Anda di halaman 1dari 21

1

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
CRF ( Cronic Renal Failure ) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
CRF terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang
cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal ini irreversible. Eksaserbasi
nefritis, obstruksi saluran kemih, kerusakan vascular akibat diabetes mellitus, dan hipertensi yang
berlangsung terus-menerus dapat mengakibatkan pembnetukan jaringan parut pembuluh darah dan
hilangnya fungsi ginjal secara progresif.

Definisi penyakit gagal ginjal kronik (CRF) adalah kerusakan ginjal lebih dari tiga bulan
berupa kelainan struktur dinjal dapat atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi glomerulus yang
ditandai dengan kelainan patologi, adanya pertanda kerusakan ginjal dapat berupa kelainan
laboratorium darah atau urine atau kelainan radiologi. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 selama >3 bulan
dapat disertai atau tanpa disertai kerusakan ginjal.

Diabetes merupakan penyakit metabolik sebagai akibat dari kurangnya insulin relatif maupun
insulin absolut dalam tubuh, dimana gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat, yang
dapat juga menyebabkan gejala klinik akut maupun kronik. Salah satu komplikasi kronik dari
diabetes adalah nefropati. Kerusakan pada nefron akibat glukosa dalam darah yang tidak dipakai
disebut nefropati diabetes. Nefropati ini yang lama kelamaan dapat menyebabkan CRF. Bila kita
dapat menahan tingkat glukosa dalam darah tetap rendah, kita dapat menunda atau mencegah
nefropati diabetes.
2

B. ETIOLOGI
Pada kondisi gagal ginjal kronik (CRF) mungkin disebabkan oleh glomerulonefritis kronis,
pielonefritis, hipertensi tak terkontrol, lesi herediter seperti pada penyakit polikistik, kalianan
vascular, obstruksi saluran perkemihan, penyakit ginjal sekunder akibat penyakit sistemik
(diabetes), infeksi, obat-obatan, atau preparat toksik. Preparat lingkungan dan okupasi yang telah
menunjukkan mempunyai dampak dalam gagal ginjal kronik termasuk timah, cadmium, merkuri,
dan kromium. Pada akhirnya dialysis atau transplantasi ginjal diperlukan untuk menyelamatkan
pasien.

C. KLASIFIKASI

(American Diabetes Association, 2007)

Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui penghitungan
nilai Glumerular Filtration Rate (GFR). Untuk menghitung GFR dokter akan memeriksakan
sampel darah penderita ke laboratorium untuk melihat kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin
3

adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring dari dalam darah
oleh ginjal yang sehat.
Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :
 Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
 Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
 Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min )
 Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
 Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat
digunakan dengan rumus :
 Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum

Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan gejala
yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan ginjal tetap berfungsi
secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak lagi 100 persen, sehingga banyak penderita yang
tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat
penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda – tanda seseorang berada pada stadium 2 juga dapat tidak
merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik. Kalaupun hal tersebut
diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan
hipertensi.
Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR moderat yaitu diantara 30
s/d 59 ml/min. dengan penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa – sisa metabolisme akan menumpuk
dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang.
4

Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15 – 30 persen saja dan apabila seseorang berada pada
stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal /
dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti
tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit
kardiovaskular lainnya.
Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja secara optimal.
Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat
bertahan hidup.

D. MANIFESTASI KLINIS
Pasien akan menunjukkan beberapa tanda gejala, keparahan kondisi bergantung pada tingkat
kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1. Manifestasi kardiovaskular: hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulomonal,
perikarditis. Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal mengerut
(vasokonstriksi) sehingga aliran nutrisi ke ginjal terganggu dan mengakibatkan kerusakan
sel-sel ginjal. Pada akhirnya, dapat terjadi gangguan fungsi ginjal. Apabila tidak segera
teratasi dapat terjadi gagal ginjal terminal yang hanya dapat ditangani dengan cuci darah
(hemodialisis) atau cangkok ginjal.
2. Gejala dermatologis: gatal-gatal hebat (pruritis), serangan uremik tidak umum karena
pengobatan dini dan agresif.
3. Gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus,
rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis
atau stomatitis.
4. Perubahan neuromuscular: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, letidakmampuan
konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
5

7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk, karakter pernapasan menjadi Kussmaul, dan
terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik) atau kedutan otot.

E. PATOFISIOLOGI
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal,
pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan
tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang ditandai dengan meningkatnya
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan
keluhan (asimptomatik). Tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan
berkurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang dari 30% pasien memperlihatkan
gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritis, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun
infeki saluran cerna, gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi
gejala dan komplikasi ang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi penggganti ginjal
antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes urin mikroalbuminuria. Tes urin mikroalbuminuria bertujuan untuk memeriksa albumin
dalam urin . Urin yang normal tidak mengandung albumin, sehingga kehadiran protein dalam urin
adalah tanda kerusakan ginjal.
2. Tes darah BUN. Tes pemeriksaan darah BUN memeriksa keberadaan nitrogen urea dalam darah
. Nitrogen urea terbentuk ketika protein dipecah. Tingkat normal nitrogen urea yang tinggi dalam
darah mungkin merupakan tanda dari gagal ginjal
3. Tes darah serum kreatinin. Tes darah serum kreatinin mengukur kadar kreatinin dalam darah .
Ginjal menghilangkan kreatinin dari tubuh dengan mengirimkan kreatinin ke kandung kemih, di
mana ia dikeluarkan dengan urin. Jika ginjal rusak, mereka tidak dapat mengeluarkan kreatinin
6

dengan benar dari darah . Kadar kreatinin yang tinggi dalam darah mungkin berarti bahwa ginjal
tidak berfungsi dengan benar.
4. Biopsi ginjal. Jika dokter mencurigai pasien memiliki nefropati diabetik tapi tidak yakin, ia
mungkin akan melakukan biopsi ginjal. Biopsi ginjal adalah prosedur pembedahan di mana sampel
kecil dari salah satu atau kedua ginjal diambil, sehingga dapat dilihat di bawah mikroskop.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
LFG
Derajat Rencana Tatalaksana
(ml/mn/1,73m2)
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,evaluasi
perburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil risiko
kardiovaskuler
2 60-80 Menghambat perburukan (progession) fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 ˂15 Terapi pengganti ginjal

1. Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya


Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang
masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah
menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak
bermanfaat.
2. Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed
factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid antara lain,
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius,
7

obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan


aktivitas penyakit dasarnya.
3. Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus
dengan cara penggunaan obat-obatan nefrotoksik, hipertensi berat, gangguan elektrolit
(hipokalemia). Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah:

LFG ml/mnt Asupan protein g/kg/hr Fosfat g/kg/hr


˃60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25-60 0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr ≤ 10 g
nilai biologi tinggi
5-25 0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr ≤ 10 g
protein nilai biologis tinggi /tambahan
0,3 g asam amino esensial / asam keton
˂60 (SN) 0,8/kg/hr (+ 1 gr protein/ g proteinuria atau ≤ 9 g
0,3 g / kg tambahan asam amino
esensial atau asam keton

Pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah


penting lain adalah asupan protein berlebih (protein overload) akan mengakibatkan perubahan
hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus
(intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkattkan progresifitas pemburuan fungsi ginjal.
Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan
fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya
hiperfosfatemia.
4. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologi bertujuan untuk mengurangi hipertensi, memperkecil risiko gangguan
kardiovaskuler juga memperlambat pemburukan kerusakan nefron. Beberapa obat antihipertensi,
terutama penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzym/ ACE
inhibitor dapat memperlambat proses perburukan fungsi ginjal.
8

5. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskuler


Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyaki kardiovaskuler adalah pengendalian
diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian
hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
6. Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan
derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.
a. Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal kronik
terutama disebabkan oleh defisiensi eritopoitin. Penatalaksanaan terutama ditujukan pada
penyebab utamanya, disamping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoipin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini status besi harus selalu mendapat
perhatian karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada
penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan
pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal sasaran
hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.
b. Osteodistrofi renal
Osteodistrofi Renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering terjadi.
Penatalaksanaan Osteodistrofi Renal dilaksanakan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan
pemberian hormone Kalsitriol (1.25(OH)2D3). Penatalaksanaan hiperfosfatemia meliputi
pembatasan asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan absorbsi fosfat disaluran
cerna. Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga ikut berperan dalam mengatasi
hiperfosfatemia.
7. Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang
dari 15ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau
transplantasi ginjal.
9

a. Hemodialisis
Hemodialisa adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah
dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut (Raharjo, et al. 2009).
Proses dialisa menyebabkan pengeluaran cairan dan sisa metabolisme dalam tubuh serta menjaga
keseimbangan elektrolit dan produk kimiawi dalam tubuh (Ignatavicius & Workman 2006).
Hemodialisis dilakukan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti kelebihan ureum, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui
membran semipermeabel. Pasien PGK menjalani proses hemodialisis sebanyak dua sampai tiga
kali seminggu dimana memerlukan waktu antara empat sampai lima jam (Rahman, Kaunang, &
Elim, 2016). Hemodialisis dipercaya dapat meningkatkan survival atau bertahan hidup pasien PGK
(Widianti, Hermayanti, & Kurniawan, 2017). Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-
zat nitrogen yang toksik dari dalam darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan
dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi
ke tubuh pasien. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersikulasi
di sekitarnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi membran
semipermeabel tubulus (Rosdiana 2011). Proses hemodialis dilakukan 1-3 kali dalam seminggu di
rumah sakit dengan memerlukan waktu sekitar 2-45 jam setiap kali hemodialisis

H. TERAPI OBAT
Penyakit ginjal tidak dapat disembuhkan. Perawatan difokuskan untuk meredakan gejala,
mencegah kemungkinan komplikasi, serta menghambat perkembangan penyakit gagal ginjal
kronis menjadi lebih parah. Langkah penanganan yang bisa dilakukan dokter adalah dengan
pemberian obat. Tujuan tindakan ini adalah untuk mengendalikan penyakit yang menyertai
kondisi ginjal, sehingga penurunan fungsi ginjal tidak bertambah buruk. Obat yang diberikan
antara lain:
1. Obat hipertensi. Tekanan darah tinggi dapat menurunkan fungsi ginjal dan mengubah
komposisi elektrolit dalam tubuh. Bagi penderita GGK yang juga disertai hipertensi, dokter
dapat memberikan obat ACE inhibitor atau ARB misalnya Captopril yang berfungsi untuk
mengobati hipertensi dan gagal jantung serta menangani penyakit ginjal akibat diabetes.
10

2. Suplemen untuk anemia. Untuk mengatasi anemia pada penderita GGK adalah suntikan
hormon eritropoietin yang terkadang ditambah suplemen besi.
3. Obat diuretik. Obat ini dapat mengurangi penumpukan cairan pada bagian tubuh, seperti
tungkai. Contoh obat ini adalah furosemide. Efek samping yang mungkin ditimbulkan
adalah dehidrasi serta penurunan kadar kalium dan natrium dalam darah.
4. Suplemen kalsium dan vitamin D. Kedua suplemen ini diberikan untuk mencegah kondisi
tulang yang melemah dan berisiko mengalami patah tulang.
5. Obat kortikosteroid. Obat ini diberikan untuk penderita GGK karena penyakit
glomerulonefritis atau peradangan unit penyaringan dalam ginjal.
11

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi klien untuk saat ini dan masa lalu. Anamnesa mencakup identitas klien,
keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan
keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dantempat tinggal.
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tangggal MRS,
tanggal pengkajian, no.RM, diagnose medis, alamat.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau
berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang
digunakan. Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak ada BAK, glisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan
gatal pada kulit.
c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di anamnesa meliputi
palliative, provocative, quality, quantity, region, radiation, severity scala dan time. Untuk
kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, dan pemenuhan nutrisi.
Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan
mendapat pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan
obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hiperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya
riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang berulang. Penyakit
12

diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Bagaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat
infeksi sistem perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyait hereditas dan
penyakit menular pada keluarga.
f. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan menyebabkan
enderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan klien mengalami kecemasan, gangguan konsep
diri (gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga.
g. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tmpat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat
tinggal, area lingkungan rumah.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi
perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa kusmaul. Pola napas
cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
c. Sistem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang
merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung
13

kongestif. TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak
napas, gangguan irama jantung, edem penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan
curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventrikel. Pada
sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoitin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah
merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami
perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses
berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati
perifer, burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
e. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system rennin
angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis, efusi pericardial,
penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi
testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan
metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai
amenorea. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi penuruna
klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang. Keadaan
ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah akan berkurang.
Gangguan metabolic lemak, dan gangguan metabolism vitamin D.
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat
h. Sistem pencernaan
14

Di dapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut
ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat
malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ),
petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan
lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

B. ANALISA DATA
Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berpikir dan
penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan
pengertian keperawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan kemampuan untuk
mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang
relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan
klien.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan dan
natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan
sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
15

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan & Kriteria
No. Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Kelebihan volume Tujuan: 1. Periksa tanda dan 1. Untuk
cairan berhubungan Setelah dilakukan asuhan gejala mengetahui
dengan penurunan keperawatan selama 3x24 hipervolemia (mis. apakah klien
haluran urin dan jam volume cairan Ortopnea, dispnea, mengalami
retensi cairan dan seimbang. edema, JVP/CVP hipervolemia atau
natrium Kriteria Hasil: meningkat, refleks tidak.
 Terbebas dari edema, hepatojugular 2. Untuk memonitor
efusi, anasarka positif, suara nafas berat badan klien
 Bunyi nafas tambahan). agar tetap ideal.
bersih,tidak adanya 2. Timbang berat 3. Untuk mencegah
dipsnea badan setiap hari terjadinya
 Memilihara tekanan pada waktu yang dehidrasi.
vena sentral, tekanan sama. 4. Untuk membuang
kapiler paru, output 3. Anjurkan melapor kelebihan garam
jantung dan vital sign jika haluaran urin dan air dari dalam
normal. <0,5 mL/kg/jam tubuh melalui
dalam 6 jam. urin.
4. Kolaborasi
pemberian diuretik.
2. Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor pola napas 1. Untuk
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 (frekuensi, mengetahui
hiperventilasi paru jam nutrisi seimbang dan kedalaman, usaha adanya
adekuat. napas). peningkatan kerja
Kriteria Hasil: 2. Posisikan semi- nafas.
 Nafsu makan Fowler atau 2. Untuk
meningkat Fowler. memudahkan
16

 Tidak terjadi 3. Ajarkan teknik klien untuk


penurunan BB batuk efektif. bernafas.
 Masukan nutrisi 4. Kolaborasi 3. Untuk
adekuat pemberian mengeluarkan
 Menghabiskan porsi bronkodilator, secret yang
makan ekspektoran, mengganggu

 Hasil lab normal mukolitik, jika jalan nafas.

(albumin, kalium) perlu. 4. Untuk


melancarkan
pernapasan.
3. Gangguan nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi status 1. Untuk
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 1x24 nutrisi. mengetahui
tubuh berhubungan jam pola nafas adekuat. 2. Lakukan oral keadaan nutrisi
dengan anoreksia Kriteria Hasil: hygiene sebelum klien.
mual muntah  Peningkatan ventilasi makan, jika perlu. 2. Untuk
dan oksigenasi yang 3. Anjurkan posisi meningkatkan
adekuat duduk, jika kebersihan oral
 Bebas dari tanda tanda mampu. dan selera makan
distress pernafasan 4. Kolaborasi dengan klien.
 Suara nafas yang ahli gizi untuk 3. Untuk
bersih, tidak ada menentukan memudahkan
sianosis dan dyspneu jumlah kalori dan klien dalam
(mampu jenis nutrien yang menelan
mengeluarkan sputum, dibutuhkan, jika makanan.
mampu bernafas perlu. 4. Untuk
dengan mudah, tidak mengidentifikasi
ada pursed lips) malnutrisi

 Tanda tanda vital protein-protein.

dalam rentang normal Khususnya bila


17

BB kurang dari
normal.
4. Gangguan perfusi Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi faktor 1. Untuk
jaringan berhubungan keperawatan selama 3x24 risiko gangguan mengetahui
dengan penurunan jam perfusi jaringan sirkulasi (mis. riwayat kesehatan
suplai O2 dan nutrisi adekuat. Diabetes, perokok, klien.
ke jaringan sekunder Kriteria Hasil: orang tua, 2. Untuk mencegah
 Membran mukosa hipertensi, dan terjadinya
merah muda kadar kolesterol penurunan perfusi
 Conjunctiva tidak tinggi). oksigen ke
anemis 2. Hindari jaringan.
 Akral hangat pemasangan infus 3. Untuk mencegah

 TTV dalam batas atau pengambilan terjadinya

normal. darah diarea gangguan perfusi

 Tidak ada edema keterbatasan jaringan.


perfusi.
3. Anjurkan berhenti
merokok.
5. Intoleransi aktivitas Tujuan: 1. Identifikasi 1. Untuk
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan gangguan fungsi mengetahui
keletihan anemia, keperawatan selama 3x24 tubuh yang penyebab
retensi produk sampah jam volume cairan mengakibatkan kelelahan.
dan prosedur dialysis seimbang. kelelahan. 2. Untuk
Kriteria Hasil: 2. Sediakan memudahkan
 Mampu melakukan lingkungan klien dalam
aktivitas sehari-hari nyaman dan beristirahat.
secara mandiri. rendah stimulus 3. Untuk membantu
 Tanda-tanda vital (mis. cahaya, klien dalam
normal. suara, kunjungan). melatih
18

 Mampu berpindah 3. Anjurkan kemampuan ADL


dengan atau tanpa melakukan secara bertahap.
bantuan alat. aktivitas secara 4. Untuk
bertahap. memberikan
4. Kolaborasi dengan energi yang
ahli gizi tentang cukup sesuai
cara meningkatkan dengan asupan
asupan makanan.

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa
No Implementasi
Keperawatan
1. Kelebihan volume 1. Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia (mis.
cairan berhubungan Ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks
dengan penurunan hepatojugular positif, suara nafas tambahan).
haluran urin dan 2. Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang
retensi cairan dan sama.
natrium 3. Menganjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam.
4. Mengkolaborasi pemberian diuretik.
2. Perubahan pola napas 1. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
berhubungan dengan napas).
hiperventilasi paru 2. Memposisikan semi-Fowler atau Fowler.
3. Mengajarkan teknik batuk efektif.
4. Mengkolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
3. Gangguan nutrisi 1. Mengidentifikasi status nutrisi.
kurang dari kebutuhan 2. Melakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu.
tubuh berhubungan 3. Menganjurkan posisi duduk, jika mampu.
19

dengan anoreksia 4. Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan


mual muntah jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika
perlu.
4. Gangguan perfusi 1. Mengidentifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis.
jaringan berhubungan Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar
dengan penurunan kolesterol tinggi).
suplai O2 dan nutrisi 2. Menghindari pemasangan infus atau pengambilan darah
ke jaringan sekunder diarea keterbatasan perfusi.
3. Menganjurkan berhenti merokok.
5. Intoleransi aktivitas 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang
berhubungan dengan mengakibatkan kelelahan.
keletihan anemia, 2. Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
retensi produk sampah (mis. cahaya, suara, kunjungan).
dan prosedur dialysis 3. Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
4. Mengkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan.

F. EVALUASI KEPERAWATAN
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar
tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana tindakan yang
telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur
hasil dari proses keperawatan.
20

Tujuan umum :
1. Menjamin asuhan keperawatan secara optimal
2. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
Tujuan khusus :
1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan
2. Menyatakan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan
4. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan
5. Dapat menentukan penyebab apabila tujuan asuhan keperawatan belum tercapai

Manfaat Evaluasi Dalam Keperawatan :


1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien
2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas asuhan keperawatan yang diberikan
3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
4. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun siklus baru dalam proses
keperawatan
5. Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab dalam pelaksanaan keperawatan
21

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning
and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC; 2000

Rindiastuti, Yuyun. 2006. Deteksi Dini Dan Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronik

http://ppni klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=71:ckd&catid= 38:


ppni-ak-category&Itemid=66 (diakses tanggal, 28 Juli 2019 pukul 15.00)

Suri, R.S. 2015. Update of the KDOQI clinical practice guideline for hemodialysis adequacy.
Rahman, M., Kaunang, T., & Elim, C. (2016). Hubungan antara lama menjalani hemodialisis
dengan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP Prof. Dr.
RD Kandou Manado. e-CliniC, 4(1).

Anda mungkin juga menyukai