Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KEJANG DEMAM ,ASFEKSIA DAN TERSEDAK

Kelompok 3 :

Anandika mustika D : 15.156.01.11.002


Cyntya rahma oktaviani : 15.156.01.11.005
Desy wulandari : 15.156.01.11.007
Dicky afrizal : 15.156.01.11.008
Dian sari magdalena : 17.156.01.11.134
Mustika rahayu : 15.156.01.11.027

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MEDISTRA INDONESIA
TAHUN 2018/2019
JL. CUT MUTIA RAYA NO. 88A SEPANJANG JAYA ,BEKASI TIMUR

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “KEJANG
DEMAM ,ASFEKSIA DAN TERSEDAK
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah integumen . Dalam menyusun
makalah ini, penulis menemukan berbagai rintangan, baik dalam hal peralatan,tenaga,
kemampuan ataupun waktu untuk mengerjakan tugas ini, dan juga sulitnya untuk
berkomunikasi dengan anggota kelompok. Karena itu penulis sangat menghargai bantuan
dari semua pihak yang telah memberi penulis bantuan dukungan juga semangat, buku-buku
dan beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bisa terwujud. Makalah ini KEJANG
DEMAM ,ASFEKSIA DAN TERSEDAK memuat tentang.Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak yang senantiasa membimbing dan memberikan arahan.
Semoga jasa baik semua pihak yang telah membantu penulis,mendapatkan Ridho dan
Rahmat dari Allah SWT.
Dan juga,kami mohon ma’af karena sebaik-baiknya penulis mengerjakan makalah ini pasti
ada kesalahan,tapi penulis sudah berusaha semaksimal mungkin,oleh karena itu,kritik dan
saran dari semua pihak selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata,mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi orang yang membaca
khususnya penulis yang membuatnya.Amiin.

Bekasi, 17september 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ i


Daftar Isi .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.3 Tujuan Umum 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep dasar kejang demam 2
a. Pengertian 2
b. Etiologi 3
c. klasifikasi 3
d. manifestasi klinis 4
e. komplikasi 5
f. pemeriksaan lab 5
g. penatalaksanaan medis 6
2.2 Konsep dasar asfiksia 8
a. pengertian 8
b. klasifikasi 9
c. diagnosis 11
d. etiologi 12
e. penatalaksanaan 18
2.3 Konsep dasar tersedak 21
a. pengertian 21
b. batasan anatomi 21
c. klasifikasi 21
d. etiologi 22
e. gejala 22
f. penanganan 23

3
g. pencegahan 26
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 28
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada
awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan
memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu,
dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal
kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat
terja di selama lebih dari 15menit.

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia adalah salah satu penyebab mortalitas
dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada periode
neonatal.

Tersedak merupakan suatu kegawat daruratan yang sangat berbahaya, karena dalam
beberapa menit akan terjadi kekurangan oksigen secara general atau menyeluruh
sehingga hanya dalam hitung menit klien akan kehilangan reflek nafas, denyut jantung
dan kematian secara permanent dari batang otak, dalam bahasa lain kematian dari
individu tersebut. Berikut adalah penjelasan mengenai tersedak dan penangannya.

2. Tujuan umum
 Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan anak pada pasien dengan
gangguan sistem saraf yaitu kejang demam
 Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang asfiksia neonatum
 Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan tersedak.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep dasar kejang demam pada anak

A. Pengertian Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Arif
Mansjoer. 2000)

Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Taslim. 1989)

Kejang Demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu
badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (Livingston, 1954)

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang


mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo,1996).

Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga
disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah
5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami
demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi
anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali
terjadi untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun. (Nurul Itqiyah, 2008)

6
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima
tahun.

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah
infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah,
1997; 229).

B. Etiologi Kejang Demam

Penyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum diketahui
dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi.
Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :

1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)

2. Gangguan metabolik

3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.

4. Keracunan obat

5. Faktor herediter

6. Idiopatik.

(Arif Mansjoer. 2000)

D. Klasifikasi Kejang Demam

Menurut Livingston ( 1954) Kejang demam di bagi atas dua :

1. Kejang demam sederhana : Kejang demam yang berlangsung singkat. Yang


digolongkan kejang demma sederhana adalah

7
a. kejang umum

b. waktunya singkat

c. umur serangan kurang dari 6 tahun

d. frekuensi serangan 1-4 kali per tahun

e. EEG normal

2. Sedangkan menurut subbagian saraf anak FKUI, memodifikasi criteria livingston


untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu :

a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun

b. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.

c. Kejang bersifat umum.

d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama

e. Pemeriksaan neurologist sebelum dan sesudah kejang normal

f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.

g. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

(Taslim. 1989)

E. Manifestasi klinis

Gejala berupa

1. Suhu anak tinggi.

2. Anak pucat / diam saja

3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.

4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat.

8
5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.

6. Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )

7. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit

8. Seringkali kejang berhenti sendiri.

(Arif Mansjoer. 2000)

F. Komplikasi

Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :

1. Kerusakan sel otak

2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral

3. Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)

G. Pemeriksaan laboratorium

1. EEG

Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik,
melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.

2. CT SCAN

Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan
Abses.

3. Fungsi Lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan
kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis

4. Laboratorium

9
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada
komplikasi dan penyakit kejang demam.

(Suryati, 2008), ( Arif Mansyoer,2000), (Lumbatobing,1989)

H. Penatalaksanaan Medis

Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :

1. Pengobatan Fase Akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi
terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan
dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian
antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang diberikan


intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum
diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang
lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit
gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat
diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan
dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah
pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin
bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan


langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan
umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan
fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari

10
dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan
setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari.
Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila
kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-
24 jam setelah dosis awal.

2. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan


meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.

3. Pengobatan profilaksis

Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis
terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian
diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat
pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak
5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek
samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat
yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-
5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam
valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2
tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1
atau 2) yaitu :

1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)

11
2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist
sementara dan menetap.

3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.

4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multiple dalam satu episode demam.

Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang
maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan
diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.

( Arif Mansyoer,2000)

2.2 konsep dasar asfiksia

1. Pengertian

a. Asfiksia neonatorum adalah di mana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).
b. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam
darah (hipoksemia), hiperkabia (PaCO2) meningkat dan asidosis (Utomo, 2006).
c. Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami kegagalan
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Kamarrullah, 2005).
d. Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 (oksigen) dan
mungkin meningkatkan CO2 (karbondioksida) yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut (Purwadianto, 2000).
e. Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur
(Waspodo dkk (ed), 2007).

12
2. Klasifikasi Asfiksia Neonatus

A. Menurut Kamarullah (2005) klasifikasi asfiksia dibagi menjadi :


a. Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
b. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi tentang lebih
dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak
ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat
(Kamarullah,2005).
B. Cara menilai tingkatan apgar score

1 . Cara menilai tingkatan apgar score menurut Utomo (2006) adalah dengan :

a. Menghitung frekuensi jantung

b. Melihat usaha bernafas

c. Menilai tonus otot

d. Menilai reflek rangsangan

e. Memperlihatkan warna kulit

13
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami bayi:
Nilai APGAR.

Tanda 0 1 2

>100 x/mnt

Menangis
kuat

Tak ada <100 x/mnt Gerakan


Detak jantung
aktif
Tidak ada Tidak teratur
Pernafasan
Batuk/bersin
Lunglai Ekstremitas lemah
Tonus otot
Tidak ada Menyeringai
Reflek saat jalan
Merah
nafas dibersihkan Tubuh kemerahan
seluruh
Warna Biru/pucat Ekstremitas Biru tubuh

Sumber : Utomo, (2006).

B. Menurut Mochtar (1998) asfiksia dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

a. Asfiksia livida (biru)

b. Asfiksia Pallida (putih)

14
Perbedaan antara asfiksia livida dan asfiksia pallida

Perbedaan Asfiksia livida Asfiksia Pallida

Warna kulit Kebiru-biruan Pucat

Tonus otot Masih baik Sudah kurang

Reaksi rangsangan Positif Negatif

Bunyi jantung Masih teratur Tidak teratur

Prognosis Lebih baik jelek

Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis tergantung pada
kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia
dan pulih kembali harus di pikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti
epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.

3. Diagnosis asfiksia

1. Menurut Wiknjosastro (2005) diagnosis asfiksia adalah sebagai berikut :

a. DJJ
Keadaan di mana denyut jantung janin frekuensi turun sampai di bawah 100/menit di
luar his, atau denyut jantung tidak teratur elektro kardiogram janin digunakan untuk
terus menerus mengawasi jantung janin.
b. Mekonium dalam air ketuban
Terdapatnya mekonium pada presentasi kepala, menunjukkan gangguan oksigenasi,
dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan.
c. Pemeriksaan pH darah janin

15
Dengan menggunakan amnioskop diambil contoh darah janin, adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Bila pH turun sampai di bawah 7,2 merupakan tanda
bahaya bagi janin.

4. Etiologi

Menurut Kamarullah (2005) penyebab asfiksia adalah Hipoksia janin yang menyebabkan
asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin
sehungga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2.gangguan
ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama
kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.

Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi yang buruk, penyakit menahun
seperti anemia, hipertensi, jantung dan lain-lain. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan
yang besifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat,
depresi pernapasan karena obat-obatan anestesi/analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan
intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan,
hipoplasia paru-paru dan lain-lain. Sedangkan faktor dari ibu adalah gangguan his misalnya
hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi, dan
eklamsia, gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.

A. Menurut Oxorn (2003), penyebab asfiksia adalah sebagai berikut :

1. Pada saat kehamilan

a. Sebab-sebab maternal

 Anemia
 Perdarahan dan syok
 Penyakit kardiorespiratorik
 Toxemia gravidarum
 Umur ibu lebih dari 40 tahun
 Grandemultipara

16
b. Sebab-sebab pada placenta

 Penyakit pada placenta


 Perdarahan (placenta previa)

c. Sebab-sebab pada funiculus umbilicalis

 Prolapsus
 Membelit dan simpul
 Kompresi

d. Sebab-sebab fetal

 Anomali kongenital
 Prematuritas
 Ketuban pecah dini yang membawa infeksi
 Kehamilan lama

e. Persalinan dan kehamilan

1) Anoreksia akibat kontraksi uterus yang terlampau kuat dan berlangsung terlampau
lama.

2) Narkosis akibat pemberian analgesik dan anestesi yang berlebihan.

3) Hipotensi maternal akibat anastesi spinal.

4) Obstruksi saluran nafas akibat aspirasi darah, lendir.

5) Partus lama

6) Kelahiran yang sukar (dengan atau tanpa forcep) sehingga menyebabkan


perdarahan cerebral atau kerusakan pada sistem saraf pusat.

17
C. Menurut Waspodo dkk (ed) (2007), faktor-faktor penyebab timbulnya asfiksia (gawat
janin) adalah :

a. Faktor ibu

1. Pre eklampsia dan eklampsia


2. Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3. Partus lama atau partus macet
4. Demam selama persalinan
5. Infeksi berat seperti malaria, sifilis, TBC (Tuberculosis), HIV
(Human Immunology Virus)
6. Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

b. Faktor tali pusat

1. Lilitan tali pusat


2. Tali pusat pendek
3. Simpul tali pusat
4. Prolapsus tali pusat

c. Faktor bayi

1. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)


2. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
3. Kelainan bawaan (konginetal)
4. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
C. Menurut Towel (1996), Penggolongan Penyebab Kegagalan Pernapasan Pada bayi yang
terdiri dari :

a. Faktor Ibu

1. Hipoksia Ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin, hipoksia ibu dapat terjadi
karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anastesi dalam

2. Gangguan aliran darah uterus

18
3. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
penga,liran O2 ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada kasus-
kasus.

 Gangguan kontrasi uterus, misalnya : Hipertensi, Hipotoni / uterus akibat


penyakit atau obat
 Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
 Hipertensi pada penyakit eklamsia.

b. Faktor Plasenta

Solusi plasenta. Perdarahan plasenta, dan lain-lain

c. Fator Fetus

Tali pusat menumbung lilitan tali pusat, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir

d. Faktor Neonatus

 Pemakaian obat anastesi / analgetika yang berlebihan pada itu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin.
 Trauma yang terjadi pada persalinan. Misalnya : Perdarahan Intra Cranial
 Kelainan Kongenital. Misalnya : Hernia diafragmatika atresia saluran
pernapasan hipoplasia paru dan lain-lain. (Wiknjosastro, 1999).
5. Tanda dan Gejala

A. Menurut Winkjosastro (1999), tanda dan gejala asfiksia yaitu:

1. Hipoksia

2. Respirasi > 60 x/mnt atau < 30 x/mnt

3. Napas megap-megap/gasping sampai dapat terjadi henti napas

4. Bradikardia

5. Tonus otot berkurang

19
6. Warna kulit sianotik/pucat

B. Menurut Waspodo,dkk (2007), tanda dan gejala asfiksia adalah:

1. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat (kurang dari 30 kali
per menit)

2. Pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada)

3. Tangisan lemah atau merintih

4. Warna kulit pucat atau biru

5. Tonus otot lemas atau ekstremitas lemah

6. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardi) (kurang dari 100 kali per menit).

6. Patofisiologi

Pernapasan Spontan BBL tergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Bila terdapat gangguan Pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai dengan
suatu periode opnu (Primary Apnoe) disertai dengan penurunan frekuensi diikuti oleh
pernapasan teratur. Pada penerita asfiksia berat. Usaha bernafas tidak tampak dan bayi
selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan
penurunan tensi darah.

Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-
asam pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya menimbulkan asidosis respiraktonik. Bila
gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa
glikolisis gukogen tubuh. Sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan
berkurang.

20
Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardio vaskuler yang disebabakan oleh
beberapa keadaan diantarannya :

a. Hilangnya Sumber Glukogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung

b. Terjadi asidosis metabolis akan menimbulkan kelemahan otot jantung

c. Pengisian udara alucolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
Resistensi Pembuluh darah Paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan demikian pula
kesistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998)

A. Pada keadaan asfiksia yang perlu mendapat perhatian sebaiknya :

a. Menurunnya tekanan O2 darah (Pa O2)

b. Meningginya tekanan O2 darah (Pa O2)

c. Menurunya PH (akibat osidosis respirantorik dan metabolik)

d. Dipakainya sumber glukogen tubuh untuk metabolisme an-aerobic

e. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler

Dalam menentukan tingkat asfiksia neonatorum digunakan kriteria penilaian yaitu yang
disebut dengan skor APGAR. Skor APGAR biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir
lengkap pada skor APGAR menit 1 ini menunjukan beratnya ASFIKSIA yang diderita dan
untuk menentukan pedoman resusitasi dan perlu juga dinilai setelah 5 menit bayi lahir karena
hal ini mempunyai koralasi yang erat dengan morbiditas dan mertilitas neonatal.

Menurut Kamarullah (2005), patofisiologi asfiksia adalah Pernapasan spontan bayi


baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil dan persalinan. Proses kelahiran
sendiri akan menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara. Proses ini sangat perlu
untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya usaha pernafasan yang
pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan yang teratur. Pada penderita
asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam periode apnue. Pada
tingkat ini disamping penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula
penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid).

21
Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan
upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas atau transport
O2(menururunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik,
tetapi bila gangguan berlanjut maka akan terjadi perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan
gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, kerusakan sel-sel
otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala (squele).

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang menurut Wiknjosastro (2005)
adalah sebagai berikut :

a. Tindakan umum

1) Pengawasan suhu

Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu
tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan
oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan

a. Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.


b. Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
c. Bungkus bayi dengan kain kering.

2) Pembersihan jalan nafas Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan
cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan
keluarnya lendir.

3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan Rangsangan nyeri pada bayi dapat


ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles
atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.

b. Tindakan khusus

1) Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)

Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :

22
o Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara langsung dan
berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal dan O2 dimasukkan
dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini mencegah terjadinya iritasi paru
berlebihan sehingga dapat terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan
dengan meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi
kantong ke pipa.
o Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
o Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada
secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan nafas buatan,
yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian nafas. Hal ini bertujuan untuk
menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoracks
jika tindakan ini dilakukan bersamaan.
o Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5- 1 cc secara
intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB
secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung.
2) Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)

Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan :

o Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR 1 menit.


o Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung,
O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan kepala
dalam dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan menutup lubang hidung
dan mulut disertai dengan menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam
frekuensi 20 x/ menit.
o Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut bayi
dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke
depan, sebelum mulut penolong diisi O2 sebelum peniupan, peniupan
dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 x/menit.

23
3) Tindakan lain dalam resusitasi
o Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada bayi
prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada ibu yang
mendapatkan anastesia dalam persalinan.
o Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh
penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan selama
proses persalinan
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara
lain

a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)

Caranya:

1. Bayi dibungkus dengan kain hangat


2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut
3. Bersihkan badan dan tali pusat.
4. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.

b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)

Caranya :

1. Bersihkan jalan napas.


2. Berikan oksigen 2 liter per menit.
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui
vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial
meningkat.

c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)

1. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.

24
2. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3. Bila tidak berhasil lakukan ETT.
4. Bersihkan jalan napas melalui ETT.
5. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.

2.3 konsep dasar tersedak


1. Definisi
Tersedak adalah masuknya benda asing ke arah paru-paru dan menyumbat jalan napas.
Tersedak adalah tersumbatnya trakea seseorang oleh benda asing, muntah, darah, atau
cairan lain. Tersedak merupakan keadaan darurat medis.
Tersedak adalah masuknya benda asing misalnya makanan atau minuman ke dalam
tenggorokan. Tersedak adalah masuknya makanan atau benda lain kedalam tenggorokan,
misalnya mainan kecil yang tertelan tanpa sengaja.
2. Batasan anatomi
1. Airway : Mulut, Larink, trachea,brokus terminalis
2. Breathing : alveoli,(paru), dinding dada, otot pernafasan
3. Circulation : jantung sebagai pompa, pembuluh darah sebagai pipa, darah : isi
Kerongkongan sebagai jalan masuknya makanan dan minuman secara anatomis
terletak di belakang tenggorokan (jalan nafas). Kedua saluran ini sama-sama
berhubungan dengan lubang hidung maupun mulut. Agar tidak terjadi salah masuk,
maka di antara kerongkongan dan tenggorokan terdapat sebuah katup (epiglottis)
yang bergerak secara bergantian menutup tenggorokan dan kerongkongan seperti
layaknya daun pintu. Saat bernafas, katup menutup kerongkongan agar udara menuju
tenggorokan, sedangkan saat menelan makanan, katup menutup tenggorokan agar
makanan lewat kerongkongan. Tersedak dapat terjadi bila makanan yang seharusnya
menuju kerongkongan, malah menuju tenggorokan karena berbagai sebab.
3. Klasifikasi
1. Obstruksi total
Yaitu pembuntuan saluran pernafasan secara total sehingga klien tidak dapat bernafas
sama sekali, dan harus segera ditolong karena dalam beberapa menit klien akan

25
mengalami kematian yang permanen. Bila terjadi obstruksi total maka akan terjadi
atelektasis.
2. Fenomena check valve / Parsial
Yaitu pembuntuan saluran napas secara parsial atau tidak secara total, sehingga klien
masih dapat bernapas tetapi kurang adekuat, dan benda asing harus segera dikeluarkan
karena akan mempengaruhi pasokan O2 jaringan. Tetapi pengeluaran benda asing
tersebut harus dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih, karena ditakutkan akan terjadi
sumbatan total bila dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman. Bila terjadi
obstruksi parsial maka dapat terjadi emphisema paru.

4. ETIOLOGI

a. Benda asing

Benda-benda tersebut bisa tersangkut pada Laring. Secara progresif akan terjadi stridor,
dispneu, apneu, penggunaan otot bantu nafas, sianois.

b. Saluran nafas

Berdasarkan lokasi dibagi atas

1. Trachea

Benda asing didalam trachea tidak dapat dikeluarkan karena tersangkut didalam
rimaglotis dan akhirnya tersangkut dilarink dan akhirnya dapat menimbulkan gejala
obstruksi larink

2. Bronkus

Biasanya tersangkut pada bronkus kanan, benda asing ini kemudian dilapisi sekresi
bronkus sehingga menjadi besar.

5. Gejala

Gejala yang paling sering muncul saat tersedak adalah batuk-batuk, hal ini normal karena
batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari tenggorokan.
Akan tetapi semakin besar benda yang masuk maka gejala yang muncul lebih mirip orang

26
yang tercekik ( choking) seperti : sesak nafas, tidak ada suara atau suara serak, mengi, hingga
tidak nafas dan ini perlu tindakan medis yang segera untuk menghindari gawat nafas. Pada
usia balita, maka balita tersebut akan memegang lehernya yang merasa seperti tercekik.
Apabila tersedak dalam kategori ringan maka ditandai dengan batuk-batuk hingga muntah.
Apabila tersedak dengan kategori berat maka ditandai dengan batuk-batuk yang semakin lama
semakin jarang dan akhirnya tidak dapat batuk sama sekali. Wajah membiru dan kemudian
pingsan

6. Penanganan

a. Dasar

Berupa bantuan dasar hidup atau sering disebut sebagai BLS meliputi yaitu
pembebasan Airway atau jalan napas. Penanganan yang spesifik pada klien dengan
tersedak, apabila klien yang tersedak masih bayi adalah :

1. Aktifkan sistem EMS dengan cara memanggil orang terdekat untuk menghubungi
EMS (Ambulace 118)
2. Pastikan penderita sadar / tidak
3. Bila anak tidak sadar tepuk / goyang pundak bayi dengan hati-hati. Lihat
pergerakan dada, dengar suara nafas dan rasakan hembusan nafas.
4. Tapi bila anak sadar maka perintahkan anak untuk membatukkan benda yang
menyebabkan tersedak.
5. Jika dengan batuk, benda penyebab tersedak tidak juga bisa keluar. Mintalah ia
batuk sambil membungkuk atau posisi kepala lebih rendah agar gaya gravitasi
membantu ia mengeluarkan benda tersebut.
6. Jika tidak berhasil juga, lakukan tindakan pertolongan dengan manuver Heimlich.
Manuver Heimlich adalah tindakan yang dikenal dapat menolong orang yang
tersedak
7. Bila korban terbaring, korban dipangku oleh penolong lalu dengan 2 atau 3 jari saja
lakukan penekanan pada perut bagian atas dan lakukan penekanan ke arah bawah
atas agar benda asing terdorong keluar.
8. Perhatikan kekuatan tekanan sesuai keadaan fisik anak.

27
b. Tindakan Heimlich pada bayi atau pada anak dibawah usia lima tahun dilakukan dengan
cara segera

1. Menelentangkan penderita dipangkuan penolong.

2. Berikan pukulan ringan namun cepat pada punggung penderita diantara kedua tulang
belikat sebanyak 4 kali.

3. Lakukan upaya ini beberapa kali hingga penolong yakin benda asing penyebab
tersedak telah keluar yang ditandai dengan membaiknya kesadaran penderita, tak
tersumbatnya pernafasan yang mengakibatkan rasa lega pada bernafas , hilangnya
bunyi mengi pada waktu bernafas.

c. Tindakan Heimlich pada anak usia 4 tahun hingga anak usia 14-15 tahun dilakukan
dengan cara

1. Bila korban masih bisa berdiri, penolong berada di belakang korban

2. Lingkarkan tangan ke dada pasien sedangkan kepalan tangan berada di perut bagian
atas

3. Kemudian hentakan tangan sebanyak empat kali ke arah belakang atas secara tiba-
tiba dengan harapan benda asing akan terdorong keluar karena tekanan yang
dihasilkan.

4. Berikan istirahat sekitar setengah menit kemudian ulangi tindakan tersebut beberapa
kali

5. Berikan istirahat sekitar setengah menit kemudian ulangi tindakan tersebut beberapa
kali

6. Bila penderita tetap merasa sesak nafas, atau muka masih membiru hingga penderita
merasa lega bernafas. Rujukkan ke rumah sakit untuk tindakan selanjutnya.

28
7. Pada posisi penderita tengkurap, penolong berlutut diatas penderita dengan kedua
lutut disamping tubuh penderita.

8. Miringkan kepala penderita kesamping kiri/kanan.

9. Letakan kedua telapak tangan dibawah tulang belikat.

10.Lakukan penekanan tangan dengan kuat dan cepat kearah dada atas sekitar empat
kali.

11.Lakukan berulang kali dengan interval istirahat sekitar setengah menit hingga
penderita sadar.

12.Bila penderita muntah, bersihkan mulut penderita.

d. Tapi bila kesemua tindakan darurat tersebut tidak berhasil, maka Segera rujukkan
kerumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bila klien anak – anak maka dilakukan
tindakan chest trush :

1. Tanyakan pada klien tersedak atau tidak (pasien biasanya tidak menjawab dengan
tangan memegangi leher)

2. Berdiri di belakang anak, lingkarkan lengan di dada penderita.

3. Buat kepalan dengan sisi jempol di sebelah dalam, letakkan di atas garis tengah
tulang dada penderita.

4. Genggam kepalan dengan tangan yang lain dan jauhkan dari processus xyfoideus dan
pinggir tulang rusuk.

5. Tekan dada ke belakang, ulangi hentakan sampai berhasil atau penderita sampai tidak
sadar. Perhatikan kekuatan tekanan sesuai keadaan fisik anak.

e. Lanjutan

1• Bronkoskopi

Melihat area bronkus dengan suatu alat yang dimasukkan melalui hidung.

29
2• Torakotomi

Prosedur tindakan pembedahan dada untuk mengeluarkan sumbatan yang


menghalangi jalan napas

3• Tracheostomi

4• Intubasi

6. Pencegahan

Bagaimana mencegah anak mengalami kecelakaan? Yaitu dengan melakukan hal – hal
dibawah ini:

1. meletakkan semua benda berbahaya di tempat yang tidak terjangkau anak,


misalnyakancing baju, kacang atau biji bijian yang logam, tulang ikan
2. Memangku bayi saat diberi makan.
3. Sesaat setelah makan, anak-anak atau bayi harus didudukkan dulu selama 10 menit
untuk mengeluarkan udara dari lambung sehingga resiko muntah dan masuk dalam
saluran nafas mengecil
4. Tak membiarkan bayi sendiri ketika diberi susu botol.
5. Hindari memberi susu atau makanan saat anak lagi menangis atau tertawa karena lebih
mudah tersedak.
6. Terutama pada anak kecil hindari menyusu atau makan dengan posisi berbaring
7. Juga tidak memaksa bayi makan ketika sedang menangis ataumemperlihatkan sikap tak
mau makan.
8. Hindari makan terlalu kenyang terutama pada bayi sehingga resiko dimuntahkan
kembali dan tersedak jadi kecil
9. Menggunakan dot yang tidak dapat dibongkar dengan mudah oleh bayi.
10. Tidak menggunakan dot yang dikalungkan dengan rantai atau tali padalehernya.

30
11. Tidak meninggalkan kantong plastik didekat bayi karena kecendrunganmereka untuk
menutupi kepala mereka dengan kantong tersebut sehinggamenyebabkan terjadinya
kesukaran bernapas
12. Menggunakan kasur yang keras dan tidak ditutupi dengan plastik.
13. Tidak menggunakan bantal dan meletakkan boks bayi jauh dari peralatanlain atau
pemanas (menghindarkan bayi memanjat dan demikian jatuh sertamenimbulkan cidera
kepala).
14. Mainan tidak boleh terdiri dari potongan kecil yang mudah dimasukkankedalam
mulut.
15. Jangan tinggalkan bayi sendiri didalam bak mandi (walaupun hanyasedikit
mengandung air).

31
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Arif
Mansjoer. 2000) Asfiksia neonatorum adalah di mana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005). Tersedak adalah
masuknya benda asing misalnya makanan atau minuman ke dalam tenggorokan. Tersedak
adalah masuknya makanan atau benda lain kedalam tenggorokan, misalnya mainan kecil
yang tertelan tanpa sengaja.

32
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, arif. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius. Doenges, E, Marilyn. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Sarwono, P. 2002. Praktisi Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka

Dep. Kes. RI. 2005. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta

Dep. Kes. RI. 2007. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Purwadianto, Agus. 2000. Kedaruratan Medik (Pedoman Penatalaksanaan Praktis). Jakarta Barat :
Budi Sampurna.

Skeet, Muriel. 1995. Tindakan Paramedic Terhadap Kegawatan Dan Pertolongan Pertama. Jakarta :
EGC

33

Anda mungkin juga menyukai