Kelompok 3 :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “KEJANG
DEMAM ,ASFEKSIA DAN TERSEDAK
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah integumen . Dalam menyusun
makalah ini, penulis menemukan berbagai rintangan, baik dalam hal peralatan,tenaga,
kemampuan ataupun waktu untuk mengerjakan tugas ini, dan juga sulitnya untuk
berkomunikasi dengan anggota kelompok. Karena itu penulis sangat menghargai bantuan
dari semua pihak yang telah memberi penulis bantuan dukungan juga semangat, buku-buku
dan beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bisa terwujud. Makalah ini KEJANG
DEMAM ,ASFEKSIA DAN TERSEDAK memuat tentang.Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak yang senantiasa membimbing dan memberikan arahan.
Semoga jasa baik semua pihak yang telah membantu penulis,mendapatkan Ridho dan
Rahmat dari Allah SWT.
Dan juga,kami mohon ma’af karena sebaik-baiknya penulis mengerjakan makalah ini pasti
ada kesalahan,tapi penulis sudah berusaha semaksimal mungkin,oleh karena itu,kritik dan
saran dari semua pihak selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata,mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi orang yang membaca
khususnya penulis yang membuatnya.Amiin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep dasar kejang demam 2
a. Pengertian 2
b. Etiologi 3
c. klasifikasi 3
d. manifestasi klinis 4
e. komplikasi 5
f. pemeriksaan lab 5
g. penatalaksanaan medis 6
2.2 Konsep dasar asfiksia 8
a. pengertian 8
b. klasifikasi 9
c. diagnosis 11
d. etiologi 12
e. penatalaksanaan 18
2.3 Konsep dasar tersedak 21
a. pengertian 21
b. batasan anatomi 21
c. klasifikasi 21
d. etiologi 22
e. gejala 22
f. penanganan 23
3
g. pencegahan 26
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 28
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada
awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan
memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu,
dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal
kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat
terja di selama lebih dari 15menit.
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia adalah salah satu penyebab mortalitas
dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada periode
neonatal.
Tersedak merupakan suatu kegawat daruratan yang sangat berbahaya, karena dalam
beberapa menit akan terjadi kekurangan oksigen secara general atau menyeluruh
sehingga hanya dalam hitung menit klien akan kehilangan reflek nafas, denyut jantung
dan kematian secara permanent dari batang otak, dalam bahasa lain kematian dari
individu tersebut. Berikut adalah penjelasan mengenai tersedak dan penangannya.
2. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan anak pada pasien dengan
gangguan sistem saraf yaitu kejang demam
Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang asfiksia neonatum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan tersedak.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Arif
Mansjoer. 2000)
Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Taslim. 1989)
Kejang Demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu
badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (Livingston, 1954)
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga
disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah
5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami
demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi
anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali
terjadi untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun. (Nurul Itqiyah, 2008)
6
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima
tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah
infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah,
1997; 229).
Penyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum diketahui
dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi.
Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik.
7
a. kejang umum
b. waktunya singkat
e. EEG normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
(Taslim. 1989)
E. Manifestasi klinis
Gejala berupa
8
5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
F. Komplikasi
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral
3. Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)
G. Pemeriksaan laboratorium
1. EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik,
melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.
2. CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan
Abses.
3. Fungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan
kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis
4. Laboratorium
9
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada
komplikasi dan penyakit kejang demam.
H. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi
terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan
dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian
antipiretik.
10
dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan
setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari.
Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila
kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-
24 jam setelah dosis awal.
3. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis
terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian
diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat
pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak
5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek
samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat
yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-
5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam
valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2
tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1
atau 2) yaitu :
1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
11
2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist
sementara dan menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang
maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan
diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.
( Arif Mansyoer,2000)
1. Pengertian
a. Asfiksia neonatorum adalah di mana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).
b. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam
darah (hipoksemia), hiperkabia (PaCO2) meningkat dan asidosis (Utomo, 2006).
c. Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami kegagalan
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Kamarrullah, 2005).
d. Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 (oksigen) dan
mungkin meningkatkan CO2 (karbondioksida) yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut (Purwadianto, 2000).
e. Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur
(Waspodo dkk (ed), 2007).
12
2. Klasifikasi Asfiksia Neonatus
1 . Cara menilai tingkatan apgar score menurut Utomo (2006) adalah dengan :
13
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami bayi:
Nilai APGAR.
Tanda 0 1 2
>100 x/mnt
Menangis
kuat
14
Perbedaan antara asfiksia livida dan asfiksia pallida
Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis tergantung pada
kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia
dan pulih kembali harus di pikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti
epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.
3. Diagnosis asfiksia
a. DJJ
Keadaan di mana denyut jantung janin frekuensi turun sampai di bawah 100/menit di
luar his, atau denyut jantung tidak teratur elektro kardiogram janin digunakan untuk
terus menerus mengawasi jantung janin.
b. Mekonium dalam air ketuban
Terdapatnya mekonium pada presentasi kepala, menunjukkan gangguan oksigenasi,
dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan.
c. Pemeriksaan pH darah janin
15
Dengan menggunakan amnioskop diambil contoh darah janin, adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Bila pH turun sampai di bawah 7,2 merupakan tanda
bahaya bagi janin.
4. Etiologi
Menurut Kamarullah (2005) penyebab asfiksia adalah Hipoksia janin yang menyebabkan
asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin
sehungga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2.gangguan
ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama
kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi yang buruk, penyakit menahun
seperti anemia, hipertensi, jantung dan lain-lain. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan
yang besifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat,
depresi pernapasan karena obat-obatan anestesi/analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan
intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan,
hipoplasia paru-paru dan lain-lain. Sedangkan faktor dari ibu adalah gangguan his misalnya
hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi, dan
eklamsia, gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
a. Sebab-sebab maternal
Anemia
Perdarahan dan syok
Penyakit kardiorespiratorik
Toxemia gravidarum
Umur ibu lebih dari 40 tahun
Grandemultipara
16
b. Sebab-sebab pada placenta
Prolapsus
Membelit dan simpul
Kompresi
d. Sebab-sebab fetal
Anomali kongenital
Prematuritas
Ketuban pecah dini yang membawa infeksi
Kehamilan lama
1) Anoreksia akibat kontraksi uterus yang terlampau kuat dan berlangsung terlampau
lama.
5) Partus lama
17
C. Menurut Waspodo dkk (ed) (2007), faktor-faktor penyebab timbulnya asfiksia (gawat
janin) adalah :
a. Faktor ibu
c. Faktor bayi
a. Faktor Ibu
1. Hipoksia Ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin, hipoksia ibu dapat terjadi
karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anastesi dalam
18
3. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
penga,liran O2 ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada kasus-
kasus.
b. Faktor Plasenta
c. Fator Fetus
Tali pusat menumbung lilitan tali pusat, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Faktor Neonatus
Pemakaian obat anastesi / analgetika yang berlebihan pada itu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin.
Trauma yang terjadi pada persalinan. Misalnya : Perdarahan Intra Cranial
Kelainan Kongenital. Misalnya : Hernia diafragmatika atresia saluran
pernapasan hipoplasia paru dan lain-lain. (Wiknjosastro, 1999).
5. Tanda dan Gejala
1. Hipoksia
4. Bradikardia
19
6. Warna kulit sianotik/pucat
1. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat (kurang dari 30 kali
per menit)
6. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardi) (kurang dari 100 kali per menit).
6. Patofisiologi
Pernapasan Spontan BBL tergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Bila terdapat gangguan Pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai dengan
suatu periode opnu (Primary Apnoe) disertai dengan penurunan frekuensi diikuti oleh
pernapasan teratur. Pada penerita asfiksia berat. Usaha bernafas tidak tampak dan bayi
selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan
penurunan tensi darah.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-
asam pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya menimbulkan asidosis respiraktonik. Bila
gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa
glikolisis gukogen tubuh. Sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan
berkurang.
20
Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardio vaskuler yang disebabakan oleh
beberapa keadaan diantarannya :
c. Pengisian udara alucolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
Resistensi Pembuluh darah Paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan demikian pula
kesistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998)
Dalam menentukan tingkat asfiksia neonatorum digunakan kriteria penilaian yaitu yang
disebut dengan skor APGAR. Skor APGAR biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir
lengkap pada skor APGAR menit 1 ini menunjukan beratnya ASFIKSIA yang diderita dan
untuk menentukan pedoman resusitasi dan perlu juga dinilai setelah 5 menit bayi lahir karena
hal ini mempunyai koralasi yang erat dengan morbiditas dan mertilitas neonatal.
21
Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan
upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas atau transport
O2(menururunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik,
tetapi bila gangguan berlanjut maka akan terjadi perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan
gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, kerusakan sel-sel
otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala (squele).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang menurut Wiknjosastro (2005)
adalah sebagai berikut :
a. Tindakan umum
1) Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu
tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan
oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan
2) Pembersihan jalan nafas Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan
cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan
keluarnya lendir.
b. Tindakan khusus
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :
22
o Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara langsung dan
berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal dan O2 dimasukkan
dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini mencegah terjadinya iritasi paru
berlebihan sehingga dapat terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan
dengan meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi
kantong ke pipa.
o Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
o Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada
secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan nafas buatan,
yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian nafas. Hal ini bertujuan untuk
menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoracks
jika tindakan ini dilakukan bersamaan.
o Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5- 1 cc secara
intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB
secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung.
2) Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)
23
3) Tindakan lain dalam resusitasi
o Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada bayi
prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada ibu yang
mendapatkan anastesia dalam persalinan.
o Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh
penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan selama
proses persalinan
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara
lain
Caranya:
Caranya :
24
2. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3. Bila tidak berhasil lakukan ETT.
4. Bersihkan jalan napas melalui ETT.
5. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
25
mengalami kematian yang permanen. Bila terjadi obstruksi total maka akan terjadi
atelektasis.
2. Fenomena check valve / Parsial
Yaitu pembuntuan saluran napas secara parsial atau tidak secara total, sehingga klien
masih dapat bernapas tetapi kurang adekuat, dan benda asing harus segera dikeluarkan
karena akan mempengaruhi pasokan O2 jaringan. Tetapi pengeluaran benda asing
tersebut harus dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih, karena ditakutkan akan terjadi
sumbatan total bila dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman. Bila terjadi
obstruksi parsial maka dapat terjadi emphisema paru.
4. ETIOLOGI
a. Benda asing
Benda-benda tersebut bisa tersangkut pada Laring. Secara progresif akan terjadi stridor,
dispneu, apneu, penggunaan otot bantu nafas, sianois.
b. Saluran nafas
1. Trachea
Benda asing didalam trachea tidak dapat dikeluarkan karena tersangkut didalam
rimaglotis dan akhirnya tersangkut dilarink dan akhirnya dapat menimbulkan gejala
obstruksi larink
2. Bronkus
Biasanya tersangkut pada bronkus kanan, benda asing ini kemudian dilapisi sekresi
bronkus sehingga menjadi besar.
5. Gejala
Gejala yang paling sering muncul saat tersedak adalah batuk-batuk, hal ini normal karena
batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari tenggorokan.
Akan tetapi semakin besar benda yang masuk maka gejala yang muncul lebih mirip orang
26
yang tercekik ( choking) seperti : sesak nafas, tidak ada suara atau suara serak, mengi, hingga
tidak nafas dan ini perlu tindakan medis yang segera untuk menghindari gawat nafas. Pada
usia balita, maka balita tersebut akan memegang lehernya yang merasa seperti tercekik.
Apabila tersedak dalam kategori ringan maka ditandai dengan batuk-batuk hingga muntah.
Apabila tersedak dengan kategori berat maka ditandai dengan batuk-batuk yang semakin lama
semakin jarang dan akhirnya tidak dapat batuk sama sekali. Wajah membiru dan kemudian
pingsan
6. Penanganan
a. Dasar
Berupa bantuan dasar hidup atau sering disebut sebagai BLS meliputi yaitu
pembebasan Airway atau jalan napas. Penanganan yang spesifik pada klien dengan
tersedak, apabila klien yang tersedak masih bayi adalah :
1. Aktifkan sistem EMS dengan cara memanggil orang terdekat untuk menghubungi
EMS (Ambulace 118)
2. Pastikan penderita sadar / tidak
3. Bila anak tidak sadar tepuk / goyang pundak bayi dengan hati-hati. Lihat
pergerakan dada, dengar suara nafas dan rasakan hembusan nafas.
4. Tapi bila anak sadar maka perintahkan anak untuk membatukkan benda yang
menyebabkan tersedak.
5. Jika dengan batuk, benda penyebab tersedak tidak juga bisa keluar. Mintalah ia
batuk sambil membungkuk atau posisi kepala lebih rendah agar gaya gravitasi
membantu ia mengeluarkan benda tersebut.
6. Jika tidak berhasil juga, lakukan tindakan pertolongan dengan manuver Heimlich.
Manuver Heimlich adalah tindakan yang dikenal dapat menolong orang yang
tersedak
7. Bila korban terbaring, korban dipangku oleh penolong lalu dengan 2 atau 3 jari saja
lakukan penekanan pada perut bagian atas dan lakukan penekanan ke arah bawah
atas agar benda asing terdorong keluar.
8. Perhatikan kekuatan tekanan sesuai keadaan fisik anak.
27
b. Tindakan Heimlich pada bayi atau pada anak dibawah usia lima tahun dilakukan dengan
cara segera
2. Berikan pukulan ringan namun cepat pada punggung penderita diantara kedua tulang
belikat sebanyak 4 kali.
3. Lakukan upaya ini beberapa kali hingga penolong yakin benda asing penyebab
tersedak telah keluar yang ditandai dengan membaiknya kesadaran penderita, tak
tersumbatnya pernafasan yang mengakibatkan rasa lega pada bernafas , hilangnya
bunyi mengi pada waktu bernafas.
c. Tindakan Heimlich pada anak usia 4 tahun hingga anak usia 14-15 tahun dilakukan
dengan cara
2. Lingkarkan tangan ke dada pasien sedangkan kepalan tangan berada di perut bagian
atas
3. Kemudian hentakan tangan sebanyak empat kali ke arah belakang atas secara tiba-
tiba dengan harapan benda asing akan terdorong keluar karena tekanan yang
dihasilkan.
4. Berikan istirahat sekitar setengah menit kemudian ulangi tindakan tersebut beberapa
kali
5. Berikan istirahat sekitar setengah menit kemudian ulangi tindakan tersebut beberapa
kali
6. Bila penderita tetap merasa sesak nafas, atau muka masih membiru hingga penderita
merasa lega bernafas. Rujukkan ke rumah sakit untuk tindakan selanjutnya.
28
7. Pada posisi penderita tengkurap, penolong berlutut diatas penderita dengan kedua
lutut disamping tubuh penderita.
10.Lakukan penekanan tangan dengan kuat dan cepat kearah dada atas sekitar empat
kali.
11.Lakukan berulang kali dengan interval istirahat sekitar setengah menit hingga
penderita sadar.
d. Tapi bila kesemua tindakan darurat tersebut tidak berhasil, maka Segera rujukkan
kerumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bila klien anak – anak maka dilakukan
tindakan chest trush :
1. Tanyakan pada klien tersedak atau tidak (pasien biasanya tidak menjawab dengan
tangan memegangi leher)
3. Buat kepalan dengan sisi jempol di sebelah dalam, letakkan di atas garis tengah
tulang dada penderita.
4. Genggam kepalan dengan tangan yang lain dan jauhkan dari processus xyfoideus dan
pinggir tulang rusuk.
5. Tekan dada ke belakang, ulangi hentakan sampai berhasil atau penderita sampai tidak
sadar. Perhatikan kekuatan tekanan sesuai keadaan fisik anak.
e. Lanjutan
1• Bronkoskopi
Melihat area bronkus dengan suatu alat yang dimasukkan melalui hidung.
29
2• Torakotomi
3• Tracheostomi
4• Intubasi
6. Pencegahan
Bagaimana mencegah anak mengalami kecelakaan? Yaitu dengan melakukan hal – hal
dibawah ini:
30
11. Tidak meninggalkan kantong plastik didekat bayi karena kecendrunganmereka untuk
menutupi kepala mereka dengan kantong tersebut sehinggamenyebabkan terjadinya
kesukaran bernapas
12. Menggunakan kasur yang keras dan tidak ditutupi dengan plastik.
13. Tidak menggunakan bantal dan meletakkan boks bayi jauh dari peralatanlain atau
pemanas (menghindarkan bayi memanjat dan demikian jatuh sertamenimbulkan cidera
kepala).
14. Mainan tidak boleh terdiri dari potongan kecil yang mudah dimasukkankedalam
mulut.
15. Jangan tinggalkan bayi sendiri didalam bak mandi (walaupun hanyasedikit
mengandung air).
31
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Arif
Mansjoer. 2000) Asfiksia neonatorum adalah di mana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005). Tersedak adalah
masuknya benda asing misalnya makanan atau minuman ke dalam tenggorokan. Tersedak
adalah masuknya makanan atau benda lain kedalam tenggorokan, misalnya mainan kecil
yang tertelan tanpa sengaja.
32
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, arif. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius. Doenges, E, Marilyn. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Sarwono, P. 2002. Praktisi Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka
Dep. Kes. RI. 2007. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta
Purwadianto, Agus. 2000. Kedaruratan Medik (Pedoman Penatalaksanaan Praktis). Jakarta Barat :
Budi Sampurna.
Skeet, Muriel. 1995. Tindakan Paramedic Terhadap Kegawatan Dan Pertolongan Pertama. Jakarta :
EGC
33