Anda di halaman 1dari 12

Case Report Session

ULKUS KORNEA

Oleh :

Hernandes 1840312757
Sri Fadilla 1940312054
Jihan Dinahafira 1940312xxx

Preseptor :

dr. Weni Helvinda, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUP DR. M. DJAMIL


PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ANDALAS

2019
Case Report Session

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah
subhanahu Wata’ala karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session (CRS) yang berjudul “Ulkus Kornea”. CRS ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Weni Helvinda, Sp.M(K) sebagai pembimbing
yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak yag telah membantu dalam
penulisan CRS ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa CRS ini masih memiliki banyak kekurangan.
Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga CRS ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 29 Agustus
2019
Case Report Session

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peradangan pada kornea menyebabkan kerusakan pada kornea
sehinggaterjadi gangguan tajam penglihatan, dan jika dibiarkan tanpa penanganan
yang cepat dan tepat dapat berlanjut menjadi ulkus kornea.1 Ulkus kornea adalah
hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea yang
ditandai dengan adanya infiltrat disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas
jaringan kornea.2,3
Ulkus kornea merupakan salah satu penyebab kebutaan di seluruh dunia.
Menurut World Health Organitation (WHO) angka kebutaan akibat ulkus kornea
mencapai 1,5-2 juta kasus tiap tahunnya dan merupakan penyebab kebutaan kedua
setelah katarak.4 Ulkus kornea menjadi penyebab kebutaan kedua setelah katarak
dibanyak negara berkembang diantaranya Asia, Afrika, dan Timur Tengah. Menurut
data Riskesdas tahun 2013 persentase kebutaan di Indonesia masih diatas 0,5% yang
mana prevalensi kebutaan pada laki-laki adalah 0,3% sedangkan pada perempuan
0,5%. Di Sumatera Barat persentase kebutaan yaitu 0,4% yang mana hampir sebanding
dengan prevalensi kebutaan nasional.5
Afi lanjutin ya sesuai dg yang kamu bikin 😊……

1.2 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
mengenai ulkus kornea.

1.3 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk
dari berbagai literatur.

1.4 Manfaat Penulisan


Melalui penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat untuk informasi dan
pengetahuan tentang ulkus kornea.
Case Report Session

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kornea
2.1.1. Anatomi

Kornea merupakan lapisan depan bola mata, tidak memiliki pembuluh darah
(avaskular), dan bersifat transparan.6 Ukuran kornea untuk diameter horizontal sekitar
11-12 mm dan 10-11 mm untuk diameter vertikal.Pada bagian tengah, kornea
memiliki tebal kira-kira 0,5 mm dan secara bertahap ketebalan akan meningkat ke
arah pinggiran.7 Kornea berfungsi sebagai lapisan pelindung yang dilalui berkas
cahaya menuju retina.8 Sifat tembus cahaya pada kornea dikarenakan strukturnya
yang uniform, avaskular, dan deturgensens.Kornea berbentuk asferis dengan indeks
refraksi kornea adalah 1,376, dengan kekuatan refraksi 43,25 dioptri dari total 58,60
kekuatan yang dimiliki pada mata normal. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada
difusi glukosa dari aqueous humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air
mata.9

Gambar 2.1 Anatomi mata

Dikutip dari (7)

2.1.2. Histologi
Pada manusia, secara morfologi kornea memiliki 5 lapisan. Lapisan kornea dari
luar ke dalam adalah epitel, membrana Bowman, stroma, membrana Descemet dan
endotel.10
Case Report Session

1. Epitel
Epitel yang terdapat pada kornea bersifat padat, protektif, terdiri dari sel epitel
squamosa yang biasanya terdiri dari 5 – 7 lapis, dan berikatan kuat dengan stroma di
bawahnya.
2. Membrana Bowman
Membrana Bowman merupakan lapisan fibrosa aseluler yang terletak di bawah
epitel tersusun dari serat kolagen tipe I.
3. Stroma
Secara mikroskopik stroma kornea tampak beraturan, avaskular, dan relatif
aseluler yang tersusun dari serat kolagen tipe I/V fibril heterotipik dan proteoglikan.
4. Membrana Descemet
Membrana Descemet merupakan membran dasar yang tebal tersusun dari serat-
serat kolagen yang dapat dibedakan dari stroma kornea. Memiliki ketebalan sekitar 3
mm pada saat lahir dan meningkat ketebalannya sepanjang usia. Membrana Descemet
memiliki potensi untuk beregenerasi (Kanski, 2011).
5. Endotel
Tebal endotel pada kornea yaitu 4 – 6 mikron yang terdiri dari lebih kurang
400,000 sel yang tersusun dalam bentuk mosaik heksagonal. Sel-sel ini mensintesa
protein yang mungkin diperlukan untuk memelihara membran Descement. Sel-sel ini
mempunyai banyak vesikel dan dinding selnya mempunyai pompa natrium yang akan
mengeluarkan kelebihan ion natrium ke dalam kamera okuli anterior.

2.1.3. Fisiologi

Fungsi dari kornea yaitu sebagai proteksi, transmisi, dan refraksi.10

1. Proteksi
Melindungi bagian dalam mata yang rentan rusak merupakan hal yang penting agar
fungsi mata berjalan dengan baik. Ada 3 macam bentuk dari proteksi oleh kornea.
Pertama, proteksi secara mekanik oleh lamella kolagen yang kuat dan kokoh. Kedua,
proteksi dengan cara produksi dan peluruhan sel epitel jika terjadi cedera baik
mekanik maupun kimiawi. Ketiga, proteksi proteksi cahaya dengan bantuan lensa
sebagai filter spektrum yang melindungi retina dari bahaya radiasi sinar UV.
2. Transmisi
Kemampuan kornea yaitu mentransmisikan 95% dari radiasi yang terlihat menjadi
Case Report Session

spektrum yang sesuai dan terkontrol.


3. Refraksi
Kornea memegang peranan sebagai salah satu media refraksi. Kurvatura pada
kornea akan mengontrol cahaya untuk sampai ke retina.

2.2 Ulkus Kornea


2.3 Definisi

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea karena


kematian jaringan kornea, dapat ditandai dengan adanya infiltrat serta defek
kornea bergaung, dan juga diskontinuitas jaringan kornea.9 Adanya kolagenase
yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang menimbulkan terbentuknya
ulkus pada kornea.2 Ulkus kornea merupakan gangguan mata yang mengancam
penglihatan pada semua variasi umur dan semua jenis kelamin di seluruh dunia.
Peradangan pada kornea menyebabkan kerusakan pada kornea sehingga terjadi
gangguan tajam penglihatan dan bisa berakhir pada kebutaan jika tidak
didiagnosis serta ditatalaksana secara cepat dan tepat.11

2.4 Epidemiologi
Ulkus kornea merupakan salah satu penyebab kebutaan di seluruh dunia.
Menurut World Health Organitation (WHO) angka kebutaan akibat ulkus kornea
mencapai 1,5-2 juta kasus tiap tahunnya dan merupakan penyebab kebutaan
kedua setelah katarak.4 Ulkus kornea menjadi penyebab kebutaan kedua setelah
katarak dibanyak negara berkembang diantaranya Asia, Afrika, dan Timur
Tengah. Menurut data Riskesdas tahun 2013 persentase kebutaan di Indonesia
masih diatas 0,5% yang mana prevalensi kebutaan pada laki-laki adalah 0,3%
sedangkan pada perempuan 0,5%. Di Sumatera Barat persentase kebutaan yaitu
0,4% yang mana hampir sebanding dengan prevalensi kebutaan nasional.5

2.5 Klasifikasi Ulkus Kornea

Klasifikasi ulkus kornea dapat dibagi menjadi infeksi dan non-infeksi.


Ulkus kornea infeksi disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit
sedangkan ulkus kornea non-infeksi disebabkan oleh penyakit autoimun,
neurotropik, dan defisiensi vitamin A. Ulkus kornea non-infeksi contohnya
ulkus Mooren, ulkus neurotropik, dan ulkus ateromatosus.6
Case Report Session

2.3.1 Ulkus Kornea Infeksi


1. Bakteri
Bakteri penyebab ulkus kornea banyak yang memiliki kemiripan satu sama
lain, dan biasanya bervariasi dalam beratnya penyakit. Terutama yang
disebabkan oleh bakteri oportunistik misalnya, Streptococcus alfa-
hemolyticus, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis.4 Selain
itu bakteri Pseudomonas, Hemophilus, dan Enterobacteriacea juga dapat
mengakibatkan ulkus kornea.2
2. Fungi
Ulkus kornea jamur awalnya terjadi karena trauma pada kornea, dapat
disebabkan karena ranting pohon, daun, dan bagian tumbuh-tumbuhan.2
Kebanyakan ulkus kornea fungi disebabkan oleh organisme oportunitis seperti
candida, penicillium, fusarium, cephalosporium, dan aspergillus.11
3. Virus
Penyebab ulkus kornea terbanyak adalah virus Herpes simplex dan virus
Varicella zoster.2
4. Parasit
Pada ulkus kornea parasit penyebab tersering adalah Acanthamoeba.
Acanthamoeba adalah protozoa yang hidup bebas dan biasanya terdapat di
dalam air tercemar.3
2.3.2 Ulkus Kornea Non-infeksi
1. Autoimun
Kornea perifer sering terlibat pada penyakit autoimun seperti artritis
reumatoid, poliarteritis nodusa, dan penyakit crohn. Penyakit autoimun yang
dapat terjadi pada kornea perifer adalah ulkus mooren, yang biasanya sekitar
60-80% kasusnya unilateral, bersifat nyeri dan progresif, dan sering dijumpai
pada usia lanjut.12
2. Neurotropik
Beberapa penyakit yang mendasari ulkus neurotropik antara lain diabetes,
trauma kimia dan penggunaan obat anestesi topikal yang terlalu sering.13
3. Pajanan (exposure)
Pengeringan kornea dan trauma minor menjadi faktor penyebab, yang
mana kornea yang terbuka mudah mengering selama waktu tidur. Dapat
Case Report Session

timbul dalam situasi apapun pada kondisi kornea yang tidak cukup dibasahi
dan dilindungi oleh palpebra, contohnya pada eksoftalmus, ekstropion,
hilangnya sebagian palpebra akibat trauma, dan ketidakmampuan palpebral
menutup dengan baik, seperti pada
Bell’s palsy.11
4. Defisiensi vitamin A
Defisiensi vitamin A dapat terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan gangguan pemanfaatan
oleh tubuh. Kekurangan vitamin A menyebabkan keratinisasi generalisata
pada epitel di seluruh tubuh.3

2.6 Faktor Predisposisi

Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor predisposisi


yaitu rusaknya sistem barier epitel kornea oleh beberapa penyebab antara lain:
1. Faktor eksternal yaitu luka pada kornea (erosi kornea) karena trauma,
benda asing, dan penggunaan lensa kontak.
2. Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh edema kornea kronik,
keratitis pajanan (pada lagoftalmus, anestesi umum, dan koma),
keratitis akibat defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, dan
keratitis superfisialis virus.
3. Bahan kimia : Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan
anorganik, organik, dan organik anhidrat. Pada bahan alkali antara
lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida, dan kalium karbonat yang dapat menyebabkan
penghancuran kolagen kornea.
4. Radiasi atau suhu : Dapat terjadi pada saat bekerja las atau menatap
sinar matahari yang akan merusak epitel kornea.
5. Kelainan-kelainan sistemik seperti malnutrisi, alkoholisme, sindrom
Stevens-Johnson, sindrom defisiensi imun, dan sindrom Sjorgen.
6. Obat-obatan yang menurunkan sistem imun seperti kortikosteroid,
IDU (Idoxyuridine), anestetik lokal, dan golongan imunosupresif.
7. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi
air mata atau sumbatan saluran lakrimal)
Case Report Session

2.7 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab
susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan
cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam
bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan
yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat
menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil.15
Ketika epitel kornea yang rusak diinvasi oleh agen patogen, perubahan
pada kornea pada perkembangannya menjadi ulkus kornea dapat dibedakan
menjadi 4 tahap yaitu infiltrasi, ulserasi aktif, regresi, dan sikatrik. Hasil akhir
atau terminal dari ulkus kornea bergantung pada virulensi dari agen patogen,
mekanisme pertahanan dari host, dan tatalaksana yang diterima.16
1. Tahap progresif infiltrasi
Pada tahap ini terlihat infiltrasi dari PMN dan/atau limfosit kedalam epitel
dari sirkulasi perifer. Pada tahap ini nekrosis dapat muncul pada jaringan
tergantung dari virulensi agen patogen dan kekuatan mekanisme pertahanan
dari host tersebut.
2. Tahap ulserasi aktif
Ulserasi aktif terjadi disebabkan karena nekrosis dan pengelupasan dari
epitel, membrana Bowman, dan stroma. Dinding dari ulserasi aktif ini akan
membengkak disebabkan oleh lamela yang terimbibisi oleh cairan dan
leukosit diantaranya. Pada tahap ini disekitar dan dasar dari ulserasi akan
memperlihatkan infiltrasi abu-abu dan pengelupas.
Pada tahap ini akan muncul hiperemia dari jaringan sirkumkorneal yang
merupakan hasil dari akumulasi eksudat purulen dari kornea. Kongesti
vaskular pada iris dan badan siliaris serta iritis terjadi akibat dari absorpsi
toksin dari ulserasi. Eksudasi dapat masuk kedalam COA melalui pembuluh
iris dan badan siliaris menyebabkan hipopion.
3. Tahap regresi
Tahap regresi merupakan tahapan yang diinduksi dari mekanisme
pertahanan dan tatalaksana yang didapatkan untuk meningkatkan respon host.
Case Report Session

Garis demarkasi kemudian terbentuk di sekitar ulkus, yang terdiri dari leukosit
yang menetralkan dan memakan agen patogen dan debris-debris nekrosis.
Digesti dari materi nekrosis ini dapat menyebabkan ulkus yang semakin besar.
Proses ini kemudian diikut dengan vaskularisasi superfisial yang
meningkatkan respon imun humoral dan selular. Ulkus pada tahap ini mulai
sembuh dan beregenerasi.
4. Tahap sikatrik
Pada tahap ini terjadi epitelisasi yang progresif dan membentuk lapisan
penutup yang permanen. Dibawah epitel, terdapat jaringan fibrosa terdiri dari
fibroblas kornea dan sel endotel dari pembuluh darah baru. Stroma kemudian
menebal dan memenuhi bagian bawah epitel, sehingga mendorong epitel ke
arah anterior. Tahap sikatrik dari proses penyembuhan berbeda-beda. Pada
ulkus sangat superfisal dan hanya meliputi epitel, penyembuhan akan terjadi
tanpa meninggalkan opasitas. Sedangkan jika ulkus mencakup membran
Bowman dan lamela stroma superfisial, sikatrik yang tebentuk akan
membentuk nebula. Makula dan leukoma dapat terjadi pada proses
penyembuhan ulkus yang meliputi sepertiga dan melebihi stroma kornea.
Case Report Session

DAFTAR PUSTAKA

3 Dorland W. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC; 2010. 490.


4 Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Susanto D, editor. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2015.Meek KM, Knupp C. Corneal structure and transparency. Prog Retin
Eye Res. 2015;49:1–16.
5 Ruberti JW, Sinha Roy A, Roberts CJ. Corneal Biomechanics and Biomaterials.
Vol. 13, Annual Review of Biomedical Engineering. 2011. 269-295.
6 InfoDatin. Situasi gangguan kebutaan dan penglihatan. Jakarta; 2015.
7 Riordan-Eva, Paul & Cunningham E. Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology, 18th Edition - Riordan-Eva, Paul & Cunningham, Emmett. 17th
ed. EGC; 2011.
8 Whikehart DR, Parikh CH, Vaughn A V, Mishler K, Edelhauser HF. Evidence
suggesting the existence of stem cells for the human corneal endothelium. Mol
Vis. 2015;26(11):816–24.
9 DelMonte DW, Kim T. Anatomy and physiology of the cornea. J Cataract Refract
Surg. 2011;37(3):588–98. 22. Sridhar M. Anatomy and histology corneal. Indian
J Ophthalmol. 2018;66(2):190–4.
10 AAO. External Disease and Cornea Section 8. AAO MD Assoc. 2017;91:399–
404.
11 Ruberti JWRA, Roberts CJ Corneal structure and function. Ann Rev Biomed Eng,
13: 15. 2011
12 Garg, P. Rao G. Corneal Ulcer : Diagnosis and Management. Community Eye
Heal. 2010;12(30):21–3.
13 Prashant Garg M. Diagnosis and management corneal ulcer. Vol. 91, Eye Health
Journal. 2017. 399-404.
14 Cao Y, Zhang W, Wu J, Zhang H, Zhou H. Peripheral ulcerative keratitis
associated with autoimmune disease: pathogenesis and treatment. J Ophthalmol.
2017;2017.
15 Sacchetti M, Lambiase A. Diagnosis and management of neurotrophic keratitis.
Clin Ophthalmol. 2014;571–9.
16 Ilyas S . Anatomi dan Fisiologi Mata Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Untuk
Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
pp: l-13.2010
17 PERDAMI. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata Untuk DokterUmum dan
Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke 2. Jakarta: Penerbit Sagung Seto.2002
18 Khurana AK. Community Ophtalmology in Comprehensive Ophtalmology Fourth
Edition, Chapter 20. New Delhi: New Age International Limited Publisher, 443 –
457. 2007
Case Report Session

Anda mungkin juga menyukai