Anda di halaman 1dari 15

A.

Definisi
Fraktur os radius dan fraktus os ulna adalah trauma yang terjadi pada bagian tungkai
depan. Kadang kala sering terjadi fraktur yang terbuka, hal ini sering terjadi karena trauma
terjadi pada lapisan jaringan yang tipis dan lembut (Alex, 2011).
Fraktur radius ulna biasanya terjadi karena trauma langsung sewaktu jatuh dengan
posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dikarenakan adanya mekanisme refleks jatuh di mana
lengan akan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk (Busiasmita, Heryati &
Attamimi,2012).
Kekhasan dari fraktur radius ulna dapat dipengaruhi oleh otot antar tulang, yaitu otot
supinator, pronator teres, pronator kuadratus yang memuat gerakan pronasi-supinasi yang
berinsersi pada radius dan ulna.

B. Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah trauma misalnya jatuh, cidera, penganiayaan;
terdapat riwayat fraktur sebelumnya atau memiliki riwayat fraktur saat yang tidak
meyakinkan; atau diakibatkan oleh beberapa fraktur ringan karena kelemahan tulang,
osteoporosis, individu yang mengalami tumor tulang bagian antebrachii, infeksi atau
penyakit lainnya, hal ini dinamakan fraktur patologis; atau bisa juga diakibatkan oleh fraktur
stress yaitu terjadi pada tulang yang normal akibat stress tingkat rendah yang berkepanjangan
atau berulang misalnya pada atlet-atlet olahraga, karena kekuatan otot meningkat lebih cepat
daripada kekuatan tulang, individu mampu melakukan aktifitas melebihi tingkat sebelumnya
walaupun mungkin tulang tidak mampu menunjang peningkatan tekanan (Corwin, 2009).
Dari faktor penyebab diatas, berpengaruh ketika terjadi tekanan dari luar ke tulang.
Tulang itu bersifat rapuh hanya memiliki sedikit kekuatan dan gaya pegas untuk menahan.
Suatu keadaan ketika apabila ada tekanan eksternal yang datang lebih besar dari kemampuan
tahanan tulang dan resistensi tulang untuk melawan tekanan berpindah mengikuti gaya
tekanan tersebut (Muscari, 2010). Disaat demikian itu, terjadilah trauma yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.Setelah fraktur terjadi,
peritoneum, pembuluh darah, saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak.Kemudian timbul pendarahan pada sekitar patahan dan dalam
jaringan lunak yang ada di dalamnya sehingga terbentuk hematoma pada rongga medulla
tulang, edema, dan nekrokrik sehingga terjadi gangguan hantaran ke bagian distal tubuh
(Suratun, 2012).

Etiologi patah tulang menurut (Suratun, 2012) adalah :


1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang
terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. Jika
kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh
dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada.
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, antara lain :
a. Trauma langsung
Bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut terdapat ruda paksa, misalnya :
benturan atau pukulan pada tulang yang mengakibatkan fraktur.
b. Trauma tidak langsung
Misalnya pasien jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi fraktur
pada pergelangan tangan, suprakondiskuler, klavikula.
c. Trauma ringan
Dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh.Selain itu fraktur juga
disebabkan olehkarena metastase dari tumor, infeksi, osteoporosis, atau karena tarikan
spontan otot yang kuat.
2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak
mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimapnya.
3. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan
tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau ostepororsis.
C. Klasifikasi

1. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang radius dan ulna

Gambar 5
Fraktur Radius-
Ulna

2. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna

Gambar 6
fraktur Ulna

3. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai dengan dislokasi sendi
Radioulna proksimal.

Gambar 7
Fraktur Montega
4. Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius

Gambar 8
Fraktur Rius

5. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi radioulna
distal

D. Patofisiologi Fraktur Radius Ulna


Mekanisme terjadinya fraktur radius dan ulna adalah tangan dalam keadaan
outstretched, sendi siku dalam posisi ektensi, dan lengan bawah dalam posisi supinasi.
Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung atau karena hiperpronasi (pemutaran lengan
bawah kea rah dalam) dengan tangan dalam keadaan outstretched.
Pada setiap ketinggian, biasanya akan mengalami pergeseran bila kedua tulang
patah.Adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan pada beberapa
bagian.Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat mengakibatkan keluarnya
sumsum tulang terutama pada tulang panjang. Sumsum kuning yang keluar akibat fraktur
terbuka masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah sehingga
mengakibatkan emboli lemak. Apabila emboli lemak ini sampai padpat terjadia pembuluh
darah yang sempit dimana diameter emboli lebih besar daripada diameter pembuluh darah
maka akan terjadi hambatan aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan.
Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena
adanya spasme otot di sekitarnya.Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri
mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan dapat menekan
persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan gangguan syaraf ditandai
dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi menggunakan sinar rongen (x-ray) digunakan untuk
mendapatkan gambaran spesifik terkait keadaan dan kedudukan tulang, maka digunakan
kedudukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan karena adanya patologi yang dicari berupa superposisi. Permintaan x-ray
harus didasari pada adanya permintaan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksan ini
didapatkan adanya garis patah pada tulang batang humerus pada foto polos.

2. Pemeriksaan laboraturium
a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang karena menunjukan bahwa kegiatan
osteoblast dalam membentuk tulang.
c. Enzyme otot seperti keratin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5) aspartate amino
transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tualang.

3. Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan


a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitifitas yang mungkin
mengindikasikan terjadinya infeksi oleh mikroorganisme.
b. Biopsy tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih diindikasikan oleh dugaan terjadinya infeksi.
c. Arthroscopy: didapatkan trauma jaringan ikat yang rusak atau sobel karena trauma
yang berlebihan.
d. Indium imaging: pada pemeriksaan ini akan diadapatkan infeksi pada tulang.
e. MRI: menggambarkan kerusakan pada semua jaringan akibat oleh fraktur, termasuk
jaringan lunak, dan tulang.

F. Penatalaksanaan
Fraktur dari distal radius adalah jenis fraktur yang paling sering terjadi.Fraktur radius
dan ulna biasanya selalu berupa perubahan posisi dan tidak stabil sehingga umumnya
membutuhkan terapi operatif.Fraktur yang tidak disertai perubahan posisi ekstra artikular
dari distal radius dan fraktur tertutup dari ulnadapat diatasi secara efektif dengan primary
care provider.Fraktur distal radius umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja, serta mudah
sembuh pada kebanyakan kasus.
Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R” yaitu : rekognisi, reduksi/reposisi,
terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisis atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar
sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan terapinya dapat
dipersiapkan lebih sempurna.
2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen fraktur semirip
mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak normal.
3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan
fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut
dapat kembali normal.

Gambar 10
Proses
Penyembuhan
Fraktur
Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1. Fase hematoma
Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan jaringan lunak,
kemudian terjadi organisasi (proliferasi jaringan penyambung muda dalam daerah
radang) dan hematoma akan mengempis. Tiap fraktur biasanya disertai putusnya
pembuluh darah sehingga terdapat penimbunan darah di sekitar fraktur.Pada ujung
tulang yang patah terjadi ischemia sampai beberapa milimeter dari garis patahan yang
mengakibatkan matinya osteocyt pada daerah fraktur tersebut.
2. Fase proliferatif
Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal, yang menonjol adalah proliferasi
sel-sel lapisan dalam periosteal dekat daerah fraktur.Hematoma terdesak oleh
proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub
periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan endosteum
dan dari bone marrow masing-masing fragmen. Prosesdari periosteum dan kanalis
medularis dari masing-masing fragmen bertemu dalam satu proses yang sama, proses
terus berlangsung kedalam dan keluar daritulang tersebut sehingga menjembatani
permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini mungkin tampak di beberapa tempat
pulau-pulau kartilago, yang mungkinbanyak sekali, walaupun adanya kartilago ini
tidak mutlak dalam penyembuhan tulang.Pada fase ini sudah terjadi pengendapan
kalsium.
3. Fase pembentukan callus
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi osteoporotik
akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel osteoblas mengeluarkan matriks
intra selluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida,yang segera bersatu dengan
garam-garam kalsium, membentuk tulang immature atau young callus, karena proses
pembauran tersebut, maka pada akhir stadium terdapat dua macam callus yaitu didalam
disebut internal callus dan diluar disebut external callus.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh
aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan
pembentukan lamela-lamela). Pada stadium ini sebenarnya proses penyembuhan sedah
lengkap. Pada fase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi primary callus.Pada
saat ini sudah mulai diletakkan sehingga sudah tampak jaringan yang radioopaque.Fase
ini terjadi sesudah 4 (empat) minggu, namun pada umur-umur lebih mudah lebih
cepat.Secara berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi dan diganti dengan
second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan tulang yang normal.
5. Fase remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang
banyak dan tulang sedah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan kembali dari
medula tulang.Apabila union sudah lengkap, tulang baru yang terbentuk pada
umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar maupun didalam kanal,
sehingga dapat membentuk kanal medularis. Dengan mengikuti stress/tekanan dan
tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan sebagainya, maka callus yang
sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali dengan kecepatan yang konstan
sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan aslinya.
Ilizarov, Bone lengthening, Bone distraction osteogenesis atau Callotaxis adalah
suatu istilah yang sama dalam program pemanjangan tulang. Ilizarov dikembangkan
pertama kali oleh seorang dari Siberia Rusia yang bernama Gabriel Abramovich
Ilizarov. Ilizarov adalah suatu alat eksternal fiksasi yang berfungsi untuk menjaga agar
tidak terjadi pergeseran tulang dan untuk membantu dalam proses pemanjangan tulang.
ASUHAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian
 Pre Operasi
a.Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
- Kegiatan yang beresiko cidera.
- Riwayat penyakit yang menyebabkan jatuh.
- Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan.
b. Pola nutrisi metabolik
- Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
- Observasi terjadinya perdarahan pada luka dan perubahan warna kulit di sekitar luka, edema.
c. Pola eliminasi
- Konstipasi karena imobilisasi
d. Pola aktivitas dan latihan
- Kesemutan, baal
- Ada riwayat jatuh atau terbentur ketika sedang beraktivitas
- Tidak kuat menahan beban berat
- Keterbatasan mobilisasi
- Berkurangnya atau tidak terabanya denyut nadi pada daerah distal injury, lambatnya kapiler refill
tim
e. Pola tidur dan istirahat
- Tidak bisa tidur karena kesakitan
- Sering terbangun karena kesakitan
f. Pola persepsi kognitif
- Nyeri pada daerah fraktur
- Kesemutan dan baal pada bagian distal fraktur
- Paresis, penurunan atau kehilangan sensasi
g. Pola persepsi dan konsep diri
- Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat beraktivitas seperti keadaan sebelumnya
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Merasa tidak ditolong
- Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti biasanya

 Post Operasi
a. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
- Kegiatan yang beresiko cidera.
- Pengetahuan pasien tentang perawatan luka di rumah
b. Pola nutrisi metabolik
- Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
c. Pola eliminasi
- Konstipasi karena imobilisasi
d. Pola aktivitas dan latihan
- Keterbatasan beraktivitas
- Hilangnya gerakan atau sensasi spasme otot
- Baal atau kesemutan
- Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
- Perdarahan, perubahan warna
e. Pola tidur dan istirahat
- Tidak bisa tidur karena kesakitan luka operasi
- Sering terbangun karena kesakitan
f. Pola persepsi kognitif
- Keluhan lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri
- Nyeri pada luka operasi
- Tidak adanya nyeri akibat kerusakan saraf
- Pembengkakan, perdarahan, perubahan warna
g. Pola persepsi dan konsep diri
- Rasa khawatir akan dirinya Karena tidak dapat beraktivitas seperti keadaan sebelumnya
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Merasa tidak tertolong
- Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti
2) Diagnosa Keperawatan
 Pre Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur)
b. Cemas berhubungan dengan proses operasi

 Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan post pembedahan.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post pembedahan.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.

3) Rencana Keperawatan
 Pre Operasi

NO DIAGNOSA INTERVENSI

1 Nyeri akut b.d agen cidera  Kaji nyeri klien (P,Q,R,S,T)


fisik  Ajarkan tehnik nonfarmakologi /tehnik relaksasi
(tarik nafas dalam)
 Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
 Tingkatkan istirahat

2 Cemas berhubungan dengan  Kaji faktor penyebab kecemasan pasien.


kurangnya informasi  Berikan dukungan kepada pasien.
(prosedur operasi)  Jelaskan prosedur operasi
 Observasi reaksi nonverbal pasien.
 Temani pasien dan dengarkan keluhan pasien
 Tunjukkan sikap empati kepada pasien
 Post Operasi

NO DIAGNOSA INTERVENSI

1 Nyeri akut b.d post  Kaji nyeri klien (P,Q,R,S,T)


pembedahan  Tingkatkan istirahat Kaji lokasi dan intensitas nyeri.
 Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit.
 Tinggikan ekstremitas yang fraktur.
 Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam.
 Kolaborasi dalam memberikan terapi analgetik.

2 Kerusakan integritas  Kaji kulit pada luka terbuka, benda asing, kemerahan,
kulit berhubungan perdarahan, perubahan warna, kelabu, memutih.
dengan trauma post  Observasi tanda-tanda vital.
pembedahan  Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan
tempat tidur kering dan bebas kerutan.
 Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan di
atas tonjolan tulang.
 Ubah posisi tidur secara periodik tiap 2 jam.
3 Resiko tinggi infeksi  Observasi TTV terutama suhu
berhubungan dengan luka  Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
operasi.  Tutup daerah yang luka dengan kasa steril/balutan
bersih.
 Rawat luka dengan teknik aseptik.
 Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA

Brokker, 2011 Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcomes.2004
Brunner and Suddarth , 2010. Buku Ajar Bedah, Ed. 6, EGC, Jakarta.
Carwin, 2009. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, A. dkk . 2010 . Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 3. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculopius
North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnosis : Definition and
Classification 2011-2012. NANDA International. Philadelphia.
Smeltze. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. EGC: Jakarta.
Suratun. 2012. Anatomi Muskuloskeletal, Program Studi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga / RSUD. dr. Soetomo
Watson. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 4. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR RADIUS ULNA

DISUSUN OLEH:

GRACE NAZAVIRA

PO.62.20.1.17.326

POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA

D-IV KEPERAWATAN REGULER 4

TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai