Anda di halaman 1dari 10

KONSEP DASAR TEORI

A. PENGERTIAN
BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa
atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskular yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.

B. ETIOLOGI
a. Perubahan keseimbangan hormon testosteron dan estrogen pada laki-laki usia lanjut
b. Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-sel yang mati
d. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stoma
dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan

Ada 2 stadium yang mempengaruhi perubahan pada dinding kemih yaitu :


a. Stadium dini
Hiperplasi prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menyumbat
aliran urine sehingga meningkatkan tekanan intravesikel
b. Stadium lanjut
Terjadi dekompensasi karena penebalan dinding vesika urinaria tidak bertambah lagi
residu urine bertambah. Gejala semakin menyolok ( retensi urine clonis ), tonus otot
vesika urinaria menurun. Persyarafan para simpatis melemah dan akhirnya terjadi
kelumpuhan detsrusor dan spinter uretra sehingga terjadi over flow incontinensia ( urine
menetes sacara periodik )
C. TANDA DAN GEJALA
Kumpulan gejala pada BPH :
 Hesitasi (miksi menunggu lama )
 Pancaran urine melemah
 Intermitensi (kencing terputus-putus)
 Urgensi (perasaan miksi sangat mendesak)
 Disuria (nyeri miksi)
 Terasa ada sisa setelah miksi
D. PATOFISIOLOGI

Perubahan estrogen, Peranan growth Lama hidup sel Proliferasi


testosterone pada hormon prostat abnormal sel
laki-laki usia lanjut stem

BPH

Penyempitan lumen uretra prostatik

Aliran urine terhambat

Perubahan sekunder kandung kemih

Stadium lanjut Stadium dini

Dinding vesika menurun Tekanan intravesika meningkat

Residu urine Kompensasi musculus destrusor

Tonus vesika urinaria menurun Penebalan vesika urinaria

Saraf parasimpatis melemah Sulit kencing

Kelemahan muscle destrusor

Keluhan LUTS Distensi vesika urinaria


(Lower Urinary Tract Symptom)

Pembedahan (TUR-P) Gangguan rasa nyaman


Bertahan nyeri
lama
Pemasangan Anastesi Resiko ketidak
Mikroorganisme kateter efektifan jalan nafas

- Nyeri akut
Resiko infeksi - Resiko infeksi - Resiko perdarahan
- Resiko - Resiko kekurangan cairan
inkontinensia - Penurunan pengetahuan
pasca kateter post operasi
- Resiko retensi urine pasca
operasi
- Resiko disfungsi seksual
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (2012 ) yang dikutip
dan bukunya Purnomo (2012), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain
zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2012). Sjamsuhidajat (2015), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi
perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo
(2012) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon
tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah
yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan
pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang
disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra
daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara
garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika
dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat
akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian
detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan
detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa
dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan
sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase
kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda
gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan
miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah
miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran
prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum
penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat,
nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan
obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak
dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi
kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis
urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi
dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2015)

E. MANIFESTASI KLINIS
1. IPPS ( International Prostat Symptoms Score ) adalah kumpulan pertanyaan yang
merupakan pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS
a. Skor 0-7 : gejala ringan
b. Skor 8-19 :gejala sedang
c. Skor 20-35 : gejala berat
Gejala :
 Obstruktif : hesitansi, pancaran miksi lemah, intermitten miksi tak puas, menetes
setelah miksi
 Iritatif : nocturna, urgensi & disuria.

2. Rectal grading
Didapatkan batas atas teraba, menonjal > 1 cm (seperti ujung hidung )
Lobus kanan/kiri simetri & tidak teraba nodul
a. Grade 0 : penonjolan 0-1 cm
b. Grade 1 : penonjolan 1-2 cm
c. Grade 2 : penonjolan 2-3 cm
d. Grade 3 : penonjolan 3-4 cm
e. Grade 4 : penonjolan >4 cm
3. Clinical grading (berdasarkan residu urine)
a. Grade 1
Sejak berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pasien mengeluh kencing tidak puas,
pancaran urine lemah, harus mengedan, nocturia (belum terdapat sisa urine)
b. Grade 2
Telah terdapat sisa urine (sistitis), nocturia makin sering dan kadang disertai
hematuri pada cyctoscopy dinding vesika urinaria menebal karena trabekulasi
(hipertropi musculus destrusor)
c. Grade 3
Sisa urine mencapai 80-100 ml, infeksi semakin hebat (hiperplexi, menggigil &
nyeri pinggang karena cystitis). Trabekulasi semakin banyak.
d. Grade 4
Retensi urine total.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah lengkap
- Untuk menilai kadar Hb, PCV (hematokrit), trombosit, leukosit dan LED
- Untuk menilai kemungkinan inflasi akibat statis urine
b. Sedimentasi urine
- Untuk menilai kemungkinan inflamasi saluran kemih
c. Kultur urine
- Untuk menentukan jenis bakteri & terapi antibiotik yang tepat
d. Renal fungsi tes (BUN/ureum, creatitin)
- Untuk menilai gangguan fungsi ginjal akibat dari statis urine
e. PSA (Prostatik Spesifik Antigen)
- Untuk kewaspadaan adanya keganasan
2. Pemeriksaan radiology
a. Foto abdomen polos (BNA/ Blass Nier Averzith)
- Untuk melihat adanya batu pada system kemih
b. Intravenus phielografi
- Untuk menilai kelainan ginjal dan ureter
- Untuk menilai penyulit yang terjadi pada fundus uteri
c. USG (ultrasonografi)
- Untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat
3. Pemeriksaan penendoscopy
- Untuk melihat derajat pembesaran kelenjar prostat

4. Pemeriksaan pancaran urine (uroflowmetri)


- Flowrate maximal >15 ml/ dtk : non obstruktif
- Flowrate maximal 10-15 ml/ dtk : border line
- Folwrate maximal <10 ml/ dtk : obstruktif

G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi untuk :
- Mengurangi retensi laher vesika urinaria dengan obat golongan penghambat
androgen
- Mengurangi volume prostat
2. Operatif (operasi terbuka)
- Retrapubic transvesikal prostatectomy yaitu melakukan sayatan section alfa melalui
fossa prostate anterior tatapi tidak membuka dinding vesika urinaria
- Suprapubic transvesikal prostatectomy (trayer) yaitu melakukan sayatan section
alva menembus vesika urinaria
- Transperineal prostatectomy yaitu melakukan sayatan melalui perineum, fossa ischi
langsung ke prostate.
3. Endorologi transurethral
- Transurethral resection prostatectomy (TUR-P)
- Transurethral laser prostatectomy (TUL-P)
- Transutretral incision of the prostate (TUP)

H. TURP ( TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE)


Transurethral Resection of Prostate adalah prosedur pembedahan yang digunakan untuk
merawat gejala Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang sedang hingga parah, juga
dikenal sebagai pembesaran prostat. Selama Transurethral Resection of Prostate, dokter
bedah memasukkan resectoscope (alat visual dan bedah) ke dalam uretra untuk mengikis
kelebihan jaringan prostat, sedikit demi sedikit setiap kali. Pengangkatan jaringan prostatik
yang mengganggu dengan menggunakan Transurethral Resection of Prostate
memungkinkan aliran air kemih dari kantung kemih dipulihkan. Transurethral Resection
of Prostate biasanya dilakukan di bawah pembiusan umum atau tulang belakang.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Jenis kelamin laki-laki, umur >50 thn, banyak dijumpai pada bangsa / ras caucasian
2. Keluhan utama
Nyeri berhubungan denga spasme buli-buli
3. riwayat penyakit sekarang
LUTS (hesitansi, pancaran urine lemah, intermitensi, terminal dribbing, terasa ada
sisa setelah miksi, urgensi, frekuensi dan disuria)
4. Riwayat penyakit dahulu
DM (diabetes mellitus), hipertensi, PPOM (penyakit paru obstruksi menahun),
jantung koroner, decompensasi cordis dan gangguan faal darah
5. Riwayat penyakit keluarga
penyakit keturunan (hipertensi,DM, ashma)
6. Riwayat psikososial
emosi, kecemasan, gangguan konsep diri
7. Pola hidup sehari-hari
a. Pola nutrisi
Puasa sebelum operasi
b. Pola eliminsi
Hematuri setelah tindakan TUR, retensi urine karena bekuan darah pada kateter,
inkontinensia urine setelah kateter dilepas
c. Pola istirahat/tidur
Hospitalisasi mempengaruhi pola tidur
d. Pola aktivitas
Keterbatasan aktivitas karena kelemahan, terpasang traksi kateter
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum.
Keadaan lemah, kesadaran baik, perlu adanya observasi TTV
b. Sistem pernafasan
SAB tidak mempengaruhi pernafasan
c. Sistem sirkulasi
Tekanan darah biasa meningkat atau menurun, cek HB (adanya perdarahan
animea), observasi balance cairan
d. Sistem neurologi
Daerah caudal mengalami kelumpuhan dan mati rasa akibat SAB
e. System gastrointestinal
Pusing, mual, muntah akibat SAB, bising usus menurun dan terdapat masa
abdomen
f. System urogenital
Hematuri, retensi urine (daerah supra sinisfer menonjol, terdapat ballottement
jika dipalpasi dan klien ingin kencing)
g. system muskuluskeletal
Klien tidak boleh fleksi selam traksi kateter masih diperlukan

B. ANALISA DATA
Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berpikir dan
penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan
pengertian keperawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan kemampuan untuk
mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang
relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan klien.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kasus Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah sebagai berikut :
1. Pre operasi
 Nyeri akut bd. Agen pencedera fisiologi
 Cemas bd. Kurang terpapar informasi
 Ketidakseimbangan nutrisi bd. kurang dari kebutuhan tubuh
 Gangguan eleminasi urin bd. Iritasi kandung kemih
2. Post operasi
 Nyeri akut bd. Agen pencedera fisik
 Resiko infeksi bd. Efek prosedur infansif
 Defisit pengetahuan bd. Kurang terpapar informasi
 Defisit perawatan diri bd. Kelemahan
LAPORAN PENDAHULUAN
BPH (BEGINA PROSTAT HIPERPLASIA)
DENGAN TINDAKAN TURF ( TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE)
DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD dr. DORIS SYLVANUS

DISUSUN OLEH:

GRACE NAZAVIRA
PO.62.20.1.17.326

POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA


D-IV KEPERAWATAN REGULER 4
TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai