi secara langsung, komunikasi antar
anggota dan evaluasi proses kelompok [5]. Prinsip dasarnya adalah siswa aktif, belajar
kerja sama, belajar menemukan sambil melakukan, membangun motivasi dan
pembelajaran yang menyenangkan [6].
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson et al
(1978) dari Universitas Texas. Bentuk adaptasi dari Jigsaw Aronson yang lebih praktis
dan mudah adalah Jigsaw II. Jigsaw II ini sangat cocok digunakan dalam pelajaranpelajaran kajian sosial, sastra, beberapa bagian ilmu pengetahuan alam, dan bidangbidang lainnya yang tujuannya penguasaan konsep [7].
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II telah terbukti dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya, daya ingatan siswa,
kepuasan siswa dengan pengalaman belajar yang diperolehnya serta membantu siswa
dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara lisan, keterampilan sosial,
meningkatkan rasa percaya diri serta membantu meningkatkan hubungan positif antar
siswa [5].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 242
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 243
TreatmentgroupR
ControlgroupR
O1 X
O1 C
O2
O2
S post S pre
S maks S pre
(1)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 244
Tabel 2. Kategori peningkatan hasil belajar kognitif berdasarkan N-gain (g) [10] .
Batasan
g 0,7
0,3 g 0,7
g 0,3
Kategori
Tinggi
Sedang
Rendah
Gambar 3. Grafik peningkatan hasil belajar kognitif siswa tiap indikator pada kelas
kontrol
Gambar 4. Grafik peningkatan hasil belajar kognitif siswa tiap indikator pada kelas
eksperimen.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 245
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 246
Agus Yoni PW
Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Riau
agusyoni.1987@gmail.com
Yennita
Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Riau
yennita_caca@yahoo.com
Zuhdi Maaruf
Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Riau
zuhdim@yahoo.co.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 247
Pendahuluan
Sejak ditemukan pada tahun 1991 oleh Ijima [1], CNT telah menjadi objek riset
yang sangat menarik. Sifat elektronik dan magnetiknya bergantung pada kiralitas dan
diameternya [2]. Eksperimen dan simulasi telah banyak dilakukan untuk mempelajari
sifat fisis, magnetik maupun elektronik pada CNT. Ketidakmurnian pada CNT dengan
menggunakan atom pengotor nitrogen telah dilakukan oleh S.S Yu et al. Dengan
menggunakan pendekatan LDA (local density approach) mereka menyimpulan bahwa
dengan mengubah kadar atom nitrogen pada CNT dapat mengontrol properti
elektronik CNT [3]. Doping nitrogen pada CNT dapat mengubah sifat
semikonduktornya menjadi metalik [4]. Sifat elektronik dan magnetic cari CNT dengan
atom pengotor juga telah banyak dipelajari dengan menggunakan teori ab initio.
Diawali dengan penemuan Teori Hohenberg-Kohn [5] dan Kohn-Sham [6] yang
memungkinkan kita untuk menyelesaikan persamaan Schrodinger dengan
memodelkan sistem fiktif yang terdiri dari partikel tidak saling berinteraksi namun
memiliki densitas yang sama seperti pada sistem yang saling berinteraksi. Pada
persamaan Kohn-Sham ini dikenal potensial eksternal yang bekerja secara lokal
ditempat partikel yang tidak saling berinteraksi itu bergerak, potensial ini juga dikenal
sebagai Kohn-Sham Potential. Melalui persamaan inilah kita bisa mencari energi
minimun dari suatu sistem partikel (seperti atom yang terdiri dari inti dan elektron)
dengan menyelesaikan permasalahan nilai eigen. Selain itu dalam persamaan ini
dirumuskan pula densitas dari sistem dengan N-partikel. Ide Kohn-Sham ini
memberikan pandangan baru dalam Density Functional Theory (DFT), dan
memberikan kontribusi yang besar di bidang komputasi material. Dengan cara
pandang baru ini memungkinkan para peneliti untuk mengaplikasikan teori tentang
interaksi elektron dalam atom pada material yang lebih kompleks, sehingga dapat
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 248
menyelesaikan permasalahan yang ada pada dunia nyata melalui proses pemodelan
dan simulasi dengan bantuan komputer.
Berbagai program atau perangkat lunak telah dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan simulasi material. Melalui simulasi material perhitungan yang rumit dalam
bahasa matematis dapat disederhanakan dalam bahasa numerik dengan berbagai
pendekatan dan asumsi. Penemuan komputer berkecepatan tinggi dan perkembangan
jaringan komputer turut berkontribusi pada perkembangan ilmu rekayasa material.
Komputer berkecepatan tinggi membantu perhitungan simulasi menjadi lebih cepat.
Simulasi dalam dunia rekayasa material merupakan salah satu bagian penting guna
mengurangi resiko kegagalan produksi material. Dalam makalah ini akan dibahas
tahapan dan persiapan perhitungan untuk melakukan simulasi material dengan
menggunakan perangkat lunak PHASE. Objek material yang digunakan pada
peneltian ini adalah CNT (10, 0) dengan atom pengganti Galium, Arsenic dan Nitrogen.
Teori Fungsional Kerapatan
Sederhananya, teori fungsional kerapatan ddidefinisikan sebagai energi sebagai
fungsi dari kerapatan muatan. Secara eksak teori kerapatan ini didefinisikan oleh Teori
Hohenberg-Kohn [5] dalam hamiltonian
h2
H
2me
V
2
i
ext
(r )
1
e2
2 i j ri rj
(1)
Nilai fungsi kerapatan elektron didapat dengan meminimisasi nilai energi Kohn-Sham.
KS
i i (r ) 0
(2)
i H KS inp i i
(3)
Dengan nilai i adalah selisih nilai energi untuk fungsi gelombang dengan nilai
mendekati 0 apabila nilai fungsi gelombang telah tercapai. Dengan menggunakan
fungsi gelombang yang baru, kerapatan elektron yang baru pun dihitung dengan
persamaan sebagai berikut
out 2 i
occ
ISBN 978-602-19655-5-9
(4)
Hal. 249
inp out
(SCF). Secara aliran program, metode SCF ini dapat diungkapkan seperti pada
Gambar 1.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 250
Gambar 2. Struktur CNT(10,0), terdiri dari 80 atom karbon dengan ujung zigzag.
35
30
DOS (states/eV)
25
20
15
10
0
-1.5
-1
-0.5
0.5
1.5
Energy (eV)
Gambar 3. Density of States CNT(10,0) menunjukan adanya gap antara pita valensi
dan pita konduksi. Garis vertikal yang terputus di 0 eV menyatakan Fermi level, dan
garis merah menyatakan DOS dari struktur CNT(10,0), diambil dari referensi [6].
Perhitungan pertama adalah perhitungan CNT(10,0) sempurna, yang tidak
diberikan atom pengotor ataupun pengganti. Hasil perhitungan ini dilakukan sebagai
validasi sistem. Dari hasil perhitungan menggunakan perangkat lunak PHASE, struktur
CNT(10,0) seperti ditunjukan oleh Gambar 2, memiliki karakteristik DOS yang
ditunjukan oleh Gambar 3, dari kurva ini dapat diamati bahwa CNT(10,0) merupakan
bahan semikonduktor yang mempunyai nilai band gap 0.82 eV. Kurva DOS ini
menggambarkan kebolehjadian suatu elektron untuk berada pada tingkatan energi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 251
tertentu. Semakin tinggi keadaan (states) per elektron volt-nya, maka kemungkinan
ditemukannya elektron pada energi tersebut adalah tinggi. Sebaliknya jika keadaan per
elektron voltnya nol, maka tidak mungkin ditemukan eletron pada energi tersebut. Hasil
energi gap yang kami peroleh, telah sesuai dengan perhitungan yang telah dilakkan
oleh Saito dkk [2], yang menyatakan bahwa CNT(10,0) berifat semikonduktor.
15
DOS (states/eV)
10
-5
-10
-15
-1.5
-1
-0.5
0.5
1.5
Energy (eV)
Gambar 5. Density of states CNT(10,0) dengan atom pengganti galium, arsenik dan
nitrogen menunjukan bahwa penambahan atom pengganti tersebut menghilangkan
sifat semikonduktor CNT(10,0). Garis merah menyatakan DOS dari spin-up,
sedangkan garis biru menyatakan DOS dari spin-down.
Berawal dari perhitungan CNT(10,0) yang telah mengkonfirmasi pekerjaan
sebelumnya. Kami melanjutkan penelitian dengan cara mengganti beberapa atom
karbon yang ada pada rantai Single Wall Carbon Nanotubes, seperti yang ditunjukan
oleh Gambar 4. Perhitungan CNT(10,0) dengan atom pengganti galium, arsenic dan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 252
nitrogen telah berhasil kami lakukan. Adanya atom pengganti tersebut telah mengubah
struktur dan sifat elektronik CNT(10,0). Dari hasil perhitungan kerapatan elektron yang
ditunjukan oleh Gambar 5, dapat dilihat bahwa penambahan atom pengganti tersebut
menghilangkan sifat semikonduktor dari CNT(10,0), karena terdapat kebolehjadian
ditemukannya elektron dengan spin down di sekitar Fermi level, hal ini memungkinkan
elektron dengan polarisasi spin down untuk menyebrang dari pita valensi ke pita
konduksi. Kemudian dari perbedaan spin up dan spin down teramati bahwa struktur ini
memiliki perbedaan densitas antara elktron yang memiliki spin-up dan spin down,
sehigga diduga material CNT(10,0) dengan pengganti Ga, N, dan As dengan
konfigurasi seperti pada Gambar 2 diperkirakan memiliki momen magnetik, besarnya
momen magnetik ini belum dapat ditentukan hanya dengan perhitungan DOS.
Perhitungan lebih lanjut dengan memperhatikan parameter polaritas dari spin elektron
yang lebih teliti, dapat dilakukan untuk menghitung momen magnetik dari material ini.
Kesimpulan
Perangkat lunak PHASE yang berkerja secara first principles, telah berhasil
digunakan untuk memprediksi karakteristik material CNT (10,0) yang telah divalidasi
oleh penelitian sebelumnya. Selanjutnya simulasi lebih lanjut mengenai CNT(10, 0)
dengan atom pengganti galium, arsenik, dan nitrogen menunjukan bahwa sifat
semikonduktor yang ada pada CNT(10, 0) akan hilang dengan adanya atom pengganti
tersebut. Selain itu ditemukan pula bahwa sifat magnetik dari material ini pun berubah.
Penelitian lebih lanjut mengenai momen magnetik yang bekerja pada sistem ini
dapat dilakukan pada penelitian yang akan datang.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada program peningkatan kapasitas ITB
yang telah memberikan dukungan dana penelitian ini.
Referensi
[1] Sumio Ijima. Helical microtubules of graphitic carbon, Nature 354, 56-58 (1991)
[2] R. Saito, G. Fujita, M. Dreaaelhaus dan Dresselhaus M. S. Electronic structure of
chiral graphene tubules, Appl. Phys. Lett.60, 2204-2206 (1992)
[3] S. S. Yu, W. T. Wen, Q. B. Zheng dan Q Jiang. Effects of doping nitrogen atoms
on the structure and electronic properties of zig-zag single walled carbon
nanotubes through first-principle calculation, Nanotechnology 18, 1-7 (2007)
[4] R. Czerw, M. Terrones, J. C. Charlier, X. Blase, B. Foley, R. Kamalakaran, N.
Grobert, H. Terrones, D. Tekleab, P.M. Ajayan, W. Blau, M. Ruhle dan D. L.
Caroll. Identification of electron donor states in n-doped carbon nanotubes,
Nano Letters 1(9), 457-460 (2001)
[5] P. Hohenberg dan W. Kohn. Inhomogeneous electron gas. Phys. Rev. 136,
B864-B871 (1964)
[6] W. Kohn dan L. J. Sham. Self-consistent equation including exchange and
correlation effect, Phys. Rev. B 54, 16533-16539 (1996)
[7] http://www.ciss.iis.u-tokyo.ac.jp/ (diakses Juli 2012)
[8] F. Muttaqien Electronic and Magnetic Properties of Substational Impurities in
Zigzag Edge (10,0) Carbon Nanotubes. Master Thesis ITB, 2012.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 253
Nurul Ikhsan*
Program Studi Sains Komputasi,
Institut Teknologi Bandung
nurul.ikhsan@yahoo.co.id
Ely Aprilia
Pusat Teknologi Instrumentasi dan Otomasi
Institut Teknologi Bandung
elyaprilia@yahoo.co.id
Acep Purqon
Program Studi Fisika
Institut Teknologi Bandung
acep@fi.itb.ac.id
Suprijadi
Program Studi Fisika
Institut Teknologi Bandung
supri@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 254
Pendahuluan
Sebagai sains, fisika memegang peranan penting dalam keberhasilan
pengajaran. Namun, masih banyak siswa yang menganggap bahwa fisika merupakan
pelajaran yang sulit dan menakutkan, sehingga fisika tidak menarik. Hal ini ditunjukkan
oleh nilai ujian nasional tahun 2012 yang diperoleh siswa-siswi Sekolah Menengah
Atas (SMA) negeri dan swasta provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pada bidang
studi fisika yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya,
seperti ditunjukkan pada gambar berikut [9].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 255
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 256
atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual
dan verbal [3].
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran
merupakan proses komunikasi. Jadi, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat
merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar
untuk mencapai tujuan belajar.
B. Microsoft Excel 2007 (Spreadsheet Excel)
Microsoft Excel merupakan program aplikasi spreadsheet (lembar kerja
elektronik). Fungsi dari Microsoft Excel adalah untuk melakukan operasi perhitungan
serta dapat mempresentasikan data kedalam bentuk tabel [3].
Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah sebuah program aplikasi
lembar kerja spreadsheet yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft Corporation
untuk sistem operasi Microsoft Windows dan Mac OS. Aplikasi ini memiliki fitur
kalkulasi dan pembuatan grafik yang dengan menggunakan strategi marketing.
Microsoft yang agresif, menjadikan Microsoft Excel sebagai salah satu program
komputer yang populer digunakan di dalam komputer mikro hingga saat ini. Bahkan,
saat ini program ini merupakan program spreadsheet paling banyak digunakan oleh
banyak pihak, baik di platform PC berbasis Windows maupun platform Macintosh
berbasis Mac OS, semenjak versi 5.0 diterbitkan pada tahun 1993.
C. Materi
Materi yang disampaikan dalam media ini adalah gerak parabola untuk siswa
SMA/MA kelas XI.
Metode Penelitian
A. Model Pengembangan
Penelitian ini merupakan usaha untuk menyelesaikan masalah pendidikan
khususnya pembelajaran eksperimen melalui pengembangan produk. Pengembangan
produk ini dilakukan dengan menggunakan model yang pernah dipakai oleh
Thiagarajan (1974) yakni Model 4-D. Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan yaitu
Define, Design, Develop, dan Desseminate atau diadaptasikan menjadi Model 4-P,
yaitu Pendefinisian, Perancangan, Pengembangan, dan Penyebaran [3]. Melalui model
pengembangan Thiagarajan, dilakukan pengembangan media pembelajaran dan
penyusunan buku pegangan guru pembelajaran berorientasi eksperimen inkuiri
menggunakan media roket air pada pokok bahasan gerak parabola untuk SMA/MA
kelas XI yang diterapkan dalam pembelajaran.
B. Prosedur Pengembangan
Penelitian ini menggunakan prosedur pengembangan yang disarankan oleh
Thiagarajan kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Modifikasi prosedur pengembangan
media pembelajaran model 4D dalam penelitian ini hanya sampai tahap
pengembangan (develop) untuk menghasilkan naskah perangkat. Penjelasan tahap
pendefinisian (define), perancangan (design), dan
Pengembangan (develop)
dijelaskan dalam lampiran.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 257
s
100 %
N
(1)
Interval
0% - 20%
21% - 40%
41% - 60%
Kriteria
Sangat buruk
Buruk
Cukup
4
5
61% - 80%
81% - 100 %
Baik
Sangat baik
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 258
Nama Produk
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
Rubrik Penilaian
5
6
Modul Praktikum
Contoh Laporan
ISBN 978-602-19655-5-9
Deskripsi
Merupakan panduan untuk melaksanakan proses
pembelajaran terdiri dari, RPP, LKS, rubrik penilaian,
modul dan contoh laporan praktikum
Uraian tentang perencanaan pembelajaran gerak parabola
dengan acuan silabus dan standar isi dari pemerintah
Berfungsi sebagai lembar petunjuk praktikum untuk
penguatan konsep dasar tentang GLB, GLBB, dan gerak
parabola serta analisisnya.
Berfungsi untuk mengukur apakah indikator sudah tercapai
atau belum, berisi soal-soal pengembangan dari LKS dan
skor penilaian.
Uraian tentang prosedur percobaan.
Berisi tentang diskripsi dan hasil percobaan
Hal. 259
B. Analisis Data
1. Analisis angket uji media
Dari hasil analisis uji media diperoleh rata-rata kelayakan 88,6% dan masuk
kedalam interval 81% sampai dengan 100%, sehingga termasuk kriteria sangat baik.
Hasil uji media untuk berbagai aspek ditunjukkan oleh gambar berikut.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 260
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 261
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa alat percobaan roket air dengan didukung oleh perangkat
pembelajaran eksperimen inkuiri yang divalidasi oleh para ahli dan hasilnya
menunjukkan bahwa pengembangan media pembelajaran gerak parabola berorientasi
eksperimen inkuiri untuk siswa SMA/MA layak digunakan sebagai media
pembelajaran.
Referensi
[1] Agung, R. 2012. Pemanfaatan Teknik Tracking LoggerPro Pada Pembentukan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 262
Pendahuluan
Teori moneter gas ideal merupakan teori moneter yang dibangun berdasarkan
kias antara perilaku gas ideal dengan proses barter dalam ekonomi. Jumlah uang
beredar (JUB) V dikiaskan dengan volume gas, daya beli uang P dikiaskan dengan
tekanan gas, pendapatan nasional dikiaskan dengan suhu gas, sehingga didapatkan
persamaan umum moneter sebagai berikut
PV kT .
(1)
(2)
Dengan C merupakan tetapan dan nilai n, 0 < n < 1. Untuk Indonesia, n = 0,59 dan C
= 0,49. Sedangkan untuk AS n = 0,39 dan C = 0,28 [2].
Persamaan (2) menunjukkan ada kelestarian selama proses moneter
berlangsung. Karena suku PVdianggap sebagai tenaga uang maka persamaan ini
disebut sebagai persamaan kelestarian tenaga uang, yakni
n
n
PV
.
i i Pf V f
(3)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 263
Uang fiat merupakan uang yang beredar menurut dekrit pemerintah. Uang fiat
yang berlaku sekarang memiliki nilai nominal yang jauh lebih besar dibanding nilai
intrinsiknya. Sistem perbankan cadangan pecahan memungkinkan perbankan umum
untuk melakukan proses penciptaan uang secara berlipat. Rasio cadangan ini dikenal
sebagai Giro Wajib Minimum (GWM) yang besarnya ditentukan oleh bank sentral
negara. Bunga uang memberi landasan bagi perbankan untuk menggelar aktivitas
sewa-menyewa uang. Dengan demikian ada kelindan yang kuat antara uang dan
perbankan.
Dengan demikian, dalam sistem moneter saat ini, lembaga perbankan
memainkan peran yang penting dalam pusaran ekonomi manusia. Perbankanlah satusatunya lembaga yang diijinkan untuk mencetak dan melipatgandakan uang.
Tenaga-uang Perbankan dan Tenaga-uang Rakyat
Apabila jumlah uang beredar mula-mula ialah Vi, kemudian perbankan
menambah uang beredar sebanyak Vt maka jumlah uang beredar sekarang menjadi Vf
= Vi + Vt. Dengan demikian nisbah Vi/Vf merupakan nisbah antara JUB awal dan JUB
akhir.
Dalam sistem perbankan cadangan pecahan (FRB), hubungan antara JUB awal
(setoran tabungan) dengan JUB akhir diatur oleh koefisien pengganda uang beredar
(money supply multiplier). Koefisien ini bernilai 1 / GWM
JUB akhir
1
setoran tabungan
GWM
(4)
Vi
Vi
GWM .
V f Vi Vt
(5)
(6)
PiVi Pf V f Pf Vi Vt .
n
(7)
merupakan suku tenaga-uang yang dimiliki kartel perbankan. Suku ini menunjukkan
bagian tenaga-uang yang dimiliki kartel perbankan,
E bank Pf Vt .
n
ISBN 978-602-19655-5-9
(8)
Hal. 264
Sebaliknya, suku Pf Vi
pemegang uang selain kartel perbankan. Suku ini dapat juga dinamai sebagai tenagauang rakyat.
Tenaga-uang ini dapat dimaknai sebagai kekayaan. Persamaan (1) menunjukkan
bahwa tenaga-uang merupakan stok barang/jasa atau pendapatan nasional. Oleh
karena itu porsi kepemilikan tenaga-uang sesungguhnya merupakan porsi distribusi
kekayaan.
Untuk nilai Vi Vt dengan n 1 dapat diselesaikan dengan menggunakan
n
Vi Vt
GWM
.
Vt n 1 n
1 GWM
(9)
(10)
1
PV n .
GWM i i
1 n
1 GWM
(11)
(12)
Dua persamaan terakhir ini secara berurutan menunjukkan bagian tenaga-uang yang
dimiliki kartel perbankan dan yang dimiliki seluruh pemegang uang di luar kartel
perbankan. Persamaan (11) dan (12) menunjukkan betapa sederhana peta distribusi
kekayaan akan dibagi. Satu-satunya faktor hanyalah GWM.
Distribusi Kekayaan yang dimiliki Kartel Perbankan dan Rakyat
Sekarang akan dilihat bagaimana peta distribusi kekayaan di Indonesia dan AS.
Di Indonesia, nilai n berdasarkan data pengamatan ialah n = 0,59dan diandaikan nilai
GWM = 0,05 sehingga didapatkan
Pf Vt 0,97 PiVi .
n
ISBN 978-602-19655-5-9
(13)
Hal. 265
Pf Vi 0,17 PiVi .
n
(14)
n 0,39 dan
Pf Vt 0,98PiVi .
(15)
Pf Vi 0,31PiVi .
(16)
nisbah Vi V f tidak 100% tercermin dalam GWM sebab dalam operasional di lapangan
sangat mungkin ada kendala-kendala yang menyebabkan koefisien pengganda uang
tidak bekerja secara maksimal. Meskipun demikian, kita dapat mengambil kesimpulan
penting bahwa pembagian proporsi penguasaan tenaga-uang antara kartel perbankan
dan rakyat menunjukkan ketimpangan yang luar biasa, sekira 9:1.
Ketimpangan proporsi penguasaan tenaga-uang antara kartel perbankan dan
rakyat akan nampak jelas sekali ketika proses moneter ialah proses isotermik yakni
n = 1. Dalam proses ini, skema penguasaan tenaga-uang akan menjadi
Pf Vt 1 GWM PV
i i.
(17)
Pf Vi GWM PV
i i .
(18)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 266
GWM yang ditetapkan bank sentral maka perbankan komersial menguasai tenagauang perekonomian.
Porsi penguasaan tenaga-uang perekonomian dapat berbentuk misalnya
industri apa yang akan didukung, ke mana uang akan dialirkan dan korporat mana
yang akan mendapat dukungan paling besar. Hal ini nampak nyata sekali ketika
proses pinjam-meminjam uang dengan bank selalu akan melibatkan jaminan aset
peminjam. Porsi penguasaan tenaga-uang perekonomian merupakan kekuasaan yang
tidak main-main sebab kartel perbankan dapat mendominasi berbagai sektor dalam
perekonomian negara.
Kaitan antara uang dan kekuasaan ditegaskan oleh Duncan (1997). Ia
menyatakan bahwa siapa yang memiliki uang sebanyak satu sen maka ia menguasai
dunia dan berhak memerintah seluruh manusia tapi hanya sebesar satu sen saja [6].
Data moneter yang ada menunjukkan bahwa kartel perbankan menguasai sekitar 90%
tenaga-uang maka penguasa negara/rakyat yang sebenarnya ialah kartel perbankan.
Bukti Kesenjangan Distribusi Kekayaan
Di muka sudah dibahas, persamaan kelestarian tenaga-uang menunjukkan
adanya kesenjangan luar biasa antara rakyat pemegang uang dan kartel perbankan.
Menurut Kompas [7], Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat simpanan
nasabah kaya (simpanan di atas Rp 2 miliar) di Indonesia hingga akhir 2012 mencapai
Rp 1.718,9 triliun dari total simpanan Rp 3.277,15 triliun. Jumlah tersebut merupakan
52,45 persen dari total simpanan masyarakat Indonesia. Ini dimiliki oleh 185.174
rekening dari total 118.728.353 rekening. Jadi, 0,16% dari total rekening telah
menguasai 52,45% dari total uang simpanan. Fakta ini dapat disederhanakan, jika
negara berpenduduk 10 ribu orang maka 16 orang menguasai separo lebih dari total
kekayaan seluruh penduduk. Sisanya dimiliki oleh 9984 orang.
Di AS, kartel perbankan juga menguasai distribusi kekayaan. Untuk
menunjukkan betapa kayanya kartel perbankan di AS, kekayaan tersebut dapat
dibandingkan dengan jumlah uang yang beredar sebagaimana disajikan dalam
gambar 1. Gambar ini menunjukkan bahwa kekayaan kartel perbankan ialah 6,6 kali
lipat uang jenis M1 atau 1,5 kali lipat uang jenis M2 atau 0,99 kali lipat uang jenis M3.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 267
Kesimpulan
Sistem moneter kita telah menciptakaan distribusi kekayaan yang timpang.
Aktivitas kartel perbankan telah menghisap kekayaan rakyat sehinggga kekayaan
rakyat hanya sekitar 10% saja dari kekayaan total.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Studi Pendidikan Fisika
Universitas Ahmad Dahlan yang telah mendukung dalam keikutsertaan kegiatan ilmiah
ini.
Referensi
[1] Resmiyanto, Rachmad, Perumusan Model Moneter Berdasarkan Perilaku Gas
Ideal, Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Fisika, UNP, Padang, 2
November 2013
[2] Resmiyanto, Rachmad, Pandangan terhadap Proses Moneter di Indonesia dan
AS Berdasarkan Model Moneter Gas Ideal, Seminar Nasional Fisika, UNHAS,
Makassar, 14 November 2013
[3] Resmiyanto, Rachmad, Teori Moneter Gas Ideal: Teori Inflasi Baru, Seminar
Nasional Sains dan Pembelajaran Sains, UMP, Purworejo, 30 November 2013
[4] Iswardono, 1999, Uang dan Bank, Ed. 4, Cet.6, BPFE, Yogyakarta
[5] Mankiw, N. Gregory, 2007, Makroekonomi, Ed.6, Cet.1, Erlangga, Jakarta.
[6] Duncan, Hugh Dalziel, 1997, Sosiologi Uang, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
[7] http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/07/15340728/Simpanan.Nasaba
h.Kaya.-Tembus.Rp.1.718.Triliun, tayang tanggal 07 Februari 2013
Rachmad Resmiyanto
Pendidikan Fisika
Universitas Ahmad Dahlan
rachmadresmi@gmail.com
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 268
Pendahuluan
Sesar didefinisikan sebagai bidang rekahan yang disertai oleh adanya
pergeseran relatif (displacement) satu blok terhadap blok batuan lainnya. Jarak
pergeseran tersebut dapat hanya beberapa milimeter hingga puluhan kilometer,
sedangkan bidang sesarnya mulai dari yang berukuran beberapa centimeter hingga
puluhan kilometer (Billing, 1969). Terdapat sesar yang memanjang segmen Aceh
sepanjang 200km[1]. Sesar merupakan salah satu penyebab terjadinya gempa bumi.
Telah banyak dilakukan penelitian tentang sesar dengan menggunakan metode
geofisika seperti motode GPS, seismic tetapi penggunaan metode magnetotellurik
masih jarang dipergunakan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan metode
magnetotellurik untuk penelitian sesar melalui analisa sebaran resistivitas dan fase
dari data Magnetotelurik.
Teori
Magnetotelurik merupakan salah satu metode geofisika yang mengukur medan
elektromagnetik alam yang dipancarkan oleh bumi. Tikhonov dan Cagnaird
mengembangkan teori yang mendasari metode magnetotelurik pada tahun 1950.
Mereka berdua mengamati bahwa medan listrik dan medan magnet berhubungan
dengan arus telluric yang mengalir di bumi sebagai akibat dari variasi medan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 269
dengan mengukur secara pasif komponen medan listrik ( E ) dan medan magnet alam
( H ) yang berubah terhadap waktu. Data pengukuran yang dihasilkan dari metode MT
merupakan sebaran resistivitas yang menggambarkan variasi konduktivitas listrik
terhadap kedalaman. Sehingga secara umum metode MT dapat digunakan untuk
memperoleh informasi mengenai struktur tahanan jenis bawah permukaan.
Berdasarkan frekuensinya sumber medan elektromagnetik alami bumi dibagi 2,
yaitu :
a. Frekuensi rendah (f < 1Hz). Medan elektromagnetik yang termasuk pada
frekuensi rendah ini berasal dari interaksi antara solar wind dengan medan
magnet bumi di lapisan ionosfer.
b. Frekuensi tinggi (f > 1Hz). Medan elektromagnetik yang termasuk pada
frekuensi tinggi ini berasal dari aktifitas badai petir dan transmisi gelombang
radio pada lapisan atmosfer.
Secara umum, fenomena elektromagnetik dapat dijelaskan secara matematis
melalui persamaan Maxwell. Berikut adalah persamaan Maxwell dalam bentuk
differensial :
B
E
(1)
t
D
H
J
(2)
t
D q
(3)
B 0
(4)
Dimana
D E
B H
E
J E
ISBN 978-602-19655-5-9
(5)
(6)
(7)
Hal. 270
Sifat fisik medium diasumsikan tidak bervariasi terhadap waktu dan posisi
(homogen isotropik).
Impedansi didefinisikan sebagai perbandingan antara komponen medan listrik
dan medan magnet yang saling tegak lurus dapat diperoleh dari penurunan
persamaan Maxwell, sehingga didapat :
Ex
Z xy i0
(8)
Hy
Ey
(9)
Z yx i0
Hx
Impedansi kompleks dapat pula dinyatakan sebagai besaran amplitudo dan fasa.
Dalam prakteknya besaran tersebut lebih sering dinyatakan dalam bentuk tahananjenis dan fasa sebagai berikut :
ZI
Im Z I
Re Z I
tan 1
(10)
(11)
503
(12)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 271
Resistivitas (Ohm.m)
1000
100
10
1
1000
100
10
0.1
0.01
0.001
Frekuensi (Hz)
Rhoxy
Rhoyx
Fasa (Degrees)
100
80
60
40
20
0
1000
100
10
0.1
0.01
0.001
Frekuensi (Hz)
Fasaxy
Fasayx
140
120
100
80
60
40
20
0
1000
100
10
0.1
0.01
0.001
Frekuensi (Hz)
Impedansi xx
Impedansi xy
Impedansi yx
Impedansi yy
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 272
1.2
1
Skewness
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1000
100
10
0.1
0.01
0.001
Frekuensi (Hz)
Gambar
1.
Pseudosection
terhadap resistivitas
frekuensi
Gambar 2.
terhadap fasa
Pseudosection
frekuensi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 273
terhadap frekuensi dapat dilihat bahwa pada frekuensi tinggi nilai impedansi Zxy dan
Zyx lebih besar dibanding Zxx dan Zyy hingga rentang frekuensi antara 101-100Hz. Hal
tersebut menandakan bahwa daerah frekuensi tinggi memiliki dimensionalitas 1D
dimana sesuai dengan teori bahwa untuk impedansi 1D nilai Zxx=Zyy0 sedangkan
nilai Zxy=-Zyx (pada grafik merupakan nilai besar impedan si sehingga Zxy=Zyx).
Untuk frekuensi rendah data impedansi semua nilai mengecil hampir mendekati 0
dengan kata lain bahwa untuk frekuensi rendah dari 100Hz merupakan lapisan yang
mempunyai nilai dimensionalitas yang makin 1D atau 2D karena untuk dimensionalitas
3D akan mempunyai nilai impedansi yang tidak mendekati 0. Sehingga untuk lapisan
tersebut merupakan lapisan 2D dengan penggabungan analisa berdasarkan nilai
resistivitasnya.
Selain itu, analisa impedansi diperkuat dengan adanya data skewness terhadap
frekuensi. Nilai skewness adalah nilai perbandingan dari impedansi Zxx+Zyy terhadap
Zxy-Zyx. Untuk dimensionalitas 1D nilai skewness0 dan untuk dimensionalitas
2D&3D 0. Dapat dilihat dari data grafik bahwa nilai skewness0 untuk rentang
frekuensi tinggi hingga sekitar 100Hz dan nilainya menjadi semakin besar untuk
frekuensi yang lebih kecil. Data tersebut menambah hasil analisa bahwa lapisan pada
frekuensi kecil memiliki dimensionalitas 2D.
Analisis letak sesar dapat dilihat dari hasil pseudosection frekuensi terhadap
resistivitas pada gambar 6. Gambar pseudosection tersebut menggambarkan adanya
perubahan resistivitas pada titik Db2, D5 dan Db5. Pada titk Db2 dan Db 5 merupakan
perubahan peralihan antara lempeng darat dengan lautan karena titik selanjutnya
merupakan daerah pantai yang berbatasan dengan laut. Pada titik D5 terjadi
perubahan kontras resistivitas dan pada titik tersebut diperkirakan letak dari sesar
Sumatera. Karakteristik sesar sendiri ialah mempunyai nilai resistivitas yang rendah
tetapi masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai resistivitas air laut. Pada titik
D5 terjadi perubahan nilai resistivitas dari tinggi ke rendah diakibatkan adanya
perbedaan lempeng akibat patahan sehingga terjadi perubahan nilai resistivitas.
Kesimpulan
Analisis dimensionalitas yang dilakukan dengan parameter resistivitas,
impedansi dan skewness pada data hasil pengukuran menunjukkan struktur terdiri dari
1D dan 2D. Daerah sesar diperkirakan terletak disekitar titik D5 yang diperlihatkan
adanya kontras resistivitas dari pseudosection data hasil pengukuran. Data geologi
diperlukan sebagai data tambahan melihat susunan struktur batuan dalam penentuan
bidang sesar. Penggabungnan data hasil pengukuran dengan metode lain (AMT,
CSAMT, seismik, dll) dapat meningkatkan resolusi hasil pengukuran dan sebagai
validasi penentuan letak sesar.
Ucapan terima kasih
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Kerjasama Luar Negeri dan
Publikasi Internasional yang dibiayai oleh DIKTI tahun 2013. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Tokyo Institute of Technology, Jepang atas dukungan peralatan
MTU untuk kegiatan pengambilan data MT. Penulis juga berterima kasih kepada
semua pihak yang membantu dalam survey MT di Aceh.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 274
Referensi
[1] Sieh, Kerry & Natawidjaya, D. Neotectonics of the Sumatran faults, Indonesia.
Journal of Geophysical Research, vol 105 p.28,295-28,326. December 10, 2000.
[2] Fiona S. & K. Bahr, Practical Magnetotellurics, Cambridge Univ. Press., 2005
[3] P. Karey, M. Brooks & Ian Hill, An Introduction to Geophysical exploration 3rd
edition, blackwell science, 2002
[4] Telford W.F. & Godart, Applied Geophysics 2nd edition, Cambridge Univ. Press.,
1985
[5] W. Lowrie, Fundamentals of geophysics 2nd edition, Cambridge Univ. Press.,
2007
Rahman Nurhakim*
Department of Physics
Institut Teknologi Bandung
rahman.rnh@gmail.com
Rudy Prihantoro
Department of Physics
Institut Teknologi Bandung
prihantoro.rudy@gmail.com
Nurhasan
Department of Physics
Institut Teknologi Bandung
nurhasan@fi.itb.ac.id
Doddy Sutarno
Department of Physics
Institut Teknologi Bandung
sutarno@fi.itb.ac.id
Nazli Ismail
Department of Physics
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 275
Pendahuluan
Berdasarkan rumusan terbaru kurikulum 2013, Standar Kompetensi Lulusan
satuan pendidikan berisikan 3 (tiga) komponen yaitu kemampuan proses, konten, dan
ruang lingkup penerapan komponen proses dan konten. Komponen proses adalah
kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses konten menjadi kompetensi [1].
Proses pembelajaran di sekolah menengah diharapkan dapat membangun
kemampuan proses siswa secara prosedural, baik soft skill ataupun hard skill. Salah
satu cara untuk melatih kemampuan tersebut yaitu membangun pembelajaran
bermakna dengan kegiatan praktikum. Hambatan yang dialami guru dalam
melaksanakan kegiatan praktikum yaitu dibutuhkan waktu khusus untuk persiapan
sebelum praktikum dilaksanakan serta tidakadanya laboran yang dapat membantu
pelaksanaan praktikum IPA Fisika [2]. Sedangkan kendala yang dialami siswa selama
kegiatan praktikum salah satunya yaitu kesiapan siswa terhadap materi praktikum
akibat kurang memahami panduan kerja sebelum melaksanakan praktikum [3].
Adanya kendala selama proses kegiatan praktikum ini tentu harus segera
ditindaklanjuti secara serius agar ketercapaian dalam proses pembelajaran dapat
terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan.
Praktikum virtual atau sering disebut virtual lab merupakan suatu kegiatan
laboratorium yang menggunakan program aplikasi dalam komputer. Selama sepuluh
tahun terakhir telah dilakukan penelitihan secara empiris yang menyatakan bahwa
eksperimen secara virtual dapat meningkatkan keterampilan, sikap kemandirian, dan
pemahaman siswa [4]. Selain itu, penggunaan virtual lab memungkinkan siswa untuk
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 276
Gambar 1. Komponen dasar penggerak jarum penunjuk pada AVO meter analog [6].
Saat arus pengukuran (Im) masuk ke dalam kabel kumparan seperti ditunjukkan
pada Gambar 1, selanjutnya akan dihasilkan medan magnet dalam kumparan tersebut.
Adanya arus ini menginduksi medan magnet yang saling berinteraksi dengan medan
magnet permanen seperti bentuk sepatu kuda. Dari interaksi ini menghasilkan suatu
gaya akibat sebuah torsi mekanis yang dihasilkan oleh kumparan. Karena kumparan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 277
terusik oleh medan induksi dan tergulung secara permanen pada sebuah tabung
silinder putar (drum) seperti ditunjukkan Gambar 1, gaya torsi yang dihasilkan akan
mengakibatkan rotasi dari tabung mengelilingi batang pemutarnya.
Terdapat dua pegas pengendali pada batang pemutar drum. Saat drum berputar,
satu pegas menggulung batang pemutar dari depan menuju ke dalam, pegas yang lain
menggulung batang pemutar pada arah yang sebaliknya, sehingga memperlihatkan
sebuah ukuran torsi dengan arah putaran yang berlawanan, dan mengendalikan
pergerakan dari drum. Pegas ini menghasilkan nilai torsi yang bergantung pada sudut
simpangan dari drum, , atau sudut simpangan jarum penunjuk. Pada suatu posisi
tertentu (atau sudut simpangan tertentu), gaya torsi dari kedua pegas tersebut berada
dalam kesetimbangan.
Pengertian Microsoft PowerPoint 2010
Aplikasi Microsoft Powerpoint, pertama kali dikembangkan oleh Bob Gaskins
dan Dennis Austin sebagai presenter untuk perusahaan bernama Forethoutght, Inc
yang kemudian mereka ubah namanya menjadi Power Point. Microsoft Office
PowerPoint 2010 merupakan salah satu perangkat lunak yang dikeluarkan oleh
Microsoft yang dapat digunakan untuk mempresentasikan tulisan atau gambar kepada
orang lain secara efektif, profesional dan juga mudah. Microsoft Power Point dapat
terdiri dari teks, grafik, obyek gambar, clipart, movie, suara dan obyek yang dibuat
dengan program lain [7].
Setiap pergerakan dari jarum penunjuk ditandai oleh dua besaran listrik:
pertama, Rm adalah hambatan dalam yang dimiliki oleh kabel untuk membentuk
kumparan; kedua, Im adalah arus meter yang menyebabkan jarum penunjuk
menyimpang pada posisi skala maksimum. Oleh karenanya, apabila hukum Ohm
diaplikasikan kita akan mendapatkan:
Vm= Rm Im
(1)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 278
Pada slide 3 7
Mengaktifkan tombol CommandButton untuk mengisi tulisan pada TextBox dan
menampilkan gambar yang tersembunyi.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 279
Gambar 2. Kode perintah tombol Command Button untuk mengisi tulisan pada
TextBox dan menampilkan gambar yang tersembunyi.
Pada slide 3, saat tombol CommandButton 4 ditekan, maka pada TextBox 1
akan terisi oleh tulisan yang sebelumnya telah diisi dengan memberi tanda ().
Serta halaman presentasi akan aktif untuk memunculkan gambar 4 dan gambargambar yang lain akan disembunyikan.
Pada slide 8 9
Gambar 3. Kode perintah pada ComboBox untuk memilih nilai besaran listrik.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 280
Pada bagian ini, berisi informasi tentang prosedur dalam menggunakan AVO
meter yang bertujuan untuk memandu pengguna dalam menggunakan alat ukur listrik
agar tidak terjadi kasalahan selama melakukan pengukuran secara nyata. Urutan
menggunakan alat ukur diberikan dengan angka yang tertulis pada tombol
CommandButton.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 281
[3] Al Imran, Studi Tentang Hambatan Siswa Kelas I Listrik Di Smk Negeri 2
Makassar Dalam Pelaksanaan Praktikum Pekerjaan Mekanik Elektro (PME),
Jurnal MEDTEK, Volume 2, Nomor 1, April 2010
[4] Zacharia dan Olympiou. (2011) Physical versus virtual manipulative
experimentation in physics learning. Journal of Learning and Instruction, Vol 21,
p 317-331
[5] E. Harry , and B. Edward. Making Real Virtual Lab. The Science Education
Review. 2005.
[6] NN.
NotesOnMultimeters.
http://www.eee.metu.edu.tr/~ee214/documents/NotesOn Multimeters.pdf [diakses
tanggal 24/6/2013]
[7] Retna, G. 2010. Belajar Cepat Microsoft PowerPoint 2010. Yogyakarta: Penerbit
ANDI.
Ratna Puspitasari*
Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
ratna.p@students.itb.ac.id
Siti Nurul Khotimah,
Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
nurul@fi.itb.ac.id
Wahyu Hidayat
Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
Wahid@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 282
Pendahuluan
Berdasarkan laporan Riskesdas 2007, penyebab kematian pertama di Indonesia
adalah penyakit akibat kolesterol tinggi seperti penyakit jantung dan stroke [8].
Prevalensi wanita lebih banyak yang mengalami hiperlipidemia dibandingkan pria [2].
Diprediksi tahun 2020 akan banyak terjadi kematian akibat penyakit jantung dan
pembuluh darah akibat pola hidup yang tidak benar serta kurangnya aktifitas fisik [18].
Hiperlipidemia merupakan tingginya kadar lipid (lemak) serta kolestesterol termasuk
trigliserida dalam darah [7]. Dikatakan hiperlipidemia bila kadar kolesterol total
200mg/dL [10]. Hiperlipidemia dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah
(aterosklerosis) yang dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke dan kematian [4].
Pengobatan yang sering dilakukan untuk menurunkan kadar kolesterol total dengan
cara mengonsumsi obat sintetik, merubah pola hidup dan berolahraga secara rutin [1].
Tetapi, mengonsumsi obat sintetis secara rutin akan menimbulkan dampak negatif
pada tubuh seperti gangguan ginjal, hati dan pencernaan [17]. Oleh karena itu
dibutuhkan alternatif lain yang lebih aman yaitu dengan jeruk nipis yang terbukti aman
[14].
Jeruk nipis biasa digunakan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan
berbagai macam penyakit karena kaya akan vitamin C sebagai antioksidan [3]. Jeruk
nipis memiliki berbagai macam kandungan vitamin, mineral, serta fitokemikal seperti
flavonoid dan limonoid yang terbukti bermanfaat karena mengandung antioksidan yang
dapat menjaga kesehatan tulang, jantung dan sistem kekebalan tubuh[15]. Selain itu,
sejumlah penelitian yang telah dilakukan sebelumnya melaporkan vitamin C dan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 283
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 284
normalitas dari data kadar kolesterol total sebelum dan sesudah. Dari hasil data uji
normalitas data berdistribusi dengan normal [16]. Setelah uji normalitas penghitungan
selanjutnya digunakan uji t-berpasangan dengan tingkat signifikansi =0,05 untuk
melihat pengaruh rata-rata signifikan antara sebelum dan sesudah perlakuan [13][16].
Perhitungan statistik dilakukan menggunakan aplikasi SPSS (versi 16.00).
Hasil dan diskusi
Jumlah sampel sebelum perlakuan berjumlah 10 orang dan jumlah sampel
sesudah penelitian berjumlah 10 orang (n=10). Dari tabel 1 dapat dilihat perbedaan
rata-rata nilai antara hasil sebelum dan sesudah perlakuan. Nilai rata-rata kolesterol
sebelum perlakuan adalah 243.99.87 sedangkan nilai rata-rata sesudah perlakuan
adalah 178.96.06. Artinya terjadi penurunan terhadap kadar kolesterol total setelah
pemberian jeruk nipis (citrus aurantifolia) selama 7 hari.
Tabel 1. Deskripsi Statistik Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
DATA
Mean
Std.Error of Mean
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Minimum
Kolesterol Sebelum
243.90
9.874
31.225
974.989
0.564
0.687
211
Kolesterol Sesudah
178.90
6.067
19.186
368.100
-1.592
0.687
133
Kemudian dari data tersebut diuji normalitas. Dengan Bentuk hipotesis jika Sig.
maka data berdistribusi normal[10]. Berdasarkan tabel 2, uji normalitas sebelum
dan sesudah perlakuan Sig.=0.200 artinya Sig. > sehingga data dinyatakan
berdistribusi normal. Karena data berdistribusi normal, maka uji yang digunakan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan jeruk nipis untuk mengatasi tingginya
kadar kolesterol total adalah uji t-berpasangan. Bentuk hipotesis untuk uji tberpasangan yaitu tidak ada pengaruh penggunaan jeruk nipis antara penggunaan
jeruk nipis sebelum dan sesudah perlakuan.
Tabel 2. Uji Normalitas Data Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
GROUP
Kol_Sebelum
Kol_Sesudah
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
0.178
0.181
Df
10
10
Sig.
0.200
0.200
Tabel 3 menunjukkan hasil uji beda nilai rata-rata nilai kadar kolesterol total
sebelum pemberian jeruk nipis dengan rata-rata nilai kadar kolesterol total sesudah
pemberian jeruk nipis dengan menggunakan uji t-berpasangan. Dari hasil uji beda nilai
rata-rata ini diperoleh bahwa nilai sig. lebih kecil dari nilai . Nilai sig. yang diperoleh
adalah 0.00 sedangkan nilai adalah 0.05. Artinya, terjadi perbedaan yang signifikan
secara statistik antara nilai rata-rata kadar kolesterol total sebelum perlakuan dengan
nilai rata-rata kadar kolesterol total sesudah perlakuan. Nilai rata-rata perbedaannya
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 285
adalah 65.010.5. Sebagaimana telah diterangkan di atas dimana nilai rata-rata kadar
kolesterol total sebelum perlakuan adalah 243.99.87 sedangkan nilai rata-rata kadar
kolesterol total sesudah perlakuan 178.96.06. Berdasarkan nilai-nilai ini dan mengacu
kepada hasil uji beda yang ditunjukkan pada tabel 3, menunjukkan terjadi penurunan
kadar kolesterol total pada anggota sampel setelah penggunaan jeruk nipis selama 7
hari yaitu dari 243.99.87 ke 178.96.06.
Tabel 3. Uji Beda Nilai Rata-Rata Kolesterol Total Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
95% Confidence Interval of the Difference Upper
T
df
Sig. (2-tailed)
65.000
33.203
10.500
41.248
88.752
6.191
9
.000
Setelah uji t-paired test menggunakan SPSS 16, jika sig maka Ho diterima.
Didapati pada data sig = 0.00 maka sig < artinya ada ada pengaruh penggunaan
jeruk nipis antara penggunaan jeruk nipis sebelum dan sesudah perlakuan dan Ho
ditolak, dimana = 0.05 dengan taraf kepercayaan 95% dan df =9.
Kesimpulan
Mengacu pada data hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penggunaan
jeruk nipis (citrus aurantifolia) selama 7 hari memberikan pengaruh yang signifikan
dalam menurunkan kadar kolesterol total pada wanita usia diatas 40 tahun.
Referensi
[1] Adams L.B. 2005. Hyperlipidemia. Stang Journal Story M (eds) Guidelines for
Adolescent Nutrition Services. 109-124.
[2] Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik
indonesia. Status Kesehatan Masyarakat Indonesia. In: Soemantri S, Budiarso
LR, Sandjaja, editors. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT); 2004. Volume 2.
[3] Boshtam M., Moshtaghian J., Naderi G., Asgary S., dan Nayeri H. 2011.
Antioxidant effects of Citrus aurantifolia (Christm) juice and peel extract on LDL
oxidation. J Res Med Sci Vol 16( 7):951-955
[4] Debra AK. 2004. Medical nutrition therapy in cardiovascular disease.In: Mahan
LK, Escott-Stump S, Editors. Krauses food nutrition and diet therapy. 11th Ed.
USA: Saunders. 860-91.
[5] Haryanto, A dan Sayogo S.2013. Hiperkolesterolemia: Bagaimana Peran
Hesperidin?. CDK-200. Vol. 40 No. 1. 12-16
[6] Higdon, J., Drake, VJ & Frei, B. 2009. Macronutrient Information Center. [Online]
Available: http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/vitamins/vitaminC/ [diunduh 10 juni
2013].
[7] Kreisberg R.A., dan Reusch J.E.B. 2005. Hyperlipidemia (High Blood Fat).
[Online] available:http://jcem.endojournals.org/content/90/3/0.1.full [diunduh 2 juli
2013].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 286
[8] Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 2008.h.113.
[9] Mulvihill E.E., Assini J.M., Sutherland B.G., Dimmatia A.S., Khami M., Koppes
J.B., Sawyez C.G., Whitman S.C. dan Huff M.W. 2010. Naringenin Decreases
Progresion of Atherosclerosis by Improving Dyslipidemia in High-Fat-Fed LowDensity Lipoprotein Receptor-Null Mice. Arterioscler Thromb Vasc Biol, 30: 742748.
[10] Roza J.M., Liu Z.X., Guthrie N. 2007. Effect Of Citrus Flavonoids and Tocotrienols
On Serum Cholesterol Levels In Hypercholesterolemic Subjects. Alternatives
Therapies, Vol. 13. hal: 44-47.
[11] Sharma, P. 2013. Vitamin C Rich Fruit Can Prevent Heart Disease. Association of
Clinical Biochemist of India. Ind J Clin Biochem28(3): 213-214.
[12] Sidana J., Saini V., Dahiya S., Nain P., Bala S. 2013. A Review On Citrus-The
Boon Of Nature. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and
Research Vol. 18(2): 20-27.
[13] Sunyoto, D & Setiawan, A. Buku Ajar: Statistik Kesehatan Paramatrik, Non
paramatik, Validitas, dan Reliabilitas.Yogyakarta: Nuha Medika.
[14] Suryawanshi J.A.S. 2011. An overview of Citrus aurantium used in treatment of
various diseases. African Journal of Plant Science Vol. 5(7): 390-395.
[15] Turner T., Burri B.J. 2013. Potential Nutritional Benefits of Current Citrus
Consumption. Agriculture Vol.3 : 170-187.
[16] Uyanto,SS.2009.Pedoman Analisis Data dengan SPSS Edisi 3.Yogyakarta:Graha
Ilmu.
[17] Voora,D., Shah,SH., Spasojevic,I., Ali,S., Reed,CR., Salisbury,BA & Ginsburg,
GS. 2009. The SLCO1B1*5 Genetic Variant Is Associated With Statin Induced
Side Effect.Journal of the American College of Cardiology. Vol.54(issue 17). Hal
1609-1616.
[18] Yaghmaie P., Parivar K., Haftsavar. 2011. Effects of Citrus aurantifolia peel
essential oil on serum cholesterol levels in Wistar rats. Journal of Paramedical
Sciences (JPS). Vol 2(1): 29-31.
Rina Oktaria*
Faculty of Nursing
Indonesian Adventist University
rinaoktaria.ro@gmail.com
Untung Sudharmono
Faculty of Nursing
Indonesian Adventist University
rinaoktaria.ro@gmail.com
Nilawati Soputri
Faculty of Nursing
Indonesian Adventist University
nilasolai@gmail.com
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 287
Pendahuluan
Metode Identifikasi variabel berdasarkan skema merupakan suatu metode
menentukan suatu persamaan berdasarkan identifikasi variabel-variabel dari skema.
Metode ini awalnya telah diterapkan bagi formulasi kecepatan relativistik serta panjang
dan waktu relativistik [1,2].
Metode ini juga telah diterapkan bagi formulasi Hukum Pertama Termodinamika.
Dari hasil pengujian, mahasiswa menyatakan bahwa metode ini lebih memudahkan
dalam memahami konseptual persamaan kekekalan energi dalam hokum pertama
termodinamika dan dalam menyelesaikan persoalan terkait [3].
Pada penelitian kali ini akan diterapkan metode serupa bagi hukum kedua
termodinamika, khususnya pada formulasi efisiensi mesin ideal. Tujuan dari penelitian
ini adalah agar siswa dapat memahami konseptual mesin kalor ideal, dan menuliskan
persamaan dengan benar, melaui identifikasi variabel dari skema. Untuk menguji
metode ini, diimplementasikan terhadap Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Metode ini diharapkan dapat menjadi
variasi dalam pembelajaran, sehingga formulasi tidak menjadi hal yang dianggap sulit
dalam fisika.
Teori
Termodinamika mempelajari tentang fenomena termal yang berhubungan
dengan parameter suhu dan energi, yang didasarkan pada hukum-hukum
termodinamika. Hukum Pertama Termodinamika merupakan suatu persamaan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 288
kekekalan energi yang melibatkan variabel kalor, usaha, dan energi dalam. Dalam
berbagai referensi, seringkali diformulasikan seperti persamaan (1).
(1)
Q U W
Sistem
u
W atau Q
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 289
Q1
Q3
T1
Mesin kalor
(ideal)/ mesin
Carnot
Q2
Q4
T2
T3
T4
Suhu rendah
W Q1 Q2 T1 T2
Q1
Q1
T1
(2)
Koefisien kinerja pompa pendingin (yang dimanfaatkan adalah kalor suhu rendah):
KK pendingin
Q4
Q4
T4
W Q3 Q4 T3 T4
ISBN 978-602-19655-5-9
(3)
Hal. 290
Koefisien kinerja pompa pemanas (yang dimanfaatkan adalah kalor suhu tinggi):
KK pemanas
Q3
Q3
T3
W Q3 Q4 T3 T4
(4)
Q1=880 000 J
Q3
T3
T1=600 K
Mesin kalor
(ideal)/ mesin
Carnot
Q2
W=440 000 J
T2=?
Q4
T4
Suhu rendah
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 291
W T1 T2
Q1
T1
Penyelesaian:
440000 J s 600 K T2
880000 J s
600 K
T2 300 K
Soal 2:
.. Lemari es memiliki koefisien kinerja sebesar 5. Jika suhu di luar lemari es adalah
300 K, berapa suhu terendah yang bisa didapat di dalam lemari es ideal?..[5]
Suhu tinggi
Q1
Mesin kalor
(ideal)/ mesin
Carnot
Q2
Q3
T1
T3=300K
Q4
T2
T4=?
Suhu rendah
Penyelesaian: 5
T4
T3 T4
T4
300 K T4
T4 250 K
Soal 3:
Sebuah pompa kalor digunakan untuk menjaga agar rumah tetap hangat pada 300
K. Berapa besar kerja yang dibutuhkan dari pompa untuk menghasilkan kalor 2800 J
ke dalam rumah jika suhu di luar sebesar 275 K? anggap perilakunya adalah ideal.
..[5]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 292
Suhu tinggi
Q1
T1
T3=300 K
Mesin kalor
(ideal)/ mesin
Carnot
Q2
Q3=2800 J
W=?
Q4
T2
T4=275 J
Suhu rendah
Q3
T3
W T3 T4
2800 J
300 K
W
300 K 275 K
W 156 J
Pengujian Metode
Pengujian dilakukan terhadap 58 mahasiswa dalam satu kelas. Berikut adalah tahapan
pengujian beserta hasilnya.
1. Mahasiswa dijelaskan mengenai konseptual efisiensi mesin kalor dan koefisien
kinerja pompa kalor berdasarkan literatur Giancoli [5], lalu mahasiswa diminta
menuliskan ulang persamaan tersebut. Hasilnya adalah seluruh mahasiswa
mampu menuliskan persamaan dengan benar.
2. Mahasiswa diberikan persoalan yaitu diminta menuliskan persamaan tersebut,
namun dengan diberikan variabel yang berbeda. Hasilnya adalah, hanya 3 dari 58
mahasiswa (5%) yang mampu menuliskan dengan benar. Mahaiswa diminta pula
menuliskan pendapat apakah mampu menuliskan persamaan dengan baik atau
tidak. Hasilnya adalah seluruh mahasiswa (100%) kesulitan dalam menjawab,
termasuk dua mahasiswa yang menjawab dengan benar tersebut.
3. Mahasiswa diberikan penjelasan tentang konseptual mesin kalor ideal, dengan
menggunakan variabel-variabel yang baru (tidak sama dengan referensi), sambil
membuat skema. Skema tersebut ditunjukkan oleh gambar 2.
4. Mahasiswa menggambarkan ulang skema tersebut dan juga memberikan
keterangan pada variabel-variabelnya. Hasilnya adalah 56 dari 58 mahaiswa
(96%) mampu menggambarkan dan menjelaskan dengan baik.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 293
5. Mahasiswa diberikan lima buah persoalan, dan mengerjakan soal tersebut dengan
metode ini. Hasilnya adalah mahasiswa yang mampu menggambarkan skema (56
dari 58 mahasiswa) dan menjelaskan variabelnya dengan baik, mampu
mengerjakan soal tersebut dengan benar .
6. Mahasiswa kemudian diminta menuliskan pendapat apakah dengan membuat
skema, mereka mampu memahami konspetual mesin kalor dan menyelesaikan
persoalan dengan lebih mudah. Hasilnya adalah 56 dari 58 mahaiswa (96%) yang
mampu menggambarkan skema, menjelaskan dengan baik dan mampu
mengerjakan persoalan dengan benar, mengatakan metode ini memudahkan.
Kesimpulan
Metode Identifikasi Variabel berdasarkan Skema dapat diterapkan dalam hukum
kedua termodinamika terkait efisiensi mesin ideal. Melalui metode ini, 96% mahasiswa
dalam sebuah kelas mampu memahami konseptual mesin kalor ideal, menyelesaikan
persoalan dengan benar dan menyatakan bahwa metode ini lebih memudahkan.
Metode ini dapat dijadikan salah satu referensi metode pengajaran sebagai variasi
dalam pembelajaran fisika.
Ucapan terima kasih
Terimakasih kepada LPPM Universitas Katolik Parahyangan Bandung atas dana
penelitian, mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan
Bandung atas kerjasama dalam penelitian ini, dan Dr. Aloysius Rusli atas segala
masukan dalam penulisan makalah ini.
Referensi
[1] Suryantari, R, Problem Solving dengan Metode Identifikasi variabel berdasarkan
Skema: Tinjauan terhadap Formulasi Kecepatan Relativistik, Prosiding
Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2012 (SNIPS 2012), 7-8
Juni , Bandung, Indonesia, pp 13-16, ISBN 978-602-19655-3-5.
[2] Suryantari, R, Problem Solving dengan Metode Identifikasi variabel berdasarkan
Skema: Tinjauan terhadap Formulasi Panjang dan Waktu Relativistik, Prosiding
Simposium Fisika Nasional XXV, 19-20 Oktober 2012, pp 297-306, ISSN: 14114771.
[3] Suryantari, R, Problem Solving dengan Metode Identifikasi variabel berdasarkan
Skema: Tinjauan terhadap Hukum Pertama Termodinamika, Makalah disajikan
dalam Pertemuan Ilmiah XXVII HFI Jateng & DIY, Solo, 23 Maret 2013.
[4] Halliday, Resnick & Walker, Fundamental Physics, 8th edition, Pearson
Education, Inc, 2007.
[5] Douglas C. Giancoli, Physics Principles With Applications, 6th edition, Pearson
Education, Inc, 2005.
Risti Suryantari
Program Studi Fisika,
Universitas Katolik Parahyangan,
Jl Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
risti_dy@yahoo.co.id
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 294
Pendahuluan
Pemodelan Magnetotellurik (MT) dua-dimensi (2-D) maupun tiga-dimensi (3-D)
telah banyak dilakukan menggunakan beberapa metode numerik diantaranya metode
beda hingga [1], metode elemen hingga [2], dan metode integral [3]. Kedua metode
numerik pertama yaitu metode beda hingga dan elemen hingga, dimulai dengan
diskritisasi persamaan Maxwell menjadi elemen-elemen yang berhingga jumlahnya
lalu berujung pada penyelesaian sistem persamaan linier yang berbentuk Ax = b. Pada
penelitian ini, metode sparse matriks digunakan untuk menyelesaikan sistem
persamaan Ax = b pada pemodelan MT (2-D) menggunakan metode numerik elemen
hingga dengan pendekatan elemen tepi (vektor elemen hingga).
Teori
Perambatan gelombang elektromagnetik di dalam bumi dapat dijelaskan melalui
persamaan Maxwell (dalam domain frekuensi) berikut,
E 0
ISBN 978-602-19655-5-9
(1.a)
Hal. 295
E i H
B 0
H E
(1.b)
(1.c)
(1.d)
1
(2)
E i E 0
Persamaan (2) di atas dengan syarat batas medan di permukaan bumi (syarat
batas Dirichlet) merupakan persoalan syarat batas (boundary value problem) yang
dapat diselesaikan melalui metode beda hingga dan elemen hingga. Pada penelitian
ini, digunakan metode elemen hingga dengan pendekatan elemen tepi (vektor elemen
hingga). Adapun syarat batas Dirichlet yang berkaitan dengan domain pemodelan
adalah,
(3)
E 1
y
untuk seluruh vektor elemen di permukaan dengan bidang pemodelan merupakan
domain dua dimensi (yz). Arah y merupakan arah horizontal dan arah z merupakan
arah vertikal/ke dalam bumi (Gambar 2).
Pada pendekatan vektor elemen hingga, setiap elemen tersusun atas 4 vektor
(dalam hal ini vektor medan listrik) yang berada pada setiap tepi/sisi sebuah elemen
persegi panjang seperti pada Gambar 1 berikut,
tepi 1
tepi 3
tepi 4
(yc,zc)
lz
3
tepi 2
ly
e
E
N E
e e
i i
(4)
i1
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 296
dengan
N1e
1 e
yc y
l ey
N 3e
le
z e z z z
e c
2
lz
1
l ey
y
2
N 2e
N 4e
1
y yce
l ey
1
l ey
y
2
le
z zce z z
2
lze
yang merupakan fungsi interpolasi. Melalui diskritisasi (membuat mesh) pada domain
pemodelan, fungsional total yang terdiri dari penjumlahan setiap elemen dapat
diminimisasi sehingga diperoleh sistem persamaan linier sebagai berikut,
Ax b
(5)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 297
Gambar 3. Respon untuk model bumi homogen dengan resistivitas sebenarnya 100
.m.
Gambar 4. Respon untuk model bumi berlapis dengan resistivitas sebenarnya 100 .m
(pada lapisan 1-5), 10 .m (pada lapisan 6-7) dan 1000 .m (pada lapisan 8-40).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 298
Gambar 5. Respon untuk model bumi kontak vertikal dengan resistivitas sebenarnya
(10,100) .m (pada lapisan 1-6) dengan batas pada 20 kiri-kanan dan 1000 .m (pada
lapisan 7-40) sebagai lapisan dasar.
Tabel 1. Efisiensi penggunaan metode sparse matriks dalam hal penyimpanan memori
dan waktu komputasi.
Pemodelan MT 2-D (mesh : 40 x 40)
Full
Sparse
Memori Matriks A
344.3 (Mb)
0.719 (Mb)
Waktu Komputasi
Ax = b
12.418 (s)
0.195019 (s)
500
1000
1500
2000
2500
3000
500
1000
1500
2000
nz = 21528
2500
3000
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 299
Kesimpulan
Karakteristik matriks dari diskritisasi model pada pemodelan MT 2-D adalah
sparse (komponen matriks yang bernilai tidak nol <10% komponen total matriks).
Penggunaan format sparse matriks yang tepat dapat mengurangi kebutuhan
penyimpanan memori secara signifikan. Waktu komputasi untuk menyelesaikan sistem
persamaan linier juga dapat berkurang secara signifikan ketika menggunakan metode
sparse matriks.
Referensi
[1] Brewitt-Taylor, C. and J. Weaver, Finite-difference solution of 2-dimensional
induction problems, Geophysical Journal of the Royal Astronomical Society (47),
375-396 (1976)
[2] Coggon, J. H., Electromagnetic and electrical modelling by the finite element
method, Geophysics (36), 132-155 (1971)
[3] Hohmann, G. W., Three-dimensional induced-polarization and electromagnetic
modeling, Geophysics (40), 309-324 (1975).
[4] Stanimirovic, I. P., Performance comparison of storage formats for sparse
matrices , Facta Universitatis: Ser. Math. Inform. (24), 39-51 (2009).
[5] Cuvelier, F., Japhet, J., and Scarella, G., An eficiente way to perform the
assembly of finite elemento matrices in MATLAB and Octave, Research Report
No 8305 (2013).
Rudy Prihantoro*
Physics of Earth and Complex System
Institut Teknologi Bandung
prihantoro.rudy@gmail.com
Edi Pramono
Physics of Earth and Complex System
Institut Teknologi Bandung
edipramonos@gmail.com
Doddy Sutarno
Physics of Earth and Complex System
Institut Teknologi Bandung
sutarno@fi.itb.ac.id
Nurhasan
Physics of Earth and Complex System
Institut Teknologi Bandung
nurhasan@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 300
Pendahuluan
Manifestasi interaksi angin surya dan magnetosfer bumi secara umum dapat
diamati melalui pemunculan pulsa magnet. Karakteristik pulsa magnet Pc3 terkait
hubungannya dengan angin surya dan struktur magnetosfer merupakan suatu hal
yang penting untuk dapat mempelajari dan memahami mekanisme pembentukannya.
Hubungan tersebut muncul sebagai akibat interaksi gelombang-partikel pada frekuensi
siklotron lokal angin surya pada bagian upstream [1]. Beberapa penelitian pernah
dilakukan membahas hal ini diantaranya; hubungan pulsa magnet dengan ion siklotron
gelombang upstream di daerah foreshock [2] serta hubungan komponen IMF dan
amplitude Pc3 di lintang menengah [3 ].
Dalam penelitian ini kami menganalisis hubungan pulsa magnet Pc3 dengan
medan magnet antar-planet (Bz) dilintang rendah selama badai magnet tahun 2000.
Seleksi terhadap paket-paket pulsa Pc3 serta analisis statistik kami lakukan untuk
mengetahui frekuensi dominan dan koefiesin korelasi terkait hubungan antara medan
magnet antar-planet (Bz) terhadap frekuensi pulsa magnet Pc3.
Teori
Matahari adalah sistem dinamis yang merupakan faktor utama penggerak
perubahan di lingkungan antariksa. Transfer energi matahari ke lingkungan Bumi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 301
terjadi melalui proses transfer energi elektromagnetik dan energi kinetik yang dibawa
oleh partikel bermuatan dalam bentuk plasma angin surya. Selama aktivitas matahari
meningkat, energi kinetik angin surya juga mengalami peningkatan. Hal ini
mengindikasikan bahwa tekanan plasma angin surya juga akan berubah dengan cepat
dan mengalami peningkatan. Akibatnya terjadi eksitasi berbagai gelombang
hidromagnetik diantaranya pulsa magnet Pc3 [4]. Selama berlangsungnya badai
magnet terjadi peningkatan penetrasi medan listrik angin surya dalam arah radial ke
dalam magnetosfer yang mengakibatkan peningkatan kekuatan pulsa magnet Pc3
poloidal yang mana terdeteksi pada komponen H medan magnet permukaan Bumi [5].
Pulsa magnet Pc3 merupakan osilasi gelombang hidromagnetik pada frekuensi
gelombang ULF (Ultra Low Frequency) dengan rentang periode 10 45 detik.
Pembangkitan pulsa ini diyakini terjadi pada magnetopause dan menyebar sampai
magnetosfer dan ionosfer sehingga bisa teramati dengan menggunakan
magnetometer landas bumi [6]. Berdasarkan bentuk gelombang dan periodenya,
gelombang ULF diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu pulsa continue (Pc) yang
bersifat kuasi-sinusoidal dan pulsa irregular (Pi) yang memiliki bentuk gelombang tidak
teratur [7]. Melalui variasi spasial dan temporal yang teramati dari kejadian pulsa
magnetik Pc3 memberikan bukti sangat penting yang dapat dihubungkan dengan
mekanisme pembangkitan gelombang ULF baik di bagian dalam maupun luar
magnetosfer. Dalam penelitiannya mengenai karakteristik spasial dan temporal pulsa
magnetik Pc3 diketahui bahwa medan magnet antar planet berhubungan erat dengan
pulsa magnet Pc3 [8].
Tabel 1. Klasifikasi pulsa magnet.
Pulsa Magnet
Kelas
Periode (Detik)
Frekuensi(Hz)
Pc1
0.2 - 5
0.2 5
Pc2
5 - 10
0.1 0.2
Pc3
10 - 45
0.022 - 0.1
Pc4
45 - 150
0.006 0.022
Pc5
150 - 600
0.002 0.006
Pi1
1 - 40
0.025 1
Pi2
40 - 150
0.022 0.006
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 302
dilakukan dengan Butterworth filter dan Hamming [12]. Fungsi Butterworth dan
Hamming windowing ditunjukkan dalam persamaan (1) dan (2).
H(z)
B(z)
A(z)
1
n
b(1) b(2)z ... b(n 1)z
1
n
1 a(2)z ... a(n 1)z
(1)
(2)
Kami juga menerapkan fungsi diskrit Fast Fourier Transform (FFT) satu dimensi untuk
menunjukkan frekuensi dari pulsa magnetik. Diskrit Fast Fourier Transform (FFT) dan
inversinya diberikan dalam persamaan (3) dan (4).
N
( j 1)(k 1)
X ( k ) x ( j ) N
j 1
x( j )
1 N
( j 1)( k 1)
X ( k ) N
N k 1
(3)
(4)
Time (UT)
12:00
1:00
9:00
1:00
7
10:00
0:00
14:00
15:00
4:00
22:00
14:00
nT
-133
-288
-147
-301
-106
-235
-201
-182
-107
-127
-159
-119
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 303
plot terhadap data Bz, indeks Dst dan pulsa magnet Pc3 di stasiun Biak. Selama
berlangsungnya badai magnet, komponen Bz medan magnet antar-planet sebagian
besar berada pada arah selatan. Selain itu, selama rentang waktu fase pertumbuhan
badai magnet komponen Bz medan magnet antar-planet memiliki nilai negatif. Ini
berarti rentang waktu dimana medan magnet arah selatan berpotensi menghasilkan
rekoneksi medan magnet yang cukup lama sehingga memicu terjadinya badai magnet.
Kondisi medan magnet antar-planet yang memiliki orientasi arah selatan ini terus
berlansung sampai melewati fase pemulihannya.
Gambar 1. Plot data tanggal 12-18 Juli 2000 (a) Plot medan magnet antar planet - Bz,
(b) Plot indek Dst, (c) Plot pulsa magnet Pc3 stasiun Biak.
Pada Gambar 1, terlihat jelas hubungan antara kenaikan amplitudo pulsa
magnet Pc3 dengan kondisi medan magnet antar-planet (Bz) pada saat terjadi
interplanetary shock dan pada saat terjadi badai magnet. Pada saat interplanetary
shock tanggal 13 Juli 2000, terjadi peningkatan amplitudo pulsa magnet Pc3 sebesar
2.5 nT. Sedangkan pada saat badai magnet tanggal 15 Juli 2000, terjadi penurunan
amplitudo Bz yang sangat signifikan ~ 31nT sampai ~ -52 nT yang terjadi pada
rentang waktu 14:40 19:40 UT. Pada kondisi tersebut teramati pada indeks Dst
terjadi badai magnet skala kuat (-301 nT) dengan fase utama badai ini terjadi pada
rentang waktu 15 juli 2000 pukul 18 UT sampai 16 Juli 2000 pukul 00 UT. Pada saat
bersamaan teramati amplitudo pulsa magnet Pc3 di stasiun Biak menunjukkan adanya
anomali dengan peningkatan sebesar 4.5 nT.
Korespondensi antara frekuensi pulsa magnet Pc3 dengan medan magnet
antar-planet tanggal 13 Juli 2000 dan badai magnet tanggal 15 Juli 2000 di perlihatkan
pada gambar 2. Spektrogram pada Gambar 2.a, memperlihatkan terjadinya
peningkatan aktivitas pulsa magnet Pc3 pada rentang frekuensi (0.02 0.04 Hz)
sekitar pukul 09:40UT - 10:00UT. Sementara itu pada saat badai magnet, Gambar 2.b,
terjadi dua kali peningkatan aktifitas pulsa magnet Pc3; pertama terkait dengan sudden
commencement (label S1), dan kedua terkait badai magnet (label S2). Pada saat terjadi
sudden commencement sekitar pukul 14:40UT frekuensi dominan pulsa magnet Pc3
berada pada rentang (0.02-0.05Hz) sedangkan pada saat fase pertumbuhan badai
magnet frekuensi dominan dari pulsa magnet Pc3 berada pada rentang (0.02-0.08Hz).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 304
S1
S2
Gambar 2. Spektogram pulsa magnet Pc3 stasiun Biak; (a) 13 Juli 2000 dan (b) 15 Juli
2000.
Untuk melihat frekuensi dominan pulsa magnet Pc3 maka kami lakukan
distribusi bulanan seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Dari gambar tersebut terlihat
bahwa selama tahun 2000 frekuensi pulsa magnet Pc3 stasiun Biak cenderung stabil
pada frekuensi 0.05-0.07 Hz. Hal ini mungkin terkait dengan kondisi angin surya
selama fase naik aktivitas matahari pada rentang waktu tersebut, karenanya perlu
dilakukan analisa lebih lanjut mengenai hubungan antara pulsa magnet Pc3 dengan
fase aktivitas matahari.
Gambar 3. Distribusi bulanan frekuensi pulsa magnet Pc 3 stasiun Biak tahun 2000.
Sedangkan untuk analisis selanjutnya kami lakukan seleksi paket-paket pulsa
magnet Pc3. Dari hasil seleksi paket-paket pulsa magnet Pc3 dan estimasi frekuensi
dominan dari power spektrum pulsa magnet Pc3 pada saat kondisi medan magnet
antar-planet (Bz) arah selatan didapat koefisien korelasi (r2) sebesar 0.6621 seperti
ditunjukan pada Gambar 4. Korelasi yang kuat dengan medan magnet antar planet
mengindikasikan bahwa sumber gelombang ini terkait dengan daerah kuasi-paralel
bow shock. Namun hal ini masih perlu dilakukan analisis lebih lanjut.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 305
Gambar 4. Korelasi antara frekuensi pulsa magnet Pc3 dengan medan magnet antarplanet (Bz).
Kesimpulan
Telah dilakukan analisis terhadap frekuensi pulsa magnet Pc3 terkait dengan
kondisi medan magnet antar planet (Bz) pada rentang tahun 2000. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi dominan Pc3 berada pada rentang frekuensi
0.05-0.07 Hz dengan koefisien korelasi sebesar (r2) sebesar 0.6621. Hal ini
membuktikan juga bahwa interaksi antara angin surya dan magnetosfer bumi secara
umum dapat diamati melalui pemunculan pulsa magnet Pc3.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada program studi magister fisika ITB
dan Lapan atas dukungannya dalam keikutsertaan pada kegiatan ilmiah ini.
Referensi
[1] Anderson, B. J., An overview of spacecraft observations of 10s to 600s period
magnetic pulsations in the Earth's magnetosphere, in Solar Wind Sources of
Magnetospheric Ultra Low Frequency Waves, eds. M. J. Engebretson, K.
Takahashi, and M. Scholer, AGU Geophysical Monograph 81, 25-43 (1994)
[2] Troitskaya, V. A., and O. V. Bolshakova, Diagnostics of the magnetosphere
using multipoint measurements of ULF-waves, Adv. Space Res., 8, 413 (1988)
[3] Chi, P. J., C. T. Russell, and G. Le, Pc3 and Pc4 activity during along period of
low interplanetary magnetic field cone angle as detected across the Institute of
Geological Sciences array, J.Geophys. Res., 99, 11127 (1994)
[4] McPherron, R.L.,Magnetic pulsations: their resources and relation to solar wind
and gomagnetic activity, Survey in Geophysics. 26:545-592 (2005)
[5] Villante, U., P. Francia .M. Vellante and P. Di Giuseppe, Some Aspect Of The
Low Latitude Geomagnetic Response Under Different Solar Wind Conditions,
Space Sci. Rev., 107,207-217 (2003)
[6] Takahashi, K., B. J. Anderson, T. Yamamoto, and N. Sato, Propagation of
compressional Pc3 pulsations from space to the ground: A case study using
multipoint measurements, in Solar Wind Sources of Magnetospheric Ultra Low
Frequency Waves, Geophys. Monogr. Ser., vol. 81 (1994)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 306
Wahyu Srigutomo
Fisika Bumi dan Sistem Kompleks,
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 307
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 308
Teori
Medan Magnetik Akibat Adanya Arus dalam Solenoida
Koil merupakan kawat yang digulung rapat menjadi heliks lilitan rapat disebut
solenoida. Solenoida digunakan untuk menghasilkan medan magnetik kuat, seragam
dalam daerah yang dikelilingi oleh simpalnya. Perannya dalam magnetisme analog
dengan kapasitor keping-sejajar dalam elektrostatik, dalam hal bahwa kapasitor
menghasilkan medan listrik yang kuat di antara platnya. Medan magnetik solenoida
pada dasarnya adalah medan magnetik dari sederetan N simpal arus identik yang
ditempatkan berdampingan.
Gambar 1 menunjukkan garis-garis medan magnetik untuk solenoid panjang,
yang digulung rapat. Di dalam solenoidnya, garis-garis medan ini hampir sejajar
dengan sumbunya, berjarak rapat dan seragam, menandakan adanya medan
magnetik yang kuat, seragam. Di luar solenoidnya, garis-garis kurang rapat,
memencar dari satu ujung dan mengumpul pada ujung lain.
Gambar 1. Garis-garis
http://dc304.4shared.com
medan
magnetik
dari
suatu
solenoida.
Sumber
Medan magnetik akibat adanya arus I dalam solenoid dengan panjang l yang
terdiri atas N lilitan kawat ialah
B 0 nI
n merupakan jumlah lilitan kawat per satuan panjang ( n
(1)
N
).
l
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 309
d
dt
(2)
BA cos
(3)
Jadi, ggl induksi yang melalui loop akibat adanya arus ac dalam solenoida adalah
d
BA cos
dt
A cos
dB
dt
Karena medan magnetik seragam B yang dihasilkan sejajar dengan luas kumparan
yaitu A, maka nilai cos 1 .
d ( 0 nI )
dt
(4)
N dI
l dt
(5)
A0
Arus ac yang mengalir pada solenoida berubah secara sinusoidal, sehingga besar
arus ac dan ggl induksi yang dihasilkan akan memenuhi persamaan berikut.
I I 0 sin t
(6)
0 cos t
(7)
0 cos t A0
N dI 0 sin t
l
dt
0 cos t A0
N
I 0 cos t
l
0 A0
N
I 0
l
(8)
Tanda negatif pada rumus diatas sesuai dengan Hukum Lenz, yaitu Ggl Induksi
selalu membangkitkan arus yang medan magnetiknya berlawanan dengan sumber
perubahan fluks magnetik.
Untuk mengubah fluks magnetik dalam suatu loop yang melalui sebuah koil
dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut.
a) Mengubah besar B dari medan magnetik di dalam koil.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 310
b) Mengubah luas koil atau bagian dari luas koil tersebut untuk berada dalam medan
magnet.
c) Mengubah sudut antara arah medan magnetik B dan luas koil.
Dalam kondisi apapun, ggl induksi dalam loop tersebut sama dengan besar laju
perubahan fluks magnetiknya. Arus ac membantu mengubah B dari medan magnetik
dalam koil seperti disebutkan pada cara yang pertama.
Induktansi Diri
Arus I yang mengalir pada koil dapat menghasilkan medan magnetik pada
setiap titik di sekitar koil yang sebanding dengan I sehingga fluks magnetik melalui koil
tersebut juga sebanding dengan I.
m LI
(9)
d m
dI
L
dt
dt
(10)
Berdasarkan persamaan (5) dan (10), kita dapat mengetahui bahwa solenoida
mengalami induktasi diri akibat mengalirnya arus ac melalui solenoida.
Pemagnetan
Apabila suatu bahan ditempatkan pada medan magnetik solenoida, medan
magnetik solenoida tersebut cenderung menyearahkan momen dipol magnetik di
dalam bahan itu dan bahannya dimagnetkan sehingga bahan tersebut mengalami
pemagnetan. Medan magnetik resultan di suatu titik dan di tempat yang jauh dari
ujung-ujungnya akibat arus dalam solenoida ditambah bahan yang dimagnetkan
adalah:
B nI
(11)
0 A
N
I 0
l
(12)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 311
maksimum. Sementara itu nilai arus efektif (I0) yang melalui loop dapat diukur secara
langsung dengan menggunakan multimeter.
Pengukuran dilakukan pada 3 jenis bahan yang berbeda yaitu udara, besi, dan
aluminium di sekitar koil dengan menggunakan sumber tegangan 3V, 6V, 9V, 12V, dan
15V untuk masing-masing bahan.
Dengan menggunakan solenioda yang memiliki 16 lilitan sepanjang 0,108 m dan
luas penampang 9,34 x 10-4 m2, diperoleh data 0 sebagai ggl induksi dan I0 sebagai
arus efektif ac yang melewati koil solenoida. Data tersebut digunakan untuk
memperoleh nilai permeabilitas bahan () sebagai indikator adanya pengaruh bahan
dalam solenoida sehingga menghasilkan gelombang elektromagnetik sekunder.
Nilai permeabilitas bahan () diperoleh dari penurunan persamaan (12) yaitu
sebagai berikut.
0l
(13)
ANI 0
Ieff (A)
0,509
-0,024745
1,109
-0,74942
0,014
-0,0010605
12
0,004
-0,000707
15
0,008
-0,000707
Ieff (A)
0,522
-0,03182
1,123
-0,67165
0,015
-0,00106
12
0,004
-0,00071
15
0,008
-0,00071
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 312
Ieff (A)
0,519
-0,02121
1,115
-0,74942
0,015
-0,00106
12
0,004
-0,00071
15
0,008
-0,00071
Dengan menggunakan data pada tabel 1, tabel 2, dan tabel 3, maka diperoleh
nilai rata-rata permeabilitas udara, besi, dan aluminium dari lima kali pengukuran untuk
masing-masing bahan yang ditunjukkan pada tabel 4 berikut.
Tabel 4. Hasil perhitungan permeabilitas bahan.
Bahan
udara
besi
aluminium
n (lilitan/m)
148,148
148,148
148,148
A (m2)
0,000934
0,000934
0,000934
(H/m)
r (H/m)
2,45086 x 10
-8
0,01951
2,28890 x 10
-8
0,01822
2,41305 x 10
-8
0,01921
Secara teoritis, nilai permeabilitas bahan untuk udara, besi, dan aluminium
berturut-turut adalah 1,2566375 x 106 H/m; 6,908 x 10-6 H/m; dan 1.2566650 x 106
H/m. Bila nilai permeabilitas bahan hasil penelitian dibandingkan dengan nilai
permeabilitas bahan secara teoritis, diperoleh faktor koreksi untuk udara sebesar
98,049%, besi sebesar 99,668%, dan aluminium sebesar 98,079%.
Hasil pengukuran pada osiloskop, nilai ggl yang terukur menunjukkan adanya
perubahan fluks magnetik di sekitar koil. Artinya terdapat medan magnetik disekitar
koil. Namun demikian, gelombang elektromagnetik sekunder akibat pengaruh bahan di
sekitar koil tidak dapat terukur dengan baik. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa
faktor diantaranya adalah koil solenoida hanya memiliki 16 lilitan yang kurang rapat
sepanjang 0,108 m dengan hambatan koil yang terukur 0,1 sehingga ggl induksi
akibat perubahan fluks magnetik yang terukur sangat kecil.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa selenoida yang
digunakan pada penelitian hanya berfungsi sebagai kawat penghantar biasa dengan
hambatan yang sangat kecil + 0,1 dan nilai permeabilitas bahan yang dihasilkan
jauh dari yang sebenarnya hal ini dikarenakan solenoida tidak dapat terukur karena
tidak terjadi pemagnetan pada bahan. Karena adanya faktor koreksi yang sangat
besar, maka sebaiknya pada penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak
jumlah lilitan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 313
Referensi
[1]
[2]
[3]
[4]
Siti Sachlia*
Program Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
Sachlea_@yahoo.com
Mohamad Amin
Program Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
amin_jg@yahoo.com
Alamta Singarimbun
Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
alamta@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 314
Introduction
In discussing fluid flow, equation of continuity and Bernoullis equation are the
most common discussed [1], while Poiseulli flow for real fluid with viscosity [2], that
produces formula relating flow rate and pressure difference through a pipe with certain
length and radius [3] is rarely mentioned. In some daily life problem such as leakage
on a water container, the latest concept is needed, since the two first concepts predict
time for the container to be drained out is the same for all fluids, through formula
known as Torricelli law [4, 5]. It seems that the drained out time is independent to fluid
viscosity coefficient, which is incorrect. A common method to determine fluid viscosity
coefficient is using a ball falling in viscous fluid [6], which can be extended to buoyant
ball experiment [7]. In this work the Torricelli law will be extended using Poiseulli flow
to include influence of fluid viscosity coefficient and a robust experiment is performed
to justify the formulation in determining fluid viscosity coefficient. Influence of
temperature, such as in an empirical formula [8], to fluid visocisity coefficient is
neglected in this work.
Required theories for building a simple viscometer and sketch of the system are
explained briefly in theory part. Daily small things, that can be found easily at home,
are components of the viscometer. They will be listed in experiment part. The next two
parts are results and discussion part and conclusion part.
Theory
Three concepts are used in this work, equation of continuity, Bernoullis equation,
and Poiseulli flow, where each of them is brief reviewed and illustrated as in the
following subsections. In these subsections index i means inlet, while index o means
outlet.
Equation of continuity
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 315
Through a circular pipe with inlet radius and outlet radius a relation between
inlet velocity and outlet velocity is known as equation of continuity
vi Ai vo Ao .
(1)
Q vA
(2)
1
1
vi 2 gyi po vo 2 gy o ,
2
2
(3)
8L
Q.
R 4
(4)
as illustrated in Figure 3.
System
A fluid container with form of a cylinder with radius is placed standing that its
axis is parallel to direction of gravitation. Near bottom of the container small pipe with
radius and length is attached perpendicular to container axis. Distance between fluid
surface in the container and position of the small pipe is defined as . The system is
illustrated in Figure 4.
Using Equation (3) the relation between inlet point and Z point can be written as
PA
1
1
vi 2 gh p Z v Z 2 ,
2
2
(5)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 316
It can be assumed that v Z 0 since fluid only flow from inlet to outlet and only
disturbs point Z slightly. Then it can traight forward found that
p Z PA gh
1
vi 2 PA gh ,
2
(6)
dh
vi .
dt
(7)
Then substitute Equation (1) and (2) into Equation (7) will give
Q
dh
0 .
dt
Ai
(8)
p Z PA
8Lo
Ro 4
Qo .
(9)
with p o PA . Substitution Equation (6) into Equation (9) and the result into Equation
(8) will give a first order differential equation
dh Ro gh
0,
dt
8Lo Ai
4
(10)
(11)
Experiment
Value of parameters in experiment are Ri 4.25 cm , Ro 1.75 mm , L0 10 cm ,
g 9.8 m/s 2 , 1000 kg/m 3 , and h0 22 cm . Components of the simple viscometer
and after they assambled are given in Figure 5.
1 R o 4 g 6.361 10 5 .
m 8 Lo Ai
m
ISBN 978-602-19655-5-9
(12)
Hal. 317
h (cm)
t (s)
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0
5
9
13
26
34
41
50
56
65
72
78
91
104
115
130
139
155
169
188
215
248
313
Using parameters from the experiment it is found that has value about
between 0.374 0.707 cP. Two gradient values are obtained, since the results are not
too linear, even in logarithmic scale. It is quite good results consi-dering a very rough
approximation used in deriving theory for the experiment.
From references it can found that water 1 102 Ns/m2 or 1 cP at about 20 C
[3] or 0.894 cP at 25 C [9]. At room temperature it was obtained 0.868 cP, 0.707 cP,
and 0.782 cP for buoyant ball experiment, falling ball experiment in Fisika Dasar Lab,
and Haake Falling Ball Viscomenter (Type C, Thermo Electron Co.) in Kimia Fisika Lab,
respectively [7].
Conclusion
Using a very simple hand-made viscometer, water viscosity can be measured
with obtained value is still in the same order as it is measured by better or standard
viscometer, which is also confirmed by a recent result [10]. Further formula
simplification is still needed for better use in high school, and for university student
assumption to produce Equation (6) can be still debatable. Extension of this work is
already implemented in Kompetisi Sains Madrasah 2013 in Malang, Indonesia, 5 - 9
November 2013.
Acknowledgements
This work is partially supported by RIK ITB 2013 (contract number
248/I.1.C01/PL/2013).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 318
Referensi
[1] D. Halliday, R. Resnick, and J. Walker, Fundamentals of Physics, John Wiley
and Sons (Asia), Hoboken, 8th, Extended, Student Edition., 2008, pp. 371-376.
[2] P. M. Fishbane, S. Gasiorowicz, and S. T. Thornton, Physics for Scientists and
Engineers, Prentice Hall, Upper Saddle River, 2nd, Extended Edition, 1996, pp.
452-453.
[3] W. E. Gettys, F. J. Keller, and M. J. Skove, Physics Classical and Modern,
McGraw-Hill Book, New York, International Edition, 1989, p. 343-344.
[4] D. Halliday and R. Resnick, Fisika, Erlangga, Jakarta, Jilid 1, Edisi 3, 1985, 601602.
[5] P. A. Tippler, Fisika untuk Sains dan Teknik, Erlangga, Jakarta, Jilid 1, Edisi 3,
Cetakan 1, 1998, pp. 404-405.
[6] A. F. Abbott, Ordinary Level Physics, Heinemann Educational Books, London,
4th Edition, 1984, pp. 146-149.
[7] M. N. Tajuddin, Eksperimen Bola Bergerak Mengapung di dalam Pipa untuk
Menentu-kan Viskositas Fluida menggunakan Alat Bantu Kamera Digital, Tesis
Magister, Ins-titut Teknologi Bandung, Indonesia, 2009.
[8] A. Soedradjat, Mekanika-Fluida & Hidroli-ka, Nova, 1983, pp. 12-13.
[9] V. L. Streeter dan E. B. Wylie, Mekanika Fluida, Erlangga, Jakarta, 1986, p. 175.
[10] L. N. Qomariyatuzzamzami dan S. F. Husen, "Komentar pada 'A Simple Viscometer for High School and First Years Undergraduate Program Students: Theory
and Experiment'", Jurnal Pengajaran Fisika Sekolah Menengah 6 (1), 1-3 (2014).
Sparisoma Viridi*
Nuclear Physics and Biophysics
Institut Teknologi Bandung
dudung@fi.itb.ac.id
Sidik Permana
Nuclear Physics and Biophysics
Institut Teknologi Bandung
psidik@fi.itb.ac.id
Wahyu Srigutomo
Earth Physics and Complex System
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id
Anggie Susilawati
Physics Department
Universitas Padjajaran
anggie.susilawati@phys.unpad.ac.id
Acep Purqon
Earth Physics and Complex System
Institut Teknologi Bandung
acep@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 319
vi
vo
2Ri
2Ro
pi
vi
po
yo
yi
Figure 2. Bernoullis equation relates inlet (index i ) and outlet (index o ) physical
parameters.
pi
po
2R
Q
L
h
Z
vo
po
Lo
Figure 4. System consists of fluid container with radius Ri and small outlet pipe with
radius Ro and length Lo , a point Z is defined near the bottom of fluid container and
vectically aligned with joint point of the container and the small pipe.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 320
Figure 5. Left: Components to construct simple viscometer are marker (M), transparent
tape (T), ruler (R), small drink straw as the small pipe (P), scissor (S), 2-liter mineral
water bottle as the fluid container (B), and a piece of paper as label (L). Right: the
system after assembled.
0.25
-0.8
0.2
ln h = -0.009t - 1.492
R = 0.993
0.15
ln h
h (m)
-1.6
0.1
-2.4
ln h = -0.017t - 0.326
R = 0.993
-3.2
0.05
-4
-4.8
40
80
120
160
t (s)
200
240
280
320
40
80
120
160
200
240
280
320
t (s)
Figure 6. Experiment result for h (left) and ln h (right) as function of time t , where h
is represented in m.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 321
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 322
Data yang digunakan pada makalah ini meliputi data ionosfer, geomagnet dan
matahari yang mengGambarkan kondisi cuaca antariksa pada periode bulan Maret
Mei 2013. Walaupun makalah ini membahas aktivitas geomagnet dan matahari,
namun pembahasan akan dititik beratkan pada dampaknya di lapisan ionosfer.
Data ionosfer yang meliputi data indeks amplitudo sintilasi ionosfer (S4 index)
dan Total Elektron Content (TEC) diperoleh dari penerima GPS Ionospheric
Scintillation and TEC Monitoring (GISTM) GSV4004B diatas Menado, Pontianak,
Bandung dan Kupang. Stasiun Manado terletak pada koordinat geografis (1.48o LU;
124.85o BT) atau pada koordinat geomagnet (-6.87o LS; 196.07o BT). Stasiun
Pontianak terletak pada koordinat geografis (-0.03o LS; 109.33o BT) atau pada
koordinat geomagnet
(-8.82o LS; 180.72o BT). Stasiun Bandung terletak pada
o
koordinat geografis (-6.90 LS; 107.60oBT) atau pada koordinat geomagnet
(-16.49o
o
LS; 178.93 BT). Dan stasiun Kupang terletak pada koordinat geografis (-10.15o LS;
123.67o BT) atau pada koordinat geomagnet
(-19.52o LS dan 195o BT). Koordinat
geomagnet penting diketahui karena ionosfer yang berisi plasma yang memiliki medan
listrik, E, akan berinteraksi dengan garis-garis medan geomagnet, B.
GISTM GSV4004B mengeluarkan data indeks S4 total dan S4 correction.
Sehingga untuk memperoleh indeks S4 yang terkoreksi digunakan perhitungan pada
persamaan (1) [2] :
S 4 S 4total 2 S 4correction2
(1)
elektron
m2
(2)
Lemah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 323
Kelas
Kecil
Menengah
Besar
Peak
(W/m2)
10-6 I
< 10-5
10-6 I
< 10-5
10-6 I
< 10-5
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 324
Gambar 2. Badai geomagnet kuat dan dampaknya pada kemunculan sintilasi ionosfer.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 325
Gambar 3. Data X-ray Flux dari Matahari pada tanggal 12-14 Mei 2013.
Tabel 3. Kemunculan Flare kelas kuat (X) selama periode Maret Mei 2013.
Tanggal
13 Mei
2013
13 Mei
2013
14 Mei
2013
Kelas
flare
X1.7
X2.8
X3.2
Mulai
(UT/LT)
01:53
(08:53)
15:51
(22:51)
00:00
(07:00
Maks.
(UT/LT)
02:17
(09:17)
16:03
(23:03)
01:11
(08:11)
Selesai
(UT/LT)
02:32
(09:32)
16:24
(23:24)
01:20
(08:20)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 326
Gambar 4. Data median TEC pada tanggal 12 (atas), 13 Mei (tengah) dan 14 Mei
(bawah).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 327
JASTP.(2008)
[2] Dubey, S., R. Wahi, and A. K. Gwal, Ionospheric effects on GPS positioning,
Wahyu Srigutomo
Earth Physics and Complex System Research Group
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 328
Pendahuluan
Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang kurang diminati oleh siswa.
Banyak siswa yang beranggapan bahwa fisika sukar dan tidak menarik (Lasma, 2010).
Beberapa faktor penyebab kesulitan dalam mempelajari fisika, antara lain pemahaman
konsep matematika yang kurang, suasana belajar yang tidak menyenangkan maupun
konsep fisika yang abstrak. Padahal, fisika itu sendiri berkembang karena adanya
pengamatan maupun hasil percobaan yang dilakukan oleh banyak ilmuwan. Oleh
karena itu, dalam mengajarkan fisika, akan jauh lebih baik apabila seorang guru dapat
menunjukkan konsep fisika secara nyata bagi siswa. Hal tersebut sejalan dengan
karakteristik sains itu sendiri. National Science Teacher Educatioan (NSTE) dan
Association for Education of Teacher Science (AETS) pada tahun 1998 menyepakati
bahwa sains adalah proses berpikir manusia dalam mempelajari dan menyikapi
fenomena alam berdasarkan penemuan empiris
dan proses ilmiah seperti
pengamatan, pengukuran, eksperimen, penalaran, dan seterusnya.
Salah satu konsep fisika yang dianggap sukar oleh siswa karena bersifat
abstrak adalah konsep induksi magnetik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
merancang suatu alat peraga sederhana yang dapat menunjukkan fenomena induksi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 329
magnetik. Pada dasarnya, apabila suatu benda konduktif terinduksi magnetik, maka
pada benda konduktif tersebut akan muncul ggl induksi. Ggl induksi hanya timbul
apabila ada perubahan fluks magnetik. Oleh karena itu, alat peraga yang akan dibuat
terdiri dari tiga komponen utama, yaitu sumber medan magnet (solenodia), kumparan
yang berfungsi sebagai benda konduktif (loop), dan beban listrik yaitu lampu pilot.
Lampu digunakan agar jelas terlihat bahwa ada ggl induksi pada kumparan sehingga
lampu akan menyala.
Teori
Banyak alat-alat dalam kehidupan kita sehari-hari yang berkaitan dengan
elektromagnetik, yang merupakan kombinasi fenomena kelistrikan dan kemagnetan.
Pada awalnya, ilmu kelistrikan dan kemagnetan berkembang secara terpisah selama
beberapa abad sampai tahun 1820, namun pada faktanya, ada keterkaitan antara
kelistrikan dan kemagnetan yang ditemukan oleh Hans Christian Oersted (Halliday,
10th edition).
Oersted menemukan bahwa terdapat medan listrik di sekitar kawat berarus. Hal
tersebut dapat diketahui apabila disekitar kawat berarus diletakkan kompas, maka
arah jarum kompas akan berbeda apabila ada arus atau tidak ada arus yang mengalir
pada kawat.
Sementara, kaitan antara gejala kemagnetan terhadap gejala kelistrikan
pertama kali diteliti oleh seorang ilmuwan Inggris yang bernama Michael Faraday.
Percobaan sederhana Michael Faraday dapat dilihat pada gambar berikut ini
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 330
menunjukkan posisi nol, artinya tidak ada arus yang mengalir pada ammeter apabila
magnet batang dibuat diam, meskipun tetap ada garis medan magnet yang menembus
kumparan. Ini artinya, arus induksi akan timbul apabila fluks magnetik yang menembus
kumparan berubah-ubah. Hubungan antara nilai ggl induksi dengan perubahan fluks
magnetik dirumuskan oleh dua ilmuwan yaitu Faraday dan Lenz.
Hukum Faraday dan Lenz mengenai ggl induksi
(1)
d ( B A)
dt
(2)
d ( BA cos )
dt
(3)
dt
Dari Persamaan (3), dapat dilihat bahwa perubahan fluks magnetik dapat terjadi
apabila kuat medan magnetnya fungsi waktu, atau luas permukaannya fungsi waktu
atau sudut antara garis gaya magnet dan permukaan fungsi waktu.
Pada penelitian ini, variabel yang dibuat fungsi waktu adalah medan magnet,
sedangkan variabel lainnya tetap. Atau secara persamaan dapat ditulis
NA cos
dB
dt
(4)
Persamaan (4) menunjukkan bahwa ggl induksi timbul pada suatu benda
konduktif apabila medan magnet B merupakan fungsi waktu. Medan magnet fungsi
waktu karena dihasilkan oleh arus yang merupakan fungsi waktu (tidak konstan) yaitu
arus bolak-balik (ac), yang nilai arusnya tidak konstan melainkan sinusoidal.
Adapun desain awal alat peraga yaitu seperti pada gambar di bawah ini
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 331
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 332
Posisi kumparan
Atas
Tengah
Bawah
Ggl induksi
10.20 v
22.40 v
30.65 v
Dari data di atas terlihat bahwa terjadi penurunan tegangan, karena sumber
tegangan yang digunakan adalah sumber PLN yaitu sebesar 220 volt. Jadi dapat juga
dituliskan bahwa alat ini dapat juga berfungsi menunjukkan prinsip sederhana trafo
step down.
Dalam penelitian ini ada beberapa variabel yang perlu diperhatikan, yaitu
hambatan kumparan dengan inti besi. Karena alat tersebut dihubungkan langsung
dengan PLN, yang mempunyai tegangan yang tinggi, jadi harus dibuat hambatannya
cukup besar sehingga tidak terjadi hubungan arus pendek. Hambatan dapat
diperbesar dengan menambah panjang kawat karena hambatan kawat sebanding
dengan panjang kawat. Selain itu, hal yang harus diperhatikan juga adalah jumlah
lilitan primer dengan jumlah lilitan sekunder. Karena jika kita ingin menunjukkan
fenomena induksi magnetik dengan menggunakan suatu beban listrik (kipas angin,
lampu, dll), kita harus memperhitungkan tegangan beban listrik tersebut. Pada
penelitian ini, lampu pilot yang digunakan bekerja pada tegangan 24 volt, dengan
demikian maka tegangan output haruslah dalam rentang tersebut.
Penelitian ini masih dapat dikembangkan, apabila kita ingin membuat alat
tersebut tidak harus lagi terhubung ke PLN, kita dapat menggunakan sumber tegangan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 333
Alamta Singarimbun
Institut Teknologi Bandung
alamta@fi.itb.ac.id
*) Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 334
Pendahuluan
Porositas merupakan fraksi dari volume ruang kosong terhadap total volume
suatu sistem. Ruang kosong disebut dengan pori atau ruang yang tidak ditempati oleh
solid (padatan), sementara volume total adalah ruang yang ditempati pori dan solid
suatu sistem medium berpori [1]. Konsep porositas digunakan di berbagai kajian ilmu
seperti eksplorasi bumi, pertanian, kesehatan, teknik manufaktur, metalurgi, dan
sebagainya.
Dalam eksplorasi baik di bidang peminyakan maupun air tanah, porositas
merupakan variabel utama untuk menentukan besarnya cadangan fluida yang terdapat
dalam suatu massa batuan. Di bidang pertanian, porositas penting digunakan untuk
menentukan tanaman yang cocok untuk tanah tertentu. Di bidang kesehatan, porositas
merupakan besaran yang dapat mendeskripsikan sifat tulang dan gigi. Porositas pada
email gigi yang meningkat dapat menyebabkan gigi berlubang sementara porositas
pada tulang dapat menyebabkan osteoporosis. Dalam keadaan normal, struktur tulang
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 335
seperti sarang lebah. Ketika terjadi osteoporosis, ruang antar sarang tersebut
merenggang atau dengan kata lain porositas tulang meningkat.
Peningkatan jumlah pori pada tulang dan gigi merupakan suatu fenomena
pengeroposan karena jumlah pori meningkat dari jumlah yang seharusnya. Apabila
solid dipandang sebagai butiran, maka nilai maksimum porositas dari suatu volume
sistem dapat ditentukan dengan mengasumsikan susunan (packing) dari butiran
tersebut [2]. Untuk memudahkan pendekatan penghitungan pori dan untuk
mempelajari porositas, digunakan suatu pemodelan medium berpori yang sederhana
yaitu model sphere packing. Pada riset ini dilakukan pemodelan medium berpori
model uniform sphere with rhombohedral packing, dengan beberapa pendekatan yaitu
secara analitik yang hanya menghitung volume solid dan sistem, secara eksperimen
langsung dengan menggunakan air untuk mengisi pori, dan secara eksperimen tidak
langsung menggunakan alat pencitraan 3D -CT.
Berdasarkan paparan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari
berbagai pendekatan dalam perhitungan porositas dari medium berpori sederhana
yang digenerasi menggunakan sphere packing dengan geometri sederhana.
Teori
Porositas adalah fraksi ruang kosong diantara material medium berpori yang
bernilai antara 0 sampai 1 atau dalam persentase antara 0% sampai 100%. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai:
Vb Vs V p
100%
Vb
Vb
(1)
dengan Vb adalah volume medium keseluruhan, Vs adalah volume padatan total, dan
Vp adalah volume pori-pori [3].
Salah satu pemodelan porositas adalah dengan menggunkan model sphere
packing. Secara geometri, sphere packing adalah susunan bola-bola yang tidak saling
tumpang tindih dalam suatu ruang. Bola-bola tersebut berukuran identik dan ruangan
yang ditempati merupakan ruangan Euclidean tiga dimensi [4]. Bentuk susunan ini
adalah susunan paling sederhana untuk memodelkan porositas.
Terdapat beberapa pendekatan dalam pengukuran porositas, diantaranya
adalah metode analitis, metode eksperimen langsung dan metode eksperimen tidak
langsung dengan tomografi komputer. Metode analitis adalah metode perhitungan
porositas secara langsung dengan meninjau bentuk geometri benda 3D dan porositas
dihitung dengan menggunakan Persamaan (1). Metode eksperimen langsung
dilakukan dengan mengisi ruang-ruang kosong diantara solid dengan air kemudian
menghitung volume air tersebut sebagai volume pori. Metode eksperimen tidak
langsung, dilakukan dengan menggunakan perangkat pemindai -CT SkyScan1173
untuk membuat pencitraan tiga dimensi dari geometri eksternal dan internal suatu
medium berpori [5].
-CT adalah alat yang dapat mengukur penyerapan sinar X oleh suatu benda [2].
Prinsip kerja -CT hampir sama seperti CT scan (untuk keperluan medis), tetapi -CT
menghasilkan resolusi yang lebih tinggi. Prinsip kerja pada -CT dapat dilihat pada
Gambar 1.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 336
(2)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 337
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 338
(a)
(b)
Gambar 4. Hasil Scanning Medium Berpori dengan Skyscan -CT (a) Jumlah kelereng
slice pertama dan ketiga (b) Jumlah kelereng slice kedua.
Hasil perhitungan porositas medium berpori dengan tiga metode di atas dapat
dilihat pada tabel 1 berikut,
Tabel 1. Hasil Perhitungan Porositas Medium berpori dengan Berbagai Metode.
Metode
Analitik
Volume Pori
Volume Total
Porositas
81.67 cm3
173.82 cm3
46.98 %
Eksperimen
17.8 cm
Pencitraan
21074750
3
pixel
36.342 cm
44477706 pixel
48.98 %
3
47.38 %
Berdasakan Tabel 1 dapat dilihat perbedaan nilai porositas yang diperoleh dari
tiga jenis metode yang digunakan. Perbedaan nilai porositas (error) dengan
menggunakan metode analitik dan eksperimen langsung sebesar 4,26 % dengan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 339
mengambil nilai porositas dari perhitungan sebagai acuan. Perbedaan nilai porositas
yang diperoleh ini disebabkan oleh medium berpori yang dikembangkan oleh peneliti
dalam eksperimen. Diameter kelereng yang digunakan berkisar antara 1,20 cm - 1,22
cm, sehingga kotak (tempat menyusun kelereng) yang dibuat pun menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan ukuran geometri benda pada metode analitik. Selain itu,
perbedaan diameter kelereng yang digunakan menyebabkan ketinggian yang tidak
sama pada medium berpori, sehingga ketika air dimasukkan ke dalam medium berpori
dalam uji eksperimen, kelereng yang paling tinggi posisinya yang menjadi acuan,
sehingga volume air (sebagai pori) yang masuk lebih banyak.
Perbedaan nilai porositas (error) dengan menggunakan metode analitik dan
eksperimen tidak langsung/pencitraan sebesar 0,85 % dengan mengambil nilai
porositas dari perhitungan sebagai acuan. Perbedaan ini disebabkan oleh bahan untuk
membuat kotak pada medium berpori yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki
densitas yang tidak jauh berbeda dengan kelereng yang digunakan sebagai solid,
sehingga ketika dilakukan scanning dengan -CT, kotak tersebut masih terlihat. Ketika
dilakukan pemotongan gambar pada software Fi-Ji, kotak tidak dapat dipotong
maksimal sehingga masih terlihat cukup jelas seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil pemotongan medium berpori hasil scanning yang masih terlihat
kotaknya.
Perbedaan nilai porositas (error) antara nilai yang diperoleh dari hasil
eksperimen langsung, dengan menggunakan air adalah lima kali lebih besar
dibandingkan dengan hasil eksperimen tidak langsung dengan menggunakan -CT.
Perbedaan tersebut diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode analitik sebagai
acuan/pembanding. Hal ini dikarenakan oleh faktor error pada metode eksperimen
langsung lebih banyak. Kesulitan dalam mengembangkan medium berpori yang sesuai
antara ukuran solid dan kotaknya, mencari solid yang berdiameter sama seluruhnya,
dan juga variasi ketebalan kotak tempat meletakkan solid menjadi kendala utama
penyebab error yang lima kali lebih besar dibandingkan dengan metode eksperimen
tidak langsung/pencitraan. Selain itu, ketelitian dalam membaca skala suntikan dan
ketelitian alat ukur untuk menghitung volume air sebagai pori dalam metode
eksperimen langsung juga menjadi penyabab error dalam metode ini. Akan tetapi,
kendala-kendala ini telah direduksi pada metode eksperimen tidak langsung/
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 340
pencitraan, sehingga tingkat error yang dimiliki menjadi lebih kecil dibandingkan
dengan metode eksperimen langsung.
Kesimpulan
Perhitungan nilai porositas medium berpori yang dikembangkan dengan metode
analitik sebesar 46,98%, dengan metode eksperimen langsung sebesar 48,98% dan
47,38% dengan menggunakan metode eksperimen tidak langsung/ pencitraan.
Perbedaan nilai porositas (error) dengan menggunakan metode analitik dan
eksperimen langsung sebesar 4,26 % dengan mengambil nilai porositas dari
perhitungan analitik sebagai acuan. Perbedaan nilai porositas (error) yang diperoleh ini
disebabkan oleh kendala dalam pengembangan medium berpori dengan metode
eksperimen secara langsung. Sementara perbedaan nilai porositas (error) dengan
menggunakan metode analitik dan eksperimen tidak langsung/pencitraan sebesar
0,85 % dengan mengambil nilai porositas dari perhitungan sebagai acuan. Perbedaan
ini disebabkan oleh bahan untuk membuat kotak pada medium berpori yang
dikembangkan dalam penelitian ini memiliki densitas yang tidak jauh berbeda dengan
kelereng yang digunakan sebagai solid.
Referensi
[1] Satria. Yoga, Korelasi tortuositas dengan porositas absolut dalam pemodelan
aliran fluida menggunakan lattice gas automata model FHP III, Positron, Vol.1,
No. 1, Hal. 18-24 (2011)
[2] Kachelrie, Marc. Micro-CT. Handbook of Experimental Pharmacology 185/I
[3] Nurwidyanto, M. Irham dkk. Pengaruh ukuran butir terhadap porositas dan
permeabilitas pada batu pasir. Berkala Fisika, Vol. 9, No. 4
[4] Kontributor Wikipedia, "Sphere packing", Wikipedia, Ensiklopedi Bebas [diakses
20 November 2013]
[5] Kontributor Wikipedia, Porositas, Wikipedia, Ensiklopedia Bebas [diakses 20
November]
[6] Bruker,Skyscan micro-CT in SEM, URL http://www.skyscan.be/company/
methods.htm [accessed 20 November 2013]
[7] Hiller, Jochen dkk, Physical characterization and performance evaluation of an xray micro-computed tomography system for dimensional metrology applications,
Measurement science and technology, Vol. 23, (2012) 085404 (18pp)
Nurhidayah Muharayu
Magister Studi Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
aisyah_nurilmi@yahoo.com
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 341
Zannuraini Bakri
Program Studi Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
zannuraini91@gmail.com
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 342
Pendahuluan
Penyakit hiperkolesterolemia sudah mendunia, penyakit ini dapat menyebabkan
gangguan jantung dan serebral [6]. Diperkirakan sekitar 12 juta orang meninggal
setiap tahun di seluruh dunia [6]. Hiperkolesterolemia merupakan ancaman karena
dapat menyebabkan masalah makrovaskular termasuk mikro dan makro- angiopati,
penyakit kardiovaskular dan penyakit serebrovaskular [7]. Kolesterol di dalam darah
berikatan dengan lipoprotein yang berfungsi sebagai transportasi. High Density
Lipoprotein berperan dalam mengangkut LDL kolesterol kembali ke hati untuk
diuraikan sehingga dapat digunakan tubuh [12]. Hiperkolesterolemia disebut juga
hiperlidemia, hal ini terjadi jika Low Density Lipoprotein (LDL) meningkat sehingga
dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah dikarenakan sifatnya yang
kecil dan mudah melekat [13][11]. Penyumbatan pada pembuluh darah menyebabkan
nutrisi yang diterima oleh sel tidak tercukupi [1].
Berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah hiperkolesterolemia salah
satunya diperkirakan di tahun 2030 dunia akan mengeluarkan biaya sekitar US $47
triliun [4]. Upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan hiperkolesterolemia selama ini
adalah mengkonsumsi obat sintetik anti-hiperkolesterolemia, memperhatikan gaya
hidup dan mengontrol pola makan dengan mengkonsumsi buah-buahan dan tanaman
herbal seperti: murbei, buah nanas, rumput Beijing, kumis kucing sweetleaf,
pennywort, ginkgo, safflower [1].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 343
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 344
Mekanisme buah nanas dapat mempengaruhi kolesterol total dalam darah yaitu
dari efek enzim bromelin, flavonoid quercetin, dan vitamin C[2][14][5]. Enzim bromelin
berpengaruh terhadap penyerapan flavonoid quercetin didalam usus halus yang akan
dihantarkan melalui darah[14]. Dalam hal ini quercetin berefek pada enzim 3-hidroxy3-metilglutaril CoA akan dihambat sehingga menghambat produksi LDL[14][10]. Efek
lain yang ditimbulkan adalah kolesterol yang berlebihan didalam darah akan diubah
menjadi
HDL
oleh
karena
peningkatan
Lechitin
Cholesterol
Acyl
Transferase[11][12][13]. Proses kandungan-kandungan yang ada didalam buah nanas
yang memengaruhi kolesterol dijelaskan lebih rinci dalam gambar dibawah
ini[10][14][19]:
Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data rata-rata total kadar
kolesterol sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu dilakukan uji
normalitas dari data kadar kolesterol total sebelum dan sesudah. Dari hasil data uji
normalitas data tidak berdistribusi dengan normal[17]. Dan yang terakhir ialah
melakukan uji-wilcoxon pada tingkat signifikansi
untuk melihat pengaruh rata-
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 345
12.541
8.332
39.659
26.349
1572.844
694.267
.984
-1.543
.687
.687
-.717
2.531
1.334
1.334
214
111
318
195
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
Minimum
Maximum
Setelah itu dari data tersebut diuji normalitas. Dengan Bentuk hipotesis jika Sig.
maka data berdistribusi normal[17]. Berdasarkan tabel 2 uji normalitas sebelum
perlakuan sig.=0,005 jadi sig. < sehingga data tidak berdistribusi normal. Karena
data sebelum tidak berdistribusi normal, maka uji yang digunakan untuk mengetahui
apakah ada pengaruh penggunaan nanas (Ananas comosus Linnaeus merri) untuk
mengatasi tingginya kadar kolesterol darah adalah uji wilcoxon. Bentuk hipotesis untuk
: Penggunaan nanas tidak memberikan pengaruh yang baik
uji-wilcoxon adalah
terhadap penurunan kolesterol total.
akan diterima jika
[17].
Tabel 2. Kadar Kolesterol Total Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
Tests of Normality
Kadar_Kolesterol_Total_Se
belum_Perlakuan
Kadar_Kolesterol_Total_Ses
udah_Perlakuan
ISBN 978-602-19655-5-9
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
df
Sig.
.317
10
.005
.236
10
.123
Hal. 346
Tabel 3. Uji Pengaruh Nilai Rata-Rata Kolesterol Total Sebelum dan Sesudah
Perlakuan.
Ranks
Negative Ranks
10
5.50
Sum of
Ranks
55.00
Positive Ranks
.00
.00
Mean
Rank
Kadar_Kolester
ol_Total_Sesud
ah_Perlakuan Kadar_Kolester
ol_Total_Sebel
um_Perlakuan
Ties
Total
10
Dengan keterangan:
a. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan <
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan
b. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan >
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan
c. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan =
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan
Tabel 4. Uji wilcoxon.
Test Statisticsb
Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_P
erlakuan Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_P
erlakuan
Z
-2.803a
Asymp. Sig. (2-tailed)
.005
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Setelah uji wilcoxon dengan menggunakan spss (versi 17.00) dengan melihat
mean rank pada tabel 3 maka dari hasil uji pengaruh nilai rata-rata kadar kolesterol
total sebelum dan sesudah perlakuan yaitu Kadar Kolesterol Total Sesudah Perlakuan
< Kadar Kolesterol Total Sebelum Perlakuan. Berdasarkan tabel 4 maka sig.= 0.005
sehingga bentuk hipotesis dari data diatas sig. < maka Ho ditolak.
Kesimpulan
Mengacu pada data hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa penggunaan nanas
(Ananas comosus Linnaeus merri) memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar
kolesterol total pria dewasa produktif.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 347
Referensi
[1] Adisakwattana, S., Intrawangso, J., Hemrid, A., Chanathong, B & Makynen, K.
Extracts of Edible Plants Inhibit Pancreatic Lipase, Cholesterol Esterase and
Cholesterol Micellization, and Bind Bile Acids. Food Technol. Biotechnol. Vol. 50
(1), hal 11-16.
[2] Debnath, P., Dey, P., Chanda, A & Bhakta, T. 2012. A Survey on Pineapple and
Its Medicinal Value. Scholar Academic Journal of Pharmacy (SAJP) Vol.1 Issue.1,
hal 24-29.
[3] Erukainure,OL., Ajiboye,JA., Adejobi,RO., Okafor,OY., Kosoko,SB & Owolabi,FO.
2011. Effect of pineapple peel extract on total phospholipids and lipid peroxidation
in brain tissues of rats. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, hal. 182-184.
[4] Fisher-Hoch, S., Vatcheva, K., Laing, S., Hossain,M., Hossein, R., Hanis, C.,
Brown, H., Rentfro, A., Reininger, M & McCormick, J. 2012. Missed Opportunities
for
Diagnosis
and
Treatment
of
Diabetes,
Hypertension,
and
Hypercholesterolemia in a Mexican American Population, Cameron County
Hispanic Cohort, 20032008. Preventing Chronic Disease.
[5] Illanes, A. 2008. Enzyme Production. In: Enzyme Biocatalysis: Principles and
Applications: Enzyme Production, Ed. Springer Pub., Chile, 57-106.
[6] Islam, M., Zaman, M., Aktar, R & Ahmed, N. 2011. Hypocholesterolemic Effect of
Ethanol Extract of Ananas comosas (L.) Merr. Leaves in High Cholesterol Fed
Albino Rats. International journal of Life Sciences Volume 5, issue 1.
[7] Neovius M., Narbro K. (2008). Cost-effectiveness of pharmacological anti-obesity
treatments: A systematic review, Int. Jobes. 32, hal 1752-1763.
[8] Okonkwo, S.I., Ogbuneke R.U & Uyo B.K. (2012). Elucidation of Sugar in Edible
Fruit Pineapple (Ananas Comosus). International Science Congress
Association. Vol. 21(1), hal. 20-24.
[9] [9] Quyen, D.T.M., Joomwong, A & Rachtanapun, P. (2013). Influence of Storage
Temperature on Ethanol Content, Microbial Growth and other Properties of
Queen Pineapple Fruit. Int. J. Agric. Biol Vol. 15, hal. 207-214.
[10] Rivera,L., Moron, R., Sanchez,M ., Zarzuelo,A & Galisteo, M. 2008. Quercetin
Ameliorates
Metabolic Syndrome and Improves the Inflammatory Status in
Obese Zucker Rats. North American Association for the Study of Obesity
(NAASO). Vol. 208, hal. 1-7.
[11] Setorki, M., Asgary, S., Eidi, A & Rohani, AH. 2010. Effects of acute verjuice
consumption with a high-cholesterol diet on some biochemical risk factors of
atherosclerosis in rabbits. Med Sci Monit vol. 16(4), hal. 124-130.
[12] Shaikh, q & Kamal, A. 2012. HDL cholesterol-how do I raise my patients good
cholesterol. Journal of the Pakistan Medical Association. Vol. 62(6), hal 623-624.
[13] Verges, B. (2009). Lipid Modification in Type 2 Diabetes: The Role of LDL and
HDL. Fundamental & Clinical Pharmacology vol. 23, hal. 681-685.
[14] Lakhanpal, P & Rai, DK.2007.Quercetin: A Versatile Flavonoid.Internet Journal of
Medical Update. Vol. 2(2), hal. 22-37
[15] Voora, D., Shah, SH., Spasojevic, I., Ali, S., Reed, CR., Salisbury, BA &
Ginsburg,GS.2009.The SLCO1B1*5 Genetic Variant Is Associated With Statin
Induced Side Effect.Journal of the American College of Cardiology. Vol.54(issue
17). Hal 1609-1616.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 348
[16] [16]Yin,L., Sun,CK., Han,X., Xu,L., Xu,Y., Qi,Y & Peng,J. Preparative Purification
of Bromelain (EC3.4.22.33) From Pineapple Fruit by High-Speed Counter-Current
Chromatography Using a Reverse-Micelle Solvent System. Food Chemistry.
Vol.129(issue 3). Hal 925-932.
[17] Uyanto,SS.2009.Pedoman Analisis Data dengan SPSS Edisi 3.Yogyakarta:Graha
Ilmu
[18] Sunyoto, D & Setiawan, A. Buku Ajar: Statistik Kesehatan Paramatrik, Non
paramatik, Validitas, dan Reliabilitas.Yogyakarta: Nuha Medika
[19] Higdon, J., Drake, VJ & Frei, B. 2009. Macronutrient Information Center. [Online]
Available: http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/vitamins/vitaminC/ [diunduh 13 juni
2013]
Vuie Vuie Lewa*
Ilmu Keperawatan
Universitas Advent Indonesia
Lewavivi@gmail.com
Untung Sudharmono
Ilmu Keperawatan
Universitas Advent Indonesia
Lewavivi@gmail.com
Nilawati Soputri
Ilmu Keperawatan
Universitas Advent Indonesia
nilasolai@gmail.com
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 349
Pendahuluan
Sensor fluxgate merupakan sensor magnetik yang dapat mengukur medan
magnet DC maupun AC pada rentangan 0.1nT 1mT. Sensitivitas sensor fluxgate
sangat tinggi, ukuran kecil, komsumsi daya rendah, dan stabilitas temperatur yang
tinggi [1,2] menjadikannya masih menarik untuk diaplikasikan. Sensor fluxgate telah
digunakan untuk mendeteksi medan magnet AC lemah [3], sensor magnetik dalam
TDEM [4], survei non destruktif untuk menentukan material ferromagnetik dalam tanah
[5], magnetic tracker [6], dan sensor jarak [7,8].
Agar dihasilkan sensor yang stabil dengan sensitivitas tinggi diperlukan optimasi
elemen sensor, bahan inti, serta rangkaian analog sensor. Fokus dalam makalah ini
adalah memaparkan tentang pengembangan sensor fluxgate dengan variasi lilitan
primer 4x60 dan lilitan sekunder 2x90, serta optimasi rangkaian elektronik pengolah
sinyal analog agar sensor bekerja stabil dalam mendeteksi sinyal AC hingga frekuensi
10 kHz. Modifikasi pada rangkaian elektronik pengolah sinyal analog, serta pembuatan
elemen sensor dipaparkan dalam bagian Teori dan Metode Penelitian, sedangkan
hasil penelitian dipaparkan dalam bagian Hasil dan Diskusi.
Teori
Sensor fluxgate bekerja berdasarkan perbandingan antara medan magnet yang
diukur (Bext) dengan medan magnet referensi (Bref). Medan magnet referensi, dapat
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 350
Vout N
d
dB
NA
dt
dt
(1)
dengan N adalah jumlah lilitan kumparan sekunder dan A adalah luas bidang
potong inti sensor.
Output sensor diolah menggunakan rangkaian pengolah sinyal analog yang
terdiri dari rangkaian pembangkit sinyal eksitasi dan rangkaian pengolah sinyal isyarat,
seperti Gambar 1(b). Rangkaian pertama menghasilkan medan magnet eksitasi yang
berfungsi sebagai medan referensi dalam mengukur perubahan medan magnet
eksternal. Rangkaian ini terdiri dari osilator, pembagi frekuensi, dan buffer. Rangkaian
kedua berfungsi untuk mengolah sinyal yang diterima oleh lilitan pick up menjadi
tegangan listrik, yang merepresentasikan medan magnet terukur [9]. Rangkaian ini
terdiri dari penguat awal, detector fasa, penguat akhir, dan integrator yang dilengkapi
dengan rangkaian filter aktif orde-2 dengan frekuensi cut-off (fo)
fo
1
2 RC
(2)
Gambar 1. (a).Bentuk sederhana sensor fluxgate (b). Skema rangkaian analog sensor
fluxgate.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 351
Metoda Penelitian
Elemen sensor fluxgate dibuat dengan metode konvensional, berdasarkan
desain kumparan sekunder ganda. Elemen sensor terdiri dari empat lilitan primer dan
dua lilitan sekunder. Konfigurasi lilitan yang digunakan adalah lilitan primer 4x60 dan
lilitan sekunder 2x90. Sebagai bahan inti feromagnetik digunakan vitrovac 6025 Z
(Vacuumschmelze) dengan lebar 1,5 mm dan tebal 0,025 mm sebanyak satu lapis.
Karakterisasi sensor dilakukan di dalam ruang Faraday, dengan mengalirkan arus 80
mA sampai dengan 80 mA pada kumparan kalibrasi.
Sebagai pembangkit gelombang persegi dan pembagi frekuensi pada rangkaian
pembangkit sinyal referensi, digunakan kristal 4.096 MHz dan IC CD4060. IC CD4060
dapat membagi frekuensi Kristal menajdi 24, 25, 26, 27, 28, 29, 210, 212, 213, dan 214[10].
Agar respon sensor stabil terhadap perubahan frekuensi sinyal hingga 10 kHz
dilakukan optimasi filter butterworth orde 2. Kemudian dilakukan karakterisasi keluaran
sensor terhadap perubahan frekuensi sinyal pada jarak tetap terhadap sumber medan
berupa solenoid yang dialiri arus konstan.
Hasil dan Diskusi
Karakterisasi sensor
Telah digunakan kumparan kalibrasi dengan respon medan magnetik (B)
terhadap perubahan arus induksi (I) yang linear dan memenuhi persamaan berikut
B I 1,9568.I 0,0347
(3)
harga B dalam T dan kuat arus I dalam mA. Respon tegangan sensor terhadap
medan magnet ditunjukkan pada Gambar 2.
(4)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 352
keluaran .
masukan
(5)
Diperoleh sensitivitas sensor fluxgate sebesar 747 mV/T atau 1,34 nT/mV.
sensor
Nilai sensisitvitas dan kesalahan relatif ini lebih baik dibandingkan dengan hasil
yang diperoleh pada penelitian sebelumnya [9] (yaitu 498 mV/T atau 2 nT/mV dan
kesalahan relatif 6,98% ).
Optimasi rangkaian pengolah sinyal analog
Sebagai medan referensi, rangkaian eksitasi harus mampu memberikan sinyal
dengan frekuensi lebih tinggi daripada frekuensi maksimum sinyal yang akan
ditangkap oleh sensor (10 kHz). Untuk tujuan tersebut, pada IC CD4060 digunakan pin
6 dan 4 untuk memperoleh frekuensi eksitasi (fexc) sebesar 32 kHz dan frekuensi
detector fasa 2fexc kHz [9], sesuai persamaan :
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 353
fexc
4, 096 MHz
f fasa
27
4, 096 MHz
26
(6)
32kHz
(7)
64kHz
Filter Butterworth orde dua (Gambar 5) dengan Quality factor (Q) sebesar 0,707,
digunakan untuk mengatasi gangguan sinyal dengan frekuensi lebih tinggi.
(8)
C1 = C x Q
(9)
C2 = C / Q
(10)
R1
R2
C1
C2
fo
Filter
kOhm
kOhm
nF
nF
kHz
F01
3,3
6,6
17,049
F02
2,35
4,7
23,941
F03
3,3
6,6
34,098
F04
3,3
3,3
24,114
F05
4,7
4,7
33,863
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 354
(a)
(b)
(c)
(d)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 355
Gambar 8. Kurva keluaran sensor terhadap frekuensi dengan input arus AC sebesar
0,1 A pada jarak 10 cm.
Kesimpulan
Melalui karakterisasi dan pendekatan linear, diperoleh sensitivitas sensor
fluxgate variasi lilitan primer 4x60 dan lilitan sekunder 2x90 adalah sebesar 747 mV/T
atau 1,34 nT/mV dengan kesalahan relatif maksimum 1,25 %. Hasil optimasi filter
Butterworth orde 2 dengan memperhitungkan quality factor (Q) sebesar 0,707
menunjukkan bahwa filter dengan cut-off frequency 34,098 kHz mempunyai rentang
kerja terbesar. Sedangkan rangkaian pengolah sinyal analog dengan frekuensi eksitasi
32 kHz, frekuensi detector fasa kHz, dan cut-off frequency 34,098 kHz menjadikan
sensor mampu bekerja stabil dalam mendeteksi medan magnet AC hingga frekuensi
10 kHz.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Institut Teknologi Bandung dan
Universitas Negeri Jakarta yang telah membiayai penelitian ini.
Referensi
[1] P. Ripka, Sensors based on bulk soft magnetic materials: Advances and
challenges, Journal of Magnetism and Magnetic Materials. 320 (20), 2466-2473
(2008)
[2] Pavel Ripka, Fluxgate Sensors, in: P. Ripka (Ed), Magnetic Sensors and
Magnetometers, Artech House Inc, Norwood MA, 2001, pp.75-120.
[3] B. Ando, S. Baglio, C. Trigona, A.R. Bulsara, N.G. Stocks, A. Nikitin, InjectionLocking Benefits for weak AC magnetic field detection in Coupled-Core Fluxgate
Magnetometers, Proc. 2012 IEEE I2MTC, 13-16 May 2012, Graz,
Austria,pp.318-322.
[4] W. Srigutomo, T. Kagiyama, W. Kanda, H. Munekane, T. Hashimoto, Y. Tanaka,
H. Utada, M. Utsugi, Resistivity structure of Unzen Volcano derived from TDEM
survey, Journal of Volcanology and Geothermal Research 175, 231240 (2008).
[5] H.S. Park, J.S.Hwang, W.Y.Choi, D.S.Shima, K.W.Na, and S.O.Choi,
Development of micro-fluxgate sensors with electroplated magnetic cores for
electronic compass, Journal of Sensors and Actuators A,114, 224-229 (2004).
[6] P. Ripka and A. Zikmund, Magnetic Tracker with High Precision, Procedia
Engineering, 25 , 1617 1620 (2011).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 356
[7] A. Zikmund and P. Ripka, A Magnetic Distance Sensor with High Precision,
Sensors and Actuators A,186, 137 142 (2012).
[8] W. Indrasari, M. Djamal, W. Srigutomo, Ramli, A Magnetic Distance Sensor with
High Sensitivity Based on Double Secondary Coil of Fluxgate, IOSR Journal of
Applied Physics 2(5), 29-35 (2012) .
[9] Mitra Djamal, Rahmondia Nanda, Pengukuran Medan Magnet Lemah
Menggunakan Sensor Magnetik Fluxgate dengan Satu Kumparan Pick-up,
Prosiding ITB Sains&Tek.38A (2), Bandung, Indonesia, pp 99-115 (2006 ).
[10] Texas Instrument, CMOS 14-stage ripple-carry binary counter/divide and
oscillator, http://www.ti.com/lit/ds/symlink/cd4060b.pdf
[11] Elliott Sound Products, Active Filters - Characteristics, Topologies and
Examples, http://sound.westhost.com/articles/active-filters.htm
Widyaningrum Indrasari*
Jurusan Fisika,
Universitas Negeri Jakarta
widyafisikaunj@gmail.com
Mitra Djamal
Kelompok Keilmuan Fisika Teori EnergiTinggi dan Insttrumentasi
Institut Teknologi Bandung
mitra@fi.itb.ac.id
Wahyu Srigutomo
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id
Ramli
Jurusan Fisika,
Universitas Negeri Padang
ramlisutan@ymail.com
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 357
Pendahuluan
Hipertensi kini menjadi masalah global karena angka penderita yang terus
meningkat. WHO (2011) melaporkan hingga satu milyar orang di dunia yang menderita
penyakit hipertensi dan dua per tiga diantaranya berada di negara berkembang yang
berpenghasilan rendah dan sedang dan pada tahun 2025 mendatang telah
diperkirakan sekitar 29 persen warga dunia menderita hipertensi. Tekanan darah tinggi
yang tidak terkontrol akan menyebabkan komplikasi penyakit jantung seperti penyakit
jantung koronari dan stroke; gagal jantung kongestif; dan juga gagal ginjal dan
beresiko pada kematian[8].
Dalam penanganan hipertensi, Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor
berada pada barisan terdepan dalam upaya menurunkan tekanan darah. Saat ini
sudah banyak obat sintetik yang berada di pasaran yang digunakan untuk pengobatan
penyakit hipertensi termasuk ACE inhibitor yang bekerja menurunkan tekanan darah.
Namun, meski hipertensi dapat diatasi dengan menggunakan obat-obatan penurun
tekanan darah tersebut, selain dapat menimbulkan efek samping yang tidak
diinginkan. Oleh karena hal tersebut penanganan dengan bahan alami,pola hidup yang
baik serta pencegahan merupakan suatu upaya mengurangi efek samping tersebut[7].
Salah satu bahan makanan yang diketahui dapat menurunkan tekanan darah
adalah putih telur[1][2]. Komponen protein dalam putih telur bila bereaksi dengan enzim
pepsin, trypsin dan chymotrypsin dalam saluran pencernaan maka akan menghasilkan
zat peptida yang memiliki kemampuan sama seperti ACE inhibitor yang bekerja
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 358
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 359
=
= 134,3
=
= 86,3
=
= 150,4
=
= 92,4
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 360
df
Sig.
Sistol_Kontrol_Awal
.210
10
.200*
Sistol_Kontrol_Akhir
.196
10
.200*
Sistol_eksperimen_Sebelum
.213
10
.200*
Sistol_Eksperimen_Sesudah
.254
10
.067
Diastol_Kontrol_Awal
.191
10
.200*
Diastol_Kontrol_Akhir
.182
10
.200*
Diastol_Eksperimen_Sebelum
.222
10
.179
Diastol_Eksperimen_Sesudah
.173
10
.200*
Kesimpulan
Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan pada
tekanan darah antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa perlakuan pemberian putih telur rebus pada dosis 120 gram pada
penelitian ini berpengaruh nyata dalam menurunkan tekanan darah pada pria
penderita hipertensi grade satu.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana yang diberikan untuk melaksanakan
penelitian ini, kepada Universitas Advent Indonesia yang atas bantuan dana yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti seminar kontribusi fisika (SKF) 2013 sebagai
pembicara, dan dosen pembimbing atas saran dan masukan yang membangun.
Referensi
[1] Yu, Z., Yin Y., Zhao, W., Yu, Y., Liu, B., Liu, J. dan Chen, F. 2011. Novel Peptides
Derived from Egg White Protein Inhibiting Alpha- Glucosidase. Food Chemistry
[2] Rao S., Sun J., Liu Y., Zeng H., Su Y. dan Yang Y. (2012). ACE Inhibitor Peptides
and Antioxidant Peptides Derived From in Vitro Digestion Hydrolysate of Hen Egg
White Lysozyme. Food Chemistry Vol. 135 hal. 1245-1252.
[3] Rong Y., Chen L., Zhu T., Song Y., Yu A., Shan Z., Sands A., Hu F.B., Liu L.
(2013). Egg Consumption and Risk Of Coronary Heart Disease and Stroke:
Doseresponse Meta-analysis of Prospective Cohort Studies. BMJ Vol. 346: 8539.
[4] Sunyoto, D., dan Setiawan, A. 2013. Buku Ajar Statistik Kesehatan Paramatrik,
Nonparamatrik,Validitas, dan Reliabilitas. Yogyakarta. Nuha Medika
[5] Miguel M. dan Aleixandre A. (2009). Antihypertensive Peptides Derived From Egg
Protein. The Journal of Nutrition Vol. 136 hal. 1457-1460.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 361
[6] Contreras M.D.M., Carron R., Montero M.J., Ramos M., Recio I. Novel Caseinderived Peptides With Antihypertensive Activity. International Dairy Journal Vol.
19 hal 556-573.
[7] Rong Y., Chen L., Zhu T., Song Y., Yu A., Shan Z., Sands A., Hu F.B., Liu L.
(2013). Egg Consumption and Risk Of Coronary Heart Disease and Stroke:
Doseresponse Meta-analysis of Prospective Cohort Studies. BMJ Vol. 346: 8539.
[8] Majumder K. dan Wu J. (2010). A new approach For Identification of Novel
Antihypertensive Peptides From Egg Proteins by QSAR and Bioinformatic. Food
Research International Vol. 13 hal. 1371-1378.
[9] Yu Z., Liu B., Zhao W., Yin Y., Liu J., Chen F. (2012). Primary and Secondary
Structure of Novel ACE Inhibitor Peptides from Egg White Protein. Food
Chemistry Vol. 133 hal 315-322.
Yosina Lete
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
yosinalete@yahoo.com
Nilawati Soputri
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
nilasolai@gmail.com
Gilny Aileen Joan Rantung
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
gilnyaileen@gmail.com
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 362
Pendahuluan
Pemecahan masalah adalah titik fokus dan kunci standar dalam pembelajaran.
Pemecahan masalah juga dianggap sebagai jantung pembelajaran matematika karena
keterampilan yang dibutuhkan bukan hanya untuk belajar subjek tetapi menekankan
pada perkembangan metode keterampilan berpikir juga. Tetapi pada kenyataannya,
sebagian besar masalah siswa adalah memecahan masalah, dimana butuh
keterampilan dalam memecahkan masalah.[10]
Hal di atas menjadi misi penting bagi guru. Menurut psikologi, siswa akan
memiliki keterampilan pemecahan masalah yang efektif akan terlihat dari faktor yang
mempengaruhi prestasi siswa dalam belajar, yaitu faktor pengajaran di kelas,
partisipasi siswa dalam kegiatan kelas dan sistem guru dalam memberikan umpan
balik [10] atau boleh dikatakan bahwa model yang digunakan guru dalam proses
pembelajaran sangat berpengaruh karena model pembelajaran akan membantu siswa
dalam meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan menolong siswa
menjadi lebih efektif dalam belajar [12]. Upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS). Think Pair
Share (TPS) adalah teknik yang dikembangkan oleh Lyman dan Associates (1981).
Think Pair Share (TPS) melibatkan tiga langkah dalam pembelajaran , langkah
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 363
pertama think, masing-masing siswa akan berpikir secara individu tentang masalah
yang dihadapi dengan waktu jangka waktu yang sudah ditentukan, langkah kedua,
pair, kemudian para siswa akan berpasangan untuk mendiskusikan jawaban masingmasing, dengan tujuan memperoleh solusi dari masalah yang mereka hadapi, langkah
ketiga share, pada tahap ini setiap pasangan atau kelompok akan membagikan hasil
diskusi mereka di depan kelas [9]. Singkatnya bahwa model ini akan memberikan
banyak kesempatan bagi siswa dalam menyampaikan berbagai pemikiran-pemikiran,
ide-ide yang muncul dan itu akan meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar,
mengembangkan potensi siswa sehingga memampukan siswa dalam memecahkan
masalah sehari-hari.
Berdasarkan uraian diatas telah diteliti suatu penelitian ilmiah tentang
penerapan model kooperatif tipe think pair share untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa SMP sebagai salah satu model pembelajaran
yang efektif yang dapat digunakan dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas.
Teori
Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam
pembelajaran, membutuhkan keaktifan, keterampilan siswa serta keberanian dalam
menghadapi masalah-masalah yang dihadapi [2] Hal ini dikarenakan kemampuan
pemecahan masalah merupakan proses pemahaman, solusi ditemukan sehingga
menghasilkan pembelajaran yang baik [15] dan ini membutuhkan langkah-langkah
dalam melakukan pemecahan masalah.
Ada empat langkah pemecahan masalah [11] (1) siswa mampu memahami
masalah, mengetahui masalah dan menganalisa masalah (2) siswa mampu
merencanakan penyelesaian terhadap masalah, dengan cara siswa mengetahui data
yang ada, mencari apa yang tidak diketahui, (3) menyelasaikan masalah melalui
rencana-rencana yang sudah dimuat sebelumnya, (4) siswa melakukan pengecekan
kembali akan hasil yang sudah diperoleh. Ke-empat langkah ini akan membuat siswa
menggunakan banyak waktu serta aktif. [2]
Salah satu model pembelajaran yang efektif dan sangat baik dalam
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Think Pair Share. Think Pair Share melibatkan siswa dalam berpikir
tentang respon pertama mereka, dan kemudian memungkinkan siswa mendiskusikan
ide-ide mereka dengan pasangan/kelompok sebelum berbagi dengan seluruh kelas
[4]).
Metode Penelitian
Sampel
Pada penelitian ini yang menjadi sampel
LEMBANG kelas VIIIb dan VIIIc, Bandung Barat.
sebanyak 75 siswa, 37 siswa untuk kelompok
kelompok kontrol. Pemilihan sampel ditentukan
penelitian.
Desain Penelitian
Pada penelitian ini Instrumen yang terdiri dari lima butir soal digunakan untuk
mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan materi adalah
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 364
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) dengan catatan kelima butir soal
sudah diuji kevaliditasannya dan telah disesuaikan dengan indikator kemampuan
pemecahan masalah matematis. Pada penelitian ini, sebelum perlakuan siswa
diberikan instrumen sebagai pretes dan setelah perlakuan siswa diberikan instrumen
sebagai postes.
Selama Pembelajaran berlangsung, kelompok eksperimen di
terapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, dan kelompok kontrol
diterapkan metode konvensional. Setelah diperoleh data lakukanlah perhitungan
analisis data (statistik).
Model Think Pair Share
Think Pair Share terdiri dari tiga tahap dalam pembelajaran. Tahap pertama
yaitu, think, siswa akan dihadapkan dengan masalah dan memikirkan jawaban atau
solusi dari masalah tersebut secara individu. Tahap kedua, pair, dimana siswa akan
berpasangan atau kelompok untuk mendiskusikan hasil jawaban ataupun solusi
mereka masing-masing. Tahap ketiga, share, setiap pasangan tau kelompok secara
bergantian akan membagikan hasil diskusi mereka di depan kelas
Analisis Statistik
Perhitungan analisis data dimulai dengan hasil pretes dan postes dari kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yang akan dianalisis data gain ternormalisasinya
dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa sebeluim dan sesudah perlakuan. Kemudian dilakukan uji normalitas
kedua data gain ternormalisasi dalam hal mengetahui populasi yang digunakan
berdistribusi normal atau tidak. Setelah itu uji homogenitas dengan tujuan apakah
kedua sampel memilki varians yang sama. Melalui perhitungan analisis data di atas,
untuk mengetahui apakah model ini memberikan pengaruh atau tidak dilakukannya ujit, pada tingkat signifikansi = 0.05 melalui aplikasi SPSS 17.0.
Hasil dan Diskusi
Pada Penelitian Jumlah sampel kelompok eksperimen adalah 37 siswa, tetapi
data yang dapat diguakan hanya 34 siswa (n=34) dengan alasan 2 siswa yang tidak
ikut pretes dan 1 siswa yang tidak ikut postes. Jumlah sampel kelas kontrol adalah 38
tetapi data yang dapat digunakan hanya 34 siswa dengan alasan 2 siswa tidak ikut
pretes dan 2 siswa yang tidak ikut postes. Hasil dari perhitungan analisis data untuk
perbedaan rata-rata nilai pretes dan postes pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol ditunjukkan pada tabel 1 dibawah ini dengan kesimpulan bahwa adanya
peningkatan siswa dalam belajar.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 365
Mean
Kelompok
Kontrol
Pretest Posttest
16.3529 54.2941
0.91908
4.07254
0.84744
3.0237
Std. Deviation
5.35912
28.720
23.2468
563.911
4.94137
24.417
17.6313
310.863
Skewness
-1.656
0.618
-1.511
-0.166
Std. Error of
Skewness
Kurtosis
0.403
0.403
0.403
0.403
2.235
-0.542
1.926
-1.504
0.788
2
0.788
18
0.788
4
0.788
52
Maximum
22
100
24
100
Descriptive
Statistics
Variance
Kelompok
Eksperimen
Pretest Posttest
18.6471
78.5294
Dari perolehan data pretes dan postes akan diperoleh gain ternormalisasi untuk
mengetahui data berdistribusi normal seperti pada tabel 2 di bawah ini. Menjelaskan
bahwa rata-rata gain ternormalisasi kelompok eksperimen lebih tinggi, 0,29922 adalah
selisih nilai rata-ratanya kedua kelompok.
Tabel 2. Deskriptif statistik gain ternormalisasi kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen.
Descriptive Statistics
Mean
Gain Ternormalisasi
Kel.
Kel.
Kontrol
Eksperimen
0.4568
0.7561
0.4795
0.03686
Std. Deviation
0.27958
0.21492
Variance
0.78
0.046
Skewness
0.653
-1.039
Std. Error of
Skewness
Kurtosis
0.403
0.403
-0.495
1.931
0.788
0.788
Minimum
0.02
0.05
Maximum
1.00
1.00
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 366
Df
34
Sig.
0.092
Eksperimen
34
0.171
0.075
66
Sig. (2 Tailed)
0.000
Mean Difference
-0.2992
Std. Error
Difference
0.06047
Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan analisis data ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) lebih baik daripada siswa yang
memperoleh metode pembelajaran konvensional.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 367
Ucapan Terimakasih
Selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada Universitas Advent Indonesia
atas bantuan dana yang diberikan dalam rangka mengikuti seminar kontribusi fisika
(SKF) 2013 sebagai pembicara serta kepada dosen selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan serta saran yang membangun dalam kesempurnaan penelitian
ini.
Daftar Pustaka
[1] Ceneida Fernndez. 2013. Primary school teachers noticing of students
mathematical thinking in problem solving. TME. Vol 10. No 1 dan 2. Pg 441.
[2] Cinar N, et al. 2010. Problem solving skills of the nursing and midwifery students
and influential factors.
[3] Choirotul Chikmiyah dan Bambang Sugiarto, 2012. Relationship Between
Metacognitive Knowledge And Student Learning Outcomes Through Cooperative
Learning Model Type Think Pair Share On Buffer Solution Matter. Unesa Journal
of Chemical Education. Vol 1, No 1. Pg 55-61.
[4] Huang T H, Liu Y C, dan Chang H C. (2012). Learning Achievement in Solving
Word-Based Mathematical Questions through a Computer-Assisted Learning
System. Educational Technology & Society, 15 (1), 248 259.
[5] Ibe Helen Ngoji. (2009). Metacognitive Strategies on Classroom Participation and
Student Achievement in Senior Secondary School Science Classroom. Science
Education International. Vol. 20, No.1/2, Page 25-31.
[6] Kaur dan Berinderjeet. (2011). Mathematics Homework: A Study of Three Grade
Eight Classrooms in Singapore. International Journal of Science and Mathematics
Education, v9 n1 p187 206.
[7] Klegeris A, Bahniwai M, dan Hurren H. (2013). Improvement in Generic ProblemSolving Abilities of Students by Use of Tutor-less Problem-Based Learning in
Large Classroom Setting. Life Sciences Education, Vol. 12, 73 79.
[8] Lamm A.J, et al. 2012. The Influence of Cognitive Diversity on Group Problem
Solving Strategy.
[9] Marais, dan Nalize. (2011). Connectivism as Learning Theory: The Force Behind
Changed Teaching Practice in Higher Education. Journal for Education and
Social Enterprise, v4 n3 p173 182.
[10] M. Afan. 2013). The Effect Of Think Pair Share Technique On The English
Reading Achievment Of The Students Differing In Achievment Motivation At
Grade Eight Of Smpn 13 Mataram. Journal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha. Vol 1.
[11] Pimta S, Tayruakham S, dan Nuangchalerm P (2009). Factors Influencing
Mathematic Problem-Solving Ability of Sixth Grade Students. Journal of Social
Sciences, 5(4), 381 385.
[12] Polya. G. (2008). How to Solve It. United States of America: Princeton University
Press.
[13] Sajadi M, Amiripour P, dan Malkhalifeh M R.
(2013). The Examining
Mathematical Word Problems Solving Ability under Efficient Representation
Aspect. Mathematics Education Trends and Research, 1 11.
[14] Richard Lesh. 2013. Problem Solving in the Primary School (K-2). Journal The
Mathematics Enthusiast. Indiana Universitas. Vol 10, No 1. Page 35.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 368
Yusnita Aruan
Faculty Education of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
15juni1992@gmail.com
Kartini Hutagaol
Faculty Education of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
Kartinih_smant@yahoo.com
Louise M. Saija
Faculty Education of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
louise_saija@yahoo.com
*
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 369
Pendahuluan
Pengukuran porositas adalah pengukuran yang biasa dilakukan untuk mencari
fraksi pori dalam sebuah sampel. Untuk itu, pada pengukur-an ini dilakukan
pengukuran porositas dengan model sphere packing berbentuk kubus sederha-na.
Menurut Glover [1] perhitungan porositas secara teori pada bentuk kubus sederhana
didapatkan nilai 47%.
Terkait dengan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan nilai porositas
untuk sphere packing porous medium pada kubus sederhana adalah sebesar 47%
dengan asumsi bola-bola yang membentuk memiliki ukuran yang sama dan tidak
bergantung pada jumlah bola-bola tersebut. Dari hasil perhitungan maka akan
dilakukan pengukuran menggunakan metode konvensional yaitu dengan cara mengisi
zat cair ke dalam sampel dan dilakukan dengan pengukuran meng-gunakan teknik
pengolahan citra digital dari hasil pencitraan dengan perangkat -CT Scan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 370
Teori
Porous Medium (media berpori) merupakan sebuah media di dalamnya terdapat
ruang-ruang kosong (pori). Pori-pori biasanya diisi dengan cairan atau gas. Batu,
tanah, jaringan biologi (misalnya tulang, kayu, gabus), semen dan keramik dapat
dianggap sebagai media berpori. Besarnya pori-pori pada suatu bahan dapat diketahui
melalui persentase porositas.
Porositas adalah ukuran dari ruang kosong di antara material, dan merupakan
fraksi dari volume ruang kosong terhadap total volume, yang bernilai antara 0 dan 1,
atau sebagai persentase antara 0-100%. Istilah ini digunakan di berbagai kajian ilmu
seperti farmasi, teknik manufaktur, ilmu tanah, metalurgi, dan sebagainya.
Porositas dapat dihitung nilainya dengan cara membandingkan volume udara
atau air di dalam sampel dengan volume sampel seluruhnya yang dirumuskan dengan:
Vrongga
V permukaan
100 % .
(1)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 371
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 372
Vair (ml)
20.8
21.8
21.2
20.4
23.4
19.8
21.2
20.8
22.4
20.0
(%)
44.58
46.72
45.44
43.72
50.15
42.44
45.44
44.58
48.01
47.15
45.82
Vair (ml)
7.6
7.2
7.6
8.2
8.0
8.2
7.8
8.0
8.0
8.4
ISBN 978-602-19655-5-9
(%)
43.24
40.96
43.24
46.65
45.52
46.65
44.38
45.52
45.52
47.79
44.95
Hal. 373
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 374
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 375
Zulfikar Fahmi*
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
zulfikarfahmi13@students.itb.ac.id
Nilam Sari
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
nilam.sari@students.itb.ac.id
Wilda Febi Rahmadhani
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
wilda_febirahmadhani@students.itb.ac.id
Fourier Dzar Eljabbar Latief
Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Fakultas MIPA ITB
fourier@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 376
Pendahuluan
Karbon merupakan sebuah unsur yang unik karena memiliki banyak allotrop.
Beberapa diantaranya adalah Fullerene [1], Carbon nanotube [2], dan Graphene [3].
Dari ketiga allotrop ini, Graphene mengundang perhatian banyak orang karena
memiliki sifat fisis yang lebih baik dibandingkan dengan material lain. Graphene
memiliki konduktivitas listrik yang besar yaitu sekitar 2.5 x 105 cm2V-1s-1, dan pita
terlarang yang dapat diatur dari nol (pita konduksi dan valensi berhimpitan) hingga
beberapa eV [3]. Sifat listrik Graphene yang superior dibanding material lain inilah
yang memicu berkembangnya riset dibidang fabrikasi Graphene, dan pembuatan
divais berbasis Graphene. Meskipun memiliki sifat yang superior, Graphene
membutuhkan pengaturan pita terlarang agar dapat diaplikasikan dalam divais
elektronik. Graphene berlapis banyak menjadi alternatif untuk mengatasi masalah ini
karena memiliki sifat elektrik yang mirip dengan Graphene lapisan tunggal namun
memiliki pita terlarang yang hampir nol sehingga berperilaku seperti semikonduktor.
Beberapa metode dikembangkan untuk menghasilkan lapisan Graphene,
diantaranya pengelupasan mekanik dari graphite [4], penumbuhan epitaxial [5] diatas
SiC, dan metode CVD [6]. Metode-metode ini memerlukan persyaratan fisis yang tinggi
seperti tekanan dan suhu tinggi dan berbagai peralatan tambahan agar dapat berjalan.
Metode alternatif lain juga dikembangkan untuk dapat menumbuhkan lapisan
Graphene tanpa mengalami kendala yang sama. Penumbuhan ini menggunakan DC
Unbalanced Sputtering [7]. Pada penumbuhan ini lapisan karbon akan ditumbuhkan
diatas lapisan penyangga -Al2O3. Lapisan ini menyediakan atom-atom oksigen
sehingga karbon-karbon yang terlepas dari target dapat menempel pada substrat.
Lapisan penyangga ini dipilih karena memerlukan suhu oksidasi yang rendah.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 377
Gambar 1. Citra SEM sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) proses sputtering
Citra SEM pada gambar 1 menunjukan 2 keadaan yang berbeda. Pada kondisi
sebelum proses sputtering (kiri), terlihat struktur -Al2O3 yang berpori dan tidak rata.
Pada kondisi setelah sputtering (kanan) terlihat struktur yang penuh dan rata
dibandingkan dengan citra sebelumnya. Selain itu muncul struktur gumpalan baru
diatas permukaan. Citra SEM memperlihatkan munculnya lapisan baru diatas -Al2O3
akibat proses sputtering. Spektra EDS dari sampel menunjukan perhitungan seluruh
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 378
unsur yang ada pada sampel sebelum dan sesudah proses sputtering. Perhitungan ini
dibuat dalam bentuk ternormalisasi sehingga akan terlihat persentase setiap unsur
seperti terlihat pada tabel 1. Diantara unsur-unsur yang muncul dalam sampel adalah
silikon, karbon, alumunium, serta oksigen. Sebelum proses sputtering terlihat bahwa
persentase karbon adalah nol. Setelah proses persentasenya naik menjadi 3.4%.
Untuk unsur lain persentasenya cenderung turun, hal ini disebabkan oleh bentuk
ternormalisasi dari jumlah hitungan. Dari Hasil ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa
setelah proses sputtering muncul sebuah lapisan baru yang memiliki kandungan
karbon.
Tabel 1. Persentase unsur pembangun sampel.
unsur
O
Al
Si
C
Persentase sebelum
sputtering (%)
4.78
4.64
90.57
0
Peresentase setelah
sputtering (%)
11.4
6.36
78.87
3.4
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 379
Pada rentang 1700 cm-1 sampai 2400 cm-1 spektra raman tidak memberikan
puncak yang signifikan. Pada rentang 2400 cm-1 sampai 2800 cm-1, gambar 3 puncak
yang signifikan kembali terlihat. Pada rentang ini diperoleh 3 puncak yang cukup tinggi
yaitu pada 2450 cm-1, 2625 cm-1, dan ~2700 cm-1. Ketiga puncak ini berada pada
sebuah rentang pergeseran Raman bernama pita 2D (2D band). Penyebab terjadinya
pita 2D adalah fenomena resonansi ganda pada lapisan struktur Graphene. Pada pita
2D biasanya muncul lebih dari satu puncak dan diberi nama sesuai dengan
kemunculanya dimulai dari nilai pergeseran terendah. Untuk puncak pada 2450 cm-1
dinamakan puncak 2D1, 2625 cm-1 dinamakan puncak 2D2 dan ~2700 cm-1 dinamakan
puncak 2D3. Puncak-puncak ini digunakan untuk memprediksi lapisan Graphene yang
mungkin tumbuh [14]. Ketika puncak 2D2 memliki intensitas yang lebih kuat dari
puncak 2D1 dan 2D3, maka lapisan Graphene yang tumbuh kurang dari 5 lapisan. Jika
puncak 2D1 atau 2D3 lebih besar dari 2D2, maka lapisan Graphene yang tumbuh lebih
dari 5 lapisan. Spektrum ini mengindikasikan bahwa sudah ada lapisan Graphene
yang terdiri lebih dari 5 lapisan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 380
(a)
(b)
Gambar 4. (a) Spektra Raman pada Rentang 100~300 cm-1 dan referensi ZO band
[19,20] ; (b) Spektra FTIR pada rentang 1600~1700 cm-1 (kiri) dan 2320~2420 cm-1
(kanan).
Kesimpulan
Telah ditumbuhkan lapisan karbon diatas -Al2O3 menggunakan metode DC
unbalanced magneton sputtering. Hasil analisa Spektra Raman menunjukan bahwa
telah terbentuk struktur ~20 lapisan Graphene diatas lapisan penyangga -Al2O3.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Resti Marlina atas dikusinya yang
bermanfaat.
Referensi
[1] Osawa E. The Evolution of the Football Structure for the C60 Molecule : A
Retrospective. Philosophical Transactions of the Royal Society of London. Series
A. VOL.343, 1-8 (1993)
[2] Sumio Iijima, Carbon nanotubes MRS Bulletin, 19, 43-49 (1994).
[3] Geim and K. Novoselov, A road map for graphene, Nature, 490, 192 (2012).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 381
[4] K.A. Ritter and J.W. Lyding, "Characterization of nanometer -sized, mechanically
exfoliated grapheneon passivated Si (100) surface using scanning tunneling
microscope", Nanotechnology, 19 015704
[5] A. Goswami, "Epitaxial Growth of crystal on one-degree oriented
substrates" ,Nature 191, 160 - 161 (08 July 1961)
[6] Y. G et al, "Microstructure and Prefered Orientation of titanium nitride films
prepared by laser CVD", Material Transactions, Vol.50 No. 08 (2009) pp.20282034.
[7] A. S. Aji and Y. Darma, HF Treatment Effect for Carbon Deposition on Silicon
(111) by DC Sputtering Technique, The 4th International Conference On
Mathematics and Natural Sciences (ICMNS 2012), Bandung 2012
[8] G. Fenget al., "Isopropanol adsorption on -Al2O3 surfaces: A computational
study", J. Molecular. Catalyst, vol. 304, p. 58, (2009)
[9] R. Kalish et al, "Thermal stability and relaxation in diamond like carbon. A raman
study of films with different sp3 fraction (ta-C to a-C)",Appl. Phys Lett. 74, 2936
(1999).
[10] A. Grill, "Diamond-like carbon: state of the art", Diamon and related materials 8,
Elsevier, p. 428-434(1999)
[11] S. Riech and C. Thomsen, "Raman spectrocopy of graphite", Phil. Trans. R. Soc.
Lond. A. 362, 2271 (2004)
[12] Zenhu Ni et al, Raman Spectroscopy and Imaging of Graphene, Nano Res,
Springer, pp.273-291, 2008.
[13] A.C. Ferrari and D.M. Basko, Raman spectroscopy as a versatile tool for
studying the properties of Graphene, Nature Nanotechnology, Vol.8, pp.235-246,
2013.Pan et al, Langmuir, 24, 12410 (2008).
J. Deng, R. Zeng, Y. Zhao, and G. Cheng, ACS nano., 6, 3727 (2012)
[14] A. Ferrary, "Raman Spectrum of Graphene and Graphene Layers ," Phys. Rev.
Lett., vol. 97, p. 187401, 2006.
[15] A. Ferrari, "Raman spectroscopy of graphene and graphene: disorder electronphonon coupling, doping and nonadiabatic effects", Sol. Tate Comm., vol 14, p.
47.2007.
[16] C.H Lui and T.F. Heinz, "Measurement of layer breathing mode vibrations in fewlayer graphene", Phys. Rev. B, 87,121404(R) (2013).
[17] E. Benvenutti et al, "FTIR study of hydrohen and carbon monxide adsorption on
Pt/TiO2, Pt/ZrO2, and Al2O3", Langmuir, 15, 8140 (1999).
[18] Y. Pang et al, "Adsorption and protonation of CO2 on partially hydrovylated Al2O3 surfaces: a density functional theory study ", Langmuir, 24, 12410 (2008)
[19] S. Kitipornchai, X. He, and K. Liew, "Continuum model for the vibration of
multilayered Graphene sheets," Phys. Rev. B, vol. 72, p. 075443, 2005
[20] R. Nemanich, "First- and second-order Raman scattering from finite-size
crystals of graphite," Phys. Rev. B, vol. 20, p. 392, 1979.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 382
Angga Virdian
Electronic Material Physics Research Division
Quantum Semiconductor Lab.
Institut Teknologi Bandung
angga_virdian@s.itb.ac.id
Rachmat Maulana
Electronic Material Physics Research Division
Quantum Semiconductor Lab.
Institut Teknologi Bandung
Rmaulana68@yahoo.co.id
Yudi Darma*
Electronic Material Physics Research Division
Quantum Semiconductor Lab.
Institut Teknologi Bandung
yudi@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 383