Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................1
BAB I KONSEP MEDIS..........................................................................................................................2
A. Definisi............................................................................................................................................2
B. Etiologi............................................................................................................................................5
C. Manifestasi Klinik..........................................................................................................................6
D. Komplikasi.....................................................................................................................................7
E. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................................8
F. Penatalaksanaan............................................................................................................................9
BAB II KONSEP KEPERAWATAN.......................................................................................................11
A. Pengkajian Keperawatan............................................................................................................11
B. Diagnosa Keperawatan................................................................................................................12
C. Rencana/Intervensi Keperawatan..............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin serta hematokrit di bawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh
terkait abnormalitas jumlah, struktur dan fungsi sel darah merah.. Secara fisiologis, anemia
terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke
jaringan. Kurangnya oksigen di jaringan menyebabkan terjadinya hipoksia. Ketika diketahui
teerjadinya anemia, pemeriksaan lanjutan perlu dilaksanakan untuk mengetahui penyebabnya
(Smeltzer & Bare, 2015; Black & Hawks, 2014).

Anemia dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk yaitu sebagai berikut (Kowalak,
Welsh, & Mayer, 2014):
1. Anemia aplastik
Anemia aplastik / hipoplastik terjadi karena adanya cedera atau destruksi sel tunas di
dalam sumsum tulang belakang sehingga mengakibatkan terjadinya pansitopenia (anemia,
leukopenia, serta trombositopenia) dan hypoplasia sumsum tulang. Penyebab utama dari
anemia aplastic yaitu terjadinya penurunan kapasitas fungsi sumsum tulang yang
mengalami hypoplasia dan berubah menjadi jaringan lemak. Ada dua jenis anemia aplastic
yaitu : anemia hipoplastik atau blackfan-diamond (yang terjadi pada usia antara dua dan
tiga bulan) serta sindrom fanconi (yang terjadi antara usia sejak lahir dan usia 10 tahun).
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya anemia aplastik seperti radiasi
(sekitar separuh seluruh kasus anemia aplastik), obat (antibiotik, antikonvulsan) atau zat-
zat yang toksik seperti benzena atau kloramfenikol, reaksi autoimun (belum dipastikan),
penyakit berat (khususnya hepatitis) atau infiltrasi preleukemik atau neoplastik atau
neoplastik pada sumsum tulang, kongenital (anemia idiopatik). Adapun tanda dan gejala
terjadinya anemia aplastik bervariasi menurut beratnya kondisi pansitopenia tetapi pada
banyak kasus terjadi secara insidius. Tanda dan gejala tersebut meliputi kelelahan,
kelemahan, napas, napas pendek saat latihan fisik, sakit kepala, pucat, dan akhirnya
terjadi takikardi serta gagal jantung yang diakibatkan oleh hipoksia dan peningkatan aliran
balik vena, ekimosis, petekie, dan pendarahan khususnya dari membran mukosa (hidung,

2
gusi, rektum, vagina) atau ke dalam retina atau sistema saraf pusat yang disebabkan oleh
trombositopenia, infeksi (demam, ulkus oral, serta rektal, nyeri tenggorokan tanpa disertai
inflamasi, yang khas.
2. Anemia defisiensi asam folat (enemia megbloblastik)
Anemia defisiensi asam folat merupakan anemia megaloblastik yang sering terjadi
dan berjalan progresif secara lambat. Jenis anemia ini biasanya terjadi pada bayi, remaja,
ibu hamil dan menyusui, peminum minuman keras (alcohol), lanjut usia (lansia), dan
pasien dengan penyakit intestinal. Keadaan yang dapat mengakibatkan terjadinya anemia
defisiensi asam folat, antara lain penyalahgunaan alkohol, diet yang buruk, kerusakan
absorbsi (misalnya penyakit seliak), bakteri yang bersaing untuk mendapatkan asam folat
yang ada, cara memasak yang salah (terlalu matak atau belum matang) sehingga merusak
kandungan asam folat yang berada di makanan itu, pada bayi, terjadi keterbatasan
penyimpanan asam folat, terapi obat yang lama (misalnya terapi esterogen : pil KB), serta
peningkatan kebutuhan akan asam folat yang berlebih selama masa kehamilan. Anemia
defisiensi asam folat secara berangsur-angsur akan menimbulkan gambaran klinis yang
khas untuk jenis anemia megabloblatik seperti Rasa lelah secara progresif, sesak napas,
palpitasi, kelemahan, glositis, anoreksia, sakit kepala, rasa mau pingsan, iritabilitas (rewel),
keluhan mudah lupa, gejala pucat serta ikterus ringan
3. Anemia defisiensi zat besi
Anemia defisiensi besi merupakan gangguan transportasi oksigen yang terjadi karena
adanya defisiensi sintesis hemoglobin. Anemia defisiensi besi paling sering terjadi pada
wanita pascamonopause, bayi (khususnya bayi premature), anak-anak serta remaja
(khususnya remaja putri). Keadaan yang dapat mengakibatkan terjadinya anemia defisiensi
besi, antara lain riwayat asupan besi yang tidak adekuat misalnya pemberian ASI atau susu
botol yang lama tanpa suplementasi atau dalam periode stres seperti pertumbuhan yang
ceoat pada anak-anak remaja, malabsorbsi besi seperti diare kronis, gastrektomi parsial
atau total dan sidrom malsbsorbsi seperti pada penyakit seliak dan anemia pernisiosa,
kehilangan darah akibat pendarahan gastrointestinal, yang ditumbulkan oleh obat (karen
apemberian atikoagulan, aspirin, steroid) atau akibat haid yang banyak, pendarahan akibat
trauma , ulkus peptikum, kanker, peningkatan pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan laboratorium poada pasien dengan kondisi penyakit kronis, sekuestrasi pada
pasien yang menjalani dialisis atau varises, kehamilan yang mengalihkan zat besi maternal

3
kepada janin untuk eritropoisis, hemoglobinuria yang ditimbulkan oleh hemolisis
intravaskuler atau hemoglobinuria nucturnal paroksimal, trauma mekanis pada sela darah
merah yang disebabkan oleh prostesis katup jantung atau filter vena kava.
4. Anemia pernisiosa
Anemia pernisiosa merupakan tipe anamia megaloblastik yang paling sering ditemukan
terjadi akibat malabsorbsi vitamin B12. Awitan penyakit ini, biasanya terjadi pada usia
antara 30 sampai 60 tahun dan insidensi dari penyakit ini dapat meningkat seiring
pertambahan usia. Beberapa keadaan yang mungkin menyebabkan anemia pernisiosa
adalah sebagai berikut;
a) Predisposisi genetik (yang ditunjukkan melalui insidensi familial)
b) Penyakit yang berkaitan dengan imunologi, seperti: tiroiditis, miksedema, dan penyakit
graves (tinggi badan berlebih)
c) Gastrektomi parsial
d) Usia lanjut (gangguan absorbs vitamin B12 yang terjadi secara terus menerus

Secara khas, anemia pernisiosa memiliki awitan yang insidius tetapi pada akhirnya
akan menimbulkan trias keluhan dan gejala yang jelas yaitu:
a) Kelemahan akibat hipoksia jaringan
b) Lidah yang terasa perih akibat atrofi papilla
c) Patirasa dan kesemutan pada ekstermitas akibat gangguan transmisi impuls yang
disebabkan oleh elinisasi
d) Penampilan bibir dan gusi yang pucat
e) Sclera yang terlihat agak ikterik dan pucat hingga pucat serta kulit yang berwarna
kuning cerah akibat hiperbilirubinemia yang diakibatkan oleh hemolysis
f) Kerentanan yang tinggi terrhadap infeksi, khususnya pada traktus urogenital
5. Anemia sideroblastik
Anemia sideroblastik merupakan kelompok gangguan heterogen dengan defek yang
umum. Penyakit ini tidak mampu menggunakan zat besi dalam sintesis hemoglobin
walaupun simpanan besi tersedia dalam jumlah yang memadai. Penyakit ini dapat bersifat
herediter atau akuisita (didapat). Anemia sideroblastik yang herediter umumnya responsif
terhadap pemberian piridoksin (Vitamin B6). Keadaan yang dapat mengakibatkan
terjadinya anemia pernisiosa, antara lain :
a) Pewarisan terkait – X (X-linked) yang terutama terjadi pada laki-laki muda atau wanita
yang menjadi karier. Gangguan ini biasanya tidak meunjukkan tanda klinis
b) Konsumsi atau terkena zat toksik (seperti alkohol serta timbal) atau obat (seperti
isoniazid (laniazid) serta kloramfenikol (chloromyecetin)

4
c) Penyakit lain seperti artritis rematoid, lupus eritematosusu, multipel myeloma,
tuberkulosis, dan infeksi yang berat.
Tanda dan gejala yang mungkin terjadi pada anemia siderobalstik meliputi:
a) Anoreksia, rasa cepat lelah, kelemahan, pening, kulit serta membrane mukosa yang
tampak pucat dan kadang-kadang terjadi pembesaran nodus limfe akibat intoksikasi besi
b) Dipsnea, serangan angina saat melakukan aktivitas fisik, gejala ikterik yang ringat dan
hepatosplenomegali akibat gagal jantung serta gagal hati yang disebabkan oleh
akumulasi zat besi secara berlebihan
6. Anemia hemolitik
Menurut Handayani & Haribowo (2008) anemia hemolitik adalah anemia yang
disebabkan oleh proses hemolisis atau pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah yang
terlalu cepat. Proses hemolisis pada anemia hemolitik terjadi bahkan sebelum sumsum
tulang belakang membentuk eritrosit yang baru. Anemia hemolitik merupakan anemia
yang tidak terlalu sering dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostic
yang tepat. Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria, penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.

B. Etiologi
Anemia hemolitik mikroangioplastikAnemia bukanlah kesatuan penyakit tersendiri
(disease entity), tetapi merupakan gejalah berbagai penyakit dasar (underying disease). Pada
dasarnya anemia disebab kan karena :1). Gangguan pemnbentukan eritrosit oleh sumsum
tulang, 2). Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan), 3) proses penghancuran eritrosit oleh
tubuh sebelumnya sebelum waktunya (hemolisis). Gambaran lebih rinci sebagai berikut :

Klasifikasi anemia menurut ethiopatogenesis


1. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit :
1) Anemia defisiensi zat besi
2) Anemia defisiensi asam folat
3) Anemia defisiensi B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
1) Anemia akibat penyakit kronik
2) Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sumsum tulang
1) Anemia aplastic
2) Anemia mieloptisik
3) Anemia pada keganasan hematologi
4) Anemia padasindrom mielodiplastik
2. Anemia akibat hemoragi :

5
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia akibat perdarahan kronik
3. Anemia hemolitik
a. Anemia hemolitik intrakorpuskular
1) Gangguan membrane eritrosit
2) Gangguan ensim eritrosit
3) Gangguan hemoglobin : thalassemia dan hemoglobinopati struktural
b. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
1) Anemia hemolitik autoimun
2) Anemia hemolitik mikroangioplastik

C. Manifestasi Klinik
1. Manifestasi klinis yang sering muncul
a. Pusing
b. Mudah berkuning-kunang
c. Mudah lesu
d. Rasa mengantuk
e. Susah konsentrasi
f. Cepat lelah
g. pikiran menurun
2. Gejala khas masing-masing
a. Perdarahan berulang/ kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisiensi zat
besi
b. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit pada anemia
hemolitik
c. Mudah infeksi pada anemia aplastic dan anemia karena keganasan
3. Manifestasi khusus pada anemia
a. Defisensi zat besi : spoon nail, glositis
b. Defisensi B12 : paresis, ulkus di tungkai
c. Hemolitik : icterus, spenomeggali
d. Aplastik : anemia biasanya berta, perdarahan, infeksi

D. Komplikasi
Menurut (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014) komplikasi pada jenis anemia yang telah
disebutkan adalah sebagai berikut:
1. Anemia aplastik
Komplikasi anemia aplastik yang mungkin terjadi adalah perdarahan dari membrane
mukosa yang adapat membawa kematian.
2. Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi asam folat tidak menimbulkan asam folat.
3. Anemia defisiensi besi
Komplikasi yang mungkin terjadi meliputi :
a. Infeksi dan pneumonia

6
b. Pika (mengidam) dorongan kompulsif untuk memakanj bahan-bahan yang bukan
makanan seperti tanah atau tepung/pati.
c. Perdarahan
d. Overdosis suplemen besi oral ataupun IM
4. Anemia pernisiosa
Komplikasi yang mungkin terjadi meliputi :
a. Hipokalemia (terapi minggu pertama)
b. Gejala SSP yang permananen (jika pasien tidak ditangani dalam enam bulan setelah
gejala muncul)
c. Polip lambung
d. Kanker lambung
5. Anemia sideroblastik
Komplikasi yang mungkin terjadi :
a. Penyakit pada jantung, hati, dan pancreas
b. Komplikasi pernapasan
c. Leukemia mielogenus yang akut

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut wiwik, H., & Hariwibowo,A. S (2008) pemeriksaan laboratorium pada klien
dengan anemia adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium hematolgis dilakukan secara bertahap sebagai berikut :
a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan
pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia
tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini :
kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, MCV, Dan MCHC), apusan darah tepi.
b. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahuikelainan pada sistem
leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED),
hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar
kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis defenitifmeskipun ada beberapa kasus
yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini akan dikkerjakan jika telah
mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk mengomfirmasi
dugaan diagnosis tersebut pemeriksaan tersebut memiliki komponen berikut ini:
1) Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
2) Anemia megaloblastik: asam folat darah/ertrosit, vitamin B12.
3) Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb.
4) Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematogolis meliputi:
a. Faal ginjal

7
b. Faal endokrin
c. Asam urat
d. Faal hati
e. Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lainnya, pada bebrapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut :
a. Biopsy kelenjar uang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
b. Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi.
c. Pemeriksaan sitogenetik.
d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain raction, FISH = fluorescence
in situ hybridization).

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.
Penatalaaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya yaitu berdasarkan (Nurarif & Kusuma,
2015):
1. Anemia aplastik
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan
antitthimocyte globulin (ATG) yang diperlukan melali jalur sentral selam 7-10 hari.
Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat
diberikan transfuse RBC rendah leukosit dan platelet
2. Anemia pada penyakit ginjal
Pada pasien dialysis harus ditangani dengan pemeberian zat besi dan asam folat, dan
dapat diberikan eritropoetin rekombinan
3. Anemia defisiensi zat besi dan asam folat
Dengan pemeberian makan yang adekuat. Pada defisiensi zat besi diberikan sulfas
ferosus 3x10 mg/har. Transfuse darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr %

4. Anemia meganoblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vit. B12, bila defisiensi
disebabkan oeleh defek absorbs atau tidak tersediannya factor intrinsic dapat
diberikan B12 dengan injeksi IM
b. Terapi vit. B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia
pernisiosa dan malabsorbsi untuk mencegah kekambuhan
5. Anemia pasca perdarahan

8
Dengan memeberikan transfuse darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan
cairan IV
6. Anemia hemolitik (Kiswari, 2014):
a. Transfusi darah. Dengan cepat mengganti sel darah merah yang hilang karena rusak
dengan darah baru yang berasal dari donor.Transfusi dipertimbangkan hanya jika
terdapat anemia berat yang mengancam fungsi jantung. Sebaiknya di pakai washed
red cell
b. Immune globulin intravenous. Bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
pasien. Pemberian immune globuline diberikan pada keadaan gawat.
c. Obat kortikosteroid. Pada anemia hemolitik estrinsik, salah satu penyebabnya adalah
penyakit autoimun, steroid akan menghambat respon imun dalam penghancuran sel
darah merah. Prednison diberikan secara oral dengan dosis 60-100 mg per hari. Jika
terdapat kenaikan Hb, maka dosis obat diteruskan selama 2 minggu sampainya Hb
stabil, kemudian dilakukan tapering off untuk mendapatkan dosis pemeliharaan yang
paling kecil yang dapat mempertahankan Hb.
d. Operasi. Pada kasus yang parah, terkadang diperlukan pengangkatan limpa atau yang
disebut dengan splenektomi . Splenektomi dipertimbangkan jika tidak ada respon
dalam waktu 2-3 minggu atau dosis pemeliharaan (prednisone) melebihi 15
gram/hari.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung jawab, status
perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
Adapun pengkajian yang dilakukan berdasarkan (Nurarif & Kusuma, 2015) :
a. Aktivitas
1) Keletihan, kelemahan, malaise umum.
2) Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja

9
3) Toleransi terhadap latihan rendah.
4) Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
b. Sirkulasi
1) Riwayat kehilangan darah kronis,
2) CRT lebih dari dua detik
c. Integritas Ego
Cemas, gelisah, ketakutan
d. Makanan / cairan
1) Nafsu makan menurun
2) Mual/ muntah
e. Nyeri / kenyamanan
Lokasi nyeri terutama di daerah abdomen dan kepala.
f. Pernapasan
Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifita
g. Seksual
1) Dapat terjadi pendarahan pervagina
2) Pendarahan akut.sebelumnya
3) Tinggi fundus tidak sesuai dengan umurnya
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2015-2017 (Herdman & Kamitsuru,
2015) adalah :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2. Gangguan pertukaran gas
3. Nyeri akut
4. Intoleransi Aktifitas
5. Defisit perawatan diri

10
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead, Jhonson, Maas, & Swanson (2013). dan Bulechek, Butcher,
Dochterman, & Wagner, (2013) adalah sebagai berikut:
Diagnosa : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam a. Peripheral Sensation Management (Manajemen Sensasi
diharapkan : Perifer)
a. Perfusi jaringan : perifer 1. Monitor adanya daerah yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
1. Pengisian kapiler jari dan kaki kisaran normal 2. Monitor adanya paretese
2. Suhu kulit ujung aki dan tangan kisaran normal 3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada
3. Kekuatan nadi karotis, brakialis, radialis, femoralis, isi atau laserasi
pedal ( kanan) kisaran normal 4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
4. Kekuatan nadi karotis, brakialis, radialis, femoralis, 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
pedal (kiri) kisaran normal 6. Monitor kemampuan BAB
5. Tekanan darah dalam kisaran normal 7. Kolaborasi pemberian analgesic
6. Bruit di ujung kaki dan tangan tidak ada 8. Monitor adanya tromboplebitis
7. Edema perifer tidak ada 9. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
8. Matirasa tidak ada
9. Pucat tidak ada
10. Kelemahan otot tidak ada
11. Kerusakan kulit tidak ada
12. Nekrosis tidak ada
b. Status sirkulasi
1. Urin output
2. Capillary refill
3. Asites
4. Kelelahan
5. Peningkatan berat badan
6. Gangguan kongnisi

11
7. Wajah pucat
8. Penurunan suhu
9. Pingsan
10. Pittting edema
11. Luka pada ekstremitas bawah
12. Mati rasa
Diagnosa : Gangguan pertukaran gas
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam a. Menejemen jalan napas
diharapkan : 1. Buka jalan napas denhan chin lift atau jaw trust
a. Respon Ventilasi Mekanik : Dewasa 2. Posisikan pasien memaksimalkan ventilasi
1. Tingkat pernapasan spontan tidak ada deviasi dalam 3. Lakukan fisoterapi dada sebagimana mestinya
kisaran normal 4. Buang secret dengan memotivasi pasien untuk batuk atau
2. Irama pernapasan spontan tidak ada deviasi dalam menyedot lender
kisaran normal 5. Motivasi pasien untuk bernapas pelan, dalam
3. Kedalaman pernapasan tidak ada deviasi dalam 6. Instruksikan cara untuk abtuk efektif
kisaran normal 7. Auskultasi suara nafas atau bunyi tambahan
4. Denyut nadi apikal tidak ada deviasi dalam kisaran 8. Kelola pemberian bronkodilator sebagaimana mestinya
normal 9. Kelola nebulaizer
5. Kapasitas vital tidak ada deviasi dalam kisaran 10. Monitor status pernapasan dan oksigenasi sebagaimana
normal mestinya
6. Volume tidal tidak ada deviasi dalam kisaran normal b. Terapi Oksigen
7. Volume vemtilasi <10lt/m tidak ada deviasi dalam 1. Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan tepat
kisaran normal 2. Pertahankan kepatemnan jalaln naps
8. Tekanan ekspirasi positif tidak ada deviasi dalam 3. Berikan oksigen tambahan seperti yang diinstruksikan
kisaran normal 4. Monitor aliran oksigen
9. Hasil sinar X-ray pada dada tidak ada deviasi dalam 5. Periksa alat oksigen secara berkala untuk memastikan
kisaran normal konsentrasi yang telah diberikan
10. Keseimbangan ventilasi perfusi 6. Monitor kemampuas pasien untuk mentolerir
11. Kesulitan bernapas sendiri tidak ada pengangkatan oksigen ketika makan
12. Kegelisahan tidak ada 7. Amati tanda-tanda hipoventilasi indikasi oksigen
13. Takut tidak ada 8. Monitor kecemasan pasien terkait pemberian terapi
14. Gangguan reflex muntah tidak ada oksigen

12
15. Gangguan reflex batuk tidak ada 9. Anjurkan pasien atau keluarga mengenai penggunaan
16. Suara napas tambahan tidak ada oksigen yang membudahkan mobilitas
17. Gerakan didinding dada asimetris tidak ada
18. Pembesaran dinding dada asimetris tidak ada
19. Atelektasisi tidak ada
20. Ketidaknyamanan tidak ada
21. Kurang istirahat tidak ada
b. Status Pernapasan: Pertukaran Gas
1. Tekanan parsial oksigen di darah arteri (PaO2) tidak
ada deviasi dalam kisaran normal
2. Tekanan parsial karbondioksida di darah arteri
(PaCO2) tidak ada deviasi dalam kisaran normal
3. PH arteri tidak ada deviasi dalam kisaran normal
4. Saturasi oksigen tidak ada deviasi dalam kisaran
normal
5. Tidal karbondioksida akhir tidak ada deviasi dalam
kisaran normal
6. Hasil rontgen dada tidak ada deviasi dalam kisaran
normal
7. Keseimbangan ventilasi perfusi tidak ada deviasi
dalam kisaran normal
8. Dypnea tidak ada
9. Sianosis tidak ada
10. Mengantuk tidak ada
11. Gangguan kesadaran tidak ada

Diagnosa : Nyeri akut


NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam a. Pemberian analgesik
diharapkan : 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
a. Kontrol nyeri keparahannyeri sebelum mengobati pasien
1. Mengenali kapan nyeri terjadi 2. Cek adanya riwayat alergi obat
2. Menggambarkan kapan terjadi nyeri 3. Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain yang

13
3. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa dapat membantu relaksasi untuk penurunsn nyeri
analgesic 4. Evaluasi pemberian analgesik(mual,muntah,depresi
4. Melaporkan gejalah nyeri yang tidak terkontrol pada penapasan)
professional kesehatan 5. Dokumentasi respon terhadap analgesik dan efek
5. Melaporkan nyeri yang terkontrol samping
6. Mengenali apa yang terkait dengan gejalah nyeri b. Terapi relaksasi
b. Tingkat nyeri 1. Gambarkan manfaat relaksasi (misalnya musik, cara
1. Tidak ada nyeri yang di laporkan bernapas)
2. Panjang episode nyeri 2. Minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi yang
3. Ekspresi wajah baik terjadi
4. Tidak mengerang dan menangis 3. Tunjukkan praktik relaksasi pada klien
5. Tidak ada keringat yang berlebihan 4. Dorong klien untuk mengulang praktik relaksasi
6. Tidak ada mual 5. Dokumentasi respon klien terhadap terapi relaksasi
7. Tidak kehilangan nafsu makan c. Peningkatan keamanan
8. TTV dalam batas normal 1. Sediakan lingkungan yang tidak mengancam
c. Pergerakan 2. Tunjukkan ketenangan
1. Keseimbangan tidak terganggu 3. Dengarkan ketakutan pasien
2. Koordinasi baik 4. Diskusikan situasi khusus untuk individu yang
3. Cara berjalan tidak terganggu mengancam pasien atau keluarga
4. Gerak otot baik 5. Bantu pasien/keluarga mengidentifikasi faktor yang
5. Gerak sendi baik meningkatkan keamanan
6. Berjalan tidak terganggu d. Monitor Tanda-tanda Vital
7. Bergerak dengan mudah 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
pernapasan
2. Monitor dan laporkan jika terjadi gejalah hipotermia
atau hipertermia
3. Monitor pola pernapasan abnormal(kussmaul, ataksia,
hipoksia)
4. Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
5. Monitor sianosis
6. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-
tanda vital

14
Dianosa : Intoleransi Aktifitas
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam a. Terapi aktifitas
diharapkan : 1. Pertimbangkan aktivitas yang akan dilakukan
a. Toleransi terhadap aktifitas kemampuan pasien dalam berpartisipasi melalui aktivitas
1. Sturasi oksigen ketika beraktifitas tidak terganggu spesifik
2. Frekuensi nadi ketika beraktifitas tidak terganggu 2. Bantu klien memilih aktivitas dan pencapaina tujuan
3. Kemudahan bernapas ketika beraktifitas tidak melalui aktivitas yang konsisten dengan kemampuan fisik
terganggu 3. Bantu klien mengidentifiksikan aktivtas yang diinginkan
4. Hasil ekg tidak terganggu 4. Bantu dengn aktivitas fisik secara teratur (misalnya,a
5. Kekuatan tubuh bagian atas tidak terganggu ambulasi, transfer/berpindah, berputar dan kebersihan
6. Kekuatan tubuh bagian bawah tidak terganggu diri)
7. Kemudahan dalam melakukan aktifitas harian (adl) 5. Ciptakan lingkungan yang aman
b. Perawatan diri : aktifitas sehari-hari 6. Berikan kesempatan keluarga untuk terlibat dalam
1. makan tidak terganggu aktivitas dengan cara yang tepat.
2. memakai baju tidak terganggu 7. Bantu klien dan keluarga untuk memantau perkembangan
3. ke toilet tidak terganggu pasien terhadap pencapaian tujuan.
4. mandi tidak terganggu b. Manajemen energy
5. berpakaian tidak terganggu 1. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan
6. berjalan tidak terganggu sesuai dengan konteks usia dan perkembangan
7. Mobilisasi di kursi roda tidak terganggu 2. Anjurkan pasien mengungkapkan keterbatasan verbal
8. berpindah tidak terganggu yang dialami
3. Tentukan persepsi pasienorang terdekat dengan pasien
mengenai penyebab kelelahan
4. Perbaiki status defisit fisiologis sebagai prioritas utama
5. Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber
energi yang adekuat
6. Bantu pasien memlih aktivitas-aktivitas

15
Diagnosa : Defisit perawatan diri
NOC NIC
Setelah perawatan selama 2x24 jam, diagnosa dapat teratasi a. Berpakaiaan
dengan kriteria: 1. Identifikasi area yang membutuhkan dalam berpakaian
2. Monitor kemampuan berpakaian sendiri
a. Perawatan diri : berpakaian 3. Pakai pakaian yang tidak ketat
1. Memilih pakaian 4. Berikan bantuan sampai pasien sepenuhnya memikul
2. Mengambil pakaian dari lemar tanggung jawab berpakaian sendiri
3. Memakai pakaian bagian atas b. Bantuan perawatan diri
4. Memakai pakaian bagian bawah 1. monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri
5. Mengancingkan baju 2. monitor kebutuhan pasien terkait alat-alat kebersihan,
6. Memakai sepatu berpakaian, berdandan, eliminasi dan makan
7. Membuka pakaian 3. berikan lingkungan yang terapeutik memastikan
b. Perawatan diri : eliminasi 4. berikan bantuan sampai mampu melakukan perawatan diri
1. Merespon saat kandung kemih penuh tepat waktu mandiri
2. Menanggapi dorongan buang air besar tepat waktu 5. lakukan pengulangan yang konsisten terhadap rutinitas
3. Masuk dan keluar kamar mandi kesehatan yang dimaksudkan untuk membangun perawatan
4. Memposisikan diri di toilet diri
5. Berdiri sendiri sietelah eliminasi 6. dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sehari-
6. Merapikan pakaian stelah keluar kamar mandi hari
c. Perawatan diri : makan Dorong kemendirian, tapi bantu ketika pasien tak mampu
1. Menggunakan alat makan c. Memandikan
2. Mengambil cangkir atau gelas 1. Bantu memandikan pasien dengan menggunakan kursi untuk
3. Memasukkan makanan ke mulut dengan jari mandi, atau berdiri dengan menggunakan cara yang tepat
4. Memasukkan makanan ke mulut dengan sendok 2. Cuci rambut sesuai kebutuhan dan keinginan
5. Mengunya makanan 3. Mandi dengan air yang sushunya nyaman
6. Menelan minuman 4. Bantuh dalam hal perineal jika memang diperlukan
7. Menghabiskan makanan 5. Tawarkan mencuci tanagn setelah eliminasi dan sebelum
d. Perawatan diri :mandi makan
1. Mengambil alat/bahan mandi 6. Monitor kondisi kulit saat mandi
2. Menyalakan keran 7. Monitor fungsi kemampun saat mandi
3. Mencuci bagian wajah
4. Mencuci badan bagian atas

16
5. Mencuci badan bagian bawah
6. Mencuci area perineum
7. Mengeringkan badan
Diagnosa : Kelebihan volume cairan
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
diharapkan : 2. Pasang urin kateter jika diperlukan
Kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria: 3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN ,
1. Terbebas dari edema, efusi, anaskara Hmt , osmolalitas urin )
2. Bunyi nafas tidak ada, tidak ada dyspneu/ortopneu 4. Monitor vital sign
3. Terbebas dari distensi vena jugularis, 5. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
4. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, edema, distensi vena leher, asites)
output jantung dan vital sign DBN 6. Kaji lokasi dan luas edema
5. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau bingung 7. Monitor masukan makanan / cairan
8. Monitor status nutrisi
9. Berikan diuretik sesuai interuksi
10. Kolaborasi pemberian obat
11. Monitor berat badan
12. Monitor elektrolit
13. Monitor tanda dan gejala dari edema

17
WEB OF CAUSATION (WOC)

Perdarahan saluran cerna,


uterus, hidung, luka Defisiensi zat besi, B12, asam Overaktif retikularendoplasmik
folat, depresi sumsum tulang, (RES), produksi SDM abnormal
Kehilangan SDM (sel eritropoetin Penghancuran SDM
darah merah)
Produksi SDM

Penurunan jumlah eritrosit Penurunan kadar Hb

Kompensasi jantung Kompensasi paru

Takikardia, angina (nyeri dada), Kebutuhan O2 tidak terpenuhi


iskemia mikokardium, beban
kerja jantung Intoleransi Aktivitas
Peningkatan frekuensi napas

Kelelahan bedrest
Ketidakefektifan Kesulitan bernapas
Nyeri akut
perfusi Jaringan
Perifer Penumpukan asam laktat
Penurunan transport O2 Ketidakmampuan
pada jaringan
memenuhi ADL

Hipoksia sel dan jaringan Metabolisme anaerob


18 Defisit Perawatan
Diri
Ketidak efektifan pola napas
19
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Kritis untuk
Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013). Nursing
Interventions Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elseviers
Handayani, W & Haribowo, A.S. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
EGC.
Kiswari, R. (2014). Hematologi & Transfusi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kowalak, J.P., Welsh, W., & Mayer, B. (2017). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Jhonson , M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogyakarta: MediAction
Smeltzer, S.C, & Bare, B.G. (2006). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 2 . Jakarta : EGC.
Wiwik, H., & Sulistyo, A. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

20

Anda mungkin juga menyukai