Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN

PRAKTIK
KLINIS (PPK)
TATA
LAKSANA
KASUS
RSUD
CIBINONG
KABUPATEN
BOGOR,
JAWA BARAT
2016 – 2019

CONGESTIF HEART FAILURE (CHF)/ GAGAL JANTUNG

1. Pengertian Adalah sindroma klinis yang terjadi karena abnormalitas struktur dan/ atau
( Definisi ) fungsi jantung yang diturunkan atau didapat sehingga mengganggu
kemampuan pompa jantung.

Berdasarkan onset terjadinya:


a. Gagal jantung akut: sindroma klinis disfungsi jantung yang
berlangsung cepat dan singkat (dalam beberapa jam dan atau hari)
b. Gagal Jantung Kronik: sindroma klinis ditandai gejala dan tanda
abnormalitas struktur dan fungsi jantung, yang menyebabkan
kegagalan jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen metabolism
tubuh.

Klassifikasi Gagal Jantung berdasarkan NYHA


Kapasitas
fungsional Klinis
Pasien dengan penyakit jantung tanpa keterbatasan
aktivitas. Aktivitas biasa tidak menyebabkan fatique,
Class I dypsnea, atau nyeri angina.
Penderita penyakit jantung dengan keterbatasan ringan
pada aktivitas fisik. Aktivitas biasa menyebabkan fatique,
Class II dypsnea, atau nyeri angina, yang hilang dengan istirahat.
Penderita penyakit jantung dengan keterbatasan pada
aktivitas fisik. Sedikit aktivitas menyebabkan fatique,
Class III dypsnea, atau nyeri angina, yang hilang dengan istirahat.
Penderita penyakit jantung dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas fisik. Keluhan gagal jantung atau
sindroma angina mungkin masih dirasakan meskipun saat
istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, rasa tidak nyaman
Class IV bertambah
Klassifikasi gagal jantung akut: ( klassifikasi Killip)
a. Stage I: tidak ada gagal jantung, tidak ada tanda klinis yang
menunjukkan dekompensasi kardiak.
b. Stage II: gagal jantung, criteria diagnosis: ronki di basal paru, S3
gallop, dan hipertensi vena pulmonal.
c. Stage III: gagal jantung berat yang ditandai hipotensi (tekanan
darah sistolik)
d. Stage IV: rejatan kardiogenik yang ditandai hipotensi (tekanan
darah sistolik < 90 mmHg), vasokonstriktor perifer seperti oliguria,
sianosis, dan diaphoresis.
2. Anamnesis 1. Sesak nafas mendadak pada posisi tidur terlentang, terutama pada
malam hari (gagal jantung akut) dan/ atau sesak anafas saat terlentang
malam hari atau saat beraktifitas dimana tidur lebih nyaman bila
menggunakan bantal yang tinggi (2-3 bantal)
2. Rasa lelah dapat terjadi saat aktivitas maupun istirahat
3. Batuk – batuk tidak produktif, terutama posisi baring
4. Progresivitas perburukan dalam hitungan hari.
5. Bengkak pada tungkai bawah dekat mata kaki.
6. Riwayat menderita penyakit jantung atau dirawat dengan gejala diats
(gagal jantung kronik)

3. Pemeriksaan Fisik 1. Pernafasan cepat, lebih dari 24x/ menit.


2. Nadi cepat dan lemah (80x/ menit) pada gagal ginjal akut sedangkan
pada gagal ginjal kronik nadi cepat dan kecil.
3. Tekanan darah dapat normal atau meningkat pada tahap awal,
selanjutnya akan menurun karena disfungsi ventrikel kiri.
4. Iktus cordis bergeser ke lateral pada palpasi
5. Peningkatan tekanan vena jugularis
6. Aukultasi: murmur sitolik, murmur diastolic, dan irama gallop.
7. Kongesti paru: ronki basah pada kedua basal paru.
8. Pada abdomen: hepatomegali, asites, ikterus.
9. Edema ekstremitas yang umunya simetris .

4. Kriteria Diagnosis Berdasarkan ketentuan kriteria mayor dan minor untuk CHF; dimana bila
terdapat 1 gejala mayor dan 2 minor atau 3 gejala minor sudah memenuhi
kriteria diagnostik gagal jantung. Adapun kriteria tersebut adalah:
a. Mayor:
 Sesak saat tidur terlentang (Orthopnoe)
 Sesak terutama malam hari (Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe)
 Peningkatan Tekanan Vena Jugularis
 Ronki Basah Halus
 Pembesaran Jantung
 Edema Paru
 Gallop S3
 Waktu sirkulasi memanjang >25 detik
 Refluks Hepato Jugular
 Penurunan berat badan karena respon pengobatan

b. Minor:
 Edema tungkai bawah (biasanya dekat mata kaki)
 Batuk – batuk pada malam hari
 Sesak nafas saat beraktifitas lebih dari sehari - hari
 Pembesaran hati
 Efusi Pleura
 Takikardia
5. Diagnosis Kerja CONGESTIF HEART FAILURE (CHF)/ GAGAL JANTUNG
6. Diagnosis Banding 1. Asma Bronchial
2. PPOK
3. Uremia
4. Volume Overload
7. Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Rontgen Thoraks
3. Laboratorium: Hb, Ht, Leukosit, Kreatinin, GDS, Na+, K+, CKMB,
Tropinin I Ultra, Anaslisa Gas Darah
4. Echocardiografi
8. Terapi Terapi pada fase akut meliputi:
a. Terapi Oksigen
 Berikan O2 nasal 2 – 4 L/ menit, disesuaikan dengan hasil
pulseoximetry. Bila diperlukan, O2 dapat diberikan dengan masker
non – rebreathing atau rebreathing bila tidak membaik dalam
waktu ½ jam.
 Bila sturasi oksigen tetap rendah dengan mask atau ada distress
pernafasan, digunakan CPAP.
 Bila distress pernafasan tidak membaik dan atau tidak toleren
dengan CPAP dilakukan intubasi.
b. Obat – obatan
 Furosemid intravena: bolus 40 mg (bila tidak dalam pengobatan
diuretic sebelumnya), 2,5 x dosis sebelumnya (bila sebelumnya
sudah minum diuretic)
 Nitrogliserin infuse: dimulai dari 5 microgram/ menit, bila tekanan
darah sistolik > 110 mmHg, atau ada kecurigaan sindroma koroner
akut.
 Morphin Sulfat Injeksi, 2 sd 4 mg bila masih takipnoe
 Dobutamine mulai 5 mcg/ kgBB/ menit bila tekanan darah <90
mmHg
 Dopamine mulai dari 5 mcg/ kgBB/ menit bila TDS <80 mmgHg
 Noradrenalin mulai dari 0.02 mcg/ kgBB/ menit bila TDs <70
mmHg
 Digoksin IV 0,5 mg bolus bila fibrilasi atrium respon cepat, biasa
diulang tiap 4 jam hingga maksimal 1 mg
 Captopril mulai 6,25 mg bila fase akut telah teratasi.
Terapi pada fase kronik meliputi:
1. Duiretik: furemid oral/ IV bila tanda dan gejala kongesti masih ada,
dengan dosis 1 mg/ kgBB atau lebih
2. ACE Inhibitor (atau ARB bila batuk) bila tidak ada kontra indikasi;
dosis dinaikkan bertahap sampai dosis optimal tercapai.
3. Beta Bloker dosis kecil bila tidak ada kontra indikasi, dosis naik
bertahap bila dosis sudah optimal tetapi laju nadi msih cepat (> 70x/
menit), dengan:
Irama sinus, dapat ditambahkan Ivabradin mulai dosis kecil 2x2.5 mg,
maksimal 2x5 mg
Irama atrialfibrilasi – respon ventrikel cepat serta fraksi ejeksi rndah,
tetapi fungsi ginjal baik, berikan digoxin dosis rumat 0,25 mg pagi.
4. Mineralcorticoid Reseptor Bloker (Aldosterone Antagonist) dosis kecil
bila tidak ada kontra indikasi.
9. Edukasi (Hospital 1. Edukasi kepatuhan minum obat
Health Promotion) 2. Edukasi kepatuhan diet rendah garam, rehabilitasi jantung
3. Edukasi cara mengatasi bila terjadi perburukan sesak nafas
4. Edukasi pengaturan aktivitas fisik
5. Edukasi kontrol tekanan darah, nadi dan pemeriksaan fisik.
1. Ad vitam : bonam
10. Prognosis 2. Ad sanationam : bonam
3. Ad fungsionam : bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat
C
Rekomendasi
A. Dokter Spesialis Penyakit Jantung:
1. dr. Zul Effendi, SpJP
2. dr. Fahmi Idrus, SpJP
3. dr. Dian Yaniarti, SpJP
13. Penelaah Kritis
B. Dokter Spesialis Penyakit Dalam:
1. dr. Erni Marjuny, SpPD
2. dr. Anton Isdijanto, SpPD
3. dr. Khairiyah Darojat, SpPD
4. dr. Zetri Mulyadi, SpPD
14. Indikator Medis Pada CHF akut: 80% pasien dengan gagal jantung akut teratasi dalam
jangka waktu 7 hari.
Pada CHF Kronik: 80% pasien telah mendapat obat beta bloker, ACE
Inhibitor dan ARB.
15. Kepustakaan Panduan Praktik Klinis (PPK) Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI)

Anda mungkin juga menyukai