Anda di halaman 1dari 3

HADIST KE 797

‫ َم ْن أ َ َخذَ ِم ْن أ ْم َوا ِل النَّا ِس‬:َ‫سلّ َم قا ل‬ َ ‫صلَّى هللاُ َءلَ ْي ِه َو‬َ ‫ي‬ ٌ ِ‫ضي هللاُ َء ْنهُ َء ِن ا لنٌب‬ َ ‫َو َءنَ اًبِ ْي ُه َر‬
ِ ‫ير ة َ َر‬
ُّ ‫ َر َواهُ ْالبُخَا ِر‬.ُ‫ َو َم ْن أ َخذَ هَا ي ُِر ْيدُ اٍتْالَ فَ َها أتْلَفَهُ هللا‬,ُ‫ي ُِر ْيدُ أدَا َءهَا أدَّى هللاُ َء ْبه‬
.‫ي‬

Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Nabi sallallahu Alaihi Wa
Salam, bahwa beliau bersabda,” Barangsiapa nmengambil harta orang lain dengan
maksud untuk mengembalikannya, dan barangsiapa yang mengambilnya dengan
maksud untuk merusaknya, maka Allah akan merusaaknya.” (H.R. Al-Bukhari).

TAFSIR HADIST

Kata ‘ Salaf’ sama dengan ‘salam’ baik secara wazan { timbangan kata }

maupun makna, yakni pesanan. Disebutkan bahwa kata salam merupakan bahasa

penduduk iraq, sedangkan kata salaf merupakam bahasa penduduk hijaz adapun

menurut istilah, kata salam adalah transaksi jual beli dengan cara menyebutkan sifat

barang yang di pertanggungkan dengan penyerahan barang yang tunda, sedangkan

pembayaran dilakukan pada saat transaksi. Salam diperbolehkan dalam islam, kecuali

pendapat Ibnu Musayyid yang menyatakan tidak boleh. Ulama sepakat perihal syarat

yang harus ada dalam transaksi salam ini sebagai mana syarat dalam jual beli lainnya

dengan menyerahkan modal pokok saat terjadinya akat. Hanya saja Imam Malik

membolehkan pembayaranya hingga sehari atau dua hari, dan barang yang dijual

belikan dengan cara seperti ini harus dapat di tentukan dengan salah satu ukuran {
takatran atau kurang}, sabagai tang di sebutkan dalam hadist. Bial barang tersebut

tidak termasuk dalam barang yang dapat di takar atau di tambang, maka penulis

dalam kitab fathul al bahri mengatakan bahwa barang tersebut termasuk jenis barang

yang dapat diketahui jumlahnya. Hal tersebut di riwayatkan dari Ibnu Bathuthal, dan

ia mengangap sebagai bagian dari ijma’ ulama.

Penulis juga mengatakan,” atau di ukur dengan dzira” ( hasta) “, karna-

ukuran-dengan kadar dzira “ berkesuaian dalam timbangan dan takaran, yakni yang

jelas dapat menghilangkan tetidakjelasan pada kadar atau ukuran barang. Mereka juga

sepakat pada penentuan syarat kejelasan takaran pad barang yang dapat di takar,

seperti sha’ bagi penduduk hijaz, Qafiz bagi penduduk iraq, dan irdab bagi penduduk

Mesir. Bila bentuk takaran disebutkan secara mutlak, maka pengertiannya beralih

keda bentuk umum akad salam. Mereka juga sepakat harus mengetahui sifat barang

yang di pasang, sehingga dapat membedakan antara barang tersebut dengan barang

yang lain. Hal tersebut tidak mrnyelisihi hadist di atas sebab mereka berusaha

mengamalkannya.

Zhahir hadist menyebutkan bahwa penundaan pembayaran segai syarat sah

jual beli dengan salam, bila di bayar secara kontan atau untuk tempo yang tidak di

mengerti maka tidak sah. Inilah pendapatyang di pegang oleh Ibnu Abbas dan

sekolompok ulama salaf, sedangkan pendapat yang lainnya meniadakan penentuan

syarat tersebur dan di bolehkan salam secara kontan.


Jadi, dalam hadist ini dapat di ketahui bahwa pada zaman Nabi Sallallahu

Alaihi Wa Sallam transaksi salam tidak terjadi kecuali dengan pembayaran yang di

tunda,sedanngkan pembaran secara kontan disamakan dengan pembayaran sacara

tunda,dan ini merupakan hasil qiyas yang bertentangan dengan qiyas itu sendiri.

Karena salam menyelisihi qiyas itu sendiri, sebab salam merupakan jual beli yang

tidak ada barangnya dan sebagai akad ghahar ( tidak jelas ). Di perbedakan juga oleh

ulama perihal pensyaratan tanpa dilakukannya sarana terima. Sebagian ulama

mengharuskan hal tersebut dengan mengqiyaskan dengan takaran, timbangan dan

pembayaran yang di tunda. Sedangkan ulama yang lainnya tidak mengharuskan

penentuan syarat seperti itu. Adapun kalangan al hanafiah cenderung untuk

membahasnya dengan lebih rinci bila membawanya membutuhkan beban biaya maka

perlu di syarat kan saat transaksi akan tetapi, bila tidak ada biaya maka tidak perlu di

syaratkan. Menurut kalangan asy-syafi’iyah, bila akad di tempat yang tidak layak

untuk di adakan serah terima seperti di jalan maka harus di syaratkan, bila tidak maka

ada dua pendapat. Semua rincian ini bersandarkan pada ‘urf ( adat kebiasaan) saja.

Anda mungkin juga menyukai