Anda di halaman 1dari 14

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM KOROSI DAN PROTEKSI LOGAM

LAPORAN AKHIR

MODUL II

KINETIKA KOROSI

ANDY KURNIA WICAKSANA

1606838956

KELOMPOK 14

LABORATORIUM KOROSI DAN METALURGI EKSTRAKSI

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL

DEPOK

APRIL 2019
2.1 Linear Polarization
1. Data Praktikum
Larutan Working Auxilliary Reference
Electrode Electrode Electrode
1M HNO3 Fe Pt SSC
1M NaCl Fe Pt SSC
1M NaOH Fe Pt SSC
Tabel 2.1 Data Praktikum Linear Kel 13,14,15
2. Analisis
a. Grafik

a b

c
Gambar 2.1. (a) Kel. 13 (b) Kel 14 (c) Kel 15
Berdasarkan grafik diatas, kelompok 13 terlihat jelas garis polarisasi
anodik dan polarisasi katodik sehingga terlihat dengan jelas Ecorr dan icorr.
Polarisasi katodik jika potensial bergeser kearah negatif (dibawah Ecorr)
sehingga polarisasi bernilai negatif( garis sebelah kiri) sedangkan polarisasi
anodik jika potensial bergeser kearah positif ( diatas Ecorr) sehingga polarisasi
bernilai positif( garis sebelah kanan)
Reaksi anoda:
Fe Fe+2 + 2e-
Reaksi Katoda :
2H+ + 2e-  H2
Hal ini didukung dengan preparasi sampel(amplas) yang baik sehingga tidak
terdapat karat atau pengotor yang dapat berpengaruh pada kurva polarisasi.
Untuk grafik kelompok 14 dan 15 kurva polarisasi tidak terlihat baik. Hal
ini dikarenakan preparasi sampel yang kurang baik dan penempatan sampel
dan detektor kurang optimal.

b. Laju Korosi
Berdasarakan data yang didapat, kelompok 13 menggunakan larutan HNO3
memiliki laju korosi sebesar 4,6886 mpy, kelompok 14 dengan larutan NaCl
memiliki nilai sebesar 0,0026478 mpy , dan kelompok 15 dengan larutan
NaOH memiliki nilai sebesar 3,6955x10-6 mpy. Jadi berdasarkan data dapat
diurutkan bahwa urutan laju korosi terbesar ke terkecil yaitu pada kondisi
asam, netral, basa. Selain itu icorr pada kondisi asam (HNO3) sebesar
403,500µA/cm2 menandakan laju korosi yang tinggi dibanding pada kondisi
netral (227,87nA/cm2) dan basa ( 318.03pA/cm2). Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa Fe akan terkorosi lebih cepat pada larutan NaCl dibanding
NaOH apabila konsentrasinya besar. Hal ini dikarenakan semakin besar
konsentrasi NaCl maka lebih banyak ion (Na+ dan Cl-) sehingga meningkatkan
laju yang lebih cepat dalam transfer elektron dan korosi terjadi lebih cepat.

c. Pengaruh larutan terhadap laju korosi


Pada kondisi asam (HNO3) memiliki nilai laju korosi terbesar. HNO3 sebagai
zat pengoksidator kuat mengakibatkan logam Fe teroksidasi menjadi Fe+2
yang tidak stabil yang dapat bereaksi dengan ion hidroksil yang bermuatan
negatif yang diperoleh dari disosiasi air membentuk ferilhidroksida yang
dapat bereaksi kembali dengan Fe+2 menghasilkan karat.
Katoda
2H+ + 2e- H2 (larutan asam)
Anoda
Fe Fe+2 + 2e-
Selain itu, kelompok kami menganalisis berdasarkan diagram pourbaix Fe.

Gambar 2.2 Diagram Pourbaix Fe


Pada kondisi asam, Fe+2 stabil sehingga logam terkorosi. Pada kondisi netral
(NaCl) terdapat lapisan oksida besi yang terbentuk sehingga menghalangi
serangan ion-ion korosif pada permukaan besi dan laju korosi pun akan
menurun. Namun apabila konsentrasi NaCl besar, Ion Cl- sendiri merupakan
ion yang cenderung agresif untuk menyerang lapisan pasif sehingga laju
korosi lebih besar dari keaadan basa (NaOH). Dalam kondisi basa(NaOH)
logam cendrung membentuk lapisan pasif karena sesuai data linear polarisasi
kelompok 15, nilai Ecorr sebesar -0.4 v, lapisan oksida lebih stabil sehingga
menurunkan laju korosi atau digunakan NaOH yang tidak memiliki pH yang
sangat basa sehingga tidak dapat membentuk HFeO2- dan menyebabkan nilai
laju korosi pada basa lebih rendah dibanding dalam kondisi netral (NaCl)
3. Kesimpulan
- Urutan laju korosi dari tercepat yaitu pada kondisi asam(HNO3), netral
(NaCl) dan basa (NaOH).

4. Saran
- Seharusnya persiapan sampel dan instrumentasi NOVA LAB dilakukan
presisi agar tercipta kurva polarisasi yang baik

5. Referensi
- Ahmad, Z., & Macdonald, D. D. (2013). Principles of corrosion engineering
and corrosion control. Oxford: Butterworth-Heinemann.
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- ASM handbook volume 13C: Corrosion Environment and Industries. (2006).
Materials Park, OH: ASM International.

2.2 Pasivitas
1. Data Praktikum
Kelompok Larutan WE AE RE
13 H2SO4 Al Pt SSC
14 H2SO4 SS Pt SSC
Tabel 2.2 Data Praktikum Pasivitas

2. Analisis
a. Grafik
a b
Gambar 2.3 Grafik Pasivitas (a) kelompok 13 (b) kel 14

Berdasarkan kurva polarisasi kelompok 13 dengan sampel aluminium


terlihat kondisi pasif ketika potensial bergeser ke lebih positif, arus yang
dikeluarkan minimum(ip). Pada grafik polarisasi kelompok 14(SS) terlihat jelas
kurva pasivitas. Epp terbentuk ketika potensial sekitar -0,27 V dan ipp 0,0008 A.
Logam Al merupakan logam yang reaktif sehingga langsung membuat lapisan
oksida berupa Al2O3 pada pH tertentu yang dapat membuat laju korosi
menurun. Kedua grafik tersebut melambangkan bahwa Al dan SS membentuk
pasivitas pada larutan H2SO4.

b. Perilaku logam SS dan Al


Dalam percobaan kali ini, digunakan larutan H2SO4 1M sehingga perilaku
antara logam SS dan Al berbeda. Pada aluminium, kita dapat melihat dari
diagram pourbaix Al.
Gambar 2.4 diagram pourbaix Al
Pada range sekitar 4-8,3 terjadi pembentukan Al2O3 stabil sehinga
memproteksi logam Al dari ion-ion korosif sehingga menurunkan laju korosi.
Sehingga didapatkan laju korosi pada kelompok 13 sebesar 1,4774x10-5 mpy.
Jika dilihat dari diagram pourbaix pada kondisi asam Al+3 stabil sehingga
terkorosi. Berdasarkan data yang didapat, nilai laju korosi kecil dan
kemungkinan dikarenakan H2SO4 tidak pekat sehinga pH tidak terlalu rendah
dan lapisan pasif tidak mudah rusak.
Sedangkan pada SS, karena unsur Cr yang memiliki icrit dan Epassive yang
lebih rendah dari besi sehingga menurunkan icrit dari besi. Selain itu Cr
membentuk lapisan pasif yang menyebabkan laju korosi menurun.

Gambar 2.5 Efek penambahan cromium in 10% H2SO4 at 210C


c. Pasivitas pada logam berbeda
Menurut Cheng Man et al in 2018, film pasivasi pada SS umumnya
memiliki lapisan primer dan sekunder yang dibentuk sebelum dan sesudah
transpasivasi dalam kondisi asam. Di Stainless steel, komposisi film pasif
primer dan sekunder terbentuk dari reaksi anodik(oksidasi besi dan kromium)
seperti reaksi dibawah ini:
Oksidasi besi
2Fe3O4 + 2OH- → 3Fe2O3 + H2O + 2e
Reaksi elektrokimia chromium (primary passive)
Cr + 3OH- → Cr(OH)3 + 3e
Cr(OH)3 + Cr + 3OH- → Cr2O3 + 3H2O + 3e
Ketika potensi yang diterapkan berada diwilayah pasif sekunder, terjadi
transpasif dari kromium
Cr(OH)3+ 5OH- → CrO2- 4 + 4H2O + 3e
Cr2O3 + 10OH- → 2CrO2- 4 + 5H2O + 6e
Transpasif dapat diakhiri dengan terbentuknya lapisan oksida baru di
permukaan SS sehingga dinamakan secondary passivation
Sedangkan pada aluminium, logam Aluminium akan membentuk lapisan
pasif Al2O3 dilingkungan asam dimana berdasarkan diagram pourbaix pada
pH 4-8,3 Al2O3 bersifat stabil. Pada kondisi sangat asam aluminium larut
menjadi Al+3 sehingga terkorosi, dan pada kondisi basa menjadi AlO2-
sehingga dapat terkorosi juga.
3. Kesimpulan
- Berdasarkan data, logam Al dan SS memiliki laju korosi yang rendah pada
larutan H2SO4 menandakan terbentuknya lapisan pasif
- Mekanisme pembentukan lapisan pasif berbeda
- Paduan dan kondisi lingkungan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terbentuknya lapisan pasif
4. Saran
- Menggunakan variasi temperatur pada SS yang menandakan terjadinya
sensitasi dan menyebabkan intergranular corrosion
5. Referensi
- Modul praktikum korosi dan proteksi logam 2019
- Ahmad, Zaki. 2006. Principles of corrosion engineering and corrosion control.
Boston, MA: Elsevier/BH
- M. Lara Banda 1 , C. Gaona Tiburcio1,* , P. Zambrano-Robledo1 , J. A.
Cabral M1 ., F. Estupinán L1 ., M. A. Baltazar-Zamora 2 ., R. Croche B2 ., E.
Vera V 3 ., F. Almeraya-Calderón1 . Corrosion Behaviour of 304 Austenitic,
15-5PH and 17-4PH Passive Stainless Steels in acid solutions. 1 Oct 2018.
- M. Cheng, D. Chaofang, C. Zhongyu, X. Kui, Appl. Surf. Sci, 427B (2018)
763.

2.3 Cyclic Polarization


1. Data Praktikum

Larutan Working Auxilliary Reference


electrode Electrode Electrode
HCl 1 M (150 ml) Stainless Steel Platinum SSC

2. Analisis
a. Grafik

Gambar 2.6 Grafik polarisasi siklik


Percobaan ini dilkaukan dengan tujan untuk mengetahui fenomena atau
perilaku logam/paduan di dalam lingkungan atau media korosif
terhadappersitiwa pitting. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan
stainless steel sebagai working electrode, platinum sebagai auxiliary
electrode, SSC sebagai reference electrode dengan menggunakan larutan HCl
1 M sebanyak 150 ml. Data yang di dapat dari grafik di atas yaitu besarnya
potensial breakdown atau Epit yaitu sekitar 0,7 V dan potensial proteksi (Epp)
sebesar 0.05V. hysterysis loop yang terbentuk pada grafik berukuran kecil
sehingga bisa disimpulkan bahwa material ini memiliki ketahanan terhadap
pitting corrosion yang cukup baik. Kemampuannya untuk membentuk lapisan
baru juga cukup cepat. Nilai dari Epp dan Epit yang didapatkan cukup besar
pula sehingga bisa diperkirakan SS ini memiliki kethanan terhadap pitting
corrosion yang cukup
b. Parameter Cyclic Polarization
Parameter yang perlu diperhatikan yaitu ukuran loop yang menjadi
perhatian utama dalam menentukan laju korosi sumuran ini. Pada grafik
diatas, besar loop yang terbentuk tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil
sehingga mekanisme pengulangan dari pitting hingga pembentukan lapisan
pasif akan berlangsung cepat dimana pitting tidak terlalu lama dan pertahanan
lapisan pasif tidak terlalu lama.

3. Kesimpulan
- Nilai dari Epp dan Epit yang didapatkan cukup besar sehingga bisa
diperkirakan SS ini memiliki kethanan terhadap pitting corrosion yang cukup
baik.
- Luas hysterical loop yang kecil menandakan ketahan pitting corrosion pada
lingkungan asam
4. Saran
- Menggunakan variabel sampel pada ss, sehingga dapat mengetahui paduan
ss yang ketahanan pitting corrosion terbesar.
- Diberikan penjelasan singkat terkait daerah penting di grafik
5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Andi Rustandi. The Use of Cyclic Polarization Method for Corrosion
Resistance Evaluation of Austenitic Stainless Steel 304L and 316L in Aqueous
Sodium Chloride Solution.6 Nov 17.

2.4 EIS
1. Data Praktikum

Kelompok Larutan Inhibitor Auliary Reference Working


Electrode Electrode Electrode

13 HCl 1 M 0 ml Platinum SSC Fe

14 (200 ml) 2 ml
15 4 ml
16 6 ml

2. Analisis
a. Grafik
Kel 13 (tanpa inhibitor)
Kel 14 (+2ml inhibitor)

Kel 15 (+4ml inhibitor)

Kel 16 (+6ml inhibitor)


Electrohemical impedance Sprectroscopy (EIS) merupakan pengujian
untuk mengetahui impedansi dari suatu system sebagai fungsi gelombang AC.
Hasil yang idapat harusnya berupa grafik Nyquist atau sering disebut dengan
kurva semi-circle karena gambarnya yang setengah lingkaran. Menurut
literatur, seharusnya penambahan volume inhibitor akan membuat kurva semi
lingkaran yang semakin melandai dan memanjang. Jika kurva semi circle yang
terbentuk semkain besar diamternya maka |Z| akan semkain panjang atau besar
sehingga nilai impedansinya yaitu kemampuan suatu elemen sirkuit untuk
dapat bertahan dari aliran arus listrik juga semakin besar
b. Parameter EIS
Dalam menentukan kurva EIS, terdapat parameter yang berjumlah 4 yaitu
Tahanan Larutan (RS), Tahanan Transfer Muatan (Rct), Constant Phase
Element (CPE), dan Kapasitansi Lapis Ganda (Cdl). Pada percobaan ini,
keempat parameter tersebut tidak diatur sedemikian rupa untuk memperoleh
kurva Nyquist yang baik sehingga pembentukan kurva terpengaruh dengan
lingkungannya.
c. Perbandingan jumah inhibitor
Penambahan inhibitor digunakan untuk menurunkan laju korosi dengan
pembentukan lapisan tipis yang akan melindungi permukaan logam. tentunya,
penambahan inhibitor akan berefek pada kurva nyquist sebagai hasil dari
metode EIS. Menurut literatur, semakin bertambah inhibitor maka kurva
nyquist mengalami pemanjangan diameter dan melandai yang menandakan
penyerapan inhibitor kepermukaan logam. Namun terdapat nilai optimum
inhibitor, sehingga harus dilakukan analisis, agar kurva nyquist terlihat bagus.

3. Kesimpulan
- Berdasarkan data percobaan, penambahan inhibitor membuat kurva nyquist
tidak sesuai dengan literatur
- Semakin besar konsentrasi inhibitior yang digunakan, kurva semi circle yang
terbentuk akan semakin besar diameternya
- Penambahan inhibitor dengan kadar dan jumlah yang bervariasi akan
menimbulkan efek yang bervariasi pula
4. Saran
- Dilakukan dengan jenis inhibitor yang berbeda

5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi 2019
- Mohd. Nazri Idris. Electrochemical impedance spectroscopy study on
corrosion inhibition of benzyltriethylammonium chloride. (2013). AIP
Conference Proceedings

Anda mungkin juga menyukai