Anda di halaman 1dari 36

i

i
ii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Reduksi Bijih Besi yang berjudul " Desulphurization of Hot Metal, Heat
Exchange, Injection Technology". Adapun makalah ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga
dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga
ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam proses pembuatan makalah Reduksi Bijih Besi ini.
Penulis mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil manfaatnya
sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca. Selain itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah ini
nantinya.

Cilegon, November 2018

Penulis

ii
iii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
1.2 Tujuan ...........................................................................................2
1.3 Batasan Masalah.............................................................................2
1.4 Sistematika Penulisan .................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Desulphurization of Hot Metal ..................................................... 3
2.2 Heat Exchange ............................................................................11
2.3 Injection Technology……………………………………………16

BAB III KESIMPULAN .................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan di bidang industri dalam memenuhi kebutuhan akan mesin-

mesin produksi yang sebagian besar terbuat dari logam, terutama baja, yang

semakin hari semakin bertambah. Baja merupakan material logam multifungsi

yang penggunaannya sangat luas dalam berbagai sektor kehidupan manusia.

Fabrikasi atau pembuatan produk baja biasanya didahului oleh pemurnian,

pemaduan, ataupun proses perlakuan panas untuk menghasilkan paduan dengan

karakteristik tertentu. Urutan pembuatan baja yang sangat penting dimulai dari

reduksi bijih besi atau dapat disebut juga dengan iron making.

Reduksi bijih besi merupakan suatu rangkaian proses penting dalam alur

pembuatan baja untuk dapat menghasilkan produk baja yang berkualitas dimulai

dengan memurnikan dan meningkatkan kadar dari bijh besi yang didapat dari

alam. Pemilihan teknologi yang tepat akan sangat berpengaruh dalam kualitas dari

hasil pemurnian bijih besi yang berupa logam cair. Salah satu dari teknologi yang

paling efisien pada saat ini untuk reduksi bijih besi adalah teknologi Blast

Furnace.

1.2 Tujuan

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh sulfur
2

di dalam blast furnace, perpindahan panas, dan teknologi injeksi dari blast

furnace.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari dibuatnya makalah ini adalah:

1. Bagaimanakah pengaruh sulfur di dalam blast furnace?

2. Bagaimanakah mekanisme perpindahan panas di dalam blast furnace?

3. Apa sajakah teknologi injeksi pada blast furnace?

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini terdiri dari Bab I yaitu pendahuluan yang

menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan, batasan masalah, dan sistematika

penulisan. Bab II yaitu tinjauan pustaka yang berisi tinjauan pustaka yang

berhubungan dengan topik makalah yang tersedia. Bab III yaitu kesimpulan dari

isi makalah. Setelah isi dari makalah, terdapat daftar pustaka yang memuat

referensi yang digunakan untuk pembuatan makalah.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Desulphurization of Hot Metal


2.1.1 Sulphur Behaviour in The Blast Furnace
Sekitar 80-90 % sulfur yang terdapat pada blast furnace datang dari
coke dan pulverised coal atau dari oli ketika diinjeksikan dan berasal dari
sisa tumpukan hasil proses. Pada coke, sulfur bersifat organik namun
dalam ash dapat berbentuk sulfida ataupun sulfat. Ore materials dan fluks
mengandung sulfur dalam bentuk sulfat CaSO4, BaSO4 dan sulfida dan
terutama FeS, FeS2. Namun pada fluks hasil sintering yaitu CaS. Sulfur
yang masuk berkisar antara 2-14 Kg/tHM tergantung pada komposisi
material yang masuk dan laju agen pereduksi. Bagian sulfur yang
meninggalkan furnace yang ikut bersama top gas yaitu SO2 dan H2S. Nilai
sulfur yang masuk dapat bertambah 2-5 % ketika dikerjakan (proses
manufaktur) dan akan semakin tinggi ketika bijih dengan kadar yang
berbeda dengan laju coke yang tinggi diproduksi. Hal ini dikarenakan
adanya peningkatan temperatur pada bagian atas dari shaft. Bagian lain
dari sulfur akan terdistribusi diantara hot metal dan slag.
Terdapat aspek-aspek yang dapat dilihat untuk dapat menganalisa
kandungan unsur unsur yang ada pada blast furnace, salah satunya yaitu
dari aspek termodinamika, temperatur tinggi yang telah diatur pada hot
metal pada blast furnace akan menyerap hingga 0,9 % sulfur. Untuk
memenuhi kualitas hot metal, kadar sulfur dalam proses harus berkisar
antara 0,02 – 0,05 %. Karenanya, harus dilakukan pengukuran yang
khusus untuk mentransfer sulfur dari metal ke slag. Namun proses ini
mengkonsumsi energi tambahan dan juga akan menurunkan produktifitas
furnace agar transfer kadar sulfur dapat terjadi secara efisien, maka dari itu
perlu dilakukan analisa berdasarkan kebutuhan dan sifat atau karakteristik
4

sulfur yang diinginkan agar didapat produk dengan kualitas yang tinggi.
Contoh dari sulphur balance pada blast furnace dapat dilihat pada tabel
2.1

Tabel 2.1 Data Sulphur Balance


Consump S
S (%)
tion (Kg/tHM) (Kg/tHM)
INPUT
Sinter 924 0,009 0,084
Pellets 529 0,004 0,021
Lump Ore 153 - 0
Scrap - - -
Flux 7 - 0
Coke 392 0,0591 2,319
PC 109 0,753 0,821
Total 3,245
OUTPUT
Hot Metal 1000 0,030 0,300
Slag 241 0,92 2,217
Flue Dust 13 0,692 0,09
Total 2,607
Error 0,638

Sulfur masuk kedalam hot metal dari material yang masuk kedalam
blast furnace, yaitu dengan bentuk utama iron sulphide dengan reaksi :

FeS2 → FeS + 0,5 S2(g) ........................................................................(18.1)


FeS + 10 Fe2O3 → 7 Fe3O4 + SO2.......................................................(18.2)
SO2 + 2 C → 0,5 S2(g) [FeS].................................................................(18.3)
[Fe] + 0,5 S2(g) → [FeS]........................................................................(18.4)
CaSO4 + [Fe] + 3 C → [FeS] + CaO + 3 CO.......................................(18.5)
CaSO4 + 4C → CaS + 4 CO................................................................(18.6)
5

CaS + FeO →CaO + [FeS]...................................................................(18.7)


CaO + 0,5 S2(g) + C → CaS + CO.........................................................(18.8)
FeO + 0,5 S2(g) + CO → [FeS] + CO2...................................................(18.9)
CaS + SiO2(g) → SiS(g) + CaO.............................................................(18.10)
SiS2 + 3[Fe] → [Fe.Si] +[FeS]............................................................(18.11)

Perpindahan sulfur dari metal ke slag dapat terjadi oleh adanya


pembentukan sulfida dari unsur Mn, Mg, Ca yang mana akan terserap oleh
slag. Afinitas kimia dari unsur-unsur tersebut ke sulfur akan meningkatkan
(secara berurutan) FeS, MnS, MgS, Na2S, dan CaS. Selain itu, sulfur dapat
dihilangkan menjadi slag dari reaksi dengan Mn, Mg, Na, dan Ca. Kalsium
adalah desulfuriser yang lebih kuat dibandingkan Mg. Ca dan Mg adalah
agen desulfurisasi pada blast furnace. Unsur tersebut ada dalam slag dalam
bentuk oksida. Proses desulfurisasi CaO adalah reaksi utama dari
penghilangkan sulfur yang mana terjadi secara intensif ketika iron droplets
dilewatkan melalui slag

[FeS] + (CaO) → (FeO) + (CaS).........................................................(18.12)


K = αCaS . αFeO .......................................................................(18.13)
αFeS . αCaS

Proses desulfurisasi dari hot metal dapat dikarakterisasi oleh rasio


distribusi sulfur LS = (S)/[S]. Analisis pada persamaan 8.12 dan 8.13 menunjukan
bahwa LS akan meningkat jika basisitas slag meningkat dan kadar FeO dan CaS
menurun. Kadar sulfur pada hot metal bergantung pada rasio distribusi sulfur,
muatan sulfur dan volume slag :

[S] = 0,1 . S %.........................................................(18.14)


1 + 0,001 . LS . n
Dimana :
S : Sulphur load (Sulphur input dikurang sulfur yang hilang
6

dengan top gas (Kg/tHM)


LS : (S)/[S]
n : Slag volume (Kg/tHM)

Pada blast furnace, rasio distribusi sulfur lebih rendah


dibandingkan nilai persamaan nya. Potensial proses desulfurisasi dari slag
dapat dikarakterisasikan oleh derajat persamaan reaksi desulfurisasi

σ = (LS / LSo) . 100%............................................................................(18.15)

Dimana :
LS dan LSo adalah nilai nyata dan teoritis dari rasio distribusi sulfur
Menurut [2] :
Lg LSo = 8,45 lg B + 2000/T- 0,68 + (fs / Pco).....................................(18.16)
Dimana:
T : Temperatur sistem metal-slag
Fs : aktivitas sulfur pada hot metal
Pco : tekanan parsial dari CO
B : indeks basisitas slag :

B = (CaO) + (MgO) + 0,5 (MgO) – 1,75 (S)


(SiO2) + 0,6 (Al2O3) (CaO) + (MgO) + 0,5 (MgO) – 1,75(S)
(SiO2)

Rasio distribusi sulfur, baik nyata maupun secara teoritis dari dua
blast furnace dapat dilihat pada tabel 18.2
7

2.1.2 Factors Affecting Sulphur Content in Hot Metal


Kontrol untuk mengetahui kadar sulfur pada hot metal yaitu :
1. Sulfur load yang rendah akan menurunkan laju coke, menggunakan
coke dengan kadar sulfur yang rendah dan terinjeksi oleh pulverised
coal atau oli.
2. Peningkatan basisitas slag akan menaikan kadar CaO yang mana akan
membentuk sebagian besar sulfida CaS dan akan meningkatkan nilai
LS. Namun peningkatan rasio distribusi sulfur dengan meningkatkan
basisitas slag akan terbatas pada temperatur tertentu (Gambar 18.1).
Dijelaskan bahwa dengan meningkatkan viskositas slag akan
memperburuk difusi sulfur. Meningkatkan temperatur slag akan
menurunkan viskositasnya (Gambar 18.2, [3],[4]) dan nilai LS akan
maksimum didapatkan pada basisitas slag yang tinggi (Gambar 18.1)
Selain dari temperatur, slag fusibility akan dapat ditingkatkan dengan
menggunakan fluorine sebagai additive pada proses charge seperti
fluospar.

Gambar 2.1 Pengaruh Basisitas Slag Gambar 2.2 Viskositas pada Slag
danTemperatur pada LS Akhir (CaO/SiO2 = 1,23)
(CaO/SiO2 = 1,27)

3. Temperatur tinggi sangat penting, karena reaksi endotermik dari


proses desulfurisasi dan reduksi dari bentuk FeO.
8

[FeS] + (CaO) + C → [Fe] + (CaS) + CO -1548MJ...............(18.15)


4. Penurunan kadar FeO pada slag karena bereaksi dengan CaS
(FeO) + CaS → (CaO) + [FeS].............................................(18.16)
Kadar sulfur pada hot metal meningkat ketika (FeO) meningkat
diatas nilai yang normal yaitu 0,3 – 0,6 %. Kadar FeO yang rendah
dapat didapatkan dari pengoperasian blast furnace yang baik dan
high thermal dari state of the hearth. Kadar FeO yang rendah pada
bosh slag juga penting
5. Peningkatan dari kadar MgO pada slag hingga batas tertentu pada
nilai yang konstan dari CaO/SiO2 dan atau menggantikan lime oleh
MgO untuk menurunkan viskositas dan untuk menjaga kapasitas
desulfurisasi (Gambar 18.3)
6. Penggantian bagian dari basa dalam burden oleh injeksi dari CaO-
MgO- atau CaF2 halus yang terdispersi mengandung material
sebagai basic fluxes, slags, melalui tuyeres. Hal ini dapat
menyebabkan laju dari coke dan pulverised coal dan pembakaran
dikarenakan adanya local rise pada konsentrasi agen pengoksidasi
O2 dan CO2, selanjutnya, yaitu fluiditas dari asam primer dan bosh
slags akan menurunkan volume nya sendiri dan meningkatkan
permeabilitas gas pada cohesive zone dan zona dibawahnya. Dan
akan mencegah pembentukan slag asam pada tuyeres dan pada
waktu yang sama akan mencegah pembentukan secara intensif dari
basisitas pada shaft (Gambar 18.4). Basisitas dari primer, bosh, dan
tuyeres dan slag akhir akan dibandingkan dengan 2 kasus dengan
dan tanpa basic flux injection. Hal ini dapat dilakukan agar dapat
menganalisa dan mendapatkan perbandingan akan adanya 2 kasus
yang akan mendapat hasil untuk nantinya akan dibandingkan
dengan sebuah gambar grafik.
9

Gambar 2.3 Basisitas Slag pada Lokasi Yang Berbeda di Blast Furnace

7. Peningkatan waktu kontak antara slag dan metal dengan lebih


sering untuk melakukan hot metal tapping, akan semakin
meningkatkan slag mengalir bersama dengan metal dan akan
meningkatkan keberhasilan sulfur untuk dihilangkan.
8. Proses optimisasi komposisi hot metal.

Gambar 2.4 Pengaruh Komposisi Hot Metal Terhadap Kadar Sulfur


Dalam Metal
10

Karbon meningkatkan aktivitas sulfur dalam hot metal. Tingkat


kadar karbon yang tinggi akan menurunkan konsentrasi sulfur
dalam metal. Proses reduksi dari silikon akan menghasilkan
asosiasi dengan gas silikon dan dapat dijelaskan pada reaksi [10]
[FeS] + (CaO) = 0,5 [Si] → (CaS) + 0,5 (SiO2) + [Fe]..........(18.17)
Proses desulfurisasi yang sesuai tidak akan terjadi hingga silikon
dalam hot metal tidak memadai. Sulfur membantu berpindahnya
mangan menjadi slag sebagai MgS, hal ini akan membantu
meningkatkan desulfurisasi
[Mn] + FeS → (MnS) + [Fe]..................................................(18.18)
9. Peningkatan slag volume akan membuat tereduksinya tingkat kadar
sulfur dalam hot metal sesuai dengan persamaan (18.14). Namun
meningkatkan slag volume dapat juga berpengaruh pada rasio
distribusi sulfur. Hal ini berhubungan dengan akan memburuknya
difusi sulfur. Total pengaruh dari slag volume dalam proses
desulfurisasi sangat bervariasi dibawah kondisi yang berbeda.

2.1.3 External Desulphurization


Sejak beberapa dekade, sudah banyak permintaan dalam industri
baja untuk mengontrol dan menghilangkan kandungan sulfur dari hot
metal. Tujuan nya yaitu untuk mengekstraksi lebih dari 99% dari total
kadar sulfur dari coke dan raw materials nya [11]. Eksternal desulfurisasi
pada hot metal terjadi sesuai dengan prinsip termodinamika pada blast
furnace. Unsur yang terbentuk (sulfida) akan lebih stabil dibandingkan Fe
akan menghilangkan sulfur dari besi.
Sodium karbonat atau soda ash (Na2CO3) dialirkan ke torpedo car atau
ladle untuk memindahkan hot metal cair dari blast furnace. Hal ini akan
mendekomposisi sulfur dalam hot metal dengan membentuk besi oksida,
sodium sulfat dan melepas CO2

Na2CO3 + [Fe] → Na2S + FeO + CO2................................................(18.19)


11

Proses injeksi kalsium karbida telah dipelajari dan digunakan untuk


proses desulfurisasi hot metal. Kalsium karbida dengan kadar yang secara
komersial mengandung 63-80% CaC2. Studi lain mensugestikan bahwa
desulfurisasi terjadi pada permukan kalsium karbida/ besi. Kalsium masuk
kedalam besi dan bereaksi dengan sulfur membentuk CaS. Reaksi total
yang terjadi yaitu penjumlahan dari reaksi (18.20) dan (18.21) diberikan
pada reaksi (18.22) [13] :

CaC2 = Ca + 2C............................................................................(18.20)
Ca + S = CaS..................................................................................(18.21)
CaC2 + S = CaS + 2C.........................................................................(18.22)

Hasil dari desulfurisasi (140 – 160 t) dari reagen mengandung 57-


65 % CaC2 dengan keadaan yaitu reagen yang terinjeksi sebesar 0,6-3,3
Kg/tHM, kadar S yang terbentuk yaitu sebesar 0,015 – 0,4 % dan S yang
terbentuk pada akhir proses yaitu sebesar 0,006 – 0,015 % dan dengan
efisiensi desulfurisasi yaitu 56%
Variasi dari campuran dari agen desulfurisasi digunakan diantara
lime dan magnesium (CaO-MgO) dan juga kalsium karbida, dan CaO+Mg
dengan alumunium ash.

2.2 Heat Exchange


2.2.1 Fundamental of Kitaev’s Theory

Dalam blast furnace terdapat beberapa proses dasar, dimana


meliputi:

1. Pemanasan material
2. Dekomposisi hidrat dan karbonat
3. Reduksi bijih
4. Peleburan logam dan terak.
12

Hal-hal diatas terjadi karena adanya pertukaran panas antara bahan


yang turun dengan gas yang naik. Teori perukaran panas dirumuskan oleh
Kitaev dan dikembangkan lebih lanjut oleh Yaroshenko, Michard, Rist dan
para peneliti lainnya yang secara universal diakui. Isu utama dari teori ini
adalah skema pertukaran panas dua tahap disepanjang ketinggian dari
tungku. Dalam dua dekade terakhir, banyak penelitian tentang transfer panas
pada blast furnace yang telah dilakukan.

Menurut teori, kapasitas termal dari aliran gas yang mana


didefinisikan sebagai kecepatan massa produk dan kapasitas panas hampir
konstan/sama diseluruh bagian blast furnace sementara itu dari perubahan
padatan bersama dengan posisi longitudinal. Pada bagian atas tungku,
kapasistas panas dari material/bahan kurang dari kapasitas panas dari gas
(Wm/Wg < 1). Hal ini menyebabkan temperatur material/bahan dan gas
meningkat tajam secara longitudinal ke bawah dengan perbedaan yang
menurun di antara keduanya. Pada bagian bawah tungku, kapasitas panas
dari material/bahan lebih tinggi daripada kapasitas panas dari gas, hal ini
dikarenakan adanya reaksi endotermik seperti reaksi Boudouard, reduksi
langsung besi dan oksida lainnya. Reaksi endotermik merupakan reaksi
yang dapat menyerap panas. Karena itu Wm/Wg > 1. Di wilayan ini,
temperatur material/bahan dan gas kembali meningkat secara longitudinal
ke bawah dengan perbedaan yang meningkat diantara keduanya. Wilayah
tersebut berada diantara wilayah atas dan wilayah bawah dari blast furnace,
dan pada wilayah tersebut temperatur dijaga hampir konstan pada 900-
1000oC, serta rasio kapasitas panas material/bahan dan gas hampir sama
dengan kesatuan Wm/Wg ~ 1. Wilayah tersebut disebut wilayah
pertengahan atau reserve zone dimana pertukara panas jarang terjadi.
Akibatnya, bentuk prinsip distribusi longitudinal temperatur dalam blast
furnace dapat diekspresikan oleh teori pertukaran panas sederhana dengan
menggunakan kandungan panas yang jelas yang meliputi panas laten
transformasi fasa dan panas reaksi kimia. Profil temperatur yang diperoleh
dari teori ini diilustrasikan oleh gambar 2.5. Pinching termal dalam blast
13

furnace adalah karena reaksi endotermik yang terjadi di bagian bawah


tungku.

Fitur khusus yang mungkin harus diperhatikan:


1. Perpindahan panas dari gas dalam blast furnace dicapai melalui 2 tahap,
terbagi oleh zona-zona yang sesuai dengan ketinggiannya.
2. Pengoperasian masing-masing zona bersifat independen, kecuali
temperatur menuju zona atas yang bergantung pada temperatur yang
meninggalkan zona bawah.
3. Perpindahan panas dalam blast furnace selesai, ditunjukkan dengan
adanya reserve zone.
Sesuai dengan perbedaan temperatur yang diilustrasikan gambar 2.5. Laju
perpindahan panas dari gas ke material/bahan akan berkurang dari bagian
atas ke reserve zone, dan juga dari heart ke reserve zone, seperti
ditunjukkan pada Gambar 19.2 ( daerah yang diarsir menunjukkan jumlah
14

total panas yang ditransfer dari gas ke material/bahan dalam satuan waktu).
Dalam blast furnace laju maksimum pertukaran panas terjadi di tuyeres atau
dibagian bawa, dan minimum dalam shaft yang mana terdapat pada bagian
reverse zone. Dengan demikian perbedaan suhu gas-material/bahan (besi,
terak) adalah 400-500 oC di tuyeres; terbesar berikutnya adalah di bagaian
atas blast furnace (sekitar 120-200 oC) dan minimum di shaft (10-30 oC).

Menurut Kiteav, chemical reserve zone (zona wustite) ditempatkan di


dalam reserve zone thermal. Pengukuran eksperimental dilakukan oleh
Micard menegaskan bahwa kesetimbangan kimia tercapai di dalam termal
reserve zone.

2.2.2 Heat Exchange in The Hearth


Pertukaran panas terjadi paling intensif di zona bagian bawah blast
furnace dan proses ini menentukan kualitas logam dan parameter operasi.
Raceways memainkan peran yang sangat spesifik, meskipun total volume
mereka hanya mewakili sekitar 1% dari volume bagian dalam blast
furnace. Di sini sebagian besar panas dan energi kimia yang dibutuhkan
dalam proses pembuatan besi dihasilkan. Tungku produktivitas ditentukan
tidak hanya oleh kapasitas zona kohesif untuk menghilangkan gas, tetapi
juga oleh karakteristik dan perluasan raceway. Raceway adalah daerah
turbulen dimana udara dihembuskan.
15

a) Pengaruh Suhu Api (flame) terhadap Efisiensi Blast Furnace


Temperatur nyala api dan produktivitas. Analisis persamaan Kitaev
menunjukkan bahwa suhu hot metal dan slag berbanding lurus dengan
suhu api. Tapi teori Kitaev berasumsi bahwa transfer panas dalam blast
furnace terjadi oleh konveksi. Pendekatan ini dapat diterima dalam
analisis pertukaran panas dari atas ke tuyeres, tetapi di raceways dan
crucible, radiasi memainkan peran utama dalam menentukan logam dan
terak.

Dari persamaan diatas ini berarti bahwa mengintensifkan pertukaran


panas adalah mungkin tidak hanya dengan menaikkan suhu nyala api,
tetapi juga dengan meningkatkan koefisien radiasi pereduksi. Pada
pengalaman penggunaan blast furnace, produktivitas tinggi
memerlukan suhu api yang lebih tinggi.

b) Pengaruh Bubuk Batubara terhadap Pertukaran Panas di


Raceway
Tidak perlu mempertahankan temperatur api pada tingkat awal
ketika bubuk batubara diinjeksikan. Efektivitas maksimum penggunaan
bubuk batubara dicapai sebagai dengan penurunan temperatur tertentu.
Faktor emisivitas ditentukan oleh ketebalan optik partikel padat di
raceway dan oleh ketebalan optik dari gas yang memancar. Pada
kondisi raceway furnace blast, Esg < 0,1. Karena ini, Kitaev hanya
memperhitungkan mekanisme konvektif pertukaran panas,
mengabaikan radiasi di raceway. Dengan injeksi PC situasinya berubah.
Temperatur kokas di raceway berada di kisaran 1400-1500 oC, suhu
partikel debu batu bara hampir sama dengan suhu gas tuyere.
Permukaan spesifik partikel debu di jauh lebih tinggi bahwa permukaan
potongan kokas di raceway.
16

2.3 Injection Technology


2.3.1. Effect of Auxiliary Reducing Agent
Ketika agen pereduksi diinjeksikan melalui tuyeres, maka terjadi
pembakaran yang tidak sempurna. Karbon dan hidrokarbon beraksi
dengan oksigen yang dihembuskan dan menghasilkan CO2 dan H2O, yang
bereaksi dengan membakar kokas dan bertansformasi menjadi karbon
monoksida dan hidrogen. Hidrogen yang dihembuskan ditambakan pada
produk pembakaran tanpa perubahan. Oleh karena itu, produk akhir dari
agen pereduksi yang diinjeksikan yaitu CO, H2 dan N2.

Jumlah panas yang dilepaskan oleh pembakaran hidrokarbon yang tidak


sempurna per 1 kg terbakar jauh lebih sedikit dibandingkan dengan karbon
"bebas" dari kokas karena reaksi endotermik dekomposisi hidrokarbon
dalam bahan bakar. Oleh karena itu rasio C / H, semakin sedikit panas
yang dilepaskan dalam pembakaran yang tidak sempurna.
17

Waktu tinggal zat yang disuntikkan di tuyere dan raceway hanya


mencapai ribuan atau ratusan detik. Oleh karena itu pencampuran yang
lengkap dan seragam jika suntikan dengan ledakan harus disediakan untuk
menghalangi generasi arang. Untuk zat pereduksi cair dan padat, dispersi
halus juga diperlukan.
Injeksi agen pereduksi tambahan biasanya menaikkan suhu gas
atas. Tingkat pengurangan langsung menurun karena beberapa alasan, di
antaranya: peningkatan volume gas pereduksi; peningkatan kandungan
hidrogen yang lebih aktif daripada karbon monoksida dari sudut pandang
kinetika; penurunan kandungan karbon dalam bahan baku; peningkatan
waktu tinggal beban di tungku.
18

Karena penurunan suhu nyala saat menyuntikkan agen pereduksi


tambahan, terutama tinggi ketika menyuntikkan gas alam, pengayaan
oksigen ledakan diperlukan untuk mempertahankan suhu nyala yang
sesuai meningkatkan pengayaan oksigen mempromosikan pada gilirannya
produktivitas tungku dan pemeliharaan volume gas bosh.
Penghematan kokas saat menyuntikkan zat pereduksi tambahan
tergantung pada pengurangan jenis agen dan komposisinya, laju injeksi,
dan perubahan yang menyertainya dari parameter lain dan ditandai dengan
pengurangan rasio penggantian agen-untuk-kokas. Ini adalah rasio jumlah
kokas yang disimpan dengan jumlah agen pereduksi yang disuntikkan
yang diperlukan sebagai pengganti dan diukur.

Penggunaan satu atau jenis lain dari agen pereduksi tambahan


tergantung pada harga, endapan dan ketersediaan, efek lingkungan dan
kekhasan teknologi peledakan tungku.

2.3.2. Injection of Natural Gas


Pengoperasian blast furnace dengan gas alam pertama kali ada
pada tahun 1957 di Ukraina dan 1959 di USA. Teknologi ini tidak
19

memerlukan peralatan tambahan dan menurunkan konsumsi kokas dan


emisi gas CO2. Kemudian, injeksi gas alam lambat laun menjadi kurang
menguntungkan dikarenakan harganya meningkat namun teknologi blast
furnace tetap diangap penting di USA, Rusia, dan beberapa negara
lainnya. Sebagai contohnya di Amerika Utara, injeksi gas alam mengalami
peningkatan pada tahun 1990-an dan menjadi dominan dikarenakan gas
alam pada daerah tersebut melimpah, memiliki harga yang relatif murah,
dan cocok untuk blast furnace lama.
a) Dasar – dasar Pembakaran Gas Alam
Adapun persentase umum dari gas alam adalah sebagai berikut:
a. CH4 = 90 – 99%
b. C2H6 = 0.3 – 4.5%
c. C3H8 = 0.1 – 1.2%
d. C4H10 = 0.1 – 0.8%
e. C5H12 = 0 – 0.3%
f. CO2 = 0.1 – 1%
g. N2 = 0.5 – 3%
Pirolisis dari gas alam terjadi dengan reaksi yang berantai. Adapun
skema cracking gas alam dapat diuraikan dengan:
2CH4
2CH3 + H2
CH3 – CH3 ↔ 2CH2 + H2
CH2= CH2 ↔ 2CH +H2
CH=CH ↔ 2C + H2
Dalam oksidasi termal, oksidasi pirolisis dari produk lanjutan
berlangsung secara simultan dengan hancurnya metana:
Varian 1
CH3  H + CH2
CH2  H + CH
CH2 + OH = H2
Varian 2
20

CH3 + OH  CH3OH
CH3OH + O  H2O + HCHO
HCHO  CO + H2
Akhirnya CO dan molekul hidrogen terbentuk. Produk akhir dari
oksidasi lebih lanjut pada temperatur tinggi adalah CO2 dan uap air.
Analisis kesetimbangan konstanta untuk reaksi – reaksi tersebut beserta
data pada tabel 20.3 yang menunjukkan bahwa metana terdekomposisi
sempurna pada temperatur diatas 1100⁰C.
Tabel 2.3 Komposisi Campuran Gas dari Reaksi Cracking Metana

b) Pencampuran Gas Alam dan Pembakaran di Dalam Tuyere


dan Raceway
Untuk menghindari pendinginan berlebih pada hearth,
distribusi gas alam harus seragam dan dengan campuran yang tepat
pula. Tembakan gas alam disemprotkan dalam lubang tuyere secara
tegak lurus aliran blast atau pada arah sebaliknya untuk meningkatkan
campuran. Pada kasus – kasus tertentu, gas alam didistribusikan ke
tuyere secara acak. Semakin banyak gas alam maka semakin sedikit
blast nya, dan juga sebaliknya. Temperatur api menurun di raceway
ketika rasio gas alam/blast meningkat, yang akan mengakibatkan
viskositas slag meningkat, pembakaran gas alam yang tidak sempurna,
pembentukan kerak karbon, dan memperburuk produk. Untuk
menanggulanginya, dibutuhkan sistem kontrol gas alam otomatis dan
distribusi blast di sekitar tungku. Derajat oksidasi gas alam (CO +
21

CO2) / (CH4 + CO + CO2) meningkat dan keluar dari saluran, tapi


tidak lebih dari 50%. Seyogyanya, durasi waktu gas alam di dalam
tuyere ( < 0.005 s) tidak cukup untuk penyalaan api.

2.3.3. Injection of Coke Oven Gas


COG digunakan pada beberapa blast furnace karena sumbernya
yang gratis. Adapun komposisi dari COG adalah:
a. H2 = 55 – 60%
b. CH4 = 22 – 28%
c. CO = 6 – 8%
d. CO2 = 2 – 4%
e. CmHn = 2 – 3%
f. O2 = 0 – 1%
g. N2 = 2 – 4%
h. H2O = 2 – 3%
Nilai kalori dari COG dapat mencapai 19000kJ/Nm3. COG
mengandung hidrokarbon 3 – 5 kali lebih rendah dan hidrogen hingga
60%.. hal ini akan membuat zona pembakaran lebih aktif dan
meningkatnya kuantitas pereduksi yang dapat diinjeksikan ke blast
furnace. Untuk pengaplikasian dari teknologi yang menggunakan injeksi
COG, diperlukan persiapan terlebih dahulu seperti pembersihan debu –
debu untuk menghilangkan naftalena, hidrokarbon benzena, dan hidrogen
sulfida.

2.3.4. Oil injection


Injeksi bahan bakar minyak ke dalam blast furnace pertama kali
dikenalkan pada tahun 1970an di Kanada, dan semakin tersebar
penggunaannya di Jerman, Jepang, Prancis, dan Amerika Utara. Namun
semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak, penggunaannya
semakin menurun. Pengaruh injeksi bahan bakar minyak sendiri memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah:
22

a. Injeksi bahan bakar minyak meningkatkan kadar hidrogen di dalam


bosh, yang akan meningkatkan kinerja reduksi tidak langsung serta
meningkatkan efisiensi.
b. Perubahan komposisi kimia pada bosh akan mempengaruhi densitas
gas. Hidrogen 2% lebih banyak dalam gas akan mengakibatkan
penurunan densitas gas sebesar 2% dan peningkatan kecepatan gas
sebesar 1%, yang akan meningkatkan performa blast furnace.
c. Volume slag menurun karena debu kokas yang lebih sedikit.
Kekurangannya adalah:
a. Peningkatan densitas bulk ketika kokas sebagian digantikan oleh bahan
bakar minyak akan mempengaruhi penurunan tekanan semakin
meningkatnya waktu. Hal ini akan mengakibatkan adanya perubahan
sifat material.
b. Injeksi bahan bakar minyak bersamaan dengan peningkatan volume
gas pada bosh dan penurunan temperatur pengapian, akan
mempengaruhi permeabilitas dan keseimbangan termal. Hal ini dapat
ditanggulangi dengan peningkatan semburan oksigen untuk
mempertahankan temperature pengapian dan volume gas pada bosh
yang konstan.

2.3.5. Pulverized Coal Injection


Penelitian dan pengujian di industry pada Injeksi Batu Bara bubuk
ini atau pulverized coal injection (PIC) dimulai pada awal 1960-an di
Amerika Serikat, China, dan Ukraina. Tapi hanya di Amerika dan
beberapa pabrik di china yang mengadopsi teknologi ini. Karena terjadi
krisis pada tahun 1970-an dan 19800-an minat terhadap PC Injection
muncul lagi di berbagai macam bagian negara. Pabrik PIC yang pertama
kali komersil berada di ukraina tepatnya di Donetsk Steel Plant, Ukraina
yang dibangun pada tahun 1980-an. Saat ini lebih dari 100 blast furnace di
seluruh dunia beropreasi dengan PCI. Rata-rata laju PCI mencapai 130-
160 kg/tHM, bahkan beberapa BF inject 200-220 kg/tHM coal.
23

Gambar 1. Batu Bara yang digunkan untuk PCI


Dasar Pembakaran pulverized coal:
Pembakaran karbon dalam pembakaran bahan bakar padat
merupakan proses yang heterogen. Hal ini terjadi pada bagian permukaan
padatan dan fasa gas yang keduanya ditentuka dengan pemanasan kinetika
partikel (pada permukaan dan dalam partikel), dan oleh transfer difusi
dengan oksigen dan prodak dari pembakaran. Semakin tinggi intensitas
reaksi heterogen yang terjadi (temperature lebih tinggi dan kemampuan
reduksi yang tinggi pada padatan) semakin tinggi pula reaksi reaksi
konsentrat pada permukaan luar padatan.

Proses pembakaran PC dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:


1. Peningkatan kandugan moisture dalam debu batubara
2. Chemisorption: jenis adsropsi di mana molekul melekat ke permukaan
melalui pembentukan ikatan kimia
3. Volatile Matters keluar
4. Pembakaran residu kokas
5. Pembakaran akhir karbon yang terperangkap dalam debu

Untuk memastikan operasi yang efisien pada laju PC injection yang tinggi,
terdapat hal yang harus diperhatikan:
1. Ketentuan laju pemanfaatan PC yang tinggi
24

2. Ketentuan permeability yang cocok digunakan pada kondisi lapisan kokas.


Kokas yang baik dan coke strength rate adalah kunci untuk tercapainya
laju PCI yang tinggi
3. Kompensasi untuk perubahan yang negative dari heat fluctuation dan
proses pembentukan slag
4. Distribusi pemiliharaan PC yang seragam
Penjelasan pengukuran mengenai intensitas konversi PC dijelaskan di bawah:
1. Memperkaya blast dengan oksigen: kegunaan dari memperkaya blast
dengan oksigen semala PCI telah dibuktikan oleh operasi industry.
2. Metode Suplai oksigen dan pencapuran PC dengan blast: meskipun
memperkaya blast dengan oksigen hal yang berguna, efisiensi dari
pemanfaatanya dari sudut pandang pembakaran PC tidaklah cukup.
Penting sekali untuk mengatur aliran pulverized coal untuk menambah
disperse partikel ke hot blast
3. Menggunakan campuran batubara dan campuran batubara dengan non-
combustible: campuran dengan perbedaan tipe-tipe batubara, biasanya
batubara dengan kandungan yang tinggi dan rendah dari VM digunakan
untuk mempertahankan derajat konversi yang tinggi dan replacement ratio
batubara/kokas yang tinggi. PC injection dalam campuran besi oksida,
karbonat, dan zat yang kaya oksigen dapat mempercepat gasifikasi
batubara.
4. Menggunakan fenomena fisika dan kimia: terdapat substansi anorganic
yang mempunyai efek sebagai katalis pada pembakaran PC. Metode fisik
seperti listrik dan magnet dapat digunakan untuk mendapatkan
intensifikasi yang baik dari pembakaran PC.
5. Mengoptimasi coal grinding: meningkatkan level PC grinding akan
membawa pada intensifikasi dari pembakarannya karena meningkatkan
permukaan unit partikel batubara, tetapi meingkat pula biaya untuk coal
grinding karena membutuhkan konsumsi energi yang banyak.
25

Bagian PC injected yang tidak tergasfikasi oleh oksigen, dapat


dimanfaatkan dengan reaksi gasifikasi sekunder. Contohnya adalah reaksi
direct reduction bijih besi.

Gambar 2. Perilaku PCI dalam BF


Metode yang sering dugunakan untuk memntukan derajat conversion PC
berdasarkan mikroskopis dari serbuk materials diambil dari tuyere
mengguakan air dingin. Teknik petrographic megukur karbon dalam cerobong
asap blast furnace dan untuk membedakan antara karbon dari kokas dan karbon
dari arang. Arang batubara dan abu dapat berakibat pada kekuatan kokas,
perilaku degradasi, rekativitas.

Batu bara dengan Low Sulphur dan low ash dapat medorong efisiensi
yang tinggi pada operasi blast furnace dengan PCI. Kandungan sifat fisik dari
abu batubara mempunyai peran yang penting dalam mengoptimalisasikan
desain dari alat tuyere. Efek mempercepat volatile matters pada derajat
conversion PC adalah mengetahui volatile degas dan untuk meyalakan
batubara. Proses ini membutuhkan tambahan energi. Penggunaan campuran
tingi dan rendah VM pada batubara adalah untuk mengukur intensitas PC
conversion. Batubara dengan kandungan VM yang rendah lebih baik
dugunakan pada saat pembakaran dibandingan dengan kandungan VM yang
tinggi. Hal ini dapat dijelaskan pada permukaan struktur batubara. Batubara A
pada gamabr 3 mengandung 31,5% VM. Batubara B mempunyai kandungan
26

14,1% VM yang mempunyai karakter seperti spons. Batubara A mempunyai


derajat conversion 55% dan batu bara B mempunyai derajat 62%.

Gambar 2.6 SEM partikel batubara. Pada 1000x magnifisian

2.3.6. Injection of Other Solid


Injeksi besi dan titanium mengandung materials, limbah organic,
flux, slag, biomassa, dan substansi lainnya secara terpisah dalam campuran
homogen dengan pulverized coal yang biasa digunakan untuk konversi
intensitas batubara untuk meningkatkan permeability gas dalam zona
kohesif untuk menghasilkan hot metal dengan silikon yang rendah agar
mengoptimalkan pembentukan slag dan kondisi desulfurisasi dan
melindungi hearth pada blast furnace.

Sejak 1990-an, injeksi limbah plastik menggunakan blast furnace


mulau dipelajari, pengujian dan kegunaan di german, jepang, dan blast
furnace Austrian. Laju Injeksi plastik mencapai 60-75 kg/tHM. Total
efisiensi penggunaan plastik dalam blast funace sekitar 80% dan ini
ditentukan oleh material plastik dan pemanfaatan panas. Pada tabel 20.6
dapat dilihat komposisi limbah plastik yang dibandingkan dengan oli.
Masing-masing mempunyai keuntungan dan kelebihan.

Gambar 4. Perbandingan kompoisi PC oli dan plastik


27

Ketika material organik masuk kedalam zona reaksi, terdapat proses-


proses yang kemungkinan terjadi:

1. Pirolisis: dekomposisi termal senyawa organic tanpa hembusan oksigen


dalam pembentukan gas, produk kental (tar), dan karbon padat yang
mengandung residual
2. Gasifikasi: transformasi karbon yang mengandung limbah padatan
menjadi bahan bakar gas pada temperature tinggi.
3. Pembakaran
Sifat Pembakaran limbah plastic bergantung pada ukuran butir dan metode
pretreatment. Efek ukuran butir pada plastic dipelajarin di Jepang.
Berdasarkan mekanisme pembakarn dan gasifikasi, partikel plastik yang
kasar dan keras cocok untuk injeksi blast furnace

Gambar 5. Mekanisme Pembakran plastik


Injeksi dari perbedaan iron containing materials (ICM) dan
campurannya dengan batubara yang berbeda telah diuji pada laboratorium
dan skala industry. Injeksi ICM dapat menurunkan ketebalan lapisan besi
dan meningkatkan permeability gas dalam kohesif zone dapat dilihat pada
gambar 6.

Gambar 6. Efek injeksi ICM pada rasio burden dan lapisan kokas
28

Injeksi sebelum reduksi atau bijih besi metalisasi yang tinggi


terdapat beberapa keuntungan dibandingan besi oksida.
1. Dekomposisi besi oksida adalah reaksi yang sangat membutuhkan energi.
2. Komsumsi oksigen dan jumlah gas yang dihasilkan per ton injeksi hot
metal menurun dengan komsumsi bahanbakar.
3. Fe dan FeO lebih mudah meleleh dan dapat bereaksi dengan padatan
karbon

2.3.7. Co-Injection
Terdapat dua jenis injeksi yang digunakan pada furnace sebagai
gas pereduksi. Biasanya padatan dan gas. Laju kokas yang rendah tercatat
pada 281kg/tHM pada US Steel Gary Works No.13 BF yang dicapai
dengan Co-injeksi PC 190kg/tHM, 35 kg/tHM oli, dan 7,5 kg/tHM NG.

Teknologi Co-injeksi dari NG dan PC berhasil digunakan beberapa


tahun di Donetsk Seel Plant, Ukraina. Co-injeksi berhasil memangkas laju
kokas mencapai 30% atau lebih. Operasi teknologi ini menggunakan
konsenrasi oksigen dalam BF 24-25,5%, total konsumsi injeksi bahanbakar
150-180 kg/tHM, terutama pada NG 80-90 m3/tHM dan PC 70-100
kg/tHM. Temperature api dijaga dengan rentang 1950-2050°C.

2.3.8. Hot Reducing Gas Injection


Laju injeksi bahan bakar dibatasi karena menurunnya temperatur
pembakaran dan terjadi masalah di beberapa daerah lainnya. Langkah
selanjutnya untuk melindungi kokas, pembersihan dilakukan untuk
meningkatkan produktivitas blast furnace dan memilimalisir efek buruk
pada lingkungan yang memang seharusnya mengurangi emisi gas buang
karbon monoksida. Dengan menggunakan HRG (Hot Reducing Gases)
yang dihasilkan dari proses reduksi yang dikombinasikan dengan PCI dan
oksigen di dalam blast furnace dapat menjaga dan meningkatkan efisiensi
proses pada blast furnace.
29

Blast Furnace beroperasi dengan 100% oksigen, kecuali untuk Hot


Blast dapat menggunakan HRG. Dari hasil perhitungan menunjukkan
bahwa dengan injeksi HRG yang dikombinasi dengan low ash dan high
volatile matter dapat meningkatkan laju PC sampai dengan 300-
400kg/HM dan meningkatkan produktivitas furnace sebesar 50-100%.
ketika gas pada bagian atas dibersihkan dari karbon dioksida, dapat
menigkatkan produktivitas sebesar 25% dan mengurangi laju pereduksi
sebesar 20%. Penelitian mengenai penggunaan HRG pada blast furnace
pertama kali diuji coba oleh Rusia, Ukraina, Belgia, Cina, Jepang, dan
Amerika pada tahun 1960. Berikut ini adalah gambar tabel pengaruh
temperatur dan komposisi HRG:

Gambar 2.7 Pengaruh Temperatur dan Komposisi HRG


30

2.3.9. Controlling Thermal State of The Blast Furnace Hearth Using


Injection
Dengan agen pereduksi yang diinjeksikan ke dalam bagian Hearth
Blast Furnace dapat mengontrol panas yang dihasilkan selama proses
berlangsung. untuk meningkatkan quality control pada bagian atas ketika
proses charging, harus dikombinasikan dengan perlakuan dari bagian
bawah blast furnace. Tetapi pengaruh NG dan bahan bakar minyak pada
logam cair yang mengandung silika menyebabkan temperatur sulit untuk
dikontrol. Dengan meningkatkan NG dan bahan bakar minyak pada
langkah pertama akan mengurangi panas pada bagian Hearth. Berikut ini
persamaan yang digunakan pada proses perubahan dalam pig iron yang
mengandung silika dengan mengubah konsumsi PC:

2.3.10. Equipment for Solid Material Injection


Plant untuk persiapan dan injeksi PC biasanya terdiri dari 3 bagian
utama yaitu 1. Coal Preparation, 2. Dosage, 3. Distribution and delivery.

Penyimpanan dan bagian takaran berisi beberapa tangki atau


bejana. 2.600 ton dengan total 4 silo yang kemudian didistribusikan ke 3
blast furnace.
31

Efisiensi Blast Furnace dengan adanya bantuan agen pereduksi bergantung


pada teknologi yang digunakan. contohnya yaitu desain tuyere. Tuyere
merupakan komponen pada blast furnace yang beroperasi pada temperatur
tinggi. sehingga sifat yang harus dimiliki oleh tuyere adalah:
a) kemampuan untuk mixing yang baik
b) visual monitoring tuyere dan bagaimana berjalannya proses
c) durasi yang digunakan selama proses
d) kemampuan untuk menjaga kondisi tuyere.
32

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab


sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Sekitar 80-90 % sulfur yang terdapat pada blast furnace datang dari
coke dan pulverised coal atau dari oli
2. Faktor yang mempengaruhi kadar sulfur pada hot metal diantara
sulfur load yang rendah, peningkatan basisitas slag, dan penurunan
kadar FeO pada slag karena bereaksi dengan CaS.
3. Kapasitas termal dari aliran gas yang mana didefinisikan sebagai
kecepatan massa produk dan kapasitas panas hampir konstan/sama
diseluruh bagian blast furnace
4. Batu bara dengan Low Sulphur dan low ash dapat medorong efisiensi
yang tinggi pada operasi blast furnace dengan PCI
33

DAFTAR PUSTAKA

Babich, A. (2008) Ironmaking Technology. Jerman: RWTH Aachen University.


Available at: http://www.iehk.rwth-aachen.de.

Anda mungkin juga menyukai